Professional Documents
Culture Documents
A.
Pengertian Pankreatitis
Pankreatitis adalah reaksi pradangan pankreas (inflamasi pankreas). Pankreatitis
merupakan penyakit yang serius pada pankreas dengan intensitas yang dapat berkisar mulai
dari kelainan yang relatif ringan dan sembuh sendiri hingga penyakit yang berjalan dengna
cepat dan fatal yang tidak bereaksi terhadap berbagai pengobatan.
Terdapat beberap teori tentang penyebab dan mekanisme terjadinya pankreatitis yang
umumnya dinyatakan sebagai otodigesti pankreas. Umumnya semua teori menyatakan bahwa
duktus pankreatikus tersumbat, disertai oleh hipersekresi enzim-enzim eksokrin dari pankreas
tersebut. Enzim-enzim ini memasuki saluran empedu dan diaktifkan di sana dan kemudian
bersama-sama getah empedu mengalir balik (refluks) ke dalam duktus pankreatikus sehingga
terjadi pankreatitis.
Klasifikasi
Berdasarkan The Second International Symposium on the Classification of
Pancreatitis(Marseilles, 1980), pankreatitis dibagi atas:
a.
Pankreatitis akut (fungsi pankreas kembali normal lagi).
b.
Penyempurnaan klasifikasi dilakukan tahun 1992 dengan sistem klasifikasi yang lebih
berorientasi klinis; antara lain diputuskan bahwa indikator beratnya pankreatitis akut yang
terpenting adalah adanya gagal organ yakni adanya renjatan, insufisiensi paru (PaO2 = 60
mmHg), gangguan ginjal (kreatinin > 2 mg/dl) dan perdarahan saluran makan bagian atas (>
500 ml/24 jam). Adanya penyulit lokal seperti nekrosis, pseudokista atau abses harus
dimasukkan sebagai komponen sekunder dalam penentuan beratnya pankreatitis. Sebelum
tumbulnya gagal organ atau nekrosis pankreas, terdapat 2 kriteria dini yang harus diukur
yakni kriteria Ranson dan APACHE II.
B.
Pankreatitis Akut
Pankreatitis akut adalah suatu proses peradangan akut yang mengenai pankreas dan
ditandai oleh berbagai derajat edema, perdarahan dan nekrosis pada sel-sel asinus dan
pembuluh darah. Mortalitas dan gejala klinis bervariasi sesuai derajat proses patologi. Bila
hanya terdapat edema pankreas, mortalitas mungkin berkisar dari 5% sampai 10%, sedangkan
perdarahan masif nekrotik mempunyai mortalitas 50% sampai 80%.
Batu empedu
c.
Pasca bedah
d.
e.
f.
g.
h.
Berhubungan dengan obat-obatan (azatioprin, 6 merkaptopurin,
sulfonamid, tiazid, furosemid, tetrasiklin)
i.
j.
3 Patofisiologi
Pankreatitis akut merupakan penyakit seistemik yang terdiri dari dua fase. Pertama,
fase awal yang disebabkan efek sistemik pelepasan mediator inflamasi, disebut sindrom
respons inflamasi sistemik atau systemic inflamatory response syndrome (SIRS) yang
berlangsung sekitar 72 jam. Gambaran klinisnya menyerupai sepsis, tetapi tidak ada buktibukti infeksi. Kedua, fase lanjut merupakan kegagalan sistem pertahanan tubuh alami yang
menyebabkan keterlibatan sampai kegagalan multiorgan, yang biasanya dimulai pada awal
minggu kedua. Kegagalan fungsi salah satu organ merupakan penanda beratnya penyakit dan
buruknya faktor prognosis.
4 Patogenesis
Sebagai kontras adanya berbagai fakror etiologi yang menyertai pankreatitis akut,
terdapat rangkaian kejadian patofisiologis yang uniform yang terjadi pada timbulnya penyakit
ini. Kejadian ini didasarkan pada aktivasi enzim di dalam pankreas yang kemudian
mengakibatkan autodigesti organ.
Dalam keadaan normal pankreas pankreas terlindung dari efek enzimatik enzim
digestinya sendiri. Enzim ini disintesis sebagai zimogen yang inaktif dan diaktivasi dengan
pemecahan rantai peptid secara enzimatik.
Selain itu terdapat inhibitor di dalam jaringan pankreas, cairan pankreas dan serum
sehingga dapat menginaktivasi protease yang diaktivasi terlalu dini. Dalam proses aktivasi di
dalam pankreas, peran penting terletak pada tripsin yang mengaktivasi semua zimogen
pankreas yang terlihat dapam proses autodigesti (kimotripsin, proelastase, fosfolipase A).
Hanya lipase yang aktif yang tidak terganting pada tripsin. Aktivasi zimogen secara
normal dimulai oleh enterokinase di duodenum. Ini mengakibatkan mulanya aktivasi tripsin
yang kemudian mengaktivasi zimogen yang lain. Jadi diduga bahwa aktivasi dini tripsinogen
menjadi tripsin adalah pemicu bagi kaskade enzim dan autodigesti pankreas.
Kelainan histologis utama yang ditemukan pada pankreatitis akut adalah nekrosis
keoagulasi parenkim dan poknosis inti atau kariolisis yang cepat diikut oleh degradasi asini
yang nekrotik dan absopsi debris yang timbul. Adanya edema, perdarahan dan trombosis
menunjukkan kerusakan vaskular yang terjadi bersamaan.
5
Manifestasi klinis
Pasien datang dengan keluhan nyeri abdomen hebat, melintang dan tembus ke bagian
punggung. Biasanya disertai muntah. Rasa nyeri dapat menjalar ke seluruh abdomen,
umumnya tidak dapat diatasi dengan obat analagesik biasa. Tidak jarang pasien datang
dengan kembung atau mengarah ke tanda-tanda ileus paralitik. Pada fase lanjut, pasien datang
dalam keadaan sindrom syok atau dengan hemodinamik yang tidak stabil.
6
Mortalitas
0%
10-20%
> 50%, biasanya sesuai dengan pankreatitis nekrotikans
Kriteria lain, yang bersifat klinis praktis yang terutama diperlukan di tempat dengan
sarana diagnostik terbatas dirancang oleh subbagian Gastroenterologi RSUPNCM.
Tabel 7. Kriteria penilaian pankreatitis akut
Gejala
Skor
Nyeri epigastrium menetap > 5 jam
1
Mual, muntah
1
Nyeri peri umbilikal
2
Keadaan umum sedang-berat
1
Nadi > 90 x/menit
1
Suhu aksila > 37,5C
1
Nyeri hipogastrium kiri/kanan
1
Leukositosis > 10.000/ul
1
Penialaian : Bila skor > 9, diagnosis klinis pankreatitis akut dapat ditegakkan dengan
sensitivitas 92,3%, spesifitas 64%, nilai prediktif positif 36%, dan nilai prediktif negatif
7,7%.
7 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pankreatitis akut bersifat simtomatik dan ditujukan untuk mencegah
atau mengatasi komplikasi. Semua asupan per oral harus dihentikan untuk menghambat
stimulasi dan sekresi pankreas. Pelaksanaan TPN (total parental nutrition) pada pankreatitis
akut biasanya menjadi bagian terapi yang penting, khusus pada pasien dengan keadaan umum
yang buruk, sebagai akibat dari stres metabolik yang menyertai pankreatitis akut.
Pemasangan NGT dengan pengisapan (suction) isi lambung dapat dilakukan untuk
meredakan gejala mual dan muntah, mengurangi distensi abdomen yang nyeri dan ileus
paralitik serta untuk mengeluarkan asam klorida.
1.
Penanganan Nyeri. Pemberian obat pereda nyeri yang adekuat merupakan tindakan
yang esensial dalam perjalanan penyakit pankreatitis akut karena akan mengurangi rasa
nyeri dan kegelisahan yang dapat menstimulasi sekresi pankreas.
2.
Perawatan Intensif. Koreksi terhadap kehilangan cairan serta darah dan kadar albumin
yang rendah diperlukan untuk mempertahankan volume cairan serta mencegah gagal
ginjal akut.
3.
Perawatan Respiratorius. Perawatan respiratorius yang agresif diperlukan karena
risiko untuk terjadinya elevasi diafragma, infiltrasi serta efusi dalam paru dan atelektasis
cenderung tinggi.
4.
Tindakan Bedah
Tindakan segera untuk eksplorasi bedah pada umumnya tidak dilakukan, kecuali pada
kasus-kasus berat di mana terdapat:
1. Perburukan sirkulasi dan fungsi paru sesudah beberapa hari terapi intensif.
2. Pada kasus pankreatitis hemoragik nekrosis yang disertai dengan rejatan yang sukar
diatasi.
3. Timbulnya sepsis.
4. Gangguan fungsi ginjal yang progresif.
5. Tanda-tanda peritonitis.
6. Bendungan dari infeksi saluran empedu.
7. Perdarahan intestinal yang berat.
Tindakan bedah juga dapat dilakukan sesudah penyakit berjalan beberapa waktu
(kebanyakan sesudah 2-3 minggu perawatan intensif) bilamana timbul penyulit seperti
pembentukan pseudokista atau abses, pembentukan fistel, ileus karena obstruksi pada
duodenum atau kolon, pada perdarahan hebat retroperitoneal atau intestinal.
C. Pankreatitis Kronis
Pankreatitis kronis merupakan kelainan inflamasi yag ditandai oleh kehancuran
anatomis dan fungsional yang progresif pada pankreas. Dengan digantikannya sel-sel
pankreas yang normal oleh jaringa ikat akibat serangan pankreatitis yang berulang-ulang,
maka tekanan dalam pankreas akan meningkat. Hasil akhirnya adalah obstruksi mekanis
duktus pankreatikus, koledokus dan duodenum. Di samping itu akan terjadi pula atrofi epitel
duktus tersebut, inflamasi dan destruksi sel-sel pankreas yang melaksanakan fungsi sekresi.
1
Etiologi
Konsumsi alkohol dalam masyarakat barat dan malnutrisi yang terdapat di seluruh
dunia merupakan penyebab pankreatitis kronis. Pada alkoholisme, insiden pankreatitis 50 kali
lebih tinggi dibandingkan insidens dalam populasi bukan peminum. Konsumsi alkohol dalam
waktu lama menyebabkan hipersekresi protein dalam sekret pankreas. Akibatnya akan
terbentuk sumbat protein dan batu (kalkuli) dalam duktus pankreas. Alkohol juga memiliki
efek toksik yang langsung pada sel-sel pankreas. Kemungkinan terjadinya kerusakan sel-sel
ini akan lebih parah pada pasien-pasien yang kandungan protein dalam makanannya buruk
atau yang kandungan lemaknya terlampau tinggi atau rendah.
2 Manifestasi Klinis
Insidens pankreatitis kronis meningkat pada laki-laki dewasa dan ditandai oleh
serangan nyeri hebat di daerah abdomen bagian atas dan punggung, disertai muntah.
Serangan nyeri sering sangat hebat sehingga pemberian preparat narkotik, sekalipun dengan
dosis tinggi, tidak mampu meredakan nyeri tersebut. Resiko ketergantungan opiat akan
meningkat pada pankreatitis karena sifatnya yang kronis dan hebatnya rasa nyeri.
Penurunan berat badan merupakan masalah utama pada pankreatitis kronis. Biasanya
disebabkan oleh penurunan asupan makanan akibat anoreksia atau perasaan takut bahwa
makan akan memicu serangan berikutnya. Malabsorbsi mengakibatkan proses pencernaan
bahan makanan khususnya protein dan lemak akan terganggu. Defekasi menjadi lebih sering
dan feces menjadi berbuih (steatore) akibat gangguan pencernaan lemak.
3 Evaluasi Diagnostik
ERCP (endoscopic retrograde cholangiopancreatography) merupakan pemeriksaan
yang paling tepat untuk menegakkan diagnostik pankreatitis kronis. Tes toleransi glukosa
dapat mengevaluasi fungsi sel-sel pulau Langerhans pankreas; informasi ini diperlukan untuk
mengambil keputusan apakah operasi reseksi pankreas diperlukan. Hasil abnormal yang
merupakan indikasi penyakit diabetes dapat ditemukan. Berbeda dengan penderita
pankreatitis akut, kadar amilase serum dan jumlah sel darah putih mungkin tidak mengalami
peningkatan yang berarti.
4 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pankreatitis kronis bergantung pada kelaian yang mungkin menjadi
penyebab pada setiap pasien. Terapi ditujukan untuk mencegah serta menangani serangan
akut, mengurangi rasa nyeri serta gangguan rasa nyaman dan menangani insufisiensi eksokrin
serta endokrin yang terdapat pada pankreatitis.
1. Nyeri dan gangguan rasa nyaman pada abdomen diatasi dan dicegah dengan cara
seperti yang dalakukan pada pankreatitis akut.
2. Diabetes mellitus yang terjadi akibat disfungsi sel-sel pulai Langerhans pankreas
dapat diatasi dengan diet, pemberian insulin atau obat-obat hipoglikemik oral.
3. Pembedahan umumnya dilakukan untuk mengurangi nyeri abdomen serta gangguan
rasa nyaman, memulihkan drainase sekresi pankreas dan mengurangi frekuensi
serangan pankreatitis akut.
4. Pankreatikojejunostomi dengan anastomosis side-to-side atau penyambungn duktus
pankreatikus dengan jejunum memungkinkan drainase sekresi pankreas ke dalam
jejunum.
5. Ototransplantsi atau implantasi sel-sel pulau Langerhans dari pasien sendiri pernah
diupayakan untuk memelihara fungsi endokrin pankreas.
Rencana keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil
NOC :
Pain Level,
pain control,
comfort level
Setelah
dilakukan
tinfakan keperawatan
selama 2x24 Jam
Pasien
tidak
mengalami
nyeri,
dengan kriteria hasil:
Mampu mengontrol
nyeri (tahu penyebab
nyeri,
mampu
menggunakan tehnik
nonfarmakologi
untuk
mengurangi
nyeri,
mencari
bantuan)
Intervensi
NIC :
Lakukan
pengkajian
nyeri secara
komprehensif
termasuk
lokasi,
karakteristik,
durasi,
frekuensi,
kualitas dan
faktor
presipitasi
Observasi
reaksi
nonverbal
dari
ketidaknyam
(seperti diaphoresis,
perubahan tekanan
darah, perubahan
nafas, nadi dan dilatasi
pupil)
Tingkah laku ekspresif
(contoh : gelisah,
merintih, menangis,
waspada, iritabel,
nafas
panjang/berkeluh
kesah)
Perubahan dalam
nafsu makan dan
minum
Melaporkan bahwa
nyeri
berkurang
dengan menggunakan
manajemen nyeri
Mampu
mengenali
nyeri
(skala,
intensitas, frekuensi
dan tanda nyeri)
Menyatakan
rasa
nyaman setelah nyeri
berkurang
Tanda vital dalam
rentang normal
anan
Bantu pasien
dan keluarga
untuk
mencari dan
menemukan
dukungan
Kontrol
lingkungan
yang dapat
mempengaru
hi
nyeri
seperti suhu
ruangan,
pencahayaan
dan
kebisingan
Kurangi
faktor
presipitasi
nyeri
Kaji tipe dan
sumber nyeri
untuk
menentukan
intervensi
Ajarkan
tentang
teknik
non
farmakologi:
napas dala,
relaksasi,
distraksi,
kompres
hangat/
dingin
Berikan
analgetik
untuk
mengurangi
nyeri
Tingkatkan
istirahat
Berikan
informasi
tentang nyeri
seperti
penyebab
nyeri, berapa
NOC:
Respiratory status :
Ventilation
Respiratory status :
Airway patency
Vital sign Status
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
selama 2x24 Jam
pasien menunjukkan
keefektifan pola
nafas, dibuktikan
dengan kriteria hasil:
Mendemonstrasikan
batuk efektif dan
suara nafas yang
bersih, tidak ada
sianosis dan dyspneu
(mampu
mengeluarkan
sputum,
mampu
bernafas dg mudah,
tidakada pursed lips)
Menunjukkan jalan
nafas
yang
paten(klien
tidak
merasa
tercekik,
irama nafas, frekuensi
pernafasan
dalam
rentang normal, tidak
ada
suara
nafas
abnormal)
Tanda Tanda vital
dalam rentang normal
(tekanan darah, nadi,
lama
nyeri
akan
berkurang
dan antisipasi
ketidaknyam
anan
dari
prosedur
Monitor vital
sign sebelum
dan sesudah
pemberian
analgesik
pertama kali
NIC:
Posisikan
pasien untuk
memaksimal
kan ventilasi
Lakukan
fisioterapi
dada
jika
perlu
Keluarkan
sekret
dengan batuk
atau suction
Auskultasi
suara nafas,
catat adanya
suara
tambahan
Berikan
bronkodilator
:
Berikan
pelembab
udara Kassa
basah NaCl
Lembab
Atur intake
untuk cairan
mengoptimal
kan
keseimbanga
n.
Monitor
respirasi dan
status O2
Bersihkan
pernafasan)
2.4.2
mulut, hidung
dan
secret
trakea
Pertahankan
jalan
nafas
yang paten
Observasi
adanya tanda
tanda
hipoventilasi
Monitor adanya
kecemasan
pasien terhadap
oksigenasi
Monitor vital
sign
Informasikan
pada pasien dan
keluarga
tentang tehnik
relaksasi untuk
memperbaiki
pola nafas.
Ajarkan
bagaimana
batuk efektif
Monitor pola
nafas
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, Marilynn E., 1999, Rencana Asuhan Kepeawatan: Pedoman untuk Perencanaan
dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, (Edisi 3), Jakarta, EGC.
Mitchell, Richard N., 2008, Buku Saku Dasar Patologis Penyakit, Jakarta , EGC.
Smeltzer, Suzanne C., 2001, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, (Edisi 8), Jakarta,
EGC.
http://meetabied.blogspot.com/2011/01/askep-pankreatitis.html
http://www.scribd.com/aanakatsukia