Professional Documents
Culture Documents
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Angka kematian balita terutama pada masa neonatal masih cukup
tinggi dan menjadi masalah kesehatan baik secara global, regional, maupun di
Indonesia. Itulah sebabnya tujuan keempat Milenium Development Goals
(MDGs) adalah mengurangi jumlah kematian anak (Haider dan Bhutta, 2006).
Secara global 23% dari kematian neonatal dikaitkan dengan Aspiksia
neonatorum (Waqar dan Haque, 2012). Menurut World Health Organization
(WHO), setiap tahunnya 120 juta bayi lahir didunia, secara global 4 juta (33
per 1000) bayi lahir mati dan 4 juta (33 per 1000) lainnya meninggal dalam
usia 30 hari (neonatal lanjut). Kira-kira 3,6 juta (3%) dari 120 juta bayi
mengalami Aspiksia neonatorum, hampir 1 juta (27,78%) bayi ini meninggal
(Sari, dkk, 2011).
Kejadian Aspiksia neonatorum masih menjadi masalah serius di
Indonesia. Salah satu penyebab tingginya kematian bayi di Indonesia adalah
Aspiksia neonatorum yaitu sebesar 33,6%. Angka kematian karena Aspiksia di
Rumah Sakit Pusat Rujukan Propinsi di Indonesia sebesar 41,94% (Suryani,
2009). Di Indonesia angka kejadian Aspiksia kurang lebih 40 per 1000
kelahiran hidup, secara keseluruhan 110.000 neonatus meninggal setiap tahun
karena Aspiksia. Di daerah pedesaan Indonesia angka kejadian Aspiksia
2
neonatorum sebanyak 31-56,5% dan Aspiksia menjadi penyebab 19% dari 5
juta kematian bayi baru lahir setiap tahun (Setyobudi, 2008).
Angka kejadian Aspiksia neonatorum di Sulawesi Selatan cukup tinggi
dan masih menjadi masalah kesehatan. Berdasarkan data yang diperoleh dari
Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan kejadian Aspiksia neonatorum di
Sulawesi Selatan pada tahun 2009 sebanyak 151 kasus (18,39%), pada tahun
2010 mengalami penurunan menjadi 392 kasus (16,59%), dan pada tahun
2011 mengalami peningkatan yaitu terdapat 212 kasus (21,74%) Aspiksia
neonatorum (Dinkes Provinsi Sulawesi Selatan 2009-2011).
Kejadian Aspiksia neonatorum di Rumah Sakit Umum Sawerigading
Kota Palopo masih cukup tinggi. Berdasarkan data hasil penelitian Rahmah,
dkk (2012)
Palopo dalam tiga tahun terakhir mengalami peningkatan, pada tahun 2010
yang mengalami Aspiksia neonatorum sebanyak 13 kasus (4,33%), pada tahun
2011 mengalami peningkatan yaitu sebesar 94 kasus (10,25%), dan pada bulan
Januari sampai Oktober 2012 juga mengalami peningkatan yaitu sebanyak 144
kasus (11,32%). Dan Case fatality Rate (CFR) Aspiksia neonatorum tahun
2010 2012 masing-masing sebesar 23%, 24% dan 8%.
Menurut Manuaba (2009), Aspiksia adalah keadaan dimana bayi yang
baru dilahirkan tidak segera bernapas secara spontan dan teratur setelah
dilahirkan. Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin dalam rahim yang
berhubungan dengan faktor faktor yang timbul dalam kehamilan, persalinan,
dan setelah kelahiran.
3
Penatalaksanaan Aspiksia dengan cara mencegah kehilangan panas dan
mengeringkan
tubuh
bayi,
meletakan
posisi
bayi
sedikit
ekstensi,
membersihkan jalan nafas, menilai bayi (Saifudin, 2005). Tindakan yang tepat
dan melakukan pertolongan kegawatdaruratan pada bayi baru lahir dengan
Aspiksia yaitu tujuan mengenal bayi dengan Aspiksia neonatus. Sehingga
tindakan bidan dalam memberikan asuhan pada bayi baru lahir dengan
Aspiksia adalah bidan harus dapat mengenali dengan baik pada bayi baru lahir
dengan Aspiksia dan melakukan tindakan yang di mulai dari resusitasi,
membebaskan jalan nafas, mengusahakan bantuan medis, merujuk dengan
benar serta memberikan perawatan lanjutan pada bayi secara tepat dan
sistematis (Kriebs, 2008).
Berdasarkan uraian diatas menggambarkan bahwa kejadian Aspiksia
masih cukup tinggi serta jika tidak ditangani dengan baik dapat mengancam
kehidupan bayi, sehingga
4
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Penulis mampu melakukan asuhan kebidanan secara komprehensif
dengan menggunakan pendekatan manajemen kebidanan pada bayi N
BCB/SMK/PBK dengan Aspiksia Sedang di BLUD RSUD Sawerigading
Palopo pada tanggal 16 Desember 2014.
2.
Tujuan Khusus
a. Dapat melakukan pengkajian data subjektif pada bayi N dengan
Aspiksia Sedang di BLUD RSUD Sawerigading Palopo pada tanggal
16 -18 Desember 2014.
b. Dapat melakukan pengkajian data objektiff pada bayi N dengan
Aspiksia Sedang di BLUD RSUD Sawerigading Palopo pada tanggal
16 -18 Desember 2014.
c. Dapat melakukan analisa data pada bayi N dengan Aspiksia Sedang
di BLUD RSUD Sawerigading Palopo pada tanggal 16 - 18 Desember
2014.
d. Dapat melakukan penatalaksanaan pada bayi N dengan Aspiksia
Sedang di BLUD RSUD Sawerigading Palopo pada tanggal 16 - 18
Desember 2014.
BAB II
TINJAUAN TIORI
A. Tinjauan Umum Tentang Bayi Baru Lahir
1. Pengertian bayi baru lahir
Bayi baru lahir normal adalah bayi yang lahir dalam presentasi
belakang kepala melalui vagina tanpa memakai alat, pada usia kehamilan
genap 37 minggu sampai dengan 42 minggu dengan berat badan antara
2500 gram sampai 4000 gram nilai APGAR >7 dan tanpa cacat bawaan
(Rukiyah, 2010; hal. 2).
Bayi baru lahir disebut juga dengan neonatus merupakan individu
yang sedang bertumbuh dan baru saja mengalami trauma kelahiran serta
harus dapat melakukan penyesuaian diri dari kehidupan intrauteri
kehidupan ekstrauteri. Bayi baru lahir normal adalah bayi yang lahir pada
usia kehamilan 37- 42 minggu dan berat badannya 2500-4000 gram.
2. Ciri-ciri bayi baru lahir normal
Ciri-ciri bayi baru lahir menurut Dewi (2011), sebagai berikut:
a. Lahir aterm antara 37-42 minggu
b. Berat bdan 2500- 4000 gram
c. Panjang badan 48- 52 cm
d. Ligkar dada 30- 38 cm
e. Lingkar kepala 33-35 cm
f. Lingkar lengan 11- 12 cm
g. Frekuensi denyut jantung 120-160 x/menit
5
6
h. Pernafasan 40-60 x /menit
i. Kulit kemerah merahan dan licin karena jaringan subkutan yang cukup
j. Rambut lanugo tidak terlihat dan rambut kepala biasanya telah
sempurna
k. Kuku agak panjang dan lemas
l. Nilai APGAR>7
m. Gerak aktif
n. Bayi lahir langsung menangis kuat
o. Reflek rooting (mencari putting susu dengan rangsangan taktil pada
pipi dan daerah mulut) sudah terbentuk dengan baik.
p. Reflek sucking(isap dan menelan ) sudah terbentuk dengan baik
q. Reflek moro ( gerakan memeluk bila dikagetkan) sudah terbentuk
dengan baik
r. Reflek grasping ( menggenggam) sudah baik
s. Genitalia
1) Pada laki- laki kematangan ditandai dengan testis yang berada
7
3. Tahapan Bayi Baru Lahir
a. Tahap I
Terjadi
segera
setelah
lahir,
selama
menit-menit
pertama
8
d. Memegang tali pusat dengan satu tangan, melindungi bayi dari gunting
dan memotong tali pusat diantara dua klem tersebut.
e. Mengeringkan bayi, mengganti handuk yang basah dan menyelimuti
bayi dengan kain atau selimut yang bersih dan kering, menutupi bagian
kepala, membiarkan tali pusat terbuka.
f. Memberikan bayi kepada ibunya dan mengajurkan ibu utuk memeluk
bayinya dan memulai pemberian ASI jika ibu menghendakinya.
(Sarwono,2010; h.344)
5. Adaptasi bayi baru lahir terhadap kehidupan diluar uterus.
a. Pernapasan
Menurut Arief dkk (2009), selama dalam uterus, janin mendapat
oksigen dari pertukaran gas melalui plasenta. Setelah bayi lahir
pertukaran gas harus melalui paru paru bayi.
b. Peredaran darah
Menurut Dewi (2011), pada masa fetus peredaran darah dimulai
dari plasenta melalui vena umbilikalis lalu sebagian ke hati dan
sebagian lainnya langsung ke serambi kiri jantung, kemudian ke bilik
kiri jantung. Dari bilik kiri darah dipompa melalui aorta keseluruh
tubuh, sedangkan yang dari bilik kanan darah dipompa sebagian ke
paru dan sebagian melalui duktus arteriosus ke aorta.
c. Perubahan suhu tubuh
Menurut Arief dkk (2009), ketika bayi lahir berada pada suhu
lingkungan yang lebih rendah dari suhu di dalam rahim ibu. Apabila
9
bayi dibiarkan dalam suhu kamar 25oC maka bayi akan kehilangan
panas melalui konduksi, konveksi, radiasi, dan evaporasi sebanyak 200
kal/kg. Sedangkan produksi panas yang dihasilkan tubuh bayi hanya
sepersepuluhnya. Keadaan ini menyebabkan penurunan suhu tubuh
sebanyak 20 C dalam waktu 15 menit, akibat suhu yang rendah
metabolisme jaringan meningkat dan kebutuhan oksigen meningkat.
Menurut Arief dkk (2009), empat kemungkinan mekanisme
yang dapat menyebabkan bayi baru lahir kehilangan panas tubuhnya,
yaitu:
1) Konduksi
10
4) Evaporasi
juga
belum
sempurna,
contohnya
pemberian
obat
10
11
6. Masalah yang perlu tindakan segera dalam 1 jam menurut Dewi (2011),
yaitu:
a. Tidak bernapas / sulit bernapas
Penanganan umum yang bisa diberikan adalah:
1) Keringkan bayi atau ganti kain yang basah dan bungkus
2) dengan pakaian hangat dan kering.
3) Segera klem dan potong tali pusat.
4) Letakkan bayi pada tempat yang keras dan hangat.
5) Lakukan pedoman pencegahan infeksi dalam setiap
6) melakukan tindakan.
7) Lakukan resusitasi bila terdeteksi adanya kegagalan napas
8) setelah bayi lahir.
9) Jika resusitasi tidak berhasil, maka berikan ventilasi.
Suatu keadaan bayi baru lahir yang gagal bernapas secara spontan
dan teratur segera setelah lahir sehingga bayi tidak
dapat
Perdarahan yang terjadi pada tali pusat bisa timbul karena trauma
pengikatan tali pusat yang kurang baik atau kegagalan proses
11
12
pembentukan thrombus normal. Selain itu, pendarahan pada tali
pusat juga bisa sebagai petunjuk adanya penyakit pada bayi.
c. Kejang neonatus
Kejang pada neonatus bukanlah suatu penyakit, namun merupakan
suatu gejala penting akan adanya penyakit lain sebagai penyebab
kejang atau adanya kelainan susunan saraf pusat. Penyebab utama
terjadinya kejang adalah kelainan bawaan pada otak, sedangkan sebab
sekunder adalah gangguan metabolik atau penyakit lain seperti
penyakit infeksi. Di negara berkembang, kejang pada neonatus sering
disebabkan oleh tetanus neonaturum, sepsis, meningitis, ensefalitis,
pendarahan otak dan cacat bawaan.
12
13
gawat janin akan mengalami Aspiksia setelah persalinan. Masalah ini
mungkin saling berkaitan dengan keadaan ibu, tali pusat atau masalah pada
bayi selama atau sesudah persalinan (JNPK KR 2008; h. 146).
2. Etiologi dan Faktor Predisposisi
Menurut Arief dkk (2009), penyebab secara umum dikarenakan
adanya gangguan pertukaran gas atau pengangkutan O2 dari ibu ke janin,
pada masa kehamilan, persalinan atau segera setelah lahir.
Pembagian penyebab kegagalan pernapasan menurut Dewi (2011)
adalah sebagai berikut:
a. Pada janin, kegagalan pernapasan disebabkan oleh beberapa hal
diantaranya:
1) Gangguan sirkulasi dari ibu ke janin, disebabkan oleh beberapa hal
yaitu:
a) Gangguan aliran pada tali pusat, kali ini biasanya berhubungan
dengan adanya lilitan tali pusat, simpul pada tali pusat, tekanan
yang kuat pada tali pusat, ketuban telah pecah yang
menyebabkan tali pusat menumbung, dan kehamilan lebih
bulan ( post-term).
b) Adanya pengaruh obat, misalnya pada tindakan SC yang
menggunakan narkosa.
b. Faktor dari ibu selama hamil.
1) Gangguan
his,
misalnya
menyebabkan hipertoni.
13
yang dapat
14
2) Adanya pendarahan pada plasenta previa dan solusio plasenta yang
14
15
memperlihatkan usaha bernafas (gasping) yang kemudian diikuti oleh
pernafasan teratur.
Pada penderita Aspiksia berat, usaha bernafas ini tidak tampak dan
bayi selanjutnya berada dalam periode apnu kedua (secondary apnoea).
Pada tingkat ini di samping bridakardia ditemukan pula penurunan tekanan
darah.
4. Diagnosis
Untuk dapat mendiagnosa gawat janin dapat ditetapkan dengan
melakukan pemeriksaan sebagai berikut:
a. Denyut jantung janin
1) DJJ meningkat 160 kali permenit tingkat permulaan
2) Mungkin jumlah sama dengan normal, tetapi tidak teratur
3) Frekuensi denyut menurun <100 kali permenit, apalagi disertai
15
16
c. Pernapasan
Awalnya hanya sedikit nafas. Sedikit napas ini dimaksudkan
untuk mengembangkan paru, tetapi bila paru mengembang saat kepala
masih dijalan lahir, atau bila paru tidak mengembang karena suatu hal,
aktivitas singkat ini akan diikuti oleh henti napas komplet. Kejadian ini
disebut apnue primer ( Drew.2009;h.9)
d. Usia Ibu
Umur ibu pada waktu hamil sangat berpengaruh pada
kesiapan ibu sehingga kualitas sumber daya manusia makin meningkat
dan kesiapan untuk menyehatkan generasi penerus dapat terjamin.
Kehamilan di usia muda/remaja (dibawah usia 20 tahun) akan
mengakibatkan rasa takut terhadap kehamilan dan persalinan, hal ini
dikarenakan pada usia tersebut ibu mungkin belum siap untuk
mempunyai anak dan alat-alat reproduksi ibu belum siap untuk hamil.
Begitu juga kehamilan di usia tua (diatas 35 tahun) akan menimbulkan
kecemasan terhadap kehamilan dan persalinannya serta alat-alat
reproduksi ibu terlalu tua untuk hamil.
Umur muda (< 20 tahun) beresiko karena ibu belum siap
secara medis (organ reproduksi) maupun secara mental. Hasil
penelitian menunjukan bahwa primiparitymerupakan faktor resiko
yang mempunyai hubungan yang kuat terhadap mortalitas Aspiksia,
sedangkan umur tua (> 35 tahun), secara fisik ibu mengalami
kemunduran
untuk
menjalani
16
kehamilan.
Keadaan
tersebut
17
memberikan predisposisi untuk terjadi perdarahan, plasenta previa,
rupture
uteri,
solutio
plasenta yang
dapat
berakhir
dengan
faktor
resiko
yang
mempunyai
17
18
f. Lama persalinan
Menurut tinjauan teori beberapa keadaan pada ibu dapat
menyebabkan aliran darah ibu melalui plasenta berkurang, sehingga
aliran oksigen kejanin berkurang yang dapat menyebabkan terjadi
Aspiksia pada bayi baru lahir yaitu partus lama atau partus macet dan
persalinan sulit, seperti letak sungsang, bayi kembar, distosia bahu,
ekstraksi vacuum dan vorcep (JNPK-KR, 2008, h. 144)
Pada multigravida tahapannya sama namun waktunya lebih
cepat untuk setiap fasenya. Kala 1 selesai apabila pembukaan servik
telah lengkap, pada multigravida berlangsung kira-kira 13 jam,
sedangkan pada multigravida kira-kira 7 jam. (Sulistyawati, ,2010;
h.65)
5. Tanda dan gejala
Table 2.1 : Penilaian Aspiksia Dengan APGAR
Skor
0
1
A : appereance color ( Pucat
Badan merah
warna kulit )
ekstremitas
biru
P: pulse
(frekuensi Tidak ada
Dibawah 100
jantung)
kali/menit
G: grimace /reaksi
Tidak ada
Sedikit
terhadap rangsangan
gerakan mimik
A: activity (tonus otot )
Lumpuh
Ekstremitas
dalam fleksi
sedikit
R: respiration (pernapasan) Tidak ada
Lemah, tidak
teratur
2
>100 kali/menit
Di atas 100
kali/menit
Menangis,
batuk/bersin
Gerakan aktif
Menangis kuat
18
19
dilakukan setiap 5 menit sampai 20 menit. Nilai ini tidak digunakan untuk
memulai tindakan resusitasi ataupun menunda intervensi pada bayi dengan
depresi sampai penilaian pertama (Yuliasti E, 2010 )
Klasifikasi aspiksia
a. Aspiksia berat ( nilai APGAR 0-3 )
1) Frekuensi jantnng kecil, yaitu < 40 kali per menit.
2) Tidak ada usaha napas.
3) Tonus otot lemah bahkan hampir tidak ada.
4) Bayi tidak dapat memberikan reaksi jika diberikan rangsangan.
5) Bayi tampak pucat bahkan sampai berwarna kelabu.
6) Terjadi kekurangan oksigen yang berlanjut sebelum atau sesudah
persalinan.
b. Aspiksia sedang ( nilai APGAR 4-6 )
1) Frekuensi jantung menurun menjadi 60-80 kali permenit.
2) Usaha napas lambat.
3) Tonus otot biasanya dalam keadaan baik.
4) Bayi masih bisa bereaksi terhadap rangsangan yang diberikan.
5) Bayi tampak sianosis.
6) Tidak terjadi kekurangan oksigen yang bermakna selama proses
persalinan.
c. Aspiksia ringan ( nilai APGAR 7-10 )
1) Takipnea dengan napas lebih dari 60 kali per menit.
2) Bayi tampak sianosis.
19
20
3) Adanya retraksi sela iga.
4) Bayi merintih ( grunting )
5) Adanya pernapasan cuping hidung.
6) Bayi kurang aktifitas.
7) Dari pemeriksaan auskultasi diperoleh hasil ronchi, rales,dan
Bila semua jawaban Ya, berarti bayi baik dan tidak memerlukan
tindakan resusitasi. Pada bayi ini segera dilakukan asuhan pada bayi
normal. Bila salah satu atau lebih jawaban Tidak, bayi memerlukan
tindakan resusitasi. Segera dimulai dengan langkah awal resusitasi.
20
21
b. Keputusan Resusitasi Bayi Baru Lahir
Tabel 2.1 Tabel Keputusan Resusitasi BBL
Sebelum bayi lahir :
Apakah kehamilan cukup bulan ?
Apakah airketuban jernih, tidak bercampur
mekonium (warna kehijauan) ?
Segera setelah bayi lahir (jika bayi cukup bulan)
Menilai
apakah
bayi
menangis
atau
bernapas/megap-megap ?
Menilai apakah tonus aot baik ?
KEPUTUSAN Memutuskan bayi perlu resusitasi jika :
Bayi tidak cukup bulan atau bayi megapmegap/tidak bernapas dan atau tonus otot bayi
tidak baik
Air ketuban bercampur mekonium.
Mulai lakukan resusitasi segera jika :
TINDAKAN
Bayi tidak cukup bulan dan atau bayi megapmegap/tidak bernapas dan tonus otot bayi tidak
baik :
Lakukan tindakan resusitasi BBL
Air ketuban bercampur mekonium :
Lakukan resusitasi sesuai dengan indikasinya
(JNPK-KR 2008; h.151)
PENILAIAN
21
22
7. Hal Penting Dalam Penilaian Aspiksia
Aspek yang sangat penting dari resusitasi BBL adalah menilai
bayi,
menentukan
tindakan
yang
akan
dilakukan
dan
ahirnya
22
23
sangat membahayakan, terutama pada bayi yang mengalami depresi berat.
Walaupun nilai APGAR tidak penting dalam pengambilan keputusan pada
awal resusitasi, tetapi dapat menolong dalam upaya penilaian keadaan bayi
dan penilaian efektivitas upaya resusitasi.
Jadi nilai APGAR perlu dinilai dalam 1 menit dan 5 menit.
Apabila nilai APGAR <7 penilaian tambahan masih diperlukan, yaitu tiap
5 menit sampai 20 menit atau sampai 2 kali penilaian menunjukkan nilai 8
atau lebih. Penilaian pada bayi yang terkait dengan penatalaksanaan
resusitasi, dibuat berdasarkan keadaan klinis. Penilaian awal harus
dilakukan pada semua BBL. Penatalaksanaan selanjutnya dilakukan
menurut hasil penilaian tersebut. Penilaian berkala setelah setiap langkah
resusitasi harus dilakukan setiap 30 detik. Penatalaksanaan dilakukan terus
menerus berkesinambungan menurut siklus menilai, menentukan tindakan,
melakukan tindakan, kemudian menilai kembali (Saifuddin, 2009; h. 349)
8. Pemantauan Janin
a. Saat Bayi Sudah Lahir
1) Penilaian sekilas sesaat setelah bayi lahir
23
24
2) Menit pertama kelahiran
: Aspiksia berat.
24
25
b. Menit ke 5 sampai 10
Segera setelah bayi lahir, bidan mengobservasi keadaan bayi dengan
berpatokan pada APGAR score dari 5 menit hingga 10 menit
(Sulistyawati,2010;h.209).
9. Penatalaksanaan Aspiksia
Menurut Dewi (2011), tindakan yang dapat dilakukan pada bayi
Aspiksia neonatorum adalah sebagai berikut:
a. Bersihkan jalan napas dengan pengisap lendir dan kassa steril.
b. Potong tali pusat dengan teknik aseptik dan antiseptik.
b. Segera keringkan tubuh bayi dengan handuk atau kain kering yang
bersih dan hangat.
c. Nilai status pernapasan. Lakukan hal-hal berikut bila ditemukan tandatanda Aspiksia.
1) Segera baringkan dengan kepala bayi sedikit ekstensi dan
2) penolong berdiri disisi kepala bayi dari sisa air ketuban.
3) Miringkan kepala bayi.
4) Bersihkan mulut dengan kassa yang dibalut pada jari
5) telunjuk.
6) Isap cairan dari mulut dan hidung.
25
26
(2005), tindakan yang dapat dilakukan pada bayi Aspiksia sedang
adalah sebagai berikut:
1) Rangsangan refleks pernafasan (hisap lendir, beri rangsangan
26
27
3) Mempertahankan sirkulasi
Rangsangan dan pertahankan sirkulasi darah dengan cara: kompresi
darah dan pengobatan (Prawirahardjo, 2007).
Langkah-langkah Resusitasi :
1) Letakkan bayi di lingkungan yang hangat kemudian keringkan tubuh
bayi dan selimuti tubuh bayi untuk mengurangi evaporasi
2) Sisihkan kain yang basah kemudian tidurkan bayi terlentang pada alas
yang datar
3) Ganjal bahu dengan kain setinggi 1 cm
4) Hisap lendir dengan penghisap lender delee dari mulut ke mulut,
apabila mulut sudah bersih kemudian lanjutkan ke hidung
5) Lekukan rangsangan taktil dengan cara menyentil telapak kaki bayi
dan mengusap-usap punggung bayi
6) Nilai pernafasan, jika pernafasan spontan lakukan penilaian denyut
jantung selama 6 detik, hasil kalikan 10
7) Lakukan penilaian denyut jantung setiap 30 detik setelah kompresi
dada
8) Denyut jantung 80x/menit kompresi jantung dihentikan, lakukan PPV
sampai denyut jantung >100x/menit dan bayi dapat bernafas spontan
9) Jika denyut jantung 0 atau <10x/menit, lakukan pemberian obat
epineprin 1:10.000 dosis 0,2-0,3 mL/kg BB secara IV
10) Lakukan penilaian denyut jantung, jika >100x/menit hentikan obat
27
28
11) Jika denyut jantung <80x/menit ulangi pemberian epineprin sesuai
dosis diatas tiap 3-5 menit
12) Lakukan penilaian denyut jantung, jika denyut jantung tetap/tidak
respon terhadap diatas dan tanpa ada hiporolemi beri bikarbonat
dengan dosis 2 MEQ/kg BB secara IV selama 2 menit. (Winkjosastro,
2008)
Tindakan Khusus (dilakukan sesuai tingkatan Aspiksia):
1) Aspiksia berat (0-3)
Resusitasi aktif harus segera dikerjakan, langkah utama ialah
memperbaiki ventilasi paru dengan memberikan O2 dengan tekanan
intermiten.
Cara
yang
terbaik
adalah
melakukan
inkubasi
28
29
hasil yang diharapkan. Dalam hal ini langsung dilakukan ventilasi
paru dengan cara ventilasi mulut ke mulut. Ventilasi yang dilakukan
secara teratur dengan frekuensi 20-30x/menit. Bila tindakan ini
berhasil
lakukan inkubasi
endotracheal
seperti
asfiksi
berat.
(Winkjosastro, 2008)
C. Tinjuan Teori Asuhan Kebidanan
1. Pengertian
29
30
yang benar atas data-data yang telah dikumpulkan. Data dasar yang
sudah dikumpulkan diinterpretasikan sehingga ditemukan masalah atau
diagnosis yang spesifik. Kata masalah dan diagnosa keduanya
digunakan, karena beberapa masalah tidak dapat diselesaikan seperti
diagnosa tetapi sungguh membutuhkan penanganan yang dituangkan
kedalam sebuah rencana asuhan terhadap klien. Masalah sering
berkaitan dengan wanita yang sering diidentifikasi oleh bidan sesuai
dengan pengarahan, masalah ini sering menyertai diagnosa.
c. Langkah III : Merumuskan Diagnosa Atau Masalah Potensial.
Pada langkah ini kita mengidentifikasi masalah atau diagnosa
potensial lain berdasarkan rangkaian masalah dan diagnosa yang sudah
diidentifikasi.
Langkah
ini
membutuhkan
antisipasi,
bila
30
31
e. Langkah V : Rencana Asuhan Kebidanan
Pada langkah ini direncanakan asuhan yang menyeluruh,
ditentukan oleh langkah-langkah sebelumnya. Langkah ini merupakan
kelanjutan manajemen terhadap diagnosa atau masalah yang telah
diidentifikasi atau diantisipasi, pada langkah ini informasi atau data
dasar yang tidak lengkap dapat dilengkapi. Rencana asuhan yang
menyeluruh tidak hanya meliputi apa yang sudah diidentifikasi dari
kondisi klien atau dari setiap masalah yang berkaitan tetapi juga dari
kerangka pedoman antisipasi terhadap wanita tersebut seperti apa yang
diperkirakan akan terjadi berikutnya.
f. Langkah VI : Melaksanakan Asuhan Kebidanan
Perencanaan ini bisa dilakukan seluruhnya oleh bidan, atau
sebagian oleh klien atau anggota tim kesehatan lainnya. Jika bidan
tidak melakukannya sendiri ia tetap memikul tanggung jawab untuk
mengarahkan
pelaksanaannya
Dalam
situasi
dimana
bidan
31
32
bantuan apakah benar-benar terpenuhi sesuai dengan kebutuhan
sebagaimana
telah
diidentifikasikan
didalam
masalah
dan
a. Data Subjektif
Data atau fakta yang merupakan informasi termasuk biodata,
mencakup nama, umur, tempat tinggal, pekerjaan, status perkawinan,
pendidikan serta keluhan-keluhan
yang
diperoleh dari
hasil
sebagai
dasar
yang
akan
32
33
Tabel 2.3. Pendokumentasian Asuhan Kebidanan.
7 langkah menurut
Varney (1997)
Langkah 1 :
Pengumpulan data
Langkah 2 :
Diagnosis/masalah
Langkah 3 :
Antisipasi diagnosis
masalah potensial
Langkah 4 :
Pertimbangan
perlunya
konsultasi/rujukan
Langkah 5 :
Rencana tindakan
Langkah 6 :
Implementasi
Langkah 7 :
Evaluasi
5 langkah menurut
Kompetensi Bidan
(2000)
Langkah 1 :
Pengumpulan data
Langkah 2 :
Assessment/diagnosis
Langkah 3 :
Rencana tindakan
Langkah 4 :
Implementasi
Langkah 5 :
Evaluasi
33
SOAP
Data Subyektif
Data Obyektif
Assessment/Diagnosis
Rencana tindakan
1. Konsultasi/rujuk
2. Pemeriksaan
diagnostic/
laboratorium
3. Pemberian
pengobatan
4. Pendidikan kesehatan
dan konseling
kesehatan
5. Follow up pemeriksaan
34
BAB III
TINJAUAN KASUS
ASUHAN KEBIDANAN PADA BAYI N BCB / SMK / PBK
DENGAN ASPIKSIA SEDANG DI BLUD RSUD
SAWERIGADING PALOPO
16 DESEMBER 2014
No.Register
Tanggal masuk RS
Tanggal partus
Tanggal pengkajian
1. Identitas Bayi
2.
Nama
: Bayi N
TTL
Jenis kelamin
: Laki-laki
Anak ke
: 4 (empat)
Umur
: 0 hari
Nama
: NyN /TnA
Umur
: 35 tahun/34 Tahun
Nikah/lamanya
: 1 kali /
Suku
: Bugis/Bugis
Agama
: Islam/Islam
Pendidikan
: SD/SMA
Pekarjaan
: IRT /Petani
34
35
Alamat
: Salutete
Suhu badan
: 36 0C
( N 36,5-37,20C )
HR
: 144 x/m
( N 120-160 x/ )
Pernapasan
: 52 x/m
( N 30-60 x/m )
35
36
1. Atur posisi dengan kepala sedikit ekstensi
-
5. Resusitasi neonatus
-
6. Berikan O2 5 liter/menit
-
Diberikan O2 5 liter/menit
9. Rawat incubator
-
36
37
Suhu badan
: 36 0C
( N 36,5-37,20C )
HR
: 144 x/m
( N 120-160 x/ )
Pernapasan
: 52 x/m
( N 30-60 x/m )
37
38
D. Planning (P)
Tanggal 17 Desember 2014 , Jam 14.30 wita
1. Mempertahankan suhu tubuh bayi dengan menjaga bayi tetap terbungkus,
agar suhu tubuh bayi kembali normal
-
Suhu badan
: 36 0C
( N 36,5-37,20C )
HR
: 144 x/m
( N 120-160 x/ )
Pernapasan
: 52 x/m
( N 30-60 x/m )
BB 3200 gram
38
39
Suhu badan
: 36 0C
( N 36,5-37,20C )
HR
: 144 x/m
( N 120-160 x/ )
Pernapasan
: 52 x/m
( N 30-60 x/m )
39
40
D. Planning (P)
Tanggal 18 Desember 2014 , Jam 08.10 wita
1. Mempertahankan suhu tubuh bayi dengan menjaga bayi tetap terbungkus,
agar suhu tubuh bayi kembali normal
-
Suhu badan
: 36 0C
( N 36,5-37,20C )
HR
: 144 x/m
( N 120-160 x/ )
Pernapasan
: 52 x/m
( N 30-60 x/m )
BB 3200 gram
40
41
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada Bab ini penulis akan melakukan analisis kesenjangan antara konsep
tiori dengan penerapan asuhan kebidanan pada Bayi N dengan Aspiksia sedang
di BLUD RSUD Sawerigading Palopo yang dilaksanakan selama 3 hari mulai
dari tanggal 16 sampai dengan 18 Desember 2014.
Dalam pembahasan ini penulis menggunakan pendekatan asuhan
kebidanan yang terdiri dari SOAP untuk menguraikan kesenjangan antara tiori
dengan temuan kasus.
A.
41
42
hubungan yang kuat terhadap mortalitas Aspiksia, sedangkan umur tua (> 35
tahun), secara fisik ibu mengalami kemunduran untuk menjalani kehamilan.
Berdasarkan umur ibu maka dapat disimpulkan bahwa terdapat
kesenjangan dimana umur ibu (35 tahun) tidak termasuk sebagai faktor
resiko mortalitas aspiksia. Akan tetapi karena umur ibu saat ini (35 tahun)
termasuk dalam rentang borderline sebagai faktor resiko dengan kehamilan
ke empat.
Menurut tinjauan teori keadaan yang dapat menyebabkan Aspiksia
yaitu kehamilan postmatur atau lahir sesudah 42 minggu kehamilan dan bayi
premature atau lahir sebelum usia kehamilan 37 minggu (JNPK-KR, 2008,
hal: 144). Sehingga disimpulkan terdapat kesenjangan antara tinjauan teori
dan tinjauan kasus, dimana usia kehamilan ibu masih dalam batas normal dan
bukan merupakan penyebab bayi mengalami Aspiksia yaitu 40 mingu 5 hari,
kemungkinan Aspiksia pada bayi disebabkan oleh faktor lain.
B.
yang
42
43
rangsangan yang diberikan, bayi tampak sianosis, tidak terjadi kekurangan
oksigen yang bermakna selama proses persalinan.
Berdasarkan perbandingan data objektif antara tiori dengan temuan
pada kasus menunjukkan adanya keterkaitan data mayor, sehingga
disimpukan tidak ada kesenjangan antara tiori dengan kasus.
C.
Assesment (A)
Interpretasi data terdiri dari penentuan diagnosa, menentukan
masalah, dan kebutuhan pada bayi baru lahir dengan Aspiksia Sedang.
Interpretasi data terdiri dari diagnosa kebidanan adalah diagnosa yang
ditegakkan dalam lingkup praktik kebidanan dan memenuhi standar
nomenklatur diagnosa kebidanan yang dikemukakan dari hasil pengkajian
atau yang menyertai diagnosa masalah pada bayi baru lahir dengsan Aspiksia
Sedang yaitu hipotermi, resiko infeksi dan nutrisi (Varney, 2007). Sedangkan
kebutuhan pada bayi baru lahir dengan Aspiksia Sedang yaitu pemberian
lampu sorot, pencegahan infeksi dan pemberian ASI pada bayi baru lahir
(Dewi, 2011).
Pada kasus ini penulis mendapatkan diagnosa kebidanan Bayi N
umur 10 menit adalah BCB /SMK / PBK dengan Aspiksia sedang. Pada hari
kedua masalah yang ditemukan pada bayi N adalah potensial hipotermi
dengan suhu 36
43
44
D.
Penatalaksaan
Menurut Arief (2011), pada kasus Aspiksia sedang melakukan
pendekatan dengan keluarga pasien secara terapeutik, memposisikan bayi
sedikit
ekstensi,
membersihkan
jalan
napas
yang
terdapat
lendir,
44
45
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah melakukan Asuhan Kebidanan Pada Bayi N dengan Aspiksia
sedang DI BLUD RSUD Sawerigading Palopo yang dilaksanakan selama 3
hari mulai dari tanggal 16 sampai dengan 18 Desember 2014.. Maka penulis
dapat menyimpulkan kasus tersebut sebagai berikut:
1. Pengkajian terhadap Bayi Baru Lahir dengan Aspiksia Sedang dilakukan
45
46
suction, berikan rangsangan taktil pada telapak kaki dan punggung bayi,
observasi tanda-tanda vital bayi terutama pernapasan, berikan terapi
oksigen 5 liter/menit, cefotaxim 1x125 mg, observasi pernapasan tiap 4
jam.
4. Penalaksanaan yang dilakukan Bayi N umur 10 menit dengan Aspiksia
Sedang , maka hasil asuhan yang di dapat yaitu keadaan umum bayi baik,
bayi bernapas normal, suhu tubuh masih rendah 36
C, menangis kuat,
46
47
lahir sesuai standar opersional prosedur khususnya bayi dengan Aspiksia
Sedang.
3. Bagi Penulis dan Mahasiswa Kebidanan
47
48
DAFTAR PUSTAKA
Arief, dkk. 2009. Neonatus Dan Asuhan Keperawatan Anak. Yogyakarta : Nuha
Dewi, Vivian Nanny Lia.(2011).Asuhan Neonates Bayi danAnak Balita.Jakarta
:SalembaMedika
Dinkes Provinsi Sulawesi Selatan, Aspiksia Neonatorum Tahun 2009 2011.
Bagian Bina Kesmas Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan, Makassar
Drew, David dan Philip Jevon, Maregaret Raby; alih bahasa,Dian Ramadhani.
(2009).editor edisi bahasa Indonesia, Sari Isnaeni. Jakarta : EGC
Haider dan Bhutta, (2006) Birth Asphyxia in Developing Countries: Current
Status and Public Health Implications. Department of Paediatrics and Child
Health, The Aga Khan University, Karachi, Pakistan. Curr Probl Pediatr
Adolesc Health Care 2006;36:178-188
Hasan, I. (2005). Ilmu Kesehatan Anak. Jilid 3. Jakarta: FKUI
Hellen Varney (2007), Varvey Midwifery. Jakarta: EGC
KR, JNPK.(2008). Asuhan Persalinan Normal. Jakarta :TIM
Kriebs. (2008). Buku Ajar Asuhan Kebidanan. Jakarta: EGCManuaba (2009)
Manuaba, Ida Bagus Gede (2010).Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan Dan
KB.Jakarta : EGC
Manuaba. 2005. Gawat Darurat Obstetri-Genekologi dan Obstetri Genekologi
MedikaDepkes RI. (2003). Asuhan Persalinan Normal. Jakarta
Prawirohardjo, Sarwono. (2009). Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan
Maternal dan Neonatal. Jakarta : PT bina Pustaka
Prawirohardjo, Sarwono.(2010). Ilmu Kebidanan. Jakarta : PT BinaPustaka
Purnamaningrum, (2010), Asuhan Kebidanan Pada Bayi Baru Lahir Dengan
Aspikasi
http://purnamaningrum.Blogspot.com/2012/10/askeb-Aspiksia,
html
Rahmah, dkk (2012), Risiko Faktor Persalinan Dengan Kejadian Aspiksia
Neonatorum Di Rumah Sakit Umum Daerah Sawerigading Kota Palopo
Tahun 2012
Yulianti, dkk. (2010). Asuhan Neonates Bayidan Balita. Jakarta :Salembamedika
48
49
Saifudin, (2005)Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta : Yayasan
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
Saminem.(2010). Dokumentasi Asuhan Kebidanan. Jakarta : EGC
Sari, dkk, (2011), Pencegahan Dan Penatalaksanaan Aspiksia Neonatorum.
Health Technology Assessment Indonesia Departemen Kesehatan Republik
Indonesia
Soepardan,Suryani.(2009).Konsep Kebidanan. Jakarta : EGC
Sulistyawati Ari dan Esti Nugraheni. (2010) . Asuhan Kebidanan Pada Ibu
Bersalin.Jakarta: Salemba Medika
Sulistyowati, N. (2008). Asuhan Kebidanan Pada Bayi Baru Lahir Dengan
Aspiksia
Wiknjosastro. (2007). Ilmu Kebidanan. Jakarta: YBPSP.
49
50
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
Laporan Kasus yang berjudul Asuhan Kebidanan Pada Pada Bayi N BCB/ SMK/
PBK dengan Aspiksia Sedang Di BLUD RSUD Sawerigading Palopo Pada Tanggal 1618 Desember 2014.
Palopo.
2. Direkur BLUD RSUD Sawerigading Palopo yang telah memberikan izin
melakukan praktik.
3. Ibu Wahyuni Arif,, S.ST.M.Kes, selaku Ka. Prodi D IV Kebidanan STIKes
50
51
dari pembimbing dalam rangka perbaikannya. Semoga laporan kasus ini dapat
bermanfaat bagi semua pihak.
Mahasiswa
Yuliana
51
52
LAPORAN INDIVIDU
DISUSUN OLEH :
YULIANA
B.14.06.126
52
53
DAFTAR ISI
Drew, David dan Philip Jevon, Maregaret Raby; alih bahasa,Dian Ramadhani.
2008.editor edisi bahasa Indonesia, Sari Isnaeni. Jakarta : EGC
Dewi, Vivian Nanny lia.2011.AsuhanNeonates BayidanAnakBalita.Jakarta
:SalembaMedika
Notoatmodjo Soekidjo. 2002. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka
Cipta
KR, JNPK.2008. Asuhanpersalinan normal. Jakarta :TIM
Soepardan,Suryani.2009.Konsepkebidanan.Jakarta : EGC
Saminem.2010. Dokumentasi Asuhan Kebidanan. Jakarta : EGC
Sulistyawati Ari dan Esti Nugraheni. 2010. Asuhan Kebidanan Pada Ibu
Bersalin.Jakarta: Salemba Medika
Prawirohardjo, sarwono. 2009. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan
Maternal dan Neonatal. Jakarta : PT bina Pustaka
Rukiyah, Ai yeyeh, LiaYulianti. 2010. Asuhan Neonates BayidanBalita. Jakarta
:Salembamedika
Manuaba, Ida Bagus Gede.2010.ilmu kebidananpenyakitkandungandan KB.Jakarta :
EGC
Sulistyawati,Ari.EstiNugraha
.2010. AsuhanKebidananpadaIbuBersalin.Jakarta
:SalembaMedika
Prawirohardjo, Sarwono.2011. IlmuKebidanan. Jakarta : PT BinaPustaka
Prawirohardjo, Sarwono. 2010. Ilmukebidanan. Jakarta : PT BinaPustaka
Prawirohardjo, Sarwono. 2010. Ilmubedahkebidanan. Jakarta : PT BinaPustaka
http://www.Hukum Kewenangan Bidan.com
http://yulianasept. Blogspot.com/2012/10/proposal-Aspiksia,html
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada bab ini membahas tentang kesenjangan antara teori dan tinjauan kasus
pada pelaksanaan Manajemen Asuhan Kebidanan Bayi Baru Lahir pada By F
53
54
Dengan Aspiksia Ringan di RSUD PANGKEP Tanggal 03 juni 2012, dengan teori
penanganan Aspiksia Ringan.
Dalam pembahasan ini, penulis akan membahas berdasarkan pendekatan
manajemen asuhan kebidanan dengan 7 langkah ,yaitu pengumpulan data
dasar,merumuskan
diagnosa/masalah
actual,
merumuskan
diagnosa
tinjauan
teori
untuk
mendiagnosis/
masalah
actual
dari
Aspiksia ringandidapat yaitu keadaan bayi tidak dapat segera bernafas secara
spontan dan teratur setelah bayi lahir.sedangkan di praktek didapatkan pada studi
kasus bayi NYF di temukan bayi tidak segera menangis, gerak tonus otot tidak
tidak aktif, warna kulit ekstremitas biru dengn partus lama sehingga didiagnosa
Aspiksia ringan.Hal ini terdapat kesamaan antara teori dan praktek yang didukung
oleh pengetahuan dan keilmuan kebidanan.
C. LANGKAH III ANTISIPASI DIAGNOSA / MASALAH POTENSIAL
54
55
Adapun masalah potensial yang dapat penulis identifikasi pada kasus ini
adalah potensi terjadi Aspiksia berat,berdasarkan data yang ada menunjukkan
Aspiksia Ringandimana apabila penangananya kurang baik dapat mengakibatkan
Aspiksia berat.
Pada bayi NYF dengan Aspiksia ringan dilakukan tindakan yaitu,
mengeringkan tubuh bayi. Menyelimuti serta membersihkan jalan napas dan
melakukan rangsangan taktil. Hal ini terdapat kesamaan antar petugas kesehatan.
D. LANGKAH IV TINDAKAN SEGERA DAN KOLABORASI
Secara teori tindakan segera dan kolaborasi tentang Aspiksia ringan yaitu :
1. mengeringkan tubuh bayi
2. membersihkan jalan nafas
3. melakukan rangsangan taktil
4. pemasangan 02 pada bayi agar tidak terjadi hentian nafas
Sedangkan dipraktek yang didapatkan tindakan segera dan kolaborasi
tentang Aspiksia ringan yaitu:
1..mengeringkan tubuh bayi
2. membersihkan jalan nafas
3. melakukan rangkasan taktil
4.pemasangan 02 pada bayi agar tidak terjadi hentian nafas
Sehingga ada kesamaan antara teori dengan praktek untuk penaganan segera
dan kolaborasi pada Aspiksia ringan. Hal ini disebabkan karena adanya kerja yang
baik antar petugas dan tersedianya alat-alat serta adanya pedoman yang berlaku di
RSUD PANGKEP.
E. LANGKAH V MENYUSUN RENCANA ASUHAN KEBIDANAN
1.
2.
3.
4.
5.
55
yang basah
56
4. Nilai usaha nafas,denyut jantung dan warna kulit
5. Pemasangan 02 pada bayi agar tidak terjadi hentian nafas.
Hal ini terdapat kesamaan antara teoridengan praktek disebabkan karena adanya
kelengkapan alat dan kerja sama antar petugas.
f.
Memasangkan 02
Adapun hasil dan evaluasi dari kasus bayiFadalah Aspiksia ringan teratasi
dengan:
1. Bayi memakai pakaian dan dibungkus dengan selimut kering dan bersih.
2. Aspiksia ringan teratasi di tandai dengan APGAR score 10
3. Tali pusat Nampak bersih
4. Pemberian 02.
Berdasarkan teori dan hasil yang diperoleh dari bayi NYFtidak terdapat
kesenjangan antara teori dan praktek.
56
57
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
Setelah mempelajari teori, konsep dan prinsip-prinsip Asuhan Bayi Baru
Lahir dan pengalaman langsung studi kasus pada By F . Bayi Baru Lahir
Dengan Aspiksia ringanmaka dapat ditarik kesimpulan dan saran-saran sebagai
berikut :
A. Kesimpulan
a. Pada bayi NYF diagnose/masalah actual dan potensial adalah bayi cukup
bulan,sesuai
masa
kehamilan,lahir
spontan
dengan
partus
lama
Aspiksia ringan dan potensial terjadi Aspiksia sedang.Dari semua data yang
diperoleh menunjukkan bahwa By F di diagnosa mengalami Aspiksia ringan.
b. Aspiksia Ringan ini perlu penanganan segera dengan rencana asuhan seperti
mengeringkan tubuh bayi, membersihkan jalan nafas, melakukan rangsangan
taktil, dan penatalaksanaan pemberian O2.
c. Aspiksia ringan ini jika tidak ditangani sesegera mungkin dapat berkelanjutan
menjadi Aspiksia sedang.Aspiksia ringan dapat mengancam keselamatan bayi
sehingga memerlukan tindakan kolaborasi dengan dokter untuk mencegah
masalah lebih lanjut yaitu Aspiksiasedang.
d. Pada evaluasi Aspiksia ringan dapat teratasi dan masalah potensial tidak
terjadi yaitu Aspiksia sedang. dapat ditarik kesimpulan bahwa penanganan yang
dilakukan di RSUD PANGKEP dalam menangani bayi Aspiksia secara garis besar
menunjukkan adanya kesamaan dengan teori.
B. Saran
57
58
a. Untuk Klien
1. Agar melakukan pemeriksaan kehamilan secara teratur minimal 4 x selama
kehamilan sehingga ditemukan secara tepat apabila terdapat tanda-tanda atau
kompliksi kehamilan.
2. Agar membiasakan diri untuk mengkonsumsi makanan yang mengandung gizi
seimbang sehingga kebutuhan ibu dan janin terpenuhi.
3. Membiasakan diri untuk memberikan ASI dengan tehnik menyusui yang baik dan
benar.
b. Untuk petugas kesehatan
1. Mengingat kenyataan bahwa sebagian besar angka kematian bayi Aspiksia yang
terjadi akibat tindakan yang kurang tepat, dengan melihat hal tersebut diharapkan
petugas kesehatan melaksanakan tugas dengan penuh rasa tanggungjawab serta
bersungguh-sungguh.
2. Keberhasilan dalam mengatasi Aspiksia neonatus tidak lepas dari adanya
kerjasama tim dan ketersediaan sarana dan prasarana yang memadai sehingga
alat-alat yang digunakan harus dicek setiap saat.
3. Penerapan manajemen asuhan kebidanan dalam memberikan pelayanan kesehatan
di masyarakat perlu ditingkatkan, mengingat dengan manajemen asuhan
kebidanan tingkat kesakitan serta kematian ibu dan bayi dapat ditekan seminimal
mungkin dengan pengenalan komplikasi secara dini.
c. Untuk Institusi
Diharapkan untuk mendapatkan hasil yang baik, maka penerapan manajemen
asuhan kebidanan dalam pemecahan masalah harus lebih ditingkatkan dan
dikembangkan mengingat proses tersebut sangat bermamfaat dalam membina
tenaga bidan guna menciptakan SDM yang berpotensi dan profesional.
58
59
Lampiran 1
SATUAN ACARA PENYULUHAN
Pokok Bahasan
Pemberian ASI
Waktu
5 Menit
Hari / Tanggal
Tempat
Pembawa Materi
SUSI SUSANTI
3. Materi
a.
4. Metode
a.
Diskusi
b. Tanya jawab
5. Media
: Poster
6. Sasaran
: Ibu nifas
7. Referensi
8. Evaluasi
60
TEHNIK MENYUSUI
Seorang ibu dengan bayi pertamanya mungkin akan mengalami berbagai
masalah, hanya karena tidak mengetahui cara-cara yang sebenarnya sangat
sederhana, seperti misalnya cara menaruh bayi pada payudaranya ketika
menyusui, isapan bayi yang mengakibatkan puting terasa nyeri, dan masih banyak
lagi masalah yang lain. Terlebih pada minggu pertama setelah persalinan seorang
ibu lebih peka dalam emosi, seorang ibu butuh seseorang yang membimbingnya
dalam merawat bayi termasuk dalam menyusui. Orang yang dapat membantunya
terutama adalah orang yang berpengaruh besar dalam kehidupannya atau yang
disegani seperti suami, keluarga/kerabat terdekat atau kelompok ibu-ibu
pendukung ASI dan dokter/tenaga kesehatan.
Seorang dokter atau tenaga kesehatan yang berkecimpung dalam bidang
laktasi, seharusnya mengetahui bahwa walaupun menyusui itu merupakan suatu
proses alamiah umum untuk mencapai keberhasilan menyusui diperlukan
pengetahuan mengenai tehnik-tehnik menyusui yang benar. Sehingga pada suatu
saat nanti dapat disampaikan pada ibu yang membutuhkan bimbingan laktasi.
A. Langkah-langkah Menyusui yang baik dan benar
1. Sebelum menyusui, ASI dikeluarkan sedikit, kemudian dioleskan pada putting
dan sekitar kalang payudara. Cara ini memiliki manfaat sebagai desinfektan dan
menjaga kelembaban puting susu.
2. Bayi diletakkan menghadap perut ibu/payudara
a.
Ibu duduk atau berbaring dengan santai, bila duduk lebih baik menggunakan
kursi yang rendah (agar kaki ibu tidak menggantung) dan punggung ibu bersandar
pada sandaran kursi.
60
61
b. Bayi dipegang dibelakang bahunya dengan satu lengan, kepala bayi terletak pada
lengkung siku ibu (kepala tidak boleh menengadah, dan bokong bayi ditahan
dengan telapak tangan).
c.
Satu tangan bayi diletakkan dibelakang badan ibu, dan yang satu didepan.
d. Perut bayi menempel pada badan ibu, kepala bayi menghadap payudara (tidak
hanya membelokkan kepala bayi)
e.
f.
3. Payudara dipegang dengan ibu jari diatas dan jari yang lain menopang di bawah,
jangan menekan putting susu atau kalang payudara saja.
4. Bayi diberi rangsangan agar membuka mulut (Rooting refleks) dengan cara :
a.
b. Setelah bayi mulai mengisap payudara tidak perlu dipegang atau disanggai.
61
62
Gambar
62
63
memegang bola (Foot ball Position), dimana kedua bayi disusui secara bersamaan
kiri dan kanan. Pada ASI yang memancar (penuh), bayi ditengkurapkan di atas
dada ibu, tangan ibu sedikit menahan kepala bayi, dengan posisi ini maka bayi
tidak akan tersedat.
Gambar 2. Posisi menyusui yang baik dan benar
(Posisi
Berbaring
Miring)
(Menghentikan
Bayi
Menyusui)
63
Sedang
64
Jari kelingking ibu dimasukkan kemulut bayi melalui sudut mulut atau,
Bayi digendong tegak dengan bersandar pada bahu ibu, kemudian punggungnya
ditepuk perlahan-lahan.
64
7. Referensi
65
Perawatan payudara
Waktu
5 Menit
Hari / Tanggal
Tempat
Pembawa Materi
SUSI SUSANTI
Diskusi
b. Tanya jawab
5. Media
: Poster
6. Sasaran
: Ibu nifas
: Lisan
65
66
PERAWATAN PAYUDARA
uan
1. Memelihara kebersihan payudara
2. Untuk memperlancar tersumbatnya saluran susu sehingga memperlancar
pengeluaran ASI
66
67
(A)
( (B)
67
68
a.
b. Urut payudara dari pangkal menuju puting atau gunakan sisir untuk mengurut
payudara dengan arah Z menuju puting
c.
Keluarkan ASI sebagian dari bagian depan payudara sehingga puting susu
menjadi lunak
d. Susukan bayi setiap 2 -3 jam. Apabila tidak dapat menghisap seluruh ASI sisanya
keluarkan dengan tangan
e.
AB III
TINJAUAN KASUS
ASUHAN KEBIDANAN BAYI BARU LAHIR PADA BAYI NY. K
UMUR 0 MENIT DENGAN ASPIKSIA SEDANG
DI RSUD KOTA SURAKARTA
Tgl/Jam masuk
: 16 Juli 2011/14.45 WIB
I. PENGKAJIAN
Tanggal/jam: 16 Juli 2011/14.45 WIB
A. Data Subyektif
1. Biodata
Nama bayi
: By Ny. K
Umur bayi
: 0 menit
Tanggal/jam lahir
: 16 Juli 2011/14.45 WIB
Jenis kelamin
: Laki-laki
No Status Reg
: 007296
Biodata orangtua
Nama ibu
: Ny. K
Nama bapak : Tn. T
Umur
: 35 th
Umur
: 34 th
Suku/bangsa : Jawa/ Indonesia
Suku/bangsa : Jawa/ Indonesia
Agama
: Islam
Agama
: Islam
Pekerjaan
: IRT
Pekerjaan
: Swasta
Pendidikan
: SMP
Pendidikan
: SMA
Alamat
: Pucang Sawit, RT: 4/RW:VIII, Jebres, Surakarta
68
69
Lain-lain
: tidak ada
3. Riwayat kehamilan
P3A0, umur kehamilan 40 minggu
ANC
: 9 x, di Puskesmas
TT
:2x
Kenaikan BB : 10 kg
4. Riwayat Persalinan
a. Kala I
: 9 jam
b. Kala II
: 10 menit, mulai jam 14.35 WIB
DJJ
: (+) 144 x/menit
Warna air ketuban
: Jernih
Caput
: tidak ada
Cephal hematoma
: tidak ada
Anak lahir seluruhnya jam
: 14.45 WIB
Jenis persalinan
: spontan
5. Nutrisi
Bayi belum mendapat nutrisi
6. Eliminasi
BAK : Bayi belum BAK
BAB : Bayi belum BAB
7. Istirahat/tidur
Bayi belum istirahat/tidur
B. DATA OBYEKTIF
1. Pemeriksaan Awal
Tangisan
: bayi tidak menangis
Warna Kulit : biru pada ekstermitas
Gerakan
: sedikit
Kesimpulan : bayi lemah
2. Pemeriksaan Umum
KU
: kurang
3. Pemeriksaan Laboratorium
Tidak dilakukan
II. INTERPRETASI DATA
Tanggal/jam : 16 juli 2011/14.45 WIB
a. Diagnosa Kebidanan
Bayi Ny.K umur 0 menit dengan Aspiksia sedang
DS
: Bayi lahir spontan, tidak menangis, jenis kelamin laki-laki
DO
: KU : kurang, biru pada ekstermitas, bayi tidak bernafas spontan/menangis
b. Masalah
Bayi mengalami kesulitan bernafas
c. Kebutuhan
Pembebasan jalan nafas
III. DIAGNOSA POTENSIAL
69
70
Potensial terjadi Aspiksia berat
IV. ANTISIPASI TINDAKAN SEGERA
Resusitasi pada bayi baru lahir
1.
2.
3.
4.
5.
1.
2.
1.
2.
3.
3.
4.
5.
1.
2.
3.
4.
V. PERENCANAAN TINDAKAN
Tanggal/jam : 16 Juli 2011/14.45 WIB
Bersihkan muka dan hidung bayi serta mulut dari lendir atau air ketuban
Lakukan resusitasi pada bayi baru lahir
Lakukan pemotongan tali pusat
Jaga kehangatan bayi
Informasikan keadaan bayi pada ibu
VI. PELAKSANAAN
Tanggal/jam : 16 Juli 2011/14.45 WIB
Membersihkan muka, hidung dan mulut bayi dari lender dan air ketuban
Melakukan resusitasi pada bayi baru lahir
Langkah-langkah resusitasi :
Gosok punggung bayi, hal ini akan merangsang bayi untuk menangis. Melihat
respon bayi (bayi belum menangis).
Lakukan rangsangan taktil dengan menyentil telapak kaki bayi. Melihat respon
bayi (bayi menangis lambat, tidak teratur)
Lakukan kompresi dada untuk membantu denyut jantung dan nafas bayi,
dilakukan dengan cara : kedua ibu jari digunakan untuk menekan sternum,
sementara jari-jari lain mengelilingi dada; atau jari tengah dan telunjuk dari satu
tangan dapat digunakan untuk kompresi, sementara tangan lain menahan
punggung bayi. Sternum di kompresi sedalam tebal antero posterior dada.
Melihat respon bayi (bayi menangis keras).
Melakukan pemotongan tali pusat. Tali pusat di klem menggunakan umbilical
klem, dorong isi tali pusat ke arah plasenta 3 cm, klem menggunakan klem tali
pusat, potong tali pusat menggunakan gunting tali pusat. Tutup tali pusat
menggunakan kassa steril.
Menjaga kehangatan bayi dengan membungkus bayi menggunakan kain yang
kering
Menginformasikan keadaan bayi kepada ibu bahwa bayi mengalami kesulitan
bernafas atau Aspiksia sedang dan setelah di tolong, bayi dapat menangis spontan.
VII. EVALUASI
Tanggal/jam : 16 Juli 2011/14.55 WIB
Muka, hidung dan mulut bayi sudah dibersihkan
Resusitasi pada bayi baru lahir sudah dilakukan dengan hasil, bayi baru dapat
menangis keras setelah dilakukan resusitasi.
Tali pusat sudah dipotong
Kehangatan bayi terjagadengan menyelimuti bayi menggunakan kain kering
70
71
5.
Ibu sudah mengetahui keadaan setelah mengalami Aspiksia, kini keadaan bayi
baik-baik saja.
DATA PERKEMBANGAN I
Tanggal/jam : 16 Juli 2011/15.00 WIB
S
: tidak ada
O
: Pemeriksaan umum
KU : baik
Tanggal/jam lahir : 16 Juli 2011/14.45 WIB
HR : 136x/menit, Respirasi : 52x/menit, Suhu : 36,8C
Pemeriksaan Fisik : APGAR SCORE
APGAR
0
1
2
1 5 10
SCORE
Biru/pucat Tubuh merah, Kemerahan 1 2
2
Warna kulit
ekstermitas
biru
Tidak ada
< 100
>100
1 2
2
Denyut
jantung
Meringis
Menangis 1 1
1
Peka rangsang Tidak ada
Lemah
Sedang
Gerak aktif 1 1
2
Tonus otot
Tidak ada Tidak teratur
baik
1 2
2
Usaha nafas
5 8
9
TOTAL
A
: Bayi Ny.K umur 15 menit normal
P
:
1. Jaga Kehangatan bayi, menjaga kehangatan bayi, bayi telah mendapat kehangatan
yang cukup dengan indicator suhu bayi : 36,8C
2. Lakukan pemeriksaan fisik pada bayi, melakukan pemeriksaan fisik pada bayi :
a. Kepala
Bentuk kepala
: mesocephal, UUB lunak,datar, berdenyut
Muka
: tidak pucat, tidak odem, simetris
Mata
: simetris, conjungtiva : merah, sclera : putih
Hidung
: bersih, tidak ada secret
Telinga
: simetris, bersih, tidak ada serumen
Mulut
: simetris, tidak ada kelainan
Leher
: tidak ada pembesaran kelenjar tiroid dan limfe
b. Dada
Bentuk
: simetris, tidak ada retraksi dinding dada
Putting
: ada, simetris, masih tenggelam
Bunyi nafas
: tidak ada wheezing, ronchi sedikit terdengar
Jantung
: bunyi normal, denyut teratur
c. Abdomen
Tidak ada pembesaran lien dan hati
d. Genetalia
71
72
Testis sudah masuk scrotum, penis berlubang, ujung muara uretra berada di ujung
penis, tidak ada kelainan.
e. Anus
: berlubang
f. Ekstermitas
Tangan, lengan dan bahu
Gerakan
: aktif
Kelainan
: tidak ada
Jumlah jari
: lengkap, kanan 5, kiri 5
Tungkai dan kaki
Gerakan
: aktif
Kelainan
: tidak ada
Pemeriksaan fisik sudah dilakukan
3. Lakukan pemeriksaan antropometri pada bayi, melakukan antropometri pada
bayi:
a. BB
: 2700 gr
c. LK
: 34 cm
b. PB
: 46 cm
d. LD
: 33 cm
Pemeriksaan antropometri sudah dilakukan.
4. Amati reflek pada bayi, mengamati reflek pada bayi
a. Reflek Blinking
: (+) menutup kedua matanya begitu terkena kilatan cahaya
atau bila terkena hembusan udara
b. Reflek Moro
: (+) tangan bayi membentuk huruf C seperti memeluk saat
dikagetkan
c. Reflek Rooting
: (+) bayi menoleh kearah benda yang menyentuh pipinya
d. Reflek Grasping
: (+) tangan menggenggam ketika sesuatu menyentuh
telapak tangannya
5. Berikan obat tetes mata pada bayi, memberikan obat tetes mata berupa
cloramfenicol masing-masing 1 tetes, obat tetes mata sudah diberikan.
6. Berikan injeksi vit K pada bayi, memberikan injeksi vit K dengan dosis 1 mg
secara IM pada paha atas bagian luar, injeksi vit K sudah diberikan.
7. Observasi KU, TTV, BAB, dan BAK bayi setiap 8 jam, mengobservasi KU,
TTV, BAB, BAK bayi setiap 8 jam.
Tanggal/jam
KU
TTV
BAB
BAK
16 Juli 2011
HR :136x/m
18.00 WIB
Baik
R : 50x/m
(+) meco
(+)
S : 37C
8. Mandikan bayi setelah 6 jam, memandikan bayi stelah 6 jam. Bayi belum
dimandikan.
DATA PERKEMBANGAN II
Tanggal/jam : 17 Juli 2011/ 06.00 WIB
S
: - Ibu mengatakan bayi sudah menyusu kuat
- Ibu mengatakan bayi sudah BAB dan BAK
O
: - KU : baik
72
73
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
73
74
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
A
: Bayi Ny.K umur 2 hari normal
P
:
Mandikan bayi, memandikan bayi, bayi sudah dimandikan.
Ajari ibu cara merawat tali pusat bayi, mengajari ibu cara merawat tali pusat bayi
yaitu, dengan memngganti pembungkus tali pusat menggunakan kassa steril
minimal 2x/hari tanpa membubuhi obat misalnya betadine atau alcohol. Ibu sudah
mengerti cara merawat tali pusat.
Anjurkan ibu untuk selalu menjaga kehangatan bayi, menganjurkan ibu untuk
selalu menjaga kehangatan bayi. Ibu bersedia untuk selalu menjaga kehangatan
bayi.
Anjurkan ibu menyusui dengan ASI Eksklusif, menganjurkan ibu menyusui
dengan ASI Eksklusif yaitu, memberikan makanan berupa ASI saja pada bayi
tanpa makanan pendamping apapun selama 6 bulan dan pemberian ASI diteruskan
sampai usia bayi 2 tahun. Ibu bersedia menyusui dengan ASI Eksklusif.
Anjurkan ibu untuk meneruskan jadwal imunisasi bayi selanjutnya di tempat
pelayanan kesehatan terdekat dan mengimunisasikan bayinya dengan lengkap.
Menganjurkan ibu untuk meneruskan jadwal imunisasi bayi selanjutnya di tempat
pelayanan kesehatan terdekat dan mengimunisasikan bayinya dengan lengkap. Ibu
bersedia meneruskan jadwal imunisasi dan mengimunisasikan bayinya secara
lengkap.
Anjurkan ibu kunjungan ulang untuk control bayi 1 minggu lagi setelah pulang.
Menganjurkan ibu kunjungan ulang untuk control bayi 1 minggu lagi setelah
pulang. Ibu bersedia melakukan kunjungan ulang untuk control bayi 1 minggu
lagi setelah pulang.
Setelah menyelesaikan administrasi, ibu dan bayi pulang pada tanggal 18 juli
2011 jam 14.30 WIB.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Aspiksia neonatorum adalah kegagalan bernapas secara spontan dan teratur
pada saat lahir atau beberapa saat setelah lahir yang ditandai dengan keadaan
PaO2 di dalam darah rendah (hipoksemia), hiperkarbia (Pa CO2 meningkat) dan
asidosis.
Dalam menangani Aspiksia harus segera dilakukan tinadakan resusitasi
neonatus. Dalam pelaksanaan resusitasi jangan menunggu nilai APGAR score
menit pertama, karena resusitasi harus dilakukan setelah 30 detik bayi mengalami
gagal nafas. Semakin lambat memulai, maka akan semakin sulit untuk melakukan
resusitasi.
B. Saran
Hendaknya bagi seluruh petugas kesehatan khususnya bidan dapat
melaksanakan asuhan kebidanan pada bayi baru lahir dengan Aspiksia dengan
baik agar dapat menghindari hal-hal yang dapat berakibat buruk terhadap bayi.
74
75
DAFTAR PUSTAKA
Prawirohardjo. 2002. Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Bina
Pustaka:
Jakarta.
Maryunani, 2008. Buku Saku Asuhan Bayi Lahir Normal. Trans Info Media :
Jakarta.
Prawirohardjo, Sarwono. 2009. Ilmu Kebidanan. Bina Pustaka: Jakarta
http://pediatric.com/Aspiksia-neonatorum/ diakses pada 20 juli 2011 pukul
03.10.24 pm
RISIKO FAKTOR PERSALINAN DENGAN KEJADIAN ASPIKSIA
NEONATORUM DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SAWERIGADING
KOTA PALOPO TAHUN 2012
Rahmah Tahir1, Rismayanti2, Jumriani Ansar2
75