Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bronkhopneumonia disebut juga pneumonia lobularis yaitu suatu
peradangan pada parenkim paru yang terlokalisir yang biasanya mengenai
bronkiolus dan juga mengenai alveolus disekitarnya, yang sering menimpa
anak-anak dan orang dewasa, yang disebabkan oleh bermacam-macam
etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing. Kebanyakan kasus
pneumonia disebabkan oleh mikroorganisme, tetapi ada juga sejumlah
penyebab non infeksi yang perlu dipertimbangkan. Bronkhopneumonia lebih
sering merupakan infeksi sekunder terhadap berbagai keadaan yang
melemahkan daya tahan tubuh tetapi bisa juga sebagai infeksi primer yang
biasanya kita jumpai pada anak-anak dan orang dewasa. Insiden penyakit ini
pada negara berkembang hampir 30% pada anak-anak di bawah umur 5 tahun
dengan resiko kematian yang tinggi, di Negara berkembang infeksi saluran
napas bawah masih tetap merupakan masalah utama dalam bidang kesehatan.
Laporan WHO 1999 menyebutkan bahwa penyebab kematian tertinggi akibat
penyakit infeksi di dunia adalah infeksi saluran napas akut termasuk
pneumonia dan influenza.
Hasil survei Kesehatan Rumah Tangga Depkes tahun 2001, penyakit
infeksi saluran napas bawah menempati urutan ke-2 sebagai penyebab
kematian di Indonesia. Di RSUD Dr. Soetomo Surabaya didapatkan data
sekitar 180 pneumonia komuniti dengan angka kematian antara 20-35%.
Pneumonia komuniti menduduki peringkat keempat dan sepuluh penyakit
terbanyak yang dirawat per tahun.
Gambaran klinis bronkhopneumonia biasanya didahului oleh infeksi
saluran napas bagian atas selama beberapa hari. Batuk biasanya tidak
dijumpai pada awal penyakit, anak akan mendapat batuk setelah beberapa
hari, di mana pada awalnya berupa batuk kering kemudian menjadi produktif.
Gambaran klinis pada bronkhopneumonia ini harus dapat dibedakan dengan
gambaran klinis Bronkiolitis, Aspirasi pneumonia, TB paru primer, sehingga
penatalaksanaan dapat dilakukan secara tepat.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mampu menerapkan perawatan pasien bronkhopneumonia pada anak.
2. Tujuan Khusus
a. Dapat melakukan pengkajian secara langsung terhadap perawatan
pasien bronkhopneumonia pada anak.
b. Mampu
melaksanakan
tindakan
keperawatan
dan
mampu
C. Manfaat
1. Bagi Institusi
Menilai/mengevaluasi sejauh mana pemahaman mahasiswa dalam
memahami ilmu yang telah diberikan khususnya dalam melaksanakan
proses keperawatan dan sebagai referensi untuk penelitian selanjutnya
terutama yang berkaitan dengan asuhan keperawatan pada anak dengan
bronkhopneumonia.
2. Bagi Mahasiswa
Mahasiswa dapat memperoleh pengetahuan dan keterampilan dalam
memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan bronkhopnemonia
serta dalam melakukan pendokumentasian dan penyusunan makalah
bronkhopneumonia.
2
D. Metode Penulisan
Metode penulisan yang digunakan penulis dalam penyusunan makalah ini
adalah:
1. Memperoleh data dengan menggunakan referensi yang ada kaitannya
dengan masalah yang diangkat penulis.
2. Memperoleh data melalui internet.
BAB II
TINJAUAN MEDIS
(Konsep Dasar Penyakit)
A. Pengertian
Bronkhopneumonia adalah salah satu peradangan paru yang terjadi
pada jaringan paru atau alveoli yang biasanya didahului oleh infeksi traktus
respiratus bagian atas selama beberapa hari. Yang dapat disebabkan oleh
bermacam-macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing
lainnya (Depkes RI, 1996 : Halaman 106).
Bronkhopneumonia adalah radang pada paru-paru yang mempunyai
penyebaran bercak, teratur dalam satu area atau lebih yang berlokasi di dalam
bronkhi dan meluas ke parenkim paru (Brunner dan Suddarth, 2001).
Bronkhopneumoni
adalah
salah
satu
jenis
pneumonia
yang
mempunyai pola penyebaran berbercak, teratur dalam satu atau lebih area
terlokalisasi di dalam bronkhi dan meluas ke parenkim paru yang berdekatan
di sekitarnya (Smeltzer & Suzanne C, 2002 : 572).
Bronkhopneomonia adalah penyebaran daerah infeksi yang berbercak
dengan diameter sekitar 3 sampai 4 cm mengelilingi dan juga melibatkan
bronkhi. (Sylvia A. Price & Lorraine M.W, 2006 : 805).
Kesimpulan Bronkhopneomonia adalah salah satu jenis pneumonia
tepatnya pneumononia lobaris yang penyebaran daerah infeksinya berupa
penyebaran bercak dan dapat meluas ke parenkim paru yang ada disekitarnya.
yang
f. Paru-paru
Merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri dari
gelembung alveoli. Paru-paru dibagi menjadi 2 bagian yaitu : paruparu kanan dan kiri, dimana paru-paru kanan terdiri dari 3 lobus dan
paru-paru kiri terdiri dari 2 lobus.
2. Fisiologi
Proses
pernapasan
paru
merupakan
pertukaran
oksigen
dan
karbondioksida yang terjadi pada paru-paru. Proses ini terdiri dari 3 tahap
yaitu :
a. Ventilasi
Ventilasi merupakan proses keluar dan masuknya oksigen dari
atmosfer ke dalam alveoli atau dari alveoli ke atmosfer. Ada dua
gerakan pernapasan yang terjadi sewaktu pernapasan, yaitu inspirasi
dan ekspirasi. Inspirasi atau menarik napas adalah proses aktif yang
diselenggarakan oleh kerja otot. Kontraksi diafragma meluaskan
rongga dada dari atas sampai ke bawah, yaitu vertikal. Penaikan igaiga dan sternum meluaskan rongga dada ke kedua sisi dan dari depan
10
C. Etiologi
Secara umum individu yang terserang bronkhopneumonia diakibatkan
oleh adanya penurunan mekanisme pertahanan tubuh terhadap virulensi
organisme patogen. Orang yang normal dan sehat mempunyai mekanisme
pertahanan tubuh terhadap organ pernafasan yang terdiri atas : reflek glotis
dan batuk, adanya lapisan mukus, gerakan silia yang menggerakkan kuman
keluar dari organ dan sekresi humoral setempat.
Timbulnya bronkhopneumonia disebabkan oleh virus, bakteri, jamur,
protozoa, mikobakteri, mikoplasma dan riketsia. (Sandra M. Nettiria, 2001 :
682) antara lain :
11
Citoplasma
Capsulatum,
Criptococcus
Nepromas,
Usia/umur
Genetik
b) Faktor Presipitasi :
12
Gizi buruk/kurang
Polusi udara
D. Patofisiologi
Kuman penyebab bronkhopneumonia masuk ke dalam jaringan paruparu melaui saluran pernapasan atas ke bronkhiolus, kemudian kuman masuk
ke dalam alveolus ke alveolus lainnya melalui poros kohn, sehingga terjadi
peradangan pada dinding bronkhus atau bronkhiolus dan alveolus sekitarnya.
13
Kemudian proses radang ini selalu dimulai pada hilus paru yang
menyebar secara progresif ke perifer sampai seluruh lobus. Dimana proses
peradangan ini dapat dibagi dalam empat (4) tahap, antara lain :
1. Stadium Kongesti (4 12 jam)
Dimana lobus yang meradang tampak warna kemerahan, membengkak,
pada perabaan banyak mengandung cairan, pada irisan keluar cairan
kemerahan (eksudat masuk ke dalam alveoli melalui pembuluh darah
yang berdilatasi).
2. Stadium Hepatisasi (48 jam berikutnya)
Dimana lobus paru tampak lebih padat dan bergranuler karena sel darah
merah fibrinosa, lecocit polimorfomuklear mengisi alveoli (pleura yang
berdekatan mengandung eksudat fibrinosa kekuningan).
3. Stadium Hepatisasi Kelabu (3 8 hari)
Dimana paru-paru menjadi kelabu karena lecocit dan fibrinosa terjadi
konsolidasi di dalam alveolus yang terserang dan eksudat yang ada pada
pleura masih ada bahkan dapat berubah menjadi pus.
4. Stadium Resolusi (7 11 hari)
Dimana eksudat lisis dan reabsorbsi oleh makrofag sehingga jaringan
kembali pada struktur semua (Sylvia Anderson Pearce, 1995 : 231-232).
Bakteri dan virus penyebab terisap ke paru perifer melalui saluran
napas
menyebabkan reaksi
jaringan berupa
edema, sehingga
akan
14
E. Manifestasi Klinis
Bronkhopneumonia biasanya didahului oleh suatu infeksi di saluran
pernapasan bagian atas selama beberapa hari. Pada tahap awal, penderita
bronkhopneumonia mengalami tanda dan gejala yang khas seperti menggigil,
demam, nyeri dada pleuritis, batuk produktif, hidung kemerahan, saat
bernapas menggunakan otot aksesorius dan bisa timbul sianosis (Barbara C.
long, 1996 : 435).
Terdengar adanya krekels di atas paru yang sakit dan terdengar ketika
terjadi konsolidasi (pengisian rongga udara oleh eksudat) (Sandra M. Nettina,
2001 : 683).
Tanda gejala yang muncul pada bronkhopneumonia adalah :
1. Kesulitan dan sakit pada saat pernapasan
a. Nyeri pleuritik
b. Napas dangkal dan mendengkur
c. Takipnea
2. Bunyi napas di atas area yang menglami konsolidasi
a. Mengecil, kemudian menjadi hilang
b. Krekels, ronki (rules), wheezing
3. Gerakan dada tidak simetris
4. Menggigil dan demam 38,8C sampai 41,1C, delirium
5. Diafoesis
6. Anoreksia
7. Sakit kepala, malaise, myalgia (pada anak)
8. Batuk kental, produktif sputum kuning kehijauan kemudian berubah
menjadi kemerahan atau berkarat
9. Gelisah
10. Sianosis area sirkumoral, dasar kuku kebiruan
15
F. Pemerikasaan Penunjang
Untuk dapat menegakkan diagnosa keperawatan dapat digunakan cara :
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan darah
Pada kasus bronkhopneumonia oleh bakteri akan terjadi leukositosis
(meningkatnya jumlah neutrofil)
16
G. Komplikasi
1. Ateleksis
Pengembangan paru-paru yang tidak sempurna atau kolaps paru
merupakan akibat kurangnya mobilisasi atau refleks batuk hilang.
2. Empisema
Suatu keadaan dimana terkumpulnya nanah dalam rongga pleura terdapat
di satu tempat atau seluruh rongga pleura.
3. Abses paru
Pengumpulan pus dalam jaringan paru yang meradang.
4. Infeksi sistemik.
5. Endokarditis
Peradangan pada setiap katup endokardial.
6. Meningitis
Infeksi yang menyerang selaput otak.
H. Penatalaksanaan
1. Farmakologi
Pemberian antibiotik misalnya penisilin G, Streptomisin, Ampicillin,
Genramisin. Pemilihan jenis antibiotik didasarkan atas umur, keadaan
umum penderita dan dugaan kuman penyebab :
a. Umur 3 bulan sampai 5 tahun, bila toksis disebabkan oleh Steptokokus
pneumonia, Hemofilus influenza atau Stafilokokus. Pada umumnya
tidak diketahui penyebabnya, maka secara praktis dipakai :
17
dapat
diberikan
pada
klien
bronkhopneumonia adalah :
18
I. Pencegahan
Penyakit bronkopneumonia dapat dicegah dengan menghindari kontak
dengan penderita atau mengobati secara dini penyakit-penyakit yang dapat
menyebabkan terjadinya bronkopneumonia ini. Selain itu hal-hal yang dapat
dilakukan adalah dengan meningkatkan daya tahan tubuh kita terhadap
berbagai penyakit saluran napas seperti :
1. Cara hidup sehat
2. Makan makanan bergizi dan teratur
3. Menjaga kebersihan
4. Beristirahat yang cukup
5. Rajin berolahraga, dll.
Melakukan vaksinasi juga diharapkan dapat mengurangi kemungkinan
terinfeksi antara lain :
19
1. Vaksinasi Pneumokokus,
2. Vaksinasi H. Influenza,
3. Vaksinasi Varisela yang dianjurkan pada anak dengan daya tahan tubuh
rendah,
4. Vaksin influenza yang diberikan pada anak sebelum anak sakit.
BAB III
TINJAUAN KEPERAWATAN
(Asuhan Keperawatan)
A. Pengkajian
1. Identitas
Umumnya anak dengan daya tahan terganggu akan menderita pneumonia
berulang atau tidak dapat mengatasi penyakit ini dengan sempurna. Selain
itu daya tahan tubuh yang menurun akibat KEP (Kekurangan Energi
Protein), penyakit menahun, trauma pada paru, anesthesia, aspirasi dan
pengobatan antibiotik yang tidak sempurna.
2. Riwayat Keperawatan
a. Keluhan Utama
Anak sangat gelisah, dispnea, pernapasan cepat dan dangkal, diserai
pernapasan cuping hidung, serta sianosis sekitar hidung dan mulut.
Kadang disertai muntah dan diare. Atau diare, tinja berdarah dengan
atau tanpa lendir, anoreksia dan muntah.
b. Fokus Pengkajian
Usia bronkhopneumoni sering terjadi pada anak. Kasus terbanyak
sering terjadi pada anak berusia dibawah 3 tahun dan kematian
terbanyak terjadi pada bayi berusia kurang dari 2 bulan, tetapi pada
usia dewasa juga masih sering mengalami bronkhopneumonia.
c. Riwayat Keperawatan
20
Pneumonia Virus
Didahului oleh gejala-gejala infeksi saluran napas, termasuk
renitis (alergi) dan batuk, serta suhu badan lebih rendah
daripada pneumonia bakteri.
21
menderita sakit. Lingkungan pabrik atau banyak asap dan debu ataupun
lingkungan dengan anggota keluarga perokok.
4. Imunisasi
Anak yang tidak mendapatkan imunisasi beresiko tinggi untuk mendapat
penyakit infeksi saluran pernapasan atas atau bawah karena sistem
pertahanan tubuh yang tidak cukup kuat untuk melawan infeksi sekunder.
5. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan
6. Nutrisi
Riwayat gizi buruk atau meteorismus (malnutrisi energi protein = MEP).
7. Pengkajian Fisik
a. Inspeksi : Perlu diperhatikan adanya takhipnea, dispnea, sianosis
sirkumoral, pernapasan cuping hidung, distensi abdomen, batuk
semula non produktif menjadi produktif, serta nyeri dada pada waktu
menarik napas pada pneumonia berat, tarikan dinding dada akan
tampak jelas.
b. Palpasi : Suara redup pada sisi yang sakit, hati mungkin membesar,
fremitus raba mungkin meningkat pada sisi yang sakit dan nadi
mengalami peningkatan.
c. Perkusi : Suara redup pada sisi yang sakit.
d. Auskultasi : Pada pneumonia akan terdengar stidor suara napas
berjurang, ronkhi halus pada sisi yang sakit dan ronkhi pada sisi yang
resolusi, pernapasan bronkhial, bronkhofoni, kadang-kadang terdenar
bising gesek pleura.
8. Data Fokus
a. Pernapasan
-
B. Diagnosa keperawatan
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan inflamasi
trakeobronkial, pembentukan edema, peningkatan produksi sputum
(Doenges, 2000: 166)
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran
alveolus kapiler, gangguan kapasitas pembawa aksigen darah, ganggguan
pengiriman oksigen (Doenges, 2000: 166)
3. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan proses inflamasi dalam
alveoli (Doenges, 2000: 177)
4. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan
kehilangan cairan berlebih, penurunan masukan oral (Doenges, 2000: 172)
5. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kebutuhan
metabolik sekunder terhadap demam dan proses infeksi, anoreksia yang
berhubungan dengan toksin bakteri bau dan rasa sputum, distensi
abdomen atau gas ( Doenges, 2000: 171)
23
C. Rencana keperawatan
1. Diagnosa :
Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan inflamasi
trakeobronkial, pembentukan edema, peningkatan produksi sputum
Tujuan :
a) Jalan napas efektif dengan bunyi napas bersih dan jelas
b) Pasien dapat melakukan batuk efektif untuk mengeluarkan sekret
Hasil yang diharapkan :
a) Mempertahankan jalan napas paten dengan bunyi napas bersih/jelas
b) Menunjukkan perilaku untuk memperbaiki bersihan jalan napas.
Misalnya: batuk efektif dan mengeluarkan sekret.
Intervensi :
a) Auskultasi bunyi napas, catat adanya bunyi napas. Misalnya: mengi,
krekels dan ronchi.
Rasional : Bersihan jalan napas yang tidak efektif dapat
dimanifestasikan dengan adanya bunyi napas adventisius
b) Kaji atau pantau frekuensi pernapasan, catat rasio inspirasi/ekspirasi.
Rasional : Takipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat
ditemukan pada penerimaan atau selama stress atau adanya proses
infeksi akut. Pernapasan dapat melambat dan frekuensi ekspirasi
memanjang dibanding inspirasi.
24
2. Diagnosa :
Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran
alveolus kapiler, gangguan kapasitas pembawa oksigen darah, gangguan
pengiriman oksigen.
Tujuan :
Perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan dengan GDA dalam rentang
normal dan tidak ada distres pernapasan.
Hasil yang diharapkan :
a) Menunjukkan adanya perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan
b) Berpartisispasi pada tindakan untuk memaksimalkan oksigenasi
Intervensi :
25
Tindakan
ini
meningkatkan
inspirasi
maksimal,
26
Pola napas efektif dengan frekuensi dan kedalaman dalam rentang normal
dan paru jelas atau bersih.
Hasil yang diharapkan :
a) Pola napas menjadi efektif
b) Frekuensi dan kedalamanya dalam rentang normal (16-20x/menit)
Intervensi :
a) Kaji frekuensi, kedalaman pernapasan dan ekspansi dada.
Rasional : Kecepatan biasanya meningkat, dispnea, dan terjadi
peningkatan kerja napas, kedalaman bervariasi, ekspansi dada
terbatas.
b) Auskultasi bunyi napas dan catat adanya bunyi napas adventisius.
Rasional : Bunyi napas menurun atau tidak ada bila jalan napas
terdapat obstruksi kecil.
c) Tinggikan kepala dan bentu mengubah posisi.
Rasional : Duduk tinggi memungkinkan ekspansi paru dan
memudahkan pernapasan.
d) Observasi pola batuk dan karakter sekret.
Rasional
Batuk
biasanya
mengeluarkan
sputum
dan
4. Diagnosa :
Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan
kehilngan cairan berlebih, penurunan masukan oral.
Tujuan :
Menunjukkan keseimbangan cairan dan elektrolit
Hasil yang diharapkan :
a) Intake dan output yang adekuat
b) Tanda-tanda vital dalam batas normal
c) Tugor kulit baik
Intervensi :
a) Kaji perubahan tanda vital, contoh: peningkatan suhu, takikardi,
hipotensi.
Rasional : Untuk menunjukkan adnya kekurangan cairan sistemik
b) Kaji turgor kulit, kelembaban membran mukosa (bibir, lidah).
Rasional: Indikator langsung keadekuatan masukan cairan
c) Catat laporan mual atau muntah.
Rasional : Adanya gejala ini menurunkan masukan oral
d) Pantau masukan dan haluaran urine.
Rasional: Memberikan informasi tentang keadekuatan volume cairan
dan kebutuhan penggantian
e) Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi.
Rasional: Memperbaiki ststus kesehatan
5. Diagnosa :
28
Intervensi :
a) Identifikasi faktor yang menimbulkan mual atau muntah.
Rasional : Pilihan intervensi tergantung pada penyebab masalah
b) Berikan wadah tertutup untuk sputum dan buang sesering mungkin,
bantu kebersihan mulut.
Rasional : Menghilangkan bahaya, rasa, bau, dari lingkungan pasien
dan dapat menurunkan mual
c) Jadwalkan pengobatan pernapasan sedikitnya 1 jam sebelum makan.
Rasional : Menurunkan efek mual yang berhubungan dengan
pengobatan ini
d) Auskultasi bunyi usus, observasi atau palpasi distensi abdomen.
Rasional : Bunyi usus mungkin menurun bila proses infeksi berat,
distensi abdomen terjadi sebagai akibat menelan udara dan
menunjukkan pengaruh toksin bakteri pada saluran gastro intestinal
e) Evaluasi status nutrisi umum, ukur berat badan dasar.
Rasional : Adanya kondisi kronis dapat menimbulkan malnutrisi,
rendahnya tahanan terhadap infeksi, atau lambatnya respon terhadap
terapi
29
6. Diagnosa :
Intoleransi aktifitas berhubungan dengan insufisiensi oksigen untuk
aktifitas hidup sehari-hari.
Tujuan :
Peningkatan toleransi terhadap aktifitas.
Hasil yang diharapkan :
a) Menunjukkan peningkatan toleransi terhadap aktifitas
b) Tanda-tanda vital dalam batas normal
Intervensi :
a) Evaluasi respon pasien terhadap aktivitas.
Rasional : Menetapkan kemampuan atau kebutuhan pasien dan
memudahkan pilihan intervensi
b) Berikan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung selama fase
akut.
Rasional
Menurunkan
stres
dan
rangsangan
berlebihan,
meningkatkan istirahat
c) Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan dan perlunya
keseimbamgan aktivitas dan istirahat.
Rasional : Tirah baring dipertahankan untuk menurunkan kebutuhan
metabolik
d) Bantu aktivitas perawatan diri yang diperlukan.
Rasional : Meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan
suplai dan kebutuhan oksigen (Marilyn E. Doenges, 2000).
30
D. Pelaksanaan
Adalah mengelolah dan mewujudkan dari rencana perawatan meliputi
tindakan yang direncanakan oleh perawat melaksanakan anjuran dokter dan
ketentuan RS.
E. Evaluasi
Merupakan tahap akhir dari proses keperawatan yang menyediakan
nilai informasi mengenai pengaruh intervensi yang telah direncanakan dan
merupakan perbandingan dari hasil yang diamati dengan kriteria hasil yang
telah di buat pada tahap perencanaan.
31
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dengan meningkatnya usia harapan hidup, maka berbagai penyakit
degeneratif dan metabolik, termasuk osteoporosis akan menjadi problem
muskolokeletal yang memerlukan perhatian khusus, terutama dinegara
berkembang, termasuk indonesia. Pada tahun 1990, ternyata jumlah penduduk
yang berusia 55 tahun atau lebih mencapai 9,2%, meningkat 50%
dibandingkan survey tahun 1971. Dengan demikian, kasus osteoporosis
dengan berbagai akibatnya, terutama fraktur diperkirakan juga akan
meningkat (Sodoyo, 2009).
Osteoporosis berasal dari kata osteo dan porous, osteo artinya tulang,
dan porous berarti berlubang-lubang atau keropos. Jadi, osteoporosis adalah
tulang yang keropos, yaitu penyakit yang mempunyai sifat khas berupa massa
32
Pemeriksaan Diagnostik
1. Radiologis
2. CT-Scan
Penatalaksanaannya dengan Diet kaya kalsium dan vitamin D yang
mencukupi dan seimbang sepanjang hidup, dengan pengingkatan asupan
kalsium pada permulaan umur pertengahan dapat melindungi terhadap
demineralisasi skeletal. Terdiri dari 3 gelas vitamin D susu skim atau susu
penuh atau makanan lain yang tinggi kalsium (mis keju swis, brokoli kukus,
salmon kaleng dengan tulangnya) setiap hari. Untuk meyakinkan asupan
kalsium yang mencukupi perlu diresepkan preparat kalsium(kalsium
karbonat).
Osteoporosis mengakibatkan tulang secara progresif menjadi panas,
rapuh dan mudah patah. Osteoporosis sering mengakibatkan fraktur. Bisa
terjadi fraktur kompresi vertebra torakalis dan lumbalis, fraktur daerah
kolum femoris dan daerah trokhanter, dan fraktur colles pada pergelangan
tangan.
Diagnosa yang timbul :
1. Nyeri
berhubungan
dengan
dampak
sekunder
dari
fraktur
34
A. SARAN
Bagi orang yang mengalami osteoporosis sebaiknya melakukan diet
kaya kalsium dan vitamin D yang mencukupi dan seimbang sepanjang hidup,
dengan pengingkatan asupan kalsium pada permulaan umur pertengahan
dapat melindungi terhadap demineralisasi skeletal. Terdiri dari 3 gelas vitamin
D susu skim atau susu penuh atau makanan lain yang tinggi kalsium (mis keju
swis, brokoli kukus, salmon kaleng dengan tulangnya) setiap hari. Untuk
meyakinkan asupan kalsium yang mencukupi perlu diresepkan preparat
kalsium (kalsium karbonat), sering berolahraga dan pola hidup sehat.
Dalam pembuatan makalah ini kelompok masih jauh dari sempurna.
Oleh karena itu kelompok meminta kritik dan saran yang membangun dari
pembaca. Semoga makalah yang kelompok buat dapat bermanfaat bagi
pembaca.
35
DAFTAR PUSTAKA
Tandra, H, 2009. Segala Sesuatu Yang Harus Anda Ketahui Tentang Osteoporosis
Mengenal, Mengatasi dan Mencegah Tulang Keropos. Jakarta : PT Gramedia
Pustaka Utama
Sudoyo, Aru dkk. 2009. Buku Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 3 Edisi 5. Jakarta : Internal
Publishing
Junaidi, I, 2007. Osteoporosis - Seri Kesehatan Populer. Cetakan Kedua : Penerbit
PT. Bhuana Ilmu Populer
Suryati, A, Nuraini, S. 2006. Jurnal Kedokteran dan Kesehatan. Vol.2. Jakarta
Anonim, 2013/05. www.debyrahmad.blogspot.com
36