You are on page 1of 36

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bronkhopneumonia disebut juga pneumonia lobularis yaitu suatu
peradangan pada parenkim paru yang terlokalisir yang biasanya mengenai
bronkiolus dan juga mengenai alveolus disekitarnya, yang sering menimpa
anak-anak dan orang dewasa, yang disebabkan oleh bermacam-macam
etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing. Kebanyakan kasus
pneumonia disebabkan oleh mikroorganisme, tetapi ada juga sejumlah
penyebab non infeksi yang perlu dipertimbangkan. Bronkhopneumonia lebih
sering merupakan infeksi sekunder terhadap berbagai keadaan yang
melemahkan daya tahan tubuh tetapi bisa juga sebagai infeksi primer yang
biasanya kita jumpai pada anak-anak dan orang dewasa. Insiden penyakit ini
pada negara berkembang hampir 30% pada anak-anak di bawah umur 5 tahun
dengan resiko kematian yang tinggi, di Negara berkembang infeksi saluran
napas bawah masih tetap merupakan masalah utama dalam bidang kesehatan.
Laporan WHO 1999 menyebutkan bahwa penyebab kematian tertinggi akibat
penyakit infeksi di dunia adalah infeksi saluran napas akut termasuk
pneumonia dan influenza.
Hasil survei Kesehatan Rumah Tangga Depkes tahun 2001, penyakit
infeksi saluran napas bawah menempati urutan ke-2 sebagai penyebab
kematian di Indonesia. Di RSUD Dr. Soetomo Surabaya didapatkan data
sekitar 180 pneumonia komuniti dengan angka kematian antara 20-35%.
Pneumonia komuniti menduduki peringkat keempat dan sepuluh penyakit
terbanyak yang dirawat per tahun.
Gambaran klinis bronkhopneumonia biasanya didahului oleh infeksi
saluran napas bagian atas selama beberapa hari. Batuk biasanya tidak

dijumpai pada awal penyakit, anak akan mendapat batuk setelah beberapa
hari, di mana pada awalnya berupa batuk kering kemudian menjadi produktif.
Gambaran klinis pada bronkhopneumonia ini harus dapat dibedakan dengan
gambaran klinis Bronkiolitis, Aspirasi pneumonia, TB paru primer, sehingga
penatalaksanaan dapat dilakukan secara tepat.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mampu menerapkan perawatan pasien bronkhopneumonia pada anak.
2. Tujuan Khusus
a. Dapat melakukan pengkajian secara langsung terhadap perawatan
pasien bronkhopneumonia pada anak.
b. Mampu

melaksanakan

tindakan

keperawatan

dan

mampu

mengevaluasi tindakan yang telah dilakukan pada perawatan pasien


bronkhopneumonia pada anak.

C. Manfaat
1. Bagi Institusi
Menilai/mengevaluasi sejauh mana pemahaman mahasiswa dalam
memahami ilmu yang telah diberikan khususnya dalam melaksanakan
proses keperawatan dan sebagai referensi untuk penelitian selanjutnya
terutama yang berkaitan dengan asuhan keperawatan pada anak dengan
bronkhopneumonia.
2. Bagi Mahasiswa
Mahasiswa dapat memperoleh pengetahuan dan keterampilan dalam
memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan bronkhopnemonia
serta dalam melakukan pendokumentasian dan penyusunan makalah
bronkhopneumonia.
2

D. Metode Penulisan
Metode penulisan yang digunakan penulis dalam penyusunan makalah ini
adalah:
1. Memperoleh data dengan menggunakan referensi yang ada kaitannya
dengan masalah yang diangkat penulis.
2. Memperoleh data melalui internet.

BAB II
TINJAUAN MEDIS
(Konsep Dasar Penyakit)

A. Pengertian
Bronkhopneumonia adalah salah satu peradangan paru yang terjadi
pada jaringan paru atau alveoli yang biasanya didahului oleh infeksi traktus
respiratus bagian atas selama beberapa hari. Yang dapat disebabkan oleh
bermacam-macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing
lainnya (Depkes RI, 1996 : Halaman 106).
Bronkhopneumonia adalah radang pada paru-paru yang mempunyai
penyebaran bercak, teratur dalam satu area atau lebih yang berlokasi di dalam
bronkhi dan meluas ke parenkim paru (Brunner dan Suddarth, 2001).
Bronkhopneumoni

adalah

salah

satu

jenis

pneumonia

yang

mempunyai pola penyebaran berbercak, teratur dalam satu atau lebih area
terlokalisasi di dalam bronkhi dan meluas ke parenkim paru yang berdekatan
di sekitarnya (Smeltzer & Suzanne C, 2002 : 572).
Bronkhopneomonia adalah penyebaran daerah infeksi yang berbercak
dengan diameter sekitar 3 sampai 4 cm mengelilingi dan juga melibatkan
bronkhi. (Sylvia A. Price & Lorraine M.W, 2006 : 805).
Kesimpulan Bronkhopneomonia adalah salah satu jenis pneumonia
tepatnya pneumononia lobaris yang penyebaran daerah infeksinya berupa
penyebaran bercak dan dapat meluas ke parenkim paru yang ada disekitarnya.

B. Anatomi Fisiologi Sistem Pernapasan


1. Anatomi
Sistem pernapasan terdiri atas :
a. Hidung
Merupakan saluran udara yang pertama, berfungsi mengalirkan udara
ke dan dari paru-paru. Jalan napas ini berfungsi sebagai penyaring
kotoran dan melembabkan serta menghangatkan udara

yang

dihirupkan ke dalam paru-paru.

b. Faring atau Tenggorokan


Struktur seperti tuba yang menghubungkan hidung dan rongga mulut
ke laring. Faring dibagi menjadi tiga region : nasofaring, orofaring dan
laringofaring.

c. Laring atau Pangkal Tenggorokan


Struktur epitel kartilago yang menghubungkan faring dan trakea.
Fungsi utama laring adalah untuk memungkinkan terjadinya

vokalisasi, melindungi jalan napas bawah dari obstruksi benda asing


dan memudahkan batuk. Laring sering juga disebut sebagai kotak
suara. Dan terdiri atas : epiglotis, glotis, kartilago tiroid, kartilago
krikoid, kartilaago aritenoid dan pita suara.

d. Trakea atau Batang Tenggorokan


Merupakan lanjutan dari laring yang dibentuk oleh 16-20 cincin yang
dari tulang-tulang rawan.

e. Bronkus atau Cabang Tenggorokan


Merupakan lanjutan dari trakea terdiri dari bronkus kiri dan kanan.

f. Paru-paru
Merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri dari
gelembung alveoli. Paru-paru dibagi menjadi 2 bagian yaitu : paruparu kanan dan kiri, dimana paru-paru kanan terdiri dari 3 lobus dan
paru-paru kiri terdiri dari 2 lobus.

2. Fisiologi
Proses

pernapasan

paru

merupakan

pertukaran

oksigen

dan

karbondioksida yang terjadi pada paru-paru. Proses ini terdiri dari 3 tahap
yaitu :
a. Ventilasi
Ventilasi merupakan proses keluar dan masuknya oksigen dari
atmosfer ke dalam alveoli atau dari alveoli ke atmosfer. Ada dua
gerakan pernapasan yang terjadi sewaktu pernapasan, yaitu inspirasi
dan ekspirasi. Inspirasi atau menarik napas adalah proses aktif yang
diselenggarakan oleh kerja otot. Kontraksi diafragma meluaskan
rongga dada dari atas sampai ke bawah, yaitu vertikal. Penaikan igaiga dan sternum meluaskan rongga dada ke kedua sisi dan dari depan

10

ke belakang. Pada ekspirasi, udara dipaksa keluar oleh pengendoran


otot dan karena paru-paru kempis kembali, disebabkan sifat elastik
paru-paru itu. Gerakan-gerakan ini adalah proses pasif. Proses
ventilasi dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu adanya perbedaan
tekanan antara atmosfer dengan paru, adanya kemampuan thoraks dan
paru pada alveoli dalam melaksanakan ekspansi, refleks batuk dan
muntah.
b. Difusi gas
Difusi gas merupakan pertukaran antara oksigen di alveoli dengan
kapiler paru dan CO2 di kapiler dengan alveoli. Proses pertukaran
dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu luasnya permukaan paru, tebal
membran respirasi, dan perbedaan tekanan dan konsentrasi O2.
c. Transportasi gas
Transportasi gas merupakan proses pendistribusian O2 kapiler ke
jaringan tubuh dan CO2 jaringan tubuh ke kapiler. Transportasi gas
dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu curah jantung (kardiak output),
kondisi pembuluh darah, latihan (exercise), eritrosit dan Hb.

C. Etiologi
Secara umum individu yang terserang bronkhopneumonia diakibatkan
oleh adanya penurunan mekanisme pertahanan tubuh terhadap virulensi
organisme patogen. Orang yang normal dan sehat mempunyai mekanisme
pertahanan tubuh terhadap organ pernafasan yang terdiri atas : reflek glotis
dan batuk, adanya lapisan mukus, gerakan silia yang menggerakkan kuman
keluar dari organ dan sekresi humoral setempat.
Timbulnya bronkhopneumonia disebabkan oleh virus, bakteri, jamur,
protozoa, mikobakteri, mikoplasma dan riketsia. (Sandra M. Nettiria, 2001 :
682) antara lain :
11

1. Bakteri : Streptococcus, Staphylococcus, H. Influenzae, Klebsiella.


2. Virus : Legionella pneumonia.
3. Jamur : Aspergillus spesies, Candida albicans.
4. Aspirasi makanan, sekresi orofaringeal atau isi lambung ke dalam paruparu.
5. Terjadi karena kongesti paru yang lama.
6. Sebab lain dari pneumonia adalah akibat flora normal yang terjadi pada
pasien yang daya tahannya terganggu, atau terjadi aspirasi flora normal
yang terdapat dalam mulut dan karena adanya pneumocystis crani,
Mycoplasma (Smeltzer & Suzanne C, 2002 : 572 dan Sandra M.
Nettina, 2001 : 682).
Menurut Whaleys dan Wong (1996 : 1400) disebutkan bahwa
Streptococus, staphylococcus atau basil ektrik sebagai agen penyebab di
bawah umur 3 bulan. Selain itu juga dapat disebabkan oleh :
1. Bakteri : Diplococcus Pneumonia, Pneumococcus, Stretococcus
Hemoliticus Aureus, Haemophilus Influenza, Basilus Friendlander
(Klebsial Pneumoni), Mycobacterium Tuberculosis.
2. Virus : Respiratory Syntical Virus, Virus Influenza, Virus
Sitomegalik.
3. Jamur

Citoplasma

Capsulatum,

Blastomices Dermatides, Cocedirides

Criptococcus

Nepromas,

Immitis, Aspergillus Sp.,

Candinda Albicans, Mycoplasma Pneumonia.


4. Aspirasi benda asing.
5. Faktor lain yang mempengaruhi timbulnya Bronkhopnemonia adalah :
a) Faktor Predisposisi :
-

Usia/umur

Genetik

b) Faktor Presipitasi :
12

Gizi buruk/kurang

Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)

Tidak mendapatkan ASI yang memadai

Imunisasi yang tidak lengkap

Polusi udara

Kepadatan tempat tinggal

D. Patofisiologi

Kuman penyebab bronkhopneumonia masuk ke dalam jaringan paruparu melaui saluran pernapasan atas ke bronkhiolus, kemudian kuman masuk
ke dalam alveolus ke alveolus lainnya melalui poros kohn, sehingga terjadi
peradangan pada dinding bronkhus atau bronkhiolus dan alveolus sekitarnya.

13

Kemudian proses radang ini selalu dimulai pada hilus paru yang
menyebar secara progresif ke perifer sampai seluruh lobus. Dimana proses
peradangan ini dapat dibagi dalam empat (4) tahap, antara lain :
1. Stadium Kongesti (4 12 jam)
Dimana lobus yang meradang tampak warna kemerahan, membengkak,
pada perabaan banyak mengandung cairan, pada irisan keluar cairan
kemerahan (eksudat masuk ke dalam alveoli melalui pembuluh darah
yang berdilatasi).
2. Stadium Hepatisasi (48 jam berikutnya)
Dimana lobus paru tampak lebih padat dan bergranuler karena sel darah
merah fibrinosa, lecocit polimorfomuklear mengisi alveoli (pleura yang
berdekatan mengandung eksudat fibrinosa kekuningan).
3. Stadium Hepatisasi Kelabu (3 8 hari)
Dimana paru-paru menjadi kelabu karena lecocit dan fibrinosa terjadi
konsolidasi di dalam alveolus yang terserang dan eksudat yang ada pada
pleura masih ada bahkan dapat berubah menjadi pus.
4. Stadium Resolusi (7 11 hari)
Dimana eksudat lisis dan reabsorbsi oleh makrofag sehingga jaringan
kembali pada struktur semua (Sylvia Anderson Pearce, 1995 : 231-232).
Bakteri dan virus penyebab terisap ke paru perifer melalui saluran
napas

menyebabkan reaksi

jaringan berupa

edema, sehingga

akan

mempermudah proliferasi dan penyebaran kuman. Bagian paru yang terkena


mengalami konsolidasi yaitu terjadinya sel PMN (polimofonuklear) fibrin
eritrosit, cairan edema dan kuman alveoli. Kelanjutan proses infeksi berupa
deposisi fibril dan leukosit PMN di alveoli dan proses fagositosis yang cepat
dilanjutkan stadium resolusi dengan meningkatnya jumlah sel makrofag di
alveoli, degenerasi sel dan menipisnya febrio serta menghilangkan kuman dan
debris (Mansjoer, 2000 : 966).

14

E. Manifestasi Klinis
Bronkhopneumonia biasanya didahului oleh suatu infeksi di saluran
pernapasan bagian atas selama beberapa hari. Pada tahap awal, penderita
bronkhopneumonia mengalami tanda dan gejala yang khas seperti menggigil,
demam, nyeri dada pleuritis, batuk produktif, hidung kemerahan, saat
bernapas menggunakan otot aksesorius dan bisa timbul sianosis (Barbara C.
long, 1996 : 435).
Terdengar adanya krekels di atas paru yang sakit dan terdengar ketika
terjadi konsolidasi (pengisian rongga udara oleh eksudat) (Sandra M. Nettina,
2001 : 683).
Tanda gejala yang muncul pada bronkhopneumonia adalah :
1. Kesulitan dan sakit pada saat pernapasan
a. Nyeri pleuritik
b. Napas dangkal dan mendengkur
c. Takipnea
2. Bunyi napas di atas area yang menglami konsolidasi
a. Mengecil, kemudian menjadi hilang
b. Krekels, ronki (rules), wheezing
3. Gerakan dada tidak simetris
4. Menggigil dan demam 38,8C sampai 41,1C, delirium
5. Diafoesis
6. Anoreksia
7. Sakit kepala, malaise, myalgia (pada anak)
8. Batuk kental, produktif sputum kuning kehijauan kemudian berubah
menjadi kemerahan atau berkarat
9. Gelisah
10. Sianosis area sirkumoral, dasar kuku kebiruan
15

11. Masalah-masalah psikososial: disorientasi, ansietas, takut mati (Martin


tucker, Susan. 2000 : 247).

F. Pemerikasaan Penunjang
Untuk dapat menegakkan diagnosa keperawatan dapat digunakan cara :
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan darah
Pada kasus bronkhopneumonia oleh bakteri akan terjadi leukositosis
(meningkatnya jumlah neutrofil)

yaitu antara 15.000 sampai

40.000/mm3 (Sandra M. Nettina, 2001 : 684).


b. Pemeriksaan sputum
Bahan pemeriksaan yang terbaik diperoleh dari batuk yang spontan
dan dalam. Digunakan untuk pemeriksaan mikroskopis dan untuk
kultur serta tes sensitifitas untuk mendeteksi agen infeksius (Barbara
C, Long, 1996 : 435).
c. Analisa gas darah (AGD) untuk mengevaluasi status oksigenasi dan
status asam basa (Sandra M. Nettina, 2001 : 684).
d. Kultur darah untuk mendeteksi bacteremia
e. Sampel darah, sputum, dan urin untuk tes imunologi untuk mendeteksi
antigen mikroba (Sandra M. Nettina, 2001 : 684).
2. Pemeriksaan Radiologi
a. Rontgenogram Thoraks
Menunjukkan konsolidasi lobar yang seringkali dijumpai pada
infeksi pneumokokal atau klebsiella. Infiltrat multiple seringkali
dijumpai pada infeksi stafilokokus dan haemofilus (Barbara C, Long,
1996 : 435).
b. Laringoskopi/bronkoskopi untuk menentukan apakah jalan napas
tersumbat oleh benda padat (Sandra M, Nettina, 2001).

16

G. Komplikasi
1. Ateleksis
Pengembangan paru-paru yang tidak sempurna atau kolaps paru
merupakan akibat kurangnya mobilisasi atau refleks batuk hilang.
2. Empisema
Suatu keadaan dimana terkumpulnya nanah dalam rongga pleura terdapat
di satu tempat atau seluruh rongga pleura.
3. Abses paru
Pengumpulan pus dalam jaringan paru yang meradang.
4. Infeksi sistemik.
5. Endokarditis
Peradangan pada setiap katup endokardial.
6. Meningitis
Infeksi yang menyerang selaput otak.

H. Penatalaksanaan
1. Farmakologi
Pemberian antibiotik misalnya penisilin G, Streptomisin, Ampicillin,
Genramisin. Pemilihan jenis antibiotik didasarkan atas umur, keadaan
umum penderita dan dugaan kuman penyebab :
a. Umur 3 bulan sampai 5 tahun, bila toksis disebabkan oleh Steptokokus
pneumonia, Hemofilus influenza atau Stafilokokus. Pada umumnya
tidak diketahui penyebabnya, maka secara praktis dipakai :

17

1) Kombinasi Penisilin prokain 50.000-100.000 KI/kg/24 jam IM, 1-2


kali sehari dan Kloramfenikol 50-100 mg/kg/24 jam IV/oral, 4 kali
sehari.
2) Kombinasi Ampisilin 50-100 mg/kg/24 jam IM/IV, 4 kali sehari
dan Kloksasilin 50 mg/kg/24 jam IM/IV, 4 kali sehari.
3) Kombinasi Eritromisin 50 mg/kg/24 jam, oral 4 kali sehari dan
Kloramfenikol (dosis sama dengan diatas).
b. Anak anak < 5 tahun, yang non toksis, biasanya disebabkan oleh :
Streptokokus pneumonia
1) Penisilin prokain IM atau Fenoksimetilpenisilin 25.000-50.000
KI/24 jam oral, 4 kali sehari.
2) Eritromisin atau Kotrimoksazol 6/30 mg/kg/24 jam, oral 2 kali
sehari.
3) Oksigen 1-2 L/menit.
4) IVFD dekstrose 5%, NaCl 0,225% 350 cc/24 jam.
5) ASI/PASI 8 x 20 cc/sonde
2. Non farmakologi
a. Istirahat, umumnya penderita tidak perlu dirawat, cukup istirahat
dirumah.
b. Simptomatik terhadap batuk.
c. Batuk yang produktif jangan ditekan dengan antitusif.
d. Bila terdapat obstruksi jalan napas, dan lendir serta ada febris,
diberikan bronkhodilator.
e. Pemberian oksigen umumnya tidak diperlukan, kecuali untuk kasus
berat. Antibiotik yang paling baik adalah antibiotik yang sesuai
dengan penyebabnya (Jariah, 2013)
Penatalaksanaan Keperawatan yang

dapat

diberikan

pada

klien

bronkhopneumonia adalah :

18

1. Menjaga kelancaran pernapasan


2. Kebutuhan istirahat
3. Kebutuhan nutrisi dan cairan
4. Mengontrol suhu tubuh
5. Mencegah komplikasi atau gangguan rasa nyaman dan nyaman
Sementara Penatalaksanaan medis yang dapat diberikan adalah :
1. Oksigen 2 liter/menit (sesuai kebutuhan klien)
2. Jika sesak tidak terlalu hebat, dapat dimulai makan eksternal bertahap
melalui selang nasogastrik dengan feeding drip
3. Jika sekresi lendir berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salin
normal dan beta agonis untuk transpor muskusilier
4. Koreksi gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit (Arief
Mansjoer, 2000).

I. Pencegahan
Penyakit bronkopneumonia dapat dicegah dengan menghindari kontak
dengan penderita atau mengobati secara dini penyakit-penyakit yang dapat
menyebabkan terjadinya bronkopneumonia ini. Selain itu hal-hal yang dapat
dilakukan adalah dengan meningkatkan daya tahan tubuh kita terhadap
berbagai penyakit saluran napas seperti :
1. Cara hidup sehat
2. Makan makanan bergizi dan teratur
3. Menjaga kebersihan
4. Beristirahat yang cukup
5. Rajin berolahraga, dll.
Melakukan vaksinasi juga diharapkan dapat mengurangi kemungkinan
terinfeksi antara lain :

19

1. Vaksinasi Pneumokokus,
2. Vaksinasi H. Influenza,
3. Vaksinasi Varisela yang dianjurkan pada anak dengan daya tahan tubuh
rendah,
4. Vaksin influenza yang diberikan pada anak sebelum anak sakit.
BAB III
TINJAUAN KEPERAWATAN
(Asuhan Keperawatan)

A. Pengkajian
1. Identitas
Umumnya anak dengan daya tahan terganggu akan menderita pneumonia
berulang atau tidak dapat mengatasi penyakit ini dengan sempurna. Selain
itu daya tahan tubuh yang menurun akibat KEP (Kekurangan Energi
Protein), penyakit menahun, trauma pada paru, anesthesia, aspirasi dan
pengobatan antibiotik yang tidak sempurna.
2. Riwayat Keperawatan
a. Keluhan Utama
Anak sangat gelisah, dispnea, pernapasan cepat dan dangkal, diserai
pernapasan cuping hidung, serta sianosis sekitar hidung dan mulut.
Kadang disertai muntah dan diare. Atau diare, tinja berdarah dengan
atau tanpa lendir, anoreksia dan muntah.
b. Fokus Pengkajian
Usia bronkhopneumoni sering terjadi pada anak. Kasus terbanyak
sering terjadi pada anak berusia dibawah 3 tahun dan kematian
terbanyak terjadi pada bayi berusia kurang dari 2 bulan, tetapi pada
usia dewasa juga masih sering mengalami bronkhopneumonia.
c. Riwayat Keperawatan

20

1) Riwayat Penyakit Sekarang


Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran
pernapasan bagian atas selama beberapa hari. Suhu tubuh dapat
naik sangat mendadak sampai 39-40C dan kadang disertai kejang
karena demam yang tinggi.
-

Pneumonia Virus
Didahului oleh gejala-gejala infeksi saluran napas, termasuk
renitis (alergi) dan batuk, serta suhu badan lebih rendah
daripada pneumonia bakteri.

Pneumonia Stafilokokus (bakteri)


Didahului oleh infeksi saluran pernapasan akut atau bawah
dalam beberapa hari hingga seminggu, kondisi suhu tubuh
tinggi, batuk mengalami kesulitan pernapasan.

2) Riwayat Penyakit Dahulu


Pernah menderita penyakit infeksi yang menyebabkan sistem imun
menurun.
Sering menderita penyakit saluran pernapasan bagian atas riwayat
penyakit fertusis yaitu penyakit peradangan pernapasan dengan
gejala bertahap panjang dan lama yang disertai wheezing (pada
bronkhopneumonia).
3) Riwayat Kesehatan Keluarga
Anggota keluarga lain yang menderita penyakit infeksi saluran
pernapasan dapat menularkan kepada anggota keluarga yang
lainnya.
3. Riwayat Kesehatan Lingkungan
Menurut Wilson dan Thompson, 1990 pneumonia sering terjadi pada
musim hujan dan awal musim semi. Selain itu pemeliharaan kesehatan
dan kebersihan lingkungan yang kurang juga bisa menyebabkan anak

21

menderita sakit. Lingkungan pabrik atau banyak asap dan debu ataupun
lingkungan dengan anggota keluarga perokok.
4. Imunisasi
Anak yang tidak mendapatkan imunisasi beresiko tinggi untuk mendapat
penyakit infeksi saluran pernapasan atas atau bawah karena sistem
pertahanan tubuh yang tidak cukup kuat untuk melawan infeksi sekunder.
5. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan
6. Nutrisi
Riwayat gizi buruk atau meteorismus (malnutrisi energi protein = MEP).
7. Pengkajian Fisik
a. Inspeksi : Perlu diperhatikan adanya takhipnea, dispnea, sianosis
sirkumoral, pernapasan cuping hidung, distensi abdomen, batuk
semula non produktif menjadi produktif, serta nyeri dada pada waktu
menarik napas pada pneumonia berat, tarikan dinding dada akan
tampak jelas.
b. Palpasi : Suara redup pada sisi yang sakit, hati mungkin membesar,
fremitus raba mungkin meningkat pada sisi yang sakit dan nadi
mengalami peningkatan.
c. Perkusi : Suara redup pada sisi yang sakit.
d. Auskultasi : Pada pneumonia akan terdengar stidor suara napas
berjurang, ronkhi halus pada sisi yang sakit dan ronkhi pada sisi yang
resolusi, pernapasan bronkhial, bronkhofoni, kadang-kadang terdenar
bising gesek pleura.
8. Data Fokus
a. Pernapasan
-

Gejala : takipneu, dispneu, progresif, pernapasan dangkal,


penggunaan obat aksesoris, pelebaran nasal.

Tanda : bunyi napas ronkhi, halus dan melemah, wajah pucat


atau sianosis bibir atau kulit
22

b. Aktivitas atau istirahat


-

Gejala : kelemahan, kelelahan, insomnia

Tanda : penurunan toleransi aktivitas, letargi

c. Integritas ego : banyaknya stressor


d. Makanan atau cairan
-

Gejala : kehilangan napsu makan, mual, muntah

Tanda : distensi abdomen, hiperperistaltik usus, kulit kering


dengan tugor kulit buruk, penampilan kakeksia (malnutrisi)

e. Nyeri atau kenyamanan


-

Gejala : sakit kepala, nyeri dada (pleritis), meningkat oleh batuk,


nyeri dada subternal (influenza), maligna, atralgia.

Tanda : melindungi area yang sakit (pasien umumnya tidur pada


posisi yang sakit untuk membatasi gerakan) (Doengos, 2000).

B. Diagnosa keperawatan
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan inflamasi
trakeobronkial, pembentukan edema, peningkatan produksi sputum
(Doenges, 2000: 166)
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran
alveolus kapiler, gangguan kapasitas pembawa aksigen darah, ganggguan
pengiriman oksigen (Doenges, 2000: 166)
3. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan proses inflamasi dalam
alveoli (Doenges, 2000: 177)
4. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan
kehilangan cairan berlebih, penurunan masukan oral (Doenges, 2000: 172)
5. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kebutuhan
metabolik sekunder terhadap demam dan proses infeksi, anoreksia yang
berhubungan dengan toksin bakteri bau dan rasa sputum, distensi
abdomen atau gas ( Doenges, 2000: 171)
23

6. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan insufisiensi oksigen untuk


aktifitas sehari-hari (Doenges, 2000: 170)

C. Rencana keperawatan
1. Diagnosa :
Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan inflamasi
trakeobronkial, pembentukan edema, peningkatan produksi sputum
Tujuan :
a) Jalan napas efektif dengan bunyi napas bersih dan jelas
b) Pasien dapat melakukan batuk efektif untuk mengeluarkan sekret
Hasil yang diharapkan :
a) Mempertahankan jalan napas paten dengan bunyi napas bersih/jelas
b) Menunjukkan perilaku untuk memperbaiki bersihan jalan napas.
Misalnya: batuk efektif dan mengeluarkan sekret.
Intervensi :
a) Auskultasi bunyi napas, catat adanya bunyi napas. Misalnya: mengi,
krekels dan ronchi.
Rasional : Bersihan jalan napas yang tidak efektif dapat
dimanifestasikan dengan adanya bunyi napas adventisius
b) Kaji atau pantau frekuensi pernapasan, catat rasio inspirasi/ekspirasi.
Rasional : Takipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat
ditemukan pada penerimaan atau selama stress atau adanya proses
infeksi akut. Pernapasan dapat melambat dan frekuensi ekspirasi
memanjang dibanding inspirasi.

24

c) Berikan posisi yang nyaman buat pasien, misalnya posisi semi


fowler.
Rasional : Posisi semi fowler akan mempermudah pasien untuk
bernapas.
d) Dorong atau bantu latihan napas abdomen atau bibir.
Rasional : Memberikan pasien beberapa cara untuk mengatasi dan
mengontrol dipsnea dan menurunkan jebakan udara.
e) Observasi karakteristik batuk, bantu tindakan untuk memperbaiki ke
efektifan upaya batuk.
Rasional : Batuk dapat menetap, tetapi tidak efektif. Batuk paling
efektif pada posisi duduk tinggi atau kepala di bawah setelah perkusi
dada.
f) Kolaborasi untuk memberikan obat bronkodilator. Misalnya : Bagonis, epinefrin (adrenalin, Vaponefrin).
Rasional: Merilekskan otot halus dan menurunkan kongesti lokal,
menurunkan spasme jalan napas, mengi, dan produksi mukosa.

2. Diagnosa :
Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran
alveolus kapiler, gangguan kapasitas pembawa oksigen darah, gangguan
pengiriman oksigen.
Tujuan :
Perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan dengan GDA dalam rentang
normal dan tidak ada distres pernapasan.
Hasil yang diharapkan :
a) Menunjukkan adanya perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan
b) Berpartisispasi pada tindakan untuk memaksimalkan oksigenasi
Intervensi :

25

a) Kaji frekuensi, kedalaman, dan kemudahan pernapasan


Rasional : Manifestasi distres pernapasan tergantung pada derajat
keterlibatan paru dan status kesehatan umum
b) Observasi warna kulit, membran mukosa dan kuku. Catat adanya
sianosis.
Rasional : Sianosis menunjukkan vasokontriksi atau respon tubuh
terhadap demam atau menggigil dan terjadi hipoksemia.
c) Kaji status mental
Rasional: Gelisah, mudah terangsang, bingung dapat menunjukkan
hipoksemia.
d) Awasi frekuensi jantung atau irama
Rasional : Takikardi biasanya ada karena akibat adanya demam atau
dehidrasi.
e) Awasi suhu tubuh. Bantu tindakan kenyamanan untuk mengurangi
demam dan menggigil.
Rasional : Demam tinggi sangat meningkatkan kebutuhan metabolik
dan kebutuhan oksigen dan mengganggu oksigenasi seluler.
f) Tinggikan kepala dan dorong sering mengubah posisi, napas dalam,
dan batuk efektif
Rasional:

Tindakan

ini

meningkatkan

inspirasi

maksimal,

meningkatkan pengeluaran sekret untuk memperbaiaki ventilasi.


g) Kolaborasi pemberian oksigen dengan benar sesuai dengan indikasi
Rasional: Mempertahankan PaO2 di atas 90 mmHg.
3. Diagnosa :
Pola napas tidak efektif berhubungan dengan proses inflamasi dalam
alveoli.
Tujuan :

26

Pola napas efektif dengan frekuensi dan kedalaman dalam rentang normal
dan paru jelas atau bersih.
Hasil yang diharapkan :
a) Pola napas menjadi efektif
b) Frekuensi dan kedalamanya dalam rentang normal (16-20x/menit)
Intervensi :
a) Kaji frekuensi, kedalaman pernapasan dan ekspansi dada.
Rasional : Kecepatan biasanya meningkat, dispnea, dan terjadi
peningkatan kerja napas, kedalaman bervariasi, ekspansi dada
terbatas.
b) Auskultasi bunyi napas dan catat adanya bunyi napas adventisius.
Rasional : Bunyi napas menurun atau tidak ada bila jalan napas
terdapat obstruksi kecil.
c) Tinggikan kepala dan bentu mengubah posisi.
Rasional : Duduk tinggi memungkinkan ekspansi paru dan
memudahkan pernapasan.
d) Observasi pola batuk dan karakter sekret.
Rasional

Batuk

biasanya

mengeluarkan

sputum

dan

mengindikasikan adanya kelainan.


e) Bantu pasien untuk napas dalam dan latihan batuk efektif.
Rasional : Dapat meningkatkan pengeluaran sputum.
f) Berikan humidifikasi tambahan
Rasional : Memberikan kelembaban pada membran mukosa dan
membantu pengenceran sekret untuk memudahkan pembersihan.
g) Bantu fisioterapi dada, postural drainage
Rasional : Memudahkan upaya pernapasan dan meningkatkan
drainage sekret dari segmen paru ke dalam bronkus.
h) Kolaborasi pemberian oksigen tambahan.
27

Rasional: Memaksimalkan bernapas dan menurunkan kerja napas.

4. Diagnosa :
Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan
kehilngan cairan berlebih, penurunan masukan oral.
Tujuan :
Menunjukkan keseimbangan cairan dan elektrolit
Hasil yang diharapkan :
a) Intake dan output yang adekuat
b) Tanda-tanda vital dalam batas normal
c) Tugor kulit baik
Intervensi :
a) Kaji perubahan tanda vital, contoh: peningkatan suhu, takikardi,
hipotensi.
Rasional : Untuk menunjukkan adnya kekurangan cairan sistemik
b) Kaji turgor kulit, kelembaban membran mukosa (bibir, lidah).
Rasional: Indikator langsung keadekuatan masukan cairan
c) Catat laporan mual atau muntah.
Rasional : Adanya gejala ini menurunkan masukan oral
d) Pantau masukan dan haluaran urine.
Rasional: Memberikan informasi tentang keadekuatan volume cairan
dan kebutuhan penggantian
e) Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi.
Rasional: Memperbaiki ststus kesehatan

5. Diagnosa :

28

Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan


kebutuhan metabolik sekunder terhadap demam dan proses infeksi,
anoreksia, distensi abdomen.
Tujuan :
Pemenuhan nutrisi yang terpenuhi secara adekuat.
Hasil yang diharapkan :
a) Menunjukkan peningkatan nafsu makan
b) Mempertahankan atau meningkatkan berat badan
c) Bising usus dalam batas normal

Intervensi :
a) Identifikasi faktor yang menimbulkan mual atau muntah.
Rasional : Pilihan intervensi tergantung pada penyebab masalah
b) Berikan wadah tertutup untuk sputum dan buang sesering mungkin,
bantu kebersihan mulut.
Rasional : Menghilangkan bahaya, rasa, bau, dari lingkungan pasien
dan dapat menurunkan mual
c) Jadwalkan pengobatan pernapasan sedikitnya 1 jam sebelum makan.
Rasional : Menurunkan efek mual yang berhubungan dengan
pengobatan ini
d) Auskultasi bunyi usus, observasi atau palpasi distensi abdomen.
Rasional : Bunyi usus mungkin menurun bila proses infeksi berat,
distensi abdomen terjadi sebagai akibat menelan udara dan
menunjukkan pengaruh toksin bakteri pada saluran gastro intestinal
e) Evaluasi status nutrisi umum, ukur berat badan dasar.
Rasional : Adanya kondisi kronis dapat menimbulkan malnutrisi,
rendahnya tahanan terhadap infeksi, atau lambatnya respon terhadap
terapi
29

f) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk memberikan makanan yang mudah


dicerna, secara nutrisi seimbang.
Rasional : Metode makan den kebutuhan kalori didasarkan pada
situasi atau kebutuhan individu.

6. Diagnosa :
Intoleransi aktifitas berhubungan dengan insufisiensi oksigen untuk
aktifitas hidup sehari-hari.
Tujuan :
Peningkatan toleransi terhadap aktifitas.
Hasil yang diharapkan :
a) Menunjukkan peningkatan toleransi terhadap aktifitas
b) Tanda-tanda vital dalam batas normal
Intervensi :
a) Evaluasi respon pasien terhadap aktivitas.
Rasional : Menetapkan kemampuan atau kebutuhan pasien dan
memudahkan pilihan intervensi
b) Berikan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung selama fase
akut.
Rasional

Menurunkan

stres

dan

rangsangan

berlebihan,

meningkatkan istirahat
c) Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan dan perlunya
keseimbamgan aktivitas dan istirahat.
Rasional : Tirah baring dipertahankan untuk menurunkan kebutuhan
metabolik
d) Bantu aktivitas perawatan diri yang diperlukan.
Rasional : Meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan
suplai dan kebutuhan oksigen (Marilyn E. Doenges, 2000).
30

D. Pelaksanaan
Adalah mengelolah dan mewujudkan dari rencana perawatan meliputi
tindakan yang direncanakan oleh perawat melaksanakan anjuran dokter dan
ketentuan RS.

E. Evaluasi
Merupakan tahap akhir dari proses keperawatan yang menyediakan
nilai informasi mengenai pengaruh intervensi yang telah direncanakan dan
merupakan perbandingan dari hasil yang diamati dengan kriteria hasil yang
telah di buat pada tahap perencanaan.

31

BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dengan meningkatnya usia harapan hidup, maka berbagai penyakit
degeneratif dan metabolik, termasuk osteoporosis akan menjadi problem
muskolokeletal yang memerlukan perhatian khusus, terutama dinegara
berkembang, termasuk indonesia. Pada tahun 1990, ternyata jumlah penduduk
yang berusia 55 tahun atau lebih mencapai 9,2%, meningkat 50%
dibandingkan survey tahun 1971. Dengan demikian, kasus osteoporosis
dengan berbagai akibatnya, terutama fraktur diperkirakan juga akan
meningkat (Sodoyo, 2009).
Osteoporosis berasal dari kata osteo dan porous, osteo artinya tulang,
dan porous berarti berlubang-lubang atau keropos. Jadi, osteoporosis adalah
tulang yang keropos, yaitu penyakit yang mempunyai sifat khas berupa massa

32

tulangnya rendah atau berkurang, disertai gangguan mikro-arsitektur tulang


dan penurunan kualitas jaringan tulang yang dapat menimbulkan kerapuhan
tulang (Tandra, 2009).
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengurangan massa tulang pada
usia lanjut :
1. Determinan Massa Tulang
2. Determinan penurunan Massa Tulang
Osteoporosis terjadi karena adanya interaksi yang menahun antara
faktor genetik dan faktor lingkungan. Faktor genetic meliputi, usia jenis
kelamin, ras keluarga, bentuk tubuh, tidak pernah melahirkan. Faktor
lingkungan meliputi, merokok, alkohol, kopi, defisiensi vitamin dan gizi,
gaya hidup, mobilitas, anoreksia nervosa dan pemakaian obat-obatan.
Kedua faktor diatas akan menyebabkan melemahnya daya serap sel
terhadap kalsium dari darah ke tulang, peningkatan pengeluaran kalsium
bersama urin, tidak tercapainya masa tulang yang maksimal dengan resobsi
tulang menjadi lebih cepat yang selanjutnya menimbulkan penyerapan
tulang lebih banyak dari pada pembentukan tulang baru sehingga terjadi
penurunan massa tulang total yang disebut osteoporosis.
Manifestasi osteoporosis :
1. Nyeri dengan atau tanpa fraktur yang nyata
2. Rasa sakit oleh karena adanya fraktur pada anggota gerak
3. Nyeri timbul mendadak
33

Pemeriksaan Diagnostik
1. Radiologis
2. CT-Scan
Penatalaksanaannya dengan Diet kaya kalsium dan vitamin D yang
mencukupi dan seimbang sepanjang hidup, dengan pengingkatan asupan
kalsium pada permulaan umur pertengahan dapat melindungi terhadap
demineralisasi skeletal. Terdiri dari 3 gelas vitamin D susu skim atau susu
penuh atau makanan lain yang tinggi kalsium (mis keju swis, brokoli kukus,
salmon kaleng dengan tulangnya) setiap hari. Untuk meyakinkan asupan
kalsium yang mencukupi perlu diresepkan preparat kalsium(kalsium
karbonat).
Osteoporosis mengakibatkan tulang secara progresif menjadi panas,
rapuh dan mudah patah. Osteoporosis sering mengakibatkan fraktur. Bisa
terjadi fraktur kompresi vertebra torakalis dan lumbalis, fraktur daerah
kolum femoris dan daerah trokhanter, dan fraktur colles pada pergelangan
tangan.
Diagnosa yang timbul :
1. Nyeri

berhubungan

dengan

dampak

sekunder

dari

fraktur

vertebra spasme otot, deformitas tulang.


2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan disfungsi sekunder
akibat perubahan skeletal (kifosis), nyeri sekunder atau fraktur baru.

34

3. Risiko cedera berhubungan dengan dampak sekunder perubahan skeletal


dan ketidakseimbangan tubuh.
4. Kurangnya pengetahuan mengenai proses osteoporosis dan program
terapi yang berhubungan dengan kurang informasi, salah persepsi.

A. SARAN
Bagi orang yang mengalami osteoporosis sebaiknya melakukan diet
kaya kalsium dan vitamin D yang mencukupi dan seimbang sepanjang hidup,
dengan pengingkatan asupan kalsium pada permulaan umur pertengahan
dapat melindungi terhadap demineralisasi skeletal. Terdiri dari 3 gelas vitamin
D susu skim atau susu penuh atau makanan lain yang tinggi kalsium (mis keju
swis, brokoli kukus, salmon kaleng dengan tulangnya) setiap hari. Untuk
meyakinkan asupan kalsium yang mencukupi perlu diresepkan preparat
kalsium (kalsium karbonat), sering berolahraga dan pola hidup sehat.
Dalam pembuatan makalah ini kelompok masih jauh dari sempurna.
Oleh karena itu kelompok meminta kritik dan saran yang membangun dari
pembaca. Semoga makalah yang kelompok buat dapat bermanfaat bagi
pembaca.

35

DAFTAR PUSTAKA

Tandra, H, 2009. Segala Sesuatu Yang Harus Anda Ketahui Tentang Osteoporosis
Mengenal, Mengatasi dan Mencegah Tulang Keropos. Jakarta : PT Gramedia
Pustaka Utama
Sudoyo, Aru dkk. 2009. Buku Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 3 Edisi 5. Jakarta : Internal
Publishing
Junaidi, I, 2007. Osteoporosis - Seri Kesehatan Populer. Cetakan Kedua : Penerbit
PT. Bhuana Ilmu Populer
Suryati, A, Nuraini, S. 2006. Jurnal Kedokteran dan Kesehatan. Vol.2. Jakarta
Anonim, 2013/05. www.debyrahmad.blogspot.com

36

You might also like