You are on page 1of 11

BAB II

LANDASAN TEORI
II.2. Mola Hidatidosa
II.2.1. Definisi
Mola hidatidosa adalah kehamilan abnormal, dengan ciri-ciri stroma villus korialis
langka vaskularisasi dan edematous. Janin biasanya meninggal, akan tetapi villus-villus yang
membesar dan edematous itu hidup dan tumbuh terus, gambaran yang diberikan adalah
seperti segugus buah anggur. Jaringan trofoblast pada villus kadang-kadang berproliferasi
ringan kadang-kadang keras dan mengeluarkan hormone yaitu human chorionic
gonadotrophin (HCG) dalam jumlah yang lebih besar dari kehamilan biasa.

II.2.2. Epidemiologi

Prevalensi mola hidatidosa lebih tinggi di Asia, Afrika, dan Amerika Latin
jika dibandingkan dengan negara-negara barat. Di negara-negara barat dilaporkan
1:200 atau 2000 kehamilan, sedangkan di negara-negara berkembang sebesar 1:100
atau 600 kehamilan. Insidensi di Indonesia dilaporkan mencapai 1:85 kehamilan
(Soejonoes) dan di RS Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta sebesar 1:31 persalinan dan
1:49 kehamilan.

Pada pasien dengan mola hidatidosa, 20% kasus berkembang menjadi


keganasan trophoblastik. Setelah mola sempurna berkembang, invasi uterus terjadi
pada 15% pasien dan metastasis terjadi pada 4% kasus. Tidak ada kasus
koriokarsinoma yang dilaporkan berasal dari mola parsial, walaupun pada 4% pasien,
mola parsial dapat berkembang menjadi penyakit trofoblastik gestasional persisten
nonmetastatik yang membutuhkan kemoterapi.
Insiden kehamilan mola beragam diantara kelompok-kelompok etnis dan
biasanya tertinggi pada negara-negara Amerika Latin, Timur Tengah, dan Asia Timur.
Mola hidatidosa biasanya lebih sering dijumpai pada wanita usia reproduksi, yakni
usia 15 hingga 45 tahun, di mana wanita pada umur remaja muda atau premenopausal
yang paling beresiko. Wanita dengan umur 35 tahun keatas memiliki peningkatan
resiko 3 kali lipat. Wanita dengan usia lebih dari 40 tahun mengalami peningkatan
sebanyak 7 kali lipat jika dibandingkan dengan wanita yang lebih muda. Peran
graviditas, paritas, faktor reproduksi lain, status estrogen, kontrasepsi oral, dan faktor
makanan dalam resiko penyakit trofoblastik gestasional masih belum jelas.
Kekambuhan mola hidatidosa dijumpai pada sekitar 1 2% kasus. Dalam suatu kajian
terhadap 12 penelitian yang total mencakup hampir 5.000 persalinan, frekuensi mola
rekuren adalah 1,3% (Lorret de mola dan Goldfarb).
II.2.3. Klasifikasi
Oleh IUAS ( International Union Againts Cancer) diadakan klasifikasi sederhana penyakit
trofoblast, yaitu:

Diagnosis Klinik
Non metastatik

Metastasik
-

Lokal (pelvis)

Ekstrapelvik

Diagnosis Morfologik
Mola hidatidosa
-

invasive

non-invasif

Khoriokarsinoma

Tidak bisa ditentukan

Mola hidatidosa dapat dibagi menjadi dua kategori, antara lain mola
hidatidosa komplit dan mola hidatidosa parsial. Mola hidatidosa komplit tidak berisi
jaringan fetus, di mana 90% biasanya terdiri dari kariotipe 46,XX dan 10% terdiri dari
kariotipe 46,XY. Semua kromosomnya berasal dari sisi paternal. Ovum yang tidak
bernukleus akan mengalami fertilisasi oleh sperma haploid yang kemudian
berduplikasi sendiri, atau satu telur dibuahi oleh dua sperma. Pada mola yang komplit,
vili khoriales memiliki ciri seperti buah angur,dan terdapat hiperplasia tropoblastik.
Sedangkan, pada mola hidatidosa parsial, terdapat jaringan fetus. Eritrosit fetus dan
pembuluh darah di vili khorialis masih sering didapatkan. Vili khorialis terdiri dari
berbagai ukuran dan bentuk dengan stroma tropoblastik yang menonjol dan berkelokkelok .
II.2.4. Etiologi
Penyebab pasti mola hidatidosa tidak diketahui, tetapi faktor-faktor yang
mungkin dapat menyebabkan dan mendukung terjadinya mola, antara lain:
1. Faktor ovum, di mana ovum memang sudah patologik sehingga mati, tetapi
terlambat dikeluarkan
2. Imunoselektif dari trofoblast
3. Keadaan sosioekonomi yang rendah
4. Paritas tinggi
5. Kekurangan protein
6. Infeksi virus dan faktor kromosom yang belum jelas

II.2.5. Patofisiologi
Untuk menahan ovum yang telah dibuahi selama perkembangan sebutir ovum,
sesudah keluar dari overium diantarkan melalui tuba uterin ke uterus (pembuahan
ovum secara normal terjadi dalam tuba uterin) sewaktu hamil yang secara normal
berlangsung selama 40 minggu, uterus bertambah besar, tapi dindingnya menjadi
lebih tipis tetapi lebih kuat dan membesar sampai keluar pelvis, masuk ke dalam
rongga

abdomen

pada

masa

fetus.

Pada umumnya setiap kehamilan berakhir dengan lahirnya bayi yang sempurna.

Tetapi dalam kenyataannya tidak selalu demikian. Sering kali perkembangan


kehamilan mendapat gangguan. Demikian pula dengan penyakit trofoblast, yang
merupakan kegagalan reproduksi. Di sini kehamilan tidak berkembang menjadi janin
yang sempurna, melainkan berkembang menjadi keadaan patologik yang terjadi pada
minggu-minggu pertama kehamilan, berupa degenerasi hidrofik dari jonjot karion,
sehingga menyerupai gelembung yang disebut mola hidatidosa. Sebagian dari villi
berubah menjadi gelembung gelembung berisi cairan jernih merupakan kista kista
kecil seperti anggur dan dapat mengisi seluruh cavum uteri. Secara histopatologik
kadang-kadang ditemukan jaringan mola pada plasenta dengan bayi normal. Bisa juga
terjadi kehamilan ganda mola, yaitu satu jenis tumbuh dan yang satu lagi menjadi
mola hidatidosa. Gelembung mola besarnya bervariasi, mulai dari yang kecil sampai
yang berdiameter lebih dari 1 cm 5. Pada ummnya penderita mola hidatidosa akan
menjadi baik kembali, tetapi ada diantaranya yang kemudian mengalami degenerasi
keganasan yang berupa karsinoma.
Teori terjadinya penyakit trofoblas ada 2, yaitu teori missed abortion dan teori
neoplasma. Teori missed abortion menyatakan bahwa mudigah mati pada kehamilan
3-5 minggu (missed abortion) karena itu terjadi gangguan peredaran darah sehingga
terjadi penimbunan cairan dalam jaringan mesenkim dari villi dan akhirnya
terbentuklah gelembung-gelembung. Teori neoplasma menyatakan bahwa yang
abnormal adalah sel-sel trofoblas dan juga fungsinya dimana terjadi resorbsi cairan
yang berlebihan ke dalam villi sehingga timbul gelembung. Hal ini menyebabkan
gangguan peredaran darah dan kematian mudigah.
II.2.6. Manifestasi klinis
a. Amenorrhoe dan tanda-tanda kehamilan.
b. Perdarahan pervaginam dari bercak sampai perdarahan berat. merupakan
gejala utama dari mola hidatidosa, sifat perdarahan bisa intermiten selama
berapa minggu sampai beberapa bulan sehingga dapat menyebabkan
anemia defisiensi besi.
c. Uterus sering membesar lebih cepat dari biasanya tidak sesuai dengan usia
kehamilan.
d. Tidak dirasakan tanda-tanda adanya gerakan janin maupun ballottement.
e. Hiperemesis, pasien dapat mengalami mual dan muntah cukup berat.

10

f. Preklampsi dan eklampsi sebelum minggu ke-24


g. Keluar jaringan mola seperti buah anggur, yang merupakan diagnosa pasti
h. Gejala Tirotoksikosis

II.2.4. Diagnosis

Diagnosis ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan


penunjang seperti laboratorium, USG dan histologis. Pada mola hidatidosa yang
komplet terdapat tanda dan gejala klasik yakni:
a. Perdarahan vaginal. Gejala klasik yang paling sering pada mola komplet
adalah perdarahan vaginal. Jaringan mola terpisah dari desidua, menyebabkan
perdarahan. Uterus membesar (distensi) oleh karena jumlah darah yang
banyak, dan cairan gelap bisa mengalir melalui vagina. Gejala ini terdapat
dalam 97% kasus.
b. Hiperemesis. Penderita juga mengeluhkan mual dan muntah yang berat. Hal
ini merupakan akibat dari peningkatan secara tajam hormon -HCG.
c. Hipertiroid. Setidaknya 7% penderita memiliki gejala seperti takikardi, tremor
dan kulit yang hangat.
Kebanyakan mola sudah dapat dideteksi lebih awal pada trimester awal
sebelum terjadi onset gejala klasik tersebut, akibat terdapatnya alat penunjang USG
yang beresolusi tinggi. Gejala mola parsial tidak sama seperti komplet mola.
Penderita biasanya hanya mengeluhkan gejala seperti terjadinya abortus inkomplet
atau missed abortion, seperti adanya perdarahan vaginal dan tidak adanya denyut
jantung janin. Dari pemeriksaan fisik pada kehamilan mola komplet didapatkan umur
kehamilan yang tidak sesuai dengan besarnya uterus (tinggi fundus uteri). Pembesaran
uterus yang tidak konsisten ini disebabkan oleh pertumbuhan trofoblastik yang eksesif
dan tertahannya darah dalam uterus. Didapatkan pula adanya gejala preeklamsia yang
terjadi pada 27% kasus dengan karakteristik hipertensi ( TD > 140/90 mmHg),
protenuria (> 300 mg.dl), dan edema dengan hiperefleksia. Kejadian kejang jarang
didapatkan. Kista theca lutein, yakni kista ovarii yang diameternya berukuran > 6 cm
yang diikuti oleh pembesaran ovarium. Kista ini tidak selalu dapat teraba pada
pemeriksaan bimanual melainkan hanya dapat diidentifikasi dengan USG. Kista ini

11

berkembang sebagai respon terhadap tingginya kadar beta HCG dan akan langsung
regresi bila mola telah dievakuasi.
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan antara lain kadar beta HCG yang normal.
Bila didapatkan > 100.000 mIU/mL merupakan indikasi dari pertumbuhan
trofoblastik yang banyak sekali dan kecurigaan terhadap kehamilan mola harus
disingkirkan. Anemia merupakan komplikasi yang sering terjadi disertai dengan
kecenderungan terjadinya koagulopati.sehingga pemeriksaan darah lengkap dan tes
koagulasi dilakukan. Dilakukan juga pemeriksaan tes fungsi hati, BUN dan kreatinin
serta thyroxin dan serum inhibin A dan activin.
Pemeriksaan

ultrasonografi

merupakan

pemeriksaan

standar

untuk

mengidentifikasi kehamilan mola. Dari gambaran USG tampak gambaran badai salju
(snowstorm) yang mengindikasikan vili khoriales yang hidropik. Dengan resolusi
yang tinggi didapatkan massa intra uterin yang kompleks dengan banyak kista yang
kecil-kecil. Bila telah ditegakkan diagnosis mola hidatidosa, maka pemeriksaan
rontgen pulmo harus dilakukan karena paru - paru merupakan tempat metastasis
pertama bagi PTG.
Pemeriksaan histologis memperlihatkan pada mola komplet tidak terdapat
jaringan fetus, terdapat proliferasi trofoblastik, vili yang hidropik, serta kromosom
46,XX atau 46,XY. Sebagai tambahan pada mola komplet memperlihatkan
peningkatan faktor pertumbuhan, termasuk c-myc, epidermal growth factor, dan c-erb
B-2, dibandingkan pada plasenta yang normal. Pada mola parsial terdapat jaringan
fetus beserta amnion dan eritrosit fetus.
KLINIS
Anamnesis
Ada

kehamilan

berlebihan,

disertai

perdarahan

gejala

pervaginam

dan

tanda

berulang

kehamilan

cenderung

muda

yang

berwarna

coklat

dan kadang bergelembung seperti busa.

Pemeriksaan Fisik

12

Inspeksi : muka dan kadang-kadang badan kelihatan kekuningan yang disebut


muka mola (mola face)

Palpasi : uterus membesar tidak sesuai dengan tuanya kehamilan, teraba


lembek Tidak teraba bagian-bagian janin dan ballotement dan gerakan janin.

Auskultasi : tidak terdengar bunyi denyut jantung janin.

Pemeriksaam Dalam : memastikan besarnya uterus, uterus terasa lembek,


terdapat perdarahan dalam kanalis servikalis

Hasil Penemuan Fisik


Mola Sempurna

Ukuran yang tidak sesuai dengan umur gestasi. Pembesaran uterus lebih besar
daripada biasanya pada usia gestasi tertentu merupakan tanda yang klasik dari
mola sempurna. Pembesaran tidak diharapkan disebabkan oleh pertumbuhan
trofoblastik berlebih dan darah yang tertampung. Namun, pasien yang datang
dengan ukuran sesuai dengan umur kehamilan bahkan lebih kecil tidak jarang
ditemukan.

Preeklampsia. Sekitar 27% pasien dengan mola sempurna mengalami toxemia


ditandai oleh adanya hipertensi (BP >140/90 mm Hg), proteinuria (> 300
mg/d), dan edema dengan hiperreflexia. Kejang jarang terjadi.

Kista teca lutein: Merupakan kista ovarium dengan diameter lebih besar dari
6cm dan diikuti dengan pembesaran ovarium. Kista ini biasanya tidak dapat
dipalpasi pada pemeriksaan bimanual namun dapat teridentifikasi dengan
USG. Pasien biasanya mengeluhkan nyeri pelvis. Karena adanya peningkatan
ukuran ovarium, terdapat resiko torsi. Kista ini berkembang akibat adanya
kadar beta-HCG yang tinggi dan kadarnya biasanya menurun setelah mola.

Mola Parsial

Lebih sering tidak memperlihatkan tanda fisik. Paling sering ditemukan


dengan USG.

Pembesaran uterus dan preeklampsia dilaporkan terjadi hanya pada 3% kasus

Kista Theca lutein, hiperemesis, and hiperthyroidism jarang terjadi.

13

Mola Kembar

Gestasi kembar dengan mola sempurna dan janin dengan plasenta normal telah
dilaporkan. Kasus bayi lahir dengan sehat (dengan kembar mola) pada
keadaan seperti ini juga pernah dilaporkan.

Wanita dengan gestasi normal dan mola beresiko untuk menjadi persisten dan
cenderung dapat bermetastasis. Mengakhiri kehamilan merupakan pilihan
yang direkomendasikan.

Kehamilan dapat dilanjutkan selama status maternal stabil, tanpa perdarahan,


thyrotoxikosis, atau hipertensi berat. Pasien sebaiknya diberi tahu mengenai
resiko dari morbiditas maternal akibat komplikasi mola kembar.

Diagnosis

genetik

prenatal

melalui

sampling

chorionic

villus

atau

amniosentesis direkomendasikan untuk mengevaluasi kariotype fetus.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
Pengukuran kadar Hormon Karionik Ganadotropin (HCG) yang tinggi maka
uji biologik dan imunologik (Galli Mainini dan Plano test) akan positif setelah titrasi
(pengeceran) : Galli Mainini 1/300 (+) maka suspek molahidatidosa.

Radiologik

Plain foto abdomen-pelvis : tidak ditemukan tulang janin

USG : ditemukan gambaran snow strom atau gambaran seperti badai salju.

Uji Sonde
Tidak rutin dikerjakan, biasanya dilakukan sebagai tindakan awal kuretase

Histopatologik
Dari gelembung-gelembung yang keluar, dikirim ke laboratorium PA.

14

II.2.5. Penanganan mola hidatidosa


Berhubung dengan kemungkinan bahwa mola hidatidosa menjadi ganas, maka terapi
yang terbaik pada wanita dengan usia yang sudah lanjut dan sudah mempunyai jumlah anak
yang diingini, ialah histerektomi. Akan tetapi pada wanita yang masih menginginkan anak,
maka setelah diagnosis mola ditegakkan, dilakukan pengeluaran mola dilakukan kerokan
isapan (sunction curettage) disertai dengan pemberian oksitosin secara intravena. Sesudah itu
dilakukan pengerokan dengan kerokan tumpul untuk mengeluarkan sisa-sisa konsepsi,
kerokan perlu dilakukan hati-hati berhubung dengan bahaya perforasi.
Tujuh sampai sepuluh hari sesudahnya dilakukan kerokan ulangan dengan kuret
tajam agar memberi kepastian bahwa uterus tetap dalam keadaan kosong dan untuk
memeriksa tingkat ploriferasi sisa-sisa trofoblast yang dapat ditemukan. Makin tinggi tingkat
itu, makin perlu untuk waspada terhadap kemungkinkan keganasan.
Sebelum mola dikeluarka, sebaiknya dilakukan pemeriksaan roentgen paru untuk
menentukan ada tidaknya metastasis di tempat tersebut.
Setelah mola dilahirkan, dapat ditemukan bahwa kedua ovarium membesar menjadi
kista teka-lutein. Kista-kista ini yang tumbuh karena pengaruh hormonal, kemudian mengecil
sendiri.
Pengamatan lanjutan
Pengamatan lanjutan pada wanita dengan mola hidatidosa yang uterusnya
dikosongkan sangat penting berhubung dengan kemungkinan timbulnya tumor ganas (dalam
20 %). ANjuran untuk pada semua penderita pasca mola dilakukan kemoterapi untuk
mencegah timbulnya keganasan, belum dapat diterima oleh semua pihak.
Pada pengamatan lanjutan, selain memeriksa terhadap kemungkinan timbulnya
metastasis, sngat penting untuk memeriksa kadar hormone koriogonadotropin (hCG) secara
berulang.
Pada kasus-kasus yang tidak menjadi ganas, kadar hCG lekas turun menjadi negative
dan tetap tinggal negative. Pada awal pasca mola dapat dilakukan tes hamil biasa, akan tetapi
setelah tes hamil biasa menjadi negative, perlu dilakukan pemeriksan radio-immunoassay
hCG dalam serum. Pemeriksaan yang peka ini dapat menemukan hormone dalam kuantitas
yang rendah.
Pemeriksaan kadar hCG diselenggarakan setiap minggu sampai kadar menjadi
negative selama 3 minggu dan selnjutnya tiap bulan selama 6 bulan. Sampai kadar hCG

15

menjadi negatif, pemeriksaan roentgen paru dilakukan tiap bulan. Selama dilakukan
pemeriksaan kadar hCG, penderita diberitahukan supaya tidak hamil. Pemberian pil
kontrasepsi berguna dalam 2 hal, yang pertama yaitu untuk mencegah kehamilan baru, yang
kedua yaitu untuk menekan pembentukan LH oleh hipofisis, yang dapat memengaruhi
pemeriksaan kadar hCG. Apabila tingkat kadar hCG tidak turun dalam 3 minggu berturutturut atau malah naik, dapat diberi kemoterapi, kecuali jika penderita tiak menghendaki
bahwa uterus dipertahankan, dalam hal ini histerektomi.
Kemoterapi dapat dilakukan dengan pemberian methotrexate atau dactinomycin atau
kadang-kadang dengan kombinasi 2 obat tersebut. Biasanya cukup hanya memberi datu seri
dari obat yang bersangkutan. Pengamatan lanjutan terus dilakukan, sampai kadar hCG
menjadi negative selama 6 bulan.

16

KESIMPULAN
Mola Hidatidosa merupakan salah satu penyakit trofoblas gestasional (PTG),
yang meliputi berbagai penyakit yang berasal dari plasenta, yaitu mola hidatidosa
parsial dan komplit, koriokarsinoma, mola invasif, dan placental site trophoblastic
tumors. Mola hidatidosa adalah neoplasma jinak dari sel trofoblast. Pada mola
hidatidosa kehamilan tidak berkembang menjadi janin yang sempurna, melainkan
berkembang menjadi keadaan patologik. Kehamilan mola secara histologis ditandai
dengan kelainan vili khorionik yang terdiri dari proliferasi trofoblas dengan derajat
bervariasi dan edema stroma vilus. Mola biasanya terletak di rongga uterus, tetapi
kadang-kadang terletak di tuba fallopi dan bahkan ovarium.
Mola hidatidosa merupakan penyakit yang terjadi pada wanita dalam masa
reproduksi, yakni antara umur 15 tahun sampai 45 tahun. Insidensinya lebih banyak
ditemukan di negara-negara Asia, Afrika, dan Amerika latin jika dibandingkan
dengan insidensi pada negara-negara barat. Angka kejadian mola hidatidosa pada
bagian barat Amerika Serikat ialah terjadi 1 kejadian kehamilan mola dari 1.000
1.500 kehamilan. Mola hidatidosa ditemukan kurang lebih 1 dari 600 kasus abortus
medisinalis. Di Asia, insidensi mola 15 kali lebih tinggi daripada di Amerika Serikat,
dengan Jepang yang melaporkan bahwa terjadi 2 kejadian kehamilan mola dari 1000
kehamilan. Di negara-negara Timur Jauh beberapa sumber memperkirakan insidensi
mola lebih tinggi lagi, yakni 1:120 kehamilan.
Penanganan mola hidatidosa tidak terbatas pada evakuasi kehamilan mola
saja, tetapi juga membutuhkan penanganan lebih lanjut berupa monitoring untuk
memastikan prognosis penyakit tersebut.

17

You might also like