Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Rinosinusitis
kronik
mempunyai
prevalensi
yang
cukup
tinggi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Sinusitis didefenisikan sebagai inflamasi mukosa sinus paranasal
umumnya dipicu atau muncul bersamaan dengan rinitis, sehingga sering disebut
rinosinusitis.1,3,5 Sinusitis adalah keradangan pada satu atau lebih mukosa sinus
paranasal dengan gejala berupa hidung tersumbat, nyeri pada wajah, dan pilek
kental (purulen).5
Definisi klinis rinosinusitis pada dewasa dan anak-anak berbeda.
Rinosinusitis pada dewasa adalah radang hidung dan sinus paranasal yang
ditandai dengan dua atau lebih gejala, salah satunya harus hidung tersumbat/
obstruksi/ kongesti atau hidung berair (anterior/posterior nasal drip) disertai gejala
lain berupa ada atau tidaknya nyeri pada wajah, penurunan atau hilangnya
penciuman, dan pada pemeriksaan rinoskopi ditemukan adanya polip hidung,
obstruksi dan edema pada mukosa meatus media, dan/atau sekret yang
mukopurulen dari meatus media, serta pada CT-Scan ditemukan adanya
perubahan mukosa pada kompleks ostiomeatal ataupun mukosa hidung. Pada
anak-anak dengan tambahan ada atau tidaknya batuk.6
2.5 Patofisiologi
Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium sinus dan
kelancaran klirens dari mukosiliar di dalam komplek osteo-meatal (KOM).
Disamping itu, mukus juga mengandung substansi antimikrobial dan zat-zat yang
berfungsi sebagai pertahanan terhadap mikroorganisme yang masuk bersama
udara pernafasan.1
Apabila terjadi terinfeksi organ yang membentuk KOM mengalami edema,
sehingga mukosa yang berhadapan akan saling bertemu. Hal tersebut
menyebabkan silia tidak dapat bergerak dan juga mengakibatkan tersumbatnya
ostium. Hal ini menimbulkan tekanan negatif di dalam rongga sinus yang
menyebabkan terjadinya. Efek awal yang ditimbulkan adalah keluarnya cairan
serous yang dianggap sebagai sinusitis non bakterial yang dapat sembuh walaupun
tidak diberi pengobatan.1
Bila tidak sembuh maka sekret yang tertumpuk dalam sinus akan menjadi
media yang sesuai untuk pertumbuhan dan multiplikasi bakteri. Sekret akan
berubah menjadi purulen yang disebut sebagai sinusitis akut bakterialis yang
membutuhkan terapi antibiotik. Jika terapi tidak adekuat, maka inflamasi akan
terus berlanjut, akan terjadi hipoksia, dan berkembanglah bakteri anerob. Keadaan
tersebut akan menyebabkan perubahan kronik dari mukosa yaitu hipertrofi,
polipoid atau pembentukan polip dan kista.1
Dalam keadaan normal, rongga sinus merupakan lingkungan yang steril.
Setiap bakteri atau mikroorganisme lain yang masuk akan langsung dieliminasi
oleh aktivitas mukosiliar yang terdapat pada mukosa. Gangguan dari fungsi
mukosiliar tersebut menyebabkan mikroorganisme dapat masuk dan berkembang
biak. 8
2.6 Diagnosis6,9
Diagnosis rinosinusitis ditegakkan apabila ditemui :
inflamasi hidung dan sinus paranasal yang ditandai dengan adanya dua
atau lebih gejala, salah satunya termasuk hidung tersumbat/ obstruksi/
kongesti atau pilek (sekret hidung anterior/ posterior):
nyeri wajah/ rasa tertekan di wajah
penurunan/ hilangnya penghidu
dan salah satu dari :
temuan nasoendoskopi:
- polip dan/ atau
- sekret mukopurulen dari meatus medius dan/ atau
- edema/ obstruksi mukosa di meatus medius
dan/ atau
gambaran tomografi komputer:
- perubahan mukosa di kompleks osteomeatal dan/atau sinus
Selain itu dapat juga dinilai berdasarkan beratnya penyakit. Penyakit ini
dapat dibagi menjadi RINGAN, SEDANG dan BERAT berdasarkan skor total
visual analogue scale.
10
2.7 Tatalaksana6,9
1. Rinosinusitis Akut pada Dewasa
11
12
13
biasanya
disesuaikan
terhadap
perluasan
penyakit,
yang
2.8 Komplikasi1,9
Beberapa faktor yang diduga sebagai penyebab terjadinya komplikasi, antara
lain :
1. Terapi yang tidak adekuat
2. Daya tahan tubuh yang rendah
3. Virulensi kuman
4. Penanganan tindakan operasi terlambat dilakukan
Komplikasi berat biasanya terjadi pada sinusitis akut atau pada sinusitis
kronis dengan eksaserbasi akut, berupa komplikasi orbita atau intrakranial.
14
a. Kelainan orbita
Disebabkan oleh sinus paranasal yang dekat dengan mata, paling sering
sinusitis etmoid, sinusitis frontal dan sinusitis maksila. Orbita dipisahkan oleh
sebuah lamina setipis selembar kertas dari sinus etmoid. Karena lemahnya barrier
ini, komplikasi akibat penyebaran infeksi ke mata sering terjadi pada sinusitis akut.
Penyebaran infeksi terjadi melalui tromboflebitis dan perkontinuitatum.Kelainan
yang dapat timbul adalah udem palpebra, selulitis orbita, abses subperiostal, abses
orbita dan selanjutnya dapat terjadi thrombosis sinus kavernosus.
b. Mukokel
Mukokel adalah suatu kista yang mengandung mukus yang timbul di
dalam sinus. Kista ini paling sering ditemukan pada sinus maksilaris, sering
disebut juga sebagai krista retensi mukus yang biasanya tidak berbahaya. Dalam
sinus frontalis, ethmoidalis dan sfenoidalis, kista ini dapat membesar dan melalui
atropi tekanan mengikis struktur sekitarnya. Dengan demikian,kista ini dapat
bermanifestasi sebagai pembengkakan pada dahi atau fenestra nasalis dan dapat
menggeser mata ke lateral. Dalam sinus sfenoidalis, kista dapat menimbulkan
diplopia dan gangguan penglihatan dengan menekan saraf didekatnya.
Mukokel primer berkembang akibat hambatan duktus kelenjar saliva
mayor, terutama pada sinus maksilaris. Mukokel sekunder disebabakan obstruksi
ostium sinus sebagai komplikasi obstruksi dari rinosinusitis, polip, trauma,
pembedahan, dan tumor. Nyeri kepala dan berkurangnya visus merupakan gejala
tersering pada mukokel di sinus frontal, dimana gejala berlangsung perlahan
seiring membesarnya mukokel dalam beberapa tahun. Terapi mukokel adalah
dengan mengangkat secara total mukokel, dan umumnya melalui bedah terbuka.
c. Piokel
Piokel adalah mukokel terinfeksi. Gejala piokel hampir sama dengan
mukokel meskipun lebih akut dan lebih berat. Eksplorasi sinus secara bedah untuk
mengangkat semua mukosa yang terinfeksi dan berpenyakit serta memastikan
suatu drainase yang baik.
15
d. Kelainan intrakranial
Sinusitis yang tersering menyebabkan komplikasi intrakranial adalah
sinusitis frontalis diikuti sinusitis ethmoidalis, sfenoidalis dan maksilaris.
Komplikasi ini lebih sering pada laki-laki dewasa, diduga ada faktor predileksi
yang berhubungan dengan pertumbuhan tulang frontal dan meluasnya sistem
anyaman pembuluh darah yang terbentuk. Dapat berupa kelainan :
1. Meningitis
Meningitis merupakan komplikasi intrakranial yang tersering dari
sinusitis. Sinus frontal jarang menyebabkan meningitis tetapi seringkali
karena infeksi sekunder dari sinus etmoidalis dan sfenoid. Lapisan
arakhnoid pada dewasa relatif lebih resisten terhadap invasi langsung
bakteri, namun pada anak-anak infeksi dapat lebih mudah menyebar
karena jaringan yang masih immatur. Infeksi dari sinus paranasal dapat
pula menyebar sepanjang saluran vena atau langsung dari sinus yang
berdektan, seperti melalui dinding posterior sinus frontalis atau melaui
lamina kribriformis di dekat sistem sel udara ethmoidalis.
2.
Abses Dura
Abses dura adalah kumpulan pus diantara dura dan tabula interna kranium,
seringkali mengikuti sinus frontalis. Proses ini mungkin timbul lambat
sehingga hanya mengeluh nyeri kepala, dan sebelum pus yang terkumpul
mampu menimbulkan tekanan intrakranial yang memadai, mungkin tidak
terdapat gejala neurologik lain. Abses subdural adalah kumpulan pus di
antara abses dura meter dan araknoid atau permukaan otak. Gejala gejala
kondisi ini serupa dengan abses dura yaitu nyeri kepala yang hebat dan
demam tinggi dengan tanda tanda rangsangan meningen. Gejala utama
tidak timbul sebelum tekanan intrakranial meningkat atau sebelum abses
memecah ke dalam ruang subaraknoid.
3. Abses otak
Setelah sistem vena dalam mukoperiosteum sinus terinfeksi , maka dapat
dimengerti bahwa dpat terjadi perluasan metastatik secara hematogen
kedalam otak. Namun, abses otak biasa nya terjadi melalui tromboflebitis
16
yang meluas secara langsung. Dengan demikian, lokasi abses yang lazim
adalah pada ujung vena yang pecah, meluas menembus dura dan araknoid
hingga ke perbatasan antara substansia alba dan grisea korteks serebri.
Kontaminasi substansi otak dapat terjadi pada puncak suatu sinus supuratif
yang berat, dan proses pembentukan abses otak dapat berlanjut sekalipun
penyakit pada sinus telah memasuki tahap resolusi normal. Pada kasus ini
perlu di observasi selama beberapa bulan. Hilangnya nafsu makan,
penurunan berat badan, kakeksia sedang, demam, nyeri kepala berulang,
serta mual dan muntah yang merupakan tanda infeksi yang berlokasi
dalam hemisfer serebri.
4. Trombosis sinus kavernosus
Emboli septic dapat menyebar melalui system vena oftalmika ke sinus
kavernosus, menyebabkan infeksi, inflamasi, dan bahkan thrombosis sinus.
Gejala okuler seperti khemosis, respon pupil yang lambat, oftalmoplegia,
dan kebutaan. Temuan klinis ini sering bersifat bilateral. Antibiotik
intravena harus diberikan segera dan bila ada indikasi, surgical drainage
pada sinus harus dilakukan.
e. Osteomielitis dan abses subperiosteal
Paling sering timbul akibat sinusitis frontal dan biasanya ditemukan pada
anak anak. Penyebab tersering osteomielitis dan abses subperiosteal pada
tulang frontalis adalah infeksi sinus frontalis. Nyeri dan nyeri tekan dahi
setempat sangat berat. Gejala sistemik berupa malaise, demam, dan
menggigil . Pembengkakan di atas alis mata juga lazim terjadi dan
bertambah hebat bila terbentuk abses subperiostel, dalam hal mana
terbentuk edema supraorbita dan mata menjadi tertutup. Timbul fluktuasi
dan tulang menjadi sangat nyeri tekan. Radiogram dapat memperlihatkan
erosi batas- batas tulang dan hilang nya septa intrasinus dalam sinus yang
keruh.
Pada stadium lanjut, radiogram memperlihatkan gambaran seperti
digerogoti rayap pada batas-batas sinus menunjukan infeksi telah meluas
17
18
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Sinusitis didefenisikan sebagai inflamasi mukosa sinus paranasal
umumnya dipicu atau muncul bersamaan dengan rinitis, sehingga sering disebut
rinosinusitis. Sinusitis adalah keradangan pada satu atau lebih mukosa sinus
paranasal dengan gejala berupa hidung tersumbat, nyeri pada wajah, dan pilek
kental (purulen). Definisi klinis rinosinusitis pada dewasa dan anak-anak berbeda.
Rinosinusitis pada dewasa adalah radang hidung dan sinus paranasal yang
ditandai dengan dua atau lebih gejala, salah satunya harus hidung tersumbat/
obstruksi/ kongesti atau hidung berair (anterior/posterior nasal drip) disertai gejala
lain berupa ada atau tidaknya nyeri pada wajah, penurunan atau hilangnya
penciuman, dan pada pemeriksaan rinoskopi ditemukan adanya polip hidung,
obstruksi dan edema pada mukosa meatus media, dan/atau sekret yang
mukopurulen dari meatus media, serta pada CT-Scan ditemukan adanya
perubahan mukosa pada kompleks ostiomeatal ataupun mukosa hidung. Pada
anak-anak dengan tambahan ada atau tidaknya batuk.
Defisiensi nutrisi, kelelahan, kebugaran fisik yang menurun dan penyakit
sistemik juga penting dalam etiologi sinusitis. Sebagai faktor risiko lain ialah
lingkungan berpolusi, udara dingin atau kering serta kebiasaan merokok yang
dapat menyebabkan perubahan pada mukosa serta kerusakan silia. Faktor risiko
lain yang penting adalah adanya riwayat infeksi sebelumnya seperti common cold.
Mikroorganisme penyebab rinosinusitis bisa berupa virus, bakteri, ataupun jamur.
Bakteri sering menjadi penyebab terjadinya sinusitis akut. Streptococcus
pneumonia (30-50%). Hemophillus Influenzae (20-40%), dan Moraxella
catarrhalis (4%). Sedangkan pada anak 20 % penyebab nya adalah M. Catarrhalis.
Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium sinus dan kelancaran
klirens dari mukosiliar di dalam komplek osteo-meatal (KOM).
Konsensus thaun 2004 rinosinusitis dibagi menjadi akut, subakut, dan
kronik. Rinosinusitis akut dengan batas sampai dengan 4 minggu, subakut antara
4 minggu sampai dengan 3 bulan, serta kronik apabila lebih dari 3 bulan. Keluhan
utama rhinosinusitis akut adalah hidung tersumbat disertai nyeri/rasa tekanan pada
19
muka dan ingus purulen, yang seringkali turun ke tenggorok ( post nasal drip ).
Dapat disertai gejala sistemik seperti demam dan lesu. Gejala lain adalah sakit
kepala, hiposmia/anosmia, halitosis, post nasal drip yang menyebabkan batuk dan
sesak pada anak. Keluhan sinusitis kronik tidak khas sehingga sulit di diagnosis.
Kadang kadang hanya 1 atau 2 dari gejala gejala dibawah ini yaitu sakit kepala
kronik, post nasal drip, batuk kronik, gangguan tenggorok, gangguan kronik
muara tuba eustachius, gangguan ke paru seperti bronkitis. Diagnosis ditegakkan
berdasarkan
anamnesis,
pemeriksaan
fisik
dan
pemeriksaan
penunjang.
3.2 Saran
Untuk penangan kasus pada
terlebih dahulu kondisi pasien dan melakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk
mempermudah melakukan tindakan selanjutnya.
20
DAFTAR PUSTAKA
2014
Desember
17].
Avaible
from:
http://journal.lib.unair.ac.id/index.php/JK/article/viewFile/931/919
6. Fokkens W, et al. EPOS 2012: European position paper on rhinosinusitis and
nasal polyps 2012 A summary for otorhinolaryngologists. 2012
7. Norman W. Nasal Cavity, Paranasal Sinuses, Maxillary Division of
Trigeminal
Nerve.
[citied
2014
Desember
17].
Avaible
from:
http://home.comcast.net/~wnor/lesson9.htm.
8. Snow JB, Ballenger JJ. Ballengers Otolaryngology Head and Neck Surgery.
Spain 2003. DC Bekcer. Page 760-64.
9. Adams, Boies, Highler. Dalam buku ajar penyakit THT. EGC. Jakarta 1997.
Hal 240-59.
21