You are on page 1of 17

LAPORAN PENDAHULUAN

SEPSIS NEONATORUM
1. Definisi
Sepsis adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan respons sistemik terhadap
infeksi pada bayi baru lahir (Behrman, 2000). Sepsis neonatorum adalah semua infeksi pada
bayi pada 28 hari pertama sejak dilahirkan.Infeksi dapat menyebar secara nenyeluruh atau
terlokasi hanya pada satu organ saja (seperti paru-paru dengan pneumonia).Infeksi pada
sepsis bisa didapatkan pada saat sebelum persalinan (intrauterine sepsis) atau setelah
persalinan (extrauterine sepsis) dan dapat disebabkan karena virus (herpes, rubella), bakteri
(streptococcus B), dan fungi atau jamur (candida) meskipun jarang ditemui. (John Mersch,
MD, FAAP, 2009).Sepsis dapat dibagi menjadi dua yaitu,
1. Sepsis dini,terjadi 7 hari pertama kehidupan. Karakteristik : sumber organisme pada
saluran genital ibu dan atau cairan amnion, biasanya fulminan dengan angka mortalitas
tinggi.
2. Sepsis lanjutan/nosokomial,terjadi setelah minggu pertama kehidupan dan didapat dari
lingkungan pasca lahir. Karakteristik : Didapat dari kontak langsung atau tak langsung
dengan organisme yang ditemukan dari lingkungan tempat perawatan bayi, sering
mengalami komplikasi. (Vietha, 2008)

2. Epidemiologi
Sepsis terjadi pada kurang dari 1% bayi baru lahir tetapi merupakan penyebab daro 30%
kematian pada bayi baru lahir. Infeksi bakteri 5 kali lebih sering terjadi pada bayi baru lahir
yang berat badannya kurang dari 2,75 kg dan 2 kali lebih sering menyerang bayi laki-laki.

3. Etiologi
Bakteria seperti Escherichia coli, Listeriamonocytogenes, Neisseriameningitidis,
Sterptococcuspneumoniae, Haemophilusinfluenzae tipe B, Salmonella, dan Streptococcus
grup B merupakan penyebab paling sering terjadinya sepsis pada bayi berusia sampai
dengan 3 bulan. Streptococcus grup B merupakan penyebab sepsis paling sering pada
neonatus.
Pada berbagai kasus sepsis neonatorum, organisme memasuki tubuh bayi melalui ibu
selama kehamilan atau proses kelahiran. Beberapa komplikasi kehamilan yang dapat
meningkatkan resiko terjadinya sepsis pada neonatus, antara lain:
a.Perdarahan
b.Demam yang terjadi pada ibu
c.Infeksi pada uterus atau plasenta
d.Ketuban pecah dini (sebelum 37 minggu kehamilan)
e.Ketuban pecah terlalu cepat saat melahirkan (18 jam atau lebih sebelum melahirkan)
f.Proses kelahiran yang lama dan sulit.
g.Streptococcus grup B dapat masuk ke dalam tubuh bayi selama proses kelahiran.
Menurut Centers for Diseases Control and Prevention (CDC) Amerika, paling tidak
terdapat bakteria pada vagina atau rektum pada satu dari setiap lima wanita hamil,
yang dapat mengkontaminasi bayi selama melahirkan. Bayi prematur yang menjalani
perawatan intensif rentan terhadap sepsis karena sistem imun mereka yang belum
berkembang dan mereka biasanya menjalani prosedur-prosedur invasif seperti infus
jangka panjang, pemasangan sejumlah kateter, dan bernafas melalui selang yang
dihubungkan dengan ventilator.Organisme yang normalnya hidup di permukaan kulit
dapat masuk ke dalam tubuh kemudian ke dalam aliran darah melalui alat-alat seperti
yang telah disebut di atas.

Bayi berusia 3 bulan sampai 3 tahun beresiko mengalami bakteriemia tersamar, yang
bila tidak segera dirawat, kadang-kadang dapat megarah ke sepsis.Bakteriemia
tersamar artinya bahwa bakteria telah memasuki aliran darah, tapi tidak ada sumber
infeksi yang jelas.Tanda paling umum terjadinya bakteriemia tersamar adalah
demam. Hampir satu per tiga dari semua bayi pada rentang usia ini mengalami
demam tanpa adanya alasan yang jelas - dan penelitian menunjukkan bahwa 4% dari
mereka

akhirnya

akan

mengalami

infeksi

bakterial

di

dalam

darah.

Streptococcuspneumoniae (pneumococcus) menyebabkan sekitar 85% dari semua


kasus bakteriemia tersamar pada bayi berusia 3 bulan sampai 3 tahun.

4. Patofisiologi
Sepsis dimulai dengan invasi bakteri dan kontaminasi sistemik. Pelepasan endotoksin
oleh bakteri menyebabkan perubahan fungsi miokardium, perubahan ambilan dan
penggunaan oksigen, terhambatnya fungsi mitokondria, dan kekacauan metabolik yang
progresif. Pada sepsis yang tiba-tiba dan berat, complment cascade menimbulkan banyak
kematian dan kerusakan sel. Akibatnya adalah penurunan perfusi jaringan, asidosis
metabolik, dan syok, yang mengakibatkan disseminated intravaskuler coagulation (DIC)
dan kematian (Bobak, 2005).Bayi baru lahir mendapat infeksi melalui beberapa jalan,
dapat terjadi infeksi transplasental seperti pada infeksi konginetal virus rubella, protozoa
Toxoplasma, atau basilus Listeria monocytogenesis. Yang lebih umum, infeksi didapatkan
melalui jalur vertikel, dari ibu selam proses persalinan ( infeksi Streptokokus group B atau
infeksi kuman gram negatif ) atau secara horizontal dari lingkungan atau perawatan setelah
persalinan ( infeksi Stafilokokus koagulase positif atau negatif).Faktor- factor yang
mempengaruhi kemungkinan infeksi secara umum berasal dari tiga kelompok, yaitu :
1. Faktor Maternal
a.Status sosial-ekonomi ibu, ras, dan latar belakang. Mempengaruhi
kecenderungan terjadinya infeksi dengan alasan yang tidak diketahui
sepenuhnya. Ibu yang berstatus sosio- ekonomi rendah mungkin nutrisinya

buruk dan tempat tinggalnya padat dan tidak higienis. Bayi kulit hitam lebih
banyak mengalami infeksi dari pada bayi berkulit putih.
b.Status paritas (wanita multipara atau gravida lebih dari 3) dan umur ibu
(kurang dari 20 tahun atua lebih dari 30 tahun
c. Kurangnya perawatan prenatal.
d. Ketuban pecah dini (KPD)
e. Prosedur selama persalinan
2. Faktor Neonatatal
A. Prematurius ( berat badan bayi kurang dari 1500 gram), merupakan faktor
resiko utama untuk sepsis neonatal. Umumnya imunitas bayi kurang bulan
lebih rendah dari pada bayi cukup bulan. Transpor imunuglobulin melalui
plasenta terutama terjadi pada paruh terakhir trimester ketiga. Setelah lahir,
konsentrasi

imunoglobulin

serum

terus

menurun,

menyebabkan

hipigamaglobulinemia berat. Imaturitas kulit juga melemahkan pertahanan


kulit.
B. Defisiensi imun. Neonatus bisa mengalami kekurangan IgG spesifik,
khususnya terhadap streptokokus atau Haemophilus influenza. IgG dan IgA
tidak melewati plasenta dan hampir tidak terdeteksi dalam darah tali pusat.
Dengan adanya hal tersebut, aktifitas lintasan komplemen terlambat, dan C3
serta faktor B tidak diproduksi sebagai respon terhadap lipopolisakarida.
Kombinasi antara defisiensi imun dan penurunan antibodi total dan spesifik,
bersama dengan penurunan fibronektin, menyebabkan sebagian besar
penurunan aktivitas opsonisasi.
C. Laki-laki dan kehamilan kembar. Insidens sepsis pada bayi laki- laki empat
kali lebih besar dari pada bayi perempuan.

3. Faktor Lingkungan
a.Pada defisiensi imun bayi cenderung mudah sakit sehingga sering
memerlukan prosedur invasif, dan memerlukan waktu perawatan di rumah
sakit lebih lama. Penggunaan kateter vena/ arteri maupun kateter nutrisi
parenteral merupakan tempat masuk bagi mikroorganisme pada kulit yang
luka. Bayi juga mungkin terinfeksi akibat alat yang terkontaminasi.
b.Paparan terhadap obat-obat tertentu, seperti steroid, bis menimbulkan resiko
pada neonatus yang melebihi resiko penggunaan antibiotik spektrum luas,
sehingga menyebabkan kolonisasi spektrum luas, sehingga menyebabkan
resisten berlipat ganda.
c.Kadang- kadang di ruang perawatan terhadap epidemi penyebaran
mikroorganisme yang berasal dari petugas ( infeksi nosokomial), paling
sering akibat kontak tangan.
d.Pada bayi yang minum ASI, spesies Lactbacillus dan E.colli ditemukan
dalam tinjanya, sedangkan bayi yang minum susu formula hanya didominasi
oleh E.colli.
Mikroorganisme atau kuman penyebab infeksi dapat mencapai neonatus melalui
beberapa cara, yaitu :
1.Pada masa antenatal atau sebelum lahir. Pada masa antenatal kuman dari
ibu setelah melewati plasenta dan umbilikus masuk dalam tubuh bayi
melalui sirkulasi darah janin. Kuman penyebab infeksi adalah kuman yang
dapat menembus plasenta antara lain virus rubella, herpes, sitomegalo,
koksaki, hepatitis, influenza, parotitis. Bakteri yang dapat melalui jalur ini,
antara lain malaria, sipilis, dan toksoplasma.
2.Pada masa intranatal atau saat persalinan. Infeksi saat persalinan terjadi
karena yang ada pada vagina dan serviks naik mencapai korion dan amnion.

Akibatnya, terjadi amniotis dan korionitis, selanjutnya kuman melalui


umbilikus masuk dalam tubuh bayi. Cara lain, yaitu saat persalinan, cairan
amnion yang sudah terinfeksi akan terinhalasi oleh bayi dan masuk dan
masuk

ke

traktus

digestivus

dan

traktus

respiratorius,

kemudian

menyebabkan infeksi pada lokasi tersebut. Selain cara tersebut di atas


infeksi pada janin dapat terjadi melalui kulit bayi atau port de entre lain saat
bayi melewati jalan lahir yang terkontaminasi oleh kuman. Beberapa kuman
yang melalui jalan lahir ini adalah Herpes genetalis, Candida albican,dan
N.gonorrea.
3.Infeksi paska atau sesudah persalinan. Infeksi yang terjadi sesudah
kelahiran umumnya terjadi akibat infeksi nosokomial dari lingkungan di
luar rahim (misal melalui alat- alat : penghisap lendir, selang endotrakhea,
infus, selang nasogastrik, botol minuman atau dot). Perawat atau profesi lain
yang ikut menangani bayi dapat menyebabkan terjadinya infeksi nosokomil.
Infeksi juga dapat terjadi melalui luka umbilikus (AsriningS.,2003)

5. Manifestasi Klinik
Manifestasi klinis dari sepsis neonatorum adalah sebagai berikut,
1.Umum : panas (hipertermi), malas minum, letargi, sklerema
2.Saluran cerna: distensi abdomen, anoreksia, muntah, diare, hepatomegali
3.Saluran nafas: apnoe, dispnue, takipnu, retraksi, nafas cuping hidung, merintih, sianosis
4.Sistem kardiovaskuler: pucat, sianosis, kulit lembab, hipotensi, takikardi, bradikardi
5.Sistem syaraf pusat: iritabilitas, tremor, kejang, hiporefleksi, malas minum, pernapasan
tidak teratur, ubun-ubun membonjol
6.Hematologi: Ikterus, splenomegali, pucat, petekie, purpura, perdarahan.

Gejala sepsis yang terjadi pada neonatus antara lain bayi tampak lesu, tidak kuat
menghisap, denyut jantungnya lambat dan suhu tubuhnya turun-naik. Gejala-gejala
lainnya dapat berupa gangguan pernafasan, kejang, jaundice, muntah, diare, dan perut
kembung
Gejala dari sepsis neonatorum juga tergantung kepada sumber infeksi dan
penyebarannya:
a.Infeksi pada tali pusar (omfalitis) menyebabkan keluarnya nanah atau darah dari pusar
b.Infeksi pada selaput otak (meningitis) atau abses otak menyebabkan koma, kejang,
opistotonus (posisi tubuh melengkung ke depan) atau penonjolan pada ubun-ubun
c.Infeksi pada tulang (osteomielitis) menyebabkan terbatasnya pergerakan pada lengan
atau tungkai yang terkena
d.Infeksi pada persendian menyebabkan pembengkakan, kemerahan, nyeri tekan dan
sendi yang terkena teraba hangat
e.Infeksi pada selaput perut (peritonitis) menyebabkan pembengkakan perut dan diare
berdarah.

6. Pemeriksaan Penunjang
Pertanda diagnostik yang ideal memiliki kriteria yaitu nilai cut off tepat yang optimal,
nilai diagnostik yang baik yaitu sesitivitas mendekati 100%, spesifisitas lebih dari 85%,
Positive Probable Value (PPV) lebih dari 85%, Negative Probable Value (NPV) mendekati
100%, dan dapat mendeteksi infeksi pada tahap awal. Kegunaan klinis dari pertanda
diagnostik yang ideal adalah untuk membedakan antara infeksi bakteri dan virus, petunjuk
untuk penggunaan antibiotik, memantau kemajuan pengobatan, dan untuk menentukan
prognosis.
Pertanda hematologik yang digunakan adalah hitung sel darah putih total, hitung
neutrofil, neutrofil imatur, rasio neutrofil imatur dengan neutrofil total (I:T), mikro

Erytrocyte Sedimentation Rate (ESR), dan hitung trombosit. Tes laboratorium yang
dikerjakan adalah CRP, prokalsitonin, sitokin IL-6, GCSF, tes cepat (rapid test) untuk
deteksi antigen, dan panel skrining sepsis.
Saat ini, kombinasi petanda terbaik untuk mendiagnosis sepsis adalah sebagai berikut:
IL6, dan IL1-ra untuk 1-2 hari setelah munculnya gejala; IL6 (atau IL1-ra 0, IL8, G-CSF,
TNF, CRP, dan hematological indices pada hari ke-0); CRP, IL6 (atau GCSF dan
hematological indices pada hari ke-1); dan CRP pada hari-hari berikutnya untuk
memonitor respons terhadap terapi. Tabel 3 menjelaskan sensitivitas dan spesifisitas dari
berbagai uji laboratorium.

7. Penatalaksanaan
1.Diberikan kombinasi antibiotika golongan Ampisilin dosis 200 mg/kg BB/24 jam i.v
(dibagi 2 dosis untuk neonatus umur <> 7 hari dibagi 3 dosis), dan Netylmycin (Amino
glikosida) dosis 7 1/2 mg/kg BB/per hari i.m/i.v dibagi 2 dosis (hati-hati penggunaan
Netylmycin dan Aminoglikosida yang lain bila diberikan i.v harus diencerkan dan waktu
pemberian sampai 1 jam pelan-pelan).
2.Dilakukan septic work up sebelum antibiotika diberikan (darah lengkap, urine, lengkap,
feses lengkap, kultur darah, cairan serebrospinal, urine dan feses (atas indikasi), pungsi
lumbal dengan analisa cairan serebrospinal (jumlah sel, kimia, pengecatan Gram), foto
polos dada, pemeriksaan CRP kuantitatif).
3.Pemeriksaan lain tergantung indikasi seperti pemeriksaan bilirubin, gula darah, analisa
gas darah, foto abdomen, USG kepala dan lain-lain.
4.Apabila gejala klinik dan pemeriksaan ulang tidak menunjukkan infeksi, pemeriksaan
darah dan CRP normal, dan kultur darah negatif maka antibiotika diberhentikan pada hari
ke-7.
5.Apabila gejala klinik memburuk dan atau hasil laboratorium menyokong infeksi, CRP
tetap abnormal, maka diberikan Cefepim 100 mg/kg/hari diberikan 2 dosis atau

Meropenem dengan dosis 30-40 mg/kg BB/per hari i.v dan Amikasin dengan dosis 15
mg/kg BB/per hari i.v i.m (atas indikasi khusus).
6.Pemberian antibiotika diteruskan sesuai dengan tes kepekaannya. Lama pemberian
antibiotika 10-14 hari. Pada kasus meningitis pemberian antibiotika minimal 21
hari.Pengobatan suportif meliputi : Termoregulasi, terapi oksigen/ventilasi mekanik,
terapi syok, koreksi metabolik asidosis, terapi hipoglikemi/hiperglikemi, transfusi darah,
plasma, trombosit, terapi kejang, transfusi tukar

ASUHAN KEPERAWATAN
SEPSIS NEONATORUM PADA BAYI
1.PENGKAJIAN
A. Identitas pasien
Umur neonatus (0 28 hari pada bayi)
Jenis kelamin (laki/perempuan)
B. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan utama
Panas(hiperterm,dehidrasi,)
2. Riwayat Kehamilan
Demam pada ibu (>37,9C).
Riwayat sepsis GBS pada bayi sebelumnya.
Infeksi pada masa kehamilan.
3. Riwayat Persalinan
Persalinan yang lama.
Ruptur selaput ketuban yang lama (>18 jam).
Persalinan prematur (<37 minggu).
4. Riwayat atau adanya faktor resiko
Prematuritas/BBLR/BBLSR.
Skor APGAR 5 menit rendah (<6).
Jenis kelamin laki-laki (laki-laki 4 kali lebih sering terkena sepsis dari pada perempuan)
C. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum
Lemah, Koma.
2. Inspeksi
Kepala: ubun-ubun membonjol.

Mata: gerakan mata abnormal

Muka: pucat, sianosis

Kulit: turgor kulit

3. Palpasi
Distensi abdomen.
Pemeriksaan ekstremitas: tremor, kejang.

4. Auskultasi
Sistem pernafasan: nafas tidak teratur, merintih, takipneu.
5. Laboratorium
1. Hitung darah lengkap (HDL). Nilai HDL yang paling penting ialah hitung sel darah
putih (SDP).Bayi yang mengalami sepsis biasanya menunjukan penurunan nilai
SDP,yakni <5000 mm3
2. Trombosit,Nilai normal 150.000-300.000 mm3.Pada sepsis nilai trombosit menurun
3. Kultur darah dilakukan dalam 24-48 jam untuk menjelaskan jumlah dan jenis bakteri
yang ada dan kerentanannya terhadap terapi antibiotika.
4. Kultur urin, urin untuk pemeriksaan aglutinasi lateks dan kultur juga dapat dilakukan
5. Rontgen dada dilakukan bila ada gejala respirasi

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.Hipertermia berhubungan dengan kerusakan control suhu sekunder akibat
infeksi atau

inflamasi

a.Kriteria Hasil
1.Suhu tubuh berada dalam batas normal (Suhu normal 36,5o-37o C)
2.Nadi dan frekwensi napas dalam batas normal (Nadi neonatus normal 100-180
x/menit, frekwensi napas neonatus normal 30-60x/menit)
b.Intervensi dan Rasional
INTERVENSI
1.Monitoring tanda-tanda vital setiap dua
jam dan pantau warna kulit

RASIONAL
Perubahan

tanda-tanda

vital

yang

signifikan akan mempengaruhi proses


regulasi

ataupun

metabolisme

dalam

potensial

untuk

tubuh.
2.Observasi adanya kejang dan dehidrasi

Hipertermi

sangat

menyebabkan kejang yang akan semakin


memperburuk kondisi pasien serta dapat

menyebabkan pasien kehilangan banyak


cairan

secara

diketahui

evaporasi

jumlahnya

yang
dan

tidak
dapat

menyebabkan pasien masuk ke dalam


kondisi dehidrasi.
3.Berikan kompres denga air hangat pada Kompres pada aksila, leher dan lipatan
aksila, leher dan lipatan paha, hindari paha terdapat pembuluh-pembuluh dasar
penggunaan alcohol untuk kompres.

besar yang akan membantu menurunkan


demam.
dilakukan

Penggunaan
karena

akan

alcohol

tidak

menyebabkan

penurunan dan peningkatan panas secara


drastis.
4.Kolaborasi Berikan antipiretik sesuai Pemberian antipiretik juga diperlukan
kebutuhan jika panas tidak turun.

untuk menurunkan panas dengan segera.

2.Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan sekunder akibat demam


a.Kriteria Hasil
1.Suhu tubuh berada dalam batas normal (Suhu normal 36,5o-37o C)
2.Nadi dan frekwensi napas dalam batas normal (Nadi neonatus normal 100-180
x/menit, frekwensi napas neonatus normal 30-60x/menit)
3.Bayi mau menghabiskan ASI/PASI 25 ml/6 jam

b.Intervensi dan Rasional


INTERVENSI

RASIONAL

1.Monitoring tanda-tanda vital setiap dua


jam dan pantau warna kulit

Perubahan

tanda-tanda

vital

yang

signifikan akan mempengaruhi proses


regulasi

ataupun

metabolisme

dalam

potensial

untuk

tubuh.
2.Observasi adanya hipertermi, kejang dan Hipertermi
dehidrasi.

sangat

menyebabkan kejang yang akan semakin


memperburuk kondisi pasien serta dapat
menyebabkan pasien kehilangan banyak
cairan

secara

diketahui

evaporasi

jumlahnya

yang

tidak

dan

dapat

menyebabkan pasien masuk ke dalam


kondisi dehidrasi.
3.Berikan kompres hangat jika terjadi Kompres air hangat lebih cocok digunakan
hipertermi, dan pertimbangkan untuk pada anak dibawah usia 1 tahun, untuk
langkah kolaborasi dengan memberikan menjaga tubuh agar tidak terjadi hipotermi
antipiretik.

secara tiba-tiba. Hipertermi yang terlalu


lama tidak baik untuk tubuh bayi oleh
karena
diperlukan

itu

pemberian

untuk

segera

antipiretik
menurunkan

panas, misal dengan asetaminofen.


4.Berikan ASI/PASI sesuai jadwal dengan Pemberian
jumlah
ditentukan

pemberian

yang

ASI/PASI

sesuai

jadwal

telah diperlukan untuk mencegah bayi dari


kondisi lapar dan haus yang berlebih.

3.Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan volume


bersirkulasi akibat dehidrasi
a.Kriteria Hasil
1.Tercapai keseimbangan ai dalam suang interselular dan ekstraselular
2.Keadekuatan kontraksi otot untuk pergerakan
3.Tingkat pengaliran darah melalui pembuluh kecil ekstermitas dan memelihara fungsi
jaringan
b.Intervensi dan Rasional
INTERVENSI

RASIONAL

1.perawatan sirkulasi (misalnya periksa

1. meningkatkan sirkulasi arteri dan vena

nadi perifer,edema, pengisian perifer,


warna, dan suhu ekstremitas)
2.pantau perbedaan ketajaman/tumpul dan

2.mengetahui

panas/dingin
3.pantau status cairan

sensasi

perifer,

kemungkinan parestesia
3.mengetahui keseimbangan antara asupan
dan haluaran

3.IMPLEMENTASI
1.mempertahankan tirah baring,membantu aktifitas perawatan
2.membantu kecendrungan pada tekanan darah,mencatat perkembangan hipotensi dan
perubahan pada tekanan denyut
3.membantu frekuensi dan irama jantung
4.mengkaji frekuensi pernafasan,kedalaman,dan kualitas

5.memantau suhu anak


6.mencatat pemasukan dan pengeluaran urin
7.memantau pemeriksaan laboratorium
8.mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan aktivitas walaupun menggunakan
sarung tangan steril untuk mengurangi terjadinya infeksi nosokomial
4.EVALUASI
1.Suhu kembali normal
2. Berat badan meningkat.
3. Perfusi jaringan normal, tidak mengalami dispnea dan sianosis.
4. Tidak terjadi infeksi nosokomial

PENUTUP
A.Kesimpulan
Sepsis neonatorum atau septikemia neonatal didefinisi sebagai infeksi bakteri pada aliran
darah bayi selam empat minggu pertama kehidupan. Penyebabnya dimulai pada infeksi
antenatal,infeksi intranatal,infeksi postnatal.pemeriksaan untuk mendiagnosa adanya sepsis
adalah hitung darah lengkap (HDL),trombosit,kultur darah,kultur urin,rontgen dada dilakukan
bila adagejala respirasi
B.Saran
Mencegah lebih baik dari pada mengobati.
Hindari infeksi nosokomial.

DAFTAR PUSTAKA

Bobak, Keperawatan Maternitas. Jakarta: EGC, 2004.


Carpenito, Lynda Jual, Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 8. Jakarta: EGC, 2000.
FKUI, Ilmu Kesehatan Anak.
Gulanick, Meg. Puzas, Knol Michele. Wilson, R. Cynthia, Nursing Care Plans for Newborns and
Children : acute and critical care. USA : 1992.
Mansjoer, Arif, Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2. Media Aesculapius: FKUI, 2000.
Muscari E. Mary, Keperawatan Pediatrik. Jakarta: EGC, 2005.
Nelson, Ilmu Kesehatan Anak Edisi 15 Vol. 1. Jakarta:. EGC, 1999.
Nelson, Ilmu Kesehatan Anak Edisi 15 Vol. 2. Jakarta: EGC, 1999.

You might also like