You are on page 1of 23

REFERAT BEDAH

BENJOLAN DI LEHER

Oleh :
Muhammad Yusuf Ginanjar, S.Ked
201110401011048

Pembimbing :
Dr. Bambang Sunyoto., Sp.B

SMF BEDAH
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2012

BAB 1
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Leher merupakan bagian tubuh yang terbuka dan karena itulah pembengkakan pada
daerah ini mudah dikenali oleh penderita atau dideteksi selama pemeriksaan rutin. Untuk
tujuan deskriptif, leher dibagi menjadi dua bagian oleh garis tengah vertikal, dan setiap sisi
dibagi menjad segitiga anterior dan posterior oleh otot sternokleidomastoideus. Sebagian
besar massa yang tampak seperti tonjolan terjadi pada segitiga servikal anterior. Beberapa
kelainan, seperti kista celah brankial, kista duktus tiroglosus, atau celah palatum, sering
terjadi.
Benjolan di leher dapat sebagai kelainan primer maupun sebagai manifestasi penyakit
lain yang dapat mengenai kelenjar leher (limfadenopati) atau jaringan lain. Lebih dari 75
buah kelenjar terdapat di kanan kiri leher dan masing-masing merupakanaliran tertentu di
daerah leher dan kepala seperti rongga mulut, lidah, tonsil, nasofaring, hidung, telinga, laring,
maupun dari daerah leher sendiri seperti tiroid dan kelenjar liur mayor maupun minor.
Kelainan lain kemungkinan suatu kelainan bawaan seperti limfangioma (higroma kistik),
kista dermoid, sisa duktus tiroglosus, kista branchial dankarsinoma bronkogenik dan
laringokel.
Oleh karena itu, penyusunan referat ini bertujuan untuk menambah pengetahuan
mengenai bagaimana cara mendiagnosis dan penatalaksanaan jika didapatkan adanya
benjolan di leher. Sehingga bisa secara tepat dalam melakukan penatalaksanaan.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

1. Anatomi Colli

Leher adalah bagian tubuh yang terletak diantara inferior mandibula dan linea nuchae
superior (diatas), dan incsura jugularis dan tepi superior clavicula (di bawah). Jaringan leher
dibungkus oleh 3 fasia, fasia colli superfisialis membungkus m.sternokleidomastoideus dan
berlanjut ke garis tengah di leher untuk bertemu dengan fasia sisi lain. Fasia colli media
membungkus otot pretrakeal dan bertemu pula dengan fasia sisi lain di garis tengah yang juga
merupakan pertemuan dengan fasia colli superfisialis. Ke dorsal fasia colli media
membungkus a.carotis communis, v.jugularis interna dan n.vagus menjadi satu. Fasia colli
profunda membungkus m.prevertebralis dan bertemu ke lateral dengan fasia colli lateral.
Pembuluh darah arteri pada leher antara lain a.carotis communis (dilindungi oleh
vagina carotica bersama dengan v.jugularis interna dan n.vagus, setinggi cornu superior
cartilago thyroidea bercabang menjadi a.carotis interna dan a.carotis externa), a.subclavia
(bercabang menjadi a.vertebralis dan a.mammaria interna).
Pembuluh darah vena antara lain v.jugularis externa dan v.jugularis interna. Vasa
lymphatica meliputi nnll.cervicalis superficialis (berjalan sepanjang v.jugularis externa) dan
nnll.cervicalis profundi (berjalan sepanjang v.jugularis interna). Inervasi oleh plexus
cervicalis, n.facialis, n.glossopharyngeus, dan n.vagus.
Sistem aliran limfe leher penting untuk dipelajari karena hampir semua bentuk radang
atau keganasan kepala dan leher akan terlihat dan bermanifestasi ke kelenjar limfe leher.
Kelenjar limfe yang selalu terlibat dalam metastasis tumor adalah kelenjar limfe rangkaian
jugularis interna yang terbentang antara klavicula sampai dasar tengkorak, dimana rangkaian
ini terbagi menjadi kelompok superior, media dan inferior. Kelompok kelenjar limfe yang
lain adalah submental, submandibula, servicalis superficial, retrofaring, paratrakeal, spinalis
asesorius, skalenus anterior dan supraclavicula.

Daerah kelenjar limfe leher, menurut Sloan Kattering Memorial Cancer Center
Classification dibagi dalam 5 daerah penyebaran kelompok kelenjar yaitu daerah:

I. Kelenjar yang terletak di segitiga submental dan submandibula


II. Kelenjar yang terletak di 1/3 atas dan termasuk kelenjar limfe jugular superior, kelenjar
digastik dan kelenjar servikal posterior superior
III. Kelenjar limfe jugularis diantara bifurkasio karotis dan persilangan m.omohioid dengan
m.sternokleidomastoid dan batas posterior m.sternokleidomastoid.
IV. Grup kelenjar di daerah jugularis inferior dan supraclavicula
V. Kelenjar yang berada di segitiga posterior servikal

2. Patofisiologi
Ada banyak faktor yang dapat menyebabkan timbulnya benjolan pada leher, seperti
trauma, infeksi, hormon, neoplasma dan kelainan herediter. Faktor-faktor ini bekerja dengan
caranya masing-masing dalam menimbulkan benjolan. Hal yang perlu ditekankan adalah
tidak selamanya benjolan yang ada pada leher timbul karena kelainan yang ada pada leher.
Tidak jarang kelainan itu justru berasal dari kelainan sistemik seperti limpoma dan TBC.
Hampir semua struktur yang ada pada leher dapat mengalami benjolan entah itu
kelenjar tiroid, paratiroid dan getah bening, maupun benjolan yang berasal dari struktur
jaringan lain seperti lemak, otot dan tulang.
Infeksi dapat menyebabkan timbulnya benjolan pada leher melalui beberapa cara yang
di antaranya berupa benjolan yang berasal dari invasi bakteri langsung pada jaringan yang
terserang secara langsung maupun benjolan yang timbul sebagai efek dari kerja imunitas
tubuh yang bermanifestasi pada pembengkakan kelenjar getah bening.

Mekanisme trauma dalam menimbulkan benjolan pada leher agak menyerupai


mekanisme infeksi. Hanya saja trauma yang tidak disertai infeksi sekunder pada umumnya
tidak menyebabkan pembesaran kelenjar getah bening.
Jika jaringan tubuh manusia terkena rangsangan berupa trauma dan reaksi imun, maka
otomatis sel-sel akan mengalami gangguan fisiologis. Sebagai responnya, sel tubuh terutama
mast sel dan sel basofil akan mengalami granulasi dan mengeluarkan mediator radang berupa
histamin, serotonin, bradikinin, sitokin berupa IL-2, IL-6 dan lain-lain. Mediator-mediator
radang ini terutama histamin akan menyebabkan dilatasi arteriola dan meningkatkan
permeabilitas venula serta pelebaran intraendothelialjunction. Hal ini mengakibatkan cairan
yang ada dalam pembuluh darah keluar ke jaringan sekitarnya sehingga timbul benjolan pada
daerah yang terinfeksi ataupun terkena trauma. Infeksi dapat menimbulkan pembesaran
kelenjar limfe karena apabila mekanisme pertahanan tubuh berfungsi baik, sel-sel pertahanan
tubuh seperti makrofag, neutrofil dan sel T akan berupaya memusnahkan agen infeksius
sedangkan agen infeksius itu sendiri berupaya untuk menghancurkan sel-sel tubuh terutama
eritrisot agar bisa mendapatkan nutrisi. Kedua upaya perlawanan ini akan mengakibatkan
pembesaran kelenjar limfe karena bekerja keras untuk memproduksi sel limfoid maupun
menyaring sel tubuh yang mengalami kerusakan dan agen infeksius yang masuk agar tidak
menyebar ke organ tubuh lain.
Sedangkan mekanisme timbulnya benjolan akibat neoplasma entah itu di otot, sel
limfoid, tulang maupun kelenjar secara umum hampir sama. Awalnya terjadi displasia dan
metaplasia pada sel matur akibat berbagai faktor sehingga diferensiasi sel tidak lagi
sempurna. Displasia ini menimbulkan sejumlah kelainan fisiologis

molekuler seperti

peningkatan laju pembelahan sel dan inaktifasi mekanisme bunuh diri sel terprogram. Hal ini
berakibat pada proliferasi sel tak terkendali yang bermanifestasi pada timbulnya benjolan
pada jaringan. Neoplasma dapat terjadi pada semua sel yang ada di leher entah itu kelenjar
tiroid-adenoma tiroid, lemak-lipoma, kartilago-kondroma, jaringan limfe-limfoma maupun
akibat dari metastase kanker dari organ di luar leher.

3. Tumor Colli
Tumor Colli adalah setiap massa baik kongenital maupun didapat yang timbul di
segitiga anterior atau posterior leher diantara klavikula pada bagian inferior dan mandibula
serta dasar tengkorak pada bagian superior. Pada 50% kasus benjolan pada leher berasal dari
tiroid, 40% benjolan pada leher disebabkan oleh keganasan, 10 % berasal dari peradangan
atau kelainan kongenital. Pembengkakan pada leher dapat dibagi kedalam 3 golongan:

1. Kelainan kongenital: kista dan fistel leher lateral dan median, seperti hygroma colli
cysticum, kista dermoid
2. Inflamasi atau peradangan: limfadenitis sekunder karena inflamasi banal (acne faciei,
kelainan gigi dan tonsilitis) atau proses infamasi yang lebih spesifik (tuberculosis,
tuberculosis atipik, penyakit garukan kuku, actinomikosis, toksoplasmosis). Disamping itu di
leher dijumpai perbesaran kelenjar limfe pada penyakit infeksi umum seperti rubella dan
mononukleosis infeksiosa.
3. Neoplasma: Lipoma, limfangioma, hemangioma dan paraganglioma caroticum yang jarang
terdapat (terutama carotid body; tumor glomus caroticum) yang berasal dari paraganglion
caroticum yang terletak di bifurcatio carotis,merupakan tumor benigna. Selanjutnya tumor
benigna dari kutub bawah glandula parotidea, glandula submandibularis dan kelenjar tiroid.
Tumor maligna dapat terjadi primer di dalam kelenjar limfe (limfoma maligna), glandula
parotidea, glandula submandibularis, glandula tiroidea atau lebih jarang timbul dari pembuluh
darah, saraf, otot, jaringan ikat, lemak dan tulang. Tumor maligna sekunder di leher pada
umumnya adalah metastasis kelenjar limfe suatu tumor epitelial primer disuatu tempat
didaerah kepala dan leher. Jika metastasis kelenjar leher hanya terdapat didaerah
supraclavikula kemungkinan lebuh besar bahwa tumor primernya terdapat ditempat lain di
dalam tubuh.

Ada dua kelompok pembengkakan di leher yaitu di lateral maupun di midline/line mediana:
Benjolan di lateral

Benjolan di Linea mediana

a. Aneurisma subclavia

a. Lipoma

b. Iga servikal

b. Kista sebasea

c. Tumor badan karotis

c. Limfonodi submental-inflamasi, karsinoma

d. Tumor clavikularis

sekunder, retikulosis

e. Neurofibroma

d.

f. Hygroma kistik

multinodular, nodular soliter

Pembesaran

kelenjar

thyroid-diffuse,

g. Limfonodi-inflamasi, karsinoma sekunder, e. Kista thyroglossus


retikulosis

f. Dermoid sublingual

h. Kista branchiogenik

g. Bursa subhyoid

i. Tumor otot
j. Tumor strnomastoideus
k. Kantung faringeal
l. Kelenjar ludah-inflamasi, tunor. Sindroma
sjorgen
m. Lipoma subcutan, dan subfascia
n. Kista sebasea
o. Laringokel

Pembengkakan pada tiroid dapat berupa kista, struma maupun neoplasma.


Pembengkakan akibat neoplasma misalnya Ca.metastasis, limfoma primer, tumor kelenjar
saliva, tumor sternomastoid, tumor badan carotis. Pembengkakan akibat peradangan meliputi
adenopati infektif akut, abses leher, parotitis. Sedangkan kelainan kongenital meliputi
hygroma kistik, kista ductus tiroglosus, kista dermoid, dan tortikolis. Kelainan vascular
meliputi aneurisma subclavia maupun ektasi subclavia.
Pada anak-anak, banyak disebabkan karena kelainan kongenital dan peradangan
meliputi hygroma kistik, kista dermoid, tortikolis, kista brankial, limfadenitis, adenitis
virus/bakteri, neoplasma maligna jarang pada anak (misalnya Limfoma).
Pada dewasa muda banyak disebabkan oleh karena adanya peradangan dan keganasan tiroid
misalnya adenitis/limfadenitis virus/bakteri, limfadenopati dan kanker tiroid. Pada usia diatas
40 tahun, dianggap sebagai suatu keganasan meliputi limfadenopati metastatik, limfadenopati
primer, neoplasma primer tiroid.

4. Jenis Tumor
A. Hygroma kistik (limfangioma)
Definisi
Higroma merupakan Moist Tumor dan anomaly dari system limpatik yang ditandai
dari single atau multiple kista pada soft tissue. Kebanyakan (sekitar 75 %) higroma kistik
terdapat di daerah leher. Kelainan ini antara lain juga dapat ditemukan di aksila, mediastinum
dan region inguinalis.Higroma kistik merupakan benjolan yang berisi cairan yang jernih atau
keruh seperti cairan limfe yang diakibatkan oleh blok atau hambatan pada system limpatik.
System limpatik merupakan jaringan pembuluh yang menyuplai cairan ke dalam
pembuluh darah sebagai transport asam-asam lemak dan sel-sel system immune.Higroma
kistik dapat merupakan kelainan congenital yang dibawa saat lahir ataupun yang terjadi
pada masa neonatus. Higroma kistik pada bayi dapat berlanjut ke keadaan hydrops
(peningkatan jumlah cairan di dalam tubuh) yang kadang-kadang dapat menyebabkan
kematian dan dapat menjadi sangat besar di bandingkan dengan badan bayi/anak.
Prevalensi
Belum banyak data yang menjelaskan, akan tetapi hygroma kistik dapat terjadi antara
1,7:10000 atau sekitar 0,83 % kehamilan mempunyai risiko terjadi anomaly. Higroma kistik
ini dapat terjadi kira-kira 1 % pada janin mulai umur kehamilan 9 minggu sampai 16 minggu.
Kejadian pada bayi sekitar 50 % - 65 % dan pada anak usia 2 tahun sekitar 80 % - 90 %.
Etiologi
Anyaman pembuluh limfe yang pertama kali terbentuk di sekitar pembuluh vena
mengalami dilatasi dan bergabung membentuk jala yang di daerah tertentu akan berkembang
menjadi sakus limfatikus. Pada embrio usia 2 bulan, pembentukan sakus primitive telah
sempurna. Bila hubungan saluran kearah sentral tidak terbentuk maka timbullah penimbunan
cairan yang akhirnya membentuk kista berisi cairan. Hal ini paling sering terjadi di daerah
leher (higroma kistik koli). Kelainan ini dapat meluas ke segala arah seperti ke jaringan
sublingualis di mulut. Higroma kistik dapat terjadi akibat beberapa faktor antara lain:
1. Infeksi
Dapat disebabkan oleh infeksi karena virus selama masa kehamilan dan penyalahgunaan zat,
obat-obatan dan alkohol. Infeksi pavovirus merupakan yang paling sering terjadi. Ketika
virus menginfeksi ibu, maka virus akan masuk ke dalam tubuh dan menyerang ke plasenta
dan dapat menyebabkan higroma pada janin.

2. Faktor genetik
Mayoritas higroma kistik yang ditemukan pada masa prenatal banyak dihubungkan dengan
Syndrom Turner, dimana terjadi abnormalitas pada wanita yang mempunyai satu kromosom
X disbanding yang mempunyai dua kromosom X. abnormalitas kromosom termasuk trisome
13, 18, 21 dan 47 XXY juga dapat menyebabkan higroma kistik.
Patologi dan gambaran klinik
Pada mulanya bagian dalam kista dilapisi oleh selapis sel endotel dan berisi cairan
jernih kekuningan yang sesuai dengan cairan limfe. Pada permukaan ditemukan kista besar
yang makin ke dalam menjadi makin kecil seperti buih sabun.
Higroma kistik dapat mencapai ukuran yang besar dan menyusup ke otot leher dan
daerah sekitarnya seperti faring, laring, mulut dan lidah. Yang terakhir dapat menyebabkan
makroglosia. Keluhan adalah adanya benjolan di leher yang telah lama atau sejak lahir tanpa
nyeri atau keluhan lain. Benjolan ini berbentuk kistik, berbenjol-benjol dan lunak.
Permukaannya halus, lepas dari kulit dan sedikit melekat pada jaringan dasar. Kebanyakan
terletak di regio trigonum posterior koli. Sebagai tanda khas, pada pemeriksaan
transiluminasi positif tampak terang sebagai jaringan diafan (tembus cahaya).
Benjolan ini jarang menimbulkan gejala akut, tetapi suatu saat dapat cepat membesar
karena radang dan menimbulkan gejala gangguan pernafasan akibat pendesakan saluran nafas
seperti trakea, orofaring maupun laring. Bila terjadi perluasan ke arah mulut dapat timbul
gangguan menelan. Perluasan ke aksila dapat menyebabkan penekanan pleksus brakialis
dengan berbagai gejala neurologik. Stadium tumor dapat di bedakan menjadi 5 stage menurut
De Serres, yaitu:
a. Stage I : Unilateral infrahyoid (17 % complication rate)
b. Stage II : Unilateral suprahyoid (41 % complication rate)
c. Stage III :Unilateral and both infrahyoid and suprahyoid (67 % complication rate)
d. Stage IV : Bilateral suprahyoid (80 % complication rate)
e. Stage V : Bilateral infrahyoid and suprahyoid (100 % complication rate)
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan berupa eksisi total merupakan pilihan utama. Pembedahan
dimaksudkan untuk mengambil keseluruhan massa kista. Tetapi bila tumor besar dan telah
menyusup ke organ penting seperti trakea, esofagus atau pembuluh darah, ekstirpasi total
sulit dikerjakan. Maka penanganannya cukup dengan pengambilan sebanyak-banyaknya
kista. Kemudian pasca bedah dilakukan infiltrasi bleomisin subkutan untuk mencegah

kambuhan. Pembedahan sebaiknya dilakukan setelah proide neonatus karena mortalitas


akibat pembedahan pada periode neonatus cukup tinggi.
B. Hemangioma
Hemangioma adalah suatu tumor jaringan lunak / tumor vaskuler jinak akibat
proliferasi (pertumbuhan yang berlebih) dari pembuluh darah yang tidak normal dan dapat
terjadi pada setiap jaringan pembuluh darah. Hemangioma muncul di setiap tempat seperti
kepala, leher, muka, kaki atau dada. Seringkali, hemangioma bisa berada di superfisial dan di
dalam kulit. Hemangioma memiliki diameter beberapa milimeter sampai beberapa
sentimeter. Jarang sekali hemangioma menunjukkan pertumbuhan tumor pada saat lahir.
Walaupun perjalanan penyakit dari hemangioma sudah diketahui, sangat sulit untuk
memprediksi durasi dari pertumbuhan dan fase involusi untuk setiap individu. Superfisial
hemangioma biasanya mencapai ukuran yang maksimal sekitar 6-8 bulan, tapi hemangioma
yang lebih dalam mungkin berproliferasi untuk 12-14 bulan.olid, tapi sekitar 20%
mempunyai pengaruh pada bayi dengan lesi yang multipel, Gambaran klinis umum ialah
adanya bercak merah yang timbul sejak lahir atau beberapa saat setelah lahir,
pertumbuhannya relatif cepat dalam beberapa minggu atau beberapa bulan; warnanya merah
terang bila jenis strawberry atau biru bila jenis kavernosa. Bila besar maksimum sudah
tercapai, biasanya pada umur 9-12 bulan, warnanya menjadi merah gelap.
C. Cold abses
Adalah

suatu

abses

yang

umumnya

berhubungan

dengan

tuberculosis.

Perkembangannya sangat lambat dimana terjadi inflamasi ringan, dan berubah menjadi nyeri
hanya ketika terjadi tekanan pada daerah sekitar. Tipe abses ini mungkin dapat muncul
dimanapun bagian tubuh tetapi terutama ditemukan pada tulang belakang, panggul, nodus
limfatik, atau daerah genital.
Pada gambaran radiology mungkin memberikan gambaran adanya erosi tulang lokal
pada abses atau adanya perluasan kompresi pada organ. Alat sinogram akan d perluasan abses
didemonstrasikan pada abses. Ultrasonografi sangat berguna untuk menunjukkan adanya
pembesaran musculus psoas ditunjukkkann dengan gambaran hypoechogenic, tapi ini bukan
hasil yang akurat dibandingkan hasil yang ditunjukkan oleh CT-scan, sementara itu MRI
dapat, menunjukkan proses multiple lebih lanjut dan dapat di evaluasi.
Meskipun abses primer pada psoas jarang dijumpai pada anak-anak di Negara
berkembang akan tetapi tidak jarang kita menemukan di Negara tropic dan subtropik dengna
kondisi social-ekonomi yang lemah. Staphylococcus aureus adalah jenis bakteri di
lingkungan yang sering menimbulkan adanya infeksi. Dimana pada anak-anak dijumpai

keluhan pireksia, nyeri pada region flank serta keluhan lain pada panggul. Abses pada psoas
dapat joga merupakan masalah sekunder yang berhubungan dengan spondylitis tuberculosa
atau berhubungan dengan penyakit infeksi pada usus. Sedangkan abses primer biasa
ditemukan pada pasien dengan penyakit sickle cell, drug user, immunocompromised
individuals dan penyandang HIV positif.
D. Kista brankial (Kista Bronkhiogenik)
Kelainan brankiogen dapat berupa fistel, kista dan tulang rawan ektopik. Arkus
brankialis ke-3 membentuk os.hioid, sedangkan arkus brankialis ke-4 membentuk skelet
laring yaitu rawan tiroid , krikoid, dan aritenoid.
Fistel kranial dari tulang hioid yang berhubungan dengan meatus akutikus eksternus
berasal dari celah brankialis pertama. Fistel anatara fosa tonsilaris ke pinggir depan
m.sternokleidomastoideus berasal dari celah brankialis kedua. Fistel yang masuk ke sinus
pirifomis berasal dari celah brankialis ketiga. Sinus dari celah brankialis keempat tiak pernah
ditemukan. Sinus atau fistel mungkin berupa saluran yang lengkap tau mungkin menutup
sebagian.
Fistel brankial sisa celah brankialis ke-2 akan terdapat tepat di depan
m.sternokleidomastoideus. Bila penutupan terjadi sebagian, sisanya dapat membentuk kista
yang terletak agak tinggi di bawah sudut rahang. Bila terbuka ke kulit akan menjadi fistel.
Pada anamnesa diketahui bahwa kista merupakan benjolan sejak lahir. Fistel terletak di depan
m.sternokleidomastoid dan mengeluarkan cairan. Fistel yang buntu akan membengkak dan
merah, atau merupakan lekukan kecil yang dapat ditemukan unilateral atau bilateral. Pada
palpasi, sebelah kranial dari fistel teraba sebagai jaringan fibrotik bila leher ditegangkan
dengan cara menarik ke kaudal. Jaringan ini menuju ke kraniodorsal sepanjang tepi depan
m.stenokleidomastoid. Fistulografi mungkin memperlihatkan masuknya bahan kontras ke
faring. Kista dapat langsung diekstirpasi, Fistel diisi bahan warna, kemudian dapat disi bahan
pewarna.
E. Karsinoma Tiroid
Etiologi
Etiologi pasti dari Karsinoma Tiroid ini belum dapat dipastikan, karena secara umum
penyebab dari kanker itu sendiri sampai sekarang belum diketahui pasti.
Namun terdapat beberapa factor factor resiko yang dapat menyebabkan karsinoma
tiroid, yang antara lain ialah :
o Riwayat Radiasi
o Riwayat keluarga

o Nodul soliter
o Anak anak
o Laki laki dewasa

Nodul tiroid timbul relatif cepat dan tidak sakit

Struma pada anak anak

Struma pada wanita >45 tahun

Umur < 25 tahun : 50% ganas

Umur < 15 tahun : 75% ganas


Epidemiologi
Karsinoma tiroid agak jarang didapat , yaitu sekitar 3 5% dari semua tumor

malignant. Insidennya lebih tinggi dinegara dengan struma endemik, terutama jenis tidak
berdeferensiasi. Karsinoma tiroid didapat pada segala usia dengan puncak pada usia muda (7
20 tahun) dan usia setengah baya (40 60 tahun). Insiden pada pria adalah sekitar
3/100.000/tahun dan wanita 8/100.000/tahun. Kurang lebih 25% terjadi pada struma nodusa.
Karsinoma adanya timbal diantara nodul bukan didalamnya.
Patogenesis

Difrensiasi
Sel Normal

Sel Kanker

Onkogen

Radiasi

Protoonkogen

Proses : - Inisiasi
- Promosi
- Progresi

Pada keadaan awal dimana sel sel tiroid dalam keadaan normal Namun setelah ada
paparan dengan bahan bahan karsinogenik seperti terlihat pada bagan yakni radiasi maka sel
normal tersebut dapat berubah menjadi sel kanker, dimana sel kanker juga melalui beberapa
tahap, yakni Inisiasi, yakni dimana terjadi amplifikasi dari DNA Namun Belum menimbulkan

ekspresi gen, sehingga pada tahapo ini dapat dikatakan bahwa jumlah dari gen gen meningkat
Namun belum menimbulkan efek kepada sel itu sendiri, Namun pada proses promosi dimana
pada tahap ini terpapar lagi oleh bahan bahan karsinogenik dapat serupa dengan bahan pada
saat tahap inisisai Namun dapat pula berbeda, pada tahap ini terjadi ekspresi gen dimana sel
sel telah menjadi sel abnormal Namun pada tahap ini sel sel tersebut bersifat reversible
dengan kata lain apabila pada tahap ini kita dapat mengobati dengan komplit maka sel
tersebut dapat kembali menjadi sel normal kembali Namun apabila tidak komplit maka dapat
menjadi sel kanker, dan selanjutnya pada tahap progresi maka terjadi perubahan serta
perbanyakan sel secara cepat dan tidak terkendali lagi.
Dan perubahan dari sel normal menjadi sel kanker perlu digarisbawahi juga bahwa
disini terjadi perubahan dari protoonkogen menjadi onkogen, dan terjadi inaktivasi dari
supresor sehingga tidak ada lagi penghambat bagi sel tersebut untuk terus memperbanyak
diri, maka jadilah sel normal tersebut menjadi sel ganas.
Gambaran Klinik
Pada karsinoma tiroid ini terdapat beberapa tipe, dan masing masing tipe tersebut juga
berbeda gambaran kliniknya, adapula pembagiannya ialah :
a. Epitelial

Adenokarsinoma papiller

Adenokarsinoma folikuler

Undifferentiated karsinoma/anaplastia
o Small cell karsinoma
o Giant ceel karsinoma
o Spindle cell karsinoma

Karsinoma meduller

Squamos cell karsinoma

b. Non Epitelial

Limphoma

Sarcoma

Metastasis tumor

Malignant teratoma

Unclassified tumor

c. Well Differentiated

Type papiller

Type folikuler

Type meduller

d. Undifferentiated

Type anaplastik

Pemeriksaan Tambahan
Untuk pemeriksaan tambahan guna dapat mendiagnosis karsinoma tiroid kita dapat
lakukan sesuai dengan type karsinoma itu sendiri, yang antara lain :
1. Adenokarsinoma Papiller
Tumor biasanya dapar diraba dengan mudah dan umunya dapat pula dilihat. Yang
khas untuk tumor tiroid ialah tumor ikut dengan gerakan menelan. Ultrasonografi dapat
dilakukan untuk membedakan nodul kistik atau padat dan menentukan volume tumor.
Pemeriksaan Roentgen berguna untuk melihat dorongan dan tekanan pada trakea serta
kalsifikasi didalam jaringan tiroid. Foto thorax dibuat untuk melihat kemungkinan
penyebaran kemediastinum bagaian atas atau keparu. Pemeriksaan sidik radioaktif tiroid
dilakukan dengan yodium 131. Berdasarkan banyaknya yodium yang ditangkap oleh nodul
tiroid dikenal nodul dingin, yaitu nodul yang menangkap yodium lebih sedikit dibandingkan
sel kelenjar normal, atau tidak menangkat sama sekali. Nodul hangat menangkap yodium
radioaktif sama banyak dengan kelenjar normal, dan nodul panas menangkap yodium
radioaktif lebih banyak. Karsinoma papiller biasanya kurang menangkap yodium atau sama
sekali tidak menagkap. Biopsi insisi dianjurkan pada karsinoma tiroid yang masih layak
bedah. Biopsi aspirasi jarum halus dapat dilakukan tetapi ketepatan diagnosis tergantung
kepada kejelian ahli patologi atau sitologi.
2. Adenokarsinpoma Meduler
Jika dicurigai Adenokarsinoma meduler maka dilakukan pemeriksaan kadar kalsitonin
dalam darah sebelum atau sesudah suntikan pentagastrin atau kalsium.
3. Adenokarsinoma Anaplstik
Pada anamnesis ditemukan struma yang telah diderita cukup lama dan kemudian
membesar dengan cepat. Bila disertai suara parau harus dicurigai Adenikarsinoma
Anaplastik. Pemeriksaan penunjang berupa foto roentgen torax dan seluruh tulang tubuh
dilakukan untuk mencari metastasis keorgan tersebut.
Penatalaksanaan
Untuk penataksanaan karsinoma tiroid dilakukan sesuai dengan masing masing tipe
karsinoma tiroid :

1. Adenokarsinoma Papiller
Pada struma nodul tunggal sebainya tidak dilakukan enukleasi, sebab bila hasil
pemeriksaan patologi ternyata ganas maka sel tumor sudah tercecer dan pembedahan
berikutnya menjadi tidak sempurna lagi. Harus diingat bahwa sebagian struma nodul tunggal
adalah ganas, dan juga nodul yang terba tunggal adalah tunggal mungkin merupakan bagian
struma multinodusa. Nodul soliter jinak jarang terdapat pada anak, pria (semua umur), dan
wanit dibawah 40 tahun. Bila ditemukan struma nodul tunggal pada golongan tersebut harus
dianggap suatu keganasan dan dilakukan istmolobektomi. Pada pemeriksaan histopatologi,
sekitar 10% menunjukkan keganasan dan biasanya jenis adenokarsinoma papiller.
Bila ditemukan pembesaran kelenjar limfe leher, kemungkinan besar telah terjadi
penyebaran melalui saluran limfe didalam kelenjar sehingga perlu dilakukan tiroidektomi
total dan diseksi kelenjar leher pada sisi yang sama.
Diseksi leher merupakan pengeluaran semua kelenjar limfe leher. Bila tidak ada
penyusupan struktur diluar kelenjar getah bening, diseksi dapat dibatasi pada kelenjar getah
bening saja, artinya m. Sternocleidomastyoideus, n. Accesorius dan v. Jugularis interna tidak
turut diangkat./ Bedah diseksi leher yang dimodifikasi ini menguntungkan, karena
pengangkatan m. Sternocleidomastoideus dan atrofi m trapezius mengakibatkan gangguan
kosmetik yang mencolok sekali. Atrofi m. Trapezius disebabkan karena putusnya n.
Accesorius pada pengeluaran m sternocleidomastoideus.
Penyulit tiroidektomi terpenting adalah gangguan n laryngeus inferior (n. Recurrens)
dan hipoparatiroid. Pada setiap tiroidektomi n recurrens harus dipisahkan untuk mencegah
cedera.
Pengobatan dengan radioaktif tidak memberi hasil karena adenokarsinoma papiller
pada umumnya tidak menyerap yodium. Pascatiroidektomi total ternyata yodium dapat
ditangkap oleh sel anak sebar tumor papiller tertentu sehingga pemberian pada keadaan itu
yodium radioaktif bermanfaat. Radiasi ekstern dapat diberikan bila tidak terdapat fasilitas
radiasi intern. Metastasis ditanggulangi secara ablasio radioaktif.
2. Adenokarsinoma Folikuler
Pembedahan untuk adenokarsinoma folikuler adalah tiroidektomi total. Karena sel
karsinoma ini menangkap yodium, maka radioterapi dengan Y 131 dapat digunakan. Bila
masih tersisa ataupun terdapat metastasis, maka dilakukan pemberian yodium radioaktif ini.
Radiasi ekstern untuk metastasis ternyata memberi hasil yang cukup baik.
3. Adenokarsinima Meduler

Penanggulangan tumor ini adalah tiroidektomi total. Pemberian radioterapi tidak


memuaskan. Pemberian yodium radioaktif juga tidak akan berhasil karena tumor ini berasal
dari sel C sehingga tidak menangkap dan menyerap yodium.
4. Adenokarsinoma Anaplastik
Pembedahan biasanya sudah tidak memungkinkan lagi, sehingga hanya dapat
dilakukan biopsi insisi untuk mengetahui jenis karsinoma. Satu satunya terapi yang bisa
diberikan adalah radiasi ekstern.
Prognosis
Untuk prognosis dari karsinoma tiroid ini, maka dapat dikatakan bahwa
Adenokarsinoma Papiller mempunyai prognosis yang bagus jika dibandingkan dengan tipe
yang lainnya, sedangkan untuk Adenokarsinoma Anaplastik mempunya prognosis yang
buruk jika dibanding denga tipe adenokarsinoma tiroid yang lainnya. Dan untuk
adenokarsinoma folikuler mempunyai prognosis bagus jika tipenya mikroinvasif.
Komplikasi
Karena untuk adenokarsimona tiroid ini ditangani sebagian besar dengan tiroidektomi
total maka ada beberapa komplikasi dari tindakan tersebut, yang antara lain :
a. Durante Operasi

Perdarahan

Krisis tiroid

Cedera nervus, trakea dan esofagus

Pratiroid terangkat

b. Pasca operasi

Hematoma

Tracheomalacia

Hipokalsemia

Suara parau/ hilang

Tersedak

F. Limfoma Maligna
Limfoma merupakan golongan gangguan limfoproliferatif. Penyebabnya tidak
diketahui, tetapi dikaitkan dengan virus, khususnya Epstein-Barr virus yang ditemukan pada
limfoma Burkitt. Adanya peningkatan insidens penderita limfoma pada kelompok penderita
AIDS pengidap virus HIV, tampaknya mendukung teori yang menganggap bahwa penyakit

ini disebabkan oleh virus. Awal pembentukan tumor pada gangguan ini adalah pada jaringan
limfatik sekunder (seperti kelenjar limfe dan limpa) dan selanjutnya dapat timbul penyebaran
ke sumsum tulang dan jaringan lain.
Limfoma dibedakan atas dasar histopatologi mikroskopik dari kelenjar limfe yang
terlibat. Penggolongan tersebut terdiri dari Limfoma Hodgkin dan Non Hodgkin. Walaupun
tanda dan gejala limfoma saling menutupi, pengobatan dan prognosis berbagai limfoma
saling menutupi, pengobatan dan prognosis berbagai limfoma tetap berlainan. Dengan
demikian adalah suatu keharusan untuk menegakkan diagnosis secara tepat. Untuk tujuan ini,
diambil sebuah kelenjar limfe atau lebih untuk diperiksa secara mikroskopis. Limfoma
dibedakan menurut jenis sel yang mencolok yang terdapat pada kelenjar limfe. Umumnya,
prognosis yang lebih baik dihubungkan dengan distribusi nodular dimana terdapat limfosit
yang menonjol. Untuk mengenali asal neoplastik baik sebagai limfosit B ataupun sebagai
limfosit T, dilakukan pemeriksaan imunologis dan sitokimiawi.
Salah satu determinan utama dari pengobatan maupun prognosis adalah stadium
klinik penderita waktu diagnosis itu dibuat. Setelah diagnosis jaringan ditegakkan, harus
dilakukan penggolongan meurut stadiumnya. Ini biasanya berupa :
1. Pemeriksaan fisik dengan perhatian khusus pada system limfatik (kelenjar limfe, hati
dan limpa)
2. Hitung sel darah rutin, pemeriksaan diferensiasi dan hitung trombosit
3. Pemeriksaan kimiawi darah (fungsi ginjal dan hati; asam urat)
4. Pembuatan radiogram dada untuk melihat adanya adenopati di hillus (pembesaran
kelenjar limfe bronkial)
5. CT Scan dada, abdomen dan pelvis
6. Limfangiogram bipedal untuk memeriksa adanya keterlibatan kelenjar retroperitoneal
dan iliaka.
7. Scan tulang jika ada nyeri tekan pada tulang
Biopsi sumsum tulang bilateral merupakan indikasi bagi penderita yang disertai gejala
sistemik atau pada stadium III. Pada keadaan dimana sumsum tulang tidak terlibat, biasanya
dilakukan laparatomi dengan splenektomi dan biopsi hati untuk mendapatkan diagnosis
akurat pada penderita penyakit Hodgkin. Tindakan ini tidak rutin dilakukan pada penderita
limfoma non-hodgkin.

Limfoma Non-Hodgkin
Limfoma non hodgkin merupakan salah satu jenis limfoma maligna atau keganasan
sel limfoid. Keganasan ini dapat berasal dari sel limfosit B, Limfosit T atau berasal dari sel
Natural Killer. Limfoma Non Hodgkin yang berasal dari Limfosit B adalah yang paling
sering (85 %) sedangkan yang berasal dari Limfosit T dan NK berjumlah 15 %. Kemajuan
ilmu pengetahuan dalam bidang imunologi dan fisiologi limfosit, seperti membedakan
limfosit dalam jenis sel B atau sel T memberikan klasifikasi yang lebih pasti dari limfoma
non Hodgkin. Secara garis besar berdasarkan gradenya Limfoma Non Hodgkin dibedakan
atas low-grade, intermediategrade dan high-grade.
Etiologi

Translokasi kromosom memegang peranan penting penyebab terjadinya limfoma


maligna.

Virus antara lain Epstein-Barr Virus (EBV), Human T-cell leukemia virus type 1
(HTLV-1), Hepatitis C virus (HCV) dan Kaposi sarcomaassociated herpesvirus
(KSHV).

Faktor lingkungan antara lain akibat zat kimia (pestisida, herbisida), kemoterapi dan
radiasi.

Inflamasi kronik seperti Sjgren syndrome dan Hashimoto thyroiditis

Infeksi Helycobacter pylori

Epidemiologi
Median umur penderita limfoma non hodgkin adalah usia > 50 tahun kecuali untuk
jenis Limfoma Non Hodgkin yang high-grade utamanya terjadi pada anak-anak dan usia
dewasa muda. Low-grade limfoma insidensnya dalam masyarakat sekitar 37 % dengan usia
diantara 35-64 tahun
Gejala klinik
Berdasarkan gradenya manifestasi klinik yang timbul pada penderita Limfoma ini
antara lain sebagai berikut :

Low-grade lymphomas
o Limfadenopati difus tanpa rasa sakit dan dapat menyerang satu atau seluruh
kelenjar limfe perifer
o Regresi spontan kelenjar limfe yang membesar
o Gejala konstitusional berupa demam (>38C), penurunan berat badan,
berkeringat pada malam hari

o Apabila menginfiltrasi atau menginvasi sumsum tulang belakang akan


menyebabkan cytopenia.
o Lemah dan lesu

Intermediate-grade lymphomas & High-grade lymphomas


o Adenopathy
o Gejala konstitusional
o Lymphoblastic lymphoma, high-grade lymphoma, menunjukkan adanya
massa mediastinum anterior dan posterior
o Pasien dengan limfoma burkitt menunjukkan adanya massa abdomen yang
besar dan adanya gejala obstruksi dari saluran pencernaan
o Hidronefrosis obstruksi terjadi pada penderita limfoma burkitt akibat
obstruksi dari ureter
o Gejala-gejala lain pada saluran pencernaan, kulit, tulang, traktus urinarius,
tiroid dan susunan saraf pusat

Pemeriksaan tambahan

a. Fisik

Low-grade lymphomas
o

Adenopathy perifeer

Splenomegali

Hepatomegali

Intermediate- and high-grade lymphomas


o

Limphadenopathi

Splenomegali

Hepatomegali

Massa abdomen yang besar.

Massa testis

Lesi pada kulit berupa lesi yang berhubungan dengan limfoma sel T kutaneus
(mycosis fungoides), anaplastic large cell lymphoma, dan angioimmunoblastic
lymphoma

Foto dada menunjukkan massa mediastinum bulky, yang berhubungan dengan


primary mediastinal large B-cell lymphoma atau lymphoblastic lymphoma

b. Laboratorium
Pemeriksaan darah rutin menunjukkan :

o Anemia akibat autoimun hemolysis, perdarahan dan akibat inflamasi kronik.


o Trombositopenia, leucopenia hingga pansitopenia akibat infiltrasi pada
sumsum tulang.
o Lymphositosis dan trombositosis

Peningkatan kadar Laktat Dehirogenase (LDH) dan gangguan fungsi hati

Peningkatan beta 2-mikroglobulin

Penatalaksanaan
Terapi pada limfoma milignat non hodkin diberikan berdasarkan staging :
a. Stage Ia, Ib, IIa

: Radioterapi

b. Stage IIb dan seterusnya

: Kemoterapi

Karena pada Limfoma Non Hodkin dibagi atas tipe low grade dan high grade maka
terapinya juga berdasarkan grade tersebut.
Prognosis

Usia > 60 tahun

Kadar Laktik Dehidrogenase meningkat

Stage III/IV

Tampilan klinis atau performance status jelek

Untuk limfoma high grade prognosisnya tergantung respon terhadap kemoterapi

G. Limfoma Hodgkin
Definisi
Limfoma hodgkin adalah suatu penyakit keganasan yang melibatkan kelenjar getah
bening yang ditandai dengan adanya sel Ree Stenberg.
Etiologi
Penyebabnya belum diketahui, tetapi bukti menunjukkan adanya hubungan dengan
virus seperti virus Ebstein Barr. Pada pemeriksaan mikroskopis dapat ditemukan DNA virus
ebstein barr pada sel Reed Stenberg. Penyakit Hodgkin bia muncul pada berbagai usia, jarang
ditemukan pada usia dibawah 10 tahun, ditemukan pada usia 20-40 tahun, dan diatas 60
tahun.
Gejala Klinis
Penyakit Hodgkin biasanya ditemukan jika seseorang mengalami pembesaran kelenjar
getah bening yang tidak nyeri, paling sering di leher,tapi kadang-kadang penyebarannya

sistemik. Walaupun biasanya tidak nyeri, pembesaran tersebut bisa menimbulkan nyeri dalam
beberapa jam setelah penderita meminum alkohol dalam jumlah yang banyak.
Gejala lainnya adalah symtom B yaitu demam, keringat malam, dan penurunan berat
badan. Beberapa penderita mengalami demam Pel- Ebstein dimana suhu tubuh meninggi
selama beberapa hari yang diselingi dengan suhu normal atau di bawah normal selama
beberapa hari atau beberapa minggu.
Stadium Limfoma Hodgkin
Stadium

Penebaran Penyakit

Mengenai kelenjar getah bening pada satu bagian tubuh

II

Mengenai dua atau lebih kelenjar getah bening pada sisi yang sama

III

Mengenai kelenjar getah bening diatas dan dibawah diafragma

IV

Mengenai kelenjar getah bening di bagian tubuh lainnya misalnya sum


sum tulang, paru paru, hati

Keempat stadium dikelompokkan lagi menjadi A (tidak adanya) atau B (adanya) salah satu
atau lebih dari gejala berikut :
1. Demam dengan suhu 37,8 C
2. Keringat malam
3. Penurunan berat badan
Diagnosis
Pada penyakit hodgkin kelenjar getah bening membesar dan tidak menimbulkan
nyeri, tanpa adanya infeksi, jika pembesaran ini berlangsung lebih ari 1 minggu maka dapat
dicurigai penyakit Hodgkin, terutama jika demam, berkeringat malam dan disertai penurunan
berat badan.
Untuk mengetahui secara pasti penyakit Hodgkin dilakukan biopsi kelenjar getah
bening yang hasilnya positif jika ditemukan sel Reed Stenberg.

Pemeriksaan Penunjang

Untuk mengetahui stadium dari limfoma Hodgkindapat dilakukan pemeriksaan :


1. Rontgen dada
2. Limfangiogram
3. CT scann
4. Skenning galium

5. Laparatomi
Penatalaksanaan
Dua jenis pengobatan limfoma Hodgkin yang efektif adalah dengan radioterapi dan
kemoterapi. Terapi penyinaran menyembuhkan 90 % Hodgkin stadium I dan II. Pengobatan
dilakukan 4-5 minggu. Pengobatan ditujukan pada kelenjar getah bening yang terkena dan
sekitarnya. Untuk stadium III dengan gejala dilakukan radioterapi sedangkan yang tanpa
gejala dilakukan kemoterapi dengan atau tanpa radioterapi. Pada stadium IV dilakukan
kombinasi dengan obat obat kemoterapi.
Prognosis
Stadium I lebih dari 90 %
Stadium II 90 %
Stadium III 80 %
Stadium IV 60-70 %
H. Tuberculosis Kelenjar
Tuberculosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi Myobacterium
Tuberculosis. Penyakit ini paling sering bermanifestasi pada paru-paru dan 1/3 dari kasis
berupa ekstrapulmonal. Penyebarannya dengan cara airborn/droplet yang tersebar melalui
udara yang dihasilkan oleh penderita tuberculosis infeksius.
Kemungkinan untuk terjadinya limphadenopathy cervical pada salah satu bagian dari
ekstrapulmonal tuberculosis yaitu tuberculosis lymphadenitis atau lymph-node tuberculosis.
Gejalanya berupa pembesaran kelenjar getah bening pada bagian cervical (terutama trigonum
anterior) maupun pada supraclavicular tanpa adanya rasa nyeri, walaupun kelenjar lain dapat
pula membesar. Terdapat scrofula yaitu pembesaran kelenjar getah bening cervical yang
bersifat supuratif dengan mengeluarkan massa casseus melalui traktus fistulanya dan dapat
pula terjadi inflamasi. Gejala sistemik biasanya hanya terdapat pada pasien HIV yang juga
terinfeksi dengan tuberculosis. Pada pemeriksaan histopatologis akan didapatkan lesi
granulomatosa.

DAFTAR PUSTAKA

Aru Sudoyo dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 2 Edisi IV. Jakarta: IPD Press
Efiaty Arsyad dkk. 2007. Buku Ajar THT Edisi 6. Jakarta: UI Press
Theopilus B. dkk. 2008. Buku Ajar Anatomi Umum. Makassar: Bagian Anatomi FK Unhas
Wan Desen. 2008. Buku Ajar Onkologi. Jakarta: UI Press

You might also like