You are on page 1of 12

BIOETIKA KEDOKTERAN

A. Pengertian Bioetika
Perkembangan yang begitu pesat di bidang biologi dan ilmu kedokteran membuat etika kedokteran
tidak mampu lagi menampung keseluruhan permasalahan yang berkaitan dengan kehidupan. Etika
kedokteran berbicara tentang bidang medis dan profesi kedokteran saja, terutama hubungan dokter
dengan pasien, keluarga, masyarakat, dan teman sejawat. Oleh karena itu, sejak tiga dekade
terakhir ini telah dikembangkan bioetika atau yang disebut jugadengan etika biomedis.
Menurut F. Abel, Bioetika adalah studi interdisipliner tentang masalah-masalah yang ditimbulkan
oleh perkembangan biologi dan kedokteran, tidak hanya memperhatikan masalah-masalah yang
terjadi pada masa sekarang, tetapi juga memperhitungkan timbulnya masalah pada masa yang akan
datang.
Bioetika berasal dari kata bios yang berati kehidupan dan ethos yang berarti norma-norma atau
nilai-nilai moral. Bioetika merupakan studi interdisipliner tentang masalah yang ditimbulkan oleh
perkembangan di bidang biologi dan ilmu kedokteran baik skala mikro maupun makro, masa kini
dan masa mendatang. Bioetika mencakup isu-isu sosial, agama, ekonomi, dan hukum bahkan
politik. Bioetika selain membicarakan bidang medis, seperti abortus, euthanasia, transplantasi
organ, teknologi reproduksi butan, dan rekayasa genetik, membahas pula masalah kesehatan,
faktor budaya yang berperan dalam lingkup kesehatan masyarakat, hak pasien, moralitas
penyembuhan tradisional, lingkungan kerja, demografi, dan sebagainya. Bioetika memberi perhatian
yang besar pula terhadap penelitian kesehatan pada manusia dan hewan percobaan.
Masalah bioetika mulai diteliti pertama kali oleh Institude for the Study of Society, Ethics and Life
Sciences, Hasting Center, New York pada tahun 1969. Kini terdapat berbagai isu etika biomedik.
Di Indonesia, bioetika baru berkembang sekitar satu dekade terakhir yang dipelopori oleh Pusat
Pengembangan Etika Universitas Atma Jaya Jakarta. Perkembangan ini sangat menonjol setelah
universitas Gajah Mada Yogyakarta yang melaksanakan pertemuan Bioethics 2000; An International
Exchange dan Pertemuan Nasional I Bioetika dan Humaniora pada bulan Agustus 2000. Pada
waktu itu, Universitas Gajah Mada juga mendirikan center for Bioethics and Medical
humanities. Dengan terselenggaranya Pertemuan Nasional II Bioetika dan Humaniora pada tahun
2002 di Bandung, Pertemuan III pada tahun 2004 di Jakarta, dan Pertemuan IV tahun 2006 di
Surabaya serta telah terbentuknya Jaringan Bioetika dan Humaniora Kesehatan Indonesia (JBHKI)
tahun 2002, diharapkan studi bioetika akan lebih berkembang dan tersebar luas di seluruh Indonesia
pada masa datang.
Humaniora merupakan pemikiran yang beraitan dengan martabat dan kodrat manusia, seperti yang
terdapat dalam sejarah, filsafat, etika, agama, bahasa, dan sastra.
B. Prinsip-prinsip Dasar Bioetika
Prinsip-prinsip dasar etika adalah suatu aksioma yang mempermudah penalaran etik. Prinsip-prinsip
itu harus dibersamakan dengan prinsip-prinsip lainnya atau yang disebut spesifik. Tetapi pada

beberapa kasus, kerana kondisi berbeda, satu prinsip menjadi lebih penting dan sah untuk
digunakan dengan mengorbankan prinsip yang lain. Keadaan terakhir disebut dengan Prima Facie.
Konsil Kedokteran Indonesia, dengan mengadopsi prinsip etika kedokteran barat, menetapkan
bahwa, praktik kedokteran Indonesia mengacu kepada kepada 4 kaidah dasar moral yang sering
juga disebut kaidah dasar etika kedokteran atau bioetika, antara lain:

Beneficence
Non-malficence
Justice
Autonomy
1. Beneficence
Dalam arti prinsip bahwa seorang dokter berbuat baik, menghormati martabat manusia, dokter
tersebut juga harus mengusahakan agar pasiennya dirawat dalam keadaan kesehatan. Dalam suatu
prinsip ini dikatakan bahwa perlunya perlakuan yang terbaik bagi pasien. Beneficence membawa arti
menyediakan kemudahan dan kesenangan kepada pasien mengambil langkah positif untuk
memaksimalisasi akibat baik daripada hal yang buruk. Ciri-ciri prinsip ini, yaitu;

Mengutamakan Alturisme
Memandang pasien atau keluarga bukanlah suatu tindakan tidak hanya menguntungkan seorang
dokter
Mengusahakan agar kebaikan atau manfaatnya lebih banyak dibandingkan dengan suatu
keburukannya

Menjamin kehidupan baik-minimal manusia


Memaksimalisasi hak-hak pasien secara keseluruhan
Meenerapkan Golden Rule Principle, yaitu melakukan hal yang baik seperti yang orang lain
inginkan
Memberi suatu resep
2. Non-malficence
Non-malficence adalah suatu prinsip yang mana seorang dokter tidak melakukan perbuatan yang
memperburuk pasien dan memilih pengobatan yang paling kecil resikonya bagi pasien sendiri.
Pernyataan kuno Fist, do no harm, tetap berlaku dan harus diikuti. Non-malficence mempunyai ciriciri:
Menolong pasien emergensi
Mengobati pasien yang luka
Tidak membunuh pasien
Tidak memandang pasien sebagai objek
Melindungi pasien dari serangan
Manfaat pasien lebih banyak daripada kerugian dokter
Tidak membahayakan pasien karena kelalaian
Tidak melakukan White Collar Crime
3. Justice

Keadilan (Justice) adalah suatu prinsip dimana seorang dokter memperlakukan sama rata dan adil
terhadap untuk kebahagiaan dan kenyamanan pasien tersebut. Perbedaan tingkat ekonomi,
pandangan politik, agama, kebangsaan, perbedaan kedudukan sosial, kebangsaan, dan
kewarganegaraan tidak dapat mengubah sikap dokter terhadap pasiennya. Justice mempunyai ciriciri :

Memberlakukan segala sesuatu secara universal


Mengambil porsi terakhir dari proses membagi yang telah ia lakukan
Menghargai hak sehat pasien
Menghargai hak hukum pasien
4. Autonomy
Dalam prinsip ini seorang dokter menghormati martabat manusia. Setiap individu harus diperlakukan
sebagai manusia yang mempunyai hak menentukan nasib diri sendiri. Dalam hal ini pasien diberi
hak untuk berfikir secara logis dan membuat keputusan sendiri. Autonomy bermaksud
menghendaki, menyetujui, membenarkan, membela, dan membiarkan pasien demi dirinya sendiri.
Autonomy mempunyai ciri-ciri:

Menghargai hak menentukan nasib sendiri


Berterus terang menghargai privasi
Menjaga rahasia pasien
Melaksanakan Informed Consent

Makalah Bioetika (Pembahasan kasus berdasarkan kaidah Beneficence, Non-maleficence, Autonomi,


Justice)
PENDAHULUAN
1.1

Latar belakang

Kemajuan teknologi yang semakin pesat membuat akses informasi yang beredar seolah tak
terbendung. Masyarakat semakin cerdas dalam menentukan pilihan, yang salah satunya adalah pilihan
dalam urusan kesehatan. Dengan akses informasi yang tak terbatas inilah, masyarakat semakin
diperdalam pengetahuannya dalam bidang kesehatan, terutama mengenai hak hak yang wajib mereka
dapat dan bahkan mengenai penyakit yang mereka derita.
Seorang dokter yang baik tentu harus memperhatikan hal tersebut, agar bisa mengimbangi
pasien yang datang untuk berobat padanya.
Penerapan kaidah bioetik merupakan sebuah keharusan bagi seorang dokter yang berkecimpung
didalam dunia medis, karena kaidah bioetik adalah sebuah panduan dasar dan standar, tentang
bagaimana seorang dokter harus bersikap atau bertindak terhadap suatu persoalan atau kasus yang
dihadapi oleh pasiennya.
Kaidah bioetik harus dipegang tegush oleh seorang dokter dalam proses pengobatan pasien,
sampai pada tahap pasien tersebut tidak mempunyai ikatan lagi dengan dokter yang bersangkutan.
Pada kasus kali ini, penulis akan membahas tentang kasus yang dialami oleh dokter Bagus,
seorang dokter yang mendedikasikan diri pada pelayanan pada orang kecil di daerah terpencil.

1.2

Rumusan Masalah

Rumusan masalah yang digunakan dalam makalah ini adalah Totalitas seorang dokter dalam
pelayanannya.
Penulis memilih rumusan masalah ini karena rumusan ini sudah mencakup banyak aspek yang menjadi
masalah atau kendala dalam pelayanan sang dokter di tempat tugasnya, sehingga mudah untuk
dijabarkan atau dijelaskan.

1.3

Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan makalah ilmiah ini adalah agar mahasiswa Fakultas Kedokteran UKRIDA dapat
memahami dengan sungguh dan mampu menerapkan kaidah bioetik seperti Beneficence, Non Malficence, Autonomy dan Justice apabila sudah terjun kedunia kerja yang sesungguhnya.

PEMBAHASAN

2.1

Defenisi bioetik

Sepanjang perjalanan sejarah dunia Kedokteran, banyak defenisi dan paham mengenai bioetika
yang dilontarkan oleh para ahli etika dari berbagai belahan dunia. Pendapat pendapat ini dibuat untuk
merumuskan suatu pemahaman bersama tentang apa itu bioetika.
Bioetika berasal dari kata bios yang berati kehidupan dan ethos yang berarti norma-norma atau
nilai-nilai moral. Bioetika merupakan studi interdisipliner tentang masalah yang ditimbulkan oleh
perkembangan di bidang biologi dan ilmu kedokteran baik skala mikro maupun makro, masa kini dan
masa mendatang. Bioetika mencakup isu-isu sosial, agama, ekonomi, dan hukum bahkan politik.
Bioetika selain membicarakan bidang medis, seperti abortus, euthanasia, transplantasi organ, teknologi
reproduksi butan, dan rekayasa genetik, membahas pula masalah kesehatan, faktor budaya yang
berperan dalam lingkup kesehatan masyarakat, hak pasien, moralitas penyembuhan tradisional,
lingkungan kerja, demografi, dan sebagainya. Bioetika memberi perhatian yang besar pula terhadap
penelitian kesehatan pada manusia dan hewan percobaan.
Menurut F. Abel, Bioetika adalah studi interdisipliner tentang masalah-masalah yang ditimbulkan
oleh perkembangan biologi dan kedokteran, tidak hanya memperhatikan masalah-masalah yang terjadi
pada masa sekarang, tetapi juga memperhitungkan timbulnya masalah pada masa yang akan datang.

2.2

Pembahasan Masalah

Kaidah kaidah bioetik merupakah sebuah hukum mutlak bagi seorang dokter. Seorang dokter
wajib mengamalkan prinsip prinsip yang ada dalam kaidah tersebut, tetapi pada beberapa kasus, karena
kondisi berbeda, satu prinsip menjadi lebih penting dan sah untuk digunakan dengan mengorbankan
prinsip yang lain. Kondisi seperti ini disebut Prima Facie. Konsil Kedokteran Indonesia, dengan
mengadopsi prinsip etika kedokteran barat, menetapkan bahwa, praktik kedokteran Indonesia mengacu
kepada kepada 4 kaidah dasar moral yang sering juga disebut kaidah dasar etika kedokteran atau
bioetika, yaitu:

Beneficence

Non - Maleficence

Justice

Autonomi

2.2.1 Beneficence
Dalam arti bahwa seorang dokter berbuat baik, menghormati martabat manusia, dokter tersebut
harus berusaha maksimal agar pasiennya tetap dalam kondisi sehat. Perlakuan terbaik kepada pasien
merupakan poin utama dalam kaidah ini. Kaidah beneficence menegaskan peran dokter
untuk menyediakan kemudahan dan kesenangan kepada pasien mengambil langkah positif untuk
memaksimalisasi akibat baik daripada hal yang buruk. Prinsip prinsip yang terkandung didalam kaidah ini
adalah;

Mengutamakan Alturisme

Menjamin nilai pokok harkat dan martabat manusia

Memandang pasien atau keluarga bukanlah suatu tindakan tidak hanya menguntungkan
seorang dokter

Tidak ada pembatasan goal based

Mengusahakan agar kebaikan atau manfaatnya lebih banyak dibandingkan dengan suatu
keburukannya

Paternalisme bertanggung jawab/kasih sayang

Menjamin kehidupan baik-minimal manusia

Memaksimalisasi hak-hak pasien secara keseluruhan

Menerapkan Golden Rule Principle, yaitu melakukan hal yang baik seperti yang orang lain
inginkan

Memberi suatu resep berkhasiat namun murah

Mengembangkan profesi secara terus menerus

Minimalisasi akibat buruk

Kaidah Benefince dalam kasus dokter Bagus


1.
Dokter Bagus telah lama bertugas di suatu desa terpencil yang sangat jauh dari kota. Sehariharinya ia bertugas di sebuah puskesmas yang hanya ditemani oleh seorang mantri, hal ini merupakan
pekerjaan yang cukup melelahkan karena setiap harinya banyak warga desa yang datang berobat karena
puskesmas tersebut merupakan satu-satunya sarana kesehatan yang ada. Dokter Bagus bertugas dari
pagi hari sampai sore hari tetapi tidak menutup kemungkinan ia harus mengobati pasien dimalam hari
bila ada warga desa yang membutuhkan pertolongannya. (Paragraf 1).

Disini dokter bagus menunjukan bahwa ia melayani pasien tanpa mengenal batas waktu,
walaupun sebenarnya ia merasakan kelelahan, tetapi hal tersebut tidak meruntuhkan niatnnya untuk
menolong pasien dokter bagus juga rela berkorban demi orang lain.
Dalam kasus ini, dokter bagus telah menjalankan prinsip altruisme dalam kaidah Beneficence.
2.
Setelah memeriksakan anak tersebut, dokter Bagus menyarankan agar anak tersebut dirawat
dirumah sakit yang berada dikota.(Paragraf 2).
Dapat kita lihat bahwa dokter bagus juga telah melakukan suatu tindakan yang berhubungan
dengan Kaidah Beneficence yaitu mengusahakan agar kebaikan atau manfaat lebih banyak dibandingkan
dengan keburukannya, dan meminimalisasi akibat buruk.
3.
Dokter Bagus memberikan beberapa macam obat dan vitamin serta nasehat agar istirahat yang
cukup.(Paragraf 2).
Disini dokter Bagus memberi perhatian penuh kepada pasien, dalam mengusahakan agar
kebaikan serta manfaatnya lebih besar dibandingkan dengan kerugian yang akan diterima pasien.
4.
Pak mantri tolong bikinkan puyer untuk anak ibu ini dan setelah itu tolong jelaskan cara
membuat air oralit pada ibu ini kata dokter Bagus kepada pak mantri. (Paragraf 3)
Dapat dilihat jika dokter Bagus juga menjalankan prinsip Benefince yang ke 15 yaitu, memberikan
obat berkhasiat namun murah kepada pasiennya.
5.
Pak, yang hanya dapat saya lakukan adalah memberi obat obatan penunjang agar anak bapak
tidak terlalu menderita kata dokter Bagus sambil menyerahkan obat kepada orang tua pasien. (Paragraf
4).
Dokter bagus memberikan obat penunjang untuk meminimalisasi akibat buruk agar pasien tidek
terlalu menderita.
6.
Sambil bersimbah peluh, dokter Bagus akhirnya menyelesaikan tindakan amputasi telapak tangan
pemuda yang mengalami kecelakaan tersebut. (Paragraf 5). Disini dokter Bagus menunjukkan sisi
paternalisme penuh kasih sayang dan bertanggung jawab sebagai seorang dokter dalam menangani
pasiennya.
7.
Demikianlah kegiatan sehari-hari dokter Bagus dan tanpa terasa sudah 25 tahun dokter Bagus
mengabdi di desa tersebut dan kini usianya sudah memasuki 55 tahun, namun belum ada sedikitpun
dibenaknya dokter Bagus untuk mencari pendamping hidupnya, yang ada hanya bagaimana mengobati
pasien-pasiennya (Paragraf 7).
Disini dokter Bagus menunjukkan sis i altruisme, ia menolong dan rela berkorban demi
kepentingan orang lain, dan tidak mementingkan dirinya sendiri.

2.2.2 Non Malficence


Non-malficence adalah suatu prinsip yang mana seorang dokter tidak melakukan perbuatan yang
memperburuk pasien dan memilih pengobatan yang paling kecil resikonya bagi pasien yang dirawat atau
diobati olehnya. Pernyataan kunoFist, do no harm, tetap berlaku dan harus diikuti. Non-malficence
mempunyai ciri-ciri:

Menolong pasien emergensi

Mengobati pasien yang luka

Tidak membunuh pasien

Tidak memandang pasien sebagai objek

Tidak menghina/mencaci maki/memanfaatkan pasien

Melindungi pasien dari serangan

Manfaat pasien lebih banyak daripada kerugian dokter

Tidak membahayakan pasien karena kelalaian

Menghindari misrepresentasi

Memberikan semangat hidup

Tidak melakukan white collar crime

Kaidah Non - Maleficence dalam kasus dr. Bagus:


1.
Ketika yang lain sibuk membaringkan pemuda yang tidak sadarkan diri tersebut, salah satu orang
mengatakan bahwa pemuda tersebut telapak tangan sebelah kanannya masuk kedalam mesin
penggilingan padi dan setelah 15 menit kemudian telapak tangan pemuda tersebut baru dapat
dikeluarkan dari mesin penggilingan padi. Pada pemeriksaan, dokter Bagus mendapatkan telapak tangan
pemuda tersebut hancur. Dokter Bagus bertanya kepada orang-orang yang mengantar pemuda tadi
apakah diantara mereka ada keluarga dari pemuda tersebut. Dari serombongan orang tadi keluar
seorang perempuan, ia mengatakan bahwa ia adalah istri dari pemuda tersebut. Dokter Bagus
menjelaskan keadaan telapak tangan kanan suaminya dan tindakan yang harus dilakukan adalah
amputasi. (Paragraf 5).
Disini dokter Bagus menunjukkan usahanya yaitu melakukan amputasi dalam hal untuk
meminimalisasi akibat buruk yang akan merugikan pasien, seperti kehilangan nyawa akibat pendarahan.

2.2.3 Autonomi

Dalam kaidah ini, seorang dokter wajib menghormati martabat dan hak manusia. Setiap individu harus
diperlakukan sebagai manusia yang mempunyai hak menentukan nasib sendiri. Dalam hal ini pasien
diberi hak untuk berfikir secara logis dan membuat keputusan sendiri. Autonomi bermaksud
menghendaki, menyetujui, membenarkan, membela, dan membiarkan pasien demi dirinya
sendiri. Kaidah Autonomi mempunyai prinsip prinsip sebagai berikut:

Menghargai hak menentukan nasib sendiri

Tidak mengintervensi pasien dalam membuat keputusan

Berterus terang menghargai privasi

Menjaga rahasia pasien

Menghargai rasionalitas pasien

Melaksanakan Informed Consent

Membiarkan pasien dewasa dan kompeten mengambil keputusan sendiri

Tidak mengintervensi atau menghalangi autonomi pasien

Mencegah pihak lain mengintervensi pasien dalam membuat keputusan, termasuk keluarga
pasien sendiri

Sabar menunggu keputusan yang akan diambil pasien pada kasus non emergensi

Tidak berbohong kepada pasien meskipun demi kebaikann pasien

Mejaga hubungan atau kontrak

Kaidah Autonomi dalam kasus dr. Bagus :


1.
Namun ibu tersebut menolak karena tidak mempunyai uang untuk berobat. Baiklah kalau begitu
saya akan memberi ibu obat dan oralit untuk anak ibu, nanti ibu berikan obat tersebut sesuai dengan
aturan dan usahakan anak ibu minum oralit sesering mungkin, nanti sore setelah selesai tugas saya akan
mampir kerumah ibu untuk melihat kondisi keadaan anak ibu, kata dokter Bagus. (Paragraf 3).
Disini dokter Bagus menunjukkan bahwa setiap keputusan itu berada di tangan pasien, dan dokter bagus
tidak mengintervensi keputusan dari ibu tersebut. Dia juga tetap menjaga hubungan atau kontrak
dengan pasien, dengan berjanji akan mengunjungi anak dari ibu tersebut
2.
Dokter Bagus menjelaskan keadaan telapak tangan kanan suaminya dan tindakan yang harus
dilakukan adalah amputasi. (Paragraf 5).
Disini dokter bagus berterus terang dan tidak berbohong demi kebaikan pasien itu sendiri.

3.
Melihat kondisi pasien yang baik dan stabil, akhirnya pasien diperbolehkan pulang dengan diberi
beberapa macam obat dan anjuran agar besok datang kembali untuk kontrol. (Paragraf 5).
Dapat dilihat bahwa dokter Bagus sepenuhnya memberikan keputusan kepada pasien, apakah dia mau
dirawat atau tidak, dan dokter Bagus pun tetap menjaga hubungannya dengan pasien melalui kontrol
rutin yang dilakukannya.
4.
Setelah menerima penjelasan tentang kemungkinan penyakit yang dideritanya, pasien pulang
dengan membawa surat rujukan tersebut. (Paragraf 6)
Dapat kita lihat juga dalam paragraph ini, bahwa dokter Bagus selalu menerapkan prinsip prinsip yang
ada didalam kaidah Autonomi. Dalam kasus ini, dokter Bagus menerapkan prinsip ke 3, yaitu berterus
terang kepada pasiennya.

2.2.4 Justice
Keadilan atau Justice adalah suatu prinsip dimana seorang dokter wajib memberikan perlakuan
sama rata serta adiluntuk kebahagiaan dan kenyamanan pasien tersebut. Perbedaan tingkat ekonomi,
pandangan politik, agama, kebangsaan, perbedaan kedudukan sosial, kebangsaan, dan
kewarganegaraan tidak boleh mengubah sikap dan pelayanan dokter terhadap pasiennya. Justice
mempunyai ciri-ciri :

Memberlakukan segala sesuatu secara universal

Mengambil porsi terakhir dari proses membagi yang telah ia lakukan

Memberikan kesempatan yang sama terhadap pribadi dalam posisi yang sama

Menghargai hak sehat pasien

Menghargai hak hukum pasien

Menghargai hak orang lain

Menjaga kelompok rentan

Tidak membedakan pelayanan terhadap pasien atas dasar SARA, status social, dan sebagainya

Tidak melakukan penyalahgunaan

Memberikan kontribusi yang relatif sama dengan kebutuhan pasien

Meminta partisipasi pasien sesuai dengan kemampuannya

Kewajiban mendistribusikan keuntungan dan kerugian secara adil

Mengembalikan hak kepada pemiliknya pada saat yang tepat dan kompeten

Tidak memberi beban berat secara tidak merata tanpa alasan sah atau tepat

Menghormati hak populasi yang sama sama rentan penyakit atau gangguan kesehatan

Bijak dalam makroalokasi

Kaidah Justice dalam kasus dr. Bagus :


1.
Pada suatu pagi hari, ketika ia datang ke puskesmas sudah ada 4 orang pasien yang sedang
mengantri. Dokter bagus memeriksa pasien sesuai nomor urut pendaftaran, hal ini dilakukannya agar
pemeriksaan pasien berjalan tertib teratur. (Paragraf 2).
Disini dokter Bagus menunjukkan keadilannya dalam menangani pasien, ia memeriksa pasiennya
secara teratur menurut nomor urut agar pemeriksaan berjalan dengan tertib, lancar dan tidak
membeda-bedakan pasien.
2.
Pak mantri tolong bikinkan puyer untuk anak ibu ini dan setelah itu tolong jelaskan cara
membuat air oralit pada ibu ini kata dokter Bagus kepada pak mantri. (Paragraf 3)
Dari percakapan dokter bagus diatas, dapat dilihat jika dokter Bagus menjalankan prinsip Justice
yang ke sepuluh, yaitu memberikan kontribusi yang relatif sama dengan kebutuhan pasien
3.
Dokter Bagus meminta kesediaan pasien keempat untuk menunggu diluar karena ia akan terlebih
dahulu memberi pertolongan pada pemuda tersebut. (Paragraf 5).
Di sini dokter bagus menjalankan prinsip Justice yang ketiga, yaitu memberi kesempatan yang
sama terhadap pribadi dalam posisi yang sama.

PENUTUP
3.

Kesimpulan

Dari hasil pembahasan mengenai kasus dokter Bagus, dapat ditarik kesimpulan bahwa dokter Bagus
melaksanakansegala tugas praktek kedokterannya berdasarkan prinsip-prinsip yang ada di
dalam kaidah bioetika kedokteran, yaitu beneficence, non maleficence, justice dan autonomi.
Sesuai prinsip beneficence dokter Bagus memberikan usaha yang terbaik untuk kesembuhan pasien. Ia
mengutamakan kepentingan pasien. Kemudian sesuai prinsip non maleficence, dokter bagus
mengutamakan keselamatan pasien, terutama pada saat pasien dalam keadaan darurat. Yang ketiga
sesuai prinsip justice, dokter Bagus mengutamakan keadilan baik untuk pasien itu sendiri maupun
keluarga pasien. Dan yang terakhir menurut prinsip autonomi, dokter Bagus mengutamakan hak-hak

pasien dalam mengambil keputusan tentang penanganan terhadap penyakit yang pasien alami dan
menghormati hak pasien dalam menentukan nasibnya sendiri.
Prinsip-prinsip dalam bioetik tersebut dapat diterapkan dalam menghadapi pasien, sehingga terciptanya
situasi yang,baik bagi hubungan pasien dan dokter dalam pelayanan kesehatan demi kesembuhan
pasien.

DAFTAR PUSTAKA

1. 1. Hanafiah, J., Amri amir. 2009. Etika Kedokteran dan Hukum\Kesehatan (4th ed). Jakarta: EGC.
2. 2. Hartono, Budiman., Salim Darminto. 2011. Modul Blok 1 Who Am I? Bioetika, Humaiora dan
Profesoinalisme dalam Profesi Dokter. Jakarta: UKRIDA.
Posted 21st October 2011 by Primus Etgal Putra
Labels: Autonomi Etgal Kedokteran Ukrida Kasus Kaidah Bioetika Justice Nonmaleficence Beneficence BioetikaBioetik Primus Etgal Putra Makalah

0
Add a comment

You might also like