Kematian adalah suatu proses yang dapat dikenal secara klinis pada seseorang melalui pengamatan terhadap perubahan yang terjadi pada tubuh mayat. Perubahan itu akan terjadi dari mulai terhentinya suplai oksigen. Manifestasinya akan dapat dilihat setelah beberapa menit, jam dan seterusnya. Terhentinya suplai oksigen bisa juga menjadi penyebab kematian. Hal ini disebabkan karena adanya hambatan masuknya oksigen ke dalam sistem respirasi sehingga kadarnya berkurang (hipoksia). Hambatan ini juga akan berakibat terganggunya pengeluaran karbondioksida dari tubuh sehingga kadarnya dalam darah meningkat (hiperkapnea).1,2 Keadaan dimana terjadi gangguan dalam pertukaran udara pernafasan yang normal disebut asfiksia.1,2Asfiksia dalam bahasa Indonesia disebut dengan mati lemas. Sebenarnya, pemakaian kata asfiksia tidaklah tepat, sebab kata asfiksia ini berasal dari bahasa Yunani, menyebutkan bahwa asfiksia berarti absence of pulse (tidak berdenyut), sedangkan pada kematian karena asfiksia, nadi sebenarnya masih dapat berdenyut untuk beberapa menit setelah pernapasan berhenti. Istilah yang tepat secara terminologi kedokteran ialah anoksia atau hipoksia.3,4 Asfiksia merupakan penyebab kematian terbanyak yang ditemukan dalam kasus kedokteran forensik. Asfiksia yang diakibatkan oleh karena adanya obstruksi pada saluran pernafasan disebut asfiksia mekanik. Asfiksia jenis inilah yang paling sering dijumpai dalam kasus tindak pidana yang menyangkut tubuh dan nyawa manusia.1 Dalam penyidikan untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban yang diduga karena peristiwa tindak pidana, seorang penyidik berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya.1