Professional Documents
Culture Documents
AMI) adalah terhentinya aliran darah, meskipun hanya sesaat, yang menuju ke jantung, dan
mengakibatkan sebagian sel jantung menjadi mati.
Penyakit jantung merupakan penyebab kematian nomor satu pada orang dewasa di Amerika.
Setiap tahunnya, di Amerika Serikat:
Penyakit jantung, stroke, dan penyakit periferal arterial merupakan penyakit yang mematikan. Di
seluruh dunia, jumlah penderita penyakit ini terus bertambah. Ketiga kategori penyakit ini tidak
lepas dari gaya hidup yang kurang sehat yang banyak dilakukan seiring dengan berubahnya pola
hidup.
Faktor-faktor pemicu serangan jantung ialah Rokok, mengonsumsi makanan berkolestrol tinggi,
kurang gerak, malas berolahraga, stres, dan kurang istirahat.
Daftar isi
1 Pengenalan Jantung
3 Serangan Jantung
o 3.1 Gejala Serangan Jantung
o 3.2 Tanda-tanda Peringatan Dini
o 3.3 Diagnosis
5 Pustaka
6 Pranala luar
Pengenalan Jantung
Jantung adalah organ berupa otot, berbentuk kerucut, berongga dan dengan basisnya di atas dan
puncaknya di bawah. Apex-nya (puncak) miring ke sebelah kiri. Berat jantung kira-kira 300
gram. Agar jantung berfungsi sebagai pemompa yang efisien, otot-otot jantung, rongga atas dan
rongga bawah harus berkontraksi secara bergantian. Laju denyut-denyut jantung atau kerja
pompa ini dikendalikan secara alami oleh suatu "pengatur irama". Ini terdiri dari sekelompok
secara khusus, disebut nodus sinotrialis, yang terletak didalam dinding serambi kanan. Sebuah
impuls listrik yang ditransmisikan dari nodus sinotrialis ke kedua serambi membuat keduanya
berkontraksi secara serentak. Arus listrik ini selanjutnya di teruskan ke dinding-dinding bilik,
yang pada gilirannya membuat bilik-bilik berkontraksi secara serentak. Periode kontraksi ini
disebut systole. Selanjutnya periode ini diikuti dengan sebuah periode relaksasi pendek - kirakira 0,4 detik - yang disebut diastole, sebelum impuls berikutnya datang. Nodus sinotrialus
menghasilkan antara 60 hingga 72 impuls seperti ini setiap menit ketika jantung sedang santai.
Produksi impuls-impuls ini juga dikendalikan oleh suatu bagian sistem syaraf yang disebut
sistem syaraf otonom, yang bekerja diluar keinginan kita. Sistem listrik built-in inilah yang
menghasilkan kontraksi-kontraksi otot jantung beirama yang disebut denyut jantung.
Bagi wanita, memasuki usia 55 tahun atau mengalami menopause dini (sebagai akibat
operasi).
Wanita mulai menyusul pria dalam hal risiko penyakit jantung setelah mengalami
menopause.
Diabetes.
Kebanyakan penderita diabetes meninggal bukanlah karena meningkatnya level gula
darah, namun karena kondisi komplikasi jantung mereka.
Merokok.
Resiko penyakit jantung drai merokok setara dengan 100 pon kelebihan berat badan - jadi
tidak mungkin menyamakan keduanya.
Kegemukan (obesitas).
Obesitas tengah (perut buncit) adalah bentuk dari kegemukan. Walaupun semua orang
gemuk cenderung memiliki risiko penyakit jantung, orang dengan obesitas tengah lebihlebih lagi.
Stress.
Banyak penelitian yang sudah menunjukkan bahwa, bila menghadapi situasi yang tegang,
dapat terjadi arithmias jantung yang membahayakan jiwa.
Serangan Jantung
Serangan jantung adalah suatu kondisi ketika kerusakan dialami oleh bagian otot jantung
(myocardium) akibat mendadak sangat berkurangnya pasokan darah ke bagian otot jantung.
Berkurangnya pasokan darah ke jantung secara tiba-tiba dapat terjadi ketika salah satu nadi
koroner ter blokade selama beberapa saat, entah akibat spasme - mengencangnya nadi koroner atau akibar pergumpalan darah - thrombus. Bagian otot jantung yang biasanya di pasok oleh nadi
yang terblokade berhenti berfungsi dengan baik segera setelah splasme reda dengan sendirinya,
gejala-gejala hilang secara menyeluruh dan otot jantung berfungsi secara betul-betul normal lagi.
Ini sering disebut crescendo angina atau coronary insufficiency. Sebaliknya, apabila pasokan
darah ke jantung terhenti sama sekali, sel-sel yang bersangkutan mengalami perubahan yang
permanen hanya dalam beberapa jam saja dan bagian otot jantung termaksud mengalami
penurunan mutu atau rusak secara permanen. Otot yang mati ini disebut infark.
sebuah serangan jantung adalah ketika harus menjalani pemeriksaan ECG untuk alasan lain yang
mungkin tidak berkaitan. Dipihak lain, serangan jantung mungkin menghadirkan rasa nyeri
paling buruk yang pernah dialami - rasa sesak yang luar biasa atau rasa terjepit pada dada,
tenggorokan atau perut. Bisa juga mengucurkan keringat panas atau dingin, kaki terasa sakit
sekali dan rasa ketakutan bahwa ajal sudah mendekat. Juga mungkin merasa lebih nyaman bila
duduk dibanding bila berbaring dan mungkin nafas begitu sesak sehingga tidak bisa santai. Rasa
mual dan pusing bahkan sampai muntah, bahkan yang lebih para yaitu ketika sampai kolaps dan
pingsan.
Ada beberapa gejala yang lebih spesifik, antara lain:
Nyeri. Jika otot tidak mendapatkan cukup darah (suatu keadaan yang disebut iskemi),
maka oksigen yang tidak memadai dan hasil metabolisme yang berlebihan menyebabkan
kram atau kejang. Angina merupakan perasaan sesak di dada atau perasaan dada diremasremas, yang timbul jika otot jantung tidak mendapatkan darah yang cukup. Jenis dan
beratnya nyeri atau ketidaknyamanan ini bervariasi pada setiap orang. Beberapa orang
yang mengalami kekurangan aliran darah bisa tidak merasakan nyeri sama sekali (suatu
keadaan yang disebut silent ischemia).
Sesak nafas merupakan gejala yang biasa ditemukan pada gagal jantung. Sesak
merupakan akibat dari masuknya cairan ke dalam rongga udara di paru-paru (kongesti
pulmoner atau edema pulmoner).
Kelelahan atau kepenatan. Jika jantung tidak efektif memompa, maka aliran darah ke otot
selama melakukan aktivitas akan berkurang, menyebabkan penderita merasa lemah dan
lelah. Gejala ini seringkali bersifat ringan. Untuk mengatasinya, penderita biasanya
mengurangi aktivitasnya secara bertahap atau mengira gejala ini sebagai bagian dari
penuaan.
Pusing & pingsan. Penurunan aliran darah karena denyut atau irama jantung yang
abnormal atau karena kemampuan memompa yang buruk, bisa menyebabkan pusing dan
pingsan.
[sunting] Diagnosis
Berdasarkan gejala-gejala yang dirasakan, seorang dokter dapat membuat perkiraan yang nalar
tentang apakah gejala-gejala itu mengisyaratkan serangan jantung atau tidak. Kecurigaannya
mungkin diperkuat oleh penampilan si penderita, tingkat tekanan darah dan bunyi detak jantung.
Dokter mungkin akan mengirimnya ke pemeriksaan ECG dan uji darah, tetapi bila masih
merasakan nyeri, dokter barangkali akan memberi suntikan penghilangrasa nyeri sebelum
pemeriksaan itu. Ini karena nyeri yang menakutkan dapat membawa ke jurang yang lebih dalam,
yang bisa menyebabkan gejala jantung. Nyeri itu juga dapat menimbulkan dampak psikologis
jangka panjang. ECG pertama mungkin tidak menunjukkan tanda-tanda serangan jantung dan
mungkin pemeriksaan itu harus diulang. Kadang-kadang uji yang kedua pun masih tidak
menunjukkan perubahan, dan selama hal ini, diagnosis akan bergantung pada pemeriksaan darah.
Jantung, seperti semua sel tubuh lain, mengandung bahan-bahan kimia khusus yang disebut
enzim. Ketika sel-sel jantung mengalami kerusakan, enzim-enzim yang dilepaskan beredar
bersama aliran darah. Setelah sebuah serangan jantung, kadar sebagian enzim ini langsung naik,
tetapi selanjutnya enzim-enzim tersebut lekas mengurai dan karena itu tidak terdeteksi lagi
setelah sehari atau dua hari; ada enzim yang baru dilepaskan beberapa jam atau bebera hari
kemudian tetap tinggal dalam darah selama beberapa hari atau bahkan beberapa minggu.
profiles.
Diabetes.
Most people with diabetes die not because of increased blood sugar levels, but
because the condition of their heart complications.
Smoking.
Drai heart disease risk equivalent to smoking 100 pounds overweight - so it is
not possible to equate the two.
High blood pressure (hypertension).
Overweight (obesity).
Central obesity (belly fat) is a form of obesity. Although all obese people tend to
have an increased risk of heart disease, people with obesity was even more so.
Lifestyle bad.
Bad lifestyle is one of the root causes of heart disease - and replace them with
physical activity is one of the most radical step that can be taken.
Stress.
Many studies have shown that, when facing a tense situation, there may be lifethreatening heart arithmias.
Heart attack is a condition when the damage suffered by the heart muscle
(myocardium) due to very sudden decrease in blood supply to the heart muscle.
Reduced blood supply to the heart suddenly can occur when one of the coronary
artery blockage was for some time, either due to spasm - coronary artery
mengencangnya - or akibar blood pergumpalan - thrombus. Sections of heart
muscle that is usually supplied by a pulse which terblokade stop functioning
properly immediately after splasme subsides by itself, the symptoms
disappeared completely and heart muscle function completely normally again.
This is often called crescendo angina or coronary insufficiency. Conversely, if the
blood supply to the heart stops altogether, the cells in question experienced a
permanent change in just a few hours only and referred to the heart muscle is
severely degraded or permanently damaged. Muscles of the dead is called
infarction.
then the oxygen is inadequate and the result of excessive metabolic causes
cramps or spasms. Angina is a feeling of tightness in the chest or a feeling of
chest crumpled, which arises when the heart muscle not getting enough blood.
The type and severity of pain or discomfort will vary in each person. Some
people who experience lack of blood flow could not feel any pain at all (a
condition called silent ischemia).
Shortness of breath is a symptom commonly found in heart failure. Shortness
is the result of the influx of fluid into the air cavities in the lungs (pulmonary
congestion or pulmonary edema).
Fatigue or tiredness. If the heart is not pumping effectively, the flow of blood to
muscles during activity will decrease, causing the patient to feel weak and tired.
These symptoms are often mild. To overcome this, patients typically reduce their
activity gradually or think this phenomenon as part of aging.
Palpitations (heart palpitations)
Dizziness and fainting. Decrease in blood flow due to rate or heart rhythm is
abnormal, or because of poor pumping ability, can cause dizziness and fainting.
1.
2.
3.
4.
5.
Pranala luar
Myocardial infarction (MI) or acute myocardial infarction (AMI), commonly known as a
heart attack, is the interruption of blood supply to a part of the heart, causing heart cells to die.
This is most commonly due to occlusion (blockage) of a coronary artery following the rupture of
a vulnerable atherosclerotic plaque, which is an unstable collection of lipids (fatty acids) and
white blood cells (especially macrophages) in the wall of an artery. The resulting ischemia
(restriction in blood supply) and oxygen shortage, if left untreated for a sufficient period of time,
can cause damage or death (infarction) of heart muscle tissue (myocardium).
Classical symptoms of acute myocardial infarction include sudden chest pain (typically radiating
to the left arm or left side of the neck), shortness of breath, nausea, vomiting, palpitations,
sweating, and anxiety (often described as a sense of impending doom).[1] Women may experience
fewer typical symptoms than men, most commonly shortness of breath, weakness, a feeling of
indigestion, and fatigue.[2] Approximately one quarter of all myocardial infarctions are "silent",
without chest pain or other symptoms.
Among the diagnostic tests available to detect heart muscle damage are an electrocardiogram
(ECG), echocardiography, and various blood tests. The most often used markers are the creatine
kinase-MB (CK-MB) fraction and the troponin levels. Immediate treatment for suspected acute
myocardial infarction includes oxygen, aspirin, and sublingual nitroglycerin.[3]
Most cases of STEMI (ST elevation MI) are treated with thrombolysis or percutaneous coronary
intervention (PCI). NSTEMI (non-ST elevation MI) should be managed with medication,
although PCI is often performed during hospital admission. In people who have multiple
blockages and who are relatively stable, or in a few emergency cases, bypass surgery may be an
option.
Heart attacks are the leading cause of death for both men and women worldwide.[4] Important
risk factors are previous cardiovascular disease, older age, tobacco smoking, high blood levels of
certain lipids (triglycerides, low-density lipoprotein) and low levels of high density lipoprotein
(HDL), diabetes, high blood pressure, obesity, chronic kidney disease, heart failure, excessive
alcohol consumption, the abuse of certain drugs (such as cocaine and methamphetamine), and
chronic high stress levels.[5][6]
Contents
1 Classification
3 Causes
o 3.1 Risk factors
4 Pathophysiology
5 Diagnosis
6 Prevention
7 Management
8 Complications
9 Prognosis
10 Epidemiology
11 Legal implications
12 Research
13 References
14 External links
Classification
There are two basic types of acute myocardial infarction:
Subendocardial: involving a small area in the subendocardial wall of the left ventricle,
ventricular septum, or papillary muscles. Subendocardial infarcts are thought to be a
result of locally decreased blood supply, possibly from a narrowing of the coronary
arteries. The subendocardial area is farthest from the heart's blood supply and is more
susceptible to this type of pathology.[7]
A 2007 consensus document classifies myocardial infarction into five main types:[9]
Type 3 Sudden unexpected cardiac death, including cardiac arrest, often with symptoms
suggestive of myocardial ischaemia, accompanied by presumably new ST elevation, or
new LBBB, or evidence of fresh thrombus in a coronary artery by angiography and/or at
autopsy, but death occurring before blood samples could be obtained, or at a time before
the appearance of cardiac biomarkers in the blood
Rough diagram of pain zones in myocardial infarction (dark red = most typical area, light red =
other possible areas, view of the chest).
Back view.
The onset of symptoms in myocardial infarction (MI) is usually gradual, over several minutes,
and rarely instantaneous.[10] Chest pain is the most common symptom of acute myocardial
infarction and is often described as a sensation of tightness, pressure, or squeezing. Chest pain
due to ischemia (a lack of blood and hence oxygen supply) of the heart muscle is termed angina
pectoris. Pain radiates most often to the left arm, but may also radiate to the lower jaw, neck,
right arm,[not in citation given] back, and epigastrium, where it may mimic heartburn. Levine's sign, in
which the patient localizes the chest pain by clenching their fist over the sternum, has classically
been thought to be predictive of cardiac chest pain, although a prospective observational study
showed that it had a poor positive predictive value.[11]
Shortness of breath (dyspnea) occurs when the damage to the heart limits the output of the left
ventricle, causing left ventricular failure and consequent pulmonary edema. Other symptoms
include diaphoresis (an excessive form of sweating),[1] weakness, light-headedness, nausea,
vomiting, and palpitations. These symptoms are likely induced by a massive surge of
catecholamines from the sympathetic nervous system[12] which occurs in response to pain and the
hemodynamic abnormalities that result from cardiac dysfunction. Loss of consciousness (due to
inadequate cerebral perfusion and cardiogenic shock) and sudden death (frequently due to the
development of ventricular fibrillation) can occur in myocardial infarctions.[citation needed]
Women and older patients report atypical symptoms more frequently than their male and younger
counterparts.[13] Women also report more numerous symptoms compared with men (2.6 on
average vs 1.8 symptoms in men).[13] The most common symptoms of MI in women include
dyspnea (shortness of breath), weakness, and fatigue. Fatigue, sleep disturbances, and dyspnea
have been reported as frequently occurring symptoms which may manifest as long as one month
before the actual clinically manifested ischemic event. In women, chest pain may be less
predictive of coronary ischemia than in men.[14]
Approximately one fourth of all myocardial infarctions are silent, without chest pain or other
symptoms.[15] These cases can be discovered later on electrocardiograms, using blood enzyme
tests or at autopsy without a prior history of related complaints. A silent course is more common
in the elderly, in patients with diabetes mellitus[16] and after heart transplantation, probably
because the donor heart is not fully innervated by the nervous system of the recipient.[17] In
diabetics, differences in pain threshold, autonomic neuropathy, and psychological factors have
been cited as possible explanations for the lack of symptoms.[16]
Any group of symptoms compatible with a sudden interruption of the blood flow to the heart are
called an acute coronary syndrome.[18]
The differential diagnosis includes other catastrophic causes of chest pain, such as pulmonary
embolism, aortic dissection, pericardial effusion causing cardiac tamponade, tension
pneumothorax, and esophageal rupture. Other non-catastrophic differentials include
gastroesophageal reflux and Tietze's syndrome.[19]
Causes
Heart attack rates are higher in association with intense exertion, be it psychological stress or
physical exertion, especially if the exertion is more intense than the individual usually performs.
[20]
Quantitatively, the period of intense exercise and subsequent recovery is associated with about
a 6-fold higher myocardial infarction rate (compared with other more relaxed time frames) for
people who are physically very fit.[20] For those in poor physical condition, the rate differential is
over 35-fold higher.[20] One observed mechanism for this phenomenon is the increased arterial
pulse pressure stretching and relaxation of arteries with each heart beat which, as has been
observed with intravascular ultrasound, increases mechanical "shear stress" on atheromas and the
likelihood of plaque rupture.[20]
Acute severe infection, such as pneumonia, can trigger myocardial infarction. A more
controversial link is that between Chlamydophila pneumoniae infection and atherosclerosis.[21]
While this intracellular organism has been demonstrated in atherosclerotic plaques, evidence is
inconclusive as to whether it can be considered a causative factor.[21] Treatment with antibiotics
in patients with proven atherosclerosis has not demonstrated a decreased risk of heart attacks or
other coronary vascular diseases.[22]
There is an association of an increased incidence of a heart attack in the morning hours, more
specifically around 9 a.m.[23][24][25] Some investigators have noticed that the ability of platelets to
aggregate varies according to a circadian rhythm, although they have not proven causation.[26]
Risk factors
Risk factors for atherosclerosis are generally risk factors for myocardial infarction:[citation needed]
Diabetes (with or without insulin resistance) the single most important risk factor for
ischaemic heart disease (IHD)
Tobacco smoking
Low HDL
High Triglycerides
Obesity[27] (defined by a body mass index of more than 30 kg/m, or alternatively by waist
circumference or waist-hip ratio).
Age: Men acquire an independent risk factor at age 45, Women acquire an independent
risk factor at age 55; in addition individuals acquire another independent risk factor if
they have a first-degree male relative (brother, father) who suffered a coronary vascular
event at or before age 55. Another independent risk factor is acquired if one has a firstdegree female relative (mother, sister) who suffered a coronary vascular event at age 65
or younger.
Stress (occupations with high stress index are known to have susceptibility for
atherosclerosis)
Alcohol Studies show that prolonged exposure to high quantities of alcohol can increase
the risk of heart attack
Many of these risk factors are modifiable, so many heart attacks can be prevented by maintaining
a healthier lifestyle. Physical activity, for example, is associated with a lower risk profile. [28]
Non-modifiable risk factors include age, sex, and family history of an early heart attack (before
the age of 60), which is thought of as reflecting a genetic predisposition.[20]
Socioeconomic factors such as a shorter education and lower income (particularly in women),
and unmarried cohabitation may also contribute to the risk of MI.[29] To understand
epidemiological study results, it's important to note that many factors associated with MI mediate
their risk via other factors. For example, the effect of education is partially based on its effect on
income and marital status.[29]
Women who use combined oral contraceptive pills have a modestly increased risk of myocardial
infarction, especially in the presence of other risk factors, such as smoking.[30]
Inflammation is known to be an important step in the process of atherosclerotic plaque
formation.[31] C-reactive protein (CRP) is a sensitive but non-specific marker for inflammation.
Elevated CRP blood levels, especially measured with high sensitivity assays, can predict the risk
of MI, as well as stroke and development of diabetes.[31] Moreover, some drugs for MI might also
reduce CRP levels.[31] The use of high sensitivity CRP assays as a means of screening the general
population is advised against, but it may be used optionally at the physician's discretion, in
patients who already present with other risk factors or known coronary artery disease.[32] Whether
CRP plays a direct role in atherosclerosis remains uncertain.[31]
Inflammation in periodontal disease may be linked to coronary heart disease, and since
periodontitis is very common, this could have great consequences for public health.[33]
Serological studies measuring antibody levels against typical periodontitis-causing bacteria
found that such antibodies were more present in subjects with coronary heart disease.[34]
Periodontitis tends to increase blood levels of CRP, fibrinogen and cytokines;[35] thus,
periodontitis may mediate its effect on MI risk via other risk factors.[36] Preclinical research
suggests that periodontal bacteria can promote aggregation of platelets and promote the
formation of foam cells.[37][38] A role for specific periodontal bacteria has been suggested but
remains to be established.[39] There is some evidence that influenza may trigger a acute
myocardial infarction.[40]
Baldness, hair greying, a diagonal earlobe crease (Frank's sign[41]) and possibly other skin
features have been suggested as independent risk factors for MI.[42] Their role remains
controversial; a common denominator of these signs and the risk of MI is supposed, possibly
genetic.[43]
Calcium deposition is another part of atherosclerotic plaque formation. Calcium deposits in the
coronary arteries can be detected with CT scans. Several studies have shown that coronary
calcium can provide predictive information beyond that of classical risk factors.[44][45][46]
The European Society of Cardiology and the European Association for Cardiovascular
Prevention and Rehabilitation have developed an interactive tool for prediction and managing the
risk of heart attack and stroke in Europe. HeartScore is aimed at supporting clinicians in
optimising individual cardiovascular risk reduction. The Heartscore Programme is available in
12 languages and offers web based or PC version.[47]
Pathophysiology
See also: Acute coronary syndrome
A myocardial infarction occurs when an atherosclerotic plaque slowly builds up in the inner
lining of a coronary artery and then suddenly ruptures, causing catastrophic thrombus formation,
totally occluding the artery and preventing blood flow downstream.
If impaired blood flow to the heart lasts long enough, it triggers a process called the ischemic
cascade; the heart cells in the territory of the occluded coronary artery die (chiefly through
necrosis) and do not grow back. A collagen scar forms in its place. Recent studies indicate that
another form of cell death called apoptosis also plays a role in the process of tissue damage
subsequent to myocardial infarction.[52] As a result, the patient's heart will be permanently
damaged. This Myocardial scarring also puts the patient at risk for potentially life threatening
arrhythmias, and may result in the formation of a ventricular aneurysm that can rupture with
catastrophic consequences.
Injured heart tissue conducts electrical impulses more slowly than normal heart tissue. The
difference in conduction velocity between injured and uninjured tissue can trigger re-entry or a
feedback loop that is believed to be the cause of many lethal arrhythmias. The most serious of
these arrhythmias is ventricular fibrillation (V-Fib/VF), an extremely fast and chaotic heart
rhythm that is the leading cause of sudden cardiac death. Another life threatening arrhythmia is
ventricular tachycardia (V-Tach/VT), which may or may not cause sudden cardiac death.
However, ventricular tachycardia usually results in rapid heart rates that prevent the heart from
pumping blood effectively. Cardiac output and blood pressure may fall to dangerous levels,
which can lead to further coronary ischemia and extension of the infarct.
The cardiac defibrillator is a device that was specifically designed to terminate these potentially
fatal arrhythmias. The device works by delivering an electrical shock to the patient in order to
depolarize a critical mass of the heart muscle, in effect "rebooting" the heart. This therapy is time
dependent, and the odds of successful defibrillation decline rapidly after the onset of
cardiopulmonary arrest.
Diagnosis
Main article: Myocardial infarction diagnosis
The diagnosis of myocardial infarction can be made after assessing patient's complaints and
physical status. ECG changes, coronary angiogram and levels of cardiac markers help to confirm
the diagnosis. ECG gives valuable clues to identify the site of myocardial damage while
coronary angiogram allows visualization of narrowing or obstructions in the heart vessels.[53] At
autopsy, a pathologist can diagnose a myocardial infarction based on anatomopathological
findings.
A chest radiograph and routine blood tests may indicate complications or precipitating causes
and are often performed upon arrival to an emergency department. New regional wall motion
abnormalities on an echocardiogram are also suggestive of a myocardial infarction. Echo may be
performed in equivocal cases by the on-call cardiologist.[54] In stable patients whose symptoms
have resolved by the time of evaluation, Technetium (99mTc) sestamibi (i.e. a "MIBI scan") or
thallium-201 chloride can be used in nuclear medicine to visualize areas of reduced blood flow
in conjunction with physiologic or pharmocologic stress.[54][55] Thallium may also be used to
determine viability of tissue, distinguishing whether non-functional myocardium is actually dead
or merely in a state of hibernation or of being stunned.[56]
WHO criteria[57] formulated in 1979 have classically been used to diagnose MI; a patient is
diagnosed with myocardial infarction if two (probable) or three (definite) of the following
criteria are satisfied:
1. Clinical history of ischaemic type chest pain lasting for more than 20 minutes
2. Changes in serial ECG tracings
3. Rise and fall of serum cardiac biomarkers such as creatine kinase-MB fraction and
troponin
The WHO criteria were refined in 2000 to give more prominence to cardiac biomarkers.[58]
According to the new guidelines, a cardiac troponin rise accompanied by either typical
symptoms, pathological Q waves, ST elevation or depression or coronary intervention are
diagnostic of MI.
Prevention
The risk of a recurrent myocardial infarction decreases with strict blood pressure management
and lifestyle changes, chiefly smoking cessation, regular exercise, a sensible diet for patients
with heart disease, and limitation of alcohol intake.
Patients are usually commenced on several long-term medications post-MI, with the aim of
preventing secondary cardiovascular events such as further myocardial infarctions, congestive
heart failure or cerebrovascular accident (CVA). Unless contraindicated, such medications may
include:[59][60]
ACE inhibitor therapy should be commenced 2448 hours post-MI in hemodynamicallystable patients, particularly in patients with a history of MI, diabetes mellitus,
hypertension, anterior location of infarct (as assessed by ECG), and/or evidence of left
Statin therapy has been shown to reduce mortality and morbidity post-MI.[66][67] The
effects of statins may be more than their LDL lowering effects. The general consensus is
that statins have plaque stabilization and multiple other ("pleiotropic") effects that may
prevent myocardial infarction in addition to their effects on blood lipids.[68]
The aldosterone antagonist agent eplerenone has been shown to further reduce risk of
cardiovascular death post-MI in patients with heart failure and left ventricular
dysfunction, when used in conjunction with standard therapies above.[69] Spironolactone
is another option that is sometimes preferable to eplerenone due to cost.
Omega-3 fatty acids, commonly found in fish, have been shown to reduce mortality postMI.[70] While the mechanism by which these fatty acids decrease mortality is unknown, it
has been postulated that the survival benefit is due to electrical stabilization and the
prevention of ventricular fibrillation.[71] However, further studies in a high-risk subset
have not shown a clear-cut decrease in potentially fatal arrhythmias due to omega-3 fatty
acids.[72][73]
Blood donation may reduce the risk of heart disease for men,[74] but the link has not been firmly
established.
A Cochrane review found that giving heparin to people who have heart conditions like unstable
angina and some forms of heart attack reduces the risk of having another heart attack. However,
heparin also increases the chance of suffering from minor bleeding.[75]
Management
Main article: Myocardial infarction management
An MI is a medical emergency which requires immediate medical attention. Treatment attempts
to salvage as much myocardium as possible and to prevent further complications, thus the phrase
"time is muscle".[76] Oxygen, aspirin, and nitroglycerin may be administered. Morphine was
classically used if nitroglycerin was not effective; however, it may increase mortality in the
setting of NSTEMI.[77] A 2009 and 2010 review of high flow oxygen in myocardial infarction
found increased mortality and infarct size, calling into question the recommendation about its
routine use.[78][79] Percutaneous coronary intervention (PCI) or fibrinolysis are recommended in
those with an STEMI.
Complications
Main article: Myocardial infarction complications
Complications may occur immediately following the heart attack (in the acute phase), or may
need time to develop (a chronic problem). Acute complications may include heart failure if the
damaged heart is no longer able to adequately pump blood around the body; aneurysm or rupture
of the myocardium; mitral regurgitation, particularly if the infarction causes dysfunction of the
papillary muscle; and arrhythmias, such as ventricular fibrillation, ventricular tachycardia, atrial
fibrillation and heart block. Longer-term complications include heart failure, atrial fibrillation,
and the increased risk of a second myocardial infarction.
Prognosis
The prognosis post myocardial infarction varies greatly, depending on a person's health, the
extent of the heart damage and the treatment given. For the period 2005 2008 in the United
States the median mortality at 30 days was 16.6% with a range from 10.9% to 24.9% depending
on the hospital.[80] Using variables available in the emergency room, people with a higher risk of
adverse outcome can be identified. One study found that 0.4% of patients with a low risk profile
died after 90 days, whereas in high risk people it was 21.1%.[81]
Some of the more reproduced risk stratifying factors include: age, hemodynamic parameters
(such as heart failure, cardiac arrest on admission, systolic blood pressure, or Killip class of two
or greater), ST-segment deviation, diabetes, serum creatinine, peripheral vascular disease and
elevation of cardiac markers.[81][82][83] Assessment of left ventricular ejection fraction may increase
the predictive power.[84] The prognostic importance of Q-waves is debated.[85] Prognosis is
significantly worsened if a mechanical complication such as papillary muscle or myocardial free
wall rupture occur.[86] Morbidity and mortality from myocardial infarction has improved over the
years due to better treatment.[87]
Epidemiology
Myocardial infarction is a common presentation of ischemic heart disease. The WHO estimated
in 2002, that 12.6 percent of worldwide deaths were from ischemic heart disease[4] with it the
leading cause of death in developed countries, and third to AIDS and lower respiratory infections
in developing countries.[88] Worldwide more than 3 million people have STEMIs and 4 million
have NSTEMIs a year.[89]
Coronary heart disease is responsible for 1 in 5 deaths in the United States. It is becoming more
common in the developing world such that in India, cardiovascular disease (CVD) is the leading
cause of death.[90] The deaths due to CVD in India were 32% of all deaths in 2007 and are
expected to rise from 1.17 million in 1990 and 1.59 million in 2000 to 2.03 million in 2010.[91]
Although a relatively new epidemic in India, it has quickly become a major health issue with
deaths due to CVD expected to double during 19852015.[92][93] Mortality estimates due to CVD
vary widely by state, ranging from 10% in Meghalaya to 49% in Punjab (percentage of all
deaths). Punjab (49%), Goa (42%), Tamil Nadu (36%) and Andhra Pradesh (31%) have the
highest CVD related mortality estimates.[94] State-wise differences are correlated with prevalence
of specific dietary risk factors in the states. Moderate physical exercise is associated with
reduced incidence of CVD in India (those who exercise have less than half the risk of those who
don't).[92]
Legal implications
At common law, a myocardial infarction is generally a disease, but may sometimes be an injury.
This has implications for no-fault insurance schemes such as workers' compensation. A heart
attack is generally not covered;[95] however, it may be a work-related injury if it results, for
example, from unusual emotional stress or unusual exertion.[96] Additionally, in some
jurisdictions, heart attacks suffered by persons in particular occupations such as police officers
may be classified as line-of-duty injuries by statute or policy. In some countries or states, a
person who has suffered from a myocardial infarction may be prevented from participating in
activity that puts other people's lives at risk, for example driving a car or flying an airplane.[97]
Research
Patients who receive stem cell treatment by coronary artery injections of stem cells derived from
their own bone marrow after a myocardial infarction (MI) show improvements in left ventricular
ejection fraction and end-diastolic volume not seen with placebo. The larger the initial infarct
size, the greater the effect of the infusion. Clinical trials of progenitor cell infusion as a treatment
approach to ST elevation MI are proceeding.[98]
There are currently 3 biomaterial and tissue engineering approaches for the treatment of MI, but
these are in an even earlier stage of medical research, so many questions and issues need to be
addressed before they can be applied to patients. The first involves polymeric left ventricular
restraints in the prevention of heart failure. The second utilizes in vitro engineered cardiac tissue,
which is subsequently implanted in vivo. The final approach entails injecting cells and/or a
scaffold into the myocardium to create in situ engineered cardiac tissue.[99]
References
Translate
Myocardial infarction (MI) atau infark miokard akut (AMI), umumnya dikenal sebagai serangan
jantung, adalah gangguan pasokan darah ke suatu bagian dari jantung, menyebabkan sel jantung
mati. Hal ini paling sering disebabkan oleh oklusi (penyumbatan) dari arteri koroner setelah
pecahnya plak aterosklerotik yang rentan, yang merupakan koleksi tidak stabil lipid (asam
lemak) dan sel-sel darah putih (terutama makrofag) pada dinding arteri. The iskemia yang
dihasilkan (pembatasan pasokan darah) dan kekurangan oksigen, jika dibiarkan tidak diobati
untuk jangka waktu yang cukup, dapat menyebabkan kerusakan atau kematian (infark) jaringan
otot jantung (miokardium).
gejala klasik dari infark miokard akut termasuk nyeri dada tiba-tiba (biasanya menjalar ke lengan
kiri atau sisi kiri leher), sesak napas, mual, muntah, jantung berdebar, berkeringat, dan
kecemasan (sering digambarkan sebagai rasa azab yang akan datang). [1] Perempuan mungkin
mengalami gejala khas lebih sedikit daripada laki-laki, paling sering sesak napas, kelemahan,
perasaan pencernaan, dan kelelahan [2] Sekitar. seperempat dari semua infark miokard adalah
"diam", tanpa rasa sakit dada atau gejala lainnya.
Di antara tes diagnostik yang tersedia untuk mendeteksi kerusakan otot jantung adalah
elektrokardiogram (ECG), echocardiography, dan berbagai tes darah. Tanda yang paling sering
digunakan adalah creatine kinase-MB (CK-MB) fraksi dan tingkat troponin. Pengobatan segera
untuk infark miokard akut dicurigai termasuk oksigen, aspirin, dan nitrogliserin sublingual. [3]
Sebagian besar kasus STEMI (ST elevasi MI) diperlakukan dengan trombolisis atau intervensi
koroner perkutan (PCI). NSTEMI (MI non-ST elevasi) harus dikelola dengan obat-obatan,
meskipun PCI sering dilakukan selama masuk rumah sakit. Pada orang yang memiliki banyak
sumbatan dan yang relatif stabil, atau dalam beberapa kasus darurat, operasi bypass bisa menjadi
pilihan.
Serangan jantung adalah penyebab utama kematian bagi pria dan wanita di seluruh dunia. faktor
Penting [4] risiko penyakit kardiovaskuler sebelumnya, usia tua, merokok tembakau, kadar
lemak darah tinggi tertentu (trigliserida, low-density lipoprotein) dan rendahnya tingkat
lipoprotein kepadatan tinggi (HDL), diabetes, tekanan darah tinggi, obesitas, penyakit ginjal
kronis, gagal jantung, konsumsi alkohol yang berlebihan, penyalahgunaan obat-obatan tertentu
(seperti kokain dan methamphetamine), dan kronis tingkat stres yang tinggi. [5] [6 ]
Isi
[Hide]
* 1 Klasifikasi
* 2 Tanda dan gejala
* 3 Penyebab
o 3.1 Faktor risiko
* 4 Patofisiologi
* 5 Diagnosis
* 6 Pencegahan
* 7 Manajemen
* 8 Komplikasi
* 9 Prognosis
* 10 Epidemiologi
* 11 Hukum implikasi
* 12 Penelitian
* 13 Referensi
* 14 Pranala luar
Klasifikasi
Ada dua tipe dasar infark miokard akut:
* Transmural: yang berhubungan dengan aterosklerosis melibatkan arteri koroner utama. Hal
ini dapat subclassified ke anterior, posterior, atau lebih rendah. infarcts Transmural
memperpanjang melalui seluruh ketebalan otot jantung dan biasanya akibat dari oklusi lengkap
suplai darah di daerah itu. [7]
* Subendocardial: melibatkan sejumlah kecil di dinding subendocardial dari ventrikel kiri,
septum ventrikel, atau otot papiler. infarcts Subendocardial dianggap akibat dari suplai darah
lokal menurun, mungkin dari penyempitan arteri koroner. Daerah subendocardial terjauh dari
suplai darah jantung dan lebih rentan terhadap jenis patologi. [7]
Klinis, infark miokard dapat lebih subclassified menjadi elevasi ST MI (STEMI) versus non-ST
elevasi MI (non-STEMI) berdasarkan perubahan EKG. [8]
Ungkapan "serangan jantung" kadang-kadang digunakan secara tidak benar untuk
menggambarkan kematian jantung mendadak, yang mungkin atau mungkin bukan hasil dari
infark miokard akut. Sebuah serangan jantung adalah berbeda, tetapi dapat menjadi penyebab
serangan jantung, yang merupakan berhentinya detak jantung, dan aritmia jantung, detak jantung
yang abnormal. Hal ini juga berbeda dari gagal jantung, di mana aksi pemompaan jantung
terganggu;. Infark miokard yang parah dapat menyebabkan gagal jantung, tetapi belum tentu
[rujukan?]
Sebuah dokumen konsensus 2007 mengelompokkan infark miokard menjadi lima jenis utama:
[9]
* Tipe 1 - infark miokard spontan terkait dengan iskemia karena acara koroner primer seperti
erosi plak dan / atau pecah, fissuring, atau pembedahan
* Tipe 2 - Serangan jantung sekunder untuk iskemia karena baik permintaan oksigen
meningkat atau menurun pasokan, misalnya arteri koroner kejang, emboli koroner, anemia,
aritmia, hipertensi, atau hipotensi
* Tipe 3 - kematian mendadak jantung yang tak terduga, termasuk serangan jantung, sering
dengan gejala sugestif dari iskemia miokard, disertai dengan elevasi ST mungkin baru, atau
LBBB baru, atau bukti trombus segar dalam arteri koroner oleh angiografi dan / atau di otopsi,
tetapi kematian terjadi sebelum contoh darah dapat diperoleh, atau pada waktu sebelum
munculnya biomarker jantung dalam darah
* Tipe 4 - Terkait dengan angioplasti koroner atau stent:
o Tipe 4a - Serangan jantung yang terkait dengan PCI
o Tipe 4b - Serangan jantung berhubungan dengan trombosis stent yang didokumentasikan
oleh angiography atau di otopsi
* Tipe 5 - Serangan jantung yang terkait dengan CABG
digambarkan sebagai sensasi sesak, tekanan, atau meremas . Nyeri dada karena iskemia
(kekurangan suplai oksigen darah dan karenanya) dari otot jantung disebut angina pectoris. Nyeri
memancarkan paling sering ke lengan kiri, tetapi juga dapat menyebar ke rahang bawah, leher,
lengan kanan, [tidak dalam kutipan diberi] kembali, dan epigastrium, di mana ia dapat meniru
mulas. tanda Levine, di mana pasien melokalisasi nyeri dada dengan mengepalkan tangan
mereka atas sternum, telah klasik telah dianggap prediksi nyeri dada jantung, meskipun
penelitian observasional prospektif menunjukkan bahwa mereka memiliki nilai prediktif miskin
positif. [11]
Sesak napas (dyspnea) terjadi ketika kerusakan jantung membatasi output dari ventrikel kiri,
menyebabkan kegagalan ventrikel kiri dan edema paru konsekuen. Gejala lain termasuk
diaforesis (bentuk berlebihan berkeringat), [1] kelemahan, pusing, mual, muntah, dan jantung
berdebar. Gejala-gejala ini mungkin disebabkan oleh gelombang besar katekolamin dari sistem
saraf simpatik [12] yang terjadi sebagai respon terhadap rasa sakit dan kelainan hemodinamik
yang dihasilkan dari disfungsi jantung. Kehilangan kesadaran (karena perfusi serebral tidak
memadai dan syok kardiogenik) dan kematian mendadak (sering karena perkembangan fibrilasi
ventrikel) dapat terjadi pada infark miokard. [Rujukan?]
Perempuan dan tua pasien melaporkan gejala atipikal lebih sering daripada laki-laki mereka dan
rekan-rekan muda [13] Perempuan juga melaporkan gejala yang lebih banyak dibandingkan
dengan laki-laki (2,6 pada rata-rata 1,8 vs gejala pada pria).. [13] Gejala yang paling umum dari
MI pada wanita meliputi dyspnea (sesak napas), kelemahan, dan kelelahan. Kelelahan, gangguan
tidur, dan dyspnea telah dilaporkan sebagai sering terjadi gejala yang dapat bermanifestasi
selama satu bulan sebelum acara sebenarnya iskemik klinis terwujud. Pada wanita, nyeri dada
mungkin kurang prediktif dari iskemia koroner dibandingkan pria. [14]
Sekitar seperempat dari semua infark miokard adalah diam, tanpa rasa sakit dada atau gejala lain
[15] Kasus-kasus ini dapat ditemukan di kemudian hari electrocardiograms, menggunakan tes
darah enzim atau di autopsi tanpa riwayat keluhan terkait.. Sebuah kursus diam lebih sering
terjadi pada orang tua, pada pasien dengan diabetes mellitus [16] dan setelah transplantasi
jantung, mungkin karena hati donor tidak sepenuhnya diinervasi oleh sistem saraf penerima [17]
Pada penderita diabetes,. Perbedaan dalam ambang nyeri , neuropati otonom, dan faktor
psikologis telah dikutip sebagai penjelasan atas kurangnya gejala. [16]
Setiap kelompok gejala yang kompatibel dengan tiba-tiba gangguan aliran darah ke jantung yang
disebut sindrom koroner akut. [18]
Diagnosis diferensial meliputi penyebab bencana lain nyeri dada, seperti emboli paru, diseksi
aorta, efusi perikardial menyebabkan tamponade jantung, pneumotoraks ketegangan, dan pecah
kerongkongan. perbedaan non-bencana lainnya termasuk refluks gastroesophageal dan sindrom
Tietze's. [19]
Penyebab
tingkat serangan jantung adalah lebih tinggi dalam hubungan dengan tenaga kuat, baik itu stres
psikologis atau tenaga fisik, terutama jika tenaga lebih kuat daripada individu biasanya
melakukan. [20] Secara kuantitatif, periode latihan intens dan pemulihan selanjutnya dikaitkan
dengan sekitar 6-kali lipat lebih tinggi tingkat infark miokard (dibandingkan dengan lainnya
bingkai lebih banyak waktu santai) bagi orang yang secara fisik sangat fit. [20] Bagi mereka
dalam kondisi fisik yang buruk, perbedaan suku adalah lebih dari 35 kali lipat lebih tinggi
mekanisme [20] Satu diamati. untuk fenomena ini adalah peningkatan tekanan nadi arteri
peregangan dan relaksasi arteri dengan setiap denyut jantung yang, seperti yang telah diamati
dengan USG intravaskular, meningkatkan mekanik "tegangan geser" pada atheromas dan
kemungkinan pecahnya plak. [20]
infeksi akut berat, seperti pneumonia, dapat memicu infark miokard. Link yang lebih
kontroversial adalah bahwa antara infeksi Chlamydophila pneumoniae dan aterosklerosis. [21]
Sementara ini organisme intraseluler telah dibuktikan dalam plak aterosklerotik, bukti
meyakinkan, apakah itu dapat dianggap sebagai faktor penyebab. [21] Pengobatan dengan
antibiotik pada pasien dengan aterosklerosis terbukti belum menunjukkan penurunan risiko
serangan jantung atau penyakit pembuluh darah koroner. [22]
Ada asosiasi peningkatan insiden serangan jantung di pagi hari, lebih khusus sekitar 9:00 [23]
[24] [25] Beberapa peneliti telah memperhatikan bahwa kemampuan untuk agregat trombosit
bervariasi sesuai dengan irama sirkadian, meskipun mereka tidak terbukti sebab-akibat. [26]
Faktor risiko
koroner dapat memberikan informasi prediksi di luar itu faktor risiko klasik. [44] [45] [46]
Masyarakat Eropa Kardiologi dan Asosiasi Eropa untuk Pencegahan dan Rehabilitasi
Kardiovaskular telah mengembangkan alat interaktif untuk prediksi dan mengelola resiko
serangan jantung dan stroke di Eropa. HeartScore ditujukan untuk mendukung dokter dalam
mengoptimalkan pengurangan risiko kardiovaskular individu. Program Heartscore tersedia
dalam 12 bahasa dan versi berbasis web menawarkan atau PC. [47]
Patofisiologi
Lihat juga: sindrom koroner akut
Sebuah infark miokard terjadi bila plak aterosklerosis perlahan menumpuk di lapisan dalam
arteri koroner dan kemudian tiba-tiba pecah, menyebabkan pembentukan thrombus bencana,
benar-benar occluding arteri dan mencegah aliran darah hilir.
Gambar dari hati yang menunjukkan infark dinding anterior ventrikel kiri.
infark miokard akut mengacu pada dua subtipe sindrom koroner akut, infark miokard yaitu nonST-layang dan infark miokard ST-tinggi, yang paling sering (tetapi tidak selalu) merupakan
manifestasi dari penyakit arteri koroner [8] Yang paling sering memicu. acara adalah gangguan
dari plak aterosklerosis di arteri koroner epicardial, yang mengarah pada kaskade pembekuan,
kadang-kadang menyebabkan oklusi total arteri. [48] [49] Aterosklerosis adalah bertahap
penumpukan kolesterol dan jaringan ikat di plak di dinding arteri (dalam hal ini, arteri koroner),
biasanya selama beberapa dekade [50] Darah penyimpangan aliran kolom terlihat pada
angiografi mencerminkan. arteri menyempit lumen sebagai akibat dari dekade memajukan
aterosklerosis [51] Plak dapat menjadi tidak stabil, pecah,. dan tambahan mempromosikan
(bekuan darah) trombus yang occludes arteri, hal ini dapat terjadi dalam beberapa menit. Ketika
plak pecah cukup parah terjadi di pembuluh darah koroner, itu mengarah pada infark miokard
(nekrosis miokardium hilir). [48] [49]
Jika gangguan aliran darah ke jantung berlangsung cukup lama, hal itu memicu proses yang
disebut kaskade iskemik, sel-sel jantung di wilayah mati tersumbat arteri koroner (terutama
melalui nekrosis) dan tidak tumbuh kembali. Sebuah bentuk kolagen bekas luka di tempatnya.
Studi terbaru menunjukkan bahwa bentuk lain dari kematian sel yang disebut apoptosis juga
berperan dalam proses kerusakan jaringan setelah infark miokard [52] Sebagai hasilnya,. jantung
pasien akan rusak secara permanen. Jaringan parut ini miokard juga menempatkan pasien pada
risiko potensial aritmia mengancam kehidupan, dan dapat menyebabkan pembentukan aneurisma
ventrikel yang dapat pecah dengan konsekuensi bencana.
jaringan jantung Terluka melakukan impuls listrik lebih lambat dari jaringan jantung normal.
Perbedaan kecepatan konduksi antara jaringan terluka dan terluka dapat memicu masuk kembali
atau feedback loop yang diyakini menjadi penyebab aritmia mematikan banyak. Yang paling
serius dari aritmia adalah fibrilasi ventrikel (V-Fib/VF), sebuah irama jantung yang sangat cepat
dan kacau itu adalah penyebab utama kematian jantung mendadak. Mengancam kehidupan lain
tachycardia ventrikular aritmia adalah (V-Tach/VT), yang mungkin atau mungkin tidak
menyebabkan kematian jantung mendadak. Namun, tachycardia ventrikular biasanya
menyebabkan denyut jantung yang cepat yang mencegah jantung dari memompa darah secara
efektif. output jantung dan tekanan darah dapat jatuh ke tingkat berbahaya, yang dapat
mengakibatkan iskemia koroner lebih lanjut dan perluasan infark tersebut.
The defibrilator jantung adalah sebuah alat yang secara khusus dirancang untuk menghentikan
aritmia ini berpotensi fatal. Perangkat ini bekerja dengan memberikan kejutan listrik untuk
pasien untuk depolarize massa kritis dari otot jantung, dalam efek "reboot" jantung. Terapi ini
adalah waktu tergantung, dan kemungkinan penurunan defibrilasi sukses dengan cepat setelah
terjadinya penangkapan cardiopulmonary.
Diagnosa
Artikel utama: diagnosis infark miokard
Diagnosis infark miokard dapat dilakukan setelah menilai keluhan pasien dan status fisik.
perubahan EKG, angiogram koroner dan tingkatan tanda-tanda jantung membantu untuk
mengkonfirmasikan diagnosis. EKG memberikan petunjuk berharga untuk mengidentifikasi
lokasi kerusakan miokard sementara angiogram koroner memungkinkan visualisasi penyempitan
atau hambatan dalam pembuluh jantung [53] Pada otopsi., Ahli patologi dapat mendiagnosis
infark miokard berdasarkan temuan anatomopathological.
Sebuah rontgen dada dan tes darah rutin mungkin menunjukkan komplikasi atau menyebabkan
pengendapan dan sering dilakukan pada saat kedatangan ke gawat darurat. kelainan gerak
regional Baru dinding pada ekokardiogram juga sugestif dari infark miokard. Echo dapat
dilakukan dalam kasus samar-samar oleh kardiolog on-call. [54] Pada pasien yang stabil yang
gejalanya telah diselesaikan pada saat evaluasi, Technetium (99mTc) sestamibi (yaitu "MIBI
scan") atau thallium-201 klorida dapat digunakan dalam kedokteran nuklir untuk
memvisualisasikan bidang berkurangnya aliran darah dalam hubungannya dengan stress
fisiologis atau pharmocologic. [54] [55] Talium juga dapat digunakan untuk menentukan
kelangsungan hidup jaringan, membedakan apakah miokardium non-fungsional sebenarnya mati
atau hanya dalam suatu negara dari hibernasi atau menjadi tertegun. [56]
Kriteria WHO [57] yang dirumuskan pada tahun 1979 telah klasik telah digunakan untuk
mendiagnosa MI, pasien didiagnosis dengan infark miokard jika dua (mungkin) atau tiga (pasti)
dari kriteria berikut ini terpenuhi:
1. sejarah klinis tipe nyeri dada iskemik yang berlangsung selama lebih dari 20 menit
2. Perubahan menjiplak serial EKG
3. Naik dan turun dari biomarker jantung serum seperti fraksi creatine kinase-MB dan troponin
Kriteria WHO yang disempurnakan pada tahun 2000 untuk memberikan keunggulan lebih untuk
biomarker jantung [58] Menurut pedoman baru, peningkatan troponin jantung disertai dengan
salah satu gejala khas, gelombang Q patologis, ST elevasi atau depresi atau intervensi koroner
adalah diagnostik MI..
Pencegahan
Risiko infark miokard berulang menurun dengan perubahan tekanan darah yang ketat
manajemen dan gaya hidup, terutama berhenti merokok, olahraga teratur, diet yang masuk akal
untuk pasien dengan penyakit jantung, dan pembatasan asupan alkohol.
Pasien biasanya dimulai pada posting beberapa obat jangka panjang-MI, dengan tujuan
mencegah kejadian kardiovaskular sekunder seperti infark miokard lebih lanjut, gagal jantung
kongestif atau kecelakaan serebrovaskular (CVA). Kecuali kontraindikasi, obat tersebut dapat
mencakup: [59] [60]
* Bukti mendukung konsumsi lemak polyunsaturated bukan lemak jenuh sebagai ukuran
penurunan penyakit jantung koroner. [61]
* Antiplatelet terapi obat seperti aspirin dan / atau clopidogrel harus dilanjutkan untuk
mengurangi risiko pecahnya plak dan infark miokard berulang. Aspirin lini pertama, karena
biaya rendah dan kemanjuran sebanding, dengan clopidogrel dicadangkan untuk pasien yang
tidak toleran terhadap aspirin. Kombinasi clopidogrel dan aspirin lebih lanjut dapat mengurangi
risiko kejadian kardiovaskular, namun resiko perdarahan meningkat. [62]
* Beta blocker terapi seperti metoprolol atau carvedilol harus dimulai. [63] Hal ini telah sangat
bermanfaat pada pasien beresiko tinggi seperti yang dengan disfungsi ventrikel kiri dan / atau
iskemia jantung terus [64] -Blockers. Menurunkan angka kematian dan morbiditas . Mereka
juga meningkatkan gejala iskemia jantung pada NSTEMI.
* Terapi penghambat ACE harus dimulai 24-48 jam pasca-MI pada pasien hemodinamik
stabil, terutama pada pasien dengan riwayat MI, diabetes mellitus, hipertensi, lokasi infark
anterior (sebagaimana dinilai oleh EKG), dan / atau bukti disfungsi ventrikel kiri. ACE inhibitors
menurunkan angka kematian, perkembangan gagal jantung, dan mengurangi remodeling
ventrikel pasca-MI. [65]
* Terapi Statin telah terbukti dapat mengurangi mortalitas dan morbiditas pasca-MI [66] [67]
Efek statin mungkin lebih dari efek menurunkan LDL mereka.. Konsensus umum adalah bahwa
statin telah stabilisasi plak dan beberapa lainnya ("pleiotropic") efek yang dapat mencegah infark
miokard di samping pengaruhnya terhadap lipid darah. [68]
* The eplerenone antagonis aldosteron agen telah terbukti mengurangi risiko kematian pasca
kardiovaskuler-MI pada pasien dengan gagal jantung dan disfungsi ventrikel kiri, bila digunakan
bersama dengan terapi standar di atas [69]. Spironolactone adalah pilihan lain yang kadang lebih
baik daripada eplerenone karena biaya.
* Asam lemak Omega-3, biasanya ditemukan pada ikan, telah terbukti mengurangi angka
kematian pasca-MI. [70] Sedangkan mekanisme yang asam lemak ini penurunan angka kematian
tidak diketahui, telah menduga bahwa manfaat kelangsungan hidup adalah karena listrik
stabilisasi dan pencegahan fibrilasi ventrikel [71] Namun,. studi lebih lanjut dalam subset
berisiko tinggi belum menunjukkan penurunan yang jelas dalam aritmia fatal karena omega-3
asam lemak. [72] [73]
donor darah dapat mengurangi risiko penyakit jantung bagi pria, [74] tetapi link belum kokoh.
Suatu tinjauan Cochrane menemukan bahwa pemberian heparin kepada orang-orang yang
memiliki kondisi jantung seperti angina tidak stabil dan beberapa bentuk serangan jantung
mengurangi risiko mengalami serangan jantung. Namun, heparin juga meningkatkan
kemungkinan menderita pendarahan kecil. [75]
Manajemen
penyakit jantung koroner bertanggung jawab untuk 1 dari 5 kematian di Amerika Serikat. Hal ini
menjadi lebih umum di negara berkembang seperti itu di India, penyakit kardiovaskuler (CVD)
adalah penyebab utama kematian. [90] The kematian akibat CVD di India adalah 32% dari
semua kematian pada tahun 2007 dan diperkirakan meningkat dari 1,17 juta pada tahun 1990 dan
1.590.000 pada tahun 2000-2.030.000 pada tahun 2010 [91] Meskipun epidemi yang relatif baru
di India., dengan cepat telah menjadi masalah kesehatan utama dengan kematian akibat penyakit
kardiovaskular diperkirakan meningkat dua kali lipat selama 1985-2015. [92] [93] Kematian
perkiraan karena CVD bervariasi oleh negara, mulai dari 10% pada tahun Meghalaya menjadi
49% di Punjab (persentase dari semua kematian). Punjab (49%), Goa (42%), Tamil Nadu (36%)
dan Andhra Pradesh (31%) mempunyai CVD tertinggi perkiraan mortalitas yang terkait [94].
Perbedaan Negara-bijaksana yang berkorelasi dengan prevalensi faktor risiko spesifik makanan
di negara. Sedang latihan fisik berhubungan dengan penurunan insiden CVD di India (orangorang yang berolahraga memiliki kurang dari setengah risiko dari mereka yang tidak). [92]
Implikasi hukum
Pada common law, myocardial infarction umumnya penyakit, namun terkadang cedera. Hal ini
memiliki implikasi untuk skema asuransi-kesalahan tersebut sebagai kompensasi pekerja.
Serangan jantung umumnya tidak tercakup; [95] Namun, ini mungkin merupakan cedera akibat
kerja terkait jika hasil, misalnya, dari stres emosional yang tidak biasa atau tenaga yang tidak
biasa [96] Selain itu, di beberapa yurisdiksi, serangan jantung diderita oleh orang. dalam
pekerjaan tertentu seperti petugas polisi dapat diklasifikasikan sebagai cedera line-of-tugas oleh
undang-undang atau kebijakan. Di beberapa negara atau negara, seseorang yang telah menderita
dari infark miokard mungkin dicegah berpartisipasi dalam aktivitas yang menempatkan hidup
orang lain berisiko, misalnya mengendarai mobil atau pesawat terbang. [97]
Penelitian
Pasien yang menerima pengobatan sel stem oleh suntikan arteri koroner sel induk yang berasal
dari sumsum tulang mereka sendiri setelah infark miokard (MI) menunjukkan peningkatan fraksi
ejeksi ventrikel kiri dan volume akhir diastolik tidak dilihat dengan plasebo. Semakin besar
ukuran infark awal, semakin besar pengaruh infus. Uji klinis dari infus progenitor sel sebagai
pendekatan pengobatan untuk elevasi ST MI yang melanjutkan. [98]
Saat ini ada 3 pendekatan rekayasa biomaterial dan jaringan untuk pengobatan MI, tetapi ini
dalam tahap awal penelitian medis, begitu banyak pertanyaan dan masalah yang perlu diatasi
sebelum mereka dapat diterapkan untuk pasien. Yang pertama melibatkan pembatasan polimer
ventrikel kiri dalam pencegahan gagal jantung. Yang kedua menggunakan in vitro rekayasa
jaringan jantung, yang kemudian ditanamkan di vivo. Pendekatan terakhir memerlukan suntikan
sel dan / atau perancah ke dalam miokardium untuk membuat jaringan jantung di situ direkayasa.
[99]
Referensi
Google Translate for my:SearchesVideosEmailPhoneChatBusiness
Serangan jantung adalah suatu serangan penyakit yang terjadi ketika aliran darah melewati suatu
bagian otot jantung terblokir. Bila keadaan ini tidak dapat teratasi secara cepat, bagian dari otot
jantung tersebut akan menjadi rusak karena kekurangan pasokan oksigen, dan kemudian otot
tersebut akan mati.
Serangan jantung adalah pembunuh utama pada laki-laki dan wanita di negara maju. Untungnya
saat ini sudah tersedia terapi-terapi termutakhir untuk mengatasi serangan jantung, sehingga
kehilangan nyawa karenanya dapat dihindari. Penting untuk diingat bahwa terapi pada serangan
jantung adalah paling efektif diberikan dalam 1 jam pertama sejak munculnya gejala awal. Bila
Anda menemui seseorang yang sedang mengalami serangan, hubungi segera rumah sakit atau
instalasi medis terdekat.
Serangan jantung paling sering terjadi sebagai akibat langsung dari suatu keadaan yang disebut
sebagai Penyakit Jantung Koroner (PJK), atau Coronary Artery Disease (CAD). Pada penyakit
ini terjadi suatu penimbunan lemak yang disebut plaque (plak) selama bertahun-tahun pada
dinding dalam arteri koroner. Arteri koroner ini adalah pembuluh nadi yang mensuplai darah bagi
otot-otot jantung. Plak ini meskipun menempel pada dinding arteri, kadang-kadang karena suatu
hal dapat terkoyak atau terlepas, sehingga merangsang tubuh untuk membentuk gumpalan darah
atau clot pada tempat terlepasnya plak tadi. Masalahnya, bila clot dapat terbentuk cukup besar
untuk memblokir seluruh pasokan darah yang ditujukan untuk memberi makan otot jantung.
Untuk lebih jelasnya silakan simak gambar dan video berikut.
Gambar A di atas menunjukkan adanya suatu pemblokiran arteri koroner jantung yang
menyebabkan kerusakan (kematian) otot jantung. Gambar B adalah potongan melintang arteri
koroner yang mengalami penumpukan plak dan bekuan darah (blood clot).
Selama terjadinya serangan jantung, bila pemblokiran arteri koroner tidak tertangani cepat, otot
jantung akan sedikit demi sedikit mengalami kematian dan berubah menjadi jaringan parut (scar
tissue). Pada video di atas digambarkan secara global bagaimana pengaruh besar kecilnya
kematian otot jantung (yang berubah menjadi scar tissue) terhadap fungsi pompa jantung.
Kerusakan otot jantung ini mungkin tidak tampak jelas dari luar, atau mungkin juga
menimbulkan masalah yang besar dan berkepanjangan. Semua itu tergantung dari beratringannya derajat kerusakan otot, serta seberapa besar daerah yang mengalami kerusakan.
Contoh problem pasca serangan jantung yang berat adalah gagal jantung dan ketidakteraturan
irama jantung yang membahayakan nyawa. Gagal jantung adalah suatu keadaan di mana jantung
tidak dapat memompa darah dalam kapasitas yang mencukupi bagi seluruh tubuh. Fibrilasi
ventrikel adalah suatu gangguan ritme / irama denyut jantung yang serius dan dapat
mengakibatkan kematian bila tidak ditangani segera. Pada vibrilasi ventrikel, otot ventrikel
jantung (otot bagian bawah jantung yang bertugas memompa darah keluar dari jantung) tidak
berdenyut seperti layaknya pompa, namun hanya bergetar saja sehingga volume darah yang
keluar dari jantung sangat kecil.
Tindakan cepat pada gejala dini serangan jantung dapat menyelamatkan nyawa dan memperkecil
resiko kerusakan otot jantung. Paling efektif penanganan dini dilakukan dalam 1 jam sejak
timbulnya gejala pertama. Nah apa saja tanda dan gejalanya ?
Tanda dan gejala serangan jantung yang paling sering terjadi adalah :
1. Rasa nyeri (biasanya hebat) atau tidak nyaman pada dada -- sensasi seperti ditekan,
seperti diperas, seperti digigit, seperti terisi penuh, atau nyeri pada dada tengah yang
lebih sering menjalar ke dada kiri, satu atau dua tangan, tubuh bagian atas, tembus hingga
punggung, leher, rahang bawah, atau ulu hati.
2. Napas terasa berat dan pendek, dapat terjadi bersamaan atau sebelum terjadinya nyeri
pada dada.
3. Tanda-tanda lainnya seperti
o Mual
o Muntah
o Sensasi melayang / seperti mau pingsan
o Keluar keringat dingin
Nah bila Anda mengetahui Anda terkena serangan jantung, langkah apa yang harus dilakukan ?
1. Jangan berpikir untuk macam-macam dulu, segera ke berangkat rumah sakit. Usahakan
dalam 5 menit pertama bila memungkinkan.
2. Bila gejalanya hilang dalam waktu kurang dari 5 menit, maka tetap hubungi dokter
Anda.
3. Usahakan sebisa mungkin agar Anda berangkat ke rumah sakit dengan ambulan. Namun
bila tidak memungkinkan, segera minta keluarga atau kerabat Anda mengantar ke rumah
sakit.
4. Nitrogliserin dapat membantu mengatasi gejala ini HANYA BILA DOKTER ANDA
MERESEPKANNYA.