You are on page 1of 8

ANTAGONISME ANTAR MIKROORGANISME

LAPORAN
Untuk memenuhi tugas matakuliah Mikrobiologi
Yang dibina oleh Ibu Sitoresmi Prabaningtyas

Oleh :
Kelompok 4/ Offering A
1.
2.
3.
4.
5.

Nanda Hilda Khimawati


Rosita Nur Fadila
Siti Mariana Anggraini
Siti Nur Arifah
Titis Nur Ilmi

(120341421981)
(110341421581)
(120341421969)
(120341400022)
(120341400021)

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM


UNIVERSITAS NEGERI MALANG
JURUSAN BIOLOGI
November 2014

Judul

: Antagonisme Antar Mikroba

Hari/Tanggal

: Rabu, 5 November 2014

A. DASAR TEORI
Dalam suatu lingkungan yang kompleks yang berisi berbagai macam organisme,
aktivitas metabolisme suatu organisme akan berpengaruh terhadap lingkungannya.
Mikroorganisme seperti halnya organisme lain yang berada dalam lingkungan yang komplek
senantiasa berhubungan baik dengan pengaruh faktor abiotik dan pengaruh faktor biotik.
Sedikit sekali di alam ada suatu jenis mikroorganisme yang hidup secara individual.
Sekalipun suatu biakan mikroorganisme murni yang tumbuh dalam suatu medium, tetap akan
beruhubungan dengan pengaruh faktor lingkungan secara terbatas (UPI, 2010).
Mikroorganisme umumnya hidup dalam bentuk asosiasi membentuk suatu konsorsium
laksana suatu Orkestra yang satu dengan lainnya bekerja sama. Hubungan mikroorganisme
dapat terjadi baik dengan sesama mikroorganisme, dengan hewan dan dengan tumbuhan.
Hubungan ini membentuk suatu pola interaksi yang spesifik yang dikenal dengan simbiosis
(sym = bersama, bios = hidup). Interaksi antar mikroorganisme yang menempati suatu habitat
yang sama akan memberikan pengaruh positif, saling menguntungkan dan pengaruh negatif;
saling merugikan dan netral; tidak ada pengaruh yang berarti. Interaksi yang netral
sebenarnya jarang terjadi hanya dapat terjadi dalam keadaan dorman seperti endospora.
Jumlah populasi mikroorganisme dalam suatu komunitas supaya dapat mencapai jumlah yang
optimal,

maka

mikroorganisme

berinteraksi

dan

mempengaruhi

organisme

lain.

Mikroorganisme harus berkompetisi dengan organisme lain dalam memperoleh nutrisi dari
lingkungannya, sehingga dapat terus lulus hidup dan dapat berkembangbiak dengan sukses
(UPI, 2010). Berikut bentuk-bentuk interaksi antar organisme:
1. Komensalisme
Interaksi antara mikroorganisme dengan organisme lain dimana satu jenis dapat
diuntungkan

dan

jenis

lain

tidak

dirugikan,

hubungan

interaksi

semacam

ini

disebutkomensalisme atau metabiosis. Interaksi bentuk komensalisme antar mikroorganisme


biasanya berhubungan dalam proses metabolisme, satu jenis mikroorganisme memberikan
kondisi yang cocok untuk pertumbuhan mikroorganisme lain. Sebagai contoh dalam saluran
pencernaan manusia mikroorganisme anaerob obligat merupakan mikroorganisme yang
berlimpah dan tumbuh dengan optimal. Bakteri asam asetat dan khamir terjadi hubungan

komensalisme selama proses fermentasi asam asetat, dimana sel khamir menyediakan
substrat alkohol bagi pertumbuhan bakteri asam asetat.
2. Mutualisme
Interaksi antar mikroorganisme dapat saling menguntungkan, interaksi semacam ini
disebut mutualisme. Hubungan interaksi mutualisme dapat terjadi antar mikroorganisme yang
berkerjasama dalam proses metabolisme. Biasanya satu jenis mikroorganisme menyediakan
nutrisi bagi mikroorganisme lain begitupula sebaliknya. Contohnya: Streptococcus faecalis
dan Lactobacillus arabinosis yang bisanya tidak dapat tumbuh pada medium tanpa glukosa.
S. faecalis membutuhkan asam folat yang dihasilkan oleh L. arabinosus sebaliknya L.
arabinosus membutuhkan fenilalanin yang dihasilkan oleh S. faecalis. Ketika kedua baiakan
mikroorganisme ditumbuhkan dalam medium yangsama, maka mereka mendapatkan nutrisi
yang lengkap. Contoh lain antara bakteri Escherichia coli dan Proteus vulgaris, dimana
E.coli menghidroslisis laktosa bagi Proteus vulgaris, sementara itu P. vulgaris menguraikan
urea yang melepaskan sumber Nitrogen bagi pertumbuhan E.coli.
3. Antagonisme
Hubungan antara mikroorganisme dengan organisme lain yang saling menekan
pertumbuhannya disebut antagonisme. Bentuk interaksi ini merupakan suatu hubungan
asosial. Biasanya Spesies yang satu menghasilkan suatu senyawa kimia yang dapat meracuni
spesies lain yang menyebabkan pertumbuhan spesies lain tersebut terganggu. Senyawa kimia
yang dihasilkan dapat berupa sekret atau metabolit sekunder. Contoh dari antagonisme antara
lain Streptococcus lactis dengan Bacillus subtilis. Pertumbuhan B.subtilis akan terhambat
karena asam laktat yang dihasilkan oleh S. lactis. Interaksi antagonisme disebut juga
antibiois. Bentuk lain dari interaksi antagonisme di alam dapat berupa kompetisi, parasitisme,
amensalaisme dan predasi. Biasanya bentuk interaksi ini muncul karena ada beberapa jenis
miktororganisme yang menempati ruang dan waktu yang sama, sehingga mereka harus
memperebutkan nutrisi untuk tetap dapat tumbuh dan berkembangbiak. Akhirnya dari
interaksi semacam ini memberikan efek beberapa mikroorganisme tumbuh dengan optimal,
sementara mikroorganisme lain tertekan pertumbuhannnya (UPI, 2010). Kemampuan jamur
untuk berada di habitat tertentu seperti tanah ataupn di permukaan bagian tanaman sebagian
ditentukan oleh hubungan interaksi dengan mikro-organisme lainnya. Hubungan yang
bersifat antagonis satu dengan lainnya sehingga berpotential digunakan sebagai agensia
hayati. Diantara contoh jamur yang bersifat antagonis ini adalah Trichoderma spp, Peniillium
spp dan Gliocladium spp. Jamur-jamur tersebut dapat bersifat antagonis (Nurhayati, 2011).

B. TUJUAN
Tujuan dari praktikum ini adalah sebagai berikut:
1) Untuk mempelajari sifat antagonisme antara kapang dengan bakteri
C. ALAT DAN BAHAN

1. Alat
Cawan petri
ALF
Ruang Inkubasi
2. Bahan
Medium lempeng susu skim agar steril
Medium lempeng nutrien agar steril
Biakan murni bakteri E.coli dan S. aureus
Biakan murni Penicillium chrysogenum

D. LANGKAH KERJA
Menginokulasi satu ose penuh spora biakan murni P.
chrysogenum ke medium susu skim agar

Menginkubasi biakan tersebut dalam keadaan terbalik 6-7 hari,


sampai terdapat titik kekuningan pada misellium kapang

Pada praktikum berikutnya, cairkan nutrien agar, lalu didinginkan


sampai kira-kira 50oC

Menginokulasi bakteri biakan E.coli dalam nutrien agar, dan


goyang-goyangkan menggunakan bantuan kedua tangan supaya
Setelah agar menjadi padat, merata
letakkan pada permukaan nutrien
agar cetakan bulat koloni P. chrysogenum dengan diameter 0,6
mm
Menuangkan campuran dua bakteri tersebut secara aseptis ke
dalam cawan petri steril
Menginkubasi obyek pengamatan tadi pada suhu kamar tanpa
dibalik selama 24 jam-48 jam

Mengamati dan mencatat adanya zona penghambat pertumbuhan


bakteri

E. DATA
Berikut data hasil pengamatan yang telah dilakukan oleh kelompok 4, di ruang
Mikrobiologi FMIPA UM tepatnya pada pukul 07.00 hingga 09.35 WIB.
Tabel 1.1. Data Pengamatan Antagonisme antar Mikroba

Obyek

E. coli
S. aureus

_
X
8,67

Diameter koloni
Diameter
P. chrysogenum
zona
(mm)
hambat
_
(mm)
I II III
X
5 6 6
5,66 3

8,3

12 12 11

11,67 6

6,33 5,33

7,3

5,66 1,81

Diameter zona
jernih (mm)

Ulangan
I

II

III

1
2

2,66

F. ANALISIS DATA
Dari hasil pengamatan yang telah dilakukan, pada biakan E. Coli dengan diameter
koloni P. chrysogenum ulangan ke- 1 rata-rata 5,66 mm dan ulangan ke- 2 dengan rata-rata 6
mm diperoleh diameter zona jernih dengan rata-rata 8,66 mm pada ulangan 1, dan rata-rata
8,5 mm pada ulangan 2. Selanjutnya. Diameter zona hambat ulangan ke- 1 diperoleh rata-rata
3 mm. Pada ulangan ke- 2 diperoleh rata-rata 2,66 mm. Pengamatan selanjutnya pada biakan
S. aureus dengan diameter koloni P. chrysogenum ulangan ke- 1 rata-rata 6,33 mm dan
ulangan ke-2 yaitu 5,66, diperoleh diameter zona jernih rata-ratanya 11,67mm pada ulangan
dan diperoleh rata-rata 7,14 mm pada ulangan 2. Diameter zona hambat diperoleh rata-rata
pada ulangan ke-1 dan 2 adalah 5,33mm dan 1,81 mm. Berdasarkan hasil tersebut dapat
diketahui bahwa daya antagonisme kapang P. Chrysogenum jauh lebih besar terhadap S.
Aureus jika dibandingkan dengan daya antagonismenya terhadap E. Coli.

G. PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil pengamatan dan analisis data diketahui sampel Pencillium
chrysogenum berbentuk lingkaran dengan diameter 6 mm yang diletakkan pada biakan
bakteri E. coli maupun bakteri S. aureus akan membentuk zona bewarna bewarna jernih.
Zona tersebut meliputi bagian di bawah sampel kapang dan lingkaran di luar sampel kapang
yang masih bewarna jernih. Zona tersebut dikenal sebagai zona jernih. Sementara bagian
lingkaran jernih di luar sisi sampel kapang disebut sebagai zona hambat. Adanya zona jernih
dan zona hambat menandakan tidak tumbuhnya bakteri pada bagian tersebut. Tidak
berkembangnya bakteri di dekat sampel kapang Penicillium chrysogenum terjadi akibat
adanya hubungan antagonisme antara kapang Penicillium chrysogenum kedua macam baketri
yaitu E. coli dan S. aureus. Hubungan antagonisme tersebut terjadi akibat adanya senyawa
antibiotik berupa penisilin yang dihasilkan oleh Penicillium chrysogenum. Senyawa penisilin
ini merupakan senyawa menghambat sintesis peptidoglikan dinding sel bakteri (Giguere et al,
2006), oleh karenya kehadiran Pencillium chrysogenum dapat meghambat pertumbuhan
bakteri E. coli maupun bakteri S. aureus. Berikut merupakan gambar zona bening dan zona
hambat pada biakan bakteri E. coli maupun bakteri S. aureus.

Gambar A. Zona Bening B. Zona Hambat pada Biakan Bakteri Staphylococcus aureus (kiri) dan
Escherecia coli (kanan)

Berdasarkan hasil pengukuran diketahui bahwa zona putih yang muncul pada biakan S.
aureus lebih besar jika dibandingkan dengan zona bening dan zona hambat pada biakan E.
coli, hal ini diketahui dari diameter zona bening pada biakan S. aureus lebih besar dengan
panjang 8,66 dan 8,5 mm sedangkan diameter zona bening pada E. coli sebesar 7,14 mm. Hal

ini terjadi karena S. aureus lebih rentan terhadap antimikroba penisilin daripada E. coli.
Menurut Navarre dan Schneewind (1999), beberapa antibiotik asal Penicillium diketahui
mempunyai aktivitas yang baik terhadap bakteri Staphylococcus yang merupakan bakteri gam
positif. Bakteri Gram-positif diketahui lebih sensitif daripada bakteri Gram-negatif, hal ini
disebabkan oleh struktur dinding sel bakteri Gram-positif yang lebih sederhana dibandingkan
dengan bakteri Gram-negatif karena hanya terdiri dari lapisan peptidoglikan yang tebal,
selain itu pada bakteri Gram-positif, peptidoglikan tidak terlindungi oleh membran luar.
Perbedaan struktur lapisan membran tersebut menyebabkan bakteri Gram-negatif kurang
sensitif terhadap antibiotik daripada bakteri Gram-positif terutama antibiotik golongan laktam yang merupakan antibiotik asal Penicillium sp. Antibiotik -laktam bekerja
membunuh bakteri dengan cara mengganggu sintesis dinding sel melalui penghambatan
enzim transpeptidase yang mengakibatkan dinding sel menjadi lebih lemah, sensitif dan
mudah terdegradasi (Giguere et al, 2006). Namun, berdasarkan hasil pengukuran ternyata
pada ulangan ke-1 diperoleh diamater zona bening E. coli lebih besar dibanding dengan S.
aureus yaitu sebesar 11, 67 mm, hal ini mungkin disebabkan karena sampel biakan
Penicillium chrysogenum yang diletakkan pada biakan bakteri lebih besar dari penggunaan
sampel untuk biakan S. aureus yaitu dengan diameter 6,33 mm
H. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil percobaan diketahui :
Kapang Penicillium chrysogenum memiliki sifat antagonisme terhadap bakteri E. coli dan S.
aureus, karena kehadiran kapang yang menghasilkan penisilin dapat menghambat
pertumbuhan kedua macam bakteri tersebut. Dimana bakteri S. aureus yang merupakan
bakteri gram positif yang memiliki sentivitas lebih besar terhadap penisilin dibandingkan
dengan E. coli yang merupakan bakteri gram negatif.

Daftar Rujukan
Gigure S, Prescott JF, Baggot JD, Walker RD, Dowling PM. 2006. Antimicrobial Therapy in
Veterinary Medicine, 4th ed. Ames, Iowa : Blackwell Publishing.

Navarre WW, Schneewind O. 1999. Surface Proteins of Gram-Positive Bacteria dan


Mechanisms of Their Targeting to the Cell Wall. Microbiology and Molecular Biology
Reviews 63(1) : 174-229.
Nurhayati. 2011. Penggunaan Jamur dan Bakteri dalam Pengendalian Penyakit
Tanaman Secara Hayati yang Ramah Lingkungan. (Online), (http: // eprints.
unsri.ac.id/1068/2/penggunaan_jamur_dan_Bakteri_pdf.pdf), diakses 11 November
2014.
UPI. 2010. Interaksi Mikroorganisme. (Online), (http://file.upi.edu.pdf), diakses 11
November 2014

You might also like