Professional Documents
Culture Documents
MAKALAH
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas pada Mata Kuliah
Pediatric Nursing yang diampu oleh Ns. Heni Kristiana S.kep,M.kep
Disusun Oleh :
1. Rahmania Dian Dhini (13.1251)
2. Ria Andini Saputri
(13.1255)
BAB I
PENDAHULUAN
a. Latar Belakang
Anak merupakan anugrah dari Tuhan yang sangat dinantikan kehadirannya,
namun tidak semua anak beruntung dengan mendapatkan kesempurnaan. Terdapat
beberapa anak yang istimewa, berbedadari yang lain yang harus mendapatkan
perhatian khusus. Anak berkebutuhan khusus adalah mereka yang memerlukan
penanganan khusus yang berkaitan dengan kekhususanya.(Fadhli, 2010).Sama halnya
dengan anak yang normal, anak yang berkebutuhan khusus juga harus di perhatikan,
pertumbuhan dan perkembangan anak sangat penting bagi anak karena menentukan
masa depannya.
Pendidikan adalah hak seluruh warga negara tanpa membedakan asal-usul,
status sosial ekonomi, maupun keadaan fisik seseorang, termasuk anak-anak yang
mempunyai kelainan sebagaimana di amanatkan dalam UUD 1945 pasal 31. Dalam
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, hak anak
untuk memperoleh pendidikan dijamin penuh tanpa adanya diskriminasi termasuk anakanak yang mempunyai kelainan atau anak yang berkebutuhan khusus. Anak dengan
kebutuhan khusus (special needs children) dapat diartikan secara simpel sebagai anak
yang lambat (slow) atau mangalami gangguan (retarded) yang tidak akan pernah
berhasil di sekolah sebagaimana anak-anak pada umumnya. Banyak istilah yang
dipergunakan sebagai variasi dari kebutuhan khusus, seperti disability, impairment, dan
Handicap. Menurut World Health Organization (WHO), definisi masing-masing istilah
adalah sebagai berikut:
a. Disability : keterbatasan atau kurangnya kemampuan (yang dihasilkan dari
impairment) untuk menampilkan aktivitas sesuai dengan aturannya atau
masih dalam batas normal, biasanya digunakan dalam level individu.
b. Impairment: kehilangan atau ketidaknormalan dalam hal psikologis, atau
struktur anatomi atau fungsinya, biasanya digunakan pada level organ.
c. Handicap : Ketidak beruntungan individu yang dihasilkan dari impairment
atau disability yang membatasi atau menghambat pemenuhan peran yang
normal pada individu.
Khususnya untuk anak yang mengalami gangguan kognitif seperti autism,
hiperaktif, down sindrom dan retardasi mental, membutuhkan perhatian yang lebih
terutama dari orang-orang sekitar, sehingga perawat perlu melibatkan lingkungan untuk
memberikan asuhan keperawatan pada anak. Untuk itu akan dibahas bagaimana
asuhan keperawatan pada anak yang berkebutuhan khusus.
b. Tujuan
a. Mahasiswa memahami tentang konsep gangguan autism.
b. Mahasiswa memahami tentang konsep gangguan hiperaktif.
c. Mahasiswa memahami tentang konsep gangguan down sindrom.
d. Mahasiswa memahami tentang konsep gangguan retardasi mental.
e. Mahasiswa memahami tentang asuhan keperawatan pada anak yang mengalami
f.
autism.
Mahasiswa memahami tentang asuhan keperawatan pada anak yang mengalami
hiperaktif.
g. Mahasiswa memahami tentang asuhan keperawatan pada anak yang mengalami
down sindrom.
h. Mahasiswa memahami tentang asuhan keperawatan pada anak yang mengalami
down retardasi mental.
BAB II
KONSEP GANGGUAN SISTEM
A. Definisi
Anak berkebutuhan khusus adalah mereka yang memerlukan penanganan
khusus yang berkaitan dengan kekhususanya.(Fadhli, 2010). Anak yang memiliki
gangguan kognitif juga termasuk anak yang berkebutuhan khusus. Gangguan kognitif
adalah sebuah istilah umum yang mencakup setiap jenis kesulitan atau defisiensi mental
(Wong, 2008).
Anak yang berkebutuhan khusus antara lain autisme, hiperaktif, down sindrom
dan retardasi mental. Penatalaksanaan terapi pada anak yang berkebutuhan khusus
paling efektif dilakukan pada usia sebelum lima tahun. Setelah lima tahun hasilnya
berjalan lebih lambat. Pada usia 5-7 tahun perkembangan otak melambat menjadi 25%
dari usia sebelum 5 tahun. Meski tidak secepat anak normal, kita harus member
kesempatan pada anak berkebutuhan khusus ini untuk berkembang, dia masih dapat
menguasai beberapa kemampuan seperti halnya anak normal yang lain. (Monika &
Waruwu, 2006)
1. Konsep Dasar Autisme
Autisme berasal dari istilah dalam bahasa Yunani; aut = diri sendiri,
isme orientation/state= orientasi/keadaan. Maka autisme dapat diartikan sebagai
kondisi seseorang yang secara tidak wajar terpusat pada dirinya sendiri; kondisi
seseorang yang senantiasa berada di dalam dunianya sendiri.
Istilah autisme pertama kali diperkenalkan oleh Leo Kanner pada tahun
1943, selanjutnya ia juga memakai istilah Early Infantile Autism, atau dalam bahasa
Indonesianya diterjemahkan sebagai Autisme masa kanak-kanak . Hal ini untuk
membedakan dari orang dewasa yang menunjukkan gejala autism seperti ini.
Autisme merupakan suatu gangguan perkembangan pada anak yang sifatnya
komplek dan berat, biasanya telah terlihat sebelum berumur 3 tahun, tidak mampu
untuk berkomunikasi dan mengekspresikan perasaan maupun keinginannya.
Akibatnya perilaku dan hubungannya dengan orang lain menjadimterganggu,
sehingga keadaan ini akan sangat mempengaruhi perkembangan anak selanjutnya.
Autisme dapat mengenai siapa saja tidak tergantung pada etnik, tingkat
pendidikan, sosial dan ekonomi. Autisme bukanlah masalah baru, dari berbgai bukti
yang ada, diketahui kelainan ini sudah ada sejak berabad - abad yang lampau.
Hanya saja istilahnya relatif masih baru. Diperkirakan kira-kira sampai 15 tahun yang
lalu, autisme merupakan suatu gangguan yang masih jarang ditemukan,
diperkirakan hanya 2-4 penyandang autisme. Tetapi sekarang terjdi peningkatan
jumlah penyandang autisme sampai lebih kurang 15-20 per 10.000 anak. Jika angka
kelahiran pertahun di Indonesia 4,6 juta anak, maka jumlah penyandang autisme
pertahun akan bertambah dengan 0,15% yaitu 6900 anak.
a. Penyebab Autisme
Beberapa tahun yang lalu, penyebab autisme masih merupkan suatu misteri,
oeh karena itu banyak hipotesis yang berkembang mengenai penyebab autisme.
Salah satu hipotesis yang kemudian mendapat tanggapan yang luas adalah teori
ibu yang dingin. Menurut teori ini dikatakan bahwa anak masuk ke dalam dunianya
sendiri oleh karena merasa ditolak oleh ibu yang dingin. Teori ini banyak yang
menentang karena banyak ibu yang bersifat hangat tetap mempunyai anak yang
menunjukkan ciri - ciri autisme. Teori tersebut tidak memberi gambaran secara pasti,
sehingga hal ini mengakibatkan penanganan yang diberikan kurang tepat bahkan
tidak jarang berlawanan dan berakibat kurang menguntungan bagi pekembangan
individu autisme. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi terutama di bidang
kedokteran akhir-akhir ini telah menginformasikan individu dengan gangguan
autisme mengalami kelainan neurobiologis pada susunan saraf pusat. Kelainan ini
berupa pertumbuhan sel otak yang tidak sempurna pada beberapa bagian otak.
Gangguan pertumbuhan sel otak ini, terjadi selama kehamilan, terutama kemahilan
muda dimana sel-sel otak sedang dibentuk.
Pemeriksaan dengan alat khusus yang disebut Magnetic Resonance Imaging
(MRI) pada otak ditemukan adanya kerusakan yang khas di dalam otak pada daerah
apa yang disebut dengan limbik sistem (pusat emosi). Pada umumnya individu
autisme tidak dapat mengendalikan emosinya, sering agresif terhadap orang lain
dan diri sendiri, atau sangat pasif seolah -olah tidak mempunyai emosi. Selain itu
muncul pula perilaku yang berulang - ulang (stereotipik) dan hiperaktivitas. Kedua
peilaku tersebut erat kaitannya dengan adanya gangguan pada daerah limbik sistem
di otak.
Terdapat beberapa dugaan yang menyebabkan terjadinya kerusakan pada otak
yang menimbulkan gangguan autisme di antaranya adanya pertumbuhan jamur
Candida yang berlebihan di dalam usus. Akibat terlalu banyak jamur , maka sekresi
enzim ke dalam usus berkurang. Kekurangan enzim menyebabkan makanan tak
dapat dicerna dengan sempurna. Beberapa protein jika tidak dicerna secara
sempurna akan menjadi racun bagi tubuh. Protein biasanya suatu rantai yang
terdiri dari 20 asam amino. Bila pencernaan baik, maka rantai tersebut seluruhnya
dapat diputus dan ke - 20 asam amino tersebut akan diserap oleh tubuh. Namun bila
pencernaan kurang baik, maka masih ada beberapa asam amino yang rantainya
belum terputus. Rangkaian yang terdiri dari beberapa asam amino disebut peptida.
Oleh karena adanya kebocoran usus, maka peptida tersebut diserap melalui dinding
usus, masuk ke dalam aliran darah, menembus ke dalam otak. Di dalam otak
peptide tersebut ditangkap oleh reseptor oploid, dan ia berfungsi seperti opium atau
morfin. Melimpahnya zat-zat yang bekerja seperti opium ini ke dalam otak
menyebabkan terganggunya kerja susunan saraf pusat. Yang terganggu biasanya
seperti persepsi, kognisi (kecerdasan), emosi, dan perilaku. Dimana gejalanya mirip
dengan gejala yang ada pada individu autisme. Tentu masih terdapat dugaandugaan lain yang menimbulkan keruskan pada otak seperti adanya timbal , mercury
atau zat beracun lainnya yang termakan bersama makanan yang dikonsumsi ibu
hamil, yang selanjutnya mempengaruhi pertumbuhan otak janin yang dikandungnya.
Apapun yang melatarbelakangi penyebab gangguan pada individu autisme, yang
jelas bukan karena ibu yang frigit (ibu yang tidak memberi kehangatan kasih
sayang), seperti yang dianut dahulu, akan tetapi gangguan pada autisme terjadi erat
kaitannya dengan gangguan pada otak.
b. Karakteristik autisme
Karakteristik gangguan autisme pada sebagian individu sudah mulai muncul
sejak bayi. Kciri yang sangat menonjol adalah tidak ada kontak mata dan reaksi
yang sangat minim terhadap ibunya atau pengasuhnya.Ciri ini semakin jelas dengan
bertambahnya umur. Pada sebagian kecil lainnya dari individu penyandang autisme,
perkembangannya sudah terjadi secara .relatif normal. Pada saat bayi sudah
menatap, mengoceh, dan cukup menunjukkan reaksi pada orang lain, tetap
kemudian pada suatu saat sebelum usia 3 tahun ia berhenti berkembang dan terjadi
kemunduran. Ia mulai menolak tatap mata, berhenti mengoceh, dan tidak bereaksi
terhdap orang lain.
Oleh karena itu kemudian diketahui bahwa seseorang baru dikatakan
mengalami gangguan autisme , jika ia memiliki gangguan perkembangan dalam tiga
aspek yaitu kualitas kemampuan interaksi sosial dan emosional, kualitas yang
kurang dalam kemampuan komunikasi timbal balik, dan minat yang terbatas disertai
gerakan - gerakan berulang tanpa tujuan Ciri-ciri tersebut harus sudah terlihat
sebelum anak berumur 3 tahun. Mengingat bahwa tiga aspek gangguan perkemb
angan di atas terwujud dalam berbagai bentuk yang berbeda, dapat disimpulkan
bahwa autism sesungguhnya adalah sekumpulan gejala/ciri yang melatar-belakangi
berbagai factor yang sangat bervariasi, berkaitan satu sama lain dan unik karena
tidak sama untuk masing-masing anak. Dengan demikian, maka sering ditemukan
ciri-ciri yang tumpang tindih dengan beberapa gangguan perkembangan lain.
Gradasi manifestasi gangguan juga sangat lebar antara yang berat hingga yang
ringan. Di satu sisi ada individu yang memiliki semua gejala, dan di sisi lain ada
individu yang memiliki sedikit gejala.
Adapun tanda-tanda awal autism anak usia 0-5 tahun menurut Harris (1989) sebagai
berikut:
1. Bayi lahir usia 6 bulan
a. Anak terlalu tenang atau baik
b. Mudah terangsang (irritable) banyak menangis terutama malam, susah
c.
d.
e.
f.
g.
ditenangkan
Jarang menyodorkan kedua tangan untuk minta diangkat
Jarang mengoceh
Jarang menunjukkan senyuman social
Jarang menunjukkan kontak mata
Perkembangan gerakan kasar tampak normal
f.
lemas
Relative cuek menghadapi kedua orag tuanya
Intervensi terapeutik untuk anak penderita autism merupaka wilayah khusus yang
melibatkan profesioal terlatih. Meskipun tidak ada penyembuhan utuk autism,
berbagai terapi telah digunakan. Hasil yang paling menjanjikan adalah melalui
program modifikasi perilaku yang dilakukan secara intensif dan terstruktur. Secara
umum, tujuan penanganan adalah meningkatkan penguatan positif, enigkatkan
kesadaran social terhadap orang lain, mengajari keterampilan komunikasi verbal,
dan mengurangi perilaku yag tidak dapat diterima. Memberikan rutinitas terstruktur
untuk diikuti anak merupakan kunci dalam penatalaksanaan autism.
Apabila anak ini di rawat di rumah sakit, orang tua sangat penting merencanakan
asuhan dan idealnya harus tinggal bersama anak sesering mungkin. Perawat harus
memahami bahwa tidak semua anak penderita autism sama dan bahwa mereka
akan memerlukan pengkajian dan penatalaksanaan individual. Mengurangi stimulasi
dengan menggunakan ruang pribadi, menghindari distraksi suara dan visual yang
berlebihan, dan mendorong orag tua untuk membawakan barang-barang yang
sangat enting bagi anak dapat mengurangi gangguan akibat rawat inap. Karea
kontak fisik sering menjengkelkan anak ini maka menggendong dan kontak mata
perlu dibatasi untuk menghindaari ledakan perilaku. Harus hati-hati saat melakukan
prosedur, member obat, atau member makan anak, karea mereka susah makan
sampai kelaparan sendiri atau melakukan muntah untuk meghidari makan anak atau
mengulum makanan, menelan semua benda yang bisa atau tidak bisa dimakan,
seperti thermometer.
Mereka perlu diperkenalkan dengan situasi baru secara perlahan, kunjungan
pemberi asuhan dibuat singkat jika mugkin. Karena anak ini mengalami kesulitan
mengatur perilaku dan mengarahkan kembali energy mereka, maka segala sesuatu
yang harus dikerjakan mereka perlu diperintah secara langsung. Komunikasi harus
sesuai dengan tingkat perkembangan anak, singkat dan konkret. Hanya satu
permintaan diberikan pada satu kesempatan, seperti duduk di tempat tidur.
Orang tua memerlukan ahli untuk konsultasi dini dalam riwayat penyakitnya dan
harus dirujuk ke Autism Society of America (ASA). ASA menyediakan informasi
mengenai edukasi, program dan teknik penanganan, serta fasilitas seperti berkemah
dan rumah kelompok. Ada juga kelompok sibling yang dinamakan SHARE
(SiblingsHelping Persons with Autism Through Resources and Energy).
Sumber daya yang sangat membantu lainnya adalah departemen kesehatan mental
local dan nasional serta hendaya (desabilitas) perkembangan; organisasi ini
menyediakan program
seluruh wilayah Amerika Serikat. Ketika anak mendekati masa dewasa dan orang
tua menjadi semakin tua, keluarga mungkin memerlukan bantuan untuk mencari
fasilitas penempatan jangka panjang.
temperamen
sebagai
tentang
suatu
mekanisme
patofisiologi
ataupun
gangguan
biokimiawi. Anak pria yang hiperativ, yang berusia antara 6-9 tahun serta yang
mempunyai IQ yang sedang, yang telah memberikan tanggapan yang baik
terhadap
pengobatan-pengobatan
stimulant,
memperlihatkan
derajat
f.
Penatalaksanaan Medis
Rencana pengobatan bagi anak dengan gangguan ini terdiri atas
penggunaan psikostimulan, modifikasi perilaku, pendidikan orang tua, dan
konseling keluarga. Orang tua mungkin mengutarakan kekhawatirannya tentang
penggunaan obat. Resiko dan keuntungan dari obat harus dijelaskan pada orang
tua, termasuk pencegahan skolastik dan gangguan social yang terus menurus
karena penggunaan obat-obat psikostimulan. Ratting scale conners dapat
digunakan sebagai dasar pengobatan dan untuk memantau efektifitas dari
pengobatan.
Psikostimulan-metilfenidat (ritalin), amfetamin sulfat (benzedrine), dan
dekstroamfetamin sulfat (dexedrine)- dapat memperbaiki rentang perhatian dan
konsentrasi anak dengan meningkatkan efek paradoksikal pada kebanyakan
anak dan sebagian orang dewasa yang menderita gangguan ini.
berat. Tetapi hamper semua anak yang menderita kelainan ini dapat belajar
membaca dan merawat dirinya sendiri.
merupakan kelainan kromosom autosomal yang paling banyak terjadi
pada manusia. Diperkirakan 20 % anak dengan
hasil
penelitian
epidemiologi
mengatakan
adanya
menurunnya
konsentransi
estradiolsistemik,
c. Manifestasi Klinis
Berat badan waktu lahirdari bayi dengan syndrome down umumnya
kurang dari normal.
Beberapa Bentuk Kelainan Pada Anak Dengan Syndrom Down :
1. Sutura Sagitalis Yang Terpisah
2. Fisura Palpebralis Yang Miring
3. Jarak yang lebar antara kaki
4. Fontanela Palsu
5. Plantar Crease
6. Hyperfleksibilitas
7. Peningkatan Jaringan Sekitar Leher
8. Bentuk Palatum Yang Abnormal
9. Hidung Hipoplastik
10. Kelainan otot dan hipotonia
11. Bercak Brushfield pada Mata
12. Mulut terbuka dan lidah terjulur
13. Lekukan epikantus (Lekukan kulit yang berbentuk bundar) pada sudut mata
sebelah dalam
14. Single palmar crease pada tangan kiri dan kanan
15. Jarak pupil yang lebar
16. Oksiput yang datar
17. Tangan dan kaki yang pendek serta lebar
18. Bentuk / struktur telinga yang abnormal
19. Kelainan mata , tangan, kaki, mulut, sindaktili
20. Mata sipit
d. Patofisiologi
Factor penyebab:
genetic, umur, radiasi, infeksi, toksik
Non disjungtional
Abnormalitas kromosom
(kelebihan kromosom x)
translokasi
Post
zigotik non
kromosom21&15
disjungtional
Peningkatan
konsentrasi
terhadap
infeksi
Penyakit
jantung
kongenital
Keterlambata
n
pertumbuhan
dan
perkembanga
Resiko
infeksi
Defisiensi
pengetahuan
Pertumbuhan
palatum abnormal
Ketidakseimb
angan nutrisi
kurang dari
kebutuhan
tubuh
e. Diagnosa yang lazim muncul
1. Keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan
2. Resiko infeksi
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan kesulitan pemberian makanankarena lidah yang menjulur dan
palatum yang tinggi
4. Defisiensi pengetahuan (orang tua) b/d perawatan anak syndrome down
f.
Discharge Planning
1. Konseling genetic maupun amniosentesis pada kehamilan
yangdicurigaiakan sangat membantu mengurangi angka kejadian syndrome
down
2. Dengan biologi molekuler, misalnya dengan gene targeting atau yang
dikenal sebagai homologous recombination sebuah gen yang dapat di
nonaktifkan
3. Pencegahan dengan melakukan pemeriksaan kromosom melalui
amniocentesis bagiibu hamil terutama pada bulan-bulan awal kehamilan, ibu
hamil pernah mempunyai anak dengan sindrom down atau hamil diatas usia
40 tahun harus dengan hati-hati memantau perkembangan janinnya karena
mereka memiliki risiko melahirkan anak dengan sindrom down lebih tinggi
4. Fisioterapi pada down sindrom adalahmembantuanak belajar untuk
menggerakkan tubuhnya dengan cara/gerakan yang tepat (appropriate
Anak yang retardasi mental dapat dikenali dari tanda sebagi berikut :
1. Penampilan fisik tidak seimbang misalnya kepala terlalu besar atau terlalu
2.
3.
4.
5.
6.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
ASUHAN KEPERAWATAN DOWN SYNDROM
A. Pengkajian
1. Identitas
a. Nama
Harus lengkap dan jelas, umur perlu dipertanyakan untuk interpretasi tingkat
perkembangan anak yang sudah sesuai dengan umur, jenis kelamin.
b. Nama orang tua
c. Alamat
d. Umur
e. Pendidikan
f. Agama
g. Pekerjaan
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Biasanya diawali dari pengalaman dan perasaan cemas ibu klien yang
melihat pertumbuhan dan perkembangan anaknya yangterlambat tidak sesuai
dengan kelompok seusianya.
3. Riwayat penyakit dahulu
Penyakit seperti rubella, tetanus, difteri, meningitis, morbili, polio,pertusis,
vricella, dan ensefalitis dapat berkaitan atau mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan baik secara enteral maupun parenteral.
4. Riwayat antenatal, natal, dan pascanatal
a. Antenatal
Kesehatan ibu selama hamil, penyakit yang pernah diderita serta upaya yang
dilakukan untuk mengatasi penyakitnya, berapa kali, perawatan antenatal,
kemana serta kebiasaan minum jamu-jamuan dan obat yang pernah diminum
serta kebiasaan selama hamil.
b. Natal
Tanggal, jam, tempat pertolongan persalinan, siapa yang menolong, cara
persalinan (spontan, ekstraksi vacuum, ekstraksi forcep, sectiosesaria, dan
gamelli), presentasi kepala, dan komplikasi atau kelainan congenital. Keadaan
saat lahir dan morbiditas pada hari pertama setelah lahir, masa kehamilan
(cukup, kurang, lebih)bulan.
c. Pascanatal
Lama dirawat di rumah sakit , masalah-masalah yang berhubungan dengan
gangguan system, masalah nutrisi, perubahan berat badan, warna kulit,pola
eliminasi, dan respons lainnya. Selama neonatal perlu dikaji adanya asfiksia,
trauma, dan infeksi.
5. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan
Berat badan, lingkar kepala, lingkar lengan kiri atas, lingkar dada terakhir.
Tingkat perkembangan anak yang telah dicapai motorik kasar, motorik halus,
kemampuan bersosialisasi, dan kemampuan bahasa.
6. Riwayat kesehatan keluarga
Sosial, perkawinan orang tua, kesejahteraan dan ketentraman, rumah tangga
yang harmonis dan pola asuh, asah, dan asih. Ekonomi dan adat istiadat
berpengaruh
dalam
pengelolaan
lingkungan
internal
eksternalyang
dapat
10. Intervensi
1. Tujuan: Peningkatan perkembangan anak sesuai tingkatannya, keluarga dan
anak mampu menggunakan koping terhadap tantangan karena adanya
ketidakmampuan, keluarga mampu mendapatsumber sumber sarana komunitas,
status nutrisi seimbang, berat badan normal.
Rencana:
a. Peningkatan perkembangan anak dan remaja
a) Kaji faktor penyebab gangguan perkembangan anak.
b) Identifikasi dan gunakan sumber pendidikan untuk memfasilitasi
perkembangan anak yang optimal.
c) Berikan instruksiberulang dan sederhana
d) Berikan reinforcement positifatas hasil yang dicapai anak
e) Doronganak melakukan perawatan sendiri
f) Manajemen perilakuanak yang sulit
g) Dorong anak melakukan sosialisasi dengan kelompok
h) Ciptakan lingkungan yang aman
b. Manajemen nutrisi
a) Kaji keadekuatan asupan nutrisi (misalnya kalori zat gizi).
b) Tentukan makanan yang disukai anak
c) Pantau kecenderungan kenaikan dan penurunan berat badan
c. Nutrition theraphy
a) Menyelesaikan penilaian gizi
b) memantau kesesuaian perintah diet, untuk memenuhi kebutuhan
gizi sehari-hari
c)
d)
e)
2. Tujuan: klien
penularan
,faktor
yang
mempengaruhi
penularan
serta
dari
penyakit
dan
bagaimana
hal
ini
pengontrolan penyakit
j) Diskusikan pilihan terapi atau penanganan
k) Dukung pasien untuk mengeksplorasiatau mendapatkan second
l)
Biasanya diawali dari pengalaman dan perasaan cemas ibu klien yang
melihat pertumbuhan dan perkembangan anaknya yangterlambat tidak sesuai
dengan kelompok seusianya.
3. Riwayat penyakit dahulu
Penyakit seperti rubella, tetanus, difteri, meningitis, morbili, polio,pertusis,
vricella, dan ensefalitis dapat berkaitan atau mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan baik secara enteral maupun parenteral.
4. Riwayat antenatal, natal, dan pascanatal
a.
Antenatal
Kesehatan ibu selama hamil, penyakit yang pernah diderita serta upaya
yang dilakukan untuk mengatasi penyakitnya, berapa kali, perawatan antenatal,
kemana serta kebiasaan minum jamu-jamuan dan obat yang pernah diminum serta
kebiasaan selama hamil.
b.
Natal
Tanggal, jam, tempat pertolongan persalinan, siapa yang menolong, cara
berpengaruh
dalam
pengelolaan
lingkungan
internal
eksternalyang
dapat
9. Pemeriksaan Diagnostik
Penatalaksanaan pada anak retardasi mental meliputi:
a. Radiologi
b. Pemeriksaan EEG
c. Pemeriksaan CT scan
d. Thoraks AP/PA
e. Laboratorium : SE (serum elektrolit), FL, UL, DL, BUN, LED, serum
protein,IgG, IgM.
f. Konsultasi bidang THT, jantung, paru, bidang mata, rehabilitasi medis
g. Program terapi:gizi seimbang , multivitamin, AB sesuai dengan infeksi
penyerta.
10. Diagnosis keperawatan
1. Gangguan tingkat perkembangan (personal sosial, bahasa, dan kognitif)
yang berhubungan dengan atrofi hemisfer kiri (disfungsi otak).
2. Hambatan mobilitas fisik dan ketergantungan sekunder
yang
keluarga
mampu
mendapatsumber
sumber
sarana
f.
Nutrition theraphy
f) Menyelesaikan penilaian gizi
g) memantau kesesuaian perintah diet, untuk memenuhi kebutuhan
h)
i)
j)
2. Tujuan :
gizi sehari-hari
kolaborasi dengan ahli gizi, jumlah,jenis nutrisi yang sesuai
pilih suplemen yang sesuai
dorong pasien memakan makanan semisoft jika air liur kurang
klien meningkat dalam aktivitas fisik, mengerti tujuan dari
peningkatan mobilitas
Rencana:
a. Exercise therapy
a) Monitoring vital sign sebelum dan sesudah latihan dan lihat
respon pasien saat latihan
b) Konsultasikan dengan terapi fisik tentang rencana ambulasi
sesuai dengan kebutuhan
c) Bantu klien untuk menggunakan tongkat saatberjalan dan cegah
terhadap cidera
d) Ajarkan pasien atau tenaga kesehatan lain tentang teknik
ambulasi
e) Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi
f) Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADLs secara mandiri
sesuai kemampuan
g) Dampingi dan bantu pasien saat mobilisasi dan bantu pasien saat
ADLs
h) Berikan alat bantu jika klien memerlukan
i) Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan berikan bantuan
jika diperlukan
wajah,
bahasa
tubuh
dan
tingkat
aktivitas
menunjukkan
berkurangnya kecemasan
Rencana:
a) Gunakan pendekatan yang menyenangkan
b) Nyatakan dengan jelas harapan pada pelaku pasien
c) Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama prosedur
d) Pahami prespektif pasien terhadap situasi stress
e) Temani pasien untuk memberikan keamanan dan mengurangi takut
f) Dorong keluarga untuk menemani anak
g) Lakukan back/neckrub
h) Dengarkan dengan penuh perhatian
i) Identifikasi tingkat kecemasan
j) Bantu pasien mengenal situasi yang menimbulkan kecemasan
k) Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan, ketakutan, persepsi
l) Instruksikan pasien menggunakan teknik relaksasi
m) Berikan obat untuk mengurangi kecemasan (NIC-NOC, 2013)
5. Implementasi
Melakukan implementasi berdasarkan perencanaan dan sesuaikan dengan keadaan
pasien.
6. Evaluasi
Evaluasi sesuai dengan tujuan dan kriteria hasil
a) Anak tidak dapat duduk tenang di kursi dan mengeliat dan bergoyang-goyang
saat mencoba melakukannya.
b) Anak mungkin lari mengelilingi ruang dari satu benda ke benda lain dengan
sedikit tujuan atau tanpa tujuan yang jelas.
c) Kemampuan anak untuk berbicara terganggu, tetapi ia tidak dapat melakukan
suatu percakapan, ia menyela, menjawab pertanyaan sebelum pertanyaan
berakhir dan gagal memberikan perhatian pada apa yang telah dikatakan.
d) Percakapan anak melompat-lompat secara tiba-tiba dari satu topik ke topik yang
lain. Anak dapat tampak imatur atau terlambat tingkat perkembangannya
3. Mood dan afek
a)
Mood anak mungkin labil, bahkan sampai marah-marah atau tempertantrum.
b)
Ansietas, frustasi dan agitasi adalah hal biasa.
c)
Anak tampak terdorng untuk terus bergerak atau berbicara dan tampak memiliki
d)
halusinasi.Kemampuan
anak
untuk
memberikan
perhatian
atau
e) Sebagian besar anak kecil yang mengalami ADHD tidak menyadari sama sekali
f)
d)
diterapi.
Secara umum tindakan untuk mendisiplinkan anak memiliki keberhasilan yang
terbatas pada beberapa kasus, anak menjadi tidak terkontrol secara fisik, bahkan
e)
f)
disdiadokhokinesis
serta
interaksi
sosial
berhubungan
dengan
disabilitas
perkembangan
(hiperaktivitas).
2. Perubahan proses pikir berhubungan dengan gangguan kepribadian.
3. Resiko perubahan peran menjadi orang tua berhubungan dengan anak dengan
gangguan pemusatan perhatian hiperaktivitas.
4. Resiko cedera berhubungan dengan psikologis (orientasi tidak efektif)
5. Resiko keterlambatan perkembangan berhubungan dengan penyakit
(hiperaktivitas), kurang konsentrasi.
e. Intervensi
1. Kerusakan interaksi sosial berhubungan
dengan
disabilitas
mental
perkembangan
(hiperaktivitas).
NOC : Ketrampilan interaksi social
Tujuan : Pasien mampu menunjukan interaksi social yang baik.
Kriteria Hasil :
1) Menunjukan perilaku yang dapat meningkatkan atau memperbaiki interaksi social
2) Mendapatakan atau meningkatkan ketrampilan interaksi social (misalnya: kedekatan,
kerja sama, sensitivitas dan sebagainya).
3) Mengungkapkan keinginan untuk berhubungan dengan orang lain.
4) Indicator skala :
1.
Tidak ada
2.
Terbatas
3.
Sedang
4.
Banyak
NIC : Peningkatan sosialisasi, aktivitas keperawatan :
1. Kaji pola interaksi antara pasien dan orang lain
2. Anjurkan pasien untuk bersikap jujur dalam berinteraksi dengan orang lain dan
menghargai hak orang lain.
3. Identifikasi perubahan perilaku yang spesifik.
4. Bantu pasien meningkatkan kesadaran akan kekuatan dan keterbatasan dalam
berkomunikasi dengan orang lain.
5. Berikan umpan balik yang positif jika pasien dapat berinteraksi dengan orang lain.
2. Perubahan proses pikir berhubungan dengan gangguan kepribadian.
NOC : Konsentrasi
Tujuan : Pasien dapat berkonsentrasi secara penuh terhadap obyek atau benda- benda
disekitarnya
Kriteria Hasil :
1) Menunjukan proses pikir yang logis, terorganisasi.
2) Tidak mudah terganggu / focus terhadap sesuatu
3) Berespon dengan baik terhadap stimulus.
4) Indikator skala :
1.
Tidak pernah
2.
Jarang
3.
Kadang-kadang
4.
Sering
5.
Konsisten
NIC : Pengelolaan Konsentrasi, aktivitas keperawatan :
1. Berikan pada anak yang membutuhkan ketrampilan dan perhatian
2. Kurangi stimulus yang berlebihan terhadap orang-orang dan lingkungan dan
orang/bebda-benda disekitarnya.
3. Berikan umpan balik yang positif dan perilaku yang sesuai.
4. Bantu
anak
untuk
mengidentifikasikan
benda-benda
disekitarnya
seperti,
3) Orang tua akan memilih permainan, memberi perawatan dan kontak social
lingkungannya dengan baik.
4) Indikator skala :
1. Tidak pernah
2. Jarang
3. Kadang-kadang
4. Sering
5. Konsisten
NIC : Mencegah Jatuh, aktivitas keperawatan :
1. Identifikasikan
factor
yang
mempengaruhi
kebutuhan
keamanan,
misalnya:
benda-benda
disekitar
pasien
yang
dapat
membahayakan
dan
menyebabkan cidera.
5. Ajarkan kepada pasien untuk berhati-hati dengan alat permainannya dan intruksikan
kepada keluarga untuk memilih permainan yang sesuai dan tidak menimbulkan
cedera.
5. Resiko
keterlambatan
perkembangan
berhubungan
dengan.
penyakit
mental
1. Lakukan
pengkajian
temperamen,
kesehatan
budaya,
lingkungan
yang
seksama
keluarga,
(misalnya,
skrining
riwayat
anak,
perkembangan)
untuk
dengan
pasien
sesuai
dengan
tingkat
kognitif
pada
perkembangannya.
5. Berikan
penguatan
yang
positif/umpan
balik
terhadap
usaha-usaha
mengekspresikan diri.
6. Ajarkan kepada orang tua tentang hal-hal penting dalam perkembangan anak.
f. Evaluasi
Tujuan : Klien dapat berkomunikasi dan mengungkapkan perasaan kepada orang lain.
Intervensi :
1) Pelihara hubungan saling percaya untuk memahami komunikasi anak.
2) Gunakan kalimat sederhana dan lambang/maping sebagai media.
3) Anjurkan kepada orang tua/pengasuh untuk melakukan tugas secara konsisten.
4) Pantau pemenuhan kebutuhan komunikasi anaksampai anak menguasai.
5) Kurangi kecemasan anak saat belajar komunikasi.
6) Validasi tingkat pemahaman anak tentang pelajaran yang telah diberikan.
7) Pertahankan kontak mata dalam menyampaikan ungkapan non verbal.
8) Berikan reward pada keberhasilan anak.
9) Bicara secara jelas dan dengan kalimat sederhana.
10) Hindari kebisingan saat berkomunikasi.
menurunkan
tingkat
kecemasan.
5) Lindungi anak ketika prilaku menyakiti diri terjadi.
6) Siapkan alat pelindung/proteksi.
7) Pertahankan lingkungan yang aman.
d. Kecemasan pada orang tua behubungan dengan perkembang anak.
Tujuan : Kecemasan berkurang/tidak berlanjut.
Intervensi :
1) Tanamkan pada orang tua bahwa autis bukan aib/penyakit.
2) Anjurkan orang tua untuk membawa anak ke tempat terapi yang berkwalitas baik
serta melakukan secara konsisten.
3) Berikan motivasi kepada orang tua agar dapat menerima kondisi anaknya yang
spesial.
4) Anjurkan orang tua untuk mengikuti perkumpulan orang tua dengan anak autis,
seperti kegiatan Autis Awareness Festifal.
5) Berikan informasi mengenai penanganan anak autis.
6) Beritahukan kepada orang tua tentang pentingnya menjalankan terapi secara
konsisten dan kontinue.
DAFTAR PUSTAKA
Fadhli, A. (2010). Buku pintar kesehatan anak. Yogyakarta: Penerbit Pustaka Anggrek.
Monika, & Waruwu, F. E. (2006). Jurnal Provitae Volume 2 ,Nomor 2. Anak
Berkebutuhan Khusus: Bagaimana Mengenal dan Menanganinya , 15.
Muttaqin, A. (2008). Buku Ajar Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.
NIC-NOC, N. (2013). Panduan penyusunan asuhan keperawatan profesional. jakarta:
mediaction.
NIC-NOC, N. (2013). Panduan Penyusunan Asuhan Keperawatan Profesional. Jakarta:
Mediaction.
Wong, D. L. (2008). Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Edisi 6 Volume 1. Jakarta: EGC.