You are on page 1of 7

Eksistensialis

Filsafat eksistensialisme dicetuskan oleh seorang filosof berkebangsaan Denmark,


Kierkegaard. Dialah bapak eksistensialisme dalam sejarah filsafat dunia. Pemikiran-pemikiran
Kierkegaard banyak dipengaruhi oleh filsafat Hegel yang lantas dijatuhkannya dengan
eksistensialisme.
Aliran ini, sebagaimana aliran filsafat lainnya, muncul sebagai reaksi atas pemikiranpemikiran filosofis sebelumnya. Filsafat modern berawal dari filsafat rasionalisme yang
dicetuskan oleh Ren Descartes. Ungkapannya Je pense donc je suis atau lebih dikenal dengan
Cogito ergo sum membuka cakrawala permenungan filsafat untuk menggunakan akal budi
sebagai pengalaman yang menunjukkan keberadaan seseorang. Sejak saat itu bermunculan pula
aliran-aliran filsafat modern seperti empirisme, historisisme, romantisme, idealisme,
materialisme, nihilisme, esensialisme, eksistensialisme, dan nihilism.
Dari sudut etimologi eksistensi berasal dari kata eks yang berarti diluar dan sistensi
yang berarti berdiri atau menempatkan, jadi secara luas eksistensi dapat diartikan sebagai berdiri
sendiri sebagai dirinya sekaligus keluar dari dirinya.
Adapun eksistensialisme menurut pengertian terminologinya adalah suatu aliran dalam
ilmu filsafat yang menekankan segala sesuatu terhadap manusia dan segala sesuatu yang
mengiringinya, dan dimana manusia dipandang sebagai suatu mahluk yang harus bereksistensi
atau aktif dengan sesuatu yang ada disekelilingnya, serta mengkaji cara kerja manusia ketika
berada di alam dunia ini dengan kesadaran. Disini dapat disimpulkan bahwa pusat renungan atau
kajian dari eksistensialisme adalah manusia konkret.
Selanjutnya adalah ciri-ciri dari aliran eksistensialisme yang terdiri dari 2 ciri, yaitu yang
pertama adalah selalu melihat cara manusia berada dan eksistensi sendiri disini diartikan secara
dinamis sehingga ada unsur berbuat dan menjadi, dan yang ke-dua adalah manusia dipandang
sebagai suatu realitas yang terbuka dan belum selesai serta didasari dari pengalaman yang
konkret atau empiris yang kita kenal.
3. Jean Paul Sartre
Manusia yang bereksistensi adalah makhluk yang hidup dan berada dengan sadar dan bebas
bagi diri sendiri. Itu adalah salah satu statement dan mungkin bernilai teori yang terkenal
darinya.
4. Friedrich Nietzsche
Menurutnya manusia yang teruji adalah manusia yang cenderung melalui jalan yang terjal dalam
hidupnya dan definisi dari aliran eksistensialisme menurutnya adalah manusia yang mempunyai
keinginan untuk berkuasa (will to power), dan untuk berkuasa manusia harus menjadi manusia

super dan yang mempunyai mental majikan bukan mental budak supaya manusia tidak diam
dengan kenyamanan saja.
5. Martin Heidegger
Inti pemikirannya adalah memusatkan semua hal kepada manusia dan mengembalikan semua
masalah apapun ujung-ujungnya adalah manusia sebagai subjek atau objek dari masalah tersebut.

Positivisme merupakan Aliran pemikiran yang membatasi pikiran pada segala hal yang dapat
dibuktikan dengan pengamatan atau pada analisis definisi dan relasi antara istilah-istilah.
Positivisme (disebut juga sebagai empirisme logis, empirisme rasional, dan juga neo-positivisme)
adalah sebuah filsafat yang berasal dari Lingkaran Wina pada tahun 1920-an. Positivisme Logis
berpendapat bahwa filsafat harus mengikuti rigoritas yang sama dengan sains. Filsafat harus dapat
memberikan kriteria yang ketat untuk menetapkan apakah sebuah pernyataan adalah benar, salah atau
tidak memiliki arti sama sekali.
Positivisme adalah suatu aliran filsafat yang menyatakan ilmu alam sebagai satu-satunya sumber
pengetahuan yang benar dan menolak aktifitas yang berkenaan dengan metafisika. Tidak mengenal
adanya spekulasi, semua didasarkan pada data empiris. Positivismemerupakan empirisme, yang dalam
segi-segi tertentu sampai kepada kesimpulan logis ekstrim karena pengetahuan apa saja merupakan
pengetahuan empiris dalam satu atau lain bentuk, maka tidak ada spekulasi dapat menjadi pengetahuan.
Tokoh-tokoh yang menganut paham positivisme logis ini antara lain Moritz Schlick, Rudolf
Carnap, Otto Neurath, dan A.J. Ayer. Karl Popper, meski awalnya tergabung dalam kelompok Lingkaran
Wina, adalah salah satu kritikus utama terhadap pendekatan neo-positivis ini.
Secara umum, para penganut paham positivisme memiliki minat kuat terhadap sains dan
mempunyai sikap skeptis terhadap ilmu agama dan hal-hal yang berbau metafisika. Mereka meyakini
bahwa semua ilmu pengetahuan haruslah berdasarkan inferensi logis yang berdasarkan fakta yang jelas.
Sehingga, penganut paham ini mendukung teori-teori paham realisme,materialisme , naturalisme,
filsafat dan empirisme.
Pada dasarnya positivisme adalah sebuah filsafat yang menyakini bahwa satu-satunya
pengetahuan yang benar adalah yang didasarkan pada pengalaman aktualfisikal. Pengetahuan demikian
hanya bisa dihasilkan melalui penetapan teori-teori melalui metode saintifik yang ketat, yang karenanya
spekulasi metafisis dihindari. Positivisme, dalam pengertian di atas dan sebagai pendekatan telah dikenal
sejak Yunani Kuno. Terminologi positivisme dicetuskan pada pertengahan abad ke-19 oleh salah satu
pendiri ilmu sosiologi yaitu Auguste Comte. Comte percaya bahwa dalam alam pikiran manusia melewati
tiga tahapan historis yaitu teologi, metadisik, dan ilmiah. Dalam tahap teologi, fenomena alam dan sosial
dapat dijelaskan berdasarkan kekuatan spiritual. Pada tahap metafisik manusia akan mencari penyebab
akhir (ultimate causes) dari setiap fenomena yang terjadi.
Positivisme Logis
Dalam perkembangannya, positivisme mengalami perombakan dibeberapa sisi, hingga munculah
aliran pemikiran yang bernama Positivisme Logis yang tentunya di pelopori oleh tokoh-tokoh yang
berasal dari Lingkaran Wina.

Positivisme logis adalah aliran pemikiran dalam filsafat yang membatasi pikirannya pada segala
hal yang dapat dibuktikan dengan pengamatan atau pada analisis definisi dan relasi antara istilah-istilah.
Fungsi analisis ini mengurangi metafisika dan meneliti struktur logis pengetahuan ilmiah. Tujuan dari
pembahasan ini adalah menentukan isi konsep-konsep dan pernyataan-pernyataan ilmiah yang dapat
diverifikasi secara empiris.
Tujuan akhir dari penelitian yang dilakukan pada positivisme logis ini adalah untuk
mengorganisasikan kembali pengetahuan ilmiah di dalam suatu sistem yang dikenal dengan kesatuan
ilmu yang juga akan menghilangkan perbedaan-perbedaan antara ilmu-ilmu yang terpisah. Logika dan
matematika dianggap sebagai ilmu-ilmu formal.
Positivisme berusaha menjelaskan pengetahuan ilmiah berkenaan dengan tiga komponen yaitu
bahasa teoritis, bahasa observasional dan kaidah-kaidah korespondensi yang mengakaitkan keduanya.
Tekanan positivistik menggarisbawahi penegasannya bahwa hanya bahasa observasional yang
menyatakan informasi faktual, sementara pernyataan-pernyataan dalam bahasa teoritis tidak mempunyai
arti faktual sampai pernyataan-pernyataan itu diterjemahkan ke dalam bahasa observasional dengan
kaidah-kaidah korespondensi.

A. Pengertian
Strukturalisme merupakan suatu gerakan pemikiran filsafat yang mempunyai pokok
pikiran bahwa semua masyarakat dan kebudayaan mempunyai suatu struktur yang sama
dan tetap. Ciri khas strukturalisme ialah pemusatan pada deskripsi keadaan aktual obyek
melalui penyelidikan, penyingkapan sifat-sifat instrinsiknya yang tidak terikat oleh waktu
dan penetapan hubungan antara fakta atau unsur-unsur sistem tersebut melalui
pendidikan. Strukturalisme menyingkapkan dan melukiskan struktur inti dari suatu obyek
(hirarkinya, kaitan timbal balik antara unsur-unsur pada setiap tingkat) (Bagus, 1996:
1040). Gagasan-gagasan strukturalisme juga mempunyai metodologi tertentu dalam
memajukan studi interdisipliner tentang gejala-gejala budaya, dan dalam mendekatkan
ilmu-ilmu kemanusiaan dengan ilmu-ilmu alam. Akan tetapi introduksi metode struktural
dalam bermacam bidang pengetahuan menimbulkan upaya yang sia-sia untuk
mengangkat strukturalisme pada status sistem filosofis. (Bagus, 1996: 1040)
B. Sejarah dan Perkembangan

Strukturalisme begitu berpengaruh pada pemikiran di kalangan ilmuwan sosial di tahun


1960-an, terutama di Perancis. Era strukturalisme ini muncul setelah era eksistensialisme
yang marak setelah Perang Dunia II. Strukturalisme melakukan beberapa kritik terhadap
eksistensialisme dan juga pemikiran fenomenologi. Strukturalisme dianggap
menghancurkan posisi manusia sebagai peran utama dalam memandang dan membentuk
dunia.
Strukturalisme berkembang pesat di Perancis dengan tokoh-tokoh utama selain Claude
Levi-Strauss, yaitu Micheal Foucault, J. Lacan, dan R. Barthes. Aliran ini muncul ketika
filsafat eksistensialisme mulai pudar. Masyarakat yang semakin kaya dan dikendalikan
oleh berbagai bentuk struktur ilmiah-tekno-ekonomis mapan dan terkomputerisasi
memudarkan aliran humanisme romantis eksistensialis yang berkisar pada subyek
otonom, daya cipta perorangan, penciptaan makna, dan pilihan proyek masa depan serta
dunia bersama sebagai tempat tinggal yang manusiawi. Usaha eksistensialisme untuk
mengubah dan memperbaiki keadaan tersebut tidak berdaya dihadapkan pada kenyataankenyataan struktur yang makin kuat yang mengutamakan kemantapan dan keseimbangan
struktural daripada dinamika kreatif dari si subyek. Dengan diilhami oleh Marx dan
Freud, para strukturalis menyangsikan istilah-istilah kaya kunci eksistensialis seperti,
"manusia", "kesadaran intensional", "subyek", "kebebasan", "otonomi" dan menggantinya
dengan istilah-istilah mereka, yaitu: "ketidaksadaran", "struktur", "diskursus", "penanda"
dan "pertanda".
Meskipun banyak pertentangan antara eksistensialisme dan strukturalisme tapi ada juga
yang saling melengkapi. Dalam pandangan strukturalis manusia terjebak dalam suatu
struktur budaya yang dijalinnya sendiri. Ketika manusia lahir ia sudah ada dalam suatu
struktur, ia memiliki peran, meskipun kemudian ia mampu memilih atau membuat sendiri
sebuah struktur, tapi ia kembali akan terjebak di dalamnya. Pandangan ini mirip dengan
faktisitasnya Heidegger dimana manusia terlempar ke dunia tanpa bisa dirundingkan
lebih dulu. Perbedaannya faktisitas mengandaikan adanya kebebasan yang menegaskan
eksistensialitas manusia. Sedangkan keterjebakkan manusia dalam jaring-jaring struktur
mengandaikan hilangnya unsur subyek dan obyek, semua hanyalah bagian dari tenunan
struktur. Strukturalisme begitu berpengaruh pada pemikiran di kalangan ilmuwan sosial
di tahun 1960-an, terutama di Perancis. Era strukturalisme ini muncul setelah era

eksistensialisme yang marak setelah Perang Dunia II. Strukturalisme melakukan beberapa
kritik terhadap eksistensialisme dan juga pemikiran fenomenologi. Strukturalisme
dianggap menghancurkan posisi manusia sebagai peran utama dalam memandang dan
membentuk dunia

Pragmatisme
Pragmatisme berasal dari kata pragma (bahasa Yunani) yang berarti tindakan, perbuatan.
Pragmatisme adalah suatu aliran yang mengajarkan bahwa yang benar apa yang membuktikan
dirinya sebagai benar dengan perantaraan akibat-akibatnya yang bermanfaat secara
praktis.Filosuf yang terkenal sebagai tokoh filsafat pragmatisme adalah William James dan
John Dewey.Seperti dengan aliran-aliran filsafat pada umumnya, pragmatisme juga memiliki
kekuatan dan kelemahan sehingga menimbulkan kritik-kritik terhadap aliran filsafat ini.
Aliran ini bersedia menerima segala sesuatu, asal saja hanya membawa akibat praktis.
Pengalaman-pengalaman pribadi, kebenaran mistis semua bisa diterima sebagai kebenaran
dan dasar tindakan asalkan membawa akibat yang praktis yang bermanfaat. Dengan demikian,
patokan pragmatisme adalah manfaat bagi hidup praktis. Pragmatisme memandang bahwa
kriteria kebenaran ajaran adalah faedah atau manfaat. Suatu teori atau hipotesis dianggap
oleh Pragmatisme benar apabila membawa suatu hasil. Dengan kata lain, suatu teori itu benar
kalau berfungsi (if it works).
Kata pragmatisme sering sekali diucapkan orang. Orang-orang menyebut kata ini
biasanya dalam pengertian praktis. Jika orang berkata, Rencana ini kurang pragmatis, maka
maksudnya ialah rancangan itu kurang praktis. Pengertian seperti itu tidak begitu jauh dari
pengertian pragmatisme yang sebenarnya, tetapi belum menggambarkan keseluruhan
pengertian pragmatisme.
Pragmatisme adalah aliran dalam filsafat yang berpandangan bahwa kriteria kebenaran
sesuatu ialah, apakah sesuatu itu memiliki kegunaan bagi kehidupan nyata.
Oleh sebab itu kebenaran sifatnya menjadi relatif tidak mutlak. Mungkin sesuatu konsep atau
peraturan sama sekali tidak memberikan kegunaan bagi masyarakat tertentu, tetapi terbukti
berguna bagi masyarakat yang lain. Maka konsep itu dinyatakan benar oleh masyarakat yang
kedua.
Tokoh tokoh:

Charles Sanders Peirce


William james

John dewey

You might also like