You are on page 1of 13

TUGAS FARMASETIKA SEDIAAN SEMISOLIDA

Evaluasi Sediaan Suppositoria

Disusun oleh:
Septian Cahya

102210101029

Sekar Risti P

112210101011

Ekananda Putri

112210101035

Liza Fairus

112210101055

Zahrotul Hikmah

112210101081

LABORATORIUM FARMASETIKA
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS JEMBER
2014

Suppositoria
Suppositoria adalah sediaan padat dalam berbagai bobot dan bentuk yang
diberikan melalui rektal, vagina, maupun uretra, berbentuk torpedo, dapat melunak,
melarut, atau meleleh pada suhu tubuh, dan efek yang ditimbulkan adalah efek sistemik
atau lokal. Bahan dasar yang digunakan harus dapat larut dalam air atau meleleh pada
suhu tubuh. Semakin pendek waktu melarut/mencair semakin baik karena efektivitas
obat semakin baik.
Bobot suppositoria kalau tidak dinyatakan lain adalah 3 g untuk orang dewasa
dan 2 g untuk anak kecil. Umumnya memiliki panjang 32 mm, berbentuk silinder, dan
kedua ujungnya tajam. Sedangkan untuk bayi dan anak-anak ukurannya dari ukuran
dan berat untuk orang dewasa. Penyimpanan suppositoria dalam wadah tertutup baik
dan di tempat yang sejuk pada suhu 5-15 C agar suppositoria tidak menjadi lembek dan
tidak bisa digunakan.
Keuntungan sediaan obat dalam bentuk suppositoria antara lain :
Dapat menghindari terjadinya iritasi pada lambung
Dapat menghindari kerusakan obat oleh enzim pencernaan
Langsung dapat masuk ke saluran pembuluh darah sehingga akan memberikan efek
yang lebih cepat dibanding obat per oral
Bagi pasien yang mudah muntah atau tidak sadar
Menghindari biotransformasi hati / sirkulasi portal
Bila obat ditujukan untuk efek local
Kerugian sediaan obat dalam bentuk suppositoria :
Cara pakai tidak menyenangkan
Absorbsi obat seringkali tidak teratur / sukar diramalkan
Tidak dapat disimpan dalam suhu ruangan
Tidak semua obat bisa dibuat suppositoria
Sediaan Suppositoria

Suppositoria vaginal (ovula) umumnya berbentuk bulat atau bulat telur dan berbobot
lebih kurang 5 g, dibuat dari zat pembawa yang larut dalam air atau yang dapat
bercampur dalam air, seperti polietilen glikol atau gelatin tergliserinasi.
Suppositoria dapat bertindak sebagai pelindung jaringan setempat, sebagai pembawa zat
terapetik yang bersifat lokal atau sistemik. Bahan dasar suppositoria yang umum
digunakan adalah lemak coklat, gelatintergliserinasi, minyak nabati terhidrogenasi,
campuran polietilen glikol berbagai bobot molekul, dan ester asam lemak polietilen
glikol.
Bahan dasar suppositoria yang digunakan sangat berpengaruh pada pelepasan zat
terapetik. Lemak coklat cepat meleleh pada suhu tubuh dan tidak tercampurkan dengan
cairan tubuh, oleh karena itu menghambat difusi obat yang larut dalam lemak pada
tempat diobati. Polietilen glikol adalah bahan dasar yang sesuai untuk beberapa
antiseptik. Jika diharapkan bekerja secara sistemik, lebih baik menggunakan bentuk
ionik dari pada nonionik, agar diperoleh ketersediaan hayati yang maksimum. Meskipun
obat bentuk nonionik dapat dilepas dari bahan dasar yang dapat bercampur dengan air,
seperti gelatin tergliserinasi dan polietilen glikol, bahan dasar ini cenderung sangat
lambat larut sehingga menghambat pelepasan. Bahan pembawa berminyak seperti
lemak coklat jarang digunakan dalam sediaan vagina, karena membentuk residu yang
tidak dapat diserap, Sedangkan gelatin tergliserinasi jarang digunakan melalui rektal
karena disolusinya lambat. Lemak coklat dan penggantinya (lemak keras) lebih baik
untuk menghilangkan iritasi, seperti pada sediaan untuk hemoroid internal.
a. Suppositoria Lemak Coklat
Suppositoria dengan bahan dasar lemak coklat dapat dibuat dengan mencampur
bahan obat yang dihaluskan ke dalam minyak padat pada suhu kamar dan massa yang
dihasilkan dibuat dalam bentuk sesuai, atau dibuat dengan minyak dalam keadaan lebur
dan membiarkan suspensi yang dihasilkan menjadi dingin di dalam cetakan. Sejumlah
zat pengeras yang sesuai dapat ditambahkan untuk mencegah kecenderungan beberapa
obat, (seperti kloralhidrat dan fenol) melunakkan bahan dasar. Yang penting,
suppositoria meleleh pada suhu tubuh.

Perkiraan bobot suppositoria yang dibuat dengan lemak coklat, dijelaskan


dibawah ini. Suppositoria yang dibuat dari bahan dasar lain, bobotnya lebih berat dari
pada bobot yang disebutkan dibawah ini.
Suppositoria rektal. Suppositoria rektal untuk dewasa berbentuk lonjong pada
satu atau kedua ujungnya dan biasanya berbobot lebih kurang 2 g.
Suppositoria vaginal. Umumnya berbentuk bulat atau bulat telur dan berbobot
lebih kurang 5 g, dibuat dari zat pembawa yang larut dalam air atau yang dapat
bercampur dalam air, seperti polietilen glikol atau gelatin tergliserinasi. Ukuran
berkisar, panjang 1,25 1,5 inchi dan diameter 5/8 inchi.
1. Tujuan penggunaan (ovula)
Biasanya digunakan untuk lokal dengan efek sebagai antiseptik, kontrasepsi, anastetik
lokal, dan pengobatan penyakit infeksi seperti trichomonal, bakteri danmonilial.
2. Absorpsi Vagina
Absorpsi sediaan vaginal terjadi secara pasif melalui mukosa. Proses absorpsi
dipengaruhi oleh fisiologi, pH, dan kelarutan dan kontanta partisi obat. Permukaan
vagina dilapisi oleh lapisan film air (aqueous film) yang volume, pH dan
komposisinya dipengaruhi oleh umur, siklus menstruasi, dan lokasi. pH vagina
meningkat secara gradien yaitu pH 4 untuk anterior formix dan pH 5 di dekat cervix.
Pada umumnya ovula digunakan untuk efek lokal. Tapi beberapa penelitian
menunjukkan ada beberapa obat yang dapat berdifusi melalui mukosa dan masuk dalam
peredaran darah. Sebagai contoh, kadar propanolol dalam plasma untuk sediaan ovula
lebih besar dibandingkan dengan rute oral pada dosis yang sama.
Suppositoria dengan bahan lemak coklat harus disimpan dalam wadah tertutup
baik, sebaiknya pada suhu dibawah 30 derajat (suhu kamar terkendali).
b. Pengganti Lemak Coklat
Suppositoria dengan bahan dasar jenis lemak, dapat dibuat dari berbagai minyak
nabati, seperti minyak kelapa atau minyak kelapa sawit yang dimodifikasi dengan
4

esterifikasi, hidrogenasi, dan fraksionasi hingga diperoleh berbagai komposisi dan suhu
lebur (misalnya minyak nabati terhidrogenasi dan lemak padat). Produk ini dapat
dirancang sedemikian hingga dapat mengurangi terjadinya ketengikan. Selain itu sifat
yang diinginkan seperti interval yang sempit antara suhu melebur dan suhu memadat
dan jarak lebur juga dapat dirancang umtuk penyesuaian berbagai formulasi dan
keadaan iklim.
c. Suppositoria Gelatin Tergliserinasi
Bahan obat dapat dicampur ke dalam bahan dasar gelatin tergliserinasi, dengan
menambahkan sejumlah tertentu kepada bahan pembawa yang terdiri dari lebih kurang
70 bagian gliserin, 20 bagian gelatin dan 10 bagian air. Suppositoria ini harus disimpan
dalam wadah tertutup rapat, sebaiknya pada suhu dibawah 35 derajat.
d. Suppositoria dengan Bahan Dasar Polietilen Glikol
Beberapa kombinasi polietilen glikol mempunyai suhu lebur lebih tinggi dari
suhu badan telah digunakan sebagi bahan dasar suppositoria. Karena pelepasan dari
bahan dasar lebih ditentukan oleh disolusi dari pada pelelehan, maka massalah dalam
pembuatan dan penyimpanan jauh lebih sedikit dibanding massalah yang disebabkan
oleh jenis pembawa yang melebur. Tetapi polietilen glikol dengan kadar tinggi dapat
memperpanjang waktu disolusi sehingga menghambat pelepasan. Pada etiket
suppositoria polietilen glikol harus tertera petunjuk basahi dengan air sebelum
digunakan, meskipun dapat disimpan tanpa pendinginan, suppositoria ini harus
dikemas dalam wadah tertutup rapat.
e. Suppositoria dengan Bahan Dasar Surfaktan
Beberapa surfaktan nonionik dengan sifat kimia mendekati polietilen glikol
dapat digunakan sebagai bahan pembawa suppositoria. Contoh surfaktan ini adalah ester
asam lemak polioksietilen sorbitan dan polioksietilen stearat. Surfaktan ini dapat
digunakan dalam bentuk tunggal atau kombinasi dengan pembawa suppositoria lain
untuk memperoleh rentang suhu lebur yang lebar dan konsistensi. Salah satu
keuntungan utama pembawa ini adalah dapat terdispersi dalam air. Tetapi harus hati-hati
dalam penggunaan surfaktan, karena dapat meningkatkan kecepatan absorpsi obat atau
5

dapat berinteraksi dengan molekul obat yang menyebabkan penurunan aktivitas


terapetik.
f. Suppositoria Kempa atau Suppositoria Sisipan
Suppositoria vaginal dapat dibuat dengan cara mengempa massa serbuk menjadi
bentuk yang sesuai. Dapat juga dengan cara pengkapsulan dalam gelatin lunak.

Macam-macam Evaluasi Sediaan Suppositoria


1. Uji Kekerasan
Disebut juga uji kehancuran. Berbagai larutan sudah diuraikan untuk
memecahkan masalah kerapuhan suppositoria. Uji kehancuran dirancang sebagai
metode untuk mengukur keregasan atau kerapuhan suppositoria.
Alat yang digunakan untuk uji tersebut terdiri dari suatu ruang berdinding
rangkap di mana suppositoria yang diuji ditempatkan. Air pada suhu 37o C dipompa
melewari dinding rangka tersebut, dan suppositoria diisikan ke dalam dinding dalam
yang kering, menopang lempeng dimana suatu batang dilekatkan. Ujung lain dari
batang tersebut terdiri dari lempeng lain di mana beban digunakan. Uji dihubungkan
dengan penempatan 600 gram di atas lempeng datar. Pada interval waktu satu menit,
200 gram bobot ditambahkan, dan bobot di mana suppositoria rusak adalah titik
hancurnya, atau gaya yang menentukan karakteristik kengerasan dan kerapuhan
suppositoria tersebut.
Suppositoria dengan bentuk-bentuk yang berbeda memiliki waktu hancur yang
berbeda pula. Titik hancur yang di kehendaki dari masing-masing bentuk suppositoria
yang beraneka raga mini disebabkan oleh berbagai tipe penanganan, yakni: produksi,
pengemasan, pengiriman, dan pengankutan dalam penggunaan untuk pasien. Untuk
hasil yang baik, kekerasan suppositoria tidak kurang dari 1,8 hingga 2 kg.
2. Uji jarak leleh
Disebut juga uji kisaran meleleh makro. Uji ini merupakan suatu ukuran waktu
yang diperlukan suppositoria untuk meleleh sempurna bila dicelupkan dalam penangas
air dengan temperatur tetap (37o C). Sebaliknya uji kisaran meleleh mikro adalah
kisaran leleh yang diukur dalam pipa kapiler hanya untuk basis lemak.
6

Alat yang biasa digunakan untuk mengukur kisaran leleh sempurna dari
suppositoria adalah suatu alat disintegrasi tablet USP. Suppositoria dicelupkan
seluruhnya dalam penangas air dengan suhu konstan dan waktu yang diperlukan
suppositoria untuk meleleh sempurna atau menyebar dalam air sekitarnya diukur.
Pola pelepasan obat secara in vitro diukur dengan menggunakan alat kisaran
leleh yang sama. Jika volume air yang mengelilingi suppositoria diketahui, maka
dengan mengukur alikuot air untuk massa obat yang dikandung pada berbagai interval
dalam periode meleleh, suatu kurva waktu terhadap kandungan obat (pola pelepasan in
vitro) dapat digambar.
3. Ketegaran / Kehancuran Suppositoria
Tes ini menentukan ketegaran suppo di bawah kondisi tertentu terhadap
pemecahan suppositoria dan ovula yang diukur dengan menggunakan sejumlah tertentu
massa atau beban untuk menghancurkannya. Tes ini didasarkan untuk suppo dan ovula
berbasis lemak. Uji ini tidak sesuai untuk sediaan yang memiliki bahan pembantu
hidrofilik, seperti campuran gelatin-gliserol.
Metode
1. Cek apakah alat yang digunakan sudah dalam keadaan vertikal atau belum.
2. Alat dipanaskan sampai suhunya 25 oC. Sediaan yang akan diuji diletakkan
dalam suhu yang sesuai dengan suhu yang akan digunakan minimal 24 jam.
Tempatkan sediaan di antara kedua penjepit dengan bagian ujung menghadap ke
atas.
3. Tunggu selama 1 menit dan tambahkan 200 g pada lempeng pertama. Tunggu
lagi selama 1 menit dan tambahkan lempeng berikutnya. Hal tersebut diulang
dengan cara yang sama sampai sediaan hancur. Massa yang dibutuhkan
menghancurkan sediaan dihitung berdasarkan massa yang dibutuhkan untuk
menghancurkan sediaan (termasuk massa awal yang terdapat pada alat).
Hal-hal yang perlu diperhatikan:

Apabila sediaan hancur dalam 20 detik setelah pemberian lempeng terakhir

maka massa yang terakhir ini tidak masuk dalam perhitungan.


Apabila sediaan hancur dalam waktu antara 20 dan 40 detik setelah pemberian
lempeng terakhir maka massa yang dimasukkan ke dalam perhitungan hanya
setengah dari massa yang digunakan, misal 100 g.

Apabila sediaan belum hancur dalam waktu lebih dari 40 detik setelah
pemberian lempeng terakhir maka seluruh massa lempeng terakhir dimasukkan

ke dalam perhitungan.
Setiap pengukuran menggunakan 10 sediaan dan pastikan tidak terdapat residu
sediaan sebelum setiap pengukuran.

(BP2002, A334, Leon Lachman, 1990, hal. 586-587)


4. Metode Uji Disolusi Sediaan Suppositoria
Belum ada metode atau desain alat yang dijadikan standar untuk digunakan dalam
laboratorium farmasi. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi disolusi farmasi dari
sediaan suppositoria: pengaruh surfaktan dan kelarutan, pengaruh viskositas, zat
tambahan dan ukuran partikel zat aktif. (Abdou, Dissolution, Bioavalability and
Bioequivalence; TA A 673 Leon Lachman, 1990,hal. 567)
Menurut FI IV, pengujian awal dilakukan dengan penetapan biasa dalam gelas
piala yang mengandung suatu medium. Dalam usaha untuk mengawasi variasi pada
antarmuka massa/medium, digunakan keranjang kawat mesh atau suatu membran untuk
memisahkan ruang sampel dari bak reservoir. Sampel yang ditutup dalam pipa dialysis
atau membran alami juga dapat dikaji. Alat sel alir digunakan untuk menahan sampel di
tempatnya dengan kapas, saringan kawat, dan yang paling baru dengan manic-manik
gelas.
Uji Disolusi suppo dapat menggunakan perangkat uji disolusi basket atau
menggunakan tube dialysis

5. Keseragaman bobot
8

Keseragaman bobot suppositoria dilakukan dengan cara menimbang satu per


satu bobot suppositoria hingga sebanyak 10 buah. Penyimpangan bobot
suppositoria yang terbentuk tidak melebihi persyaratan, dimana nilainya tidak lebih
dari 5%.
6. Uji Stabilitas
Stabilitas merupakan factor penting dari kualitas, keamanan dan keefektifan
produk supositoria. Supositoria mengandung bahan basis yang stabilitas fisika dan
kimianya stabil pada suhu dingin, ada juga yang stabil pada suhu ruang dengan
waktu penyimpanan kurang dari 2 tahun.
Supositoria oleum cacao dalam penyimpanannya dapat terbentuk seperti serbuk
putih di permukaanya, sehingga dapat diatasi dengan melakukan penyimpanan
dengan dibungkus dalam alumunium foil dan disimpan dalam suhu dingin dalam
kulkas.
Supositoria basis oleum cacao dapat menjadi keras selama beberapa waktu
setelah pembuatan. Hal ini terjadi karena adanya perubahan menjadi bentuk Kristal
yang kurang stabil. Jarak lebur dan formulasi supositoria dapat mempengaruhi
pelelehan dan laju absorbsinya. Softening time dan differential scaning calorimetry
dapat digunakan untuk menguji stabilitas. Penyimpanan setelah produksi sediaan
supositoria dapat digunakan untuk uji stabilitas yaitu dengan melakukan
pengamatan secara organoleptis terhadap perubahan yang terjadi yang meliputi
bau, warna dan permukaan sediaan supositoria. Apabila supositoria dibiarkan dalam
suhu tinggi di bawah titik lelehnya setelah proses produksi maka waktu
kadaluarsanya akan semakin cepat.

5. Evaluasi appearance suppo dilakukan untuk mengevaluasi ketiadaan


(1) Eksudasi
(2) Pengembangan lemak
(3) Lubang
(4) Migrasi senyawa aktif
Jawaban: E
6. Preparasi suppo memerlukan kalibrasi. Kalibrasi dilakukan karena
(1) Asumsi bahwa kapasitas cetakan belum benar
(2) Kapasitas cetakan bervariasi dengan basis yang berbeda
(3) Tiap basis memiliki densitas yang berbeda
(4) Volume suppo dalam suatu cetakan sama namun beratnya bervariasi
Jawaban: E
7. Displacement value pada preparasi suppo menunjukkan
(1) Nilai pengganti bagi densitas masa karena penambahan bahan aktif
(2) Densitas bahan aktif
(3) Bagian berat bahan aktif yang menggantikan 1 bagian berat basis
(4) Konversi volume keberat
Jawaban: B
8. Berat 6 suppo yang terdiri dari basis theobroma oil = 6 gram
Berat 6 suppo yang mengandung 40% ZnO = 8.8 gram
Pernyataan yang benar untuk data di atas adalah
(1) Kandungan ZnO dalam 6 suppo = 3.42 gram
(2) Theobroma oil yang digantikan oleh ZnO dalam 6 suppo di atas = 0.72
(3) Theobroma oil dalam 6 suppo yang mengandung 40% ZnO = 5.1 gram
(4) Nilai displacement untuk data di atas = 5
Jawaban: C
9. Lubrikasi cetakan tidak diperlukan ketika menggunakan lemak sintetik atau
makrogol sebab lemak sintetik/makrogol mudah dilepaskan dari cetakan
Jawaban : A
Alasan
: karena basis berlemak sintesis tidak menempel kuat pada cetakkan dan
kontraktilitasnya pada pendinginan lebih tinggi daripada basis berlemak sehingga
tidak diperlukan lubrikan.
10. Oily lubricant tidak cocok untuk suppo basis theobroma oil sebab minyak dapat
campur dengan theobroma oil
Jawaban : E
Alasan
: basis theobrama atau oleum cacao dapat menggunakan paraffin liquid
sebagai lubrikan yang merupakan salah satu oily lubrikan.
11. Gliserol dan bias kodil merupakan obat laksatif sebab gliserol dan bisakodil
mempromosi evakuasi isi usus besar
Jawaban : A

10

Alasan

: Gliserin dan Bisakodil memiliki efek konstipasi sehingga dapat

memperlancar pencernaan.
12. Pernyataan yang benar tentang suppositoria adalah
a. Supositoria digunakan untuk pengobatan local seperti hemoroid
b. Supositoria juga digunakan untuk menghantarkan bahan aktif terapetik secara
sistemik
c. Supositoria adalah produk steril
d. Supositoria pada umumnya diformulasi
(colourant)
Jawaban
Alasan

dengan

penambahan

pewarna

: A dan B
: supoositoria dapat digunakan untuk mengobati penyakit wasir

yang dapat memberikan efek local contohnya : supositoria Antihemoroid


DOEN, selain itu juga terdapat supositoria yang dapat memberikan efek sistemik
contohnya : supositoria paracetamol dan asam salisilat yang dapat memberikan
efek analgetik dan antiinflamasi.
13. Regarding pessaries, which of the following statements are true ?
a. Pessaries are employed for the treatment of local disorders, e.g. infection
b. Pessaries may be used to deliver therapeutic agents systemically
c. Pessaries are sterile products
d. Pessaries are normally formulated with the inclusion of preservatives
Jawaban: C karena pessaries merupakan alat kontrasepsi yang dimasukkan ke
dalam vagina yang berasal dari plastik sehingga harus steril
14. Regarding the physiology of the rectum, which of the following statement are true ?
a. The rectum is joined to the bottom of the sigmoid colon
b. The rectum is divided into two sections termed the anal canal and the ampullathe ampulla is the smaller of the two sections
c. The rectal surface area is relatively small, i.e. <100 cm2
d. Following absorption, drugs enter the systemic circulation via the haemorrhoidal
vein
Jawaban: A
15. Factors affecting drug absorption from the rectum include:
a. The pH of rectal fluid
b. The presence of faecal matter
c. The presence of esterases in the rectal fluid
d. The location of the suppository within the rectum
Jawaban: D karena pemasukan suppo tergantung pada letaknya jika suppo
diletakkan terlalu dalam memungkinkan absorbsi melalui vena superior sehingga
disarankan penggunaannya di bagian bawah
16. Regarding the formulation of suppositories, which of the following statements are
true?
11

a. Suppositories should melt or dissolve within the rectum


b. The typical weight range for suppositories is between 1 and 4 grams
c. The concentration of drug within suppositories typically ranges from 0.1 to 40%
w/w
d. Suppositories formulated using oleaginous bases require the addition of
preservatives
Jawaban: C
17. Concerning the use oftheobroma oil in the formulation of suppositories, which of
the following statements are true?
a. It is a natural product consisting of a mixture of fatty acid esters of glycerol
b. It is a pure substance
c. It exists in different polymorphic states, the number and type of which are
dependent on the processing temperature
d. The melting temperature of suppositories that have been formulated using
theobroma oil may be enhanced by the addition of beeswax
Jawaban: D
18. In the formulation of suppositories the following excipients may be used for the
following reasons:
a. Surface active agents-to facilitate manufacture of suppositories
b. Propylene glycol-to reduce the melting point of suppository bases
c. Colloidal silicon dioxide-to reduce the hygroscopicity of fatty suppository bases
d. Ethanol- to enhance the solubility of the therapeutic agent within the suppository
base
Jawaban: A
19. Concerning vaginal physiology, which of the following statements are true?
a. The vagina is highly vascular
b. Following absorption from the vagina, the drugenters the portal system and
hence first pass metabolism occurs
c. There is a limited volume of fluid within the vagina into which drug dissolution
occurs
d. There is a high available surface area with the vagina for absorption
Jawaban: B
20. Concerning vaginal dosage forms, which of the following statements are true?
a. Creams and ointments may be used for vaginal administration
b. Pessaries are frequently formulated using oleaginous bases
c. Vaginal tablets are generally formulated to include disintegrants
d. Type 1 gels are commonly used as vaginal dosage forms
21. The following agents may be used as the basis of suppository formulations:
a. Triglycerides of higher saturated fatty acids
b. Poly(acrylic acid)
c. Poly(ethylene) glycols
d. Glucose
Jawaban: A
12

DAFTAR PUSTAKA
Lachman Leon and Herbert A. Lieberman.1987. Theory and Practice of Industrial
Pharmacy Indian Edition.Bombay : Varghese Publishing House.
Lachman, L., H. A. Lieberman, J. L. Kanig. 1994. Teori dan Praktek Farmasi Industri III.
Jakarta : UI-Press. (Terjemahan oleh: Siti Suyatmi)
Lieberman, H. A., M. M. Rieger, G. S. Banker. 1996. Pharmaceutical Dosage Forms :
Disperse Systems Volume 2. New York : Marcel Dekker, Inc.

Milala, Alasen Sembiring. 2013. Karakteristik Fisik dan Displacement Value


Supositoria Neomisin Sulfat Berbasis PEG.. Jurnal Farmasi Indonesia n Vol. 6
No. 3 Hal 172-176.
Sriwidodo,dkk.2005. Uji Pelepasan Flukonazol dari Sediaan Supositoria Dengan Basis
Hidrofilik, Basisi Lipofilik, dan Basis Ampifilik Secara In Vitro.Universitas
Padjajaran.

13

You might also like