Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Pelvic Inflammatory Disease (PID) adalah istilah klinis umum untuk
infeksi traktus genital atas. Terdapat sekitar 1 juta kasus PID di Amerika Serikat
setiap tahunnya. Prevalensi ini meningkat pada negara berkembang dengan
masyarakat sosioekonomik rendah.
Lebih dari seperempat pasien PID membutuhkan rawatan di rumah sakit.
Resiko meningkat pada daerah dengan prevalensi penyakit menular seksual tinggi
akibat dari aktivitas seksual bebas dan berganti pasangan. Negara berkembang
seperti Indonesia memiliki segala resiko yang menyebabkan rentannya terjadi PID
pada wanita Indonesia.
Untuk itu, diperlukan pencegahan dan penatalaksanaan yang tepat untuk
mengurangi prevalensi PID. Karenanya, dibutuhkan pengetahuan tentang PID
agar dapat dicegah, didiagnosa dini, dan ditatalaksana dengan cepat dan segera.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk membahas lebih
lanjut dan menambah wawasan pembaca mengenai PID dalam populasi secara
umum, deteksi dini, manifestasi klinis dan cara penatalaksanaannya secara tepat.
Dan untuk memenuhi persyaratan kepaniteraan klinik poliklinik ginekologi
minggu 8 departemen obstetri dan ginekologi.
Makalah Ginekologi |
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 PELVIC INFLAMMATORY DISEASE
2.1.1 Definisi
Pelvic inflammatory disease (PID) adalah penyakit infeksi dan inflamasi
pada traktur reproduksi bagian atas, termasuk uterus, tuba fallopi, dan struktur
penunjang pelvis.1 PID merupakan sebuah spektrum infeksi pada traktus genitalia
wanita yang termasuk di dalamnya endometritis, salpingitis, tuba-ovarian abses,
dan peritonitis.2
PID biasanya disebabkan oleh kolonisasi mikroorganisme di endoserviks
yang bergerak ke atas menuju endometrium dan tuba fallopi. Inflamasi dapat
timbul kapan saja dan pada titik manapun di traktus genitalia.3
2.1.2 Epidemiologi dan Faktor Resiko
Epidemiologi
PID adalah masalah kesehatan yang cukup sering. Sekitar 1 juta kasus PID
terjadi di Amerika Serikat dalam setahun dan total biaya yang dikeluarkan
melebihi 7 juta dollar per tahun. Lebih dari seperempat kasus PID membutuhkan
rawatan inap. PID menyebabkan 0,29 kematian per 1000 wanita usia 15-44
tahun.4 Diperkirakan 100000 wanita menjadi infertil diakibatkan oleh PID.2
WHO mengalami kesulitan dalam menentukan prevalensi PID akibat dari
beberapa hal termasuk kurangnya pengenalan penyakit oleh pasien, kesulitan
akses untuk merawat pasien, metode subjektif yang digunakan untuk
mendiagnosa, dan kurangnya fasilitas diagnosti pada banyak negara berkembang,
dan sistem kesehatan masyarakat yang sangat luas.1
Faktor Resiko
Terdapat beberapa faktor resiko terjadinya PID, namun yang utama adalah
aktivitas seksual. PID yang timbul setelah periode menstruasi pada wanita dengan
Makalah Ginekologi |
aktivitas seksual berjumlah sekitar 85%, sedangkan 15% disebabkan karena luka
pada mukosa misalnya akbiat AKDR atau kuretase.4
Resiko juga meningkat berkaitan dengan jumlah pasangan seksual. Wanita
dengan lebih dari 10 pasangan seksual cenderung memiliki peningkatan resiko
sebesar 3 kali lipat.4
Usia muda juga merupakan salah satu faktor resiko yang disebabkan oleh
kurangnya kestabilan hubungan seksual dan mungkin oleh kurangnya imunitas.4
Factor resiko lainnya yaitu pemasangan kontrasepsi, etnik, status
postmarital dimana resiko meningkat 3 kali dibanding yang tidak menikah, infeksi
bakterial vaginosis, dan merokok.4 Peningkatan resiko PID ditemukan pada etnik
berkulit putih dan pada golongan sosioekonomik rendah. PID sering muncul pada
usia 15-19 tahun dan pada wanita yang pertama kali berhubungan seksual.1
Pasien yang digolongkan memiliki resiko tinggi untuk PID adalah wanita
berusia dibawah 25 tahun, menstruasi, memiliki pasangan seksual yang multipel,
tidak menggunakan kontrasepsi, dan tinggal di daerah yang tinggi prevalensi
penyakit menular seksual. PID juga sering timbul pada wanita yang pertama kali
berhubungan seksual. Pemakaian AKDR meningkatkan resiko PID 2-3 kali lipat
pada 4 bulan pertama setelah pemakaian, namun kemudian resiko kembali
menurun. Wanita yang tidak berhubungan seksual secara aktif dan telah menjalani
sterilisasi tuba, memiliki resiko yang sangat rendah untuk PID.1
2.1.3 Etiologi
PID biasanya disebabkan oleh mikroorganisme penyebab penyakit
menular seksual seperti N. Gonorrhea dan
C. Trachomatis. Mikroorganisme
endogen yang ditemukan di vagina juga sering ditemukan pada traktus genitalia
wanita dengan PID. Mikroorganisme tersebut termasuk bakteri anaerob seperti
prevotella dan peptostreptokokus seperti G. vaginalis. Bakteri tersebut bersama
dengan flora vagina menyebar secara asenden dan secara enzimatis merusak
barier mukosa serviks.3
N. gonorrhea dan C. Trachomatis telah diduga menjadi agen etiologi
utama PID, baik secara tunggal maupun kombinasi. 2 C. trachomatis adalah bakteri
Makalah Ginekologi |
intraseluler patogen. Secara klinis, infeksi akibat parasit intraseluler obligat ini
bermanifestasi dengan servisitis mukopurulen.1
Bakteri fakultatif anaerob dan flora endogen vagina dan perineum juga
diduga menjadi agen etiologi potensial untuk PID. Yang termasuk diantaranya
adalah Gardnerella vaginalis, Streptokokus agalactiae, Peptostreptokokus,
Bakteroides, dan mycoplasma genital, serta ureaplasma genital. Patogen
nongenital lain yang dapat menyebabkan PID yaitu haemophilus influenza dan
Haemophilus parainfluenza.2
Actinomices diduga menyebabkan PID yang dipicu oleh penggunaan
AKDR. Pada negara yang kurang berkembang, PID mungkin disebabkan juga
oleh salpingitis granulomatosa yang disebabkan Mycobakterium tuberkulosis dan
Schistosoma.2
2.1.4 Patofisiologi
PID disebabkan oleh penyebaran mikroorganisme secara asenden ke
traktus genital atas dari vagina dan serviks. Mekanisme pasti yang bertanggung
jawab atas penyebaran tersebut tidak diketahui, namun aktivitas seksual mekanis
dan pembukaan serviks selama menstruasi mungkin berpengaruh.2
Banyak kasus PID timbul dengan 2 tahap. Tahap pertama melibatkan
akuisisi dari vagina atau infeksi servikal. Penyakit menular seksual yang
menyebabkannya mungkin asimptomatik. Tahap kedua timbul oleh penyebaran
asenden langsung mikroorganisme dari vagina dan serviks. Mukosa serviks
menyediakan barier fungsional melawan penyebaran ke atas, namun efek dari
barier ini mungkin berkurang akibat pengaruh perubahan hormonal yang timbul
selama ovulasi dan mestruasi. Gangguan suasana servikovaginal dapat timbul
akibat terapi antibiotik dan penyakit menular seksual yang dapat mengganggu
keseimbangan flora endogen, menyebabkan organisme nonpatogen bertumbuh
secara berlebihan dan bergerak ke atas. Pembukaan serviks selama menstruasi
dangan aliran menstrual yang retrograd dapat memfasilitasi pergerakan asenden
dari mikrooragnisme. Hubungan seksual juga dapat menyebabkan infeksi asenden
Makalah Ginekologi |
akibat dari kontraksi uterus mekanis yang ritmik. Bakteri dapat terbawa bersama
sperma menuju uterus dan tuba.1
Faktor resiko meningkat pada wanita dengan pasangan seksual multipel,
punya riwayat penyakit menular seksual sebelumnya, pernah PID, riwayat
pelecehan seksual, berhubungan seksual usia muda, dan mengalami tindakan
pembedahan.1,2 Usia muda mengalami peningkatan resiko akibat dari peningkatan
permeabilitas mucosal serviks, zona servical ektopi yang lebih besar, proteksi
antibody chlamidya yang masih rendah, dan peningkatan perilaku beresiko.1
Prosedur pembedahan dapat menghancurkan barier servikal, sehingga menjadi
predisposisi terjadi infeksi.1
Figure 16.1 Micro-organisms originating in the endocervix ascend into the
endometrium, fallopian tubes, and peritoneum, causing pelvic inflammatory
disease (endometritis,salpingitis,peritonitis). 3
Makalah Ginekologi |
terbatas pada endometrium, namun dapat lebih invasive pada uterus yang gravid
atau postpartum. Infeksi tuba awalnya melibatkan mukosa, tapi inflamasi
transmural yang dimediasi komplemen yang bersifat akut dapat timbul cepat dan
intensitas terjadinya infeksi lanjutan pun meningkat. Inflamasi dapat meluas ke
struktur parametrial, termasuk usus. Infeksi dapat pula meluas oleh tumpahnya
materi purulen dari tuba fallopi atau via penyebarana limfatik dalam pelvis
menyebabkan peritonitis akut atau perihepatitis akut.1
2.1.5 Jenis - Jenis
Beberapa jenis inflamasi yang termasuk PID dan sering ditemukan
adalah :
Salpingitis
Mikroorganisme yang tersering menyebabkan salpingitis adalag N.
Gonorhea dan C. trachomatis. Salpingitis timbul pada remaja yang memiliki
pasangan seksual multiple dan tidak menggunakan kontrasepsi. Gejala meliputi
nyeri perut bawah dan nyeri pelvis yang akut. Nyeri dapat menjalar ke kaki. Dapat
timbul sekresi vagina. Gejala tambahan berupa mual, muntah, dan nyeri kepala.4
Temuan
laboratorium
yaitu
normal
leukosit
atau
leukositosis.4
massa tidak mengecil setelah 2-3 minggu terapi antibiotic, merupakan indikasi
pembedahan.4
2.1.6 Diagnosis
Secara tradisional, diagnosa PID didasarkan pada trias tanda dan gejala
yaitu, nyeri pelvik, nyeri pada gerakan serviks, dan nyeri tekan adnexa, dan
adanya demam. Namun, saat ini telah terdapat beberapa variasi gejala dan tanda
yang membuat diagnosis PID lebih sulit. 3 beberapa wanita yang mengidap PID
bahkan tidak bergejala.3
Table 16.4 Clinical Criteria for the Diagnosis of Pelvic Inflammatory Disease3
Gejala
Tidak penting
Tanda
Nyeri tekan organ pelvis
Leukorrhea dan mucopurulen endoservisitis
Kriteria tambahan untuk meningkatkan spesifisitas diagnose
Biopsy endometrium yang menunjukkan endometritis
Paningkatan C-reactive protein atau erythrocyte sedimentation rate
Suhu lebih dari 38C
Leukositosis
Test Positif untuk gonorrhea atau chlamydia
Criteria rumit
Ultrasound menunjukkan tubo-ovarian abscess
Laparoscopi menunjukkan konfirmasi salpingitis
Penegakan diagnosa dimulai dengan anemnese, dimana pasien dapat
mengeluhkan gejala yang bervariasi. Gejala muncul pada saat awal siklus
menstruasi atau pada saat akhir menstruasi.1 Nyeri abdomen bagian bawah
dijumpai pada 90% kasus dengan kriteria nyeri tumpul, bilateral, dan konstan. 1,2
Makalah Ginekologi |
Nyeri diperburuk oleh gerakan, olahraga, atau koitus.1 Nyeri dapat juga dirasakan
seperti tertusuk, terbakar, atau kram. Nyeri biasanya berdurasi <7 hari.4
Sekresi cairan vagina terjadi pada 75% kasus. Demam dengan suhu >38,
mual, dan muntah.1,2 gejala tambahan yang lain meliputi perdarahan per vaginam,
nyeri punggung bawah, dan disuria.2 Nyeri organ pelvis dijumpai pada PID.
Adanya nyeri pada pergerakan serviks menandakan adanya inflamasi peritoneal
yang menyebabkan nyeri saat peritoneum teregang pada pergerakan serviks dan
menyebabkan tarikan pada adnexa.3
PID dapat didiagnosa dengan riwayat nyeri pelvis, sekresi cairan vagina,
nyeri tekan adnexa, demam, dan peningkatan leukosit.5
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik, biasanya didapati :
Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan darah rutin dijumpai jumlah leukosit lebih dari 100.000
pada 50% kasus.2 Hitung leukosit mungkin normal, meningkat, atau
menurun, dan tidak dapat digunakan untuk menyingkirkan PID.4
Makalah Ginekologi |
Pemeriksaan Radiologi
Prosedur Lain
Laparoskopi adalah standar baku untuk diagnosis defenitif PID.
Mengevaluasi cairan di dalam abdomen dilakukan untuk menginterpretasi
kerusakan. Pus menunjukkan adanya abses tubaovarian, rupture apendiks, atau
abses uterin. Darah ditemukan pada ruptur kehamilan ektopik, kista korpus
luteum, mestruasi retrograde, dll.4
Criteria minimum pada laparoskopi untuk mendiagnosa PID adalah edema
dinding tuba, hyperemia permukaan tuba, dan adanya eksudat pada permukaan
tuba dan fimbriae. Massa pelvis akibat abses tubaovarian atau kehamilan ektopik
dapat terlihat.1
Endometrial biopsi dapat dilakukan untuk mendiagnosa endometritis
secara histopatologis.1
tumor adnexa1
appendicitis1
servisitis1
kista ovarium1
torsio ovarium1
aborsi spontan1
kehamilan ektopik1
endometriosis1
2.1.8 Pencegahan
Dalam beberapa penelitan disebutkan bahwa dengan mencegah dan
penularan infeksi Chlamydia dapat mengurangi insidensi dari terjadinya PID
(Scholes, 1996).Beberapa pencegahan yang dapat dilakukan adalah sebagai
berikut (Workowski, 2010) :
1. Edukasi untuk emngurangi jumlah pasangan seksual, menghindari seks
sebelum menikah, menghindari perilaku seksual yang tidak aman,
menggunakan kondom saat berhubungan dan memberikan pengetahuan
seksual pada remaja.
2. Pasien dengan infeksi Chlamydia dan gonnorhea diharuskan untuk
melakukan pemeriksaan atau kontrol dalam waktu 3- 6 bulan, karena
terdapat kemungkinan reinfeksi 6 bulan saat terapi dilakukan.
3. Wanita dengan PID harus menghentikan hubungan seksual hingga
pengobatan selesai atau menggunakan pengaman saat berhubungan.
4. Pasien yang telah didiagnosa dengan PID atau penyakit menular seksual
harus diterapi hingga tuntas, dan terapi juga dilakukan terhadap
pasangannya untuk mencegah penularan kembali.
5. Semua wanita berusia 25 tahun ke atas harus dilakukan skrinning terhadap
chlamidya tanpa memandang faktor resiko.
Makalah Ginekologi |
10
2.1.9 Penatalaksanaan
Kebanyakan pasien dengan PID diterapi dengan cara rawat jalan, tetapi
pada
keadaan
tertentu
pasien
harus
rawat
inap
di
rumah
sakit
karena(Shepherd,2014) :
1. Diagnosis yang tidak jelas
2. Tampak gambaran abses pelvis pada pemeriksaan ultrasonografi
3. Dalam kehamilan
4. Tidak respon dalam pengobatan rawat jalan
5. Terdapat alergi pada antibiotik yang diberikan untuk dibawa pulang
6. Keadaan PID yang berat
7. Pasein dengan imunodefisiensi(HIV atau terjadi penurunan kadar CD4
dalam tubuh)
8. Tidak terdapat perubahan setelah 72 jam setelah rawat jalan.
Selain pemberian antibiotik diberikan pula terapi untuk mengurangi gejala
yang dirasakan oleh pasien sehingga diperlukan pula pemberian antiemetic,
analgesik, antipiretik, dan pemebrian cairan. Protokol tatalaksana PID menurut
The Centers of Disease Control and Prevention (CDC) adalah dengan pemberian
antibiotik spektrum luas. Jika terdapat IUD, diharuskan dilepas. Menurut
penelitian terdapat 2 jenis tatalaksana pemberian antibiotik yaitu bagi pasien rawat
inap maupun pasien rawat jalan, meskipun menurut beberapa penilitian outcome
yang ada tidak jauh berbeda (Shepherd, 2014):
1. Tatalaksana Rawat Inap
Regimen A :
doksisiklin
diberikan
bersamaan
dengan
pemberian
11
Regimen B :
Regimen B :
3. Terapi Operatif
Pembedahan dilakukan apabila pasien tidak mengalami perbaikan
klinis setelah 72 jam. Laparotomi dilakukan untuk mengatasi kegawat
daruratan sepeti ruptur dari TOA dan abses yang tidak respon terhadap
pengobatan.
Makalah Ginekologi |
12
Makalah Ginekologi |
13
2.1.11 Komplikasi
Terdapat beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada PID (Shepherd, 2014):
Infertilitas
Infertilitas merupakan komplikasi yang paling ditakuti bagi wanita
dengan riwayat PID. Infeksi dan inflamasi yang terjadi dapat
menyebabkan timbulnya scar dan adhesi pada lumen tuba. Selain
itu 50% wanita infertil terjadi PID suklinis dimana wanita tersebut
tidak pernah mengalami gejala ataupun riwayat PID tetapi
memiliki scar pada tuba dan memiliki penanda antibodi C
trachomatis. Semakin lama atau sering terserang oleh infeksi
semakin besar pula kemungkinan infertile.
Kehamilan Ektopik
Kehamilan ektopik terjadi pada 15-50% wanita denga riwayat
PID.Kehamilan ektopik ini disebabkan oleh kerusakan yang
terjadi pada tuba falopi.
BAB 3
KESIMPULAN
Makalah Ginekologi |
14
Pelvic inflammatory disease (PID) adalah penyakit infeksi dan inflamasi pada
traktur reproduksi bagian atas, termasuk uterus, tuba fallopi, dan struktur
penunjang pelvis. PID biasanya disebabkan oleh mikroorganisme penyebab
penyakit menular seksual seperti N. Gonorrhea dan
C. Trachomatis. PID
DAFTAR PUSTAKA
Makalah Ginekologi |
15
Makalah Ginekologi |
16
Makalah Ginekologi |
17