Professional Documents
Culture Documents
: Ny. A / 46 tahun
Jenis kelamin
: Perempuan
Pekerjaan
Agama
: Islam
Status pernikahan
: Menikah
Suku bangsa
: Jawa
Tgl masuk
: 20 Oktober 2014
Dirawat yang ke
: Kedua
Tgl pemeriksaan
: 5 November 2014
I.2 ANAMNESA
Autoanamnesa dan alloanamnesa dilakukan pada 5 November
2014 di Ruangan
kedua tungkai dan suara pasien menjadi parau kemudian, suaranya menjadi lemah dan
menghilang ketika banyak bicara. Keluhan-keluhan tersebut timbul saat pasien sedang
beraktivitas dan membaik ketika pasien istirahat. Buang air besar dan buang air kecil tidak
ada keluhan.
Pasien mengakui kejadian seperti ini sudah dua kali terjadi pada dirinya. Kejadian
pertama kali dialami pada 2 tahun yang lalu, pasien merasa kedua kelopak mata menjadi
turun, dan penglihatan pasien menjadi ganda, keluhan tersebut muncul ketika pasien
beraktivitas dan membaik ketika istirahat, oleh dokter yang merawat di RS Ananda
pasien di diagnosa Mistenia Gravis.
Keluhan seperti mual, muntah, sakit kepala, bicara pelo,demam dan kejang
disangkal. Riwayat trauma, pingsan, keganasan, di bantah oleh pasien dan keluarganya.
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
Riwayat hipertensi
Riwayat diabetes mellitus
Riwayat penyakit jantung
Riwayat stroke
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
Riwayat Trauma
: disangkal
: disangkal
Kegemukan
: disangkal
RIWAYAT KELAHIRAN/PERTUMBUHAN/PERKEMBANGAN
Tidak ada kelainan
Keadaan umum
Gizi
Tanda vital
TD. Kanan
TD. Kiri
: 120/80 mmHg
Nadi kanan
Nadi kiri
Pernafasan
: 20 x/menit teratur,
Suhu
: 36.6 C axilla.
Kepala
Limfonodi
Thoraks
- Jantung
- Paru
Abdomen
- Hepar
- Lien
Ekstremitas
:
:
:
:
:
:
:
:
:
Tingkah laku
Perasaan hati
Orientasi
Jalan fikiran
Daya ingat
:
:
:
:
:
sulit dinilai
sulit dinilai
sulit dinilai
sulit dinilai
sulit dinilai
Kesadaran
:
Sikap tubuh
:
Cara berjalan
:
Gerakan abnormal:
Kepala
Bentuk
: Normocephal
Simetris
: Simetris
Pulsasi
Nyeri tekan
: Tidak ada
Leher
Sikap
: Normal
3
Gerakan
: Bebas
Vertebra
: Normal
Nyeri tekan
: Tidak ada
Kaku kuduk
Laseque
Kernig
Brudzinsky I
Brudzinsky II
Kiri
:
:
:
:
:
(-)
>70
>135
(-)
(-)
(-)
>70
>135
(-)
(-)
N.I (Olfactorius)
Daya penghidung
Normosmia
Normosmia
N.II (Optikus)
Ketajaman penglihatan
Pengenalan warna
Lapang pandang
Fundus
:
:
:
:
NERVUS CRANIALIS
sulit dinilai
sulit dinilai
sulit dinilai
Tidak dilakukan
Ptosis
:
Strabismus
:
Nistagmus
:
Exoptalmus
:
Enoptalmus
:
Gerakan bola mata ke segala arah:
Pupil
o Ukuran pupil
:
o Bentuk pupil
:
(+)
(-)
(-)
(-)
(-)
Sulit dinilai
3mm
Bulat
4
Kiri
(+)
(-)
(-)
(-)
(-)
3mm
Bulat
o
o
o
o
Isokor/ anisokor
:
Isokor
Posisi
:
di tengah
Refleks cahaya langsung
: (+)
Refleks cahaya tidak langsung : (+)
N.V (Trigeminus)
Menggigit
Membuka mulut
Sensibilitas atas
o Tengah
o Bawah
Refleks masseter
Refleks zigomatikus
Refleks cornea
Refleks bersin
:
:
:
:
:
di tengah
(+)
(+)
Baik
Simetris
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
Tidak didapatkan kelainan
(+)
(+)
(+)
(+)
Tidak dilakukan
:
:
:
:
N.VII (Fascialis)
Pasif :
:
:
:
:
Simetris
Simetris ptosis
Simetris
Simetris
Aktif :
Mengerutkan dahi
: Simetris
Mengerutkan alis
: Simetris
Menutup mata
: Simetris ptosis
Meringis
: Simetris
Menggembungkan pipi
: Simetris
Gerakan bersiul
: Simetris
Daya pengecapan lidah 2/3 depan : Tidak dilakukan pemeriksaan
Hiperlakrimasi
: Tidak ada
Lidah kering
: Tidak ada
N.VIII ( Vestibulocochlearis )
(+)
(+)
Test Schwabach
Test Rinne
Test Weber
N.IX (Glossopharyngeus)
N.X
Arcus pharynx
Posisi uvula
Daya pengecapan lidah 1/3 belakang
Refleks muntah
:
:
:
:
(Vagus)
Denyut nadi
Arcus pharynx
Bersuara
Menelan
:
:
:
:
N.XI (Accesorius)
Memalingkan kepala
Sikap bahu
Mengangkat bahu
: Normal
: Simetris
: Simetris
N.XII (Hipoglossus)
Menjulurkan lidah
Kekuatan lidah
Atrofi lidah
Artikulasi
Tremor lidah
:
:
:
:
:
MOTORIK :
Gerakan
: Bebas
Bebas
Terbatas Terbatas
Kekuatan
5
2
5
2
6
5
2
5
2
5
2
5
2
5
2
5
2
Tonus
: Normotonus
Hipotonus
Trofi
: Eutrofi
Normotonus
Hipotonus
Eutrofi
Eutrofi Eutrofi
REFLEKS FISIOLOGIS :
Refleks Tendon
Refleks biceps
Refleks triceps
Refleks patella
Refleks achilles
:
:
:
:
+
+
+
+
+
+
+
+
Refleks Permukaan
Dinding perut
Cremaster
Spincter anii
: +
: Tidak dilakukan
: Tidak dilakukan
REFLEKS PATOLOGIS :
Hoffman Trommer
Babinski
Chaddock
Openheim
Gordon
Schaefer
Klonus paha
Klonus kaki
Kanan
:
:
:
:
:
:
:
:
SENSIBILITAS :
Eksteroseptif
7
Kiri
-
Nyeri
Suhu
Taktil
:
:
:
+
+
+
+
+
+
:
:
:
+
+
+
+
+
+
Propioseptif
Vibrasi
Posisi
Tekan dalam
Test Romberg
Test Tandem
Test Fukuda
Disdiadokokenesis
Rebound phenomen
Dismetri
Test Telunjuk hidung
Test Telunjuk telunjuk
Test Tumit lutut
:
:
:
:
:
:
:
:
:
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Normal
Normal
Tidak dilakukan
FUNGSI OTONOM :
Miksi
Inkontinentia
Retensi
Anuria
: Tidak ada
: Tidak ada
: Tidak ada
Defekasi
Inkontinentia
Retensi
: Tidak ada
: Tidak ada
FUNGSI LUHUR :
Fungsi bahasa
Fungsi orientasi
Fungsi memori
Fungsi emosi
Fungsi kognisi
:
:
:
:
Baik
Baik
Baik
Baik
: Baik
PEMERIKSAAN KHUSUS :
Tes Wartenberg
(+)
Tes Tensilon
(+)
Tes Prostigmin
(+)
Hasil
Nilai Rujukan
HEMATOLOGI RUTIN
Hemoglobin
13.6
12-16 g/dL
Hematokrit
38
37-47%
Eritrosit
4.4
4,3-6,0 juta/L
Leukosit
12800
4800-10800/L
Trombosit
153000
150000-400000/L
MCV
78
80-96 fl
MCH
26
27-32 pg
MCHC
33
32-36 g/dL
KOAGULASI
D-dimer
Jenis Pemeriksaan
1040
Hasil
<500 mg/mL
Nilai Rujukan
KIMIA KLINIK
Kolesterol total
168
<200 mg/dL
Trigliserida
123
<160 mg/dL
Kolesterol HDL
43
>36 mg/dL
Kolesterol LDL
90
<100 mEq/L
Glukosa Sewaktu
103
PH
7.42
7.35-7.45
PO2
103
71-104
PCO2
42
33-44
HCO3
23.3
22-29
Kelebihan Basa
O2 saturasi
-1
-2 -- +3
97.8
94-98
Natrium
140
135-147
Kalium
3.6
3.5-5
Chlorida
102.8
96-111
Calsium
10
8.1-10.4
Elektrolt
10
bicara. Keluhan-
keluhan tersebut timbul saat pasien sedang beraktivitas dan membaik ketika pasien
istirahat. Buang air besar dan buang air kecil tidak ada keluhan.
Pasien mengakui kejadian seperti ini sudah dua kali terjadi pada dirinya. Kejadian
pertama kali dialami pada 2 tahun yang lalu, oleh dokter yang merawat di RS Ananda
pasien di diagnosa Mistenia Gravis. Keluhan seperti mual, muntah, sakit kepala, bicara
pelo,demam dan kejang disangkal. Riwayat trauma, pingsan, keganasan, di bantah oleh
pasien dan keluarganya.
Pemeriksaan :
Status Internis
Keadaan umum
Gizi
Tanda vital
TD Kanan
: 120/80 mmHg
TD. Kiri
: 120/80 mmHg
Nadi kanan
Nadi kiri
Pernafasan
: 20 x/menit teratur,
Suhu
: 36.6 C axilla.
11
Status Interna
Status psikiatris
Status Neurologis
-
Kesadaran
: Compos mentis
Gejala Rangsang Meningeal : (-)
Nervus Cranialis : Parese nervus III, IX, X
Motorik :
Gerakan
Bebas
Bebas
Terbatas
Terbatas
Kekuatan :
5
2
Tonus
-
5
2
5
2
5
2
5
2
5
2
GCS : 15 (E4M6V5)
5
2
normotonus
normotonusmm
hipotonus
hipotonus
5
2
Refleks fisiologis :
Refleks Tendon
- Refleks biceps
: +/+
- Refleks triceps
: +/+
- Refleks patella
: +/+
- Refleks achilles
: +/+
Refleks patologis : Dalam batas normal
Sensorik : Tidak ditemukan kelainan
Pemeriksaan Khusus :
Tes Wartenberg
Tes Tensilon
Tes Prostigmin
: (+)
: (+)
: (+)
Pemeriksaan penunjang:
12
Menunjukkan
tidak
tampak
tanda-tanda
pneumothoraks,
I.8
DIAGNOSIS :
-
Diagnosa Klinis
:
- Paraparese inferior
- Parese nervus III, IX, X
Diagnosa Topik
:
Neuromuscular junction
Diagnosa Etiologi
Miastenia Gravis
I.9 TERAPI :
- Medikamentosa :
-
Mestinon 2 x 60 mg
SA 3 amp/6 jam
Madopar 2 x 100 mg
Arthane 2 x 2 mg
- Non medikamentosa :
Konsul ke ahli gizi untuk kebutuhan nutrisi
Tirah baring
Konsul ke rehabilitasi medic untuk Fisioterapi
13
Pemeriksaan EMG
I.11 PROGNOSA :
-
Ad vitam
Ad fungsionam
Ad sanam
Ad cosmeticum
:
:
:
:
dubia ad bonam
dubia ad bonam
dubia ad malam
dubia ad bonam
I.12 FOLLOW UP
8 Mei 2014 (Perawatan hari ke 15)
9 Mei 2014 (Perawatan hari ke 16)
S Nyeri punggung bawah yang menjalar hingga Nyeri punggung bawah yang menjalar hingga kedua
kedua tungkai, kelemahan pada kedua tungkai, tungkai
14
sudah
sedikit
berkurang
dibanding
sebelumnya,
kelemahan
pada
kedua
tungkai,
Status Internis
: 15 (E4M6V5)
Tanda-tanda vital:
: 15 (E4M6V5)
Tanda-tanda vital:
(+)
Status psikiatris
Status psikiatris
Status Neurologis
Status Neurologis
Laseque
Kerniq
:
:
Nervus Cranialis
<700 /
<1350 /
<700
<1350
<700 /
<1350 /
:
:
Nervus Cranialis
Motorik :
Gerakan
Laseque
Kerniq
<700
<1350
Motorik :
:
Bebas
Terbatas
Bebas
Gerakan
Terbatas
Bebas
Bebas
Terbatas
Kekuatan
Terbatas
Kekuatan
5 5 5 5 5 5 5 5
2 2 2 2 2 2 2 2
5 5 5 5 5 5 5 5
2 2 2 2 2 2 2 2
hipotonus
hipotonus
hipotonus
Pemeriksaan Khusus :
Pemeriksaan Khusus :
- Tes Bragard
+/+
- Tes Bragard
+/+
- Tes Sicard
+/+
- Tes Sicard
+/+
15
- Tes Valsava
- Tes Valsava
- Tes Naffziger
- Tes Naffziger
Pemeriksaan Penunjang :
Pemeriksaan Penunjang :
Koagulasi
Koagulasi
detik)
A Diagnosa Klinis
-
Diagnosa Topik
Diagnosa Topik
Lumbosacral
Diagnosa Etiologi
-
- Hipertensi stage I
- Diabetes Melitus type 2
- DVT
P Medikamentosa :
:
Lumbosacral
Diagnosa Etiologi
Diagnosis Sekunder :
Spondylosis Lumbalis
Diagnosis Sekunder :
- Hipertensi stage I
- Diabetes Melitus type 2
- DVT
Medikamentosa :
Non medikamentosa :
Non medikamentosa :
nutrisi
Tirah baring
Fisioterapi
Observasi APTT 6 jam setelah pemebrian
nutrisi
Tirah baring
Fisioterapi
16
heparin
pemebrian heparin
BAB II
ANALISA KASUS
Diagnosis pada pasien ini adalah :
-
Diagnosa Klinis
:
- Low Back Pain
- Paraparese inferior
- Pra-Obesitas
17
Diagnosa Topik
Lumbosacral
-
Diagnosa Etiologi
:
- Hernia Nukleus Pulposus Lumbalis
- Spondylosis Lumbalis
Diagnosis Sekunder
- Hipertensi stage I
- Diabetes Melitus type 2
- Deep Vein Thrombosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
bertambahnya usia, kadar air nukleus pulposus menurun dan diganti oleh
fibrokartilago. Sehingga pada usia lanjut, diskus ini tipis dan kurang lentur.
Keluhan utama pada pasien ini adalah nyeri punggung bawah yang menjalar kedua
tungkai. Nyeri lebih nyata dirasakan saat pasien bersin, batuk maupun mengedan saat
BAB. Hal ini sesuai dengan gambaran klinis low back pain dan ischialgia, dimana
ischialgia merupakan nyeri alih di tungkai yang paling sering ditemukan pada
sindroma penonjolan diskus lumbalis. Kompresi lama pada radiks di medula spinalis
menyebabkan reaksi radang traumatik dengan nyeri di dermatom yang kena. Nyeri
dicetuskan dan diperhebat oleh peninggian tekanan intraabdomen seperti batuk dan
mengedan.
Nyeri pertama kali dirasakan pasien pada saat sedang memindahkan air di dalam
ember berukuran sedang ketika pasien memasak di dapur, pasien juga memiliki
kebiasaan memasak di kompor yang diletakkan di lantai dengan posisi membungkuk
yang sudah dilakukannya selama 20 tahun yang terkadang diselingi dengan posisi
duduk. Hal ini merupakan salah satu faktor resiko terjadinya HNP, yang mana lebih
banyak terjadi pada individu dengan pekerjaan yang banyak membungkuk dan
mengangkat.
Paraparese inferior sejak 2 bulan SMRS yang dirasakan pasien setelah dilakukan pijat
karena nyerinya. Hal ini terjadi kemungkinan karena adanya kerusakan pada ujung
motor pathway yang menurunkan kemampuan otak untuk mengontrol pergerakan
pergerakan otot sehingga menurunkan efesiensi sehingga menyebabkan paresis.
Paraparese inferior ini dapat juga terjadi karena adanya lesi pada LMN (Lower Motor
Neuron).
Oedema pada tungkai kiri sejak 2 minggu SMRS bisa terjadi karena imobilisasi lokal
dalam waktu lama sehingga menyebabkan peningkatan tekanan kapiler ataupun
terjadinya obstruksi vena.
Pasien menyangkal adanya keluhan BAK dan BAB. Ini ditanyakan utuk mengetahui
apakah lesi mengenai konus atau kauda ekuina atau tidak, apabila mengenai dapat
terjadi gangguan defekasi, miksi dan fungsi seksual. Keadaan ini merupakan
19
II.2. O (Objective)
Pemeriksaan fisik :
Pasien memiliki kesan gizi pra-obesitas berdasarkan perhitungan BMI berdasarkan BB dan
TB pasien.
Keadaan kelebihan berat badan pada pasien dapat meningkatkan berat pada tulang
belakang dan tekanan pada diskus, struktur tulang belakang, serta herniasi pada
diskus lumbalis yang rawan terjadi.
Pada pemeriksaan tanda vital didapatkan tekanan darah pasien 140/80 mmHg. Hal ini
menandakan adanya hipertensi stage I.
Pada ekstremitas inferior sinistra didapatkan oedem non pitting, nyeri tekan (+), dolor (+),
kalor (+)
Edema non pitting dapat terjadi karena kerusakan endotelium kapiler yang
meningkatkan permeabilitasnya dan menyebabkan perpindahan protein ke dalam
kompartemen interstisial. Trauma pada dinding kapiler ini dapat disebabkan oleh
Dari pemeriksaan kesadaran pasien membuka mata secara spontan (E4), dapat melakukan
gerakan yang diperintahkan oleh pemeriksa (M6) dan berorientasi penuh saat diajak berbicara
(V5).
Hal ini menunjukkan bahwa kesadaran pasien masih dalam tingkat compos mentis
dengan GCS = 15 sehingga tidak terdapat gangguan kesadaran.
20
Pemeriksaan fisik neurologis ditemukan tes laseque dan tes kernig kaki kanan dan kiri yang
positif, pemeriksaan ini penting untuk diagnosis protrusi (penonjolan herniasi) diskus
intervertebralis.
1
Rasa nyeri pada tes laseque dirasakan pada tempat lesi diskogenik atau sepanjang
perjalanan nervus iskhiadikus.
Makin kecil sudut yang dibuat untuk menimbulkan nyeri makin besar kemungkinan
kompresi radiks sebagai penyebabnya. Adanya tanda Laseque lebih menandakan adanya
lesi pada L4-5 atau L5-S1 daripada herniasi lain yang lebih tinggi (L1-4).
Nyeri yang dirasakan pasien sepanjang serabut saraf dan bertambah dengan peregangan
serabut saraf misalnya karena pergerakan. Pada kondisi ini terjadi perubahan
biomolekuler di mana terjadi akumulasi saluran ion Na dan ion lainnya. Penumpukan ini
menyebabkan timbulnya mechano-hot spot yang sangat peka terhadap rangsang
mekanikal dan termal. Hal ini merupakan dasar pemeriksaan Laseque.
Pada pemeriksaan ditemukan adanya kelemahan pada kedua tungkai, hal ini sesuai dengan
kepustakaan dimana dikatakan bahwa pada penderita HNP mungkin didapatkan gangguan
motorik berupa kelemahan otot, paresis dengan atau tanpa hipotrofi otot dengan atau tanpa
gangguan sensibilitas seperti parestesia, hiposensibilitas dan anestesia.
Kekuatan motorik pada ekstremitas inferior dekstra sinistra berskala 2 menandakan pasien ini
hanya ada gerakan otot tetapi tidak kuat melawan gravitasi, hanya bisa bergerak ke sudut
tertentu.
Pada pemeriksaan khusus didapatkan tes bragard (+), tes sicard (+), tes valsava (+) dan tes
naffziger (+)
Tes bragard merupakan modifikasi yang lebih sensitif dari tes laseque. Caranya sama
seperti tes laseque dengan ditambah dorsofleksi kaki. Hasilnya (+), bila timbul nyeri
radikuler pada proses desak ruang di kanalis vertebralis.
Tes sicard sama seperti tes laseque, namun ditambah dorsofleksi ibu jari kaki. Hasilnya
(+), bila timbul nyeri radikuler pada proses desak ruang di kanalis vertebralis.
Tes valsava dilakukan dengan cara penderita disuruh menutup mulut dan hidung
kemudian meniup sekuatnya. Tes valsava akan meningkatkan tekanan intratekal, yang
21
akan membangkitkan nyeri radikuler pada proses desak ruang di kanalis vertebralis. Hasil
(+) pada HNP dan spondilosis.
Tes Naffziger, pemeriksaan ini dilakukan dengan menekan kedua vena jugularis, maka
tekanan LCS akan meningkat, hal ini menyebabkan tekanan pada radiks bertambah,
sehingga timbul nyeri radikuler. Tes ini (+) pada HNP dan spondilosis.
Pemeriksaan penunjang
Hasil pemeriksaan laboratorium darah didapatkan d-dimer 4000, yang berarti meningkat
diatas nilai normal (<500 mg/mL).
Peningkatan d-dimer dapat terjadi karena adanya suatu trombosis. Dan pemeriksaan
ini bermanfaat untuk mendeteksi Deep Vein Thrombosis (DVT), evaluasi acute
myocardial infarction, unstable angina, dan disseminated intravascular coagulation
(DIC).
Pemeriksaan d-dimer ini juga bersifat sensitif untuk DVT walaupun tidak spesifik, dan
dapat dipakai sebagai tes tunggal untuk diagnosis DVT. Dengan adanya hasil
laboratorium ini disertai gejala edema non pitting pada tungkai kiri pasien,
kemungkinan adanya gangguan vaskular pada pasien ini, dan disarankan untuk konsul
ke bedah vaskular.
Hasil laboratorium kimia darah juga di dapatkan gula darah sewaktu 143 mg/dL, HbA1c 6.8%
yang berarti diatas nilai normal disertai dengan riwayat adanya Diabetes Melitus dan
Hipertensi selama 6 bulan terakhir, disarankan untuk konsul ke penyakit dalam.
X-Foto Lumbosacral :
Kesan :
- Spondylosis lumbalis
Spondylosis pada pasien ini dapat disebabkan oleh faktor usia yang sudah 56 tahun,
karena spondylosis ini merupakan penyakit degenerasi yang pada umumnya terjadi
pada orang dengan usia 50 tahun ke atas. Pada keadaan spondylosis bisa didapatkan
rarefikasi korteks tulang, osteofit, penyempitan atau pelebaran, osteolisis,
osteosklerosis, penyempitan jarak antar corpus vertebra dan kadang fraktur
kompresi. Dan pada pasien ini tidak didapatkan adanya penyempitan jarak antara
corpus vertebra dan fraktur kompresi.
22
MRI Lumbosacral :
Kesan :
- Lumbal spondylosis dengan bulging disci L2-3, L3-4, dan L4-5 menekan dural sac
dan menyempitkan foramina neurales pada level tersebut kanan kiri serta protrusi
discus intervertebralis L5-S1 menekan dural sac sentral
- Lumbosacral instability
Adanya
kesan
protrusi
discus
intervertebralis
L5-S1
yang
berarti
bahwa
nukleus terlihat menonjol ke satu arah tanpa kerusakan annulus fibrosus. Pada pasien
ini protrusi discus intervertebralis L5-S1 sudah menekan dural sac sentral ditambah
adanya bulging disci L2-3, L3-4 dan L4-5 yang menekan dural sac sehingga dapat
menyebabkan timbulnya gejala neurologis pada pasien.
Dengan usis pasien 56 tahun kadar air nukleus pulposus sudah menurun dan diganti
oleh fibrokartilago yang dapat menyebabkan diskus ini tipis dan kurang lentur, serta
ligamen longitudinalis posterior di bagian L5-S1 menjadi sangat lemah, ditambah
dengan keadaan pasien yang mengalami spondylosis lumbalis sehingga terjadi hernia
nucleus pulposus.
II.3. A (Assessment)
II.4. P (Planning)
-
Medikamentosa
Infus Ringer Laktat 2000 ml/24 jam
Mecobalamin 3 x 500 ug
Obat golongan neuro protector. Mecobalamin adalah koenzim yang
mengandung vitamin B12 yang ikut berpartisipasi dalam reaksi
transmetilasi. Mecobalamin adalah homolog vitamin B12 yang paling
aktif di dalam tubuh. Mecobalamin bekeria dengan memperbaiki jaringan
saraf yang rusak. Mecobalamin juga terlibat dalam maturasi eritroblast,
mempercepat pembelahan eritroblast dan sintesis heme sehingga dapat
23
kelompok
obat
golongan angiotensin
II
receptor
per oral, 2 kali sehari. Menetapkan kadar hingga 80-160 mg per oral, 2 kali
sehari menggunakan dosis paling tinggi yang diterima oleh pasien. Dosis
maksimum: 320 mg/hari.
-
Apidra SC 3 x 12 u (SC)
Apidra adalah insulin kerja cepat. Insulin ini mulai menurunkan gula darah
dalam waktu 5 menit setelah digunakan, waktu puncak sekitar satu jam dan
tidak aktif dalam 3 jam. Disuntikkan sesaat sebelum makan atau sesudah
makan.
Lantus SC 1 x 14 u (SC)
Insulin kerja panjang, mulai bekerja 6 jam dan menyediakan kerja insulin
intensitas ringan selama 24 jam. Insulin ini diciptakan untuk mengendalikan
secara terus menerus, basal, dan hanya membutuhkan satu kali suntik per hari.
Boleh disuntikkan kapan saja, namun pada waktu yang sama setiap hari.
Askardia 1 x 80 mg (PO)
Ascardia adalah suatu obat paten yang memiliki kandungan dasar asam
asetilsalisilat. Ascardia biasa digunakan untuk menghambat agregasi
trombosit. Obat ini berfungsi untuk mencegah terjadinya penggumpalan darah
yang merupakan mekanisme dasar terjadinya serangan jantung. Obat asam
asetilsalisilat juga memiliki efek anti radang dan anti piretik sehingga dapat
digunakan untuk mengurangi rasa nyeri, terutama pada nyeri ringan hingga
sedang, namun saat ini lebih sering digunakan pada pencegahan terjadinya
trombosis di arteri maupun vena karena efek anti agregasinya. Dosis lazim
25
80-160 mg/hr. Infark miokard: s/d 300 mg/hr. TIA: s/d 1000 mg/hr. Diberikan
bersama makanan. Telan utuh, jangan dikunyah/dihancurkan.
-
Non medikamentosa :
Konsul ke ahli gizi untuk memenuhi kebutuhan nutrisi
Tirah baring
Tujuan tirah baring untuk mengurangi nyeri mekanik dan tekanan
intradiskal, lama yang dianjurkan adalah 2-4 hari. Tirah baring terlalu lama
akan menyebabkan otot melemah. Pasien dilatih secara bertahap untuk
kembali ke aktifitas biasa.
Posisi tirah baring yang dianjurkan adalah dengan menyandarkan
punggung, lutut dan punggung bawah pada posisi sedikit fleksi. Fleksi ringan
dari vertebra lumbosakral akan memisahkan permukaan sendi dan
memisahkan aproksimasi jaringan yang meradang.
Fisioterapi
Non medikamentosa pasien ini dilakukan fisioterapi yaitu dari segi
rehabilitasi, modalitas penanganan penderita HNP tergantung dari stadium
dampak dari penyakit tersebut yang dibedakan atas :
- Stadium impairment; fisioterapi
- Stadium disabilitas; latihan penguatan otot
- Stadium handicap; analisa sifat pekerjaan dan diikuti penyesuaian cara
bekerja/alih pekerjaan.
Pembedahan biasanya dicadangkan bagi pasien yang mengalami nyeri
persisten atau sering mengalami serangan nyeri walaupun sudah mendapat
terapi konservatif dan memperlihatkan defisit neurologis yang besar. Tujuan
dilakukan pembedahan mengurangi tekanan pada radiks saraf untuk
mengurangi nyeri dan mengubah defisit neurologik.
Prognosis ad vitam pada pasien ini dubia ad bonam, karena keluhan pada pasien tidak
mengancam jiwa, namun dapat memburuk jika tidak ditatalaksana karena mengenai fungsi saraf
26
BAB III
LANDASAN TEORI
MIASTENIA GRAVIS
III.1
DEFINISI
Istilah miastenia gravis berarti kelemahan otot yang parah. Miastenia gravis merupakan
skelet menjadi lemah dan lekas lelah.1 Miastenia gravis adalah suatu penyakit yang
bermanifestasi sebagai kelemahan dan kelelahan otot-otot rangka akibat defisiensi reseptor
asetilkolin pada taut neuromuskular.3
III.2
EPIDEMIOLOGI
Miastenia gravis merupakan penyakit yang jarang ditemui.Angka kejadiannya 20 dalam
100.000 populasi.Biasanya penyakit ini lebih sering tampak pada umurdiatas 50 tahun.Wanita
lebih sering menderita penyakit ini dibandingkan pria dan dapat terjadi pada berbagai usia. Pada
wanita, penyakit ini tampak pada usia yang lebih muda, yaitu sekitar 28 tahun, sedangkan pada
pria, penyakit ini sering terjadi pada usia 60 tahun.
III.3
PATOFISIOLOGI 3,4,5
Pada orang normal, bila ada impuls saraf mencapai hubungan neuromuskular, maka
membran akson terminal presinaps mengalami depolarisasi sehingga asetilkolin akan dilepaskan
dalam celah sinaps. Asetilkolin berdifusi melalui celah sinaps dan bergabung dengan reseptor
asetilkolin pada membran postsinaps. Penggabungan ini menimbulkan perubahan permeabilitas
terhadap natrium dan kalium secara tiba-tiba menyebabkan depolarisasi lempeng akhir dikenal
sebagai potensial lempeng akhir (EPP). Jika EPP ini mencapai ambang akan terbentuk potensial
aksi dalam membran otot yang tidak berhubungan dengan saraf, yang akan disalurkan sepanjang
sarkolema. Potensial aksi ini memicu serangkaian reaksi yang mengakibatkan kontraksi serabut
otot. Sesudah transmisi melewati hubungan neuromuscular terjadi, astilkolin akan dihancurkan
oleh enzim asetilkolinesterase.
28
29
Kelainan kelenjar timus terjadi pada miastenia gravis. Meskipun secara radiologis
kelainan belum jelas terlihat karena terlalu kecil, tetapi secara histologik kelenjar timus pada
kebanyakan pasien menunjukkan adanya kelainan. Wanita muda cenderung menderita
hiperplasia timus, sedangkan pria yang lebih tua dengan neoplasma timus. Elektromiografi
menunjukkan penurunan amplitudo potensial unit motorik apabila otot dipergunakan terusmenerus3.
Pembuktian etiologi oto-imunologiknya diberikan oleh kenyataan bahwa kelenjar timus
mempunyai hubungan erat. Pada 80% penderita miastenia didapati kelenjar timus yang
abnormal. Kira-kira 10% dari mereka memperlihatkan struktur timoma dan pada penderitapenderita lainnya terdapat infiltrat limfositer pada pusat germinativa kelenjar timus tanpa
perubahan di jaringan limfoster lainnya.5
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, miastenia gravis diduga merupakan gangguan
otoimun yang merusak fungsi reseptor asetilkolin dan mengurangi efisiensi hubungan
neuromuskular. Keadaan ini sering bermanifestasi sebagai penyakit yang berkembang progresif
lambat. Tetapi penyakit ini dapat tetap terlokalisir pada sekelompok otot tertentu saja.
III.4
GEJALA KLINIS
Gambaran klinis miastenia gravis sangat jelas yaitu dari kelemahan local yang ringan
sampai pada kelemahan tubuh menyeluruh yang fatal. Kira-kira 33% hanya terdapat gejala
kelainan okular disertai kelemahan otot-otot lainnya. Kelemahan ekstremitas tanpa disertai gejala
kelainan okular jarang ditemukan dan terdapat kira-kira 20% penderita didapati kesulitan
mengunyah dan menelan.
Pada 90% penderita, gejala awal berupa gangguan otot-otot okular yang menimbulkan
ptosis dan diplopia. Mula timbul dengan ptosis unilateral atau bilateral. Setelah beberapa minggu
sampai bulan, ptosis dapat dilengkapi dengan diplopia (paralysis ocular). Kelumpuhankelumpuhan bulbar itu timbul setiap hari menjelang sore atau malam. Pada pagi hari orang sakit
tidak diganggu oleh kelumpuhan apapun. Tetapi lama kelamaan kelumpuhan bulbar dapat
bangkit juga pada pagi hari sehingga boleh dikatakan sepanjang hari orang sakit tidak terbebas
dari kesulitan penglihatan. Pada pemeriksaan dapat ditemukan ptosis unilateral atau bilateral,
salah satu otot okular paretik, paresis N III interna (reaksi pupil).Diagnosis dapat ditegakkan
dengan memperhatikan otot-otot levator palpebra kelopak mata. Walaupun otot levator palpebra
30
jelas lumpuh pada miastenia gravis, namun adakalanya masih bisa bergerak normal. Tetapi pada
tahap lanjut kelumpuhan otot okular kedua belah sisi akan melengkapi ptosis miastenia gravis.
Bila penyakit hanya terbatas pada otot-otot mata saja, maka perjalanan penyakitnya sangat
ringan dan tidak akan menyebabkan kematian.
Miastenia gravis juga menyerang otot-otot wajah, laring, dan faring. Pada pemeriksaan
dapat ditemukan paresis N VII bilateral atau unilateral yang bersifat LMN, kelemahan otot
pengunyah, paresis palatum mol/arkus faringeus/uvula/otot-otot farings dan lidah. Keadaan ini
dapat menyebabkan regurgitasi melalui hidung jika pasien mencoba menelan, menimbulkan
suara yang abnormal, atau suara nasal, dan pasien tidak mampu menutup mulut yang dinamakan
sebagai tanda rahang yang menggantung.
Kelemahan otot non-bulbar umumnya dijumpai pada tahap yang lanjut sekali. Yang
pertama terkena adalah otot-otot leher, sehingga kepala harus ditegakkan dengan tangan.
Kemudian otot-otot anggota gerak berikut otot-otot interkostal. Atrofi otot ringan dapat
ditemukan pada permulaan, tetapi selanjutnya tidak lebih memburuk lagi8.
Terserangnya otot-otot pernapasan terlihat dari adanya batuk yang lemah, dan akhirnya
dapat berupa serangan dispnea dan pasien tidak mampu lagi membersihkan lendir.
Biasanya gejala-gejala miastenia gravis dapat diredakan dengan beristirahat dan dengan
memberikan obat antikolinesterase. Gejala-gejala dapat menjadi lebih atau mengalami
eksaserbasi oleh sebab:
1. Perubahan keseimbangan hormonal, misalnya selama kehamilan, fluktuasi selama
siklus haid atau gangguan fungsi tiroid.
2. Adanya penyakit penyerta terutama infeksi saluran pernapasan bagian atas dan infeksi
yang disertai diare dan demam.
3. Gangguan emosi, kebanyakan pasien mengalami kelemahan otot apabila mereka
berada dalam keadaan tegang.
4. Alkohol, terutama bila dicampur dengan air soda yang mengandung kuinin, suatu obat
yang mempermudah terjadinya kelemahan otot, dan obat-obat lainnya 3.
III.5
KLASIFIKASI
Klasifikasi klinis miastenia gravis dapat dibagi menjadi3:
31
2. Krisis kolinergik
Krisis
kolinergik
yaitu
keadaan
yang
diakibatkan
kelebihan
obat-obat
antikolinesterase. Hal ini mungkin disebabkan karena pasien tidak sengaja telah
minum obat berlebihan, atau mungkin juga dosis menjadi berlebihan karena terjadi
remisi spontan. Golongan ini sulit dikontrol dengan obat-obatan dan batas terapeutik
antara dosis yang terlalu sedikit dan dosis yang berlebihan sempit sekali. Respons
mereka terhadap obat-obatan seringkali hanya parsial.
III.6 DIAGNOSA
Anamnesa dan pemeriksaan fisik yang cermat harus dilakukan untuk menegakkan
diagnosis suatu miastenia gravis.Kelemahan otot dapat muncul menghinggapi bagian proksimal
dari tubuh serta simetris di kedua anggota gerak kanan dan kiri. Walaupun dalam berbagai
derajat yang berbeda, biasanya refleks tendon masih ada dalam batas normal6,7. Kelemahan otot
wajah bilateral akan menyebabkan timbulnya myasthenic sneer dengan adanya ptosis dan
senyum yang horizontal dan miastenia gravis biasanya selalu disertai dengan adanya kelemahan
pada otot wajah.7.
Pada pemeriksaan fisik, terdapat kelemahan otot-otot palatum, yang menyebabkan suara
penderita seperti berada di hidung (nasal twang to the voice) serta regurgitasi makanan terutama
yang bersifat cair ke hidung penderita. Selain itu, penderita miastenia gravis akan mengalami
kesulitan dalam mengunyah serta menelan makanan, sehingga dapat terjadi aspirasi cairan yang
menyebabkan penderita batuk dan tersedak saat minum. Kelemahan otot bulbar juga sering
terjadi pada penderita dengan miastenia gravis.Ditandai dengan kelemahan otot-otot rahang pada
miastenia gravis yang menyebakan penderita sulit untuk menutup mulutnya, sehingga dagu
penderita harus terus ditopang dengan tangan. Otot-otot leher juga mengalami kelemahan,
sehingga terjadi gangguan pada saat fleksi serta ekstensi dari leher2,7.
Hal yang paling membahayakan adalah kelemahan otot-otot pernapasan yang dapat
menyebabkan gagal napas akut, dimana hal ini merupakan suatu keadaan gawat darurat dan
tindakan intubasi cepat sangat diperlukan. Kelemahan otot-otot faring dapat menyebabkan
prolapsnya saluran napas atas dan kelemahan otot-otot interkostal serta diafragma dapat
menyebabkan retensi karbondioksida sehingga akan berakibat terjadinya hipoventilasi.
33
Diagnosis dapat dibantu dengan meminta pasien melakukan kegiatan berulang sampai
timbul tanda-tanda kelelahan. Untuk kepastian diagnosisnya, maka diperlukan tes diagnostik
sebagai berikut:
1. Antibodi anti-reseptor asetilkolin
Antibodi ini spesifik untuk miastenia gravis, dengan demikian sangat berguna untuk
menegakkan diagnosis. Titer antibodi ini umumnya berkolerasi dengan beratnya penyakit.
2. Antibodi anti-otot skelet (anti-striated muscle antibodi)
Antibodi ini ditemukan pada lebih dari 90% penderita dengan timoma dan lebih kurang 30%
penderita miastenia gravis. Penderita yang dalam serumnya tidak ada antibodi ini dan juga
tidak ada antibodi anti-reseptor asetilkolin, maka kemungkinan adanya timoma adalah sangat
kecil.
3. Tes tensilon (edrofonium klorida)
Tensilon adalah suatu penghambat kolinesterase. Tes ini sangat bermanfaat apabila
pemeriksaan
antibodi
anti-reseptor
asetilkolin
tidak
dapat
dikerjakan,
atau
hasil
pemeriksaannya negatif sementara secara klinis masih tetap diduga adanya miastenia gravis.
Apabila tidak ada efek samping sesudah tes 1-2 mg intravena, maka disuntikkan lagi 5-8 mg
tensilon. Reaksi dianggap positif apabila ada perbaikan kekuatan otot yang jelas (misalnya
dalam waktu 1 menit), menghilangnya ptosis, lengan dapat dipertahankan dalam posisi
abduksi lebih lama, dan meningkatnya kapasitas vital. Reaksi ini tidak akan berlangsung lebih
lama dari 5 menit. Jika diperoleh hasil yang positif, maka perlu dibuat diagnosis banding
antara miastenia gravis yang sesungguhnya dengan sindrom miastenik. Penderita sindrom
miastenik mempunyai gejala-gejala yang serupa dengan miastenia gravis, tetapi penyebabnya
ada kaitannya dengan proses patologis lain seperti diabetes, kelainan tiroid, dan keganasan
yang telah meluas. Usia timbulnya kedua penyakit ini merupakan faktor pembeda yang
penting. Penderita miastenia sejati biasanya muda, sedangkan sindrom miastenik biasanya
lebih tua. Gejala-gejala sindrom miastenik biasanya akan hilang kalau patologi yang
mendasari berhasil diatasi.Tes ini dapat dikombinasikan dengan pemeriksaan EMG.
4. Foto rontgen dada
Foto rontgen dada dalam posisi antero-posterior dan lateral perlu dikerjakan, untuk melihat
apakah ada timoma. Bila perlu dapat dilakukan pemeriksaan dengan sken tomografik.
34
5. Tes Wartenberg
Bila gejala-gejala pada kelopak mata tidak jelas, dapat dicoba tes Wartenberg. Penderita
diminta menatap tanpa kedip suatu benda yang terletak di atas bidang kedua mata beberapa
lamanya. Pada miastenia gravis kelopak mata yang terkena menunjukkan ptosis.
6. Tes prostigmin (neostigmin)
Prostigmin 1,25 mg dicampur dengan 0,6 mg sulfas atropin disuntikkan intramuskular atau
subkutan. Tes dianggap positif apabila gejala-gejala menghilang dan tenaga membaik.
7. Elektrodiagnostik
Pemeriksaan elektrodiagnostik dapat memperlihatkan defek pada transmisi neuromuscular
melalui 2 teknik:
a. Single-fiber Electromyography (SFEMG)
SFEMG mendeteksi adanya defek transmisi pada neuromuscular fiber berupa
peningkatan titer dan fiber density yang normal. Karena menggunakan jarum single-fiber,
yang memiliki permukaan kecil untuk merekam serat otot penderita. Sehingga SFEMG
dapat mendeteksi suatu titer(variabilitas pada interval interpotensial diantara 2 atau lebih
serat otot tunggal pada motor unit yang sama) dan suatufiber density (jumlah potensial
aksi dari serat otot tunggal yang dapat direkam oleh jarum perekam). 2,7,8
b. Repetitive Nerve Stimulation (RNS)
Pada penderita miastenia gravis terdapat penurunan jumlah reseptor asetilkolin, sehingga
pada RNS terdapat adanya penurunan suatu potensial aksi
III. 7
PENATALAKSANAAN 7,9,10,11
1. Antikolinesterase
Dapat diberikan piridostigmin 30-120 mg per oral tiap 3 jam atau neostigmin bromida
15-45 mg per oral tiap 3 jam. Piridostigmin biasanya bereaksi secara lambat. Terapi
kombinasi tidak menunjukkan hasil yang menyolok. Apabila diperlukan, neostigmin
metilsulfat dapat diberikan secara subkutan atau intramuskularis (15 mg per oral setara
dengan 1 mg subkutan/intramuskularis), didahului dengan pemberian atropin 0,5-1,0 mg.
Neostigmin dapat menginaktifkan atau menghancurkan kolinesterase sehingga asetilkolin
tidak segera dihancurkan. Akibatnya aktifitas otot dapat dipulihkan mendekati normal,
sedikitnya 80-90% dari kekuatan dan daya tahan semula. Pemberian antikolinesterase akan
35
sangat bermanfaat pada miastenia gravis golongan IIA dan IIB. Efek samping pemberian
antikolinesterase disebabkan oleh stimulasi parasimpatis,termasuk konstriksi pupil, kolik,
diare, salivasi berkebihan, berkeringat, lakrimasi, dan sekresi bronkial berlebihan. Efek
samping gastro intestinal (efek samping muskarinik) berupa kram atau diare dapat diatasi
dengan pemberian propantelin bromida atau atropin. Penting sekali bagi pasien-pasien untuk
menyadari bahwa gejala-gejala ini merupakan tanda terlalu banyak obat yang diminum,
sehingga dosis berikutnya harus dikurangi untuk menghindari krisis kolinergik. Karena
neostigmin cenderung paling mudah menimbulkan efek muskarinik, maka obat ini dapat
diberikan lebih dulu agar pasien mengerti bagaimana sesungguhnya efek smping tersebut.
2. Steroid
Di antara preparat steroid, prednisolon paling sesuai untuk miastenia gravis, dan
diberikan sekali sehari secara selang-seling (alternate days) untuk menghindari efek samping.
Dosis awalnya harus kecil (10 mg) dan dinaikkan secara bertahap (5-10 mg/minggu) untuk
menghindari eksaserbasi sebagaimana halnya apabila obat dimulai dengan dosis tinggi.
Peningkatan dosis sampai gejala-gejala terkontrol atau dosis mencapai 120 mg secara selangseling. Pada kasus yang berat, prednisolon dapat diberikan dengan dosis awal yang tinggi,
setiap hari, dengan memperhatikan efek samping yang mungkin ada. Hal ini untuk dapat
segera memperoleh perbaikan klinis. Disarankan agar diberi tambahan preparat kalium.
Apabila sudah ada perbaikan klinis maka dosis diturunkan secara perlahan-lahan (5 mg/bulan)
dengan tujuan memperoleh dosis minimal yang efektif. Perubahan pemberian prednisolon
secara mendadak harus dihindari.
3. Azatioprin
Azatioprin merupakan suatu obat imunosupresif, juga memberikan hasil yang baik, efek
sampingnya sedikit jika dibandingkan dengan steroid dan terutama berupa gangguan saluran
cerna,peningkatan enzim hati, dan leukopenia. Obat ini diberikan dengan dosis 2,5 mg/kg BB
selama 8 minggu pertama. Setiap minggu harus dilakukan pemeriksaan darah lengkap dan
fungsi hati. Sesudah itu pemeriksaan laboratorium dikerjakan setiap bulan sekali. Pemberian
prednisolon bersama-sama dengan azatioprin sangat dianjurkan.
36
4. Timektomi
Pada penderita tertentu perlu dilakukan timektomi. Perawatan pasca operasi dan
kontrol jalan napas harus benar-benar diperhatikan. Melemahnya penderita beberapa hari
pasca operasi dan tidak bermanfaatnya pemberian antikolinesterase sering kali merupakan
tanda adanya infeksi paru-paru. Hal ini harus segera diatasi dengan fisioterapi dan antibiotik.
5. Plasmaferesis
Tiap hari dilakukan penggantian plasma sebanyak 3-8 kali dengan dosis 50 ml/kg BB.
Cara ini akan memberikan perbaikan yang jelas dalam waktu singkat. Plasmaferesis bila
dikombinasikan dengan pemberian obat imusupresan akan sangat bermanfaat bagi kasus yang
berat. Namun demikian belum ada bukti yang jelas bahwa terapi demikian ini dapat memberi
hasil yang baik sehingga penderita mampu hidup atau tinggal di rumah. Plasmaferesis
mungkin efektif padakrisi miastenik karena kemampuannya untuk membuang antibodi pada
reseptor asetilkolin, tetapi tidak bermanfaat pada penanganan kasus kronik.
III.8 PROGNOSIS 5,10
Dengan terapi yanga dekua, penderita dengan tipe general dapat membaik keadaannya
37
DAFTAR PUSTAKA
1. Harsono, 1996, Buku Ajar Neurologi klinis 2nded., Gajah Mada University Press,
Yogyakarta
2. Howard, J.F., 1997, Department of Neurology, The University of North Carolina at
Chapol Hill. http://www.myasthenia.org/information/summary.htm
3. Lombardo,M.C., 1995, Penyakit Degeneratif dan Gangguan Lain Pada Sistem Saraf,
dalam S.A. Price, L.M. Wilson, (eds), Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit 4th ed., EGC, Jakarta
4. Mardjono, M., 2003, Neurologi Klinis Dasar 9th ed., hal 55,149,348, Dian Rakyat, Jakarta
5. Murray, R.K., 1997, Dasar Biokimiawi Beberapa Kelainan Neuropsikiatri, dalam R.K.
Murray, D.K. Granner, P.A. Mayes, V.W. Rodwell, (eds),Biokimiawi Harper 24th ed.,
EGC, Jakarta
6. NINDS Myasthenia Gravis Fact Sheet,
2003. http://www.ninds.nih.gov/health_and_medical/pubs/myastheniagra
vis.htm
7. Sidharta, P., 1999, Neurologi Klinis Dalam Praktek Umum, hal 129,142, 167, 174, 421,
Dian Rakyat, Jakarta
8. Sidharta, P., 1999, Tata Pemeriksaan Klinis Dalam Neurologi, hal 139, 280, 317, 366,
390, 421, 576, Dian Rakyat, Jakarta
9. Walshe III, T.M., 1995, Disease of Nerve And Muscle, dalam M.A. Samuels,
(eds), Manual Of Neurologic Therapeutics 5th ed., Little brown And Company, London
38