You are on page 1of 27

BAB I

PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Pada dewasa ini banyak janin yang lahir dengan kelainan berbagai organ. Kelainan-

kelaian tersebut

dibawa sejak lahir atau yang biasa disebut dengan kelainan konginetal,

kelaianan tersebut disebabkan oleh berbagai macam factor salah satunya ialah karena gagalnya
pembentukan organ pada fase embriologi. Hal ini dipicu oleh gaya hidup ibu yang sedang
mengandung

janin tersebut. Salah satu kasus yang terjadi karena tidak sempurnanya

pembentukan organ ialah meningokel. Meningokel adalah bentuk spina bifida kistika yang
merupakan

penyakit kongenital dan kelainan embriologis yang disebut Neural tube defect

(NTD). Adanya defek atau celah pada tabung neural cenderung menyebabkan kelainan
penonjolan isi kranium melalui celah tersebut, penonjolan pada meningokel adalah berupa
meningens dan cairan likuor.
Cacat tabung syaraf merupakan salah satu kelainan janin yang kerap terjadi. Menurut
data di Amerika Serikat, setiap tahunya sekitar 4.000 kehamilan beresiko menderita NTD. Dari
jumlah ini, terdapat 2.500 bayi dengan NTD. Data yang lain menyebutkan, 1-3 janin dari 1.000
kehamilan menderita NTD.Angka anak yang menderita spina bifida jenis kedua ini jauh lebih
sedikit, kira-kira hanya 1 di antara 200 bayi yang dilahirkan dengan spina bifida. Namun bila
seorang wanita mempunyai satu anak demikian, kemungkinan mendapatkan lainnya naik
menjadi 1 di dalam 20 anak.
Meningokel terjadi karena jaringan otak dan / selaput otak mengalami herniasi. Hal
tersebut terjadi karena adanya kegagalan penutupan ( defek ) pada tabung neural yang secara
embriologis terjadi akibat gangguan proses neurulasi, yaitu tetap melekatnya ektoderm epidermis
dengan ektoderm neural sehingga migrasi sel-sel mesoderm pembentuk tulang ke tempat tersebut
terhambat dengan akibat di area itu tidak terbentuk tulang (teori non-separasi dari Sternberg).
Kegagalan penutupan penutupan pada tabung neural ini dapat dipicu oleh kurangnya asam folat
pada ibu yang sedang hamil.

Untuk pencegahan semakin banyaknya resiko meningokel atau kelainan congenital lain
pada janin yang baru lahir, sebagai seorang perawat dituntut untuk memberikan informasi
kepada ibu-ibu hamil agar menjaga keseimbangan nutrisi, baik untuk dirinya sendiri, maupun
untuk janin yang dikandungnya. Dengan adanya upaya pencegahan ini

diharapkan bisa

mencegah kelainan pada janin yang masih dalam dalam tahap perkembangan.
1.2

Rumusan Masalah
Bagaiamanakah konsep meningokel dan pendekatan asuhan keperawatanya ?
1.3
Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui konsep meningokel dan pendekatan asuhan keperawatanya.
1.3.2 Tujuan Khusus
a.

1.4

Menguraikan definisi meningokel.


b.
Menguraiakan patofisiologi meningokel.
c.
Menguraiakan pemeriksaan penunjang pada meningokel
d.
Menguraiakan manifestasi klinis pada meningokel
e.
Menguraiakan pendekatan asuhan keperawatan meningokel.
Manfaat
Manfaat yang ingin diperoleh dalam penyusunan makalah ini adalah:
1.4.1
1.4.2

Mendapatkan pengetahuan tentang meningokel.


Mendapatkan pengetahuan tentang pendekatan asuhan keperawatan meningokel.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Meningokel merupakan penyakit kongenital dan kelainan embriologis yang disebut


Neural tube defect (NTD). Adanya defek atau celah pada tabung neural cenderung menyebabkan
kelainan penonjolan isi kranium melalui celah tersebut, penonjolan pada meningokel adalah
berupa meningens dan cairan likuor.
Meningokel merupakan bentuk spina bifida kistika. Anak dengan spina bifida kistika
memiliki celah (cacat) yang lebih luas di dalam tulang belakangnya dan melibatkan sumsum
tulang belakang. Bentuk meningokel hanya selaput sumsum tulang belakang yang menonjol
melalui celah dan membentuk kantung yang berisi cairan. Dalam hal ini celah biasanya ditutupi
kulit, sumsum tulang belakang berada dalam kedudukan teratur dan saraf-saraf di dalamnya
bekerja normal.
Kondisi seperti ini sering berhubungan dengan gangguan saluran cairan serebrospinal
yang akhirnya akan menimbulkan hydrocephalus. Tingkat penurunan saraf secara langsung
berhubungan dengan seberapa besar dan luasnya kerusakan sumsum tulang belakang.
Seandainya hanya dasar dari sumsum tulang belakang terlibat, maka hanya terjadi gangguan
pada perut dan kandung kemih, sedangakan jika kerusakannya luas ( sebagian besar ) dapat
menyebabkan gangguan pada perut dan kandung kemih dengan disertai kelumpuhan total pada
kaki. Berbeda dengan myelomeningokel, pada meningokel sumsum tulang belakang masih
dalam perlindungan tulang, masih ada kantong di punggung, tetapi persarafanya tidak ada.
Persarafan tetap dilindungi maka dari itu kerusakanya tidak seburuk myelomeningokel.

2.2 Etiologi

Meningokel merupakan defek tabung neural. Menurut beberapa pusat penelitian terdapat
beberapa kemungkinan yang menjadi faktor penyebab terjadinya defek tabung neural, antara
lain:
1) Latar belakang etnik seperti di Irlandia angka kejadianya 0.85 sedangkan di
Jepang hanya 0.08.
2) Infeksi infeksi seperti toksoplasmosis, riketsia, influenza, dan sebagainya.
3) Toksin.
4) Kelainan metabolik ; gangguan keseimbangan hormon, diabetes, defisiensi
vitamin, mineral, dan sebagainya.
5) Abrasi kromosom : translokasi 13-15
6) Obat-obatan : golongan aminopterin, analgesic, klomifen.
7) Multiparitas.
8) Kegagalan tindakan abortus.
9) Usia ibu
10) Urutan kehamilan.
11) Jenis kelamin.
12) Predisposisi genetik. ( editor, L.Djoko Listiono )

Menurut Mochammad Istiadjid Eddy Santoso tahun 2007 dalam penelitianya


menyebutkan bahwa meningokel disebabkan oleh banyak faktor dan melibatkan banyak gen
(multifaktoral dan poligenik). Banyak sekali penelitian yang mengungkap bahwa sekitar tujuh
puluh persen kasus NTD dapat dicegah dengan suplementasi asam folat sehingga defisiensi asam
folat dianggap sebagai salah satu faktor penting dalam teratogenesis meningokel. Basis molekul
defisiensi asam folat adalah kurang adekuatnya enzim-enzim yang mentransfer gugus karbon
dalam proses metilasi protein dalam sel, balk dalam nukleus maupun mitokhondria, sehingga
terjadi gangguan biosintesis DNA dan RNA. serta kenaikan kadar homosistein.
Defek tulang pada meningokel secara embriologis terjadi akibat gangguan proses
neurulasi, yaitu tetap melekatnya ektoderm epidermis dengan ektoderm neural sehingga migrasi
sel-sel mesoderm pembentuk tulang ke tempat tersebut terhambat dengan akibat di area itu tidak
terbentuk tulang (teori non-separasi dari Sternberg).
2.3 Klasifikasi

Meningokel dapat timbul di beberapa tempat, antara lain:


2.3.1 Di kepala (encephalokel)
Berdasarkan letaknya, encephalokel dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu:
1)

Basal encephalokel
Terjadi pada bagian bawah atau dasar tengkorak, meliputi:
a. Sphenopharingeal
Terjadi pada titik pertemuan antara tulang sphenoid dan epipharynx. Sulit
untuk diidentifikasi karena tampak seperti massa pada langit-langit rongga mulut
(palatum).
b. Intranasal
Terjadi karena adanya celah pada cribriform plate dan dapat meluas hingga
cavum nasal. Jika terjadi deviasi pada septum nasi dan memiliki riwayat penyakit
kongesti nasal unilateral yang kronis (hipertelorisme), encephalokel intranasal dapat
diatasi dengan pembedahan craniofacial.
c. Sphenoorbital
Terjadi di fisura orbital superior hingga ke cavum orbital. Kasus ini jarang
ditemukan.

d. Sphenomaxilaris
Terjadi di fisura orbital inferior masuk ke fosa pterygopalatine. Sama seperti
sphenoorbital, jenis ini juga jarang ditemukan.

2) Sincipital encephalokel
Terletak di nasofrontal antara fontal dan tulang nasal (glabella) atau
frontoethmoidal, jika meluas sampai ke frontal, nasal, dan os. Ethmoidal yang akan
mempengaruhi pertumbuhan tengkorak sedemikian rupa, sehingga jarak antara orbita
melebar (hipertelorisme). Encephalokel sinsipital harus dibedakan dengan setiap
benjolan pada pangkal hidung atau sisi medial orbita, seperti kista aterom, kista
dermoid, lipoma atau kista lakrimal.
3) Convexity encephalokel
Terjadi di garistengah dan berhubungan dengan adanya celah di tengkorak. Lesi
superior berisi struktur supratentorial, sedangkan lesi inferior berisi cerebellum dan
batang otak. Jenis ini juga dapat mencapai daerah oksipital. Bila ini terjadi, maka
tidak menutup kemungkinan juga akan diikuti hidrosefalus dan gangguan fungsi
sereberal. Pada defek yang besar, sebagian hernia jaringan otak tersebut masih
berfungsi, tetapi jarang sekali. Maningo-encephalokel kecil di daerah oksipital harus
dibedakan dengan tumor kulit atau subkutan yang terletak di garis tengah seperti kista
aterom atau kista dermoid.
4) Atretic encephalokel
Lesi atretic sulit didiagnosis. Biasanya bisa timbul malformasi kista di garis
tengah parietal. Juga berhubungan dengan kelainan perkembangan lainnya, tipe
nodular terjadi pada garis tengah oksipital dan biasanya tidak berhubungan dengan
kelainan CNS.

2.3.2 Di spinal
Lokasi terbanyak ada di daerah torako-lumbal dan frekuensinya makin berkurang
kearah distal. Meningokel ini juga dapat menonjol ke anterior ke dalam kavum pelvis,
abdomen, atau toraks. Ditandai dengan adanya benjolan di garis tengah sepanjang spinal.

Kelainan ini sering disertai dengan scoliosis, deformitas pelvis dan ekstremitas bawah
dan pada umumnya dapat menyebabkan mielomeningokel.
2.4 Patofisiologi
Secara fungsional minggu ke empat dari neurulasi proses penutupan sumsum tulang
belakang dan otak fetus normal. Namun, harus dicatat bahwa sel-sel kristaneuralis yang berasal
dari neuroektoderm membentuk rangka wajah dan kebanyakan tulang tengkorak. Sel-sel ini juga
merupakan populasi yang mudah cedera karena mereka meninggalkan neuroektoderm dan sering
menjadi sasaran teratogen (gangguan pertumbuhan janin dan menimbulkan malformasi yang
disebabkan oleh berbagai sebab tertentu). Oleh karena itu, tidaklah mengherankan kalau kelainan
tengkorak-wajah merupakan cacat bawaan yang sering terjadi. Anak-anak yang menderita cacat
yang relative kecil di tengkorak sehingga jaringan otak dan atau selaput otak mengalami herniasi
(meningokel).

Medulla

spinalis

biasanya

normal

meskipun

mungkin

tertambat

ada

seringomingelia, atau diastematomielia. Masa linea mediana yang berfluktuasi yang dapat
bertransiluminasi terjadi sepanajang kolumna vertebralis, biasanya berada pada punggung
bawah. Sebagian besar meningokel tertutup dengan baik dengan kulit yang tidak mengancam
penderita. Pada kasus-kasus seperti ini, luasnya cacat syaraf tergantung pada banyaknya
kerusakan jaringan otak. Meskipun penyakit ini terjadi pada gagalnya proses neurolasi di awal
pembentukan sumsum tulang belakang atau adanya robekan setelah proses neurolasi telah
sempurna, meningokel dapat terjadi.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Mochammad Istiadjid Eddy Santoso tahun 2007,
defek tulang pada meningokel secara embriologis terjadi akibat defesiensi asam folat yang dapat
memperlambat pembelahan stem sel ( sel-sel jaringan utama ) karena tetap melekatnya ektoderm
epidermis dengan ektoderm neural sehingga migrasi sel-sel mesoderm pembentuk tulang ke
tempat tersebut terhambat. Hal ini akan menyebabkan stem sel untuk membentuk jaringan otak
berkurang dan akan terjadi gangguan proses neurolasi, yaitu dengan akibat di area itu tidak
terbentuk tulang. Akhirnya timbul celah diantara tulang dan cairan likuor dan lapisan meningen
keluar yang menyebabkan timbulnya tonjolan / benjolan (meningokel).
2.5 Pemeriksaan Diagnostik

Kelainan defek tabung neural perlu dideferensiasi dengan tumor jaringan kulit
ekstrakranial dan nasal glioma.
Pemeriksaan penunjang diagnostik yang kerap dilakukan adalah pemeriksaan foto polos
kepala untuk mencari defek pada tengkorak, di mana kadang juga di perlukan pemotretan posisi
tertentu. Selain itu pemeriksaan ini juga ditujukan untuk mendeteksi keadaan patologis yang
menyertai lainya seperti tekanan tinggi intrakranial, disproporsi kraniofasial, dan sebagainya.
Pemeriksaan penunjang lainya adalah transiluminasi denagan penyorotan lampu yang
kuat pada tonjolan tersebut ( di dalam ruangan gelap ) diharapkan akan menampakkan bayangbayang isi kelainan defek tabung neural, meningokel.
Pemeriksaan USG adalah salah satu alternatif untuk mendeteksi dan isi defek tabung
neural, yakni untuk menentukan apakah hanya meningens dan likuor saja ( meningokel ) atau
adanya jaringan otak yang ikut keluar ( meningoensefalokel ). Dalam dekade akhir, USG
cenderung berperan lebih luas untuk mendeteksi kelainan-kelainan semacam ini sewaktu masih
bayi masih dalam kandungan., medulla spinalis tertambat dan lipoma.
MRI untuk menentukan luasnya keterlibatan jarinagn syaraf jika ada dan anomaly yang
terkait, termasuk diastematomielia
Ct scan adalah pemeriksaan penunjang diagnostik terpilih untuk kasus-kasus defek
tabung neural yang dalam hal ini hampir seluruh informasi dapat diperolrh secara lengkap.
2.6 Manifestasi Klinis
Gejala meningocele bervariasi antara pasien. Beberapa orang dengan kondisi akan
memiliki sedikit atau tanpa gejala spina bifida, sementara pasien lain mungkin mengalami
kelumpuhan sebagian dengan disfungsi kemih dan usus. Adapun gejala-gejala meningokel ialah :
1) Benjolan yang ada sejak lahir dan semakin membesar biasanya di garis tengah. Kulit
penutup biasanya tipis, licin dan tegang, tetapi dapat juga normal atau tebal. Konsistensi
tergantung isinya

2) Bila kelainan tersebut besar, meningen mungkin keluar melalui medula spinalis,
membentuk kantung yang dipenuhi dengan CSF. Anak tidak mengalami paralise dan
mampu untuk mengembangkan kontrol kandung kemih dan usus. Terdapat kemungkinan
terjadinya infeksi bila kantung tersebut robek dan kelainan ini adalah masalah kosmetik
sehingga harus dioperasi.
2.7 Penatalaksanaan
Pada spina bifida kistika jenis meningokel, operasi dapat memperbaiki cacat punggung
untuk menghindari setiap resiko perobekan kantung yang berisi cairan dan untuk menghindari
meningitis. Terapi dilakukan pembedahan dengan alasan kosmetik dan utuk infeksi pada
menigokel yang pecah atau mau pecah. Pada umumnya pembedahan dilakukan pada usia 5 -6
bulan.Setelah operasi, barulah orang tua dapat menangani bayi mereka dengan yakin.
2.8 Komplikasi
Bayi dengan spina bifida kistika dapat mengalami kelumpuhan tungkai tanpa rasa atau
reflek. Ia mungkin mendapat atau mengalami cacat tubuh ( deformitas ) tungkai seperti dislokasi
pinggul atau kaki pekok. Kandung kemihnya mungkin tidak berkontraksi secara semestinya
sehingga ia cenderung meneteskan air kemih, dan tekanan air kemih ke belakang ( back
pressure ) didalam kandung kemih yang mengembang dapat merusak ginjalnya dan
mengakibatkan infeksi saluran kencing atau ginjal. Usus besarnya mungkin berkontraksi secara
semestinya, sehingga menyebabkan sembelit kronik atau buang air besar tak terkendali.
2.9 WOC
2.10 Pendekatan asuhan keperawatan
2.10.1 Pengkajian
Pengkajian yang umum dilakukan pada pasien denagn meningokel ialah meliputi :
1) Data demografi

Data demografi meliputi identitas, usia, jenis kelamin, riwayat lingkungan kerja,
dan hal lain mengenai identitas pasien. Namun, pada kasus meningokel ini biasanya
terjadi pada neonatus ( bayi baru lahir ).
2) Riwayat penyakit sekarang
Riwayat penyakit sekarang pada kasus meningokel ialah bayi terpapar ibu yang
kekurangan asm folat.
3) Pemeriksaan fisik
ROS : keadaan umum baik, kesadaran kompos metis.
TTV : TD=90/60, nadi=100x/menit, suhu=36,9 derajat, RR=28x/menit.
GCS : umumnya normal
B1 (breath) : Nafas umumnya tidak mengalami gangguan,
B2 (blood) : Tidak ada masalah pada jantung.
B3 (brain) : Penginderaan umumnya normal
B4 (bladder) : Pada perkemihan tidak menimbulkan banyak masalah, tetapi jika
kerusakan luas ( sebagian besar ) dapat terlihat adanya gangguan pada perut dan
kandung kemih dengan disertai kelumpuhan total pada kaki, Inkontinensia aliran
berlebihan dengan penetesan urin konstan
B5 (bowel) : Pencernaan jarang terganggu, kecuali pada kerusakan yang luas akan
mengganggu perut, Kurang control defekasi, prolapsus rectal ( kadang-kadang )
B6 (bone) : Jika terjadi lesi pada daerah terkena spina bifida, kadang timbul tanda-tanda
infeksi, kelumpuhan tungkai tanpa rasa atau refleks. Ia mungkin mendapat atau
mengalami cacat bentuk (deformitas) tungkai seperti dislokasi pinggul atau kaki pekok.
Deformitas spinal juga mungkin untuk terjadinya scoliosis.

Pre operasi
a.

Lakukan pengkajian fisik

b.

Observasi adanya manifestasi meningokel: kantung yang dapat dilihat, tidak ada
kerusakan motorik.

c.

Inspeksi meningokel untuk mengetahui adanya perubahan pada penampilan, mis:


abrasi, robekan, tanda-tanda infeksi.

d.

Kaji pemahaman anak/keluarga tentang rencana pembedahan dan apa yang akan
terjadi pada pasca operasi.

e.

Tinjau ulang hasil tes laboratorium untuk temuan abnormal.

f.

Observasi adanya tanda-tanda yang menunjukan hidrosefalus.

Post operasi
a.

Kaji adanya luka operasi.

b.

Inspeksi meningokel atau mielimeningokel pasca operasi.

c.

Rewel, lemah tak berdaya.

d.

Observasi perilaku anggota keluarga pasca operasi mis: orang tua selalu menanyakan
informasi kondisi anaknya, cara perawatan selanjutnya.

e.

Terpasang infuse.

2.10.2 Dianosa Keperawatan


Pre operasi
1)

Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan adanya organism infektif,


kantong meningeal non-epitelialisasi, paralisis.

2)

Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d adanya obstruksi pada nasal.

3)

Resiko tinggi kerusakan intregitas kulit berhubungan dengan paralisis,

4)
5)

penetesan urin yang kontinu, dan feses.


Resiko tinggi cedera berhubungan dengan kerusakan neuromuscular
Cemas berhubungan dengan lingkungan aktual atau yang dirasakan
skunder akibat hospitalisasi

Post operasi
1)

Ketidakefektifan jalan nafas b.d peningkatan sekresi sekunder terhadap

2)

efek anastesi.
Nyeri akut b.d trauma jaringan dan reflek spasme otot skunder akibat

3)
4)

operasi/pembedahan.
Resiko kurang volume cairan b.d pendarahan post operasi.
Resiko infeksi b.d sisi masuknya organisme sekunder akibat luka pasca

5)
6)

pembedahan.
Risiko tinggi trauma berhubungan dengan lesi spinal.
Kurangnya pengetahuan keluarga b.d kurangnya informasi tentang

7)

penatalaksanaan perawatan post operasi.


Perubahan proses keluarga b.d anggota keluarga yang sakit dirawat rumah
sakit.

(Lynda Juall Carpenito, 2000)


2.10.3 Intervensi dan Rasional
Pre operasi
1) Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan adanya organism infektif, kantong
meningeal non-epitelialisasi, paralisis.
Tujuan : - Pasien mengalami penurunan resiko terhadap infeksi system syaraf pusat
- Pasien mengalami penurunan risiko infeksi saluran kemih.
Kriteria hasil : - Kantong meningeal tetap bersih, utuh, dan tidak menunjukan buktibukti infeksi.
- Bayi tidak menunjukan bukti-bukti infeksi saluran kemih.

INTERVENSI
- Posisikan bayi dengan nyaman.

RASIONAL
Untuk mencegah kontaminasi urin

dan feses
Untuk

mencegah

infeksi

karena

mikroorganisme.

- Bersihkan meningokel dengan cermat

dengan menggunakan normal salin


steril bila bagian ini menjadi kotor atau

Untuk

mencegah

pengeringan

mencegah

keterlambatan

kantong.

terkontaminasi.
- Berikan balutan steril dan lembab

dengan larutan steril sesuai instruksi

untuk

dalam pengobatan.

( normal salin, antibiotic)


- Berikan antibiotic sesuai resep.

untuk

mencegah

masuknya

organisme infektif kedalam saluran


- Pantau

dengan cermat tanda-tanda


peka

kemih.
untuk menghilangkan

- Berikan perawatan serupa untuk sisi

infektif.
Untuk mengetahui ada tidaknya

infeksi

(peningkatan

suhuu,

rangsang, letargi, kaku kuduk)

organisme

retensi.

operatif pada pasca operasi


- Hindari kontaminasi uretral dengan
feses
- Lakukan hygiene perineal dengan sangat
cermat
- Pantau keluaran urin

Untuk

meningkatkan

perkemihan

dan

mencegah pertumbuhan bakteri.


- Berikan antibiotic sesuai resep.
- Berikan antiseptic saluran kemih bila

ditentukan.
- Jamin masukan cairan yang adekuat

2) Risiko tinggi kerusakan intregitas kulit berhubungan dengan paralisis, penetesan urin
yang kontinu, dan feses.

Tujuan : Pasien tidak mengalami iritasi kulit.


Kriteria hasil : Kulit tetap bersih dan kering tanpa bukti-bukti iritasi.

INTERVENSI
RASIONAL
- Bila anak memakai popok, ganti popok - untuk menjaga agar kulit tetap
-

segera setelah kotor


Jaga agar area perianal tetap bersih dan

kering.
Tempatkan anak pada permukaan pengurang

bersih, kering, dan bebas iritasi.

tekanan.
-

untuk mengurangi tekanan pada


lutut dan pergelangan kaki selama

Masase

kulit

dengan

perlahan

pembersihan dan pemberian lotion.

selama
-

posisi telungkup
untuk meningkatkan sirkulasi.

3) Resiko tinggi cedera berhubungan dengan kerusakan neuromuscular.


Tujuan :
Kriteria hasil :
4) Cemas berhubungan dengan lingkungan aktual atau yang dirasakan akibat
hospitalisasi.
Tujuan :
Kriteria hasil :
Post operasi
1) Ketidakefektifan jalan nafas

b.d peningkatan sekresi sekunder terhadap

efek

anastesi.
Tujuan : suara nafas dan ventilasi normal
Kriteria hasil : - Klien menunjukkan ventilasi adekuat dengan tidak adanya distress
nafas.Bunyi nafas bersih.

INTERVENSI

RASIONAL

Pantau frekuensi, kedalaman dan

kesimetrisan pernafasan.

Peningkatan distress pernafasan


menandakan

adanya

kelelahan

pada otot prnafasan.


-

Catat adanya kelelahan pernafasan

selama berbicara (kalau pasien dapat

Merupakan indicator yang baik


terhadap

berbicara)

gangguan

pernafasan

fungsi

menurunnya

kapasitas paru.
-

Auskultasi

bunyi

nafas,

cacat

tidaknya bunyi atau suara tambahan

Peningkatan retensi jalan nafas


dan / akumulasi secret akan

seperti ronchi, mengi.

mengganggu proses difusi gas dan


akan mengarah ke komplikasi
-

Pantau kapasitas vital, volume tidal


dan kekuatan pernafasan sesuai

pernafasan (pneumonia).
-

kebutuhan.
-

Kolaborasi

untuk

pemberian

indikasi

Kolaborasi
terhadap

dengan

cara

untuk
analisa

Untuk

mengatasi

mudah
pemantauan

gas

darah,

pernafasan, seperti perkusi dada,


fibrasi atau ventilator mekanik.

dikeluarkan)

dan

kelembaban membrane mukosa.


-

Menentukan

keefektifan

untuk

ventilasi sekarang dan kebutuhan

Kolaborasi untuk pemberian obat /


bantu dengan tindakan pemberian

hipoksia.

Pelembaban terhadap secret (agar

oksimetri nadi secara teratur.


-

dari

pernafasan.

pemberian yang sesuai.


-

perburukan

paralisis otot dan penurunan upaya

oksigen (yang telah dilembabkan)


sesuai

Mendeteksi

untuk / keefektifan dari intervensi.


-

Memeperbaiki

ventilasi

dan

menurunkan atelektasis dengan


memobilisasi
meningkatkan
paru.

secret

dan

ekspansi

alveoli

2) Nyeri akut b.d trauma jaringan dan reflek spasme otot skunder akibat
operasi/pembedahan.
Tujuan : menurunkan / menghilangkan rasa nyeri
Ktiteria hasil : - Terjadi penurunan rasa ) skala nyeri
- Mengidentifikasi cara cara untuk mengatasi nyeri.
- Menunjukkan penggunaan ketrampilan relaksasi dan aktivitas
hiburan sesuai kebutuhan individu
INTERVENSI
- Pantau

adanya

pasien

nyeri.

mengidentifikasi

menghitung

nyeri,

Bantu

RASIONAL
- Untuk mengetahui kualitas nyeri

dan

dan

misalnya

mengajarkan

pasien

melaporkan spasme otot dan nyeri

lokasi, tipe nyeri, intensitas pada

di bawah tingkat cedera.

skala 0-10
-

Pantau peningkatan iritabilitas,

Petunjuk non verbal dari nyeri


memerlukan intervensi.

tegangan otot, gelisah, perubahan


TTV yang tak dapat dijelaskan.
-

Bantu

pasien

dalam

menghinddari faktor pencetus /

mengidentifikasi factor pencetus.


-

Ajarkan

penggunaan

relaksasi,

misalnya

imajinasi,

teknik

penyebab nyeri.
-

analgesic.

koping.
-

Untuk

mengurangi

menghilangkan nyeri.

3) Risiko tinggi trauma berhubungan dengan lesi spinal.


Tujuan : Pasien tidak mengalami trauma pada sisi bedah/lesi spinal.
Kriteria hasil : Kantong meningeal tetap utuh.

perhatian,

dapat meningkatkan kemampuan

visualisasi,

Kolaborasi untuk pemberian obat

Memfokuskan

meningkatkan rasa control, dan

pedoman

latihannafas dalam.
-

Agar pasien dapat mengetahui dan

Sisi pembedahan sembuh tanpa trauma.


INTERVENSI
- Rawat bayi dengan cermat

RASIONAL
- untuk mencegah kerusakan pada
kantong

meningeal

atau

sisi

pembedahan.
-

Tempatkan

bayi

pada

posisi

telungkup, atau posisi miring bila

untuk meminimalkan tegangan


pada kantong meningeal atau sisi

diizinkan

pembedahan.
-

Gunakan alat pelindung di sekitar


kantong.
plastic

Misalnya
bedah,

potong

selimut

untuk

memberikan

lapisan

pelindung.

sesuai

ukuran dan tempelkan dibawah


kantong disamping sacrum dan
-

selimuti dengan longgar


Modifikasi aktivitas keperawatan

untuk mencegah trauma.

rutin (misalnya: memberi makan,


merapikan tempat tidur, aktivitas
kenyamanan )

4) Kurangnya pengetahuan keluarga b.d kurangnya informasi tentang penatalaksanaan


perawatan post operasi.
Tujuan : keluarga paham dan dapat berpartisipasi dalam penatalaksanaan pasien.
Kriteria hasil : - Keluarga berpartisipasi dalam pengobatan.
- Mengungkapkan pemahaman tentang kondisi, prognosis dan
tindakan.
- Melakukan perubahan pola hidup yang perlu dan berpartisipasi
dalam aturan tindakan.

INTERVENSI
Diskusikan
tentang

proses

RASIONAL
Memberikan dasar pengetahuan

trauma/prognosis saat ini dan

umum penting untuk membuat

harapan-harapan di masa akan

pilihan-pilihan

datang.
-

Berikan

informasi

dan

pasien

tentang pengobatan
Meningkatkan

Menjaga tulang belakang tetap


lurus dan mencegah/membatasi
terjadinya

vertebra.

kontraktur,

meningkatkan

Gunakan bantal/penykong, bidai


dan sebagainya.

sirkulasi,

dan risiko terjadinya komplikasi.

meningokel/mielomeningokel di

perjanjian

mengurangi tekanan pada jaringan

demontrasikan tekni posisi. Mis,


posisi miring atau telungkup pada

dan

fungsi

dan

kemandirian pasien.
-

Mengurangi

iritasi

kulit,

menurunkan terjadinya dekubitus.


-

Memberikan
adekuat

Instruksikan/lakukan

makanan
untuk

kebutuhan

perawatan

meningkatkan

kulit dengan tepat/benar .

tenaga

yang

memenuhi
dan
proses

penyembuhan.
-

Pantau

kebutuhan

makanan

termasuk makanan dengan cukup

Pantau

kembali

dan meningkatkan sifat kooperatif


pasien/keluarga pasien terhadap
pengobatan.

serat dan agak keras.

Meningkatkan keamanan pasien

pemberian

obat/pengobatan. Anjurkan untuk


menghindari pemakaian obat-obat
bebas tanpa persetujuan dokter.

BAB III
TINJAUAN KASUS DAN ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Tinjauan kasus


Ny. Eva 22 tahun BB : 57 kg , TB : 155 cm melahirkan secara normal anak pertama dengan
kondisi kelainan pada kepalanya. Bayi dengan BB : 2,5 kg dan TB : 40 cm ini terdapat benjolan
pada bagian posterior kepala, keadaan umumnya menunjukkan bahwa bayi normal denagn RR :
29 x/m dan GCS normal, namun bayi menangis terus. Diagnosa medisnya menunjukkan bayi
tersebut menderita meningokel. Suaminya seorang tukang becak dengan penghasilan kurang
untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Keluarga Ny. Eva tinggal di daerah kumuh yang tingkat
pendidikanya relative rendah. Selama hamil Ny. Eva tidak mengonsumsi makanan yang bergizi
dan makanan yang dibutuhkan oleh ibu hamil dengan cukup, seperti susu, hati, sayur-sayuran
dan buah-buahan. Dan riwayat kebiasaanya menunjukkan bahwa Ny. Eva sering mengonsumsi
obat-obatan analgesik seperti obat sakit kepala dan obat flu. Setelah diketahui anaknya menderita
meningokel suami Ny. Eva tidak lagi menarik becak karena mendampingi istri dan anaknya,
selain itu dia terus menanyakan kondisi anaknya pada perawat yang ada di ruangan tersebut.
Sesuai hasil diskusi perawat dengan dokter, keluarga Ny. Eva disarankan agar anaknya dioperasi
supaya dapat bertahan hidup. Dan keluarga pun menyetujui saran tersebut. Akhirnya dilakukan
operasi pada bayi tersebut.
3.2 Asuhan keperawatan
3.2.1 Pengkajian
Data yang dapat diperoleh dari kasus kelainan neonatus diatas menunjukkan
1) Data demografi
Identitas : putra dari Ny. Eva
Jenis kelamin : laki-laki
Riwayat lingkungan keluarga : perkampungan kumuh
2) Keluhan utama
Terdapat benjolan besar di daerah posterior kepala.
3) Riwayat penyakit sekarang
Selama hamil ibu tidak mengonsumsi makanan yang

bergizi dan makanan yang

dibutuhkan oleh ibu hamil dengan cukup, seperti susu, hati, sayur-sayuran dan buahbuahan.
4) Pemeriksaan fisik

BB : 2,5 kg, TB : 40 cm, RR : 29x/m, GCS : normal


ROS : keadaan umum baik, kesadaran kompos metis.
TTV : RR=28x/menit.
GCS : normal
B1 (breath) : tidak ada masalah pada pernapasan, namun bayi menangis terus dan
menimbulkan sesak.
B2 (blood) : Tidak ada masalah pada jantung.
B3 (brain) : Penginderaan normal
B4 (bladder) : Pada perkemihan tidak ada masalah.
B5 (bowel) : Tidak ada gangguan pada pencernaan.
B6 (bone) : Tidak ada gangguan pada bentuk tubuh.
5) Terapi
Operasi pembedahan pada area kepala.

3.2.2 Analisa data


DATA
DS : DO : Benjolan pada posterior
kepala

ETIOLOGI
Ibu kurang makanan
bergizikur
Kekurangan asam folat

MASALAH
Resiko tinggi infeksi

memperlambat pembelahan
stem sel
stem sel untuk membentuk
jaringan otak berkurang
gangguan proses neurolasi
di area itu tidak terbentuk
tulang
timbul celah diantara tulang
cairan likuor dan lapisan
meningen keluar
timbulnya tonjolan / benjolan
(meningokel).
Ibu kurang makanan

DS : DO : terdapat benjolan pada


kepala

bergizikur
Kekurangan asam folat
memperlambat pembelahan
stem sel
stem sel untuk membentuk
jaringan otak berkurang
gangguan proses neurolasi
di area itu tidak terbentuk
tulang

Resiko cedera

timbul celah diantara tulang


cairan likuor dan lapisan
meningen keluar
timbulnya tonjolan / benjolan
(meningokel).
Terdapat benjolan di kepala

DS : -.

Cemas

bayi

DO : kelurga terus
menanyakan kondisi

Bayi menangis terus

anaknya.
Keluarga terus menanyakan
kondisi pasien
Terdapat benjolan yang berisi

DS : -

cairan likuor dan meningen

DO : -

Terapi operasi pembedahan


Terdapat benjolan yang berisi

DS :

Nyeri

cairan likuor dan meningen

DO :

Terapi operasi pembedahan


Operasi pembedahan

DS :DO

Ketikefektifan jalan napas

tingkat

pendidikan

Bayi dibawa pulang

Kurangnya

pengetahuan

keluaraga

keluarga rendah.

3.2.3 Diagnosa keperawatan


Pre operasi
1) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan adanya organism infektif, kantong
meningeal non-epitelialisasi.
2) Resiko tinggi cedera berhubungan dengan kerusakan neuromuscular

3) Cemas berhubungan dengan lingkungan aktual atau yang dirasakan skunder akibat
hospitalisasi
Post operasi
1) Ketidakefektifan jalan nafas

b.d peningkatan sekresi sekunder terhadap

efek

anastesi.
2) Nyeri akut b.d trauma jaringan dan reflek spasme otot skunder akibat
operasi/pembedahan.
3) Resiko kurang volume cairan b.d pendarahan post operasi.
4) Resiko infeksi b.d sisi masuknya organisme sekunder akibat luka pasca pembedahan.
5) Kurangnya pengetahuan keluarga b.d kurangnya informasi tentang penatalaksanaan
perawatan post operasi.
6) Perubahan proses keluarga b.d anggota keluarga yang sakit dirawat rumah sakit.
3.2.3 Intervensi dan Rasional
Pre operasi
1) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan adanya organisme infektif, kantong
meningeal non-epitelialisasi.
2) Resiko tinggi cedera berhubungan dengan kerusakan neuromuscular
3) Cemas berhubungan dengan lingkungan aktual atau yang dirasakan skunder akibat
hospitalisasi

Post operasi
1) Ketidakefektifan jalan nafas

b.d peningkatan sekresi sekunder terhadap

efek

anastesi.
2) Nyeri akut b.d trauma jaringan dan reflek spasme otot skunder akibat
operasi/pembedahan.
3) Resiko kurang volume cairan b.d pendarahan post operasi.
4) Resiko infeksi b.d sisi masuknya organisme sekunder akibat luka pasca pembedahan.
5) Kurangnya pengetahuan keluarga b.d kurangnya informasi tentang penatalaksanaan
perawatan post operasi.

6) Perubahan proses keluarga b.d anggota keluarga yang sakit dirawat rumah sakit.

3.2.4 Evaluasi

BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
1. Meningokel merupakan kelainan konginetal dan kelainan embriologi yang disebut Neural
Tube Defek (NTD). Adanya defek atau celah pada neural menyebabkan kelainan berupa
penonjolan isi cranium melalui celah tersebut. Penonjolan pada meningokel adalah berupa
meningen dan cairan likuor.
2. Defek tulang pada meningokel secara embriologis terjadi akibat gangguan proses neurulasi,
yaitu tetap melekatnya ektoderm epidermis dengan ektoderm neural sehingga migrasi sel-sel
mesoderm pembentuk tulang ke tempat tersebut terhambat dengan akibat di area itu tidak
terbentuk tulang (teori non-separasi dari Sternberg).
3. Pemeriksaan diagnostic pada meningokel dapat dilakukan dengan pemeriksaan foto polos
kepala, transilumunasi dengan

penyorotan lampu yang kuat pada tonjolan tersebut,

pemeriksaan USG, MRI, dan Ct scan. Ct scan

adalah pemeriksaan penunjang diagnostik

terpilih untuk kasus-kasus defek tabung neural yang dalam hal ini hampir seluruh informasi
dapat diperolrh secara lengkap.
4. Manifestasi klinis dari meningokel ialah benjolan yang ada sejak lahir dan semakin membesar
biasanya di garis tengah. Kulit penutup biasanya tipis, licin dan tegang, tetapi dapat juga
normal atau tebal. Konsistensi tergantung isinya.
5. Meningokel pada umumnya terjadi pada bayi yang baru lahir (neonatus) jadi asuhan
keperawatan untuk kasus ini harus memperhatikan konsep tumbuh kembang anak, dan untuk
penatalaksanaanya adalah tindakan operasi jadi intervensi yang harus dilakukan meliputi pre
operasi dan post operasi. Adapun diagnose pre operasi yang ditegakkan pada meningokel
salah satunya ialah resiko tinggi infeksi berhubungan dengan adanya organism infektif,
kantong

meningeal

non-epitelialisasi,

paralisis.

Dan

dignosa

post

operasi

ialah

ketidakefektifan jalan nafas b.d peningkatan sekresi sekunder terhadap efek anastesi.
4.2 Saran
Meningokel merupakan kelainan kongenital sehingga penyakit ini sudah ada semenjak
neonatus (bayi yang baru lahir), yang dipengaruhi oleh beberapa factor. Diantaranya adalah usia
ibu hamil. Usia produktif untuk kehamilan pada wanita pada umumnya berkisar antara umur 20
tahun sampai dengan usia 35 tahun. Selain usia ibu hamil, hal penting lain yang mempengaruhi
terjadinya meningokel adalah nutrisi pada ibu hamil. Nutrisi yang baik pada ibu hamil bisa
memberikan respon yang baik pula bagi pertumbuhan janin. Maka dari itu ibu hamil harus
mempertahankan nutrisi untuk menjaga kesehatan diri sendiri dan janinnya.

DAFTAR PUSTAKA
Nelson.2000. Ilmu Kesehatan Anak Edisi 15 Volume 3. EGC : Jakarta
Wong, Donna L.2003. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik Edisi IV. EGC : Jakarta
Sadler, T.W.1997.Embriologi Kedokteran Langman Edisi VII. EGC : Jakarta
Listiono, L.Djoko.1998.Ilmu Bedah Syaraf Satyanegara Edisi III.Gramedia Pustaka Utama:
Jakarta.

You might also like