You are on page 1of 54

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Gangguan pada sistem pencernaan merupakan masalah kesehatan utama
yang dialami masyarakat pada umumnya. Penyakit gastrointestinal adalah penting
karena mayoritas dari proses pencernaan terjadi pada permukaan usus, dan di
dalam sel pencernaan tempat terjadinya absorpsi. Proses absorpsi sangat penting
dalam kelangsungan proses metabolisme dalam tubuh kita. Sering kita mendengar
kondisi malabsorpsi, konstipasi, dan inkontinensia fekal. Semua itu dapat terjadi
pada setiap orang, tidak mengenal usia maupun waktu. Karena gangguan dalam
proses pencernaan pada umumnya terjadi karena pola hidup dan lingkungan
tempat kita tinggal.
Kira-kira 20 juta dari masyarakat mengalami gangguan kronis dan kirakira 2 juta mengalami kecacatan permanen. Menurut data yang kami peroleh
jumlah yang meninggal akibat penyakit gastrointestinal (GI ) adalah 200.000.
Karena apabila terjadi gangguan dalam proses pencernaan akan berakibat dan
berdampak pada ketidakseimbangan tubuh kita.
Pada semua kelompok umur, gaya hidup yang tidak baik, stress yang
berkepanjangan, kebiasaan makan yang tidak teratur, masukan serat dan air yang
tidak cukup, serta kurangnya latihan/olahraga sangat berperan dalam masalah ini.
Terutama pada kondisi malabsopsi, penyebab utama yang paling sering kita
dengar adalah akibat gangguan dalam proses penyerapan makanan. Sedangkan
penyebab dari gangguan penyerapan makanan sangatlah bervariasi. Sama halnya
dengan konstipasi, yang sangat erat hubungannya dengan proses absorpsi /
penyerapan makanan yang terjadi di usus halus maupun usus besar. Akibat
bakteri/ mikroorganisme, usus besar tidak dapat bekerja secara optimal yang pada
akhirnya mengakibatkan feses lebih padat sehingga menimbulkan konstipasi dan
komplikasi yang lain. Selain itu, faktor individu maupun lingkungan juga ikut
berperan dalam hal ini.

Faktor usia juga ikut menentukan normalnya organ

pencernaan. Semakin bertambah umur maka sel dan jaringan tubuh kita

menagalami

penurunan

fungsi

tidak

sebagaimana

mestinya.

Ini

yang

mengakibatkan para lansia tidak dapat mengontrol pengeluaran feses yang kita
kenal dengan inkontinensia fekal.
Perawat dapat menemukan dampak masalah kronis ini dengan
mengidentifikasi pola perilaku yang menempatkan pasien pada resiko ini. Dengan
memberikan pendidikan kepada masyarakat tentang pencegahan, penatalaksanaan,
membantu

penderita

memperbaiki

kondisi

dan

mencegah

komplikasi.

Diharapakan kondisi ini tidak menimbulkan problem yang lebih serius. Walaupun
sebenarnya setiap penyakit ada obatnya, tapi hal yang paling penting adalah
pencegahan penyakit karena hal itu lebih efektif dan bermanfaat untuk diri kita
sendiri. Asuhan keperawatan yang tepat pada klien lansia dengan diare atau
konstipasi sangat diperlukan untuk tetap mempertahankan kualitas hidup lansia
berdasarkan pertimbangan gerontik.

1.2 Rumusan masalah


Bagaimanakah asuhan keperawatan diare dan konstipasi yang tepat bagi klien
lansia?

1.3 Tujuan
Tujuan Umum :
Memberi pengetahuan tentang asuhan keperawatan yang tepat bagi klien
lansia dengan diare dan konstipasi.
Tujuan Khusus :
1) Mampu menjelaskan definisi diare dan konstipasi.
2) Mampu menjelasakan etiologi diare dan konstipasi.
3) Mampu menjelasakan patofisiologid iare dan konstipasi.

4) Mampu menjelasakan tanda dan gejala (manifestasi klinis) yang muncul


akibat diare dan konstipasi.
5) Mengetahui pemeriksaan diagnostik pada diare dan konstipasi lansia
6) mengetahui penatalaksanaan pada pasien lansia yang mengalami diare dan
konstipasi
7) Mengetahui komplikasi- komplikasi yang mungkin terjadi akibat diare dan
konstipasi pada lansia
8) Mengetahui asuhan keperawatan yang perlu ditegakkan pada klien lansia
dengan masalah diare dan konstipasi

1.4 Manfaat
Memberikan konsep dasar teori tentang gangguan sistem gastrointestinal,
yaitu diare dan konstipasi pada lansia berdasarkan pertimbangan gerontik, beserta
asuhan keperawatannya.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Diare
2.1.1 Definisi
Menurut Haroen N, S. Suraatmaja dan P.O Asdil (1998), diare
adalah defekasi encer lebih dari 3 kali sehari dengan atau tanpa darah
atau lendir dalam tinja. Sedangkan menurut C.L Betz & L.A Sowden
(1996) diare merupakan suatu keadaan terjadinya inflamasi mukosa
lambung atau usus. Menurut Suradi & Rita (2001), diare diartikan
sebagai suatu keadaan dimana terjadinya kehilangan cairan dan
elektrolit secara berlebihan yang terjadi karena frekuensi buang air
besar satu kali atau lebih dengan bentuk encer atau cair.
Jadi diare dapat diartikan suatu kondisi, buang air besar yang
tidak normal yaitu lebih dari 3 kali sehari dengan konsistensi tinja yang
encer dapat disertai atau tanpa disertai darah atau lendir sebagai akibat
dari terjadinya proses inflamasi pada lambung atau usus sehingga
terjadi malabsorbsi pada usus.

2.1.2 Etiologi
Menurut Haroen N.S, Suraatmaja dan P.O Asnil (1998), ditinjau
dari sudut patofisiologi, penyebab diare akut dapat dibagi dalam tiga
golongan yaitu:

Diare sekresi (secretory diarrhoe), disebabkan oleh: Infeksi


virus, kuman-kuman patogen dan apatogen seperti shigella,
salmonela, E. Coli, golongan vibrio, B. Cereus, clostridium
perfarings, stapylococus aureus, comperastaltik usus halus
yang disebabkan bahan-bahan kimia makanan (misalnya
keracunan makanan, makanan yang pedas, terlalau asam),

gangguan psikis (ketakutan, gugup), gangguan saraf, hawa


dingin, alergi dan sebagainya.

Defisiensi imum terutama SIGA (secretory imono globulin


A) yang mengakibatkan terjadinya berlipat gandanya
bakteri/flata usus dan jamur terutama canalida.

Diare

osmotik

(osmotik

diarrhea)

disebabkan

oleh:

malabsorpsi makanan: karbohidrat, lemak (LCT), protein,


vitamin dan mineral, kurang kalori protein
.
2.1.3 Patofisiologi
Mekanisme dasar yang menyebabkan diare ialah yang pertama
gangguan osmotik, akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak
dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus
meninggi, sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit kedalam rongga
usus, isi rongga usus yang berlebihan ini akan merangsang usus untuk
mengeluarkannya sehingga timbul diare.
Kedua akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding
usus akan terjadi peningkatan sekali air dan elektrolit ke dalam rongga
usus dan selanjutnya diare timbul karena terdapat peningkatan isi
rongga usus.
Ketiga gangguan motilitas usus, terjadinya hiperperistaltik akan
mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap
makanan sehingga timbul diare sebaliknya bila peristaltik usus menurun
akan mengakibatkan bakteri timbul berlebihan yang selanjutnya dapat
menimbulkan diare pula.
Selain

itu

diare

juga

dapat

terjadi,

akibat

masuknya

mikroorganisme hidup ke dalam usus setelah berhasil melewati


rintangan asam lambung, mikroorganisme tersebut berkembang biak,

kemudian mengeluarkan toksin dan akibat toksin tersebut terjadi


hipersekresi yang selanjutnya akan menimbulkan diare.
2.1.4 Manifestasi Klinis
Sering buang air besar dengan konsistensi tinja cair atau encer.
Warna tinja berubah menjadi kehijau-hijauan karena bercampur
empedu.
Anus dan sekitarnya lecet karena seringnya difekasi dan tinja
menjadi lebih asam akibat banyaknya asam laktat.
Terdapat tanda dan gejala dehidrasi, turgor kulit jelas (elastitas kulit
menurun), ubun-ubun dan mata cekung membran mukosa kering dan
disertai penurunan berat badan.
Perubahan tanda-tanda vital, nadi dan respirasi cepat, tekan darah
turun, denyut jantung cepat, pasien sangat lemas, kesadaran menurun
(apatis, samnolen, sopora komatus) sebagai akibat hipovolemia.
Diuresis berkurang (oliguria sampai anuria).
Bila terjadi asidosis metabolik klien akan tampak pucat dan
pernafasan cepat dan dalam. (Kusmaul).

Tanda dan gejala yang lain yang sering muncul adalah :Nausea,
muntah, anoreksia, nyeri perut kadang disertai demam, lidah kering,
turgor kulit menurun, suara menjadi serak, frekuensi nafas cepat,
tekanan darah turun, gelisah, pucat, ekstrimitas dingin.

2.1.5 Pemeriksaan Diagnostik


Pemeriksaan gangguan keseimbangan asam basa dalam darah,
dengan menentukan PH dan cadangan alkali dan analisa gas darah.

Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin untuk mengetahui faal


ginjal.
Pemeriksaan elektrolit terutama kadar Na, K, Kalsium dan fosfat.

2.1.6 Penatalaksanaan
Dasar pengobatan diare adalah:
Pemberian cairan, jenis cairan, cara memberikan cairan, jumlah
pemberiannya.
Cairan per oral
Pada klien dengan dehidrasi ringan dan sedang diberikan peroral
berupa cairan yang bersifat NaCl dan NaHCO 3 dan glukosa. Formula
lengkap disebut oralit, sedangkan larutan gula garam dan tajin disebut
formula yang tidak lengkap karena banyak mengandung NaCl dan
sukrosa.
Cairan parentral :diberikan pada klien yang mengalami dehidrasi
berat
Makanan setengah padat (bubur) atau makanan padat (nasi tim)
Susu khusus yang disesuaikan dengan kelainan yang ditemukan
misalnya susu yang tidak mengandung laktosa dan asam lemak yang
berantai sedang atau tak jenuh.
Obat-obatan : prinsip pengobatan menggantikan cairan yang hilang
dengan cairan yang mengandung elektrolit dan glukosa atau
karbohidrat lain.
2.1.7 Komplikasi

Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonik atau hipertonik).


Dehidrasi terjadi karena kehilangan air (output) lebih banyak dari
pemasukan (input), merupakan penyebab terjadinya kematian pada
diare. Gangguan keseimbangan asam basa (metabik asidosis). Hal ini
terjadi karena kehilangan Na-bicarbonat bersama tinja. Metabolisme
lemak tidak sempurna sehingga benda kotor tertimbun dalam tubuh,
terjadinya penimbunan asam laktat karena adanya anorexia jaringan.
Produk metabolisme yang bersifat asam meningkat karena tidak
dapat dikeluarkan oleh ginjal (terjadi oliguria/anuria) dan terjadinya
pemindahan ion Na dari cairan ekstraseluler kedalam cairan
intraseluler.
Renjatan hipovolemik.
Hipokalemia (dengan gejala hipotoni otot, lemah, bradikardi,
perubahan pada elektro kardiogram).
Hipoglikemia.
Hipoglikemia terjadi pada penderita diare. Hal ini terjadi karena
adanya gangguan penyimpanan/ penyediaan glikogen dalam hati dan
adanya gangguan absorbsi glukosa..
Gangguan sirkulasi
Sebagai akibat diare dapat terjadi renjatan (shock) hipovolemik,
akibatnya perfusi jaringan berkurang dan terjadi hipoksia, asidosis
bertambah berat, dapat mengakibatkan perdarahan otak, kesadaran
menurun dan bila tidak segera diatasi klien akan meninggal.
Malnutrisi energi, protein, karena selain diare dan muntah, penderita
juga mengalami kelaparan.
Makanan yang diberikan sering tidak dapat dicerna dan diabsorbsi
dengan baik karena adanya hiperperistaltik.

2.1.8 Asuhan Keperawatan


2.1.8.1 Pengkajian
PengkajianMeliputi:
1.

Biodata : Nama ,umur, sex, alamat, suku, bangsa, pendidikan,


pekerjaan
Umur: seseorang dengan umur di atas 40 tahun (dapat dikategorikan
lansia) mulai mengalami penurunan fungsi organ tubuh (degenerasi),
salah satunya adalah fungsi absorbsi pada usus dan kolon. Sehingga
dapat memicu timbulnya diare. Faktor pencetus yang lain adalah,
seiring dengan terjadinya penuaan tersebut, status imunologi seorang
lansia juga mulai menurun. Akibatnya, pertahanan tubuh menurun
sehingga mudah terjadi infeksi saat terserang mikroorganisme. Jika
hal ini terjadi pada usus, maka akan terjadi infeksi pada usus yang
akan menyebabkan diare.
Sex: pada umumnya, lansia wanita lebih sering mengalami diare
akibat dari penurunan fungsi estrogen yang juga berfungsi sebagai
system pertahanan bagi wanita.
Suku bangsa: kebiasaan di suatu daerah, terutama pada pola makannya
juga

mempengaruhi

terhadap

timbulnya

diare.

Seperti

pada

masyarakat jawa dengan makanan khas pedas manis. Hal ini dapat
memicu seringnya terjadi diare akibat inflamasi.
Pendidikan: tingkat pendidikan juga mempunyai pengaruh pada
kejadian diare. Seseorang yang mempunyai pengetahuan tentang
makanan yang sehat, maka mereka akan berusaha menghindari
makanan- makanan yang dapat menimbulkan diare. Sedangkan pada
seseorang yang deficit pengetahuan, mereka cenderung akan makan
sembarangan tanpa mengetahui efek yang akan diperolehnya.

Pekerjaan: pekerjaan dengan tingkat stress yang tinggi juga dapat


memicu timbulnya diare, karena dapat merangsang aktifitas saraf
simpatis.

2.

Keluhan Utama: lemas akibat banyak cairan yang keluar (diare)

3.

Riwayat Penyakit Sekarang : klien mengkonsumsi makanan yang


memicu timbulnya diare, klien mengalami stress.

4.

Riwayat Penyakit dahulu: Penyakit yang dapat memicu timbulnya


diare seperti HIV/AIDS, dan lain- lain

5.

Riwayat penyakit keluarga : -

6.

Pola Kebiasaan:
1) Pola Nutrisi
Klien tidak nafsu makan akibat mual dan muntah.
2) Pola Tidur/ Istirahat
Klien mengeluh tidak bisa tidur dan sering terjaga di malam hari
karena perasaan tidak nyaman
3) Pola aktivitas
Karena lemah, klien tidak dapat melakukan kegiatan sehari-hari
seperti biasa
4) Pola eliminasi
BAB lebih dari 3 kali sehari dengan konsistensi encer dan pola
BAK tidak ada perubahan
5) Pola koping
Peningkatan frekuensi BAB dipengaruhi oleh faktor- faktor
pencetus antara lain, mikroorganisme, stress, dan lain- lain. Dan

peningkatan frekuensi BAB dapat mempengaruhi aktivitas klien


lansia, dan keseimbangan cairan dan nutrisi dalam tubuh
6) Pola kognitif
Status intelegensia menurun, sehingga terkadang meminta bantuan
keluarga untuk melakukan aktivitas
7) Konsep diri: -

7.

Riwayat Psikososial :
1) Intrapersonal : klien merasa cemas akibat BAB yang berulang kali.

8.

Pemeriksaan Fisik
1) B1 (Breath) : sesak napas, RR meningkat, adanya penggunaan
otot bantu pernafasan inspirasi.
2) B2 (Blood) : takikardia, tekanan darah lemah
3) B3 (Brain) : nyeri akut
4) B4 (Bladder) : dehidrasi
5) B5 (Bowel) : nafsu makan turun, BB turun, pasien lemah
6) B6 (Bone): malaise

2.1.8.2 Analisa Data


Data
Etiologi
Data Subjektif:
Diare terus menerus

Klien
selalu
ketidakseimbangan
merasa haus
antara intake dan out
Data Objektif:
take

Turgor
kulit
menurun

Pengeluaran
urin menurun

Membran
mukosa kering

Kelemahan
Data Subjektif:
Stress yang
meningkat

Masalah
kekurangan
cairan
dan
elektrolit

Nutrisi kurang
dari kebutuhan

Klien

tidak

nafsu makan

Produksi asam
lambung meningkat
Mual muntah

Data Objektif:

Bising

Anoreksia
usus

tidak hiperaktif

Konjungtiva
dan

membran

Intake makanan tidak


adekuat
Nutrisi kurang dari
kebutuhan

mukosa pucat
Tonus
otot
menurun
Data Subjektif

Klien
mengeluh nyeri
Data Objektif:

Suhu
meningkat

Data Subjektif:

Klien
mengeluh
kulit
kering
Data objektif:

Gangguan pada
permukaan kulit

Kerusakan
pada lapisan kulit

Invasi
dari
struktur tubuh
Data Subjektif:

Klien
mengatakan
bahwa dia cemas
akibat diare tidak
berhenti
Data Objektif

Kelemahan

Anoreksia

Gangguan pola
tidur

Frekuensi diare yang resiko infeksi


terus menerus
kontaminasi
usus
dengan
mikroorganisme
Frekuensi BAB
meningkat

Kerusakan
integritas kulit

Iritasi anal
Kerusakan integritas
kulit

Gangguan psikosial
Kurang pengetahuan
Kecemasan

Kecemasan

Data subjektif:

Klien
mengeluh
kelemahan
Data objektif:

Tidak mampu
beraktivitas
Data Subjektif

Intoleransi
aktivitas

Metabolisme
meningkat
Kelemahan
Intoleransi aktivitas
Iritasi usus halus

Nyeri akut

Mediator inflamasi

Klien
mengungkapkan
secara
atau

Frekuensi defekasi
meningkat

nyeri

verbal
dengan

isyarat
Data Objektif

Perubahan
autonomik

dari

tonus otot
Perubahan
nafsu makan dan
perilaku menjaga
dan melindungi
Data Subjektif:

klien mengeluh
tidak nyaman

BAB

Feses lunak sampai


cair
Gangguan rasa
nyaman

Data Objektif:

Frekuensi defekasi
meningkat

terus

menerus

2.1.8.3 Diagnosa Keperawatan

Gangguan
nyaman

rasa

1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan ketidakseimbangan


antara intake dan out put.
2. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual muntah
3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kontaminasi usus dengan
mikroorganisme
4. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan iritasi yang
disebabkan oleh peningkatan frekuensi BAB.
5. Kecemasan keluarga berhubungan dengan krisis situasi atau
kurangnya pengetahuan.
6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
7. Nyeri akut berhubungan dengan iritasi usus halus
8. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan frekuensi defekasi
meningkat
2.1.8.4 Intervensi dan Rasional
1.

Kekurangan

volume

cairan

berhubungan

dengan

ketidakseimbangan antara intake dan out put.


Tujuan:kekurangan volume cairan dapat teratasi; keseimbangan
elektrolit asam-basa dapat tercapai
Kriteria Hasil:
Konsentrasi urin normal
Hemoglobin dan hematokrit dalam batas normal
Asupan dan pengeluaran cairan seimbang
Hidrasi baik
Asupan cairan adekuat

Intervensi

Rasional

Mandiri:

Pertahankan cairan yang

masuk adekuat

Menjaga keseimbangan
cairan dan elektrolit klien

Pastikan hidrasi klien

seimbang

Menjaga keseimbangan
cairan dan elektrolit

Kolaborasi

Laporkan abnormalitas
dari elektrolit

Berikan

memberikan

pengobatan ynag sesuai.

IV

Dapat

jika

Untuk
mempertahankan

diperlukan

masukan cairan

Observasi

Observasi
kehilangan

terhadap
cairan

Kehilangan cairan yang


tinggi

yang

elektrolit

dapat

memperburuk terjadinya

tinggi elektrolit

dehidrasi

Identifikasi faktor-faktor
yang
terhadap

berkontribusi

Dengan

mengetahui

faktor-faktor

ini

dapat

mencegah

bertambah

buruknya dehidrasi

bertambah

buruknya dehidrasi
Healt edukasi

Anjurkan pasien untuk


menginformasikan

bila

Perawat

dapat

memberikan intake cairan


yang dibutuhkan

haus

2. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual muntah


Tujuan: menunjukkan status gizi baik
Kriteria Hasil:
Toleransi terhadap diet yang dibutuhkan
Mempertahankan massa tubuh dan berat badan dalam batas
normal
Nilai laboratorium dalam batas normal
Melaporkan keadekuatan tingkat energi

Intervensi

Rasional

Mandiri
Buat perencanaan

Menjaga pola makan

makan dengan pasien

pasien sehingga pasien

untuk dimasukkan ke

makan secara teratur

dalam jadwal makan.


Dukung anggota

Pasien merasa nyaman

keluarga untuk

dengan makanan yang

membawa makanan

dibawa dari rumah dan

kesukaan pasien dari

dapat meningkatkan nafsu

rumah.

yang besar dapat menjaga

Tawarkan makanan

keadekuatan nutrisi yang

porsi besar disiang hari

masuk.

ketika nafsu makan


tinggi

makan pasien.
Dengan pemberian porsi

Tinggi karbohidrat,

protein, dan kalori


Kolaborasi

diperlukan atau
dibutuhkan selama

Patikan diet memenuhi

perawatan.

kebutuhan pernafasan
sesuai indikasi.

Observasi

Pastikan
biasa

pola

yang

atau

tidak

disukai

pasien
Mengetahui
keseimbangan intake dan

disukai.
Pantau masukan dan
pengeluaran dan berat

mendukung

peningkatan nafsu makan

diet

pasien,

Untuk

pengeluaran

badan secara pariodik.


Kaji turgor kulit pasien

asuapan

makanan
Sebagai data penunjang
adanya perubahan nutrisi
yang

kurang

dari

kebutuhan
Pantau

nilai

laboratorium,
Hb,

tingkat kekurangan

seperti

albumin,

Untuk dapat mengetahui


kandungan Hb, albumin,

dan

dan glukosa dalam darah

kadar glukosa darah


Health Edukasi

Ajarkan metode untuk

dengan terencana dan

perencanaan makan

teratur.

Ajarkan

pasien

keluarga

dan

tentang

makanan yang bergizi


dan tidak mahal

Klien terbiasa makan

Menjaga
asupan

keadekuatan
nutrisi

dibutuhkan.

yang

3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kontaminasi usus


dengan mikroorganisme
Tujuan: infeksi berkurang
Kriteria Hasil:
nyeri berkurang
sudah tidak kemerahan
tidak ada inflamasi

Intervensi

Rasional

Mandiri:

Bantu pasien /keluarga


untuk

mengidentifikasi

Dengan

mengetahui

faktor, klien dan keluarga

faktor di lingkungan

dapat

melakukan

pencegahan

terhadap

terjadinya infeksi.

Lindungi
terhadap

pasien

Untuk

menghindari

infeksi yang lebih lanjut

kontaminasi

silang

Kolaborasi:

Berikan

terapi

Antibiotik

dapat

membantu

klien

mengatasi nyeri

antibiotik

Observasi:

Pantau tanda dan gejala

Dapat

melakukan

pencegahan dini terhadap

infeksi

terjadinya infeksi

Kaji

faktor

meningkatkan

yang

menghindari

faktor-faktor

yang

mungkin

dapat

memperparah infeksi

serangan

infeksi

Dapat

Hasil

laboratorium

dapat menentukan sejauh


mana infeksi yang telah

Pantau

hasil

terjadi

laboratorium

Perlindungan

terhadap

infeksi

Amati

penampilan

praktik higiene

Health edukasi:

Instruksikan

Melindungi

tubuh

terhadap infeksi
untuk

menjaga higine pribadi

4. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan iritasi yang


disebabkan oleh peningkatan frekuensi BAB.
Tujuan:
Kriteria Hasil:

Intervensi

Rasional

Mandiri:

Bandingkan

berat

Berat badan yang kurang

badan saat ini dengan

dari

ideal

berat badan ideal

menyebabkan

dapat
kerusakan

integritas dari kulit


Dapat

Selidiki faktor yang

mempertahankan

nutrisi adekuat

mempengaruhi asupan
nutrisi klien

Pastikan

Nutrisi

keadekuatan nutrisi

yang

adekuat

dibutuhkan

untuk

mempertahankan integritas
kulit
Kolaborasi:

Kolaborasi
makanan

untuk

Makanan yang tingggi gizi

tinggi

sangat diperlukan untuk

protein, mineral dan


vitamin

mempertahankan gizi
Tingkat

Periksa

kadar

albumin serum,volume

dantransferin

albumin
sangat

dibutuhkan tubuh

packed cell, dan kadara


transferin
Observasi:

Pantau

Mempertahankan
status

gizi

nutrisi

adekuat

dan asupan makanan


Health edukasi:

Ajarkan

Agar pasien dan keluarga


anggota

bisa lebih mandiri dalam

keluarga

tentang

melakukan perawatan kulit

perawatan kulit

5. Kecemasan keluarga berhubungan dengan krisis situasi atau


kurangnya pengetahuan.
Tujuan: kecemasan dapat berkurang
Kriteria Hasil:
Mempertahankan penampilan peran
Tidak adanya gangguan persepsi sensori
Tidak adanya manifes kecemasan secara fisik
Manifes perilaku akibat kecemasan tidak ada

Intervensi

Rasional

Mandiri:

Dukung

klien

untuk

Agar

klien

dapat

mengungkapkan

mengekstrenalisasi

perasaan dan pikiran

kecemasan

Sediakan

pengalihan

melalui televisi, radio,


atau medis lain

Berikan
untuk

ansietas

dan memperluas fokus

Kolaborasi

Mengurangi

pengobatan
mengurangi

ansietas jika dibutuhkan

Mengurangi ansietas

Observasi

Kaji

dan

Mengetahui

dokumentasikan tingkat

mana

kecemasan klien

klien

Pahami teknik relaksasi

sejauh

kecemasan

dari

--

Dengan mengetahui hal-

yang telah dimiliki dan


belum dimiliki di masa
lalu
Health edukasi:

Sediakan
faktual

informasi
menyangkut

diagnosis,

perawatan,

dan prognosis

hal

yang

berhubungan

dengan penyakitnya dapat


enurunkan

kecemasan

klien.

6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan


Tujuan: klien dapat melakukan kegiatan sehari-hari
Kriteria hasil:
melaporkan peningkatan tolerasnsi aktivitas
menunjukkan penurunan fisiologi intoleransi

Intervensi

Rasional

Mandiri:
Berikan

lingkungan

tenang.

meningkatkan istirahat
untuk

menurunkan

kebutuhan

kebutuhan

oksigen tubuh
Prioritaskan

jadwal

Mempertahankan
tingkat

energi

dengan

istirahat
asuhan keperawatan
untuk meningkatkan
istirahat
mempengaruhi pilihan

Observasi:

intervensi
kaji

kemampuan

pasien

manifestasi kebutuhan

dalam

O2 dalam aktivitas

melakukan aktivitas
awasi

TD,

pernafasan

nadi,
selama

dan sesudah aktivitas


Health edukasi:
Ajarkan

pasien

menggunakan teknik
penghematan energi

mendorong

pasien

melakukan

banyak

kegiatan

dangan

membatasi
penyimpangan energi dan
kelemahan

7. Nyeri akut b.d iritasi usus halus


Tujuan: menunjukkan nyeri telah berkurang
Kriteria Hasil:
Menunjukkan teknik relaksasi secara individual yang efektif
untuk mencapai kenyamanan
Mempertahankan tingkat nyeri pada skala kevil
Melaporkan kesehatan fisik dan psikologisi
Mengenali faktor penyebab dan menggunakan tindakan
untuk mencegah nyeri
Menggunakan tindakan mengurangi nyeri dengan analgesik
dan non-analgesik secara tepat

Intervensi

Rasional

Mandiri
Bantu
lebih

pasien

untuk

berfokus

pada

aktivitas

dari

dengan

Klien dapat mengalihkan


perhatian dari nyeri

nyeri

melakukan

penggalihan

melalui

televisi atau radio


Perhatikan bahwa lansia

Hati-hati

dalam

pemberian anlgesik opiat

mengalami peningkatan
sensitifitas

terhadap
Hati-hati

efek analgesik opiat

pemberian
Perhatikan

dalam
obat-obatan

pada lansia

kemungkinan interaksi
obat obat dan obat
penyakit pada lansia
Kolaborasi

Analgesik

dapat

digunakan

untuk

mengatasi nyeri
Kolaborasi

pemberian

analgesik
Mengetahui tingkat nyeri
Observasi

yang dirasakan klien

Minta
menilai

pasien
nyeri

untuk
atau

Mengetahui karakteristik
nyeri

ketidak nyaman pada


skala 0 10
Gunakan lembar alur

Agar mengetahui nyeri

nyeri
secara spesifik

Lakukan

pengkajian

nyeri

yang

komperhensif
Perawat

dapat

melakukan
yang
Health education
Instruksikan

tindakan

tepat

dalam

mengatasi nyeri klien


pasien

untuk

Agar pasien tidak merasa


cemas

meminformasikan pada
perawat jika pengurang
nyeri kurang tercapai
Berikan

informasi

tetang nyeri

8. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan frekuensi BAB


meningkat
Tujuan: klien merasa nyaman
Kriteria Hasil:
keluhan akan gangguan rasa tidak nyaman berkurang
Intervensi
berikan posisi istirahat

Rasional
meningkatkan rasa nyaman

yang nyaman pada klien


frekuensi
berikan obat-obatan anti

berkurang

BAB

bisa

diare

2.1

Konstipasi
2.2.1 Definisi
Konstipasi atau sering disebut sembelit adalah kelainan pada
sistem pencernaan di mana seorang manusia (atau mungkin juga pada
hewan) mengalami pengerasan feses atau tinja yang berlebihan
sehingga sulit untuk dibuang atau dikeluarkan dan dapat menyebabkan
kesakitan yang hebat pada penderitanya. Konstipasi yang cukup hebat
disebut juga dengan obstipasi. Dan obstipasi yang cukup parah dapat
menjadi penyebabtimbulnya kanker usus.
Konstipasi pada lansia sangat sering terjadi akibat faktor- faktor
pemicu yang menyertainya. Konstipasi bukan merupakan suatu
penyakit, melainkan suatu keluhan yang muncul akibat kelainan fungsi
dari kolon dan anorektal. Konstipasi atau sembelit adalah terhambatnya
defekasi dari kebiasaan normal. Pengertian ini dapat diartikan sebagai
defekasi yang jarang, jumlah feses yang kurang, konsistensinya keras
dan kering.
Pengobatan konstipasi atau sembelit secara alami dapat dilakukan
dengan pengubahan pola makan menjadi lebih sehat, minum air putih
sebanyaknya, meminum minuman prebiotik, atau membiasakan diri
untuk buang air besar setiap hari dengan membuat jadwal buang air
besar yang disebut bowel training. Sedangkan dengan cara sedikit
dipaksa yang biasanya untuk penderita obstipasi, yaitu dengan
mengkonsumsi obat pencahar (laksatif) (yang terkadang menyebabkan
perut terasa melilit, tinja atau feses berbentuk cair, ketergantungan pada
obat pencahar, bahkan pingsan) secukupnya, penghisapan tinja atau

feses dengan alat khusus, terapi serat, dan pembedahan (walaupun


pilihan ini cukup jarang dilakukan.
Konstipasi atau sembelit adalah keluhan pada sistem pencernaan
yang paling umum dan banyak ditemui di masyarakat luas. Penyebab
umum konstipasi atau sembelit yang berada disekitar kita antara lain
karena sedang menjalankan ibadah puasa, kekurangan cairan tubuh atau
dehidrasi, menderita panas dalam, stres dalam pekerjaan, aktivitas yang
padat, pengaruh hormon dalam tubuh, sedang dalam masa kehamilan,
kelainan anatomis pada sistem pencernaan, gaya hidup yang buruk, efek
samping akibat meminum obat tertentu (misalnya obat antidiare,
analgesik, dan antasida), kekurangan asupan vitamin C, menahan
rangsangan untuk buang air besar dalam jangka waktu yang lama dan
seharusnya segera dikeluarkan dan dibuang, kekurangan makanan
berserat, atau karena usia lanjut.
2.2.2 Etiologi
Penyebab konstipasi biasanya multifaktor, misalnya: Konstipasi
sekunder (diit, kelainan anatomi, kelainan endokrin dan metabolik,
kelainan syaraf, penyakit jaringan ikat, obat, dan gangguan psikologi),
konstipasi fungsional (konstipasi biasa, Irritabel bowel syndrome,
konstipasi dengan dilatasi kolon, konstipasi tanpa dilatasi kolon ,
obstruksi intestinal kronik, rectal outlet obstruction, daerah pelvis
yang lemah, dan ineffective straining), dan lain-lain (diabetes melitus,
hiperparatiroid, hipotiroid, keracunan timah, neuropati, Parkinson, dan
skleroderma).

a. Konstipasi sekunder.
1. Pola hidup :
Diet rendah serat, kurang minum, kebiasaan buang air besar yang
buruk, kurang olah raga.

Pola hidup seperti diet rendah serat, kurang minum dan


olahraga merupakan penyebab tersering dari konstipasi. Penyebab
umum dari konstipasi adalah diit yang rendah serat, seperti terdapat
pada sayuran, buah, dan biji-bijian, dan tinggi lemak seperti dalam
keju, mentega, telur dan daging. Mereka yang makan makanan
yang kaya serat biasanya lebih jarang yang mengalami konstipasi
Diit rendah serat juga memegang peranan penting untuk timbulnya
konstipasi pada usia lanjut. Mereka biasanya kurang berminat
untuk makan, dan lebih senang memilih makanan cepat saji yang
kadar seratnya rendah. Selain itu, berkurangnya jumlah gigi,
memaksa mereka lebih suka makan makanan lunak yang sudah
diproses dengan kadar serat yang rendah.
Dalam keadaan normal cairan akan mengisi sebagian besar usus
dan feces sehingga feces mudah dikeluarkan. Penderita konstipasi
sebaiknya minum air yang cukup, kira-kira 8 liter per hari. Cairan
yang mengandung kafein, seperti kopi dan kola, serta alkohol
memiliki efek dehidrasi, sehingga dapat meyebabkan konstipasi.
urang

olahraga

dapat

menyebabkan

terjadinya

konstipasi,

meskipun belum diketahui dengan pasti patogenesisnya. Sebagai


contoh, konstipasi sering terjadi pada orang sakit yang melakukan
istirahat yang panjang.
2. Kelainan anatomi (struktur) : fissura ani, hemoroid, striktur, dan
tumor, abses perineum, megakolon.
3. Kelainan endokrin dan metaolik : hiperkalsemia, hipokalemia,
hipotiroid, DM, dan kehamilan.
4. Kelainan syaraf : stroke, penyakit Hirschprung, Parkinson,
sclerosis multiple, lesi sumsum tulang belakang, penyakit Chagas,
disotonomia familier.
5. Kelainan jaringan ikat : skleroderma, amiloidosis, mixed
connective-tissue disease.
6. Obat : antidepresan (antidepresan siklik, inhibitor MAO), logam
(besi, bismuth), anti kholinergik, opioid (kodein, morfin), antasida
(aluminium, senyawa kalsium), calcium channel blockers
(verapamil), OAINS (ibuprofen, diclofenac), simpatomimetik

(pseudoephidrine), cholestyramine dan laksan stimulans jangka


panjang.
7. Gangguan psikologi (depresi).
b. Konstipasi fungsional = kontipasi simple atau temporer.
1. Konstipasi biasa : akibat menahan keinginan defekasi
2. Irritabel bowel syndrome.
Beberapa penderita IBS mengalami spasme pada colon yang
akan mempengaruhi peristaltik usus dan proses pengeluaran feces.
Konstipasi dan diare muncul bergantian, kram perut dan kembung
merupakan gejala yang paling sering muncul.
3. Konstipasi dengan dilatasi kolon : idiopathic megacolon or
megarektum
4. Konstipasi tanpa dilatasi kolon : idiopathic slow transit
constipation
5. Obstruksi intestinal kronik.
6. Rectal outlet obstruction : anismus, tukak rectal soliter,
intusesepsi.
7. Daerah pelvis yang lemah : descending perineum, rectocele.
8. Mengejan yang kurang efektif (ineffective straining)

C. Penyebab lain
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Diabetes mellitus
Hiperparatiroid
Hipotiroid
Keracunan timah (lead poisoning)
Neuropati
Penyakit Parkinson
Skleroderma
Idiopatik
Transit kolon yang lambat, pseudo-obstruksi kronik.(ipd)

2.2.3 Patofisiologi
Kolon mempunyai fungsi menerima bahan buangan dari ileum,
kemudian mencampur, melakukan fermentasi, dan memilah karbohidrat
yang tidak diserap, serta memadatkannya menjadi tinja. Fungsi ini
dilaksanakan dengan berbagai mekanisme gerakan yang sangat

kompleks. Pada keadaan normal kolon harus dikosongkan sekali dalam


24 jam secara teratur.). Diduga pergerakan tinja dari bagian proksimal
kolon sampai ke daerah rektosigmoid terjadi beberapa kali sehari, lewat
gelombang khusus yang mempunyai amplitudo tinggi dan tekanan yang
berlangsung lama. Gerakan ini diduga dikontrol oleh pusat yang berada
di batang otak, dan telah dilatih sejak anak-anak.
Proses sekresi di saluran cerna mungkin dapat megalami
gangguan, yaitu kesulitan atau hambatan pasase bolus di kolon atau
rektum, sehingga timbul kesulitan defekasi atau timbul obstipasi.
Gangguan pasase bolus dapat diakibatkan oleh suatu penyakit atau
dapat karena kelainan psikoneuorosis. Yang termasuk gangguan pasase
bolus oleh suatu penyakit yaitu disebabkan oleh mikroorganisme
(parasit, bakteri, virus), kelainan organ, misalnya tumor baik jinak
maupun ganas, pasca bedah di salah satu bagian saluran cerna (pasca
gastrektomi, pasca kolesistektomi).
Untuk mengetahui bagaimana terjadinya konstipasi, perlu diingat
kembali bagaimana mekanisme kerja kolon. Begitu makanan masuk ke
dalam kolon, kolon akan menyerap air dan membentuk bahan buangan
sisa makanan, atau tinja. Kontraksi otot kolon akan mendorong tinja ini
ke arah rektum. Begitu mencapai rektum, tinja akan berbentuk padat
karena sebagian besar airnya telah diserap. Tinja yang keras dan kering
pada konstipasi terjadi akibat kolon menyerap terlalu anyak air. Hal ini
terjadi karena kontraksi otot kolon terlalu perlahan-lahan dan malas,
menyebabkan tinja bergerak ke arah kolon terlalu lama.
Konstipasi umumnya terjadi karena kelainan pada transit dalam
kolon atau pada fungsi anorektal sebagai akibat dari gangguan motilitas
primer, penggunaan obat-obat tertentu atau berkaitan dengan sejumlah
besar penyakit sistemik yang mempengaruhi traktus gastrointestinal.
Konstipasi dapat timbul dari adanya defek pengisian maupun
pengosongan rektum. Pengisian rektum yang tidak sempurna terjadi

bila peristaltik kolon tidak efektif (misalnya, pada kasus hipotiroidisme


atau pemakaian opium, dan bila ada obstruksi usus besar yang
disebabkan oleh kelainan struktur atau karena penyakit hirschprung).
Statis tinja di kolon menyebabkan proses pengeringan tinja yang
berlebihan dan kegagalan untuk memulai reflek dari rektum yang
normalnya akan memicu evakuasi. Pengosongan rektum melalui
evakuasi spontan tergantung pada reflek defekasi yang dicetuskan oleh
reseptor tekanan pada otot-otot rektum, serabut-serabut aferen dan
eferen dari tulang belakang bagian sakrum atau otot-otot perut dan
dasar panggul. Kelainan pada relaksasi sfingter ani juga bisa
menyebabkan retensi tinja.
Konstipasi cenderung menetap dengan sendirinya, apapun
penyebabnya. Tinja yang besar dan keras di dalam rektum menjadi sulit
dan bahkan sakit bila dikeluarkan, jadi lebih sering terjadi retensi dan
terbentuklah suatu lingkaran setan. Distensi rektum dan kolon
mengurangi sensitifitas refleks defekasi dan efektivitas peristaltik.
Akhirnya, cairan dari kolon proksimal dapat menapis disekitar tinja
yang keras dan keluar dari rektum tanpa terasa. Gerakan usus yang
tidak disengaja (encopresis) mungkin keliru dengan diare.
Akibat dari konstipasi, sebagaimana diketahui, fungsi kolon di
antaranya melakukan absorpsi cairan elektrolit, zat-zat organik
misalnya glukose dan air, hal ini berjalan terus sampai di kolon
descendens. Pada seseorang yang mengalami konstipasi, sebagai akibat
dari absorpsi cairan yang terus berlangsung, maka tinja akan menjadi
lebih padat dan mengeras. Tinja yang keras dan padat menyebabkan
makin susahnya defekasi, sehingga akan menimbulkan haemorrhoid.
Sisa-sisa protein di dalam makanan biasanya dipecahkan di dalam
kolon dalam bentuk indol, skatol, fenol, kresol dan hydrogen sulfide.
Sehingga akan memberikan bau yang khas pada tinja. Pada konstipasi
juga akan terjadi absorpsi zat-zat tersebut terutama indol dan skatol,
sehingga akan terjadi intestinal toksemia. Bila terjadi intestinal

toksemia maka pada penderita dengan sirhosis hepatis merupakan


bahaya. Pada kolon stasis dan adanya pemecahan urea oleh bakteri
mungkin akan mempercepat timbulnya hepatik encepalopati pada
penderita sirhosis hepatis.
2.2.4 Manifestasi Klinis
Penderita dapat juga tanpa keluhan sama sekali, atau mempunyai
keluhan lain seperti : perut kembung, nyeri waktu defekasi, rectal
bleeding (perdarahan rektum), diare spurious (sedikit-sedikit), dan
nyeri pinggang bagian bawah (LBP).
Penderita biasanya mengeluh beberapa hari tak dapat defekasi dan
kalau defekasi selalu susah. Tinja yang keluar keras dan kehitamhitaman. Perut selalu dirasa penuh serta dirasa mendesak keatas,
kembung, berbunyi,mual-mual. Rasa mulas di perut kiri pada daerah
sigmoid dan kolon desendens. Keluhan lain yang sering dirasakan ialah
mulut rasa pahit, lidah kering, kepala pusing, nafsu makan menurun.
Bilamana konstipasi berlangsung lama, maka keluhan tersebut diatas
makin bertambah berat, bahkan sampai timbulnya gejala obstruksi
intestinal.
Gejala dan tanda akan berbeda antara seseorang dengan seseorang
yang lain, karena pola makan, hormon,gaya hidup dan bentuk usus
besar setiap orang berbeda-beda, tetapi biasanya gejala dan tanda yang
umum ditemukan pada sebagian besar atau terkadang beberapa
penderitanya adalah sebagai berikut:

Perut terasa begah, penuh dan tidak plong, sedikit lebih panas
daripada biasanya, nyeri dan mulas, membesar dan mengeras
sehingga terkadang harus memakai baju yang ukurannya lebih
besar untuk menutupinya.

Tubuh tidak fit, tidak nyaman, lesu, cepat lelah, dan terasa berat
sehingga malas mengerjakan sesuatu bahkan terkadang sering
mengantuk.

Jantung sering berdebar-debar sehingga cepat emosi yang


mengakibatkan stres sehingga rentan sakit kepala dan bahkan
demam

Aktivitas sehari-hari terganggu karena menjadi kurang percaya diri,


tidak bersemangat, dan tubuh terasa terbebani yang mengakibatkan
kualitas dan produktivitas kerja menurun.

Terkadang pernapasan menjadi sesak karena volume perut untuk


bernapas berkurang.

Tinja atau feses lebih keras daripada biasanya, lebih panas suhunya
daripada biasanya, berwarna lebih gelap daripada biasanya, lebih
kering daripada biasanya, lebih berbau busuk daripada biasanya
dan lebih berbentuk bulat-bulat kecil.

Pada saat buang air besar feses atau tinja sulit dikeluarkan atau
dibuang, tubuh berkeringat dingin, dan terkadang harus mengejan
ataupun menekan-nekan perut terlebih dahulu supaya dapat
mengeluarkan dan membuang tinja (bahkan sampai mengalami
ambeien atau wasir).

Bagian anus atau dubur terasa penuh, tidak plong, dan terganjal
sesuatu disertai sakit akibat bergesekan dengan tinja atau feses
yang kering dan keras atau karena mengalami ambeien atau wasir
sehingga pada saat duduk terasa tidak nyaman.

Lebih sering buang angin atau kentut yang berbau lebih busuk
daripada biasanya.

Usus kurang elastis (biasanya karena mengalami kehamilan atau


usia lanjut), berbunyi saat air diserap usus, terasa seperti ada yang
mengganjal, dan gerakannya lebih lambat daripada biasanya.

Menurunnya frekwensi buang air besar, dan meningkatnya waktu


buang air besar (biasanya buang air besar menjadi 3 hari sekali atau
lebih).
Sedangkan untuk konstipasi yang kronis atau obstipasi, gejala

pada penderitanya tidak terlalu berbeda hanya saja sedikit lebih parah
yaitu:

Perut terlihat seperti sedang hamil dan terasa sangat mulas.

Tinja sangat keras dan berbentuk bulat-bulat kecil.

Rentan terkena ambeien karena sering mengejan.

Sering mengantuk dan terkadang tertidur.

Frekwensi buang air besar dapat mencapai berminggu-minggu.

Tubuh sering terasa panas, lemas dan berat.

Sering kurang percaya diri dan terkadang ingin menyendiri.

Tetap merasa lapar tapi ketika makan akan lebih cepat kenyang
(apalagi ketika hamil perut akan terasa mulas) karena ruang dalam
perut berkurang.

Mengalami sakit kepala yang hebat dan terkadang mual bahkan


muntah.

Setiap saat anus atau dubur terasa penuh, tidak plong, dan terganjal
sesuatu (bahkan setelah buang air besar)

2.2.5 Pemeriksaan Diagnostik


a. Pemeriksaan laboratorium

Perlu diperhatikan warna, bentuk, besarnya dan konsistensi


dari masa fekal. Pemeriksaan kimia darah dapat dipakai untuk
menyingkirkan kelainan metabolik sebagai penyebab konstipasi,
seperti : hipokalemia dan hiperkalsemia. Pemeriksaan darah lengkap
dapat menunjukkan adanya anemia akibat perdarahan per anum
(gross atau occult). Tes fungsi tiroid dapat digunakan untuk
mendiagnosis adanya hipotiroid.
b. Pemeriksaan radiology
Foto polos abdomen (berdiri dan berbaring) : dapat
menunjukkan jumlah tinja dalam kolon penderita. Dengan demikian
diagnosis banding antara : fecal impaction, obstruksi usus, dan
fecalith dapat dibuat. Diagnosis adanya fecalith penting untuk
dipastikan karena kemungkinan terjadinya komplikasi stercoral
ulcers, yang dapat menimbulkan perforasi kolon dapat terjadi setiap
saat. Gastropati diabetik, seperti halnya fecal impaction, dapat
timbul pada penderita neuropati diabetik. Sisa barium (sesudah
pemeriksaan barium enemas) dapat juga tampak pada foto polos
abdomen.
Skleroderma dan penyakit jaringan ikat yang lain, dapat disertai
gangguan motorik yang dapat menutupi gejala-gejala obstruksi kolon
pada pemeriksaan foto polos abdomen Myxedema ileus dapat
terjadi akibat hipotiroid.
c. Rektosigmoidoskopi
Perlu dikerjakan dan diperhatikan membran mukosa, untuk
memperhatikan ada tidaknya tanda-tanda kataral proktosigmoiditis
dan melanosis koli. Pada penderita yang biasa mempergunakan
laksatif atau terlalu sering melakukan lavement, maka terlihat tandatanda inflamasi yang ringan yaitu mukosa membran terlihat kuning
kecoklat-coklatan. Sering terlihat bahwa sigmoid mengalami dilatasi,
sehingga instrument dapat dengan mudah masuk ke sigmoid.
Pemeriksaan ekstensif yang lebih teliti pada penderita
konstipasi dapat dilakukan secara poliklinik, biasanya baru

dikerjakan bila keluhan berlangsung lebih dari 3 6 bulan, dan


pengobatan medik tidak ada hasilnya.4,5,10. Pemeriksaan ini dapat
dilakukan

untuk

melihat

baik

anatomi

(barium

enema,

proktosigmoidoskopi, kolonoskopi) maupun fisiologi (colonic


transit study, defecography, manometry, electromyography)
4,5,6,9,10
Kolonoskopi

atau

sigmoidoskopi

fleksibel

dapat

memeperlihatkan melanosis koli sebagai bercak berwarna hitam


coklat pada mukosa usus yang terjadi akibat penggunaan preparat
laksatif antrakuinon secara kronik.

Tidak adanya haustra pada

endoskopi atau barium enema menunjukkan kolon katartik akibat


penyalahgunaan preparat laksatif. Barium enema juga dapat
memperlihatkan lesi obstruktif kolon, penyakit mega kolon atau
mega rektum, dan pada penyakit hirschsprung akan menunjukkan
segmen usus yang mengalami denervasi serta memperlihatkan
gambaran yang khas dengan dilatasi segmen kolon yang proksimal.
Pada kasus-kasus seperti ini, biopsi rektum dapat dilakukan untuk
menunjukkan tidak adanya neuron.
d. Anoscopy/Proctoscopy
pemeriksaan ini dapat dilakukan secara rutin pada setiap
penderita konstipasi untuk melihat adanya : fisura ani, tukak,
hemoroid, dan keganasan lokal anorektal.
e. Digital disimpaction (disimpaksi dengan jari)
Dengan menggunakan sarung tangan yang telah di
lubrikasi, tinja yang telah menekan daerah anorektal bawah selama
beberapa lama dapat dilepaskan.
2.2.6 Penatalaksanaan
Pada prinsipnya untuk merawat penderita konstipasi ialah :
1. Harus dicari sebab-sebabnya.
2. Memberi pendidikan atau pengertian kepada penderita, agar
dapat melakukan defekasi secara alamiah.

3. Menghentikan kebiasaan pemakaian laksatif dan enema.


4. Mengembalikan dan membiasakan agar dapat defekasi
sendiri tanpa obat-obatan.
Oleh karena itu perawatan konstipasi untuk tiap penderita tidak
selalu sama, dan harus dicari penyebabnya. Memberi penerangan
kepada penderita, agar supaya secara teratur pada waktu-waktu yang
tertentu melakukan defekasi.
Perhatian terhadap pengobatan yang spesifik seyogyanya lebih
ditujukan pada evakuasi dari tinja, dibanding meningkatkan gerakan
usus. Konsultasi dengan ahli bedah sebaiknya segera dikerjakan bila
ada

dugaan

obstruksi

intestinal

atau

volvulus

(Holson

2001).Penanganan konstipasi harus disesuaikan menurut keadaan


masing-masing pasien dengan memperhitungkan lama dan intensitas
konstipasi, faktor-faktor kontribusi yang potensial, usia pasien dan
harapan pasien.
1. PERUBAHAN GAYA HIDUP
a.

Diet
Makanan berserat, baik yang mudah larut maupun yang
sulit larut, merupakan bagian dari buah-buahan, sayuran, dan
biji-bijian, yang tidak dapat dicerna oleh tubuh. Makanan
berserat yang mudah larut akan cepat melarut dalam air dan
membentuk bahan gel dalam usus. Sebaliknya makanan
berserat yang tidak larut, akan melewati usus tanpa mengalami
perubahan Bahan serat yang berbentuk besar (bulk) dan
lunak ini akan mencegah terjadinya tinja yang keras dan kering
yang lebih sulit melewati usus.
Rata-rata orang Amerika makan 5 20 gram makanan
berserat setiap harinya, lebih sedikit dibanding jumlah 20 35
gram

yang

dianjurkan

oleh

the

American

Dietetic

Association. Baik anak-anak maupun orang dewasa makan

terlalu banyak makanan yang sudah dibersihkan dan diproses,


di mana serat alamiahnya sudah dibuang.
Terapi inisial biasanya berupa diet dengan penekanan pada
peningkatan asupan serat makanan. Banyak pasien dengan
konstipasi memperlihatkan responnya terhadap peningkatan
asupan serat makanan hingga mencapaijumlah antara 20-30
gram/hari. Suplementasi serat dapat meningkatkan berat tinja
serta frekuensi defekasi dan menurunkan waktu transit
gastrointestinal.
Efek serat yang menghasilkan massa dalam kotoran dapat
berhubungan dengan peningkatan retensi air maupun dengan
proliferasi bakteri kolon yang memproduksi gas di dalam tinja.
Suplementasi serat bukan terapi yang tepat bagi pasien dengan
lesi obstruktif traktus gastrointestinal atau bagi pasien penyakit
megakolon atau megarektum.
Dianjurkan makanan yang banyak mengandung sayursayuran, buah-buahan, yang banyak mengandung selulosa.
Selulosa yang dimakan susah dicerna, sebab didalam badan
kita tidak mempunyai enzim selulosa. Jadi selulosa berguna
untuk memperlancar defekasi.
b.

Banyak minum dan olah raga


Cairan seperti air dan jus, menambah jumlah air yang
masuk ke dalam kolon dan memperbesar bentuk tinja, dan
membuat gerakan usus menjadi lebih per-lahan-lahan dan lebih
mudah. Penderita yang mengalami masalah konstipasi,
seyogyanya minum cukup air setiap harinya, sekitar 8 gelas
perhari. (suyono)Cairan lain seperti kopi dan soft drinks,
yang mengandung kafein, tampaknya mempunyai efek
dehidrasi.
Kurang olah raga dapat menimbulkan konstipasi, tanpa
diketahui penyebab sebenarnya. Sebagai contoh, konstipasi
sering terjadi pada penderita setelah mengalami kecelakaan

atau pada saat penderita diharuskan tirah baring dalam waktu


yang lama karena penyakitnya.

2. PEMBERIAN OBAT
Pengobatan utama adalah pemberian diit tinggi serat.
Bulking

agents

merupakan

pengobatan

lini

berikutnya.

Pemberian klisma dapat dikerjakan untuk membantu melakukan


evakuasi tinja secara total. Hindari pemakaian iritan atau
perangsang periltatik. Pemakaian obat-obat ini dalam jangka
panjang pernah dilaporkan dapat menimbulkan kerusakan pada
myenteric plexus, yang selanjutnya justru akan mengganggu
gerakan usus.
a. Laksans
Sebagian besar penderita dengan konstipasi ringan
biasanya tidak membutuhkan pemberian laksans. Namun bagi
mereka yang telah melakukan perubahan gaya hidup, tetapi
masih tetap mengalami konstipasi, pemberian laksans dan atau
klisma untuk jangka waktu tertentu dapat dipertimbangkan.
Pengobatan ini dapat menolong sementara untuk mengatasi
konstipasi yang telah berlangsung lama akibat usus yang
malas. Pada anak-anak, pengobatan laksans jangka pendek,
untuk merangsang supaya usus mau bergerak secara teratur,
juga dapat dipakai untuk mencegah konstipasi. Laksans dapat
diberikan per oral, dalam bentuk cairan, tablet, bubuk. Ada
beberapa macam cara kerjanya.
b. Bulk forming agents / hydrophilic
Digunakan untuk meningkatkan masa tinja, hingga akan
merangsang terjadinya perilstatik. Bahan ini biasanya cukup
aman, tetapi dapat mengganggu penyerapan obat lain. Laksans

ini juga dikenal dengan nama fiber supplements, dan harus


diminum dengan air. Dalam usus bahan ini akan menyerap air,
dan membuat tinja menjadi lebih lunak. Beberapa contoh :
Psyllium (Metamucil, Fiberall)
Methylcellulose (Citrucel)
Ispaghula (Mucofalk)
Dietary brand
c. Emollients / softeners / sufactant / wetting agents
Menurunkan

tekanan

permukaan

tinja,

membantu

penyampuran bahan cairan dan lemak, sehingga dapat


melunakkan tinja. Pelunak tinja (stool softeners) dapat
melembabkan tinja, dan menghambat terjadinya dehidrasi.
Laksans ini banyak dianjurkan pada penderita setelah
melahirkan atau pasca bedah Beberapa contoh :
Docusate (Colace, Surfak)
Mineral oil
Polaxalko
d. Emollient stool softeners in combination with stimulants /
irritant
Emollient stool softeners menyebabkan tinja menjadi
lunak. Stimulan meningkatkan aktivitas perilstatik saluran
cerna, menimbulkan kontraksi otot yang teratur (rhythmic).
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa fenolftalen, yang
dikandung dalam beberapa laksans stimulans, ternyata dapat
meningkatkan resiko kanker. FDA telah melakukan pelarangan
penjualan bebas produk yang mengandung bahan fenolftalen

ini. Sebagian besar produsen laksans saat ini telah mulai


mengganti fenolftalen dengan bahan yang lebih aman.
Beberapa contoh :
Docusate sodium and casanthranol combination (PeriColace, Diocto C, Silace-C)
Bisacodyl (Dulcolax)
Brand names include Correctol, Senna, Purge, FeenA-Mint, and Senokot.
e. Osmotic laxatives
Mempunyai efek menahan cairan dalam usus, osmosis,
atau mempengaruhi pola distribusi air dalam tinja. Laksans
jenis ini mempunyai kemampuan seperi spons, menarik air
ke dalam kolon, sehingga tinja mudah melewati usus.
Hyperosmolar laxatives:
Polyethylene glycol solution (Miralax)
Lactulose

(Cephulac,

Cholac,

Constilac,

Duphalac,

Lactulax)
Sorbitol
Glycerine
Saline laxatives :
Magnesium sulfate
Magnesium hydroxide (Phillips' Milk of Magnesia)
Sodium phosphate (Fleet enema)
Magnesium phosphate

Penderita yang sudah tergantung pada pemakaian laksans


ini, sebaiknya dianjurkan untuk menghentikan obat ini secara
perlahan-lahan. Pada sebagian besar penderita, biasanya
kemampuan untuk kontraksi kolon dapat dipulihkan kembali
secara alamiah, dengan memperbaiki penyebab konstipasi
tersebut.

3. PENGOBATAN LAIN
Pengobatan spesifik terhadap terhadap penyebab konstipasi,
juga dapat dikerjakan tergantung apakah penyebabnya dapat
dikoreksi atau tidak. Sebagai contoh, penghentian obat yang
menimbulkan konstipasi, atau tindakan bedah untuk mengoreksi
ada tidaknya kelainan anorektal, seperti prolapsus rekti.
a.

Prokinetik
Obat-obat prokinetik telah dicoba untuk pengobatan
konstipasi, tetapi belum banyak publikasi yang menunjukkan
efektivitasnya. Obat prokinetik (seperti : cisapride dan
metoclopramide) merupakan agonis 5HT4 dan antagonis
5HT3.
Cisapride

telah

dilaporkan

dapat

memperbaiki

keluhan penyakit refluks gastroesofagus, namun pada


konstipasi belum banyak laporan yang ditulis.
Tegaserod, merupakan agonis parsial 5-HT4, dapat
mempercepat

transit

orosekal

(tanpa

mempengaruhi

pengosongan lambung) dan mempunyai tendensi untuk


mempercepat transit kolon. Dalam uji klinik fase III,
tegaserod 12 mg/hari, menghasilkan peningkatan kelompok
Irritabel bowel syndrome tipe konstipasi yang mencapai
tujuan utama hilangnya keluhan penderita. Efek sekunder
yang ditemukan termasuk antara lain perbaikan dalam
konstipasi, nyeri sepanjang hari, dan rasa kembung.

b.

Analog prostaglandin
Analog

prostaglandin

(misoprostil)

dapat

meningkatkan produksi PGE2 dan merangsang motilitas


saluran cerna bagian bawah.
c.

Klisma dan supositoria


Bahan tertentu dapat dimasukkan ke dalam anus
untuk merangsang kontraksi dengan cara menimbulkan
distensi atau lewat pengaruh efek kimia, untuk melunakkan
tinja. Kerusakan mukosa rektum yang berat dapat terjadi
akibat ekstravasasi larutan klisma ke dalam lapisan
submukosa.
Beberapa cara yang dapat dipakai :

Klisma dengan PZ atau air biasa

Na-fosfat hipertonik
Gliserin supositori
Bisacodyl supositori

d.

Biofeedback
Penderita dengan konstipasi kronik akibat disfungsi
anorektal dapat dicoba dengan pengobatan biofeedback
untuk mengembalikan otot yang mengendalikan gerakan
usus. Biofeedback menggunakan sensor untuk memonitor
aktivitas otot yang pada saat yang sama dapat dilihat di layar
komputer sehingga fungsi tubuh dapat diikuti dengan lebih
akurat. Seorang ahli kesehatan yang professional, dapat

menggunakan alat ini untuk menolong penderita mempelajari


bagaimana cara menggunakan otot tersebut.
Dalam penelitian Houghton dan kawan-kawan (2002)
ditemukan bahwa emosi dapat mempengaruhi persepsi dan
distensi rektal pada penderita IBS. Juga dapat ditunjukkan
bahwa pikiran mempunyai peranan yang sangat penting
dalam modulasi faal saluran cerna.
e.

Operasi
Tindakan bedah (subtotal colectomy dengan ileoractal anastomosis) hanya dicadangkan pada penderita
dengan keluhan yang berat akibat kolon yang tidak berfungsi
sama sekali (colonic inertia). Namun tindakan ini harus
dipertimbangkan sungguh-sungguh, karena komplikasinya

cukup banyak seperti : nyeri perut dan diare.


2.2.7 Komplikasi
Komplikasi yang terjadi:
Fisura ani
Fecal impaction
Obstruksi usus
Fecal incontinence
Ulserasi stercoral
Megakolon
Volvulus
Prolaps rectum
Retensi urin

Syncope

2.2.8 Asuhan Keperawatan


2.2.8.1 Pengkajian
PengkajianMeliputi:
1.

Biodata : Nama ,umur, sex, alamat, suku, bangsa, pendidikan, pekerjaan


Umur: seseorang dengan umur di atas 40 tahun (dapat dikategorikan
lansia) mulai mengalami penurunan fungsi organ tubuh (degenerasi), salah
satunya adalah penurunan fungsi saraf yang mengatur motilitas usus.
Fungsi motilitas usus dan kolon mulai berkurang pada lansia sehingga
lansia sering kali mengalami konstipasi.
Sex: pada umumnya, lansia wanita lebih sering mengalami konstipasi
akibat dari kandungan lemak yang lebih banyak pada wanita.
Suku bangsa: kebiasaan di suatu daerah, terutama pada pola makannya
juga mempengaruhi terhadap timbulnya konstipasi. Seperti pada
masyarakat padang yang makanan khasnya daging dan santan dengan
kandungan serat rendah, mereka lebih berpotensi mengalami konstipasi.
Pendidikan: tingkat pendidikan juga mempunyai pengaruh pada kejadian
konstipasi. Seseorang yang mempunyai pengetahuan tentang makanan
yang sehat, maka mereka akan berusaha mengkonsumsi makanan yang
tinggi serat untuk mencegah terjadinya konstipasi.
Pekerjaan: pekerjaan dengan tingkat stress yang tinggi juga dapat memicu
timbulnya konstipasi, karena seseorang dengan tingkat stress yang tinggi
cenderung melampiaskan dengan makan makanan yang memicu
timbulnya kostipasi.

2.

Riwayat Penyakit Sekarang : sulit BAB, perut terasa begah

3.

Keluhan utama : kesulitan BAB

4.

Riwayat Penyakit dahulu: CA kolon, IBS, jantung

5.

Riwayat penyakit keluarga : pada umumnya, konstipasi bukan penyakit


herediter

6.

Pola Kebiasaan:
a. Pola Nutrisi
Klien makan makanan kurang serat.
b. Pola Tidur/ Istirahat
Klien mengeluh tidak bisa tidur dan sering terjaga di malam hari karena
perasaan tidak nyaman.
c. Pola aktivitas
Klien merasa aktivitasnya terbatas akibat dari ketidak nyamanan pada
area abdomen yang penuh dengan kotoran yang sulit dikeluarkan.
d. Pola eliminasi
Sulit BAB dan keras. Perut terasa begah
e. Pola koping
Pola koping klien kurang adekuat
f. Konsep diri : -

7.

Pemeriksaan Fisik
a. B1 (Breath) : sesak napas, RR meningkat, adanya penggunaan otot
bantu pernafasan inspirasi.
b. B2 (Blood) : denyut jantung meningkat, TD meningkat, tachycardi,
hipoksia (dapat terjadi pada klien dengan riwayat jantung)
c. B3 (Brain) : nyeri pada area rektal
d. B4 (Bladder) : e. B5 (Bowel) : nafsu makan turun, BB turun, pasien lemah

f. B6 (Bone): malaise
2.2.8.2 Analisa Data

Data
Data Subjektif:

Etiologi
Sulit BAB
Perut terasa begah/

Klien tidak nafsu


makan

Nutrisi

penuh
Nafsu makan menurun

makanan

Bising usus tidak


terdengar

Konjungtiva
membran

dan

mukosa

pucat

Tonus

otot

menurun
Data Subjektif

konsistensi tinja yang


keras
dipaksa keluar

Klien

anus

mengungkapkan
secara verbal atau
dengan isyarat
Data Objektif

Perubahan
autonomik

dari

tonus otot

Perubahan

Nyeri
dari

nafsu

makan dan perilaku

Perlukaan pada anal

kurang
kebutuhan

Menurunnya intake

Data Objektif:

Masalah
dari

menjaga

dan

melindungi
Data Subjektif

Konsistensi BAB yang


keras

Klien

mengeluh

keluar

dengan

nyeri pada bagian-

pengejanan

bagian

yang kuat

tubuh

Resiko infeksi

tertentu
Perlukaan pada anal
Data objektif

Data

Suhu meningkat
Subjektif: klien
mengeluh sesak

Pengejanan

yang Ketidakefektifan

berlebihan
Data

obyektif:

RR

meningkat,
adanya

nafas

sehingga
meningkatkan

otot

tekanan

area

bantu napas saat

torak

inspirasi

menekan paru-

paru

2.2.8.3 Diagnosa Keperawatan


1. Nutrisi kurang dari kebutuhan b.d menurunnya intake makanan
2. Resiko infeksi b.d perlukaan pada anal
3. Nyeri b.d perlukaan pada anal
4. Ketidakefektifan pola napas b.d peningkatan tekanan area torak
2.2.8.4 Intervensi dan Rasional
1. Nutrisi kurang dari kebutuhan b.d menurunnya intake makanan
Tujuan: menunjukkan status gizi baik
Kriteria Hasil:
Toleransi terhadap diet yang dibutuhkan
Mempertahankan massa tubuh dan berat badan dalam batas normal

pola

Nilai laboratorium dalam batas normal


Melaporkan keadekuatan tingkat energi

Intervensi

Rasional

Mandiri
Buat perencanaan makan

Menjaga pola makan pasien

dengan pasien untuk

sehingga pasien makan

dimasukkan ke dalam

secara teratur

jadwal makan.
Dukung anggota keluarga

Pasien merasa nyaman

untuk membawa makanan

dengan makanan yang

kesukaan pasien dari

dibawa dari rumah dan

rumah.

dapat meningkatkan nafsu

Tawarkan makanan porsi


besar disiang hari ketika

makan pasien.
Dengan pemberian porsi
yang besar dapat menjaga
keadekuatan nutrisi yang

nafsu makan tinggi

masuk.
Kolaborasi

Tinggi karbohidrat, protein,


dan kalori diperlukan atau

Patikan diet memenuhi

dibutuhkan selama

kebutuhan pernafasan

perawatan.

sesuai indikasi.

Observasi
Pastikan pola diet biasa
pasien, yang disukai atau
tidak disukai.
Pantau
masukan
pengeluaran

dan

dan
berat

Untuk

mendukung

peningkatan nafsu makan


pasien
Mengetahui keseimbangan
intake

dan

pengeluaran

badan secara pariodik.


Kaji turgor kulit pasien

asuapan makanan
Sebagai data penunjang
adanya perubahan nutrisi
yang kurang dari kebutuhan

Pantau nilai laboratorium,

Untuk dapat mengetahui

seperti Hb, albumin, dan

tingkat kekurangan

kadar glukosa darah

kandungan Hb, albumin,


dan glukosa dalam darah

Health Edukasi
Ajarkan metode untuk

Klien terbiasa makan

perencanaan makan

dengan terencana dan


teratur.
Ajarkan

pasien

dan

keluarga tentang makanan

Menjaga

yang bergizi dan tidak

asupan

mahal

dibutuhkan.

keadekuatan
nutrisi

yang

2.Resiko infeksi b.d perlukaan pada anal


Tujuan: Faktor resiko infeksi akan hilang
Kriteria Hasil:
Terbebas dari tanda atau gejala infeksi
Menunjukkan hygiene pribadi yang adekuat
Mengindikasikan status gastrointestinal pernapasan genitorinaria dan
imun dalam batas normal

Intervensi

Rasional

Mandiri
Bantu pasien atau keluarga
untuk

mengidentifikasi

faktor di lingkungan

Dapat

melakukan

pencegahan sebelum terjadi


infeksi lebih lanjut

Lindungi pasien terhadap


kontaminasi silang

Agar

tidak

memperparah

terjadinya infeksi

Kolaborasi
Berikan terapi antibiotik

Pemberian antibiotik dapat


mengurangi infeksi

Observasi
Pantau tanda atau gejala
Dapat

infeksi

melakukan

pencegahan dini terhadap


terjadinya infeksi
Kaji

faktor

meningkatkan

yang
serangan

infeksi
Pantau hasil laboratorium

Dapat menghindari faktorfaktor yang mungkin dapat


memperparah infeksi
Hasil laboratorium dapat
menentukan sejauh mana
infeksi yang telah terjadi

Health edukasi

Instruksikan untuk menjaga


higine pribadi

Perlindungan
infeksi

3. Nyeri b.d perlukaan pada anal

terhadap

Tujuan: menunjukkan nyeri telah berkurang


Kriteria Hasil:
Menunjukkan teknik relaksasi secara individual yang efektif untuk
mencapai kenyamanan
Mempertahankan tingkat nyeri pada skala kevil
Melaporkan kesehatan fisik dan psikologisi
Mengenali faktor penyebab dan menggunakan tindakan untuk
mencegah nyeri
Menggunakan tindakan mengurangi nyeri dengan analgesik dan nonanalgesik secara tepat

Intervensi

Rasional

Mandiri
Bantu pasien untuk lebih
berfokus
dari

pada

aktivitas

nyeri

melakukan

Klien dapat mengalihkan


perhatian dari nyeri

dengan
penggalihan

melalui televisi atau radio


Perhatikan bahwa lansia
mengalami

peningkatan

sensitifitas terhadap efek

Hati-hati dalam pemberian


anlgesik opiat

analgesik opiat
Perhatikan

kemungkinan

interaksi obat obat dan


obat penyakit pada lansia

Hati-hati dalam pemberian


obat-obatan pada lansia

Kolaborasi
Kolaborasi

pemberian

analgesik

Analgesik

dapat

digunakan

untuk

mengatasi nyeri
Mengetahui tingkat nyeri

Observasi

yang dirasakan klien


Minta

pasien

untuk

menilai nyeri atau ketidak


nyaman pada skala 0 10
Gunakan lembar alur nyeri

Mengetahui karakteristik
nyeri
Agar

mngetahui

nyeri

secara spesifik
Lakukan pengkajian nyeri
yang komperhensif
Perawat dapat melakukan

Health education

tindakan yang tepat dalam


mengatasi nyeri klien

Instruksikan pasien untuk


meminformasikan

pada

perawat jika pengurang


nyeri kurang tercapai
Berikan informasi tetang
nyeri

BAB IV
PENUTUPAN
4.1 Kesimpulan
4.2 Saran

Agar pasien tidak merasa


cemas

You might also like