Professional Documents
Culture Documents
Disusun oleh
Kelompok 5 :
Noviani Nastiti S
Achmad Luky A. F
Agida De Argarinta
Siti Hidayati Al Indasah
Yeny Rachmawati
Thurfah Kustiati Azmi
A. Latar Belakang
Dwarfisme merupakan gangguan pertumbuhan somatic akibat insufesiensi
pelepasan
Growth
Hormone
yang
terjadi
pada
masa
anak-anak
Dwarfisme
dapat
mengakibatkan
beberapa
gangguan
2) Mengetahui
diagnosis
keperawatan
pada
pasien
dengan
Dwarfisme.
3) Mengetahui
intervensi
keperawatan
pada
pasien
dengan
Dwarfisme.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. KONSEP DASAR
1. Pengertian
Dwarfisme merupakan konsekuensi dari defisiensi Hormon Pertumbuhan
(Growth Hormon). Ketika anak-anak tersebut mencapai pubertas, maka tandatanda seksual sekunder dan genetalia eksterna gagal berkembang (Price,2006).
Dwarfisme adalah gangguan pertumbuhan akibat gangguan pada fungsi
hormon. Gejalanya berupa badan pendek, terdapat penipisan tulang, muka dan
suara imatur (tampak seperti anak kecil), pematangan tulang yang terlambat,
lipolisis (proses pemecahan lemak tubuh) yang berkurang, peningkatan kolesterol
total / LDL, dan hipoglikemia. Biasanya intelengensia / IQ tetap normal kecuali
sering terkena serangan hipoglikemia berat yang berulang (Corwin,2009)
2. Etiologi
Dwarfisme disebabkan defisiensi Hormon Pertumbuhan. Kekurangan
hormon pertumbuhan ini akan mempengaruhi pertumbuhan tulang dan otot serta
mengganggu metabolisme karbohidrat, lemak dan mineral yang bermanifestasi
menjadi cebol. Ada dua sebab kekurangan hormon pertumbuhan yaitu:
3. Manifestasi Klinis
Gambaran klinis defisiensi hormon pertumbuhan berupa perawakan
pendek berat (cebol), agak gemuk, lemak subkutan di abdomen bertambah, bisa
terdapat keluhan dan gejala hipoglikemia, proporsi tulang normal. Bisa terdapat
gejala-gejala yang berkaitan dengan etiologi seperti kraniofaringioma yang
menyebabkan visus mata menurun. Ketika anak-anak mencapai pubertas, maka
tanda-tanda seksual sekunder dari genetalia eksterna gagal berkembang
(Price,2006).
Dwarfisme adalah gangguan pertumbuhan dengan gejalanya berupa badan
pendek, terdapat penipisan tulang, muka dan suara imatur (tampak seperti anak
kraniofaringioma
Hambat sekresi GH
Defisiensi GH
Menurunkan sel tulang, jaringan
ikat, kartilago
dan jar.
lunak
Meningkatkan
penggunaan
glukosa
tubuh alat genetalia eksterna
Gangguan
pertumbuhan
MK: Resiko cidera
5. Pemeriksaan penunjang
Menurut Syahbuddin,2002:
a. Pemeriksaan
hormon
pertumbuhan
dan
somatomedin
secara
RIA
B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Riwayat Keperawatan
1) Keluhan Utama:
Keluhan utama pasien adalah adanya kelelahan dan kelemahan,
kebutuhan tidur atau istirahat meningkat, ketidak mampuan tubuh
untuk tumbuh.
2) Riwayat Penyakit Sekarang:
Adanya keluhan tubuh yang tidak mengalami pertumbuhan sesuai
umurnya, sehingga memeriksakan diri ke pelayanan kesehatan.
3) Riwayat Penyakit Dahulu:
Adanya riwayat tumor hipofisis atau penyakit lain yang berkaitan
dengan dwarfisme.
5) Riwayat Kesehatan Keluarga:
Adanya anggota keluarga yang mengalami dwarfisme..
6) Riwayat psikososial
Adanya rasa cemas, gelisah, dan gangguan citra diri.
b. Pemeriksaan Fisik
1) B1 (Breathing)
Pola napas normal, tidak terjadi gangguan pola napas.
2) B2 (Blood)
Tidak terjadi gangguan jantung.
3) B3 (Brain)
Adanya pusing, gangguan penglihatan/ visus menurun akibat
adanya adenoma.
4) B4 (Bladder)
Glomerulosklerosis.
5) B5 (Bowel)
Penururnan laju metabolisme. BAB dalam batas normal.
6) B6 (Bone and Integumen)
Tubuh terasa lemas dan lelah.
7) Endokrin dan Metabolik
Sensitivitas dengan insulin meningkat, hipoglikemi.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan citra diri berhubungan dengan perubahan struktur tubuh.
b. Nyeri berhubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial.
c. Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakit.
d. Resiko cidera berhubungan dengan gangguan sensori persepsi dan
kondisi fisik.
e. Resiko ketidakstabilan kadar gula darah berhubungan dengan resistensi
insulin.
3. Intervensi
a. Gangguan citra diri berhubungan dengan perubahan struktur tubuh.
Tujuan: Pasien mampu menerima dan beradaptasi dengan perubahan
struktur tubuh setelah dilakukan tindakan keperawatan.
Kriteria hasil:
1) Pasien mengungkapkan hal positif tentang dirinya.
2) Pasien mau bersosialisasi dengan lingkungan sekitar tanpa adnya
gangguan citra diri.
Intervensi:
1) Gunakan alat seperti Body Image Instrumen (BII) untuk
mengidentifikasi klien yang memiliki keprihatinan tentang
perubahan citra tubuh.
Rasionalisasi: 5 skala BII (penampilan umum , kompetensi tubuh ,
reaksi lainnya untuk penampilan, nilai penampilan
dan bagian
pertahanan
normal,
kecuali
mereka
digunakan
10
bila dibutuhkan.
Bantu ambulasi pasien bila perlu.
Sediakan alat bantu berjalan (seperti tongkat atau walker).
Jauhi bahaya lingkungan (misalnya beri pencahayaan yang adekuat).
Berikan materi edukasi yang berhubungan dengan strategi dan
tindakan untuk mencegah cidera.
adekuat.
7) Instruksikan kepada pasien dan keluarga tindakan untuk menghemat
energi, misalnya menyimpan alat/benda yang sering digunakan di
tempat yang mudah dijangkau.
8) Hindari menjadwalkan pelaksanaan aktivitas perawatan selama
periode istirahat.
9) Rencanakan aktivitas bersama pasien dan keluarga yang dapat
meningkatkan kemandirian dan ketahanan.
10) Kolaborasikan dengan ahli terapi okupasi, fisisk atau rekreasi untuk
merencanakan dan memantau program aktivitas, jika perlu.
11
BAB III
PENUTUP
A. SIMPULAN
Dwarfisme terjadi akibat hiposekresi persisten dari GH
yang
adanya
adenoma hipofise.
Pilihan utama pengobatan adala pengobatan medis/farmakologis
mengalami perkembangan yang pesat. Pengobatan radiasi mempunyai banyak
12
nyeri,
cemas,
resiko
cidera,
gangguan
citra
tubuh,
resiko
13