Professional Documents
Culture Documents
A. PENGERTIAN
Bronkiolitis adalah suatu sindrom obstruksi bronkiolitis yang sering diderita bayi atau anak
berumur kurang dari 2 tahun, paling sering pada usia 6 bulan.
B. ETIOLOGI
Sebagian besar disebabkan oleh respiratori syncytial virus (50%). Penyebab lain. Penyebab
lainnya adalah influenza virus, eaton agent (mycoplasma pneumonia), adeno virus dan beberapa
virus lain.
C. PATOLOGI
Pada bronkiolus ditemukan obstruksi parsial atau total karena edema dan akumulasi mucus
serta eksudat yang liat. Didinding bronkus dan bronkiolus terdapat infiltrate sel radang. Radang
juga dijumpai pada peribronkial dan jaringan interstitial. Obstruksi bronkiolus menimbulkan
empisema dan obstruksi total menimbulkan atelektasis.
D. PROGNOSIS
Anak biasanya dapat mengatasi serangan tersebut dalam waktu sesudah 48-72 jam.
Mortalitas kurang dari 1%. Anak dapat meninggal karena apnea yang lama, asidosis respiratorik
yang tidak terkoreksi atau karena dehidrasi.
E. GAMBARAN KLINIK
Bronkiolitis biasanya didahului oleh :
1. Infeksi saluran nafas bagian atas, disertai dengan batuk pilek beberapa hari, biasanya tanpa
disertai kenaikan suhu atau hanya subfebril.
2. Anak sesak nafas makin lama makin hebat, pernafasan dangkal dan cepat, disertai serangan
batuk.
3. Terlihat juga pernafasan cuping hidung disertai retraksi intercostals dan suprasternal, anak
menjadi gelisah dan sianotik.
4. Pada pemeriksaan ada suara perkusi hipersonor, eksperium memanjang disertai dengan
wheezing.
5. Ronki nyaring halus kadang-kadang terdengar pada akir atau permulaan eksperium.
6. Pada keadaan yang berat sekali , suara pernafasan hamper tidak terdengar karena
kemungkinan obstruksi hamper total.
7. Foto thorak menunjukkan paru-paru dalam keadaan hipererasi dan diameter anteroposterior
membesar pada foto lateral.
8. Pada 1/3 pasien ditemukan bercak-bercak konsolidasi tersebar disebabkan atelektasis atau
radang.
9. Pemeriksaan laboratorium: gambaran darah tepi normal, kimia darah menunjukkan asidosis
respiratorik / metabolic, usapan nasofaring menunjukkan flora bakteri normal.
F. DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gambaran klinis yang khas seperti diatas. Bronkiolitis
harus dibedakan dengan bronkopneumonia yang disertai pemfisema obstruksi dan gagal jantung.
G. PENATALAKSANAAN MEDIK
1. Anak ditempatkan pada ruangan dengan kelembaban yang tinggi, sebaiknya dengan uap
dingin, untuk mencairkan skret bronkus yang liat, atau pengobatan inhalasi.
2. Oksigen.
3. Ciran elektrolit secara intravena u/ mengoreksi asidosis dan dehidrasi.
4. Antibiotik dengan spectrum luas, bila ada infeksi bacterial.
5. Pemberian sedative tidak diperkenankan karena menimbulkan depresi pernafasan.
6. Bronkodilator tidak dianjurkan karena merupakan kontraindikasi dan dapat memperberat
keadaan anak.
H. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL :
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d banyaknya scret mucus
2. Risiko aspirasi b/d tidak efektifnya refllek menelan.
3. Perfusi jaringan tidak efektif b/d kerusakan transport oksigen melalui alveolar dan atau
membran kapiler
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d ketidak mampuan pemasukan
b.d faktor biologis.
5. Risiko infeksi b/d penurunan imunitas tubuh, prosedur invasive.
6. Kurang pengetahuan keluarga berhubungan dengan kurang paparan dan keterbatasan kognitif
keluarga.
7. Cemas anak / keluarga b / d krisis situasional, hospitalisasi RS
PERENCANAAN BRONKHIOLITIS
N
o
1
Diagnosa
Tujuan
Intervensi
Bersihan
jalan nafas
tidak efektif
b/d
banyaknya
scret mucus
Setelah dilakukan
askep jam Status
respirasi:
terjadi
kepatenan jalan nafas
dg KH:Pasien tidak
sesak nafas, auskultasi
suara paru bersih,
tanda
vital
dbn.
Risiko
aspirasi b/d
tidak
efektifnya
refllek
menelan.
Setelah dilakukan
askep
jam
tidak
terjadi
aspirasi dg KH;
Terjadi
peningkatan
reflek menelan
Bertoleransi thdp
intake
oral
&
sekresi
tanpa
aspirasi
Airway manajemenn
Jalan
nafas
bersih.
Setelah dilakukan
Perfusi
jaringan
askep
jam
tidak efektif terjadi
peningkatan Status
sirkulasi
Dg KH:
Perfusi
jaringan adekuat, tidak
ada edem palpebra,
akral hangat, kulit tdk
pucat, urin output
adekuat
respirasi
normal.
Ketidak
seimbangan
nutrisi
kurang dari
kebutuhan
tubuh b/d
ketidak
mampua
n
pemasukan
b.d faktor
biologis
Setelah dilakukan
askep
..
jam
terjadi
peningkatan
status nutrisi dg
KH:
Mengkonsumsi
nutrisi
yang
adekuat.
Identifikasi
kebutuhan nutrisi.
Bebas dari tanda
malnutrisi.
Risiko
infeksi b/d
penurunan
imunitas
tubuh,
prosedur
invasive
Setelah dilakukan
askep
jam
infeksi terkontrol,
status
imun
adekuat dg KH:
Bebas dari tanda
dangejala infeksi.
Keluarga
tahu
tanda-tanda infeksi.
Angka
leukosit
normal.
Setelah dilakukan
askep
jam
pengetahuan keluarga
klien meningkat dg
KH:
Keluarga
menjelaskan
tentang penyakit,
perlunya
pengobatan
dan
memahami
perawatan
Keluarga
kooperativedan
mau kerjasama saat
dilakukan tindakan
Setelah dilakukan
Cemas
berhubunga askep
jam
n
dengan kecemasan terkontrol
krisis
dg KH: ekspresi wajah
situasional, tenang , anak /
hospitalisasi keluarga
mau
bekerjasama
dalam
tindakan askep.
Kurang
pengetahua
n keluarga
berhubunga
n
dengan
kurang
paparan dan
keterbatasan
kognitif
keluarga
PK:Anemia
Setelah dilakukan
askep ..... jam perawat
akan dapat
meminimalkan
terjadinya komplikasi
anemia :
- Hb >/= 10 gr/dl.
- Konjungtiva tdk
anemis
- Kulit tidak pucat
- Akral hangat
tranfusi darah
- Kolaborasi kontrol Hb, HMT, Retic, status Fe
- Observasi keadaan umum klien
KEJANG DEMAM
Definisi
Kejang yg berkaitan dg demam, yg terjadi pada anak usia 6 bln 5 thn, tanpa ada infeksi
intrakranial (IK)atau penyakit tertentu yg mendasari.
Kejang umum, sangat singkat, kurang dari 15 mnt, hanya terjadi I kali periode 24 jam pd anak
demam tanpa infeksi IK,defisit neurologis, kelainan mental.
Kejang demam adalah bangkitan kjejang yan terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal
diatas 38 0 C) yang disebabkan oleh proses ekstra kranium. Kejang demam merupakan
kelainan neurologis yang paling sering dijumpai pada anak, terutama pada umur 6 bulan 4
tahun.
Manifestasi klinik :
1. Bangkitan kejang dpt terjadi bersamaan dgn kanaikan suhu tubuh yg tinggi dan cepat karena
infeksi di luar SSP, spt ; Tonsilitis, OMA,bronkhitis dll.
2. Serangan berlangsung singkat, tonik klonik, tonik, klonik, fokal atau kinetik.
3. Dpt berlangsung lama dan atau parsial.
4. Pada kejang unilateral kadang diikuti hemiplegi sementara(Todds hemiplegi), beberapa
jam/hari.
5. Kejang unilateral yg lama dpt diikuti oleh hemiplegi yg menetap.
Patofisiologi
Sumber energi otak adalah glukosa yang melaluui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan
air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan dalam yaitu lipoid dan permukaan
luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal, membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion
kalium (K+) da sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na++) dan elektrolit lainnya kecuali ion
klorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na++ rendah,
sedang dluar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion
didalam dan diluar sel, maka terdapat perbedaan potensial membran yang disebut potensial
membran dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi dan
bantuan enzim Na-K-ATPase yang terdapat pada permukaan sel.
Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh :
1. Perubahan konsentrasi ion diruang ekstraseluler
2. Rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi atau aliran listrik dari
sekitarnya
3. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan
Pada keadaan demam kenaikan suhu 1 0 C akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal
10-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada seorang anak berumur 3 tahun
sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh dibandingkan orang dewasa yang hanya 15%.
Oleh karena itu, kenaikan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron
dan dalam waktu yang singlkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium melalui
membran tersebut dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian
besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel sekitarnya dengan bantua
bahan yang disebut neurotransmitter dan terjadi kejang. Tiap anak mempunyai ambang kejang
yang berbeda dan tergantung tinggi rendahnya ambang kejang seseorang anak akan menderita
kejang pada kenaikan suhu tertentu.
Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang telah terjadi pada suhu 38 C sedang
anak dengan ambang kejang yang tinggi, kejang baru terjadi bila suhu mencapai 40 C atau lebih.
Dari kenyataan ini dapat disimpulkan bahwa berulangnya kejang demam lebih sering terjadi pada
anak dengan ambang kejang yang rendah sehingga dalam penanggulangannya perlu
memperhatikan pada tingkat suhu berapa pasien m,enderita kejang. Kejang demam yang
berlangsung singkat pada ukumnya tidak berbahaya dan ridak meninggalkan gejala sisa. Tetapi
kejang yang ber;langsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai apnea, meningkatnya
kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia,
hiperkapnea, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme an aerobik, hipotensi arterial disertai
denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh makin meningkat yang disebabkan makin
meningkatnya aktivitas otot, dan selanjutnya menyebabkan metabolisme otot meningkat.
Rangkaian kejadian diatas adalah faktor penyebab hingga terjadinya neuron otak selama
berlangsungnya kejang lama. Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah yang
mengakibatkan hipoksia sehingga meninggikan permeabilitas kapiler dan timbuledema otak yang
menyebabkan kerusakan sel neuron otak. Kerusakan pada daerah medial lobus temporalis setelah
mendapat serangan kejang yang berlangsung lama dapat menjadi matang dikemudian hari
sehingga terjadi serangan epilepsi yang spontan. Karena itu kejang demam yang berlangsung lama
daat menyebabkan kelainan anatomis di otak hingga terjadi epilepsi.
Gambaran Klinik
Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan dengan kenaikan
suhu badan yang tinggi dan cepat, yang disebabkan oleh infeksi diluar susunan saraf pusat ;
misalnya tonsilitis, otitis media akut, bronkitis, furunkulosis dan lain-lain.serangan kejang
biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam, berlangsung singkat dengan sifat
bangkitan dapat berbentuk tonik-klonik , tonik, klonik, fokal atau akinetik. Umumnya kejang
berhenti sendiri. Begitu kejang berhenti anak akan bangun dan tersadar kembali tanpa ada
kelainan saraf.
Klasifikasi kejang demam
Livingston :
1. Kejang demam sederhana.
2.epilepsi yg diprofokasi oleh demam.
Prichard & Mc Greal :
1.Kejang demam sederhana.
2.Kejang demam atipikal.
Manifestasi kejang demam :
Saat kejang : Demam, kejang tonik klonik atau grand mal, pingsan 30 det 5 mnt,postor
tonik,gerakan klonik,lidah/pipi terjepit,gigi & rahang terkatup rapat,inkontinensia,gangg.
Pernapasan,apneu,sianosis.
Setelah
kejang
:Sadar
kembali
dalm
waktu
beberapa
menit
atau
tidur
Pengobatan penunjang
Diagnosis
EEG
CT Scan
Pungsi Lumbal
Pemeriksaan Neurologis
Pengobatan
Prinsip : Tenang, awasi kondisi anak, posisi miring/telungkup, jangan memasukan apapun ke
mulut anak, jika kejang > 10 mnt bawa ke RS segera !,berikan obat simtomatik untuk demam,
obati penyebab demam.
Mengatasi kejang secepatnya,mencegah kejang lama
Kejang tanpa demam : bebaskan jalan nafas,turunkan demam,atasi kejang secepatnya,nilai
kesadaran,periksa kadar gula darah dan elektrolit,cari etiologi kejang demam.
Kejang tanpa demam : bebaskan jalan nafas,periksa gula darah,pastikan apakah epilepsi atau
bukan,atasi kejang secepatnya,nilai tingkat kesadaran.
FEBRIS
A. PENGERTIAN
Menurut Suriadi (2001), demam adalah meningkatnya temperatur suhu tubuh secara abnormal.
Tipe demam yang mungkin kita jumpai antara lain :
1. Demam septik
Suhu badan berangsur naik ketingkat yang tinggi sekali pada malam hari dan turun kembali
ketingkat diatas normal pada pagi hari. Sering disertai keluhan menggigil dan berkeringat.
Bila demam yang tinggi tersebut turun ketingkat yang normal dinamakan juga demam hektik.
2. Demam remiten
Suhu badan dapat turun setiap hari tetapi tidak pernah mencapai suhu badan normal. Penyebab
suhu yang mungkin tercatat dapat mencapai dua derajat dan tidak sebesar perbedaan suhu
yang dicatat demam septik.
3. Demam intermiten
Suhu badan turun ketingkat yang normal selama beberapa jam dalam satu hari. Bila demam
seperti ini terjadi dalam dua hari sekali disebut tersiana dan bila terjadi dua hari terbebas
demam diantara dua serangan demam disebut kuartana.
4. Demam kontinyu
Variasi suhu sepanjang hari tidak berbeda lebih dari satu derajat. Pada tingkat demam yang
terus menerus tinggi sekali disebut hiperpireksia.
5. Demam siklik
Terjadi kenaikan suhu badan selama beberapa hari yang diikuti oleh beberapa periode bebas
demam untuk beberapa hari yang kemudian diikuti oleh kenaikan suhu seperti semula.
Suatu tipe demam kadang-kadang dikaitkan dengan suatu penyakit tertentu misalnya tipe
demam intermiten untuk malaria. Seorang pasien dengan keluhan demam mungkin dapat
dihubungkan segera dengan suatu sebab yang jela seperti : abses, pneumonia, infeksi saluran
kencing, malaria, tetapi kadang sama sekali tidak dapat dihubungkan segera dengan suatu
sebab yang jelas. Dalam praktek 90% dari para pasien dengan demam yang baru saja dialami,
pada dasarnya merupakan suatu penyakit yang self-limiting seperti influensa atau penyakit
virus sejenis lainnya. Namun hal ini tidak berarti kita tidak harus tetap waspada terhadap
inveksi bakterial.
B. ETIOLOGI
Penyebab demam selain infeksi juga dapat disebabkan oleh keadaan toksemia, keganasan atau
reaksi terhadap pemakaian obat, juga pada gangguan pusat regulasi suhu sentral (misalnya:
perdarahan otak, koma). Pada dasarnya untuk mencapai ketepatan diagnosis penyebab demam
diperlukan antara lain: ketelitian penggambilan riwayat penyakit pasien, pelaksanaan pemeriksaan
fisik, observasi perjalanan penyakit dan evaluasi pemeriksaan laboratorium.serta penunjang lain
secara tepat dan holistik.
Beberapa hal khusus perlu diperhatikan pada demam adala cara timbul demam, lama demam,
tinggi demam serta keluhan dan gejala lian yang menyertai demam.
Demam belum terdiagnosa adalah suatu keadaan dimana seorang pasien mengalami demam terus
menerus selama 3 minggu dan suhu badan diatas 38,3 derajat celcius dan tetap belum didapat
penyebabnya walaupun telah diteliti selama satu minggu secara intensif dengan menggunakan
sarana laboratorium dan penunjang medis lainnya.
C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Sebelum meningkat ke pemeriksaan yang lebih mutakhir yang siap untuk digunakan seperti
ultrasonografi, endoskopi atau scanning, masih dapat diperiksa uji coba darah, pembiakan kuman
dari cairan tubuh/lesi permukaan atau sinar tembus rutin. Dalam tahap melalui biopsi pada tempattempat yang dicurigai. Juga dapat dilakukan pemeriksaan seperti anginografi, aortografi atau
limfangiografi.
D. PENATALAKSANAAN THERAPEUTIK
1. Antipiretik
2. Anti biotik sesuai program
3. Hindari kompres alkohol atau es
E. PENGKAJIAN
1. Melakukan anamnese riwayat penyakit meliputi: sejak kapan timbul demam, gejala lain yang
menyertai demam (miasalnya: mual muntah, nafsu makan, diaforesis, eliminasi, nyeri otot dan
sendi dll), apakah anak menggigil, gelisah atau lhetargi, upaya yang harus dilakukan.
2. Melakukan pemeriksaan fisik.
3. Melakukan pemeriksaan ensepalokaudal: keadaan umum, vital sign.
4. Melakukan pemeriksaan penunjang lain seperti: pemeriksaan laboratotium, foto rontgent
ataupun USG.
F. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Hyperthermia berhubungan dengan proses infeksi.
2. Perfusi jaringan perifer tidak efektif b/d kejang.
3. Risiko infeksi b/d proses penyakit, imunitas menurun, prosedur invasive
4. Risiko kurang cairan berhubungan dengan intake cairan inadekuat.
5. kurang pengetahuan keluarga tentang penyakit perawatan dan penyakitnya b/d terbatasnya
kognitif, kurang paparan terhadap informasi
6.
Diagnosa
Tujuan
Intervensi
Hypertermi
b/d proses
infeksi
Setelah
dilakukan
tindakan keperawatan
selama.x 24 jam
menujukan temperatur
dalan batas normal
dengan kriteria:
- Bebas
dari
kedinginan
- Suhu tubuh stabil
36-37 C
Perfusi
jaringan tdk
efektive b.d
kejang
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
selama jam
perfusi jaringan klien
adekuat dengan
criteria :
- Membran mukosa
merah muda
- Conjunctiva tidak
anemis
- Akral hangat
- TTV dalam batas
normal
Risiko
Deficit
volume
cairan b/d
intake
cairan
inadekuat
Setelah dilakukan
askep
..
jam
terjadi
peningkatan
keseimbangan
cairan dg KH:
Urine
30
ml/jam
V/S dbn
Kulit
lembab
dan tidak ada
tanda-tanda
Termoregulasi
Pantau suhu klien (derajat dan pola) perhatikan
menggigil/diaforsis
Pantau suhu lingkungan, batasi/tambahkan linen
tempat tidur sesuai indikasi
Berikan kompres hangat hindari penggunaan akohol
Berikan minum sesuai kebutuhan
Kolaborasi untuk pemberian antipiretik
Anjurkan menggunakan pakaian tipis menyerap
keringat.
Hindari selimut tebal
perawatan sirkulasi : arterial insuficiency
Lakukan penilaian secara komprehensif fungsi
sirkulasi periper. (cek nadi priper,oedema, kapiler
refil, temperatur ekstremitas).
Evaluasi nadi, oedema
Inspeksi kulit dan Palpasi anggota badan
Kaji nyeri
Atur posisi pasien, ekstremitas bawah lebih rendah
untuk memperbaiki sirkulasi.
Berikan therapi antikoagulan.
Rubah posisi pasien jika memungkinkan
Monitor status cairan intake dan output
Berikan makanan yang adekuat untuk menjaga
viskositas darah
Manajemen cairan
Monotor diare, muntah
Awasi tanda-tanda hipovolemik (oliguri, abd. Pain,
bingung)
Monitor balance cairan
Monitor pemberian cairan parenteral
Monitor BB jika terjadi penurunan BB drastis
Monitor td dehidrasi
Monitor v/s
Berikan cairan peroral sesuai kebutuhan
Anjurkan pada keluarga agar tetap memberikan ASI
dehidrasi
Risiko
infeksi b/d
penurunan
imunitas
tubuh,
prosedur
invasive,
penyakitnya
Kurang
pengetahua
n keluarga
berhubunga
n
dengan
kurang
paparan dan
keterbatasan
kognitif
keluarga
Cemas
berhubunga
n dengan
hipertermi,
efek proses
penyakit
APENDICITIS
A. Pengertian
Appendiks adalah ujung seperti jari yang kecil panjangnya kira-kira 10 cm 94 inci),
melekat pada sekum tepat di
mengosongkan diri secara teratur ke dalam sekum. Karena pengosongannya tidak efektif dan
lumennya kecil, appendiks cenderung menjadi tersumbat dan rentan terhadap infeksi.
Appendikitis merupakan peradangan pada appendiks (umbai cacing).
Kira-kira 7%
populasi akan mengalami appendikitis pada waktu yang bersamaan dalam hidup mereka. Pria
lebih cenderung terkena appendiksitis dibanding wanita. Appendiksitis lebih sering menyerang
pada usia 10 sampai 30 tahun.
Appendiksitis perforasi adalah merupakan komplikasi utama dari appendiks, dimana
appendiks telah pecah sehingga isis appendiks keluar menuju rongga peinium yang dapat
menyebabkan peritonitis atau abses.
Appendiktomi adalah pengangkatan terhadap appendiks terimplamasi dengan prosedur
atau pendekatan endoskopi.
B. Etiologi
-
Obstruksi: hiperplasi kelenjar getah bening (60%), fecalit (massa keras dari
feses) 35%, corpus alienum (4%), striktur lumen (1%).
Tumor
C. Patognesis
2.
3.
4.
Produksi mucin 1-2 ml/hari. Kapasitas appendiks 3-5 cc/hari. Jadi nyeri McBurney akan muncul
setelah terjadi sumbatan 2 hari.
D. Patofisiologi
Sumbatan:
Sekresi mucus
Gangguan drainase
limphe
Oedema + kuman
Tekanan intra lumen :
Gangguan vena
Thrombus
Iskemia + kuman
Pus
Gangguan arteri
Nekrosis + kuman
gangren
Appendiks gangrenosa
Peritonitis
Peritonitis umum
Apendiks terimplamasi dan mengalami edema sebagai akibat atau tersumbat, kemungkinan oleh
fekalit (massa keras dari feses), tumor, atau benda asing. Proses implamasi meningkatkan tekanan
intraluminal menimbulkan nyeri abdomen atas atau menyebar hebat secara progesif dalam
beberapa jam, terlokalisasi di kuadran kanan bawah dari abdomen. Akhirnya appendiks yang
terimplamasi berisi pus.
Appendiksitis akut setelah 24 jam dapat menjadi:
1.
Sembuh
2.
Kronik
3.
Perforasi
4.
Infiltrat abses
E. Manifestasi Klinik
1.
Nyeri kuadran bawah terasa dan biasanya disrtai dengan demam ringan, mual,
muntah dan hilangnya nafsu makan.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Nyeri kemih, jika ujung appendiks berada di dekat kandung kemih atau ureter.
8.
9.
Tanda Rovsing dengan melakukan palpasi kuadran kiri bawah yang secara
paradoksial menyebabkan nyeri kuadran kanan.
10.
11.
Pada pasien lansia tanda dan gejala appendiks sangat bervariasi. Pasien mungkin
tidak mengalami gejala sampai terjadi ruptur appendiks.
F. Pemeriksaan Diagnosis
1.
Anamnesa
a.
b.
c.
2.
Pemeriksaan fisik
a.
Status generalis
-
Tampak kesakitan
b.
Status lokalis
c.
d.
e.
Psoas sign (+) m. Psoas ditekan maka akan terasa sakit di titik
McBurney (pada appendiks retrocaecal) karena merangsang peritonium sekitar app yang
juga meradang.
f.
g.
h.
Alvarado score:
Digunakan untuk menegakkan diagnosis sebagai appendiksitis akut atau bukan, meliputi 3
simtom, 3 sign dan 2 laboratorium:
a.
Appendiksitis pain
2 point
b.
2 point
c.
Vomitus
1 point
d.
Anoreksia
1 point
e.
f.
g.
1 point
h.
1 point
Total point
3.
1 point
1 point
10
pemeriksaan penunjang
a.
laboratorium
o
Hb normal
o
b.
Rongent: appendicogram
Hasil positif berupa:
o
Non-filling
Partial filling
Mouse tail
Cut off
5. Pankreatitis
2. Batu ureter
6. Cystitis
7. infeksi panggul
4. Batu empedu
H. Penatalaksanaan
1.
2.
3.
Pembedahan diindikasikan bila diagnosa appendiksitis telah ditegagkan. Antibiotik dan cairan IV
diberikan sampai pembedahan dilakukan. Analgetik dapat diberikan setelah diagnosa ditegagkan.
Appendiktomi dilakukan segera mungkin untuk menurunkan risiko perforasi. Appendiktomi dapat
dilakukan dengan spinal anastesi atau anestesi umum dengan insisi abdomen bawah atau dengan
laparoskopi.
I.
Kompilkasi
Komplikasi utama appendiksitis adalah perforasi appendiks yang dapat berkembang menjadi
peritonitis atau abses. Insidensi perforasi 10-32%. Perforasi terjadi 24 jam setelah awitan nyeri.
Gejala mencakup demam dengan suhu 37,7OC atau lebih tinggi, penampilan toksik dan nyeri
abdomen atau nyeri tekan abdomen yang kontinyu.
J.
Persiapan preoperative
Infuse intravena digunakan untuk meningkatkan fungsi ginjal adekuat dan menggantikan cairan
yang hilang. Aspirin diberikan untuk mengurangi peningkatan suhu. Terapi antibiotik dapat
diberikan untuk mencegah infeksi. Bila ada kemungkinan atau terbukti ileus paralitik, selang
nasogastrik dapat dipasang. Enema tidak diberikan karena dapat menimbulkan perforasi.
K. Penanganan posoperatif
Tempatkan pasien pada posisi semifouler karena dapat mengurangi tegangan pada insisi dan organ
abdomen yang membantu mengurangi nyeri.
sebelum pembedahan diberikan cairan secara intravena. Instruksi untuk menemui ahli bedah
untuk mengangkat jahitan pada hari ke 5-7. aktifitas normal dapat dilakukan dalam 2-4 minggu.
L. Diagnosa keperawatan yang kemungkinan muncul:
Preoperatif:
Pasca operatif:
apendiktomi)
Pk: perdarahan
PERENCANAAN APP
N
o
1
Diagnosa
Tujuan
Intervensi
Kurang
pengetahuan
tentang
penyakit,
perawatan dan
pengobatanny
a
Ketidakseimb
angan nutrisi
kurang
dari
kebutuhan
tubuh
Keluarga
menjelaskan tentang
penyakit,
perlunya
pengobatan
dan
memahami perawatan
Keluarga
kooperativedan mau
kerjasama
saat
dilakukan tindakan
Administrasi analgetik :.
Cek program pemberian analogetik;
jenis, dosis, dan frekuensi.
Cek riwayat alergi..
Tentukan analgetik pilihan, rute
pemberian dan dosis optimal.
Monitor TTV sebelum dan sesudah
pemberian analgetik.
Berikan
analgetik
tepat
waktu
terutama saat nyeri muncul.
Evaluasi efektifitas analgetik, tanda
dan gejala efek samping.
Teaching : Dissease Process
Kaji tingkat pengetahuan klien dan keluarga
tentang proses penyakit
Jelaskan tentang patofisiologi penyakit, tanda dan
gejala serta penyebab yang mungkin
Sediakan informasi tentang kondisi klien
Siapkan keluarga atau orang-orang yang berarti
dengan informasi tentang perkembangan klien
Sediakan informasi tentang diagnosa klien
Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin
diperlukan untuk mencegah komplikasi di masa
yang akan datang dan atau kontrol proses
penyakit
Diskusikan tentang pilihan tentang terapi atau
pengobatan
Jelaskan alasan dilaksanakannya tindakan atau
terapi
Dorong klien untuk menggali pilihan-pilihan atau
memperoleh alternatif pilihan
Gambarkan komplikasi yang mungkin terjadi
Anjurkan klien untuk mencegah efek samping
dari penyakit
Gali sumber-sumber atau dukungan yang ada
Anjurkan klien untuk melaporkan tanda dan
gejala yang muncul pada petugas kesehatan
Manajemen Nutrisi
1.
kaji pola makan klien
2.
Kaji adanya alergi makanan.
3.
Kaji makanan yang disukai oleh klien.
4.
Kolaborasi dg ahli gizi untuk penyediaan
nutrisi terpilih sesuai dengan kebutuhan klien.
5.
Anjurkan klien untuk meningkatkan asupan
nutrisinya.
6.
Yakinkan
diet
yang
dikonsumsi
mengandung cukup serat untuk mencegah
konstipasi.
7.
Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
dan pentingnya bagi tubuh klien.
Monitor Nutrisi
1.
Monitor BB setiap hari jika memungkinkan.
2.
Risiko infeksi
PK:
Perdarahan
CEDERA KEPALA
A. PENGERTIAN
Cedera kepala adalah serangkainan kejadian patofisiologik yang terjadi setelah trauma
kepala ,yang dapat melibatkan kulit kepala ,tulang dan jaringan otak atau kombinasinya (Standar
Pelayanan Mendis ,RS DR Sardjito)
Cendera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama pada
kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas .(Mansjoer
Arif ,dkk ,2000)
B. ETIOLOGI
1. Kecelakaan lalu lintas
2
Kecelakaan kerja
Kejatuhan benda
5.
Luka tembak
C. KLASIFIKASI
Berat ringannya cedera kepala bukan didasarkan berat ringannya gejala yang muncul setelah
cedera kepala. Ada beberapa klasifikasi yang dipakai dalam menentukan derajat cedera kepaka.
Cedera kepala diklasifikasikan dalam berbagi aspek ,secara praktis dikenal 3 deskripsi klasifikasi
yaitu berdasarkan
1. Mekanisme Cedera kepala
Berdasarkan mekanisme, cedera kepala dibagi atas cedera kepala tumpul dan cedera kepala
tembus. Cedera kepala tumpul biasanya berkaitan dengan kecelakaan mobil-motor, jatuh atau
pukulan benda tumpul. Cedera kepala tembus disebabkan oleh peluru atau tusukan. Adanya
penetrasi selaput durameter menentukan apakah suatu cedera termasuk cedera tembus atau
cedera tumpul.
2. Beratnya Cedera
Glascow coma scale ( GCS) digunakan untuk menilai secara kuantitatif kelainan neurologis
dan dipakai secara umum dalam deskripsi beratnya penderita cedera kepala :
a.
Spontan
Terhadap rangsangan suara
Terhadap nyeri
Tidak ada
Orientasi baik
Orientasi terganggu
Kata-kata tidak jelas
Suara tidak jelas
Tidak ada respon
NILAI
4
3
2
1
5
4
3
2
1
Total
Mampu bergerak
Melokalisasi nyeri
Fleksi menarik
Fleksi abnormal
Ekstensi
Tidak ada respon
6
5
4
3
2
1
3-15
3. Morfologi Cedera
Secara Morfologi cedera kepala dibagi atas :
a.
Fraktur kranium
Fraktur kranium dapat terjadi pada atap atau dasar tengkorak, dan dapat terbentuk garis
atau bintang dan dapat pula terbuka atau tertutup. Fraktur dasar tengkorak biasanya
merupakan pemeriksaan CT Scan untuk memperjelas garis frakturnya. Adanya tandatanda klinis fraktur dasar tengkorak menjadikan petunjuk kecurigaan untuk melakukan
pemeriksaan lebih rinci.
Tanda-tanda tersebut antara lain :
* Ekimosis periorbital ( Raccoon eye sign)
* Ekimosis retro aurikuler (Battle`sign )
* Kebocoran CSS ( rhonorrea, ottorhea) dan
* Parese nervus facialis ( N VII )
Sebagai patokan umum bila terdapat fraktur tulang yang menekan ke dalam, lebih tebal
dari tulang kalvaria, biasanya memeerlukan tindakan pembedahan.
b. Lesi Intrakranial
Lesi ini diklasifikasikan dalam lesi local dan lesi difus, walaupun kedua jenis lesi sering
terjadi bersamaan.
Termasuk lesi lesi local ;
Perdarahan Epidural
Perdarahan Subdural
Cedera otak difus umumnya menunjukkan gambaran CT Scan yang normal, namun
keadaan klinis neurologis penderita sangat buruk bahkan dapat dalam keadaan koma.
Berdasarkan pada dalamnya koma dan lamanya koma, maka cedera otak difus
dikelompokkan menurut kontusio ringan, kontusio klasik, dan Cedera Aksona Difus
( CAD).
1)
Perdarahan Epidural
Hematoma epidural terletak diantara dura dan calvaria. Umumnya terjadi
pada regon temporal atau temporopariental akibat pecahnya arteri meningea media
( Sudiharto 1998). Manifestasi klinik berupa gangguan kesadaran sebentar dan
dengan bekas gejala (interval lucid) beberapa jam. Keadaan ini disusul oleh
gangguan kesadaran progresif disertai kelainan neurologist unilateral. Kemudian
gejala neurology timbul secara progresif berupa pupil anisokor, hemiparese, papil
edema dan gejala herniasi transcentorial.
Perdarahan epidural difossa posterior dengan perdarahan berasal dari sinus
lateral, jika terjadi dioksiput akan menimbulkan gangguan kesadaran, nyeri kepala,
muntah ataksia serebral dan paresis nervi kranialis. Cirri perdarahan epidural
berbentuk bikonveks atau menyerupai lensa cembung.
Patofisiologis Epidural Hematoma :
CEDERA KEPALA
Epidural
(ruang antara tulang tengkorak bagian dalam dan lapisan meningen paling luar (dura)
Robekan cabang kecil dalam meningen tengah/arteri meningeal fortal
85 % berhubungan dengan fraktur linear tulang tengkorak
Hematoma pada daerah temporal
Proses desak ruang lobus temporalis ke bawah dan dalam
Media lobus ( unkus dan sebagian dari gins hi[pokampus) terjadi penonjolan
(herniasi) di bawah tentorium
Hipertermia pada area
Dan terjadi peningkatan
Peningkatan Volume darah
Penurunan Kesadaran
Vasodilatasi arterial
Hipotensi
Hipoksia
Dekortikasi - deserabrasi
Isokor-anisokor
Hiperkapnea
2) Perdarahan subdural
Perdarahan subdural lebih sering terjadi daripada perdarahan epidural( kira-kira 30
% dari cedera kepala berat). Perdarahan ini sering terjadi akibat robeknya vena-
vena jembatan yang terletak antara kortek cerebri dan sinus venous tempat vena
tadi bermuara, namun dapat terjadi juga akibat laserasi pembuluh arteri pada
permukaan otak. Perdarahan subdural biasanya menutupi seluruh permukaan
hemisfer otak dan kerusakan otak dibawahnya lebih berat dan prognosisnya jauh
lebih buruk daripada perdarahan epidural.
3)
CRANIOSTOMI
Kontusio dan perdarahan intracerebral
Kontusio cerebral sangat sering terjadi di frontal dan lobus temporal, walau terjadi
juga pada setiap bagian otak, termasuk batang otak dan cerebellum. Kontusio
cerebri dapat saja terjadi dalam waktu beberapa hari atau jam mengalami evolusi
membentuk perdarahan intracerebral.
Patofisiologis Intrakranial Hematom :
Cedera kepala
Fraktur depresi tulang tengkorak
Cedera penestrasi peluru
Gerakan akselerasi dan deselerasi tiba-tiba
Pengumpulan darah 25 cc/lebih dalam parenkim otak
Penangan masih controversial
( medis/pembedahan )
Apabila lesi meluas dan terjadi penyimpangan neurologist lebih lanjut
Umumnya intervensi bedah
4)Cedera Difus
Cedera otak difus merupakan kelanjutan kerusakan otak akibat akselerasi dan
deselerasi, dan ini merupakan bentuk yang lebih sering terjadi pada cedera kepala.
Komosio Cerebro ringan akibat cedera dimana kesadaran tetap tidak terganggu,
namun terjadi disfungsi neurologist yang bersifat sementara dalam berbagai derajat.
Cedera ini sering terjadi, namun karena ringan sering kali tidak diperhatikan, bentuk
yang paling ringan dari kontusio ini adalah keadaan bingung dan disorientasi tanpa
amnesia retrograd, amnesia integrad ( keadaan amnesia pada peristiwa sebelum dan
sesudah cedera)
Komusio cedera klasik adalah cedera yang mengakibatkan menurunya atau hilangnya
kesadaran. Keadaan ini selalu disertai dengan amnesia pasca trauma dan lamanya
amnesia ini merupakan ukuran beratnya cedera. Hilangnya kesadaran biasanya
berlangsung beberapa waktu lamanya dan reversible. Dalam definisi klasik penderita
ini akan sadar kembali dalam waktu kurang dari 6 jam. Banyak penderita dengan
komosio cerebri klasik pulih kembali tanpa cacat neurologist, namun pada beberapa
penderita dapat timbul deficit neurogis untuk beberapa waktu. Defisit neurologist itu
misalnya : kesulitan mengingat, pusing ,mual, amnesia dan depresi serta gejala
lainnya. Gejala-gejala ini dikenal sebagai sindroma pasca komosio yang dapat cukup
berat.
Cedera Aksonal difus ( Diffuse Axonal Injuri,DAI) adalah dimana penderita
mengalami coma pasca cedera yang berlangsung lama dan tidak diakibatkan oleh
suatu lesi masa atau serangan iskemi. Biasanya penderita dalam keadaan koma yang
dalam dan tetap koma selama beberapa waktu, penderita sering menunjukkan gejala
dekortikasi atau deserebasi dan bila pulih sering tetap dalam keadaan cacat berat,
itupun bila bertahan hidup. Penderita sering menunjukkan gejala disfungsi otonom
seperti hipotensi, hiperhidrosis dan hiperpireksia dan dulu diduga akibat cedera
batang otak primer.
D. PATOFISIOLOGI
Akibat dari trauma/ cedera kepala akan mengakibatkan fragmentasi jaringan dan kontusio atau
akan mengakibatkan cedera jaringan otak sehingga menyebabkan sawar darah otak (SDO) rusak
yang dapat menyebabkan vasodilatasi dan eksudasi cairan sehingga timbul edema. Edema
menyebabkan peningkatan TIK ( Tekanan Intra Kranial ), yang pada gilirannya akan menurunkan
aliran darah otak (ADO), iskemia, hipoksia, asidosis ( penurunan PH dan peningkatan PCO2) dan
kerusakan sawar darah otak lebih lanjut. Siklus ini akan berlanjut hingga terjadi kematian sel dan
edema.
Vasodilatasi dan
edema otak
Rusaknya SDO
Peningkatan TIK
Penurunan ADO
Iskemia jaringan otak
hipoksia
Sel mati
E. MANIFESTASI KLINIK
Manifestasi klinik dari cedera kepala tergantung dari berat ringannya cedera kepala. Perubahan
kesadaran adalah merupakan indicator yang paling sensitive yang dapat dilihat dengan
penggunaan GCS ( Glascow Coma Scale) dan adanya peningkatan tekanan TIK yang mempunyai
trias Klasik seperti : nyeri kepala karena regangan dura dan pembuluh darah; papil edema yang
disebabkan oleh tekanan dan pembengkakan diskus optikus; muntah seringkali proyektil.
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan laboratorium
2. X-Ray, foto tengkorak 3 posisi
3. CT scan
4. Foto cervical bila ada tanda-tanda fraktur cervical
5. Aeteriografi
G. KOMPLIKASI
a. Perdarahan intra cranial
- Epidural
- Subdural
- Sub arachnoid
- Intraventrikuler
Malformasi faskuler
- Fstula karotiko-kavernosa
- Fistula cairan cerebrospinal
- Epilepsi
- Parese saraf cranial
- Meningitis atau abses otak
- Sinrom pasca trauma
b. Tindakan :
- infeksi
- Perdarahan ulang
- Edema cerebri
- Pembengkakan otak
H. PENATALAKSANAAN
1. Tindakan terhadap peningkatan TIK
a.
b. Oksigenasi adekuat
c.
Pemberian manitol
d. Penggunaan steroid
e.
f.
Bedah neuro
NGT
Indikasi pembedahan
Perlukaan pada kulit kepala.
Fraktur tulang kepala
Hematoma intracranial.
Kontusio jaringan otak yang mempunyai diameter > 1 cm dan atau laserasi otak
Subdural higroma
Kebocoran cairan serebrospinal.
b. Kontra indikasi
Adanya tanda renjatan / shock, bukan karena trauma tapi karena sebab lain missal :
rupture alat viscera ( rupture hepar, lien, ginjal), fraktur berat pada ekstremitas.
Trauma kepala dengan pupil sudah dilatasi maksimal dan reaksi cahaya negative,
denyut nadi dan respirasi irregular.
c.
Tujuan pembedahan
Mengontrol perdarahan
Menutup defek pada kulit kepala untuk mencegah infeksi atau kepentingan kosmetik.
d. Pesiapan pembedahan
Pasang infuse
Pemeriksaan laboratorium
Pasang NGT, DC
4. Tahap IV :
a. Pembedahan spesifik
Debridemen
b.
Perdarahan ulang
Konvulsi
2.
3.
4.
5. kerusakan mobilitas fisik b/d perubahan persepsi sensori dan kognitif, penurunan kekuatan
dan ketahanan.
6. PK : Peningkatan TIK
Diagnosa
Tujuan
Klien
melaporkan
nyeri
berkurang dg scala 23
Ekspresi
Intervensi
Manajemen nyeri :
Lakukan pegkajian nyeri secara komprehensif
termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
kualitas dan faktor presipitasi.
Observasi reaksi nonverbal dari ketidak nyamanan.
Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk
mengetahui pengalaman nyeri klien sebelumnya.
Kontrol faktor lingkungan yang mempengaruhi nyeri
seperti suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan.
Kurangi faktor presipitasi nyeri.
Risiko
infeksi
wajah tenang
Pilih
dan
lakukan
penanganan
nyeri
klien dapat
(farmakologis/non farmakologis)..
istirahat dan tidur
Ajarkan teknik non farmakologis (relaksasi, distraksi
v/s dbn
dll) untuk mengetasi nyeri..
Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri.
Evaluasi tindakan pengurang nyeri/kontrol nyeri.
Kolaborasi dengan dokter bila ada komplain tentang
pemberian analgetik tidak berhasil.
Administrasi analgetik :.
Cek program pemberian analogetik; jenis, dosis, dan
frekuensi.
Cek riwayat alergi..
Tentukan analgetik pilihan, rute pemberian dan dosis
optimal.
Monitor TV
Berikan analgetik tepat waktu terutama saat nyeri
muncul.
Evaluasi efektifitas analgetik, tanda dan gejala efek
samping.
Setelah
dilakukan Konrol infeksi :
asuhan keperawatan Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain.
jam tidak terdapat Batasi pengunjung bila perlu.
faktor risiko infeksi Intruksikan kepada pengunjung untuk mencuci
dan dg KH:
tangan saat berkunjung dan sesudahnya.
Tdk ada tanda- Gunakan sabun anti miroba untuk mencuci tangan.
tanda infeksi
Lakukan cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan
AL normal
keperawatan.
V/S dbn
Gunakan baju dan sarung tangan sebagai alat
pelindung.
Pertahankan lingkungan yang aseptik selama
pemasangan alat.
Lakukan perawatan luka, dainage, dresing infus dan
dan kateter setiap hari.
Tingkatkan intake nutrisi dan cairan
berikan antibiotik sesuai program.
Proteksi terhadap infeksi
Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal.
Monitor hitung granulosit dan WBC.
Monitor kerentanan terhadap infeksi..
Pertahankan teknik aseptik untuk setiap tindakan.
Inspeksi kulit dan mebran mukosa terhadap
kemerahan, panas, drainase.
Inspeksi kondisi luka, insisi bedah.
Ambil kultur, dan laporkan bila hasil positip jika
perlu
Dorong masukan nutrisi dan cairan yang adekuat.
Dorong istirahat yang cukup.
Dorong peningkatan mobilitas dan latihan.
Instruksikan klien untuk minum antibiotik sesuai
program.
jam
klien Kaji makanan yang disukai oleh klien.
kurang dari menunjukan
status Kolaborasi team gizi untuk penyediaan nutrisi terpilih
kebutuhan
nutrisi adekuat dengan
sesuai dengan kebutuhan klien.
tubuh
KH:
Anjurkan klien untuk meningkatkan asupan
BB stabil,
nutrisinya.
nilai laboratorium Yakinkan diet yang dikonsumsi mengandung cukup
terkait normal,
serat untuk mencegah konstipasi.
tingkat
energi Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori.
adekuat,
Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi.
masukan
nutrisi
Monitor Nutrisi
adekuat
Monitor BB jika memungkinkan
Monitor respon klien terhadap situasi yang
mengharuskan klien makan.
Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak bersamaan
dengan waktu klien makan.
Monitor adanya mual muntah.
Monitor adanya gangguan dalam input makanan
misalnya perdarahan, bengkak dsb.
Monitor intake nutrisi dan kalori.
Monitor kadar energi, kelemahan dan kelelahan.
PK
: Setelah
dilakukan Pantau tanda gejala peningkatan TIK ( kaji GCS, TV,
Peningkatan asuhan keperawatan
respon pupil,, muntah, sakit kepala, letargi, gelisah,
TIK
jam perawat akan
nafas keras, gerakan tak bertujuan, perubahan mental)
mengatasi
da Atur posisi tidur klien dengan tempat tidur bagian
mengurangi episode
kepala lebuh tinggi (30-40 derajat) kecuali
dari peningkatan TIK
dikontraindikasikan.
Hindari massage, fleksi / rotasi leher berlebihan,
stimulasi anal dengan jari, mengejan, perubahan
posisi yang cepat
Ajarkan klien untuk ekspirasi selama perubahan
posisi.
berika lingkungan yang tenang dan tingkatkan
istirahat
pantau V/S
Pantau AGD
Kolaborasi dengan dokter untuk terapinya
pantau status hidrasi
DEMAM TIPOID
A. PENGERTIAN
Demam tipoid merupakan penyakit infeksi akut usus. Sinonim dari demam tipoid adalah
tipoid fever, enteric fever dan typus abdominalis
Tifus abdominalis adalah penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran cerna
dengan gejala demam lebih dari satu minggu dan terdapat gangguan kesadaran.
B. ETIOLOGI
Tifus abdominalis atau demam tipoid isebabkan oleh bakteri Salmonella typhi yang secara
morfologi identik dengan Escherichia coli. Walaupun pathogen kuat, kuman kuman ini tidak
bersifat piogenik, malahan bersifat menekan pembentukan sel polimorfonuklear dan eosinofil.
Kuman ini mempunyai beberapa antigen yang penting untuk mendiagnosis imunologik (tes
widal). Salmonella typhosa, basil gram negatif yang bergerak dengan rambut getar dan tidak
bersepora .
C. PATOFISIOLOGI
Kuman masuk melalui mulut. Sebagian kuman akan dimusnahkan dalam lambung oleh asam
lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus, ke jaringan limfoid dan berkembang biak
menyerang vili usus halus kemudian kuman masuk ke peredaran darah (bakterimia primer), dan
mencapai sel-sel retikulo endoteleal, hati, limfa dan organ-organ lainnya.
Proses ini terjadi selama masa tunas dan akan berakhir saat sel-sell retikoloendoteleal
melepaskan kuman ke dalam peredaran darah dan menimbulkan bakterimia untuk kedua kalinya.
Selanjutnya kuman masuk ke beberapa jaringan organ tubuh, terutrama limpa, usus dan kandung
empedu.
Pada minggu pertama sakit, terjadi hyperplasia plaks player. Ini terjadi pada kelenjar fimfoid
usus halus. minggu kedua terjadi nekrosis dan pada minggu ketiga terjadi ulserasi plaks player.
Pada minggu ke empat terjadi penyembuhan ulkus yang dapat menimbulkan sikatrik. Ulkus dapat
menyebabkan perdarahan, bahkan sampai perforasi usus. Selain itu hepar, kelenjar-kelenjar
mesentrial dan limfa membesar.
Gejala demam disebabkan oleh endotoksin sedangkan gejala pada saluran pencernaan
disebabkan ileh kelainan pada usus halus.
Salmonella Typhosa
Saluran cerna
Diserap oleh usus halus
Bakteri masuk ke aliran darah sistemik
Tukak
Hati
Limfa
Hepatomegali
Perdarahan&Perforasi
Splenomegali
Nyeri raba
Endotoksin
Demam
Hipertermi
D. MANIFESTASI KLINIK
Masa tunas demam tipoid berlangsung 10-14 hari. Minggu pertama penyakit keluhan dan
gejala serupa dengan penyakit infeksi akut pad umumnya, yaitu demam, nyeri kepala, pusing,
nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare. Perasaan tidak enak diperut, batuk dan
epistaksis. Pada pemeriksaan fisik hanya didapatkan peningkatan suhu tubuh.
Pada minggu kedua gejala-gejala menjadi lebih jelas berupa demam, bradikardi relative, lidah
yang khas (kotor di tengah, tepi, ujung merah dan tremor). Hepatomegali, splenomegali,
meteroismus, gangguan mental berupa somnolen, stupor, koma, delirium, atau psikosis..
E. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Biakan empedu : terdapat basil salmonella typhposa pada urin dan tinja. Jika pada pemeriksaan
selama dua kali berturut-turut tidak didapatkan basil salmonella tyhposapada urin dan tinja,
maka pasien dinyatakan betul-betul sembuh.
Pemeriksaan widal : didapatkan titer terhadap antigen O adalah 1/200 atau lebih, sedangkan titer
terhadap antigen H walaupun tinggi akan tetapi tidak bermakna untuk menegakkan diagnosis
kerena titer H dapat tetap tinggi setelah dilakukan immunisasi atau bila penderita telah lama
sembuh.
F. KOMPLIKASI
Usus : perdarahan usus, melena; perforasi usus; peritonitis
Organ lain : Meningitis, kolesistitis, ensefalopati, bronkopneumoni
G. PROGNOSIS
Prognosis tergantung dari pada dimulainya pengobatan, keadaan sosial ekonomi dan gizi
penderita. Angka kematian pada RS tipe A berkisar antara
perforasi, angka kematian berkisar 15-20%. Kematian pada demam tifoid disebabkan oleh
keadaan toksik, perforasi, perdarahan atau pneumonia.
H. PENATALAKSANAAN
Sampai saat ini ada trilogy penatalaksanaan tipoid yaitu :
1.Pemberian antibiotic untuk menghentikan dan memusnahkan penyebaran kuman, antibiotic yang
digunakan ; Klorampenikol, ampicillin/ amoxsisilin, KOTRIMOKSASOL, sefalosforin
generasi II dan III
2.Istirahat dan perawatan professional bertujuan mencegah komplikasi dan mempercepat
penyembuhan. Pasien harus tirah baring absolute sampai minimal 7 hari bebas panas.
Mobilisasi bertahap sesuai kemampuan klien
3.Diet dan terapi penunjang
I. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL
1.Hipertermi b.d proses infeksi
2.Nyeri akut b.d agen injuri biologis
3.Defisit perawatan diri b.d kelemahan, istirahat total
4.Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake makanan yang tidak adekuat
5.Kerusakan mobilitas fisik b.d pengobatan, intoleransi aktifitas/kelemahan.
6.PK : Perdarahan
Diagnosa
Hypertermi
b/d proses
infeksi
Tujuan
Intervensi
Setelah
dilakukan Termoregulasi
tindakan keperawatan Pantau suhu klien (derajat dan pola) perhatikan
selama.x 24 jam
menggigil/diaforsis
menujukan temperatur Pantau suhu lingkungan, batasi/tambahkan linen
dalan batas normal
tempat tidur sesuai indikasi
dengan kriteria:
- Bebas
dari
kedinginan
36-37 C
2
Klien
melaporkan
nyeri
berkurang dg scala 23
Ekspresi
wajah tenang
klien dapat
istirahat dan tidur
v/s dbn
Sindrom
defisit self
care
b.d
kelemahan,
istirahat
total
Setelah
dilakukan
askep ...... jam ADLs
terpenuhi dg KH:
Klien bersih, tidak
bau
Kebutuhan seharihari terpenuhi
Risiko
infeksi
Setelah
dilakukan
asuhan keperawatan
jam tidak terdapat
faktor risiko infeksi
dan dg KH:
Tdk ada tandatanda infeksi
AL normal
V/S dbn
Ketidaksei
mbangan
nutrisi
kurang dari
kebutuhan
tubuh
Setelah
dilakukan
asuhan keperawatan
jam
klien
menunjukan
status
nutrisi adekuat dengan
KH:
BB stabil,
nilai laboratorium
terkait normal,
tingkat
energi
adekuat,
masukan
nutrisi
adekuat
PK:
Perdarahan
Setelah
dilakukan
askep jam perawat
akan menangani atau
mengurangi
komplikasi daripada
perdarahan
BRONKOPNEUMONIA
A. PENGERTIAN
Bronkopneumonia adalah peradangan pada diding bronkus kecil disertai atelektasis daerah
percabangannya.
B. ETIOLOGI
Bakteri streptokokus pneumonia, hemofilus influenza, mycobacterium tuberculosis.
Virus : RSV, adenovirus, cytomegalovirus, virus influenza.
C. TANDA DAN GEJALA
Suhu naik mendadak sampai 40 C kadang disertai kejang demam tinggi.
Gelisah.
Sesak nafas dan cyanosis sekunder hidung dan mulut, pernafasan cuping hidung,retraksi dinding
dada.
Kadang disertai muntah dan diare
Batuk produktif disertai dahak.
D. PATOFISIOLOGI
Bronkopnemonia diawali dengan masuknya kuman kejaringan paru-paru melalui saluran
pernafasan dari atas u/ mencapai bronkiolus kemudian kealveolus sekitarnya secara
makroskopi.Kelainan yang timbul berupa bercak konsulidasi yang tersebar pada dua paru. Secara
mikroskopi reaksi radang tampak meliputi dinding bronkus/bronkiolus, lumen terisi eksudat dan
sel epitel rusak, rongga alveolus sekitarnya penuh dengan neutropil dan sedikit eksudat fibrinosa.
Penyembuhan biasanya tidak sempurna, dinding bronkus / bronkiolus yang rusak mengalami
fibrosis dan pelebaran sehingga dapat menimbulkan bronkhiektasis.
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Foto thorak u/ melihat adanya infeksi diparu
AGD u/ mengetahui status kardiopulmoner b/d oksigenasi ( pa co2 menurun).
HJL u/ menetapkan adanya anemia, infeksi, biasanya leukosit meningkat 15.000- 40.000/m3,
LED meningkat.
Status spirometri u/ mengkaji udara yang diinspirasi.
Bronkoskopi
Biopsi paru, Kultur darah.
F. MANAJEMEN THERAPI
Lakukan suction.
Diet TKTP , bila pasien sesak nafas lebih baik personde (NGT).
Medikamentosa.
Fisioterapi .
RENPRA BRONKOPNEMONIA
N
o
1
Diagnosa
Tujuan
Intervensi
Bersihan
jalan nafas
tidak efektif
b/d
banyaknya
scret mucus
Setelah dilakukan
askep jam Status
respirasi:
terjadi
kepatenan jalan nafas
dg KH:Pasien tidak
sesak nafas, auskultasi
suara paru bersih,
tanda
vital
dbn.
Risiko
aspirasi b/d
tidak
efektifnya
refllek
menelan.
Setelah dilakukan
askep
jam
tidak
terjadi
aspirasi dg KH;
Terjadi
peningkatan
reflek menelan
Bertoleransi thdp
intake
oral
&
sekresi
tanpa
aspirasi
Jalan
nafas
Airway manajemenn
bersih.
3
Perfusi
jaringan
tidak efektif
berhubunga
n
Setelah dilakukan
askep
jam
terjadi
peningkatan Status
sirkulasi
Dg KH:
Perfusi
jaringan adekuat, tidak
ada edem palpebra,
akral hangat, kulit tdk
pucat, urin output
adekuat
respirasi
normal.
Ketidak
seimbangan
nutrisi
kurang dari
kebutuhan
tubuh b/d
ketidak
mampua
n
pemasukan
b.d faktor
biologis
Setelah dilakukan
askep
..
jam
terjadi
peningkatan
status nutrisi dg
KH:
Mengkonsumsi
nutrisi
yang
adekuat.
Identifikasi
kebutuhan nutrisi.
Bebas dari tanda
malnutrisi.
Risiko
infeksi b/d
penurunan
imunitas
tubuh,
prosedur
invasive
Setelah dilakukan
askep
jam
infeksi terkontrol,
status
imun
adekuat dg KH:
Bebas dari tanda
dangejala infeksi.
Keluarga
tahu
tanda-tanda infeksi.
Angka
leukosit
normal.
Kurang
pengetahua
n keluarga
berhubunga
n
dengan
kurang
paparan dan
keterbatasan
kognitif
keluarga
Setelah dilakukan
askep
jam
pengetahuan keluarga
klien meningkat dg
KH:
Keluarga
menjelaskan
tentang penyakit,
perlunya
pengobatan
dan
memahami
perawatan
Keluarga
kooperativedan
mau kerjasama saat
dilakukan tindakan
Cemas
berhubunga
n
dengan
krisis
situasional,
hospitalisasi
Setelah dilakukan
askep
jam
kecemasan terkontrol
dg KH: ekspresi wajah
tenang , anak /
keluarga
mau
bekerjasama
dalam
tindakan askep.
Proteksi infeksi.
Monitor tanda dan gejala infeksi.
Monitor WBC.
Anjurkan istirahat.
Ajari anggota keluarga cara-cara menghindari
infeksi dan tanda-tanda dan gejala infeksi.
Batasi jumlah pengunjung.
Tingkatkan masukan gizi dan cairan yang cukup
Mengajarkan proses penyakit
Kaji pengetahuan keluarga tentang proses
penyakit
Jelaskan tentang patofisiologi penyakit dan tanda
gejala penyakit
Beri gambaran tentaang tanda gejala penyakit
kalau memungkinkan
Identifikasi penyebab penyakit
Berikan informasi pada keluarga tentang keadaan
pasien, komplikasi penyakit.
Diskusikan tentang pilihan therapy pada keluarga
dan rasional therapy yang diberikan.
Berikan dukungan pada keluarga untuk memilih
atau mendapatkan pengobatan lain yang lebih
baik.
Jelaskan pada keluarga tentang persiapan /
tindakan yang akan dilakukan
Pengurangan kecemasan
Bina hubungan saling percaya.
Kaji kecemasan keluarga dan identifikasi
kecemasan pada keluarga.
Jelaskan semua prosedur pada keluarga.
Kaji tingkat pengetahuan dan persepsi pasien dari
stress situasional.
Berikan informasi factual tentang diagnosa dan
program tindakan.
Temani keluarga pasien untuk mengurangi
ketakutan dan memberikan keamanan.
Anjurkan keluarga untuk mendampingi pasien.
Berikan sesuatu objek sebagai sesuatu simbol
untuk mengurang kecemasan orangtua.
Dengarkan keluhan keluarga.
Ciptakan lingkungan yang nyaman.
Alihkan perhatian keluarga untuk mnegurangi
kecemasan keluarga.
Bantu keluarga dalam mengambil keputusan.
Instruksikan keluarga untuk melakukan teknik
relaksasi.
4. FAKTOR PREDISPOSISI
1. Usia
Anak dengan umur lebih muda mempunyai kemungkinan terjadi diare lebih besar dan
kemungkinan diare berat juga lebih besar. Diare lebih banyak pada usia infant.
2. Penurunan status kesehatan
Anak dengan kondisi yang lemah lebih tinggi kemungkinan terjadi diare dan lebih banyak diare
berat.
3. Lingkungan
Diare lebih banyak terjadi dimana kondisi sanitasi kurang, fasilitas kesehatan kurang memadai,
persiapan dan penyajian makanan, pendidikan tentang perawatan kesehatan tidak adekuat.
5. PATOFISIOLOGI
Mikroorganisme masuk GIT
Berkembang biak setelah berhasil melewati swar asam lambung
Membentuk toksin (endotoksin)
Rangsangan untuk membuang mikroorganisme / makanan tersebut
DIARE
Peningkatan cairan intra luminal menyebabkan terangsangnya usus secara mekanis karena
meningkatnya volume, sehingga motilitas usus meningkat. Sebaliknya bila waktu henti makanan di
usus terlalu cepat akan menyebabkan waktu sentuh makanan dengan mukosa usus sehingga
penyerapan elektrolit, air dan zat-zat lain terganggu. Sehingga transport cairan dan elektrolit intestinal
tidak normal.
6. GEJALA & MANIFESTASI KLINIS DIARE.
Gejala Klinis :
Anak cengeng, gelisah, suhu tubuh meningkat, nafsu makan berkurang sampai tidak ada
sama sekali.
Tinja/ feces menjadi cair dengan atau tanpa lendir dan darah.
Bila sudah banyak kehilangan cairan dan elektrolit, maka timbulah dehidrasi bahkan syok
hipovolemik.
Manifestasi Klinis
No
Agen Penyebab
1
Viral agent
a. Rotavirus
Karakteristik
Fever 38 atau lebih
Nausea, vomiting
Abdominal pain
b. Norwalk
2.
Bacterial agent
a. E. Colli
b. Salmonella group gram positif
c. S. Thypi
d. Shigella group gram negatif
e. Campylobacter jejuni
f.
3
Food Poisoning
a. Staphylococcus
b. Clostridium perfringens
c.
Clostridium botulinum
7. KOMPLIKASI
Kehilangan air dan elektrolit: dehidrasi, asidosis metabolik, hipoklasemia dan syok
Aritmia jantung
8. DIAGNOSIS
Diagnosis didasarkan pada definisi di atas, akan tetapi perlu dilakukan pengkajian tentang
a. Riwayat diare sekarang
Meliputi: lama kurang dari 1 mg, frekuensi, konsistensi, muntah, demam, BAK 6 jam terakhir,
tindakan yang telah dilakukan.
b. Riwayat diare sebelumnya
c. Riwayat penyakit penyerta saat ini
d. Riwayat Imunisasi
e. Riwayat makanan sebelum diare
f.
Pemeriksaan laboratorium
-
Peningkatan Hmt, Hb, creatinin dan BUN umumnya ditemukan pada DCA.
9. PEMERIKSAAN FISIK
Tanda-tanda vital
Tanda-tanda dehidrasi
Pemeriksaan chepalo caudal : ubun-ubun besar pada bayi, turgor kulit, kelembaban mukosa,
air mata, konjungtiva, dada : jantung dan paru, abdomen ; persitaltik usus, integritas kulit area
perianal dll
Mudah diabsorbsi
Tidak merangsang
11.TATALAKSANA DIARE
Dasar-dasar penatalaksanaan terdiri atas 5 D:
Dehidrasi
Diagnosis
Diit
Defisiensi disakarida
Drugs
Management terapeutik langsung untuk koreksi keseimbangancairan dan elektrolit dan mencegah
terjadinya malnutrisi. Untuk infant dan anak dengan DCA disertai dehidrasi, yang pertama harus
dilakukan adalah ORT (Oral Rehidrasi Therapy). Pada kasus dehidrasi berat dan syok diberikan
caiaran parenteral.
12. DEHIDRASI
Akibat dari diare yang terus menerus adalah kekurangan cairan ( dehidrasi ).
Tanda-tanda Dehidrasi Berat :
- Letargis atau tidak sadar dan Mata cekung
- Tidak bisa minum atau malas minum
- Cubitan kulit perut kemblinya sangat lama.
Tanda-tanda Dehidrasi ringan/sedang :
-
Gelisah,rewel/mudah marah
Mata cekung
b.
c.
b.
c.
13.REHIDRASI
Dasar-dasar rehidrasi:
a. Jumlah cairan yang hilang
Dehidrasi ringan : 0 5 % atau rata-rata 25 ml/kg BB
Dehidrasi sedang : 5 10 % atau rata-rata 75 ml/kg BB
Na+
K+
Cl-
Base
Glukose
(mEq/L)
45
75
50
90
(mEq /L)
20
20
25
20
(mEq/L)
35
65
45
80
(mEq/L)
30 (citrate)
30
34 (citrat)
30
(g/L)
25
25
30
20
(bikarbonat)
Tabel-3
DEGREE OF
SIGN -
REHYDRATION
REPLACEMENT
MAINTENANCE
DEHYDRATION
SYMPTOM
THERAPY
OF STOOL
THERAPY
Mild (5-6%)
Peningkatan
ORS 50ml/kgBB
LOSSES
ORS 10ml/kgBB
rasa haus
Selama 4 jam
(for
infant)/150- lactosa
250ml(for
Moderate (7-9%)
turgor
Severe (>9%)
older
children
ORS 100ml/kgBB ORS
Penurunan
ASI,
10ml/kgBB(for
membrane
older
mukosa kering,
setiap x BAB
mata cekung
Tanda sm dg Intravena
fluit ORS
ASI,formula bebas
formula
bebas lactosa
children)
ASI,formula bebas
moderat
dehydrasi
peningkatan
nadi,
smp
nadi infant)/
sianosis, 100ml/kgBB
RR,
lactosa
150older
children) setiap x
BAB
lethargy,coma
14. PENCEGAHAN DIARE
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
Imunisasi campak
SHOCK HIPOVOLEMIK
Shock hipovolemik yang paling sering terjadi adalah shock hemoragik, akan tetapi kehilangan
cairan tubuh dalam jumlah banyak seperti pada muntaber, juga dapat menyebabkan shock
hipovolemik. Terjadinya kehilangan cairan dapat dibagi atas kehilangan caiaran eksternal dan internal.
Kehilangan cairan eksternal paling sering terjadi akibat gastroenteritis walaupun dapat juga terjadi
akibat sengatan matahari, poliuria dan luka bakar. Sedangkan kehilangan cairan internal disebabkan
oleh sejumlah caiaran yang terkumpul pada ruang peritoneal dan pleura.
Kehilangan caiaran eksternal ini juga disertai dengan kehilangan elektrolit. Sebab terbanyak adalah
infeksi kolera. Tanda terjadinya kehilangan ini adalah keletihan, pernafasan menjadi lebih cepat,
ekstremitas dingin, nadi kencang, tekanan darah turun dan asidosis metabolik.
Terapi
Terapi yang harus diberikan adalah resusitasi / penggantian cairan. Jenis cairan krisdtaloid dan
komposisinya yang diberikan untuk mengatasi shock hipovolemik dan komplikasi yang
mungkin terjadi serta kontra indikasi adalah seperti tertera pada tabel berikut:
Jenis Cairan
Cairan isotonik
Volume
(ml)
1000
Konsen
trasi
0.9%
Elektrolit
Na
K
Ca
154 154
Ringer's laktat
1000
130
109
Natrium
bikarbonat
Kalium klorida
50
7.5 %
45
20
14.9%
40
40
Natrium laktat
1000
1/6
molar
167
Ammonium
klorida
100
1%
18
Ditandai
PH
6,
dapat
menyebabkan
peninmggian klorida dan asidosis
Lebih disukai untuk menggantikan
cairan ekstraseluler. Laktat tak
dimetabolisasipada shock dan
penyakit liver karena itu dapat
bertumpuk dalam darah.
Harus diberikan secara perlahan
tidak lebih dari 2,5 mEq/menit
Tidak boleh diberikan pada gagal
ginjal. Kecepatan pemberian tidak
boleh > 2/3 mEq/menit
Laktat sangat sulit dimetabolisasi
pada shock dan penyakit hati sebab
dapat
menimbulkan
mengumpulnya laktat.
Hanya digunakan pada keadaan
metabolik alkalosis berat, 2/3
mEq /menit dan bila fungsi hati dan
ginjal baik.
b.
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake nutrisi inadekuat b/d faktor
biologis ( mual, muntah, anoreksia)
c.
d.
Kurang pengetahuan anak / keluarga tentang penyakit, perawatan dan pengobatannya b/d
terbatasnya kognitif, kurang paparan terhadap informasi
e.
f.
PK : Hipovolemia
g.
Istirahat
c. Keseimbangan nutrisi
Memebrikan diit BRAT ( bananas, rice, apple and tea) sebagai diit rendah protein dan energi,
tinggi KH dan rendah elektrolit
Observasi dan catat respon pasien terhadap makanan untuk mengetahui toleransi pasien
terhadap makanan.
d. Pencegahan infeksi
Cuci tangan untuk menurunkan resiko penyebaran baik petugas maupun keluarga dan
pengunjung
Menjaga infant / anak untuk tidak menyentuh area yang terkontaminasi. ex. anus
Menggunakan air dan sabun alkaline untuk membersihkan daerah yang terkontaminasi dengan
feces
f.
Dapat digunakan salep zinc oxide untuk melindungi kulit dari iritasi
Mengurangi kecemasan
Diagnosa
Tujuan
Setelah dilakukan
Deficit
volume
askep
..
jam
cairan b/d terjadi
diare
peningkatan
keseimbangan
cairan dg KH:
Urine
30
ml/jam
V/S dbn
Kulit
lembab
dan tidak ada
tanda-tanda
dehidrasi
Ketidak
seimbangan
nutrisi
kurang dari
kebutuhan
tubuh b/d
intake
nutrisi
inadekuat
b.d faktor
biologis
Setelah dilakukan
askep
..
jam
terjadi
peningkatan
status nutrisi dg
KH:
Mengkonsumsi
nutrisi
yang
adekuat.
Identifikasi
kebutuhan nutrisi.
Bebas dari tanda
malnutrisi.
Intervensi
Manajemen cairan
Monotor diare, muntah
Awasi tanda-tanda hipovolemik (oliguri, abd.
Pain, bingung)
Monitor balance cairan
Monitor pemberian cairan parenteral
Monitor BB jika terjadi penurunan BB drastis
Monitor td dehidrasi
Monitor v/s
Berikan cairan peroral sesuai kebutuhan
Anjurkan pada keluarga agar tetap memberikan
ASI dan makanan yang lunak
Kolaborasi u/ pemberian terapinya
Managemen nutrisi
Kaji pola makan klien
Kaji kebiasaan makan klien dan makanan
kesukaannya
Anjurkan pada keluarga untuk meningkatkan
intake nutrisi dan cairan
kelaborasi dengan ahli gizi tentang kebutuhan
kalori dan tipe makanan yang dibutuhkan
tingkatkan intake protein, zat besi dan vit c
monitor intake nutrisi dan kalori
Monitor pemberian masukan cairan lewat
parenteral.
Nutritional terapi
kaji kebutuhan untuk pemasangan NGT
berikan makanan melalui NGT k/p
berikan lingkungan yang nyaman dan tenang
untuk mendukung makan
monitor penurunan dan peningkatan BB
monitor intake kalori dan gizi
Risiko
infeksi b/d
penurunan
imunitas
tubuh,
prosedur
invasive,
penyakitnya
Setelah dilakukan
askep
jam
infeksi terkontrol,
status
imun
adekuat dg KH:
Bebas dari tanda
dangejala infeksi.
Keluarga
tahu
tanda-tanda infeksi.
Angka
leukosit
normal.
Kontrol infeksi.
Batasi pengunjung.
Bersihkan lingkungan pasien secara benar setiap
setelah digunakan pasien.
Cuci tangan sebelum dan sesudah
merawat pasien, dan ajari cuci tangan yang benar.
Lakukan dresing infus tiap hari
Anjurkan pada keluarga untuk selalu menjaga
kebersihan klien dan menjaga pantat selalu
kering u/ hindari iritasi.
Tingkatkan masukkan gizi yang cukup.
Kurang
pengetahua
n keluarga
berhubunga
n
dengan
kurang
paparan dan
keterbatasan
kognitif
keluarga
Setelah dilakukan
askep
jam
pengetahuan keluarga
klien meningkat dg
KH:
Keluarga
menjelaskan
tentang penyakit,
perlunya
pengobatan
dan
memahami
perawatan
Keluarga
kooperativedan
mau kerjasama saat
dilakukan tindakan
Cemas
berhubunga
n
dengan
krisis
situasional,
hospitalisasi
Setelah dilakukan
askep
jam
kecemasan terkontrol
dg KH: ekspresi wajah
tenang , anak /
keluarga
mau
bekerjasama
dalam
tindakan askep.
Pengurangan kecemasan
Bina hubungan saling percaya.
Kaji kecemasan keluarga dan identifikasi
kecemasan pada keluarga.
Jelaskan semua prosedur pada keluarga.
Kaji tingkat pengetahuan dan persepsi pasien dari
stress situasional.
Berikan informasi factual tentang diagnosa dan
program tindakan.
Temani keluarga pasien untuk mengurangi
ketakutan dan memberikan keamanan.
Anjurkan keluarga untuk mendampingi pasien.
Berikan sesuatu objek sebagai sesuatu simbol
untuk mengurang kecemasan orangtua.
PK:
hipovolemia
Setelah
dilakukan Pantau status cairan (oral, parenteral)
askep jam perawat Pantau balance cairan
akan
mengurangi Pantau td syok ( v/s, urine <30 ml/jam, gelisah,
terjadinya
penurunan kesadaran, peningkatan respirasi,
hipovolemia
haus, penurunan nadi perifer, akral dingin, pucat,
lembab)
Kolaborasi pemberian terapinya
Batasi aktivitas klien
PK;
Ketidaksei
mbangan
elektrolit
Setelah
dilakukan Pantau td hipokalemia (poli uri, hipotensi, ileus,
askep jam perawat
penurunan tingkat kesadaran,kelemahan, mual,
akan
mengurangi
muntah, anoreksia, reflek tendon melemah)
episode
Dorong klien u/ meningkatkan intake nutrisi yang
ketidakseimbangan
kaya kalium
elektrolit
Kolaborasi u/ koreksi kalium secara parenteral
Pantau cairan IV
TALASEMIA
I. DEFINISI
Talasemia adalah penyakit anemia hemolitik herediter yang diturunkan secara resesif. Ditandai oleh
defisiensi produksi globin pada hemoglobin.
II. KLASIFIKASI
Secara molekuler talasemia dibedakan atas :
1. Talasemia (gangguan pembentukan rantai )
2. Talasemia (gangguan p[embentukan rantai )
3. Talasemia - (gangguan pembentukan rantai dan yang letak gen nya diduga berdekatan).
4. Talasemia (gangguan pembentukan rantai )
Secara klinis talasemia dibagi dalam 2 golongan yaitu :
III. PATOFISIOLOGI
Penyebab anemia pada talasemia bersifat primer dan sekunder. Penyebab primer adalah
berkurangnya sintesis Hb A dan eritropoesis yang tidak efektif disertai penghancuran sel-sel
eritrosit intrameduler. Penyebab sekunder adalah karena defisiensi asam folat,bertambahnya
volume plasma intravaskuler yang mengakibatkan hemodilusi, dan destruksi eritrosit oleh system
retikuloendotelial dalam limfa dan hati.
Penelitian biomolekular menunjukkan adanya mutasi DNA pada gen sehingga produksi
rantai alfa atau beta dari hemoglobin berkurang.
Tejadinya hemosiderosis merupakan hasil kombinasi antara transfusi berulang,peningkatan
absorpsi besi dalam usus karena eritropoesis yang tidak efektif, anemia kronis serta proses
hemolisis.
IV. ETIOLOGI
Factor genetic
V. MANIFESTASI KLINIS
Letargi
Pucat
Kelemahan
Anoreksia
Sesak nafas
Tebalnya tulang cranial
Pembesaran limfe
Menipsnya tulang kartilago
Disritmia
VII. KOMPLIKASI
Fraktur patologis
Hepatosplenomegali
Gangguan Tumbuh Kembang
Disfungsi organ
VIII. PENATALAKSANAAN TERAPI
1. Pemberian transfusi hingga Hb mencapai 10 g/dl. Komplikasi dari pemberian transfusi
darah yang berlebihan akan menyebabkan terjadinya penumpukan zat besi yang disebut
hemosiderosis. Hemosiderosis dapat dicegah dengan pemberian Deferoxamine(desferal).
2. Splenectomy : dilakukan untuk mengurangi penekanan pada abdomen dan meningkatkan
rentang hidup sel darah merah yang berasal dari suplemen(transfusi).
DIAGNOSE KEPERAWATAN
1. Perfusi jaringan tidak efektif b.d berkurangnya komponen seluler yang penting untuk
menghantarkan Oksigen/zat nutrisi ke sel.
2. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan kebutuhan pemakaian dan suplai oksigen.
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d intake nutrisi inadekuat
4. Risiko infeksi b/d imunitas tubuh primer menurun, prosedur invasive
5. Kurang pengetahuan keluarga terhadap penyakit, perawatan dan pengobatannya
6. PK: Anemia
RENPRA TALASEMIA
N
o
1
Diagnosa
Tujuan
Intervensi
Perfusi
jaringan tdk
efektive b.d
berkurangn
ya
komponen
seluler yang
penting
untuk
menghantar
kan
oksigen/zat
nutrisi
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
selama jam
perfusi jaringan klien
adekuat dengan
criteria :
- Membran mukosa
merah muda
- Conjunctiva tidak
anemis
- Akral hangat
- TTV dalam batas
normal
Intoleransi
aktivitas b.d
ketidakseim
bangan
kebutuhan
pemakaian
dan suplai
oksigen.
Setelah
dilakukan
askep .. jam klien
toleran
terhadap
aktivitas
dengan
criteria :
Kebutuhan ADL
terpenuhi tanpa rasa
pusing,sesak, klien
mampu aktivitas
Ketidak
seimbangan
nutrisi
kurang dari
kebutuhan
tubuh b/d
intake
nutrisi
inadekuat
b.d faktor
biologis
Setelah dilakukan
askep
..
jam
terjadi
peningkatan
status nutrisi dg
KH:
Mengkonsumsi
nutrisi
yang
adekuat.
Identifikasi
kebutuhan nutrisi.
Risiko
infeksi b/d
penurunan
imunitas
tubuh,
prosedur
invasive,
penyakitnya
Kurang
pengetahua
n keluarga
berhubunga
n
dengan
kurang
paparan dan
keterbatasan
kognitif
keluarga
PK:Anemia
akan dapat
meminimalkan
terjadinya komplikasi
anemia :
Hb >/= 10 gr/dl.
Konjungtiva tdk
anemis
Kulit tidak pucat
Akral hangat