Professional Documents
Culture Documents
I. DEFINISI
Gagal jantung kongestif (CHF) adalah sindroma yang terjadi bila jantung tidak mampu memompa
darah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolic dan oksigenasi jantung. (Carpenito, 2001).
Gagal jantung secara umum adalah suatu keadaan patofisiologi adanya kelainan fungsi jantung
berakibat jantung gagalmemompakan darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan dan
kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian tekanan pengisian ventrikel kiri. (Ilmu
penyakit dalam. 2000 h, 975)
Gagal jantung kongestif (CHF) adalah ketidakmampuan jantung memompa darah yang adekuat
untuk memenuhi kebutuhan jaringan akan oksigen dan nutrisi. (Smeltzer & Bare Vol 2, hal 805 th
2001).
II.
ETIOLOGI
Mekanisme dan kondisi yang dapat menyebabkan kegagalan jantung adalah sebagai berikut:
1. Penurunan Kontraktilitas Miokard
a. Penyakit Jantung Koroner
b. Tamponade Jantung
c. Aneurisma Ventrikel
d. Penyakit Infiltrat
2. Peningkatan Kerja Miokard secara berlebihan
a. Afterload meningkat :
1) Hypertensi
2) Stenosis Aorta/ Pulmonal
3) Cor Pulmonal
b. Preload meningkat
1) Insufisiensi Aorta/ Mitral/ Trikuspid
2) Shunting kongenital kiri dan kanan
3) Aritmia
Hipertensi
Hipertensi didefinisikan sebagai suatu peningkatan tekanan darah sistolik dan diastolic yang
tidak normal (Sylvia A. Price, 1994). Batas yang tepat dari kelainan ini tidak pasti. Nilai yang
dapat diterima berbeda sesuai dengan usia dan jenis kelamin. Namun umumnya, sistolik yang
berkisar antara 140-160 mmHg saat istirahat. Tekanan darah yang tinggi dapat menjadi faktor
risiko untuk terjadinya stroke, serangan jantung, aneurisma arterial, dan merupakan penyebab
utama gagal jantung.
1.1 Etiologi Hipertensi
Hipertensi dapat disebabkan oleh :
Hipertensi primer : yang dapat dikatakan juga sebagai hipertensi idiopatik atau
dalam kata lain tidak diketahui penyebabnya.
Coartasio aorta
Nocturia disebabkan oleh peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerolus
1.3 Komplikasi
Komplikasi yang mungkin dapat terjadi akibat dari hipertensi adalah :
Stroke, dapat terjadi karena peningkatan tekanan pada otak atau kepala sehingga
terjadi perdarahan dan membentuk emboli yang merusak serebral karena tekanan
yang tinggi. Stroke dapat terjadi karena hipertensi yang lama jika arteri yang
mensuplai otak menjadi hipertropi atau menebal.
Miokardiak Infark (MI), dapat terjadi jika terosklerosis pada arteri koroner tidak
dapat mensuplai darah secara adekuat ke miokardium atau jika terbentuk thrombus
yang memblok aliran ke pembuluh darah. Pada hipertensi yang berkembang saat
terjadinya hipertropi ventrikel, kebutuhan oksigen dari miokardium mungkin tidak
dapat terpenuhi sehingga dapat menjadi iskemia atau infark. Demikian juga,
hipertrofi ventrikel dapat menyebabkan perucahan konduksi listrik jantung yang
akan mengarah pada aritmia.
Gagal ginjal, terjadi karena peningkatan tekanan yang progresif pada pembuluh
darah kapiler renal dan glomerolus.
Sistolik
< 120 mmHg
120 139 mmHg
140 159 mmHg
>160 mmHg
Diastolik
< 80 mmHg
80 - 90 mmHg
90 99 mmHg
>100 mmHg
1.5 Penatalaksanaan
Untuk mengatasi hipertensi, dapat dengan cara menurunkan heart rate, stroke volume,
intervesi secara parmakologik dapat membantu menurunkan tekanan darah :
Exercise atau latihan dapat meningkatkan HDL level, yang dapat mengurangi
resiko aterosklerosis
Teknik relaksasi
b.
Berhenti merokok
Obat diuretic
Kelainan Katup
2.1 Kelainan Katup Mitral
Kelaian katup jantung mitral dapat berupa adanya penyempiatan (stenosis) atau
adanya aliran balik dari ventrikel ke trium atau yang disebut pula dengan regurgitasi. Mitral
stenosis menggambarkan adanya blok aliran darah akibat dari ketidaknormalan dari daripada
anatomi katup dan sekitarnya. Pembagian kelaianan katup mitral adalah sebagai berikut
Mitral Prolaps
Pada pasien dengan katup mitral yang prolap, katup anterior dan posterior dari katup
mitral mengepul keatas arah atrium selama kontraksi sistolik. Kordea tindeneae
memanjang, katup bisa juga melebar dan kaku, jika terjadi kebocoran daripada darah dari
atrium selama fase sistolik, maka terdapat regurgutasi .
Bilah-bilah katup aorta saling menempel dan menutup sebagian lumen di antara
jantung dan aorta. Ventrikel kiri mengatasi hambatan sirkulasi ini dengan berkontraksi
lebih lambat tapi dengan energi yang lebih besar, mendorong darah melalui lumen yang
sangat sempit. Obstruksi jalur aliran aorta tersebut menambahkan beban tekanan ke
ventrikel kiri, yang mengakibatkan penebalan dinding otot. Otot jantung mengalami
hipertrofi, terjadilah gagal jantung.
Pada kasus stenosis aorta sedang sampai berat, pasien mula-mula mengalami
dispnea saat latihan yang merupakan manifestasi dekompensasi ventrikel kiri terhadap
kongesti paru. Pada pemeriksaan fisik dapat terdengar murmur sistolik yang keras dan
kasar di daerah aorta. Suara ini terdengar sebagai murmur sistolik kresendo-dekresendo,
yang dapat menyebar ke arteri karotis dan ke apeks ventrikel kiri.
di jari pada saat palpasi, terjadi secara cepat dan tajam dan tiba-tiba kolaps (denyut waterhammer). Diagnosa ditegakkan dengan EKG, ekokardiogram, dan kateterisasi jantung.
Penggantian katup aorta adalah terapi pilihan.
Terbentuknya thrombus.
B. MANIFESTASI KLINIS
1. Gagal Jantung Kiri
Dyspneu deffort, fatig, ortopnea, dispnea noktural paroksimal, batuk, pembesaran jantung,
irama derap, pernafasan Cheyne Stokes, tahikardi, ronkhi dan kongesti vena pulmonal.
2. Gagal Jantung Kanan
Fatig, edema, liver engorgement, anoreksia dan kembung, hipertropi jantung kanan, irama derap
atrium kanan, murmur, tanda-tanda penyakit paru kronik, tekanan vena juglaris meningkat,
hidrothraks, peningkatan tekanan vena, hepatomegali dan edema pitting sedang
3. Gagal Jantung Kongestif
Terjadi manifestasi klinis gabungan gagal jantung kiri dan kanan.
a. Kriteria Mayor
1) Dispnea noktural paroksimal atau ortopnea
2) Peningkatan tekanan vena jugularis
III.
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. EKG; mengetahui hipertrofi atrial atau ventrikuler, penyimpanan aksis, iskemia dan
kerusakan pola.mengetahui adanya sinus takikardi, iskemi, infark/fibrilasi atrium, ventrikel
hipertrofi, disfungsi pentyakit katub jantung.
2. Rontgen dada; Menunjukkan pembesaran jantung. Bayangan mencerminkan dilatasi atau
hipertrofi bilik atau perubahan dalam pembuluh darah atau peningkatan tekanan pulnonal.
3. Scan Jantung; Tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan gerakan jantung.
4. Kateterisasi jantung; Tekanan abnormal menunjukkan indikasi dan membantu membedakan
gagal
jantung sisi kanan dan kiri, stenosis katub atau insufisiensi serta mengkaji potensi
arteri koroner.
5. Elektrolit; mungkin berubah karena perpindahan cairan atau penurunan fungsi ginjal, terapi
diuretic.
6. Oksimetri nadi; Saturasi Oksigen mungkin rendah terutama jika CHF memperburuk PPOM.
7. AGD; Gagal ventrikel kiri ditandai alkalosis respiratorik ringan atau hipoksemia dengan
peningkatan tekanan karbondioksida.
8. Enzim jantung; meningkat bila terjadi kerusakan jaringan-jaringan jantung,missal infark
miokard (Kreatinin fosfokinase/CPK, isoenzim CPK dan Dehidrogenase Laktat/LDH,
isoenzim LDH).
IV.
PENATALAKSANAAN MEDIS
Penatalaksanaan penderita dengan gagal jantung meliputi penalaksanaan secara non
farmakologis dan secara farmakologis. Penatalaksanaan gagal jantung baik itu akut dan
kronik ditujukan untuk memperbaiki gejala dan prognosis, meskipun penatalaksanaan secara
individual tergantung dari etiologi serta beratnya kondisi. Sehingga semakin cepat kita
mengetahui penyebab gagal jantung akan semakin baik prognosisnya.
1. Penatalaksanaan non farmakologis yang dapat dikerjakan antara lain :
Pembatasan asupan garam, konsumsi alkohol, serta pembatasan asupan cairan perlu
dianjurkan pada penderita terutama pada kasus gagal jantung kongestif berat.
Penderita juga dianjurkan untuk berolahraga karena mempunyai efek yang positif
terhadap otot skeletal, fungsi otonom, endotel serta neurohormonal dan juga terhadap
sensitifitas terhadap insulin meskipun efek terhadap kelengsungan hidup belum dapat
dibuktikan.
Gagal jantung kronis mempermudah dan dapat dicetuskan oleh infeksi paru,
sehingga vaksinasi terhadap influenza dan pneumococal perlu dipertimbangkan.
Pada penderita yang memerlukan perawatan, restriksi cairan (1,5 2 l/hari) dan
pembatasan asupan garam dianjurkan pada pasien.
Tirah baring jangka pendek dapat membantu perbaikan gejala karena mengurangi
metabolisme serta meningkatkan perfusi ginjal.
Monitoring gejala serta produksi kencing yang akurat dengan kateterisasi urin serta
oksigenasi jaringan dilakukan di ruangan khusus.
2. Penatalaksanaan secara farmakologis. Obat obat yang biasa digunakan untuk gagal
jantung kronis antara lain:
Antiaritmia
Opioid parenteral seperti morfin atau diamorfin penting dalam penatalaksanaan gagal
jantung akut berat karena dapat menurunkan kecemasan, nyeri dan stress, serta
menurunkan kebutuhan oksigen. Opiat juga menurunkan preload dan tekanan
pengisian ventrikel serta udem paru. Dosis pemberian 2 3 mg intravena dan dapat
diulang sesuai kebutuhan.
Sodium nitropusside dapat digunakan sebagai vasodilator yang diberikan pada gagal
jantung refrakter, diberikan pada pasien gagal jantung yang disertai krisis hipertensi.
Pemberian nitropusside dihindari pada gagal ginjal berat dan gangguan fungsi hati.
Dosis 0,3 0,5 g/kg/menit.
tahanan
vaskular
sistemik
(vasodilatasi)
dan
meningkatnya
kontraktilitas.
Milrinone dan enoximone. Biasanya digunakan untuk terapi penderia gagal jantung
akut dengan hipotensi yang telah mendapat terapi penyekat beta yang memerlukan
Penderita gagal jantung akut yang disertai syok kardiogenik dengan tekanan darah <
70 mmHg. Penderita dengan syok kardiogenik biasanya dengan tekanan darah < 90
mmHg atau terjadi penurunan tekanan darah sistolik 30 mmHg selama 30 menit.
Obat yang biasa digunakan adalah epinefrin dan norepinefrin. Epinefrin diberikan
infus kontinyu dengan dosis 0,05 0,5 g/kg/mnt. Norepinefrin diberikan dengan
dosis 0,2 1 g/kg/mnt.
Penanganan invasif yang dapat dikerjakan adalah Intra Aortic Baloon Pump
(IABP) ditujukan pada penderita gagal jantung berat atau syok kardiogenik yang
tidak memberikan respon terhadap pengobatan, disertai regurgitasi mitral atau
ruptur septum interventrikel.
BAB II
TINJAUAN KASUS
ASUHAN KEPERAWATAN Tn.R DENGAN CONGESTI HEART FAILURE ( CHF )
DI IRNA B4 KANAN RSCM JAKARTA
A. Pengkajian
1. Identitas
Nama
No MR
Umur
Jenis kelamin
Agama
Pendidikan
Pekerjaan
Masuk RS
Pengkajian
Diagnose masuk
: Tn. R
: 321-2-63
: 71 tahun
: laki-laki
: islam
: SD (hanya sampai kelas 2)
: tidak bekerja
: 12 Februari 2008
: 13 Februari 2008
: Congesti Heart Failure Fc II-III ec CAD Old Myocardial
Infarc Anteroseptal
Pasien merokok sejak usia 8 tahun sampai dengan sekarang, dalam satu hari klien
menghabiskan 7-8 batang rokok dengan melinting sendiri. Klien tidak memiliki
kebiasaan minum alcohol. Sejak menderita hipertensi 5 tahun yang lalu klien tidak
minum obat secara teratur karena merasa tidak ada keluhan.
b. Pola nutrisi dan metabolisme
Sebelum sakit drah tinggi pasien suka makan rendang daging dan makanan yang
bersantan. Setelah tahu kalau sakit darah tinggi dan oleh dokter disarankan untuk
membatasi makanan asin, klien mengikuti saran tersebut tetapi masih suka makanan yang
bersantan.
Pada saat pengkajian klien mengeluh tidak nafsu makan karena sesak. Setiap kali makan
hanya menghabiskan porsi dari yang tersedia rumah sakit ditambah roti yang dibelikan
oleh keluarga ( habis 1 potong ). Di RS klien mendapat diet jantung II 2100 kalori dan
minum dibatasi 600cc dalam 24 jam. Pada saat pengkajian menurut keluarga klien
minum 600cc.
c. Pola eliminasi
BAB : frekuensi 1x sehari, warna dan bau normal, kosistensi lembek, keluhan tidak ada.
BAK : frekuensi 3-5x, warna dan bau kuning jumlah 600 selama 24 jam, keluhan tidak
ada.
Di rumah sakit pemenuhan eliminasi BAB dan BAK di tempat tidur dibantu istrinya. Saat
dikaji klien bisa BAB 1x sehari dengan kosistensi lembek. Untuk eliminasi BAK klien
mengatakan dari pagi jam 6 sudah 3 kali, setiap kali kencing 1 gelas aqua ( 600ml ).
d. Pola aktivitas
Klien sudah lama tidak bekerja, menurut keluarga selama ini kegiatan klien di rumah saja
dan sering pergi sendiri. Saat berjalan agak jauh dan menaiki tangga Busway klien
mengeluh sesak. Di rumah sakit klien mengeluh capek klo duduk terlalu lama waktu ada
pengunjung yang datang. Kebutuhan dibantu oleh keluarga, saat makan klien bisa makan
sendiri dengan posisi duduk dan makanan diletakkan di tempat tidur.
e. Pola tidur dan istirahat
SMRS klien mengeluh sulit tidur karena sesak bila tidur tanpa bantal. Selama di RS klien
tidur dengan kepala tempat tidur ditinggikan 30. Siang hari klien tidur 2 jam dan malam
f.
keluarga klien mengikuti anjuran dokter. Keluarga bertanya mengapa setelah mendapat
suntikan waktu sore hari menjadi sering kencing.
g. Pola penanggulangan stres
Selama ini bila klien menghadapi suatu masalah membicarakan dengan istri dan anak
yang tertua. Menurut klien, istri dan anak-anaknya selalu memperhatikan, tampak secara
bergantian menunggu klien selama dirawat di RS. Klien mengungkapkan klien ingin
cepat pulang karena merasa sesak sudah berkurang.
h. Pengkajian psikologis
Klien ingin cepat pulang dari rumah sakit, lebih enak istirahat di rumah. Tapi klien dan
keluarga pasrah dan selalu berdoa (sholat)untuk cepat sembuh, supaya bisa cepat keluar
dari rumah sakit.
4. Pemeriksaan Fisik
a. Status kesehatan umum
Keadaan umum klien lemah, kesadaran kompos mentis, Tekanan darah 130/ 90
mmHg, nadi 88x/mnt, regular, pernafasan 28x/mnt, suhu 37c. Pada saat pengkajian
BB 45 kg, BB sebelum masuk rumah sakit tidak diketahui karena klien tidak pernah
timbang berat badan
.
b. Sistem integumen
Tidak ada sianosis, hiperpigmentasi di daerah inguinal, turgor kulit sedang, saat
dicubit lambat kembali. Jaringan adipos sudah menurun.
Akral teraba hangat,CRT < 2.
c. Kepala
Tidak ada kelainan, normo cephalic, simetris, dari pemeriksaan tidak didapat massa
dan tidak ada keluhan nyeri kepala.
d. Muka
Muka tampak simestris, klien terlihat sering mengantuk, tidak terdapat sianosis pada
bibir.
e. Mata
Kedua mata, alis dan kelopak mata normal. Konjungtiva merah muda, reflek cahaya
f.
Dada simetris, auskultasi: ronchi +/+, perkusi: sonor +/+, fremitus fokal +/+ , teraba
massa di dada sebelah kiri ukuran 6x5 cm, konsistensi kenyal dan mobile, klien
mengatakan sudah lama muncul tapi klien lupa sejak kapan. Massa terasa nyeri
ringan (skala 2) bila ditekan. Selama ini tidak ada keluhan atau masalah dengan
munculnya benjolan ( massa).
k. Jantung
Iktus kordis tidak terlihat, batas jantung kanan pada para sterna interkosta 4 kanan,
l.
m. Inguinal- genetalia-anus
Terdapat hernia inguinalis kanan dan bisa masuk bila berbaring, tidak terasa nyeri.
Klien mengatakan muncul sudah lama, karena tidak sakit klien tidak berobat.
n. Ekstermitas
Akral teraba hangat, tidak terdapat edema pada kedua tungkai, klien lebih banyak
tidur, karena bila berjalan agak jauh mengeluh sesak.
o. Tulang belakang
Tulang belakang normal, tidak ada kelainan bentuk ( lordosis, kloliosis, atau pun
kiposis ).
5. Pemeriksaan Penunjang
12 februari 2008
Jenis pemeriksaaan
Nilai
Rujukan
Satuan
Hemoglobin
Hematocrit
Leukosit
Trombosit
MCV
MCH
MCHC
Urinalisis :
Sel epitel
Lekosit
Eritrosit
Berat jenis
pH
Urobilinogen
Ureum darah
Kreatinin darah
SGOT
SGPT
Protein total
13.2
39
9.000
264.000
89
30
34
13 - 16
40 - 43
5000 10.000
150.000 400.000
82 - 92
27 - 31
32 - 36
g/dl
%
/ul
/ul
FL
Pg
g/dl
+
0-1
0-1
1,020
5,0
0,2
23
0,9
44
20
5,9
1.003-1.030
4.5 8.0
0.10 1.00
20 - 40
0.5 1.5
<25
<30
6-7.8
/LPB
/LPB
/LPB
mg/dl
mg/dl
u/L
u/L
gr/dl
Albumin
Globulin
Glukosa darah
Analisa gas darah:
pH
pCO2
pO2
HCO3
Saturasi O2
Troponin-T
CK
CK-MB
Na
K
Cl
3,8
2,1
111
4-5.2
2-2.6
70-200
7,411
29,3
100,2
18,3
96,8
0,25
202
52
143
3,2
101
7.35-7.45
35-45
85-95
21-25
85-95
0.1-2.0
129-184
71-95
135-147
3.5-5.5
100-106
gr/dl
mg/dl
mmHg
mmHg
Mmol/L
%
ng/ml
u/l
u/l
Meq/l
Meq/l
Meq/l
6. Pemeriksaan diagnostic
Radiologi ( tanggal 12 februari 2008 )
Jantung kesan membesar ke kiri dengan apek tertanam, pinggang jantung tak menonjo, aorta
dan mediastinum tidak melebar, trakea ditengah, hilus kanan menebal, tampak infiltrate di
kedua lapang paru terutama sentral.
Kesan :
- Kardiomegali dengan bendungan paru
- Efusi pleura kanan
EKG tanggal 12 februari 2008: Q patologis Old Miokard Infark.
7. Program terapi
Oksigen 2-3 ltr/mnt
Diet jantung II 2100 kalori
Lasix 1x2 amp
Captopril 2x12,5 mg
Aspilet 1x80 mg
ISDN 3x5 mg
Diazepam 2x2 mg
Lactolax 3xCI
Monitor UMU (ukur minum urine ) dengan balans cairan -500/24 jam
BAB III
PEMBAHASAN
1. ANALISA DATA
Data Subyektif :
Os mengatakan merokok sejak usia 8 tahun sampai dengan sekarang dan menghabiskan 7-8
batang sehari
Os mengatakan dari pagi jam 6 sudah 3 kali BAK 1 gelas aqua (600ml)
Keluarga bertanya mengapa setelah mendapat suntikan waktu sore hari menjadi sering
kencing
Os mengatakan sulit tidur, hanya tidur 2 jam pada siang hari dan pada malam hari 4-5 jam
sering terbangun karena sesak
Data Obyektif :
TD : 130/90mmHg,
Hiperpigmentasi daerah inguinal, turgor kulit sedang, saat dicubit lambat kembali, jaringan
Teraba massa didada sebelah kiri ukuran 6x5 cm kosistensi kenyal dan mobile, massa terasa
nyeri ringan (skala 2) bila ditekan.
Pemenuhan kebutuhan eliminasi BAB dan BAK ditempat tidur dibantu istrinya.
Terdapat hernia inguinalis kanan dan bisa masuk bila berbaring dan tidak terasa nyeri.
2. PEMBAHASAN
Riwayat hipertensi kronik yang tidak diobati secara teratur menjadi dasar
mulanya
perkembangan dari penyakit yang diderita Tn. R. Perjalanan hipertensi yang kronik akan
meningkatkan resitensi terhadap pemompaan darah di ventrikel kiri, sehingga beban kerja
jantung bertambah untuk meningkatkan kekuatan kontraksi, dengan ini mengakibatkan
hipertropi ventrikel sebagai respon kompensasi yang mengarah ke gagal jantung. Dengan
terjadinya dilatasi daripada ventrikel, akan merubah anatomis dari jaringan disekitarnya,
dalam hal ini yang terkait adalah adanya katup mitral dan aorta, semakin tinggi tekanan pada
ventrikel dan adanya dilatasi atau hipertropi ventrikel akan meningkatkan kekencangan
daripada serat otot jantung sehngga katup jantung pun terganggu dan dapat menyebabkan
pelebaran mitral dan aortic valve area sehingga terjadi mitral regurgitasi dan aorta
insufisiensi.
Dari ketidakmampuan ventrikel berkontraksi yang ditunjang data adanya ejeksi fraksi 40 %
ini menunjukan ketidak mampuan ventrikel berkontraksi secara adekuat. Dan adanya
regurgitasi dari mitral dan aorta, terjadi peningkatan preload pada ventrikel kiri, yang akan
membuat dinding-dinding jantung semakin meregang, maka aliran ke seluruh tubuh pun
berkurang, salah satunya adalah penurunan perfusi ke ginjal. Dengan hal ini maka gagal
jantung tidak lagi berada pada tahap kompensasi, akan tetapi mengarah kepada gagal jantung
dekompensasi.
Penurunan perfusi ke ginjal akan mengaktivasi system renin-angiotensin dan aldosteron yang
akan meningkatkan reabsorbsi Na+ di ginjal sehingga terjadilah retensi Na dan H2O dan
terjadi peningkatan volume plasma yang akan meningkatkan tekanan hidrostatik, maka
terjadilah edema, seperti pada kasus, edema tungkai yang ada pada klien merupakan sebagai
manifestasi klinis dari ketidak adekuatan perfusi ke ginjal, sehingga terjadi retensi Na +. Dari
kasus adanya terapi captopril untuk meningkatkan kontraktilitas jantung dan untuk
menurunkan afterload, sedangkan teerapi diuretik lasix yang digunakan untuk mengeluarkan
cairan intertisial akibat dari retensi Na+ dan H2O.
Manifestasi adanya sesak nafas (dyspnue) pada saat tidur dengan posisi datar adalah salah
satu tanda gagal jantung. Hal ini disebabkan karena meningkatnya jumlah darah vena yang
kembali ke thorax dari extermitas bawah dan karena pada posisi ini diafraghma terangakat.
Dengan kondisi tersebut beban ventrikel kanan semakin berat dan terjadi bendungan
dikapiler paru dan terjadi peningkatan tekanan hydrostatic kapiler paru. Karenanya cairan
berpindah ke alveoli, hal ini menjadikan compliance paru menurun dan terjadi gangguan
pertukaran gas sehingga pasien mengeluh sesak nafas.
Adanya keluhan sesak nafas pada saat beraktivitas berat adalah dikaitkan dengan
peningkatan aktivitas berakibat pada peningkatan metabolisme tubuh, dan peningkatan
metabolisme memaksakan peningkatan suplay oksigen yang diangkut oleh darah menuju sel.
Hal ini akan memperberat kerja jantung yang dalam kondisi lemah dengan menurunya
kontraktilitas otot jantung yang berakibat terjadinya backward aliran darah dari jantung ke
pembuluh darah paru sehingga terjadi edema paru. Peningkatan tekanan hydrostatik pada
kapiler paru-paru mengakibatkan perpindahan cairan ke alveoli dimana compliance parupun
ahirnya menurun dan terjadi gangguan pertukaran gas.
Dari kajian pada tinjauan teori dan pembahasan kasus pada Tn. R menunjukan adanya
gangguan pemenuhan oksigen yang diakibatkan oleh penurunan kontraktilitas otot jantung
dalam memompa darah ke seluruh tubuh dan terjadi aliran balik dari jantung ke pembuluh
kapiler paru yang mengakibatkan peningkatan tekanan hydrostatik pada kapiler paru dan
terjadi perpindahan cairan dari kapiler paru ke alveoli dan rongga paru, sehingga compliance
paru menurun dan terjadi gangguan pertukaran gas.
Patofisiologi Congestive Heart Failure
Difungsi Miokard
Beban sistol
Meningkat
Kontraktilitas
Preload
Kebutuhan Metabolisme
Beban Jantung
Forward failier
Curah jantung
( COP)
Back ward
failure
Tekanan vena
pulmu
Suplai darah
jaringan
Renal flow
Pelepasan RAA
Metabolisme sel
Edema Paru
Gangguan pertukaran
Gas
Kelebihan Volume
Cairan
3. DIAGNOSA
KEPERAWATAN
aktifitas
Do :
Ku tampak lemah
Px radiologi tanggal 12 februari 2008
Kesan
EKG kesan
Tujuan Keperawatan :
Curah jantung adekuat dengan kriteria evaluasi :Tanda-tanda vital baik, tidak ada
disritmia, tidak ada tanda-tanda gagal jantung, pasien menyatakan tidak sesak napas lagi,
dapat melakukan aktivitas.
Tindakan keperawatan :
Cek perifer pulse, keadaan kulit apakah ditemukan sianosis, keringat dingin
kriteria hasil :
Intervensi keperawatan :
1.
2.
3.
4.
perawatan personal)
5. Batasi rangsangan lingkungan untuk memfasilitasi relaksasi misalnya distraksi dan
visualisasi selama aktivitas
6. Kolaborasi : berikan pengobatan nyeri sebelum aktivitas apabila nyeri merupakan faktor
penyebab, kolaborasi dengan rehab medic untuk latihan ketahanan
DAFTAR PUSTAKA