Professional Documents
Culture Documents
BAB I
PENDAHULUAN
Tujuan Pembangunan Kesehatan adalah tercapainya kemampuan untuk hidup
sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan masyarakat
yang optimal, sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum dari Tujuan
Nasiaonal. Untuk itu perlu di tingkatkan upaya guna memeperluas dan
mendekatkan pelayannan kesehatan kepada masyarakat dengan mutu yang baik
dan biaya yang terjangkau.
Selain itu dengan semakin meningkatnya pendidikan dan keadaan sosisal ekonomi
masyarakat, maka sistem nilai dan orentasi dalam masyarakat pun mulai berubah.
Masyarakat mulaia cenderung menuntut pelayanan umum yang lebih baik, lebih
ramah dan lebih baik, lebih ramah dan lebih bermutu termasuk pelayanan
kesehatab. Dengan semakin meningkatnya tuntutan masyarakat akan mutu
pelayanan Ruah Sakit maka fungsi pelayanan Rumah Sakit Khusus Bedah
Rawamangun secara bertahap perlu terus ditinggatkan agar menjadi lebih efektif
dan efesian serta memeberi kepuasan kepada pasien, keluarga maupaun
masyarakat..
Agar upaya peningkatan mutu pelayanan Rumah Sakit Khusus Bedah
Rawamangun dapat seperti yang diharapkan maka perlu disususn Panduan Upaya
Peningkatan Mutu Pelayanan Rumah Sakit Khusus Bedah Rawamangun. Buku
Panduan tersebut merupakan konsep dan program peningkatan mutu pelayanan
Rumah Sakit Khusus Bedah Rawamangn, yang di sususn sebagai acuan bagi
pengelola Rumah Sakit Khusus Bedah dalam melaksanakan upaya peningkatan
mutu pelayanan Rumah Sakit. Dalam buku panduan ini di uraikan tentang prisisp
upaya peningkatan mutu, langkah-langkah pelaksanaannya dan dilengkapi
indikator mutu.
BAB II
SEJARAH PERKEMBANGAN UPAYA PENINGKATAN
MUTU PELAYANAN RUMAH SAKIT
Upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan sebenarnya ukanlah hal
yang baru. Pada tahun (1820 1910) Florence Nightingale seorang perawat dari
Inggris menekankan pada aspek-aspek keperawatan pada pemingkatan mutu
pelayanan. Salah satu ajarannya yang terkenal sampe sekarang adalah hospital
should do the patient no harm, Rumah Sakit jangan sampai merugikan atau
mencelakakan pasien.
Di Amerika Serikat, upaya peningkatan mutu pelayanan medik dimulai
oleh ahli bedah DR. E.A Codman dari oston dalam tahun 1917. Dr E.A Codman
dan beberapa ahli bedah lain kecewa dengan hasil operasi yang sering kali buruk,
karena seringnya terjadi penyulit. Mereka berkesimpulan bahwa penyulit itu
terjadi karena kondisi yang tidak memenuhi syarat di Rumah Sakit. Untuk itu
perlu ada penilaian dan penyempurnaan tentang segala sesuatu yang terkait
dengan pembedahan. Ini adalah upaya pertama yang berusaha mengidentifikasi
masalah klinis, dan kemudian mencari jalan keluarnya.
Kelanjutan dari upaya ini pada tahun 1918 The American Collage of
Surgeons (ACS) menyusun suatu Hospital Standarization Programme. Program
standarisasi adalah upaya pertama yang terorganisasi dengan tujuan meningkatkan
mutu pelayanan. Program ini ternyata sangat berhasil mingkatkan mutu pelayanan
sehingga banyak Rumah Sakit tertarik untuk ikut serta. Dengan berkembangnya
ilmu dan teknologi maka spesialisasi ilmu kedokteran diluar bedah cepat
erkemang. Oleh karena itu program standarisasi perlu agar dapat mencakup
disiplin lain secara umum.
Pada tahun 1951 American Collage of Surgeon, America Collage of
Physician, American Hospital Association bekerjasama mementuk suatu Joint
Commision on Accreditation of Hospital (JCAH) suatu badan gabungan untuk
menilai dan mengakreditasiRumah Sakit.
Pada akhir tahun 1960 JCAH tidak lagi hanya menentukan syarat minimal
dan essensial untuk mengatasi kelemahan-kelemahan yang ada di Rumah Sakit,
namun telah memacu Rumah Sakit agara memberikan mutu pelayanan yang
keberhasilan
JCAH
dalam
meningkatkan
mutu
pelayanan,
di Barcelona, Spanyol suatu kelompok kerja yang dibentuk oleh WHO telah
mengadakan pertemuan untuk mempelajari peningkatan mutu khusus untuk
Eropa.
Walaupun secara regional WHO telah melakukan berbagai upaya, namun
pada simposium peningkatan mutu di berbagai negara Eropa Barat masih pada
perkembangan awal.
Di Asia, negara pertama yang sudah mempunyai program peningkatan
mutu dan akreditasi Rumah Sakit secara nasional di Taiwan. Negara ini banyak
menerapkan metodologi dari Amerika. Sedangkan Malaysia mengembangkan
peningkatan mutu pelayanan dengan bantuan konsultan ahli Negeri Belanda.
Di Indonesia langkah awal yang sangat mendasar dan terarah yang telah
dilakukan Departemen Kesehatan dalam rangka upaya peningkatan mutu yaitu
penetapan kelas Rumah Sakit pemerintah melalui Surat Keputusan Menteri
Kesehatan No.033/Birhup/1972. Secara umum telah ditetapkan beberapa kriteria
untuk tiap kelas Rumah Sakit A,B,C,D. Kriteria ini kemudian berkembang
menjadi standar-standar. Kemudian dari tahun ke tahun disusun berbagai standar
baik menyangkut pelayanan, ketenagaan, sarana dan prasarana untuk masingmasing kelas Rumah Sakit. Disamping standar, Departemen Kesehatan juga
mengeluarkan berbagai panduan dalam rangka meningkatkan penampilan
pelayanan Rumah Sakit.
Sejak tahun 1948 Departemen Kesehatan telah mengembangkan berbagai
indikator untuk mengukur dan mengevaluasi penampilan (performance) Rumah
Sakit pemerintah kelas C dan Rumah Sakit swasta setara yaitu dalam rangka Hari
Kesehatan Nasional. Indikator ini setiap dua tahun ditinjau kembali dan
disempurnakan. Evaluasi penampilan untuk tahun 1991 telah dilengkapi dengan
indikator kebersihan dan ketertiban Rumah Sakit dan yang dievaluasi selain kelas
C juga kelas D dan kelas B serta Rumah Sakit swasta setara. Sedangkan evaluasi
penampilan tahun 1992 telah dilengkapi pula dengan instrumen mengukur
kemampuan pelayanan. Evaluasi penampilan Rumah Sakit ini merupakan lagkah
awal dari Konsep Continuous Quality Improvement (CQI). Berbeda dengan
konsep QA tradisional dimana dalam monitor dan evaluasi dititik beratkan kepada
pencapaian standar, maka pada CQI fokus lebih diarahkan kepada penampilan
BAB III
KONSEP DASAR UPAYA PENINGKATAN MUTU PELAYANAN
RUMAH SAKIT RAWAMANGUN
Agar upaya peningkatan mutu di Rumah Sakit Rawamangun dapat
dilaksanakan secara efektif maka diperlukan adanya kesatuan bahasa tentang
konsep dasar upaya peningkatan mutu pelayanan.
A. MUTU PELAYANAN RS RAWANGUN
1. Pengertian mutu
Pengertian mutu beraneka ragam dan di bawah ini ada beberapa
pengertian yang secara sederhana melukiskan apa hakekat mutu
a. Mutu adalah tingkat kesempurnaan suatu produk atau jasa.
b. Mutu
adalah
expertisi,
atau
keahlian
dan
keterikatan
mutu
pelayanan
kesehatan
dapat
diukur
dengan
pelayanan
dengan
memiliki sumber daya manusia yang profesional baik dibidang teknis medis
maupun administrasi kesehatan. Untuk menjaga dan meningkatkan mutu, Rumah
Sakit Rawamangun harus mempunyai suatu ukuran yang menjamin peningkatan
mutu di semua tingkatan.
Pengukuran mutu pelayanan kesehatan Rumah Sakit Rawamangun diawali
dengan penilaian akreditasi Rumah Rawamangun yang mengukur dan
memecahkan masalah pada tingkat input dan proses. Pada kegiatan ini Rumah
Sakit Rawamangun harus menetapkan standar input, proses dan output, serta
membakukan seluruh standar prosedur yang telah ditetapkan. Rumah Sakiit
Rawamangun dipacu untuk dapat menilai diri (self assesment) dan memberikan
pelayanan sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Sebagai kelanjutan
untuk mengukur hasil kerjanya perlu ada latar ukur yang lain, yaitu instrumen
mutu pelayanan Rumah Sakit Rawamangun yang menilai dan memecahkan
masalah pada hasil (output). Tanpa mengukur hasil kinerja Rumah Sakit
Rawamangun tidak dapat diketahui apakah input dan proses yang baik telah
menghasilkan output yang baik pula. Indikator Rumah Sakit Rawamangun yang
disusun dengan tujuan untuk dapat mengukur kinerja mutu Rumah Sakit
Rawamangun secara nyata.
B. UPAYA PENINGKATAN MUTU PELAYANAN RS. RAWAMANGUN
Upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan dapat diartikan keseluruhan
upaya dan kegiatan secara komprehensif dan integratif mamantau dan menilai
mutu pelayanan RS Rawamangun, memecahkan masalah-masalah yang ada dan
mencari jalan keluarnya sehingga mutu pelayanan Rumah Sakit Rawamangun
akan menjadi lebih baik.
Di Rumah Sakit Rawamangun upaya peningkatan mutu pelayanan adalah
kegiatan yang bertujuan memberikan asuhan atau pelayanan sebaik-baiknya
kepada pasien. Upaya peningkatan mutu pelayanan Rumah Sakit Rawamangun
akan sangat berarti dan efektif bilamana upaya peningkatan mutu menjadi tujuan
sehari-hari dari setiap unsur di Rumah Sakit Rawamangun termasuk pimpinan,
pelaksana pelayanan langsung dan staf penunjang.
Upaya peningkatan mutu ternasuk kegiatan yang melibatkan mutu asuhan
atau pelayanan dengan penggunaan sumber daya secara tepat dan efisien.
Walaupun disadari bahwa mutu memerlukan biaya, tetapi tidak berarti mutu yang
lebih baik selalu memerlukan biaya lebih banyak atau mutu rendah biayanya lebih
sedikit.
Berdasarkan hal di atas maka disusunlah definisi dan tujuan dari upaya
peningkatan mutu pelayanan RS Rawamangun
1. Defenisi Upaya Peningkatan Mutu Pelayanan RS Rawamangun
Adalah keseluruhan upaya dan kegiatan yang komprehensif dan integratif
yang menyangkut input, proses dan output secara objektif, sistemik dan
berlanjut memantau dan menilai mutu dan kewajaran pelayanan terhadap
pasien, dan memecahkan masalah-masalah yang terungkap sehingga
pelayanan yang diberikan di Rumah Sakit Rawamangun berdaya guna dan
berhasil guna.
2. Tujuan Upaya Peningkatan Mutu Pelayanan RS Rawamangun
Umum : Meningkatkan pelayanan kesehatan melalui upaya peningkatan
mutu pelayanan Rumah Sakit Rawamangun secara efektif dan
efisien agar tercapai derajat kesehatan yang optimal.
Khusus : Tercapainya peningkatan mutu pelayanan Rumah Sakit
Rawamangun melalui:
a. Optimal tenaga, sarana, dan prasarana
b. Pemberian pelayanan sesuai dengan standar profesi dan standar
pelayanan yang dilaksanakan secara menyeluruh dan terpadu
sesuai dengan kebutuhan pasien.
c. Pemanfaatan
teknologi
tepat
guna,
hasil
penelitian
dan
pada
efektifitas
(effectivenes),
efisiensi
(efficiency),
meningkatkan
mutu
pelayanan
kesehatan
Rumah
Sakit
BAB IV
PRINSIP DASAR UPAYA PENINGKATAN MUTU PELAYANAN
Prinsip dasar upaya peningkatan mutu pelayanan adalah pemilihan aspek
yang akan ditingkatkan dengan menetapkan indikator, kriteria serta standar yang
digunakan untuk mengukur mutu pelayanan Rumah Sakit Rawamangun.
Indikator :
Adalah ukuran atau cara mengukur sehingga menunjukkan suatu indikasi.
Indikator merupakan suatu variabel yang digunakan untuk bisa melihat
perubahan. Indiator yang baik adalah yang sensitif tapi juga spesifik.
Kriteria :
Adalah spesifikasi dari indikator.
Standar :
Tingkat kinerja atau keadaan yang dapat diterima oleh seseorang yang
berwenang dalam situasi tersebut, atau kondisi tersebut.
Suatu norma atau persetujuan mengenai keadaan atau prestasi yang sangat
baik.
Sesuatu ukuran atau patokan untuk mengukur kuantitas, berat, nilai atau
mutu.
Keprofesian
Efisiensi
Keamanan pasien
Kepuasan pasien
BAB V
PENGENDALIAN KUALITAS PELAYANAN
Pengendalian adalah keseluruhan fungsi atau kegiatan yang harus
dilakukan untuk menjamin tercapainya sasaran perusahaan dalam hal kualitas
produk dan jasa pelayanan yang diproduksi. Pengendalian kualitas pelayanan pada
dasarnya adalah pengendalian kualitas kerja dan proses kegiatan untuk
menciptakan kepuasan pelanggan (quality os customers satisfaction) yang
dilakukan oleh setiap orang dari setiap bagian di RS Rawamangun.
Pengertian pengendalian kualitas pelayanan di atas mengacu pada siklus
pengendalian (control cycle) dengan memutar siklus Plan-Do-Check-Action(PD-C-A) = Relaksasi (rencanakan laksanakan periksa aksi). Pola P-D-C-A ini
dikenal sebagai siklus Shewart, karena pertama kali dikemukakan oleh Walter
Shewhart beberapa puluh tahun yang lalu. Namun dalam perkembangannya,
metodologi analisis P-D-C-A lebih sering disebut siklus Deming. Hal ini karena
Deming adalah orang yang mempopulerkan penggunaannya dan memperluas
penerapannya. Dengan nama apapun itu disebut, P-D-C-A adalah alat yang
bermanfaat untuk melakukan perbaikan secara terus menerus (continous
improvement) tanpa berhenti.
Konsep P-D-C-A tersebut merupakan panduan bagi setiap manajer untuk
proses perbaikan kualitas (qualitybimprovement)secara terus menerus tanpa
berhenti tetapi meningkat ke keadaan yang lebih baik dan dijalankan di seluruh
bagian organisasi, seperti tampak pada gambar 1.
Dalam gambar 1 tersebut, pengidentifikasian masalah yang akan
dipecahkan dan pencarian sebab-sebabnya serta penentuan tindakan koreksinya,
harus selalu didasarkan pada fakta. Hal ini dimaksudkan untuk menghindarkan
adanya unsur subyektifitas dan pengambilan keputusan yang terlalu cepat serta
keputusan yang bersifat emosional. Selain itu, untuk memudahkan identifikasi
masalah yang akan dipecahkan dan sebagai patokan perbaikan selanjjutnya
perusahaan harus menetapkan standar pelayanan.
Hubungan pengendalian kualitas pelayanan dengan peningkatan perbaikan
berdasarkan siklus P-D-C-A (Relationship between Control and Improvement
Keenam langkah P-D-C-A yang terdapat dalam gambar 3 di atas dapat dijelaskan
sebagai berikut:
a. Langkah 1 : Menentukan tujuan dan sasaran
Plan
Tujuan dan sasaran yang akan dicapai diasarkan pada kebijakan yang
ditetapkan. Penetapan sasaran tersebut ditentukan oleh Kepala RS atau
Kepala Divisi.penetapan sasaran didasarkan pada data pendukung dan
analisis informasi.
Sasaran ditetapkan secara konkret dalam bentuk angka, harus pula
diungkapkan dengan maksud tertentu dan disebarkan kepada semua
karyawan. Semakin rendah tingkat karyawan yang hendak dicapai oleh
penyebaran kebijakan dan tujuan, semakin rinci informasi.
b. Langkah 2 : Menentukan metode untuk mencapai tujuan
Plan
Penetapan tujuan dan sasaran dengan tepat belum tentu akan berhasil
dicapai tanpa disertai metode yang tepat untuk mencapainya. Metode yang
ditetapkan harus rasional, berlaku untuk semua karyawan dan tidak
menyulitkan karyawan untuk menggunakannya. Oleh karena itu untuk
menetapkan metode yang akan digunakan perlu pula diikuti dengan
penetapan standar kerja yang dapat diterima dan dimengerti oleh semua
karyawan.
c. Langkah 3 : Menyelenggarakan pendidikan dan latihan
Do
Metode untuk mencapai tujuan yang dibuat dalam bentuk standar kerja.
Agar dapat dipahami oleh petugas terkait, dilakukan program pelatihan
para karyawan untuk memahami standar kerja dan program yang
ditetapkan.
d. Langkah 4 : Melaksanaan pekerjaan
Do
Check
Action