You are on page 1of 17

BAB I

PENDAHULUAN
Karsinoma hepatoseluler atau hepatoma merupakan kanker hati primer
yang paling sering ditemukan daripada tumor hati lainnya seperti limfoma
maligna, fibrosarkoma dan hemangioendotelioma.1
Di Amerika Serikat sekitar 80%-90% dari tumor ganas hati primer adalah
hepatoma. Angka kejadian tumor ini di Amerika Serikat hanya sekitar 2% dari
seluruh karsinoma yang ada. Sebaliknya di Afrika dan Asia hepatoma adalah
karsinoma yang paling seringditemukan dengan angka kejadian 100/100.000
populasi.2
Pria lebih banyak daripada wanita. Lebih dari 80% pasien hepatoma
menderita sirosis hati Hepatoma biasa dan sering terjadi pada pasien dengan
sirosis hati yang merupakan komplikasi hepatitis virus kronik.2
Hepatitis virus kronik adalah faktor risiko penting hepatoma, virus
penyebabnya adalah virus hepatitis B dan C. Bayi dan anak kecil yang terinfeksi
virus ini lebih mempunyai kecenderungan menderita hepatitis virus kronik
daripada dewasa yang terinfeksi virus ini untuk pertama kalinya.2
Pasien hepatoma 88% terinfeksi virus hepatitis B atau C. Virus ini
mempunyai hubungan yang erat dengan timbulnya hepatoma. Hepatoma
seringkali tak terdiagnosis karena gejala karsinoma tertutup oleh penyakit yang
mendasari yaitu sirosis hati atau hepatitis kronik. Jika gejala tampak, biasanya
sudah stadium lanjut dan harapan hidup sekitar beberapa minggu sampai bulan.
Keluhan yang paling sering adalah berkurangnya selera makan, penurunan berat
badan, nyeri di perut kanan atas dan mata tampak kuning.2
Komplikasi yang sering terjadi pada sirosis adalah asites, perdarahan
saluran cerna bagian atas, ensefalopati hepatika, dan sindrom hepatorenal.
Sindrom hepatorenal adalah suatu keadaan pada pasien dengan hepatitis kronik,
kegagalan fungsi hati, hipertensi portal, yang ditandai dengan gangguan fungsi
ginjal dan sirkulasi darah. Sindrom ini mempunyai risiko kematian yang tinggi.3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.

Definisi
Kanker hati (hepatocellular carcinoma) adalah suatu kanker yang timbul

dari hati. Ia juga dikenal sebagai kanker hati primer atau hepatoma. Hati terbentuk
dari tipe-tipe sel yang berbeda (contohnya, pembuluh-pembuluh empedu,
pembuluh-pembuluh darah, dan sel-sel penyimpan lemak). Bagaimanapun, sel-sel
hati (hepatocytes) membentuk sampai 80% dari jaringan hati. Jadi, mayoritas dari
kanker-kanker hati primer (lebih dari 90 sampai 95%) timbul dari sel-sel hati dan
disebut kanker hepatoselular (hepatocellular cancer) atau Karsinoma (carcinoma).4
Hepatoma (karsinoma hepatoseluler) adalah kanker yang berasal dari selsel hati. Hepatoma merupakan kanker hati primer yang paling sering ditemukan.
Tumor ini merupakan tumor ganas primer pada hati yang berasal dari sel
parenkim atau epitel saluran empedu atau metastase dari tumor jaringan lainnya.5
2.2.

Epidemiologi
Kanker hati adalah kanker kelima yang paling umum di dunia. Suatu

kanker yang mematikan, kanker hati akan membunuh hampir semua pasien-pasien
yang menderitanya dalam waktu satu tahun. Pada tahun 1990, organisasi
kesehatan dunia (WHO) memperkirakan bahwa ada kira-kira 430,000 kasus-kasus
baru dari kanker hati diseluruh dunia, dan suatu jumlah yang serupa dari pasienpasien yang meninggal sebagai suatu akibat dari penyakit ini. Sekitar tiga per
empat kasus-kasus kanker hati ditemukan di Asia Tenggara (China, Hong Kong,
Taiwan, Korea, dan Japan). Kanker hati juga adalah sangat umum di Afrika SubSahara (Mozambique dan Afrika Selatan).
Frekuensi kanker hati di Asia Tenggara dan Afrika Sub-Sahara adalah
lebih besar dari 20 kasus-kasus per 100,000 populasi. Berlawanan dengannya,
frekwensi kanker hati di Amerika Utara dan Eropa Barat adalah jauh lebih rendah,
kurang dari lima per 100,000 populasi. Bagaimanapun, frekwensi kanker hati
diantara pribumi Alaska sebanding dengan yang dapat ditemui pada Asia
Tenggara. Lebih jauh, data terakhir menunjukan bahwa frekwensi kanker hati di

Amerika secara keseluruhannya meningkat. Peningkatan ini disebabkan terutama


oleh hepatitis C kronis, suatu infeksi hati yang menyebabkan kanker hati.4
Di Amerika, frekuensi kanker hati yang paling tinggi terjadi pada imigranimigran dari negara-negara Asia, dimana kanker hati adalah umum. Frekuensi
kanker hati diantara orang-orang kulit putih (Caucasians) adalah yang paling
rendah, sedangkan diantara orang-orang Amerika keturunan Afrika dan Hispanics,
ia ada diantaranya. Frekuensi kanker hati adalah tinggi diantara orang-orang Asia
karena kanker hati dihubungkan sangat dekat dengan infeksi hepatitis B kronis.
Ini terutama begitu pada individu-individu yang telah terinfeksi dengan hepatitis
B kronis untuk kebanyakan dari hidup-hidupnya.4
2.3.

Faktor Risiko
a) Infeksi Hepatitis B
Hepatitis B adalah penyebab tertinggi timbulnya kanker hati di daerah
yang tinggi prevalensinya seperti di Cina dan Indonesia. Penderita
hepatitis B kronis dan pembawa virus hepatitis B (carrier) memiliki risiko
terkena kanker hati yang lebih tinggi dari populasi normal. Hal ini
dibuktikan pada penelitian di Taiwan, dimana lebih dari 20.000 pria diteliti
secara prospektif untuk mengetahui terjadinya kanker hati. Ternyata risiko
untuk terkena kanker hati pada penderita hepatitis B yang HbsAg-nya
positif meningkat lebih dari 100 kali dibandingkan populasi normal.5
Golongan dengan risiko tinggi ini tampaknya terbanyak mengenai
penderita yang tinggal di daerah endemi Hepatitis B seperti di Indonesia,
dimana penularan lebih banyak terjadi secara vertical (dari ibu ke bayi)
dibanding penderita yang memperolehnya secara horizontal pada saat
dewasa. Di samping dapat menimbulkan kanker hati, hepatitis B kronis
juga dapat mengakibatkan Sirosis hati (pengerasan organ hati) akibat
reaksi peradangan berulang. Sebagai tambahan, pasien-pasien dengan
virus hepatitis B yang berada pada risiko yang paling tinggi untuk kanker
hati adalah pria-pria dengan sirosis, virus hepatitis B dan riwayat kanker
hati keluarga.4
b) Infeksi Hepatitis C
Infeksi virus hepatitis C (HCV) juga dihubungkan dengan perkembangan
kanker hati. Di Jepang, virus hepatitis C hadir pada sampai dengan 75%
3

dari kasus-kasus kanker hati. Seperti dengan virus hepatitis B, kebanyakan


dari pasien-pasien virus hepatitis C dengan kanker hati mempunyai sirosis
yang berkaitan dengannya. Pada beberapa studi-studi retrospektifretrospektif (melihat kebelakang dan kedepan dalam waktu) dari sejarah
alami hepatitis C, waktu rata-rata untuk mengembangkan kanker hati
setelah paparan pada virus hepatitis C adalah kira-kira 28 tahun. Kanker
hati terjadi kira-kira 8 sampai 10 tahun setelah perkembangan sirosis pada
pasien-pasien ini dengan hepatitis C. Beberapa studi-studi prospektif
Eropa melaporkan bahwa kejadian tahunan kanker hati pada pasien-pasien
virus hepatitis C yang ber-sirosis berkisar dari 1.4 sampai 2.5% per tahun.
Pada sisi lain, ada beberapa individu-individu yang terinfeksi virus
hepatitis C kronis yang menderita kanker hati tanpa sirosis. Jadi, telah
disarankan bahwa protein inti (pusat) dari virus hepatitis C adalah tertuduh
pada pengembangan kanker hati. Protein inti sendiri (suatu bagian dari
virus hepatitis C) diperkirakan menghalangi proses alami kematian sel
atau mengganggu fungsi dari suatu gen (gen p53) penekan tumor yang
normal. Akibat dari aksi-aksi ini adalah bahwa sel-sel hati terus berlanjut
hidup dan reproduksi tanpa pengendalian-pengendalian normal, yang
adalah apa yang terjadi pada kanker.4
c) Alkohol
Sirosis hati yang disebabkan konsumsi alkohol yang berlebih ternyata
merupakan penyebab utama terjadinya kanker hati di usia lanjut. Hal ini
didukung oleh data yang dibuat di Amerika Serikat terhadap para veteran.
Karena dari berbagai penelitian menunjukan bahwa konsumsi alkohol
>50-70 gram per hari dan dalam jangka waktu yang lama ternyata tidak
hanya meningkatkan risiko terbentuknya sirosis hati namun juga
mempercepat terjadinya sirosis pada penderita hepatitis C dan kanker hati.5
d) Obesitas
Suatu penelitian kohort prospektif pada lebih dari 900.000 individu di
Amerika Serikat dengan masa pengamatan selama 16 tahun mendapat
terjadinya peningkatan angka mortalitas sebesar 5 kali akibat kanker hati
pada kelompok individu dengan berat badan tertinggi (IMT 35-40)
dibandingkan dengan kelompok individu yang IMT-nya normal. Seperti

diketahui, obesitas merupakan faktor resiko utama untuk non-alcoholic


fatty liver disease (NAFLD), khususnya non-alcoholic steatoheptitis
(NASH) yang dapat berkembang menjadi sirosis hati dan kemudian dapat
berlanjut menjadi kanker hati.6
e) Diabetes Melitus (DM)
Telah lama ditengarai bahwa DM merupakan faktor risiko baik untuk
penyakit hati kronik maupun kanker hati melalui terjadinya perlemakan
hati dan steatohepatitis non-alkoholik (NASH). Disamping itu, DM
dihubungkan dengan peningkatan kadar insulin dan insulin-like growth
factors (IGFs) yang merupakan factor promotif potensial untuk kanker.
Indikasi kuat asosiasi antara DM dan kanker hati terlihat dari banyak
penelitian, antara lain penelitian kasus-kelola oleh hasan dkk yang
melaporkan bahwa dari 115 kasus kanker hati dan 230 pasien non-kanker
hati, rasio odd dari DM adalah 4.3, meskipun diakui bahwa sebagian dari
kasus DM sebelumnya sudah menderita sirosis hati. Penelitian kohort
besar oleh El Serag dkk yang melibatkan 173.643 pasien DM dan 650,620
pasien bukan-DM menemukan bahwa insidens kanker hati pada kelompok
DM lebih dari 2 kali lipat dibandingkan dengan insidens kanker hati
kelompok bukan-DM. Insidens juga semakin tinggi seiring dengan
lamanya pengamatan (kurang dari 5 tahun hingga lebih dari 10 tahun). DM
merupakan faktor risiko HCC tanpa memandang umur, jenis kelamin dan
ras.6
f) Idiopatik
Antara 15-40% kanker hati ternyata tidak diketahui penyebabnya
walaupun sudah dilakukan pemeriksaan yang menyeluruh. Beberapa
penjelasan akhir-akhir ini menyebutkan peranan perlemakan hati - fatty
liver disease - yang bukan disebabkan oleh alkohol (NASH = Non Alcohol
Steato Hepatitis), dipercaya dapat menyebabkan kerusakan sel hati yang
luas yang pada akhirnya menimbulkan sirosis dan kanker hati.6
g) Sirosis
Individu-individu dengan kebanyakan tipe-tipe sirosis hati berada pada
risiko yang meningkat mengembangkan kanker hati. Sebagai tambahan
pada kondisi-kondisi yang digambarkan diatas (hepatitis B, hepatitis C,
alkohol, dan hemochromatosis), kekurangan alpha 1 anti-trypsin, suatu

kondisi yang diturunkan/diwariskan yang dapat menyebabkan sirosis,


mungkin menjurus pada kanker hati. Kanker hati juga dihubungkan sangat
erat dengan kelainan biokimia pada masa kanak-kanak yang berakibat
pada sirosis dini.
Penyebab-penyebab tertentu dari sirosis lebih jarang dikaitkan
dengan kanker hati daripada penyebab-penyebab lainnya. Contohnya,
kanker hati jarang terlihat dengan sirosis pada penyakit Wilson
(metabolisme tembaga yang abnormal) atau primary sclerosing cholangitis
(luka parut dan penyempitan pembuluh-pembuluh empedu yang kronis).
Begitu juga biasanya diperkirakan bahwa kanker hati adalah jarang
ditemukan pada primary biliary cirrhosis (PBC). Studi-studi akhir ini,
bagaimanapun, menunjukan bahwa frekwensi kanker hati pada PBC
adalah sebanding dengan yang pada bentuk-bentuk lain sirosis.4
2.4.

Gejala Klinis
Pada permulaannya penyakit ini berjalan perlahan, dan banyak tanpa

keluhan. Lebih dari 75% tidak memberikan gejala-gejala khas. Ada penderita
yang sudah ada kanker yang besar sampai 10 cm pun tidak merasakan apa-apa.
Keluhan utama yang sering adalah keluhan sakit perut atau rasa penuh ataupun
ada rasa bengkak di perut kanan atas dan nafsu makan berkurang, berat badan
menurun, dan rasa lemas. Keluhan lain terjadinya perut membesar karena ascites
(penimbunan cairan dalam rongga perut), mual, tidak bisa tidur, nyeri otot, berak
hitam, demam, bengkak kaki, kuning, muntah, gatal, muntah darah, perdarahan
dari dubur, dan lain-lain.7
2.5.

Diagnosis
Dengankemajuan teknologi yang semakincanggih dan maju pesat, maka

berkembang pula cara-cara diagnosis dan terapi yang lebih menjanjikan dewasa
ini. Kanker hati selular yang kecil pun sudah bisa dideteksi lebih awal
terutamanya dengan pendekatan radiologi yang akurasinya 70 95%1,4,8 dan
pendekatan laboratorium alphafetoprotein yang akurasinya 60 70%.8
Kriteria diagnosa Kanker Hati Selular (KHS) menurut PPHI (Perhimpunan
Peneliti Hati Indonesia), yaitu:
1. Hati membesar berbenjol-benjol dengan/tanpa disertai bising arteri.
6

2. AFP (Alphafetoprotein) yang meningkat lebih dari 500 mg per ml.


3. Ultrasonography (USG), Nuclear Medicine, Computed Tomography
Scann (CT Scann), Magnetic Resonance Imaging (MRI), Angiography,
ataupun Positron Emission Tomography (PET) yang menunjukkan adanya
KHS.
4. Peritoneoscopy dan biopsi menunjukkan adanya KHS.
5. Hasil biopsi atau aspirasi biopsi jarum halus menunjukkan KHS.
Diagnosa KHS didapatkan bila ada dua atau lebih dari lima kriteria atau
hanya satu yaitu kriteria empat atau lima.
2.6.

Stadium Penyakit
Stadium I

: Satu fokal tumor berdiametes < 3cm yang terbatas hanya

Stadium II

pada salah satu segment tetapi bukan di segment I hati.


: Satu fokal tumor berdiameter > 3 cm. Tumor terbatas pada

segement I atau multi-fokal terbatas pada lobus kanan/kiri


Stadium III : Tumor pada segment I meluas ke lobus kiri (segment IV)
atas ke lobus kanan segment V dan VIII atau tumor dengan
invasi peripheral ke sistem pembuluh darah (vascular) atau
pembuluh empedu (billiary duct) tetapi hanya terbatas pada
Stadium IV

lobus kanan atau lobus kiri hati.


: Multi-fokal atau diffuse tumor yang mengenai lobus kanan
dan lobus kiri hati.
atau tumor dengan invasi ke dalam pembuluh darah
hati (intra hepaticvaskuler) ataupun pembuluh

empedu (biliary duct)


atau tumor dengan invasi ke pembuluh darah di luar
hati (extra hepatic vessel) seperti pembuluh darah

vena limpa (vena lienalis)


atau vena cava inferior
atau adanya metastase keluar dari hati (extra
hepatic metastase).

2.7.

PemeriksaanPenunjang
a) Alphafetoprotein
Sensitivitas Alphafetoprotein (AFP) untuk mendiagnosa KHS 60% 70%,
artinya hanya pada 60% 70% saja dari penderita kanker hati ini

menunjukkan peninggian nilai AFP, sedangkan pada 30% 40% penderita


nilai AFP nya normal. Spesifitas AFP hanya berkisar 60% artinya bila ada
pasien yang diperiksa darahnya dijumpai AFP yang tinggi, belum bisa
dipastikan hanya mempunyai kanker hati ini sebab AFP juga dapat
meninggi pada keadaan bukan kanker hati seperti pada sirrhosis hati dan
hepatitis kronik, kanker testis, dan terratoma.9
b) AJH (aspirasijarumhalus)
Biopsi aspirasi dengan jarum halus (fine needle aspiration biopsy)
terutama ditujukan untuk menilai apakah suatu lesi yang ditemukan pada
pemeriksaan radiologi imaging dan laboratorium AFP itu benar pasti suatu
hepatoma. Tindakan biopsi aspirasi yang dilakukan oleh ahli patologi
anatomi ini hendaknya dipandu oleh seorang ahli radiologi dengan
menggunakan peralatan ultrasonografi atau CT scann fluoroscopy
sehingga hasil yang diperoleh akurat. Cara melakukan biopsi dengan
dituntun oleh USG ataupun CT scann mudah, aman, dan dapat ditolerir
oleh pasien dan tumor yang akan dibiopsi dapat terlihat jelas pada layar
televisi berikut dengan jarum biopsi yang berjalan persis menuju tumor,
sehingga jelaslah hasil yang diperoleh mempunyai nilai diagnostik dan
akurasi yang tinggi karena benar jaringan tumor ini yang diambil oleh
jarum biopsi itu dan bukanlah jaringan sehat di sekitar tumor.
c) Ultrasonography (USG) Abdomen
Dengan USG hitam putih (grey scale) yang sederhana (conventional) hati
yang normal tampak warna ke-abuan dan texture merata (homogen). Bila
ada kanker langsung dapat terlihat jelas berupa benjolan (nodule) berwarna
kehitaman, atau berwarna kehitaman campur keputihan dan jumlahnya
bervariasi pada tiap pasien bisa satu, dua atau lebih atau banyak sekali dan
merata pada seluruh hati, ataukah satu nodule yang besar dan berkapsul
atau tidak berkapsul. Sayangnya USG conventional hanya dapat
memperlihatkan benjolan kanker hati diameter 2 cm 3 cm saja. Tapi bila
USG conventional ini dilengkapi dengan perangkat lunak harmonik
system bisa mendeteksi benjolan kanker diameter 1 cm 2 cm, namun
nilai akurasi ketepatan diagnosanya hanya 60%. Rendahnya nilai akurasi
ini disebabkan walaupun USG conventional ini dapat mendeteksi adanya

benjolan kanker namun tak dapat melihat adanya pembuluh darah baru
(neo-vascular).
d) CT Scan
Di samping USG diperlukan CT scann sebagai pelengkap yang dapat
menilai seluruh segmen hati dalam satu potongan gambar yang dengan
USG gambar hati itu hanya bisa dibuat sebagian-sebagian saja. CT scann
yang saat ini teknologinya berkembang pesat telah pula menunjukkan
akurasi yang tinggi apalagi dengan menggunakan teknik hellical CT scann,
multislice yang sanggup membuat irisan-irisan yang sangat halus sehingga
kanker yang paling kecil pun tidak terlewatkan. Lebih canggih lagi
sekarang CT scann sudah dapat membuat gambar kanker dalam tiga
dimensi dan empat dimensi dengan sangat jelas dan dapat pula
memperlihatkan hubungan kanker ini dengan jaringan tubuh sekitarnya.
e) Angiografy
Dicadangkan hanya untuk penderita kanker hati-nya yang dari hasil
pemeriksaan USG dan CT scann diperkirakan masih ada tindakan terapi
bedah

atau

non-bedah

masih

yang

mungkin

dilakukan

untuk

menyelamatkan penderita. Pada setiap pasien yang akan menjalani operasi


reseksi hati harus dilakukan pemeriksaan angiografi. Dengan angiografi ini
dapat dilihat berapa luas kanker yang sebenarnya. Kanker yang kita lihat
dengan USG yang diperkirakan kecil sesuai dengan ukuran pada USG bisa
saja ukuran sebenarnya dua atau tiga kali lebih besar. Angigrafi bisa
memperlihatkan ukuran kanker yang sebenarnya. Lebih lengkap lagi bila
dilakukan CT angiography yang dapat memperjelas batas antara kanker
dan jaringan sehat di sekitarnya sehingga ahli bedah sewaktu melakukan
operasi membuang kanker hati itu tahu menentukan di mana harus dibuat
batas sayatannya.14
2.8.

Pengobatan
Pengobatan hepatoma masih belum memuaskan, banyak kasus didasari

oleh sirosis hati. Pasien sirosis hati mempunyai toleransi yang buruk pada operasi
segmentektomi pada hepatoma. Selain operasi masih ada banyak cara misalnya
transplantasi hati, kemoterapi, emboli intra arteri, injeksi tumor dengan etanol

agar terjadi nekrosis tumor, tetapi hasil tindakan tersebut masih belum
memuaskan dan angka harapan hidup 5 tahun masih sangat rendah.2
Karena sirosis hati yang melatarbelakanginya serta seringnya multinodularitas, resektabilitas kanker hati sangat rendah. Di samping itu kanker hati
juga sering kambuh meskipun sudah menjalani reseksi bedah kuratif. Pilihan
terapi ditetapkan berdasarkan atas ada-tidaknya sirosis, jumlah dan ukuran tumor,
serta derajat pemburukan hepatik.
a) Transplantasi hati
Bagi pasien kanker hati dan sirosis hati, transplantasi hati memberikan
kemungkinan untuk menyingkirkan tumor dan menggantikan parenkim
hati yang mengalami disfungsi. Kematian pasca transplantasi tersering
disebabkan oleh rekurensi tumor di dalam maupun di luar transplan.
Rekurensi tumor bahkan mungkin diperkuat oleh obat antirejeksi yang
harus diberikan. Tumor yang berdiameter kurang dari 3 cm lebih jarang
kambuh dibandingkan dengan tumor yang diamternya lebih dari 5 cm.6
b) Reseksi hepatik
Untuk pasien dalam kelompok non-sirosis yang biasanya mempunyai
fungsi hati normal pilihan utama terapi adalah reseksi hepatik. Namun
untuk pasien sirosis diperlukan kriteria seleksi karena operasi dapat
memicu timbulnya gagal hati yang harapan hidupnya menurun. Parameter
yang dapat digunakan adalah skor child plug dan derajat hipertensi portal
atau kadar bilirubin serum dan derajat hipertensi portal saja. Subjek yang
bilirubin normal tanpa hipertensi portal yang m bermakna, harapan hidup
5 tahunnya dapat mencapai 70%. Kontraindikasi tindakan ini adalah
adanya metastatis ekstrahepatik,kanker hati difus atau multifokal, sirosis
stadium lanjut dan penyakit penyerta yang dapat mempengaruhi ketahanan
pasien menjalani operasi.6
c) Ablasi tumor perkutan
Destruksi dari sel neoplastik dapat dicapai dengan bahan kimia (alkohol,
asam asetat) atau dengan memodifikasi suhunya (radiofrequency,
microwave, laser, cryoablation). Injeksi etanol perkutan (PEI) merupakan
teknik terpilih untuk tumor kecil karena efikasinya tinggi, efek
sampingnya

rendah

serta

relatif

murah.

Dasar

kerjanya

adalah

menimbulkan dehidrasi, nekrosis, oklusi vaskular dan fibrosis. Untuk

10

tumor kecil (diameter <5 cm) pada pasien sirosis Child-Pugh A, angka
harapan hidup 5 atahun dapat mencapai 50%. PEI bermanfaat untuk pasien
dengan tumor kecil yang resektabilitasnya terbatas karena adanya sirosis
hati non-Child A.
Radiofrequency Ablation (RFA) menunjukkan angka keberhasilan
yang lebih tinggi dari pada PEI dan efikasinya tertinggi untuk tumor yang
lebih besar dari 3 cm, namun tetap tidak berpengaruh terhadap harapan
hidup pasien. Selain itu, RFA lebih mahal dan efek sampingnya lebih
banyak dibandingkan dengan PEI. Guna mencegah terjadinya rekurensi
tumor, pemberian asam poliprenoik (polyprenoic acid) selama 12 bulan
dilaporkan dapat menurunkan angka rekurensi pada bulan ke 38 secara
bermakna dibandingkan dengan kelompok plasebo (kelompok plasebo
49%, kelompok terapi PEI atau reseksi kuratif 22%).6
d) Terapi paliatif
Sebagian besar pasien kanker hati didiagnosis pada stasium menengahlanjut (intermediate-advanced stage) yang tidak ada terapi standarnya.
Berdasarkan meta analisis, pada stadium ini hanya TAE/TACE
(transarterial embolization/chemo embolization) saja yang menunjukkan
penuruanan pertumbuhan tumor serta dapat meningkatkan harapan hidup
pasien dengan kanker hati yang tidak resektabel. TACE dengan frekuensi 3
hingga 4 kali setahun dianjurkan pada pasien yang fungsi hatinya cukup
baik (Child-Pugh A) serta tumor multinodular asimtomatik tanpa invasi
vaskular atau penyebaran ekstrahepatik, yang tidak bisa diberi terapi
radikal. Namun bagi pasien yang dalam keadaan gagal hati (Child-Pugh BC), serangan iskemik akibat terapi ini dapat mengakibatkan efek samping
berat. Adapun beberapa jenis terapi lain untuk kanker hati yang tidak
resektabe; seperti imunoterapi dengan interferon, terapi antiestrogen,
antiandrogen, oktreotid, radiasi internal, kemoterapi arterial atau sistemik
masih memerlukan penelitian lebih lanjut untuk mendapatkan penilaian
yang meyakinkan.6
e) Tatalaksana komplikasi sirosis hati(10)
1. Asites dan edema

11

Untuk mengurangu edema dan asites, pasien dianjurkan membatasi


asupan garam dan air. Jumlah diet garam yang dianjurkan biasanya
sekitara dua gram per hati, dan cairan sekitar satu liter sehari.
Kombinasi diuretik spironolakton dan furosemid dapat
menurunkan dan menghilangkan edema dan asitespasa sebagian
besar pasien. Bila pemakaian diuretik tidak berhasil (asites
refrakter), dapat dilakukan parasintesis abdomen untuk mengambil
cairan asites sedemikian besar sehingga menimbulkan keluhan
nyeri akibat distensi abdomen, dan atau kesulitan bernapas karena
keterbatasan geralan diafragma, parasintesis dapat dilakukan dalam
jumlah lebih dari 5 liter (large volume paracentesis = LVP).
Pengobatan lain untuk asites refrakter adalah TIPS (Transjugular
intravenous portosystemic shunting) atau transplantasi hati.
2. Perdarahan varises
Bila varises telah timbul di bagian diatal esofagus atau proksimal
lambung, pasien sirosis berisiko mengalami perdarahan serius
akibat pecahnya varises. Sekali varises mangalami perdarahan,
bertendensi perdarahan ulang dan setiap kali berdarah, pasien
berisiko meninggal. Karena itu pengobatan ditujukan untuk
pencegahan perdarahan pertama maupun pencegahan perdarahan
ulang dikemudian hari. Untuk tujuan tersebut, ada beberapa cara
pengobatan yang dianjurkan, termasuk pemberian obat dan
prosedur untuk menurunkan tekanan vena porta, maupun prosedur
untuk menurunkan tekanan vena porta, maupun prosedur untuk
merusak atau mengeradikasi varises.
Propanolol atau nadolol, merupakan obat penyekat reseptor beta
non-selektif. Efektif menurunkan tekanan vena porta, dan dapat
dipakai untuk mencegah perdarahan pertama maupun perdarahan
ulang varises pasien sirosis.
3. Ensefalopati hepatik
Pasien dengan siklus tidur abnormal, gangguan berpikir, perubahan
kepribadian, atau tanda-tanda lain enselopati hepatik, biasanya
harus mulai diobati dengan diet rendah protein dan laktulosa oral.
Untuk mendapat efek laktulosa, dosisnya harus sedemikian rupa

12

sehingga pasien buang air besar dua sampai tiga kali sehari. Bila
gejala enselopati masih tetap ada, antibiotika oral seperti neomisin
atau metronidazol dapat ditambahkan. Pada pasien enselopati
hepatik yang semakin jelas, ada tiga tindakan yang harus segera
diberikan : 1) singkirkan penyebab enselopati yang lain, 2) perbaiki
atau singkirkan faktor pencetus dan 3) segera mulai pengobatan
empiris yang dapat berlangsung lama, seperti : klisma, diet rendah
atau tanpa protein, laktulosa, natibiotika (neomisin, metronidazol
atau vankomisin), asam amino rantai cabang, bromokriptin,
preparat zenk, dan atau ornitin aspartat. Bila enselopati tetap ada,
atau timbul berulang kali dengan pengobatan empiris, dapat
dipertimbangkan transplantasi hati.
2.9.

Pencegahan
Pencegahan terhadap kanker disini adalah suatu tindakan yang berupaya

untuk menghindari segala sesuatu yang menjadi faktor resiko terjadinya kanker
dan memperbesar faktor protektif untuk mencegah kanker. Prinsip utama
pencegahan kanker hati adalah dengan melakukan skrining kanker hati sedini
mungkin.5
2.10.

Prognosis
Klasifikasi child-plugh(6)

Nilai
1
2
Ensefalopati
Minimal
Asites
Nihil
Minimal
Bilirubin(mg/dl)
<2
2-3
Albumin
>3,5
2,8-3,5
PT
<1,7
1,7-2,3
Ket : child A=5-6, child B=7,9, child C=10-15

3
Berat/koma
Masif
>3
<2,8
>2,3

13

BAB III
KOLEGIUM PENYAKIT DALAM (KPD)
CATATAN MEDIK PASIEN
ANAMNESA PRIBADI
Nama

: Julyana Nasution

Umur

: 45 tahun

Jenis Kelamin

: Perempuan

Suku / Bangsa

: Batak / Indonesia

Status

: Sudah Menikah

Agama

: Islam

Pekerjaan

: Ibu Rumah Tangga

Alamat

: Jl. Sempurna No.20 MEDAN

Tanggal masuk

: 19 Desember 2014

ANAMNESA PENYAKIT
Keluhan utama

: Nyeri Perut Kiri Bawah

Telaah

Hal ini dialami OS 3 bulan ini, memberat dalam 1 minggu ini. Nyeri
dirasakan hilang timbul, terutama saat BAK, riwayat BAK tersendat (+),
Tidak lancar (+), BAK berpasir (-), BAK keluar batu (-), BAK keluar
darah (-).

Nyeri dimulai sejak 2 bulan SMRS dan berlangsung terus menerus,


kadang hilang timbul dan tidak berkurang saat istirahat.

Rasa mual dirasakan dalam 2 bulan ini, terus menerus sehingga selera
makan sangat menurun. Muntah hanya terjadi kadangkala, terutama bila

selesai makan dan isinya makanan dan tak ada darah.


Mata tampak kuning sejak 3 minggu SMRS dan disertai buang air kecil

warna seperti teh. Buang air kecil tetap lancar dan jumlahnya banyak.
BAB (+) sulit.
Riwayat bengkak pada kaki tidak dijumpai
Riwayat darah tinggi dan sakit gula disangkal OS

14

RPT

: tidak jelas

RPO

: tidak jelas.

STATUS PASIEN
Sensorium

: compos mentis

Tekanan darah

: 150/100 mmHg

Pulse

: 84x/i

Respiratory rate

: 22 x/i

Temperature

: 38,8C

Anemia

: (-)

Ikterus

: (-)

Sianosis

: (-)

Dispnoe

: (-)

Oedem

: (-)

PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalisata
Kepala
Kepala

: dalam batas normal

Rambut

: dalam batas normal

Mata

: konjungtiva palpebral inferior pucat (-/-),


sclera ikterik (-/-)

THM

: dalam batas normal

Leher
Trakea

: medial

TVJ

: R+2 cm H2O

Pembesaran KGB

: tidak dijumpai

Thorak
Inspeksi

: simetris fusiformis

Palpasi

: stem fremitus kanan=kiri

Perkusi

: sonor

15

Auskultasi

: SP : vesikuler
ST : -

Abdomen
Inspeksi

: Simetris

Palpasi

: Soepel, nyeri tekan Supra pubis dan iliaca simetris, teraba


massa ukuran 1cm x 1cm

Perkusi

: Tympani

Auskultasi

: peristaltik (+) normal

Genitalia

: Perempuan, tidak ada kelainan

Ekstremitas Superior : dalam batas normal, oedem (-)


Ekstremitas Inferior : oedem pretibial (-/-)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Darah rutin
WBC
RBC
HGB
HCT
MCV
MCH
MCHC
Platelet

: 14.300 uL
: 4,33 106/uL
: 13,4 gr/dL
: 36,4%
: 84,1 fL
: 30,9 pg
: 36,8 dL
: 345.000 uL

Kimia Klinik
KGD adr
LFT: SGOT
SGPT
Alkaline fosfatase
Bil total
Bil. Direct
RFT: Ureum
Creatinin
Uric Acid

: 209 mg/dL
: 18 U/I
: 17 U/I
: 89 U/I
: 1,03
: 0,29
: 18 mg/dL
: 0,75 mg/dL
: 4,1 mg/dL

Urin Rutin
Protein
: (+)
Reduksi
: (++)
Leukosit
: (-)
Vag/ urethr. Ep: (-)
Bilirubin
: (-)
16

Urobilinogen : positif
pH
:6
nitrit
: negatif
DIFFERENTIAL DIAGNOSIS
DIAGNOSIS SEMENTARA
Infeksi Saluran Kemih
PENATALAKSANAAN
-

Tirah baring
IVFD Ringer lactat 20gtt/i
Diet MB
Inj. Ketorolac 1amp/8jam
Inj. Ceftriaxone 1gr/12jam sensitifitas test
Captopril 2x25mg
Amlodipin 1x5mg

ANJURAN
-

17

You might also like