Professional Documents
Culture Documents
LAPORAN AKHIR
PENYEMPURNAAN MASTERPLAN
SARANA DAN PRASARANA DITJEN PMD
(PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DAN DESA)
Kata Pengantar
Atas segala puji Tuhan Yang Maha Esa, kami telah menyelesaikan penyusunan
dokumen Usulan Teknis untuk pekerjaan Penyempurnaan Masterplan Sarana
dan Prasarana DIRJEN PMD (Pemberdayaan Masyarakat Desa), sebagai
salah satu persyaratan dalam pengajuan pelaksanaan pekerjaan yang dimiliki oleh
DIRJEN PMD pada tahun anggaran 2014.
Dalam Laporan Akhir Penyempurnaan Masterplan Sarana dan Prasarana
DIRJEN PMD, telah disusun materi sebagai berikut :
1. Pendahuluan
2. Gambaran Umum
3. Apresiasi dan Inovasi
4. Pendekatan dan Metodelogi
5. Konsep Pengembangan
6. Konsep Perencanaan dan Perancangan
7. Penutup
Untuk memenuhi ketentuan dalam Kerangka Acuan Kerja perihal materi pekerjaan,
maka Konsultan telah menyusun Laporan Akhir untuk diberikan kepada para pihak
terlibat dalam kegiatan ini. Demikian pengantar dari pihak konsultan
TIM KONSULTAN
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
DAFTAR ISI
HALAMAN
BAB I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG ................................................................................. I 1
1.2 GAMBARAN UMUM ................................................................................ I 3
1.3 VISI DAN MISI ..................................................................................... I 7
1.4 MAKSUD DAN TUJUAN ........................................................................... I 8
1.5 ALASAN DILAKSANAKAN KEGIATAN ...................................................... I 9
1.6 KEGIATAN YANG DILAKSANANKAN ....................................................... I 10
1.7 MAKSUD DAN TUJUAN KEGIATAN DESAIN MASTERPLAN......................... I 11
1.8 SASARAN .............................................................................................. I 11
1.9 PENERIMAAN MANFAAT ........................................................................ I 12
1.10 TINJAUAN DASAR HUKUM ..................................................................... I 12
1.11 LINGKUP PEKERJAAN ............................................................................ I 13
1.12 INDIKATOR KELUARAN .......................................................................... I 16
1.13 STRATEGI PENCAPAIAN KELUARAN ....................................................... I 18
1.14 TEMPAT PELAKSANAAN KEGIATAN ......................................................... I 20
1.15 PELAKSANAAN KEGIATAN ...................................................................... I 20
1.16 TIM PELAKSANAAN KEGIATAN ............................................................... I 20
1.17 SUMBER DANA ..................................................................................... I 23
1.18 SISTEMATIKA PENULISAN .................................................................... I 24
BAB II GAMBARAN UMUM BALAI PMD
2.1 SEJARAH PMD ........................................................................................ II 1
2.2 BALAI PMD YOGYAKARTA ........................................................................ II 3
2.2.1 Gambaran Umum ........................................................................... II 3
2.2.2 Visi dan Misi................................................................................... II 4
2.2.3 Strategi ......................................................................................... II 5
2.2.4 Struktur Organisasi......................................................................... II 6
2.2.5 Program Pelatihan .......................................................................... II 5
2.3 BALAI BESAR PMD MALANG ..................................................................... II 9
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Penyusunan
Rencana Umum
dan
Detail
Perencanaan
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
6.2.
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
BAB 1
Pendahuluan
1.1.
LATAR BELAKANG
Merujuk pada system wilayah, desa merupakan ruang yang didiami oleh masyarakat,
didalamnya terdapat produksi sumberdaya, juga tata kelola pemerintahan. Untuk itu
Seirama dengan perkembangan IPOLEKSOSBUDHANKAM (ideologi, politik, ekonomi,
sosial budaya dan pertahanan keamanan) dalam Pemerintahan Republik Indonesia
sejak tahun 1945 hingga sekarang, pelaksanaan pembangunan desa yang menjadi
tugas dan tanggung jawab Departemen Dalam Negeri telah beberapa kali
mengalami perubahan dan perkembangan, kebijaksanaan baik perubahan yang
menyangkut nama maupun instansi dan penyelenggaraannya.
Awal mula terbentuknya desa yaitu pada rangkaian laporan yang disusun oleh
rombongan study tour dan expert dari PBB, maka Pemerintah mendapatkan
gambaran
yang jelas
arti
Community Development.
Sehubungan dengan hal tersebut maka dalam Kabinet Ali Sastroamidjojo ke-II (24
Maret 9 April 1957), program pemerintah yang berjangka 5 tahun mulai
mencantumkan program Pembangunan Masyarakat Desa.
Lebih lanjut dalam Kabinet Kerja II (18 Pebruari 1960 6 Maret 1963) organisasi
penyelenggaran
pembangunan
masyarakat
desa
disempurnakan
dengan
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |I - 1
Undang
no
32
tahun
2004
tentang
Pemerintahan
Daerah
Dalam proses panjang, ketika pembangunan itu dilakukan oleh Negara Kesatuan
Republik Indonesia, kondisinya menjadi berbalik, desa menjadi bagian dari
pemerintahan pusat dengan posisi pinggiran dan kehilangan otonomi. Selanjutnya
desa menjadi obyek pembangunan semua lembaga pemerintahan
di atasnya
pada
ditetapkannya
Undang-undang
Pemerintahan
Daerah
yang
mengarahkan pembangunan diawali pada taraf desa (bottom up) sebagai ujung
tombak dalam peran pembangunan.
Salah
satu
bukti
terselenggaranya
otonomi
pemerintahan
yaitu
semakin
bertambahnya jumlah desa yang ada. Berdasarkan data BPS 2012, jumlah desa di
seluruh provinsi di Indonesia yaitu 79.702 desa atau bertambah 9.844 desa dari
tahun 2004 dimana peraturan pemerintahan daerah diberlakukan.
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |I - 2
Untuk itu sebagai jawaban atas tantangan yang tersirat dalam semangat otonomi
daerah. Maka aparatur desa dituntut untuk mendapatkan meningkatkan kualitas
pemerintahan dan masyarakat desa melalui pendidikan, pelatihan dan penyuluhan.
Salahsatunya dengan memenuhi kebutuhan sarana dan prasarana penunjang yang
disediakan melalui Direktorat Jenderal Pembangunan Masyarakat Desa (PMD).
1.2.
GAMBARAN UMUM
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
Aceh
5,965
6,378
6,378
6,260
6,424
6,424
6,459
6,491
6,493
Sumatera Utara
5,459
5,610
5,616
5,713
5,774
5,742
5,770
5,872
5,876
Sumatera Barat
892
901
902
918
924
1,010
1,014
1,032
1,140
Riau
1,426
1,482
1,482
1,551
1,622
1,637
1,645
1,664
1,759
Jambi
1,189
1,231
1,231
1,295
1,342
1,371
1,371
1,480
1,506
Sumatera Selatan
2,727
2,780
2,783
2,971
3,075
3,154
3,165
3,186
3,205
Bengkulu
1,194
1,233
1,233
1,314
1,351
1,444
1,507
1,508
1,517
Lampung
2,131
2,193
2,193
2,265
2,339
2,404
2,463
2,463
2,576
320
321
321
325
342
360
361
373
381
Kepulauan Riau
249
245
245
294
351
353
353
371
383
DKI Jakarta
267
267
267
267
267
267
267
267
267
Jawa Barat
5,778
5,808
5,808
5,832
5,871
5,879
5,891
5,918
5,962
Jawa Tengah
8,561
8,566
8,566
8,573
8,574
8,574
8,577
8,578
8,578
438
438
438
438
438
438
438
438
438
Jawa Timur
8,467
8,484
8,484
8,505
8,505
8,506
8,506
8,503
8,505
Banten
1,551
DI Yogyakarta
1,484
1,483
1,483
1,504
1,504
1,535
1,535
1,535
Bali
691
701
701
707
707
714
715
716
716
792
820
820
883
913
919
989
1,117
1,146
2,599
2,742
2,742
2,780
2,805
2,836
2,874
2,918
3,213
Kalimantan Barat
1,489
1,531
1,531
1,686
1,791
1,894
1,894
1,967
1,982
Kalimantan Tengah
1,348
1,395
1,395
1,432
1,457
1,510
1,514
1,528
1,559
Kalimantan Selatan
1,956
1,957
1,957
1,968
1,981
1,981
1,985
2,000
2,007
Kalimantan Timur
1,378
1,352
1,352
1,406
1,421
1,435
1,465
1,465
1,486
Sulawesi Utara
1,204
1,280
1,280
1,360
1,495
1,652
1,673
1,691
1,738
Sulawesi Tengah
1,440
1,530
1,530
1,628
1,688
1,778
1,815
1,848
1,922
Sulawesi Selatan
2,580
2,866
2,866
2,893
2,946
2,961
2,976
2,982
3,025
Sulawesi Tenggara
1,613
1,705
1,705
1,816
2,031
2,087
2,088
2,156
2,215
Gorontalo
450
476
476
491
584
619
619
723
732
Sulawesi Barat
359
491
491
507
542
603
603
641
645
Maluku
874
886
886
886
906
906
964
999
1,041
Maluku Utara
756
775
793
919
1,036
1,062
1,063
1,071
1,077
Papua Barat
2,587
1,166
1,166
1,199
1,244
1,367
1,410
1,438
1,442
Papua
1,195
2,442
2,442
2,822
3,416
3,561
3,579
3,619
3,619
69,858
71,535
71,563
73,408
75,666
76,983
77,548
78,558
79,702
Indonesia
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |I - 4
Balai PMD
Yogyakarta
9.016
Provinsi
Banten
Jumlah Desa
1.551
DKI Jakarta
267
Jawa Barat
5.968
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |I - 5
Jawa Tengah
Daerah Istimewa Yogyakarta
8.578
438
Kalimantan Timur
1.486
Kalimantan Barat
1.982
Kalimantan Selatan
2.007
Kalimantan Tengah
1.559
Kalimantan Utara
Malang
9.221
Jawa Timur
8.505
Bali
716
NTT
3.213
NTB
1.146
Maluku
1.041
Maluku Utara
1.077
Papua
Irian Jaya Barat
Lampung
5.599
Sulawesi Utara
1.738
Sulawesi Tengah
1.922
Sulawesi Tenggara
2.215
Sulawesi Selatan
3.025
Sulawesi Barat
645
Gorontalo
732
Lampung
2.576
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |I - 6
Sumatera Selatan
3.205
Bangka Belitung
381
Jambi
1.506
Bengkulu
1.517
Sumatera Barat
1.140
Riau
1.759
Kepulauan Riau
383
Sumatera Utara
5.876
Aceh
6.493
Sarana
dan
Prasarana
DIRJEN
PMD
(Pemberdayaan
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |I - 7
1.3.
Visi
Meningkatkan
kemandirian
masyarakat
(Penjelasan
kemandirian
pendayagunaan
teknologi
tepat
guna
sesuai
kebutuhan
masyarakat;
5. Pemantapan
penyelenggaraan
Pemerintahan
Desa
dan
Pemerintahan
Kelurahan.
1.4.
Maksud :
1. Meningkatkan kemampuan masyarakat (to give ability or enable) melalui
pelaksanaan berbagai kebijakan dan program pembangunan, agar kehidupan
masyarakat dapat mencapai tingkat kemampuan yang diharapkan.
2. Meningkatkan kemandirian masyarakat melalui pemberian wewenang secara
proporsional kepada masyarakat dalam pengambilan keputusan (to give
authority) dalam rangka membangun diri dan lingkungannya secara mandiri.
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |I - 8
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |I - 9
1.5.
1.6.
Program
Penyempurnaan
Masterplan
Sarana
dan
Prasarana
DIRJEN
PMD
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |I - 10
kebutuhan
bangunan,
perencanaan
perhitungan
biaya
ruang,
penyusunan
teknis,
pembangunan,
membuat
dan
program
ruang
perencanaan
penyusunan
dan
teknis,
pentahapan
pembangunan.
1.6.2. BATASAN KEGIATAN
1. Kegiatan ini dibatasi pada Program Penyempurnaan Masterplan Sarana
dan Prasarana DIRJEN PMD (Pemberdayaan Masyarakat Desa) yang
sesuai dengan tugas pokok dan fungsi Kementerian Dalam Negeri,
khususnya DITJEN Pemberdayaan Masyarakat dan Desa.
2. Lokasi pelaksanaan kegiatan adalah :
a.
b.
c.
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |I - 11
1.7.
1.8.
SASARAN
tatanan
massa
bangunan
yang
sesuai
dengan
fungsi
sesuai
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |I - 12
1.9.
PENERIMAAN MANFAAT
Undang
no
32
tahun
2004
tentang
Pemerintahan
Daerah
Republik
Indonesia
tentang
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |I - 13
Menteri
PU
Nomor
45/PRT/M/2007
Tentang
Pedoman
Teknis
: Persiapan
b. Tahap 2
c. Tahap 3
d. Tahap 4
: Konsep Perancangan
e. Tahap 5
: Penyusunan Laporan
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |I - 14
b. Merancang
jadwal
pelaksanaan
kegiatan
untuk
mengatur
pengumpulan
data
dan
survey
ini
bertujuan
untuk
aturan
dan
permasalahan-permasalahan
di
tiap
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |I - 15
data
primer.
Survei
ini
dilakukan
untuk
Hasil dari kegiatan ini adalah tersusunnya data dan informasi yang
telah diperoleh sehingga akan mempermudah pelaksanaan tahapan
selanjutnya yaitu tahap analisis. Penyusunan data itu sendiri akan
dibagi atas dua bagian. Bagian pertama adalah data dan informasi
mengenai kondisi regional (kondisi makro) dan bagian kedua adalah
data dan informasi mengenai kondisi lokal perencanaan (kondisi
mikro).
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |I - 16
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.
c. Laporan Akhir
Idikator Kualitatif
Terlaksananya
Penyelenggaraan
Program
Penyempurnaan
Masterplan
Idikator Kuantitatif
Keluaran yang dihasilkan terdiri dari :
A. Laporan Pendahuluan
Merupakan laporan awal dalam memahami Kerangka Acuan Kerja
yang diberikan dan berisikan Kerangka Pikir (Pola Pikir Pelaksanaan
kegiatan), Rencana Kerja serta Methodelogi Kerja serta Tenaga
(SDM) baik Tenaga Pelaksanan maupun Tenaga penunjang yang
diperlukan dan Jadwal Kegiatan yaitu waktu dan pembagian tugas
dari masing-masing pelaksana dan tenaga penunjang didalam
melaksanakan kegiatan.
Laporan Pendahuluan harus diserahkan 2 (dua) minggu
masa
penugasan,
sebanyak
10
eksemplar,
yang
setelah
sekurang-
Survey
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |I - 18
tertulis
dalam
rapat
lapangan,
serta
konsep
pengembangan perencanaan.
C. Laporan Akhir
Merupakan laporan hasil kegiatan secara keseluruhan, berupa :
Konsep Pengembangan balai, Konsep Perencanaan, dan Program
perencanaan. Dengan melampirkan : Gambar Masterplan, Gambar
3D (Perspektif) visualisasi perencanaan, dan Prakiraan Perhitungan
Biaya.
Laporan Akhir harus diserahkan 3 (tiga) bulan setelah masa
penugasan, dengan jumlah sebanyak 10 exemplar.
Keseluruhan Laporan selanjutnya disimpan dalam bentuk Softcopy,
dalam CD sebanyak 2 buah, dan diserahkan bersamaan waktunya
dengan penyerahan laporan akhir. Dalam hal ini, dokumen
data/literatur dan softcopy serta album dokumentasi, wajib
diserahkan dan menjadi milik pemberi tugas .
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |I - 19
mencari
solusi
terkait
dengan
penyempurnaan
dan
penyelesaian kegiatan.
e. Menyusun laporan hasil pelaksanaan kegiatan
f. Menyusun
konsep
dan
perencanaan
Masterplan
terhadap
Program
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |I - 20
B. Waktu Pelaksanaan
Pelaksanaan Program. Penyempurnaan Masterplan Sarana dan
Prasarana
DIRJEN
PMD
(Pemberdayaan
Masyarakat
Desa)
bulan.
yang
terkait
dengan
perencanaan
gedung,
serta
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |I - 21
minimal
(delapan)
tahun
di
bidang
Tenaga
Ahli
yang
dibutuhkan
guna
mendukung
C. Tenaga
pendukung
yang
dibutuhkan
guna
mendukung
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |I - 22
Operator Komputer
(dua)
orang,
dengan
Arsitektur/
Teknik
Sipil/
Mekanikal/
Elektrikal
1.16.2.
Jawab Kegiatan
Pemberdayaan
1.16.3.
Materi Pelaksanaan
Program Penyempurnaan Masterplan Sarana dan Prasarana DIRJEN
PMD (Pemberdayaan Masyarakat Desa)
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |I - 23
No
Uraian Kegiatan
LAPORAN PENDAHULUAN
1 Penyusunan metodologi dan rencana kerja
2 Pengumpulan data literatur dan data lapangan
3 Penyusunan arahan dan konsep rancangan
4 Pembahasan Laporan Pendahuluan
LAPORAN ANTARA
1 Penyusunan Kerangka Analisis Tapak
2 Penyusunan Kerangka Analisis Ruang
3 Pematangan Konsep Rancangan
4 Penyusunan Program Ruang
5 Penyusunan Program Ruang
6 Penyusunan Alternatif Desain dan Nota Desain
7 Pembahasan Laporan Antara
sembilan puluh lima juta rupiah) yang diambilkan dari DIRJEN PMD Sarana
dan Prasarana Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) Tahun 2014.
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |I - 24
BAB I
PENDAHULUAN
yang
diharapkan
dalam
pelaksanaan
kegiatan
dan
sistematika pembahasan.
1.18.2.
BAB II
GAMBARAN UMUM
Bab
III
Bab
IV
Pada bab ini memberikan gambaran tindakan atau langkahlangkah konsultan dalam mengidentifikasi, menganalisis dan
merumuskan pekerjaan ini. Bab ini diuraikan secara sistematis
dan
terarah
berdasarkan
pengalaman
konsultan
dalam
telah
disusun
dan
diuraikan
langkah-langkah
BAB V
KONSEP PENGEMBANGAN
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |I - 25
konsultan
akan
difokuskan
pada
butir-butir
BAB VI
PENUTUP
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |I - 26
2.1.
Merujuk pada system wilayah, desa merupakan ruang yang didiami oleh masyarakat,
didalamnya terdapat produksi sumberdaya, juga tata kelola pemerintahan. Untuk itu
seirama dengan perkembangan IPOLEKSOSBUDHANKAM (ideologi, politik, ekonomi,
sosial budaya dan pertahanan keamanan) dalam Pemerintahan Republik Indonesia
sejak tahun 1945 hingga sekarang, pelaksanaan pembangunan desa yang menjadi
tugas dan tanggung jawab Departemen Dalam Negeri telah beberapa kali
mengalami perubahan dan perkembangan, kebijaksanaan baik perubahan yang
menyangkut nama maupun instansi dan penyelenggaraannya.
Awal mula terbentuknya desa yaitu pada rangkaian laporan yang disusun oleh
rombongan study tour dan expert dari PBB, maka Pemerintah mendapatkan
gambaran
yang jelas
arti
Community Development.
Sehubungan dengan hal tersebut maka dalam Kabinet Ali Sastroamidjojo ke-II (24
Maret 9 April 1957), program pemerintah yang berjangka 5 tahun mulai
mencantumkan program Pembangunan Masyarakat Desa.
Lebih lanjut dalam Kabinet Kerja II (18 Pebruari 1960 6 Maret 1963) organisasi
penyelenggaran
pembangunan
masyarakat
desa
disempurnakan
dengan
Undang
no
32
tahun
2004
tentang
Pemerintahan
Daerah
Republik
Indonesia
tentang
2.2.
Gambaran Umum.
Balai
Pemberdayaan
Dalam
Negeri
bidang
RI di
pemberdayaan
masyarakat
desa yang
berada
di
bawah
dan
dan
bertanggungjawab
kepada
melaksanakan kegiatan
pelatihan bagi
masyarakat
yang
desa
dan
kelurahan
sesuai
kebijakan
yang
a. Visi
Masyarakat
dan
Pemerintahan
Desa
untuk
peningkatan
kemandirian masyarakat.
b. Misi
kualitas
pengelolaan
pengelolaan
pelatihan
pelatihan;
dengan
Peningkatan
Kementerian
dan
c. Komitmen
melalui peningkatan
Mewujudkan
pelayanan
masyarakat
yang
maksimal
mandiri
kepada
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |I - 4
2.2.3. Strategi
Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 49 Tahun 2012,
Balai PMD D.I.Yogyakarta menyelenggarakan fungsi:
1. pelaksanaan pengembangan kurikulum, pengembangan modul dan
Lab-site serta monitoring evaluasi;
2. pelaksanaan
pelatihan
di
bidang
pemberdayaan
aparatur
pemberdayaan
lembaga
pelatihan
di
bidang
SDM
Pegawai
Balai
bentuk-bentuk dan
jejaring kerjasama
dalam
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |I - 5
Dan
Tata
Kerja Balai
Pemberdayaan
Gambar 2.1 : Struktur Organisasi Balai Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Yogyakarta
KEPALA BALAI
KELOMPOK
JABATAN
FUNGSIONAL
SEKSI PEMBERDAYAAN
APARATUR PEMERINTAHAN
DESA DAN KELURAHAN
SUB BAGIAN
TATA USAHA
SEKSI PEMBERDAYAAN
KELEMBAGAAN DAN
SOSIAL BUDAYA
SEKSI PEMBERDAYAAN
USAHA EKONOMI
MASYARAKAT DAN
TEKNOLOGI TEPAT GUNAN
i)
Berbasis Rumah
bekerjasama
dengan
pemerintah
daerah
dalam
yang
dalam
mempunyai
rangka
pasca
keterikatan
dan
pelatihan
dan
Teknis
Pasca
Pelatihan Penguatan
Pemerintahan
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |I - 7
Pendampingan
penerapan
Musrenbang
Partisipatif
di
Pendampingan
Perencanaan
Masyarakat
Berwawasan
project)
b) Pelatihan Kerjasama dengan Pemerintah Daerah:
Kegiatan pelatihan yang diselenggarakan atas kerjasama
dengan daerah antara lain:
Pelatihan APBDesa Dalam Rangka Pengelolaan Keuangan
Desa, bekerjasama dengan Pemerintah Kabupaten Paser
Provinsi Kalimantan Timur;
Pelatihan
Pelaku
bekerjasama
PNPM-MD
dengan
Pemerintah
Kabupaten
Kabupaten
Sintang,
Sintang,
Pelatihan
Apartur
Pemerintahan
Desa
se-Kabupaten
Bimbingan
Peningkatan
Kinerja
Pengurus
PKK
se-
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |I - 8
2.3.
Gambaran Umum
Balai Besar Pemberdayaan
Masyarakat
Malang
dan
Desa
merupakan
Unit
dan
bertanggung
kepada
Direktur
pembangunan,
perangkat
pemerintahan,
anggota
badan
Pelaksanaan
pelatihan
di
bidang
pemberdayaan
aparatur
desa/kelurahan,
b.
c.
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |I - 9
2.3.2.
lembaga
sebagai
pusat
informasi
pelatihan
dan
pengembangan
modul
pelatihan
Strategi Kebijakan
1. Pemenuhan Kebutuhan Program Pelatihan bagi kelompok
masyarakat,
lembaga
kemasyarakatan
dan
pemerintahan
desa/kelurahan
2. Pengutan Lembaga Pemerintahan Desa/Kelurahan
3. Penguatan Lembaga Kemasyarakatan, lembaga adat, ekonomi
masyarakat dan pendampingan kemiskinan
4. pengembangan sistem manajemen pembangunan partisipatif
5. peningkatan sistem manajemen pembangunan partisispatif
6. Sinergi program pemberdayaan masyarakat dengan pemerintah
provinsi, kabupaten dan kota, lembaga non pemerintahan dan
lembaga kemasyarakatan
7. Monitoring evaluasi pasca pelatihan dan pembinaan
8. Pembentukan laboratorium lapang desa/kelurahan
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |I - 10
2.3.4.
KEPALA BALAI
UNIT PELAYANAN
KESEHATAN
KASUBANG
PENYUSUSNSN
PROGRAM
KABID PEMBERDAYAAN
APARATUR
KASI
PERANGKAT DESA
2.3.5.
KELOMPOK
JABATAN
FUNGSIONAL
KASI
PERANGKAT KELURAHAN
KASUBANG
PERSURATAN DAN
KEPEGAWAIAN
KASUBANG
UMUM DAN
KEUANGAN
KABID PEMBERDAYAAN
LEMBAGA MASYARAKAT
KASI
KELEMBAGAAN SOSIAL
DAN BUDAYA
KASI
PENGEMBANGAN
EKONOMI MASYARAKAT
Perangkat
Pemerintahan,
Anggota
Badan
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |I - 11
2.3.6.
j.
Balai Pengobatan
k. Laboratorium Medis
l. Perpustakaan
2. Prasarana
a. LCD, Laptop, Flipchart
b. Loundry
c. Katering
d. Internet, Wifi
e. Bus 2 Unit
f. Prasarana Medis (2 Dokter dan 1 Paramedis)
2.3.7.
Jenis Pelatihan
1. Pelatihan Pemberdayaan Bidang Aparatur Desa/Kelurahan
a. Pelatihan Peningkatan Kapasitas Kepala Desa
b. Pelatihan Peningkatan Kapasitas Sekretaris Desa
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |I - 12
Penguatan
Kapasitas
Tim
Penggerak
Modul
Bidang
Aparatur
dan
Kelembagaan
Masyarakat Desa/Kelurahan
a. Penyusunan Modul Aplikasi Keuangan Desa
b. Penyusunan Modul Pelatihan Profil Desa/Kelurahan
4. Non Pelatihan
a. Identifikasi
Kebutuhan
Pengembangan
Program
koordinasi
dan
Sinkronisasi
Penyusunan
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |I - 13
2.4.
Gambaran Umum
Secara nomenklatur sejak Tahun 2007 Dinas Pemberdayaan
Masyarakat Desa (PMD) berubah menjadi Badan Pemberdayaan
Masyarakat dan Pemerintahan Desa (PMPD) Provinsi Lampung.
Untuk
melaksanakn
kebiajakan
di
bidang
Pemberdayaan
di
bidang
pemebrdayaan
masyarakat
dan
pemerintahan desa
3. Pembinaan dan pelaksanaan tugas di bidang pemberdayaan
masyarakat dan pemerintahan desa
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |I - 14
2.4.2.
terwujudnya
suatu
tatanan
Pemantapan
Kerangka
proses
pemanfaatan,
perencana,
pemeliharan
pelaksanaan,
dan
pembiayaan,
Pengembangan
hasil
pembangunan
b. M i s i:
Misi Badan PMPD Provinsi Lampung yang ditetapkan merupakan
peran strategik yang diinginkan dalam mencapai visi dimaksud.
Menetapkan kebijakan daerah dan memfasilitasi penyelenggaraan
pemberdayaan masyrakat dan pemerintahan desa dalam upaya :
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |I - 15
2.4.3.
Struktur Organisasi
Gambar 2.3. Struktur Organisasi Badan Pemberdayaan Masyarakat An
Pemerintahan Desa Provinsi Lampung
SEKERTARIAT
SUB BANGIAN
UMUM DAN
KEPEGAWAIAN
SUB BANGIAN
KEUANGAN
SUB BANGIAN
PERENCANAAN
BIDANG
BIDANG
BIDANG
BIDANG
PEMERINTAHAN
DESA / KELURAHAN
KELEMBAGAAN
SOSIAL DAN BUDAYA
MASYARAKAT
PENGEMBANGAN
PEREKONOMIAN
MASYARAKAT
SUB-BIDANG
Pengembangan Desa
Dan Administrasi
Pemerintah Desa/
Kelurakan
SUB-BIDANG
Pengembangan Potensi
Dan Kelembagaan
Masyarakat
SUB-BIDANG
Usaha Ekonomi
Masyarakat
SUB-BIDANG
Pendayaan Sumber
Daya Alam
SUB-BIDANG
Pengelola Keuangan
Desa, Aset Desa, Dan
Pengembangan
Kapasitas Desa
SUB-BIDANG
Pengembangan SDM
Dan Partisipasi
Masyarakat
SUB-BIDANG
Ekonomi Pedesaan
Masyarakat dan
Tertinggal
SUB-BIDANG
Pendaayan Teknoloi
tepat guna
Kelopok
jabatan
fungsional
ULP
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |I - 16
2.4.4.
a. Tujuan
kualitas
dan
peran
lembaga
kemasyarakatan,
dan
mengentaskan
kemiskinan
melalui
pelaksanaan
Program
Nasional
partisipasi
masyarakat
dalam
b. SASARAN
kualitas
sumber
daya
aparatur
dan
program/kegiatan
pembangunan desa/kelurahan
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |I - 17
kelancaran,
kedisiplinan
administrasi
pemerintahan
desa
dalam
proses
strategi
membangun
dan
mengembangkan
desa/kelurahan
6. Meningkatnya
sistem
perencanaan
dan
pembangunan
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |I - 18
2.4.5.
Pertumbuhan Desa
a. Jumalah Kabupaten
Jumlah Kabupaten di Provinsi Lampung sampai dengan tahun
2013 sebanyak 15 Kabupaten/Kota terdiri dari:
1. Kota Bandar Lampung,
2. Kabupaten Lampung Selatan,
3. Kabupaten Lampung Tengah,
4. Kabupaten Lampung Timur,
5. Kabupaten Tulang Bawang,
6. Kabupaten Tulang Bawang Barat,
7. Kabupaten Mesuji,
8. Kota Metro,
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |I - 19
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |I - 21
3.1.
bangunan
gedung
penting
sebagai
tempat
manusia
Undang-undang
ini
mengatur
tentang
penyelenggaraan
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |III - 1
baku
mutu
lingkungan
menurut
peraturan
perundangundangan;
b. perubahan
mendasar
pada
komponen
lingkungan
yang
dan/atau
punahnya
dan/atau
endemik,
dan/atau
spesies-spesies
dilindungi
yang
menurut
langka
peraturan
lindung,
margasatwa)
cagar
yang
alam,
taman
ditetapkan
nasional,
menurut
dan
suaka
peraturan
perundangundangan;
e. kerusakan atau punahnya benda-benda dan bangunan gedung
peninggalan sejarah yang bernilai tinggi;
f. perubahan areal yang mempunyai nilai keindahan alami yang
tinggi;
g. timbulnya konflik atau kontroversi dengan masyarakat dan/atau
Pemerintah.
Dalam pasal 35 mengenai penyelenggaraan bangunan gedung yang
terdai dari 4 ayat mengharuskan pembangunan suatu gedung harus
memenhui seluruh persyaratan dalam pendirian bangunan yang
tertuang dalam Bab IV pada UU/28/2002 ini. Dalam ayat 4 pasal 35
dijelaskan pula bahwa Pemilik bangunan gedung yang belum dapat
memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Bab IV
undang-undang ini, tetap harus memenuhi ketentuan tersebut secara
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |III - 2
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |III - 3
klasifikasi
dari
fungsi
bangunan
gedung
adalah
kegiatan
bukan
kesepakatan
pemilik
dengan
bangunan
pemilik
gedung
bangunan
berdasarkan
gedung,
yang
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |III - 4
b. Fungsi
dengan
keagamaan
fungsi
merupakan
utama
bangunan
gedung
tempat
manusia
sebagai
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |III - 5
bangunan pura;
bangunan kelenteng
bangunan
perhotelan:
hotel,
motel,
hostel,
fungsi
utama
sebagai
tempat
manusia
bangunan
pelayanan
kesehatan:
puskesmas,
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |III - 6
bangunan
laboratorium:
laboratorium
kimia,
laboratorium
fisika,
laboratorium
biologi,
gedung
dalam
bentuk
rencana
teknis
Wilayah
(RTRW)
Kabupaten/Kota
dan/atau
bangunan
gedung
merupakan
ketetapan
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |III - 7
wilayah
perencanaan
yang
mencakup
diwajibkan
sesuai
dengan
fungsi
bangunan
gedung.
4. Penetapan Fungsi Bangunan Gedung
a. Fungsi bangunan gedung diusulkan oleh calon pemilik
bangunan
gedung
dalam
bentuk
rencana
teknis
Wilayah
(RTRW)
Kabupaten/Kota
dan/atau
b. Fungsi
bangunan
gedung
merupakan
ketetapan
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |III - 9
yang
diwajibkan
sesuai
dengan
fungsi
bangunan
gedung.
dan
bangunan
gedung
darurat
atau
sementara.
Klasifikasi
berdasarkan
tingkat
risiko
kebakaran
Klasifikasi
berdasarkan
lokasi
meliputi:
bangunan
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |III - 10
dampak
meliputi
lingkungan.
persyaratan
persyaratan
keselamatan,
kesehatan,
gedung
dengan
peruntukan
harus
lokasi
diselenggarakan
yang
diatur
sesuai
dalam
di
daerah
setempat
atau
berdasarkan
belum
memberikan
ada,
Kepala
Daerah
dapat
atas
ketentuan
yang
pertimbangan
bangunan
gedung
dengan
pertimbangan:
Persetujuan
membangun
tersebut
bersifat
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |III - 12
diadakan
penyesuaian
dengan
resiko
atau
sarana
lain
perlu
mendapatkan
Tetap
memperhatikan
keserasian
bangunan
terhadap lingkungannya.
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |III - 13
Memiliki
keamanan
sarana
dan
khusus
untuk
keselamatan
bagi
kepentingan
pengguna
bangunan.
j. Pembangunan bangunan gedung dibawah atau diatas
air perlu mendapatkan persetujuan Kepala Daerah
dengan pertimbangan sebagai berikut:
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |III - 14
Telah
mempertimbangkan
faktor
keamanan,
bangunan
gedung
pada
daerah
Letak
bangunan
tidak
boleh
melebihi
atau
yang
bersangkutan,
rencana
tata
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |III - 15
Kepadatan
bangunan
sebagaimana
dimaksud
Ketinggian
bangunan
sebagaimana
dimaksud
kemampuannya
dalam
menjaga
kemampuannya
dalam
mencerminkan
kenyamanan
pengguna
serta
persetujuan
Kepala
Daerah,
dapat
keserasian
dan
kelestarian
lingkungan.
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |III - 16
perkembangan
intensitas
kota,
pembangunan,
daya
sejalan
perkembangan
kota,
dengan
pertimbangan
kebijaksanaan
intensitas
Setiap
bangunan
yang
didirikan
harus
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |III - 17
tersebut
dilengkungkan
atau
dari
titik
pertemuan
garis
tidak
dilampaui,
memperhitungkan
dan
keadaan
dengan
lapangan,
Dimungkinkan
penerimaan
adanya
besaran
pemberian
KDB/KLB
dan
diantara
Dimungkinkan
penambahan
adanya
kompensasi
besarnya
KDB,
berupa
JLB/KLB
bagi
Penetapan
besarnya
KDB,
JLB/KLB
untuk
adalah
setelah
mempertimbangkan
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |III - 18
KDB
maupun
KLB
ditentukan
dengan
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |III - 19
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |III - 20
Pada
suatu
kawasan/lingkungan
yang
diperkenankan
mengganggu
jalan
dan
penataan
bangunan
sekitarnya.
Ketentuan
besarnya
GSB
dapat
diperbarui
dengan
Kepala
Daerah
dengan
pertimbangan
keselamatan,
samping
kiri
dan
kanan,
serta
belakang
tata
ruang,
rencana
tata
bangunan
dan
Untuk
bangunan
penyimpanan
yang
digunakan
sebagai
bahan-bahan/benda-benda
yang
tempat
mudah
samping
dan
belakang
bangunan
harus
memenuhi persyaratan:
i. bidang dinding terluar tidak boleh melampaui batas
pekarangan;
ii. struktur dan pondasi bangunan terluar harus berjarak
sekurang-kurangnya 10 cm kearah dalam dari batas
pekarangan, kecuali untuk bangunan rumah tinggal;
iii. untuk perbaikan atau perombakan bangunan yang
semula
menggunakan
bangunan
dinding
batas
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |III - 22
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |III - 23
dapat
menerapkan
desain
standar
pemisah
lain
terhadap
ketentuan
sebagaimana
dan
belakang
untuk
bangunan
renggang
setelah
mempertimbangkan
kenyamanan
dan
kesehatan lingkungan.
pertimbangan
kemudahan
hubungan
kepentingan
(aksesibilitas),
kenyamanan,
keserasian
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |III - 25
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |III - 26
Pada
lokasi-lokasi
tertentu
Kepala
Daerah
dapat
(profil)
bangunan
untuk
memperoleh
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |III - 27
Bentuk
bangunan
memperhatikan
gedung
bentuk
harus
dan
dirancang
karakteristik
dengan
arsitektur
pedoman
arsitektur
atau
panutan
bagi
lingkungannya.
Bentuk
bangunan
gedung
harus
dirancang
dengan
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |III - 28
b. Tapak Bangunan
tidak
melebihi
teknis
yang
KLB,
berlaku
harus
memenuhi
dan
keserasian
lingkungan.
ketentuan
khusus
pekarangan
kosong
tentang
atau
pemagaran
sedang
suatu
dibangun,
larangan
membuat
batas
fisik
atau
pagar
pekarangan;
iii.
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |III - 29
iv.
dapat
perumahan
dan
memperhatikan
diberikan
untuk
bangunan
sosial
keserasian
dan
bangunan
dengan
arsitektur
lingkungan.
c. Bentuk Bangunan
Ketentuan pada butir ii harus tetap mengacu pada prinsipprinsip konservasi energi.
Aksesibilitas
bangunan
harus
mempertimbangkan
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |III - 30
2. Tata Ruang-Dalam
A. Ketentuan Umum
diusahakan
sedapat
mungkin
simetris
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |III - 31
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |III - 32
Bangunan
atau
bagian
bangunan
yang
mengalami
berubahnya
fungsi/penggunaan
utama,
pada
setiap
jenis
penggunaan
bangunan
Tata
ruang-dalam
bangunan
untuk
monumental,
bangunan
gedung
tempat
ibadah,
serbaguna,
gedung
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |III - 33
fungsi
utama
kegiatan
yang
mewadahi
keluarga/bersama
kegiatan
dan
kegiatan
pelayanan.
Bangunan kantor sekurang-kurangnya memiliki ruangruang fungsi utama yang mewadahi kegiatan kerja, ruang
umum dan ruang pelayanan.
Suatu
bangunan
gudang
sekurang-kurangnya
harus
Suatu
bangunan
pabrik
sekurang-kurangnya
harus
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |III - 34
Ruang
rongga
atap
hanya
dapat
diizinkan
apabila
kegiatan
lain
yang
potensial
menimbulkan
kecelakaan/ kebakaran.
Tinggi
lantai
dasar
suatu
bangunan
diperkenankan
atau
tinggi
rata-rata
jalan,
dengan
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |III - 35
ii.
ruang
evakuasi
bencana,
yang
dibutuhkan
untuk
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |III - 37
kualitas
lingkungan.
Rencana
Tata
Bangunan
dan
yang
dimaksudkan
untuk
mengendalikan
umum
ketentuan
dan
panduan
pengendalian
rancangan,
rencana,
dan
rencana
pedoman
investasi,
pengendalian
Rencana investasi
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |III - 38
Perbaikan
kawasan,
seperti
penataan
lingkungan
pengembangan
kawasan
terpadu,
revitalisasi
Pembangunan
baru
kawasan,
seperti
pembangunan
plan/NDP),
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |III - 39
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |III - 40
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |III - 41
Pengembangan
Pembangunan
Berbasis
Peran
Masyarakat
a. Persiapan
b. Identifikasi aspirasi dan analisis permasalahan
c. Analisis perilaku lingkungan
d. Rencana pengembangan
e. Strategi pengembangan dan publikasi
f. Penerapan rencana
3. Konsep Dasar Perancangan Tata Bangunan dan Lingkungan
a. Visi pembangunan
b. Konsep perancangan struktur tata bangunan dan lingkungan
c. Konsep komponen perancangan kawasan
d. Blok-blok pengembangan kawasan dan program penanganannya
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |III - 42
Development Right/TDR).
3. Tata Bangunan
Pengaturan bangunan
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |III - 43
Sistem parkir
Bentang alam
Wajah jalan
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |III - 44
Panduan
Rancangan
memuat
ketentuan
dasar
implementasi
Operate (BOO).
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |III - 45
pengendalian
rencana
diatur
dengan
Rencana
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |III - 46
kegiatan
penjaminan,
pengelolaan
operasional,
hijau
sebagai
alat
perkembangan
dan
pertumbuhan
kesimbangan
antara
lingkungan
alam
dan
2)
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |III - 48
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |III - 49
ketersediaannya
adalah
20%-30%
untuk
kawasan
ini
mengalami
penurunan
yang
sangat
signifikan
dan
tentang
Penataan
Ruang
memberikan
landasan
untuk
perkotaan
yang
aman,
nyaman,
produktif,
dan
perencanaan,
perancangan,
pembangunan,
dan
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |III - 51
A.
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |III - 52
Target luas sebesar 30% dari luas wilayah kota dapat dicapai
secara bertahap melalui pengalokasian lahan perkotaan
secara tipikal sebagaimana ditunjukkan pada lampiran A.
2.
No Unit Lingkungan
1
2
3
4
5
Tipe RTH
Penyediaan
RTH
Berdasarkan
Kebutuhan
Fungsi
Tertentu
Fungsi RTH pada kategori ini adalah untuk perlindungan atau
pengamanan, sarana dan prasarana misalnya melindungi
kelestarian sumber daya alam, pengaman pejalan kaki atau
membatasi perkembangan penggunaan lahan agar fungsi
utamanya tidak teganggu. RTH kategori ini meliputi: jalur
hijau sempadan rel kereta api, jalur hijau jaringan listrik
tegangan tinggi, RTH kawasan perlindungan setempat
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |III - 53
RTH Pekarangan
2. Pada Lingkungan/Permukiman
RTH Kelurahan
RTH Kecamatan
3. Kota/Perkotaan
C.
Hutan Kota
Sabuk Hijau
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |III - 54
2.
3.
4.
5.
6.
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |III - 55
D.
Ketentuan Penanaman
1.
2.
Penanaman
3.
Pemeliharaan Tanaman
4.
Pemupukan
Penyiraman
Pemangkasan
lahan
untuk
pengembangan
RTH
public
sesungguhnya dapat diupayakan dengan menerapkan polapola kerja sama dengan dunia usaha sebagai berikut:
a) Penyediaan RTH publik sebagai syarat perizinan
pemanfaatan ruang
Tingginya permintaan lahan untuk kegiatan perkotaan di
satu sisi merupakan hambatan bagi penyediaan lahan
untuk RTH. Di sisin lain, kondisi ini dapat diubah menjadi
peluang dengan mewajibkan penyediaan RTH public bagi
permohonan
izin
pemanfaatan
ruang
dengan
nilai
luas
dan
desainnya disesuaikan
pembangunan
super
blockuntuk
hunian,
umum
dibangun
berlaku,
desain
memerlukan
kawasan
persetujuan
yang
dari
akan
pemerintah
dapat
diserahkan
diakses
kepada
publik
dan
pemerintah
kepemilikannya
daerah.
Terdapat
RTH
publik
sebagai
perwujudan
memberikan
mengarahkan
panduan
dan
perusahaan-perusahaan
fasilitasi
tersebut
untuk
agar
kawasan
perkotaan
dalam
menarik
investasi
swasta.
E.
RTH
publik.
Tentu
sebelumnya
perlu
dilakukan
menyediakan
sumur
resapan
atau
biopori
untuk
defisit
sosial
publik
RTH
sebagai
warga
seperti
halaman
perkantoran
pemerintah
untuk
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |III - 58
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |III - 59
4.1
PENDEKATAN UMUM
Pada bab ini akan dibahas mengenai pendekatan dan metodologi yang akan
digunakan konsultan dalam pelaksanaan pekerjaan ini, yang mengacu pada
Kerangka Acuan Kerja yang telah diterima dan dipelajari konsultan. Dengan
demikian agar diperoleh pemahaman terhadap masalah dan agar mampu
memberikan
rekomendasi
obyektif,
maka
pendekatan
umum
untuk
Akuntabilitas,
bahwa
semua
kegiatan
pelaksanaan
yang
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |IV - 1
pelaksanaan
penyusunan
Perencanaan
Penyempurnaan
kegiatan
konsultan
harus
dapat
dipertahankan
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |IV - 2
mencapai
produk
fisik
saja.
Dengan
demikian,
dalam
ini
yang
terlibat
dalam
pekerjan
penyusunan
penyusunan
Prasarana
pelaksanaan
pembangunan
dan
perencanaan
kawasan
Untuk
mengimbangi
keadaan
yang
sudah
ada,
maka
penyusunan
Perencanaan
Penyempurnaan
Masterplan
tersebut
selaras
dengan
tujuan
perencanaan
kegiatan
diskusi,
upaya
pendekatan
kedua
konsep
penyusunan
Perencanaan
Penyempurnaan
Masterplan
Pemerintah
Top Down
Penyempurnaan Masterplan
Sarana dan Prasarana DIRJEN
PMD (Pemberdayaan
Masyarakat Desa)
melalui perpaduan Topdown dan Bottom-up
Bottom Up
Aspirasi DIRJEN PMD
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |IV - 5
4.2
PENDEKATAN KHUSUS
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |IV - 6
Stop
T
Indikasi Kriteria
- Economic Signifikan
- Cultura Signifikan
- Variabel Signifikan
lansekap
DIRJEN PMD
Penataan Bangunan
Y
Penanganan
Kawasan
Kawasan
- Economic Signifikan
- Cultural Signifikan
- Variabel Signifikan
Penetapan Kawasan
- Proses
Penataan Kawasan
- Penetapan
- Pengaturan
Variabel Penataan
- Populasi
- Ekonomi
- Sosial
- Budaya
Penataan Kawasan
T
- Prasarana
4.2.2. Penanganan
Masterplan
Penataan
Sarana
dan
Perencanaan
Prasarana
Penyempurnaan
DIRJEN
PMD
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |IV - 8
Kawasan
Perencanaan
- Kebijakan Penanganan
- Strategi Penanganan
- Pendekatan Aspek
Kelembagaan
- Prospek kawasan
Rekomendasi Teknik
Penanganan Kawasan
Sarana
dan
Prasarana
DIRJEN
PMD
dengan rincian
materi :
a. Rencana pengembangan tapak kawasan
b. Rencana Tata hijau
c. Rencana prasarana dan sarana penunjang Kawasan
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |IV - 9
Rencana Umum
dan
Rencana Detail
Perencanaan
Kawasan Perencanaan
Pendekatan
Pengembangan
Rencana
Pengenalan Kondisi
Fisik Kawasan
Pertimbangan dalam
Merancang Kota /
Kawasan
Rencana Umum
Rancangan Perda
Rencana Detail
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |IV - 10
program
yang
didalamnya
memuat
tentang
program
meliputi
penetapan
skala
prioritas
Penyusunan Program
Kawasan
Perencanaan
Panduan Prosedur
Penyusunan Program
- Pendekatan Progran
- Tahapan Kegiatan
- Perencanaan Program
- Penyusunan dan Pengelolaan data
- Analisis
- Penyusunan Program
4.3
penulisan
laporan
beserta
dokumentasi
yang
diperlukan
bagi
ulang
mengenai
maksud,
tujuan
dan
sasaran
literatur
mengenai
kebijakan
dan
strategi
perencanaan
Kebijaksanaan sektoral
Kebijaksanaan spatial
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |IV - 14
Dan lain-lain
Studi Literatur yang terdiri dari :
RTRW Nasional
RTRW Propinsi
RTRW Kabupaten/Kota
Petunjuk teknis
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |IV - 15
3. Pelaksanaan survey
lapangan
akan
meliputi
kegiatan
wisata
dalam
konteks
penyusunan
Perencanaan
masukan
dari
survey
dan
wawancara
dikompilasikan,
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |IV - 17
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |IV - 18
warga
untuk
menjaring
masukan
sebagai
bahan
4.4
ANALISA PERENCANAAN
f. Analisis SWOT
g. Analisis Perancangan Lansekap dan Sarana Penunjang Kawasan
4.5
Analisis model gravitasi ini masih berkaitan dengan analisis scalogram, setelah
diketahui kota kecamatan yang dapat dikategorikan sebagai pusat pertumbuhan
maka langkah selanjutnya adalah menghitung indeks gravitasi pada masingmasing hinterland.
mengukur kekuatan keterkaitan antara Kab/Kota dengan lokasi gedung PMD; (2)
menentukan kekuatan tempat kedudukan dari setiap lokasi gedung PMD, dengan
mempertimbangkan jumlah desa, jarak antar provinsi, aksesibilitas (jumlah
penerbangan), dan tingkat pelayanan gedung (kapasitas).
Langkah menggunakan metode ini adalah sebagai berikut:
1) Tetapkan massa objek yang dalam hal ini adalah jumlah desa (dikali asumsi
jumlah aparatur yang di wajibkan ikut pelatihan dalam 1 tahun).
2) Buka peta, tentukan suatu tempat sebagai titik origin kota/kabupaten.
3) Tempatkan lokasi-lokasi Gedung PMD pada suatu system koordinat dengan
titik origin sebagai dasar.
4) Tentukan koordinat gudang distribusi dengan rumus:
Dimana :
dix = koordinat x lokasi i
diy = koordinat y lokasi i
Mi = Jumlah peserta pelatihan yang dipindahkan ke atau dari lokasi i
Indeks ini berlaku relatif artinya jika indeks gravitasi suatu daerah hinterland
(daerah A) dengan Kab/Kota tempat lokasi Gedung PMD X lebih besar
dibandingkan dengan indeks gravitasi daerah A dengan Kab/Kota tempat lokasi
Gedung PMD Y, maka daerah A tersebut akan dikategorikan sebagai daerah
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |IV - 21
Analisis
Output
2.
= (Jpr(m) x Sp) : Sr
( )
( )
Keterangan:
Jpr (m)
Jpp (m)
Mt
Jt
= jarak tempuh
= waktu tempuh
Sp
= skala peta
Sr
= skala riil
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |IV - 22
4.6
STANDAR UKURAN
Ruang Kelas adalah suatu ruangan dalam bangunan sekolah, yang berfungsi
sebagai tempat untuk kegiatan tatap muka dalam proses kegiatan belajar
mengajar (KBM). Mebeler dalam ruangan ini terdiri dari meja siswa, kursi siswa,
meja guru, lemari kelas, papan tulis, serta aksesoris ruangan lainnya yang
sesuai. Ukuran yang umum adalah 9m x 8m. Ruang kelas memiliki
syarat kelayakan dan standar tertentu,
misalnya
ukuran, pencahayaan alami, sirkulasi udara, dan persyaratan lainnya yang telah
dibakukan oleh pihak berwenang terkait. Posisi kelas ada 2 yaitu kelas berpindah
(moving class) dan kelas tetap (remaining class).
kelas
adalah
ruang
tempat
berlangsungnya
kegiatan
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |IV - 23
B. Kenyamanan Antropometrik
1. Data Antropometrik
Vitruvius yang hidup di abad 1 SM pernah mengemukakan teorinya
yang dikutip oleh Panero (2003) bahwa tubuh manusia dirancang
sedemikan
rupa
sehingga
secara
alamiah
membentuk
manusia
pada
waktu
melakukan
aktifitas
berikut
Sebagai
contoh,
data
statik
antropometrik
manusia
rata-rata)
oleh
UNESCO
(1977),
yang
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |IV - 25
Gambar 4.2 Berbagai ukuran tubuh manusia yang paling sering digunakan oleh
perancang interior (Sumber : Panero, 2003)
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |IV - 26
Gambar 4.4. Landasan tempat duduk yang terlalu tinggi dapat menyebabkan paha
tertekan dan peredaran darah terhambat.
(Sumber : Panero, 2003)
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |IV - 27
Gambar 4.5. Landasan tempat duduk yang letaknya terlalu rendah dapat
menyebabkan kaki condong terjulur kedepan, menjauhkan tubuh dari keadaan
stabil. (Sumber : Panero, 2003)
kaki.
Tekanan
pada
jaringan-jaringan
akan
jika
subyek
tidak
mengubah
posisi
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |IV - 28
3) Sandaran Punggung
Menurut Panero (2003), walaupun ukuran, konfigurasi dan
penempatan sandaran punggung merupakan pertimbangan
utama yang diperlukan untuk menentukan kesesuaian antara
kursi dan pemakainya, namun hal ini juga merupakan
komponen data antropometrik yang paling sulit untuk
diambil
pengukurannya.
Selain
tersedianya
berbagai
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |IV - 29
Gambar 4.6. Fungsi utama dari sandaran pungung adalah penopang daerah
lumbar, tetapi harus menediakan pula tempat tambahan untuk penonjolan daerah
pantat. (Sumber: Panero, 2003)
c. Besaran Ruang
Menurut Suptandar dalam Tri Maryanto Putro (2009: 35) secara
harfiah ruang bisa diartikan sebagai alam semesta yang dibatasi
oleh atmosfer dan tanah dimana kita berpijak, sedangkan secara
sempit ruang berarti suatu kondisi yang dibatasi oleh empat
dinding
yang
bisa
diraba,
dirasakan
keberadaannya.
Wina
Tristiana
dalam
artikelnya
Ruang
(http://architectgroups.blogspot.com/2011/04/ruang.html)
ruang adalah daerah 3 dimensi dimana obyek dan peristiwa
berada. Ruang memiliki posisi serta arah yang relatif, terutama
bila suatu bagian dari daerah tersebut dirancang sedemikian
rupa untuk tujuan tertentu.
Menurut Josef Prijotomo dalam artikel Wina Tristiana Ruang
adalah bagian dari bangunan yang berupa rongga, sela yang
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |IV - 30
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |IV - 31
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |IV - 32
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |IV - 33
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |IV - 34
4.7
yang
merupakan fasilitas pendidikan yang dibangun oleh negara meliputi ketentuanketentuan tentang:
menghitung
luas
ruang
bangunan
gedung
kantor
yang
sebesar 9 m2 per-personil;
umum,
persyaratan
teknis
bangunan
gedung
negara
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |IV - 35
Wilayah
(RTRW)
dan/atau
Rencana
Tata
Bangunan
dan
bangunan
sesuaidengan
gedung
peruntukan
negara
lokasi
yang
harus
diatur
diselenggara-kan
dalam
RTRW
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |IV - 36
besarnya
koefisien
dasar
bangunan
mengikuti
bangunan
gedung
negara
yang
pembiayaannya
bangunan
gedung
negara
yang
pembiayaannya
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |IV - 37
3.
Keriyamanari;
4.
antara
luas
area
hijau
dengan
luas
persil
2.
Wujud arsitektur
Wujud arsitektur bangunan gedung negara harus memenuhi kriteria
sebagai berikut:
1.
2.
3.
4.
efisien
dalam
penggunaan
sumber
daya
baik
dalarn
6.
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |IV - 38
j)
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Setiap
pembangunan
bangunan
gedung
negara
harus
dipersyaratkan,
diupayakan
menggunakan
bahan
bangunan
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |IV - 39
a.
dan
sesuai
dengan
jenis
bahan
penutup
yang
digunakan.
b. Bahan dinding
Bahan dinding terdiri atas bahan untuk dinding pengisi atau partisi,
dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Bahan dinding pengisi : batu bata, beton ringan, bata tela,
batako,papan kayu, kaca dengan rangka kayu/alumnium,
panel GRC dan/atau aluminium;
2. Bahan dinding partisi : papan kayu, kayu lapis, kaca, calsium
board, particle board, dan/atau gypsum-board dengan rangka
kayu kelas kuat II atau rangka lainnya, yang dicat tembok
atau bahan finishing lainnya, sesuai dengan fungsi ruang dan
kiasifikasi bangunannya; Adukan/perekat yang digunakan
hams memenuhi persyaratan teknis dan sesuai jenis bahan
dinding yang digunakan; Untuk bangunan sekolah tingkat
dasar, sekolah tingkat lanjutan/menengah, rumah negara, dan
bangunan
gedung
lainnya
yang
telah
ada
komponen
c.
Bahan langit-langit
Bahan langit-langit terdiri atas rangka langit-langit dan penutup
langit langit:
1.
Bahan
kerangka
langit-langit:
digunakan
bahan
yang
aluminium
yang
bentuk
dan
ukurannya
dan
sesuai
dengan
jenis
bahan
penutup
yang
gedung
negara
hams
digunakan.
penutup
atap
bangunan
fungsi
dan
klasifikasi
bangunan
serta
kondisi
daerahnya;
2. Bahan kerangka penutup atap: digunakan bahan yang
memenuhi Standar Nasional Indonesia. Untuk penutup atap
genteng digunakan rangka kayu kelas kuat II dengan ukuran:
o
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |IV - 41
e.
daun
pintu
untuk
pintu
yang
dilapis
kayu
kaca
untuk
daun
pintu
maupun
jendela
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |IV - 42
f.
Bahan struktur
Bahan struktur bangunan baik untuk struktur beton bertulang,
strukturkayu maupun struktur baja harus mengikuti Standar
Nasional Indonesia (SNI) tentang Bahan Bangunan yang berkiku
dan dihitung kekuatan strukturnya berdasarkan SNI yang sesuai
dengan bahan/struktur konstruksi yang bersangkutan. Ketentuan
penggunaan bahan bangunan untuk bangunan gedung negara
tersebut d atas, dimungkinkan disesuaikan dengan kemajuan
teknologi
bahan
kemampuan
bangunan,
sumberdaya
khususnya
setempat
disesuaikan
dengan
tetap
dengan
harus
SNI yang
dipersyaratkan.
2. Struktur lantai beton
o
SNI yang
dipersyaratkan.
3. Struktur lantai baja
o
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |IV - 44
c. Struktur Kolom
1. Struktur kolom kayu
o
maksimum 150;
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |IV - 45
Dinding geser harus direncanakan unbik secara bersamasama dengan struktur secara keseluruhan agar mampu
memikui beban yang diperhitungkan terhadap pengaruhpengaruh
aksisebagai
akibat
dan
beban-beban
yang
Dinding
geser
mempunyai
ketebalan
sesuai
dengan
d. Struktur Atap
1. Umum
o
konstruksi atap harus didasarkan atas perhitungan perhitungan yang dilakukan secara keilmuan/keahlian teknis
yang sesuai;
yang
akan
digunakan,
sehingga
tidak
akan
mengakibatkan kebocoran;
o
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |IV - 46
dan
rumah
negara
yang
telah
komponen
harus
struktur
beton
mempertimbangkan
pracetak
semua
dan
kondisi
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |IV - 47
hingga
selesainya
pelaksanaan
struktiir,
termasuk
komponen
struktur
hingga
terbentuk
f. Basemen
1. Pada galian basemen harus dilakukan perhitungan terinci
mengenai keamanan galian;
2. Untuk dapat melakukan perhitungan keamanan galian, harus
dilalnikan test tanah yang dapat mendukung perhitungan
tersebut sesuai standar teknis dan pedoman teknis serta
ketentuan peraturan perundang-undangan;
3. Angka keamanan untuk stabilitas galian harus memenuhi syarat
sesuai standar teknis dan pedoman teknis serta ketentuan
peraturan
perundang-undangan.
Faktor
keamanan
yang
pemompaan
air
tanah
(dewatering)
harus
pelaksanaan
pekerjaan.
Analisis
dewatering
perlu
untuk
keperluan
pemadaman
kebakaran
dengan
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |IV - 49
mengikuti
ketentuan
SNIyang
dipersyaratkan,
reservoir
pipa
yang
digunakan
dan
pemasangannya
hams
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |IV - 50
d) Pembuangan sampah
1. Setiap bangunan gedung negara hams menyediakan tempat
sampah dan penampungan sampah sementara yang besarnya
disesuaikan dengan volume sampah yang dikeluarkan setiap
harinya, sesuai dengan ketentuan, produk sampah minimum 3,0
It/orang/hari;
2. Tempat penampungan sampah sementara harus dibuat dan
bahankedap air, mempunyai tutup, dan dapat dijangkau secara
mudah oleh petugas pembuangan sampah dan Dinas Kebersihan
setempat;
3. Gedung negara dengan fungsi tertentu (seperti: rumah sakit,
gedung percetakan uang negara) harus dilengkapi incenerator
sampah sendiri;
4. Ketentuan lebih lanjut mengikuti SNI yang dipersyaratkan.
bangunan
gedung
negara
harus
mempunyai
fasiitas
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |IV - 51
g) Instalasi listrik
1. Pemasangan instalasi listrik harus aman dan atas dasar hasil
perhitungan yang sesuai dengan Peraturan Umum Instalasi
Listrik;
2. Setiap bangunan gedung negara yang dipergunakan untuk
kepentingan umum, bangunan khusus, dan gedung kantor
tingkat Kementerian/Lembaga, harus memiliki pembangkit listrik
darurat sebagai cadangan, yang catudayanya dapat memenuhi
kesinambungan pelayanan, berupa genset darurat dengan
minimum 40 % daya terpasang;
3. Penggunaan pembangkit tenaga listrik darurat harus memenuhi
syarat
keamanan
terhadap
gangguan
dan
tidak
boleh
hal
tidak
dimungkinkan
menggunakan
sistem
khusus
dengan
memperhatikan
keselamatan
uf
hams
diperhitungkan
berdasarkan
fungsi
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |IV - 53
2. Wastafel
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |IV - 54
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |IV - 55
4.9
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |IV - 56
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |IV - 57
Bordes atau permukaan datar pada awalan atau akhiran dan suatu
ramp mempunyai ukuran minimum i6o cm.
Tekstur
semua
jalur
dan
bordes
tidak
boleh
licin
atau
k) Sarana komunikasi
1. Pada prinsipnya, setiap bangunan gedung negara harus dilengkapi
dengan sarana komunikasi intern dan ekstern;
2. Penentuan jefliS dan jumlah sarana komunikasi harus berdasarkan
pada fungsi bangunan dan kewajaran kebutuhan;
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |IV - 58
untuk
bangunan
gedung
negara
harus
berdasarkan
bangunan
gedung
negara
yang
karena
fungsinya
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |IV - 59
standar
sarana
penyelamatan
bangunan
sesuai
SNI
harus
mempunyai
tangga
darurat/penyelamatan
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |IV - 60
Tangga
darurat/penyelamatan
yang
terletak
di
dalam
2. Pintu darurat
o
ketentuan
yang
diatur
dalam
standar
yang
dipersyaratkan.
3. Pencahayaan darurat dan tanda penunjuk arah EXIT
o
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |IV - 61
Tanda
KELUAR/EXIT
atau
panah
penunjuk
arak
harus
4. Koridor/selasar
o
6. Fasilitas Penyelamatan
Setiap lantai bangunan gedung negara hams diberi fasilitas
penyelamatan berupa meja yang cukup kuat, sarana evakuasi
yang memadai sebagai fasilitas perlindungan saat terjadi bericana
mengacu pada ketentuan SNI yang dipersyaratkan. Penerapan
persyaratan teknis bangunan gedung negara sesuai kIasifikasinya
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |IV - 62
Gambar 4.13. Tanda Bukaan (gambar dan tulisan berwarna merah) disisi dalam
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |IV - 63
B. Koridor
Luasan koridor dihitung berdasarkan kebutuhan jumlah manusia yang
dimungkinkan melewati koridor. Beberapa standar yang diambil sebagai
acuan adalah sebagai berikut:
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |IV - 64
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |IV - 65
C. Kamar Asrama
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |IV - 66
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |IV - 67
D. Bangunan Kantor/Administrasi
Perhitungan uasan ruang kantor adalah berdasarkan kebutuhan besaran
luasan furnitur kantor dan sirkulasi dan aktifitas manusia. Beberapa
contoh standar luasan yang bisa menjadi acuan adalah sebagai berikut;
Gambar 4.18. Standar luasan untuk meja kursi, meja berkas, meja bersama (Satuan
Milimeter)
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |IV - 68
Gambar 4.19. Potongan contoh standar ruang kantor (dalam satuan meter)
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |IV - 69
Untuk acuan luasan yang dibutuhkan ruang konferensi atau ruang rapat
dapat juga dilihat berdasarkan standar yang terdapat dalam Time-Saver
Standards for Interior Design and Space Planning (Malestrom) seperti
yang diilustrasikan melalui gambar dibawah ini:
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |IV - 70
Standar
luasaran
kebutuhan
ruang
rapat untuk
orang
untuk
penambahan setiap 1 orang maka luasan ruaiig rapat pada gambar 2.14
diatas dapat ditambah sebesar 12-13 % atau dapat dihitung kembali
secara manual dengan besaran luasan 1 orang ditambah luasan meja
sesuai luasan ruang geraknya sebagaimana telah ditunjukkan pada
gambar-gambar luasan di atas.
Berikut beberapa acuan untuk standar ruang rapat informal dan formal
yang terdapat dalamang terdapat didalam Metric Handbook Planning and
Design Data (Littlefield, 2008)
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |IV - 71
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |IV - 72
E. Ruang Kelas
kekuatan, keamanan,
kenyamanan, serta
kemampuan keuangan.
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |IV - 73
1) Ruang
kelas
dan
ruang
lain
untuk
menunjang
proses
lain
untuk
menunjang
proses
pembelajaran
harus
dan
peralatan
pembelajaran
lain
pada
satuan
yang
menangani
urusan
pemerintahan
di
bidang
pekerjaan umum.
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |IV - 74
Gambar 4.23. Beberapa Standar pola ruang seminar yang dapat dihitung dengan luasan yang
telah ditetapkan diatasnya
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |IV - 75
G. Toilet
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |IV - 76
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |IV - 77
Gambar 4.27. luasan umum untuk WC dewasa, anank-anak, dan WC berkebutuhan khusus
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |IV - 78
H. Meja makan
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |IV - 79
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |IV - 80
I. Auditorium
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |IV - 81
Gambar 4.31. Jarak dan sudut pandang ke area stage atau layar
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |IV - 82
Gambar 4.32. Kenyamanan maksimum perpuyaran kepala dari garis tengah adalah sebesar
30 derajat
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |IV - 83
4.8
2.
Daya listrik maksimum per meter persegi tidak boleh melebihi nilai
sebagaimana tercantum pada tabel 2 kecuali :
a. pencahayaan untuk bioskop, siaran TV, presentasi audio visual
dan semua fasilitas hiburan yang memerlukan pencahayaan
sebagai
elemen
teknologi
utama
dalam
pelaksaanan
fungsinya.
b. pencahayaan khusus untuk bidang kedokteran.
c. fasilitas olahraga dalam ruangan (indoor).
d. pencahayaan yang diperlukan untuk pameran di galeri,
museum, dan monumen.
e. pencahayaan luar untuk monumen.
f. pencahayaan khusus untuk penelitian di Laboratorium.
g. pencahayaan darurat.
h. ruangan yang mempunyai tingkat keamanan dengan risiko
tinggi yang dinyatakan oleh peraturan atau oleh petugas
keamanan dianggap memerlukan pencahayaan tambahan.
i.
j.
3.
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |IV - 84
pemakaian
lampu
menggunakan
dengan
lampu
efikasi
fluoresen
dan
rendah.
lampu
bangunan
gedung
negara
harus
mempunyai
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |IV - 85
Tabel 6.1. Tingkat pencahayaan rata-rata, renderansi dan temperatur warna yang
direkomendasikan
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |IV - 86
Tabel Lanjutan
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |IV - 87
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |IV - 88
ketentuan
SNI
03-2396-1991
tentang
"Tata
cara
4.9
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |IV - 89
CCT).
Warna cahaya lampu tidak merupakan indikasi tentang efeknya
terhadap warna obyek, tetapi lebih kepacla memberi suasana.
Warna cahaya lampu dikelompokkan menjadi :
1. Warna putih kekuning-kuningan (warm-white), kelompok 1 (<
3.300 K);
2. Warna putih netral (cool-white), kelompok 2 ( 3.300 K - 5.300
K);
3. Warna putih (dayligho, kelompok 3 (> 5.300 K);
Pemilihan warna lampu bergantung pada tingkat iluminansi yang
diperlukan agar diperoleh pencahayaan yang nyaman. Makin tinggi
tingkat iluminansi yang diperlukan, maka warna lampu yang
digunakan adalah jenis lampu dengan CCT sekitar > 5.000 K
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |IV - 90
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |IV - 91
b. Renderasi warna
Efek suatu lampu kepada warna obyek akan berbeda-beda. Lampu
diklasifikasikan dalam kelompok renderasi warna yang dinyatakan
dengan Ra indeks. sebagai berikut
1. Efek warna kelompok 1: Ra indeks 80 - 100%.
2. Efek warna kelompok 2: Ra indeks 60 80%.
3. Efek warna kelompok 3: Ra indeks 40 - 60%.
4. Efek warna kelompok 4: Ra indeks < 40%. 5.2 Perhitungan
tingkat
pencahayaan
alami
siang
hari
Perancangan
Cara
perhitungan
faktor
langit
dan
faktor
4.10
4.10.1. Pengoperasian
1. Penempatan alat kendali
a. Semua alat pengendali pencahayaan diletakkan pada tempat
yang mudah dijangkau dan mudah dilihat.
b. Sakelar yang melayani ruang kerja apabila mudah dijangkau
dapat dipasang sebagai bagian dari armatur yang digunakan
untuk menerangi ruang kerjanya.
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |IV - 92
yang
luas
secara
keseluruhan
sesuai
dengan
tempat
lain
(termasuk
lobi
umum
dari
gedung
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |IV - 93
dan
dihidupkan
dengan
sakelar
tersendiri/manual.
4.10.2. Pemeliharaan
1. Agar tindakan pemeliharaan pada sistem pencahayaan lebih tepat
dan terjamin pelaksanaannya, pemilik atau pengelola bangunan
gedung diharuskan memiliki buku manual pengoperasian sistem
pencahayaan bangunan gedung. Buku manual ini berisi data dan
informasi
yang
lengkap
mengenai
sistem
listrik
untuk
skematik
pengendalian
sistem
listrik
untuk
pencahayaan.
c. daftar peralatan listrik yang beroperasi pada bangunan gedung
terutama untuk pencahayaan.
d. daftar pemakaian listrik untuk pencahayaan sesuai dengan
jumlah lampu dan jenisnya.
e. daftar lampu, jenisnya dan karakteristik lampu.
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |IV - 94
Untuk
memperoleh
pemakaian
energi
listrik
yang
efisien,
dan
armatur
harus
dijaga
tetap
bersih
guna
yang
masih
memberikan
keamanan
dan
kenyamanan.
g. petugas pembersih rungan bekerja lebih awal sehingga
pemadaman lampu dapat dilakukan lebih cepat.
h. penggantian lampu yang tidak hemat energi dengan lampu
hemat energi.
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |IV - 95
4.11
SIRKULASI
Hakim
(1987),
ada
beberapa
hal
yang
harus
yang
memberikan
jelas
arah
agar
yang
tidak
harus
tersesat
dituju
dalam
(informatif-
komunikatif).
2. Pencapaian ke bangunan
Pencapaian ke bangunan dapat secara langsung (frontal),
tersamar atau berputar. Pencapaian secara langsung adalah
pencapaian yang langsung mengarah pada objek yang
dituju. Biasanya berupa sirkulasi lurus langsung ke obyek.
Efek yang ditimbulkan akan memberikan kesan pada
pandangan visual ke obyek yang terasa sangat jauh.
Pencapaian tersamar adalah pencapaian yang tidak langsung
mengarah pada obyek, karena pada pencapaian ini akan
dibantu oleh perspektif bangunan yang dituju serta jalur
sirkulasinya dapat dibelokkan berkali-kali sebelum mencapai
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |IV - 96
jalan
akan
dipengaruhi
oleh
peta
dihubungkannya.
sangat
mempengaruhi
dan
organisasi
ruang-ruang
yang
Konfigurasi
jalan
dapat
memperkuat
sirkulasi
horisontal
yang
terdapat
dalam
melalui
beberapa
proses
tahapan.
b. Sirkulasi vertikal
Sirkulasi vertikal adalah sebuah sirkulasi penghubung yang
menghubungkan setiap fungsi kegiatan suatu lantai
dengan lantai di atas atau lantai dibawahnya. Tidak
terdapat satupun ruang publik yang dapat berfungsi tanpa
ditunjang sirkulasi vertikal yang memadai. Prasarana
sirkulasi ini sangat peka sekali, contohnya pada tangga
penghubung antar lantai harus mempertimbangkan aspek
ukuran tubuh manusia, karena dapat berdampak pada
keamanan perorangan dan pemakai yang dapat terancam.
ke
bangunan
tanpa
halangan
sehingga
mempersingkat waktu
Sirkulasi
pada
sebuah
bangunan
perkantoran
lebih
menekankan pada :
Efisiensi (kedekatan)
suatu
kepada
pola
gerak
dinamis
berputar
yang
secara
visual
mengelilingi
ruang
pusatnya.
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |IV - 100
2.
perspektif.
3.
Spiral.
sehingga
Merupakan
pencapaian
mengelilingi
bangunan
dengan
cara
maksud
berputar
yang
ingin
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |IV - 101
B. Pintu Masuk
pintu masuk merupakan awal dimulainya suatu dai dalam
bangunan. Sehingga dalam merancang pintu masuk harus
memperhatikan letak dan bentuk rancangan. Rancangan pintu
masuk dapat dibuat dalam berbagai macam bentukan pelubangan
dinding, yaitu : dapat dibentuk lebih besar, lebih sempit, lebih
tinggi atau lebih rendah. Dapat juga berupa cekungan ataupun
tonjolan, penambahan elemen dekoratif bahkan dapat dibuat rata
dengan dinding tapi tetap ada suatu aksen tertentu sebagai tanda
keberadaan suatu pintu masuk.
C. Sirkulasi Horizontal
Sirkulasi yang terjadi pada bangunan berlantai satu hanya
sirkulasi berarah horizontal saja. Beberapa sirkulasi horizontal
didalam bangunan yang sering dijumpai yaitu :
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |IV - 102
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |IV - 103
4.12
sirkulasi
adalah
tempat,
yang
digunakan
untuk
parkir
adalah
kawasan
atau
areal
yang
B. Tujuan
Fasilitas parkir bertujuan
1. memberikan tempat istirahat kendaraan;
2. menunjang kelancaran arus lalu-lintas.
C. Jenis Fasilitas Parkir
1. Parkir di badan jalan (on street parking )
2. Parkir di luar badan jalan (off street parking )
D. Penempatan Fasilitas Parkir
1. Parkir di badan jalan (on street parking )
a. Pada tepi jalan tanpa pengendalian parker
b. Pada kawasan parkir dengan pengendalian parker
2. Parkir di luar badan jalan (off street parking)
a. Fasilitas parkir untuk umum adalah tempat yang berupa
gedung parker atau taman parkir untuk umum yang
diusahakan sebagai kegiatan tersendiri.
b. Fasilitas parkir sebagai fasilitas penunjang adalah tempat
yang berupa gedung parkir atau taman parkir yang
disediakan untuk menunjang kegiatan pada bangunan
utama.
4.12.2. Pembangunan
A. Penentuan Kebutuhan Parkir
1. Jenis peruntukan kebutuhan parkir sebagai berikut
a. Kegiatan parkir yang tetap
1. Pusat pedagangan
2. Pusat perkantoran swasta atau pemerintahan
3. Pusat pedagangan eceran atau pasar swalayan
4. Pasar
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |IV - 105
5. Sekolah
6. Tempat rekreasi
7. Hotel dan tempat penginapan
8. Rumah sakit
b. Kegiatan parkir yang bersifat sementara
1. Bioskop
2. Tempat pertunjukan
3. Tempat pertandingan olahraga
4. Rumah ibadah.
2. Ukuran
kebutuhan
ruang
parkir
pada
pusat
kegiatan
b) Pusat perkantoran
c) Pasar swalayan
d) Pasar
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |IV - 106
e) Sekolah/perguruan tinggi
f) Tempat rekreasi
h) Rumah sakit
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |IV - 107
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |IV - 108
pengguna
kendaraan
yang
memanfaatkan
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |IV - 110
Gol II :
B = 170
a1 = 10
Bp = 230 = B + O + R
O = 55
L = 470
R=5
a2 = 20
B = 170
a1 = 10
Bp = 250 = B + O + R
O = 75
L = 470
Lp = 500 = L + a1 + a2
Lp = 500 = L + a1 + a2
R = 5 a2 = 20
Gol III :
B = 170
a1 = 10
O = 80
L = 470
R = 50
a2 = 20
Bp = 300 = B + O + R
Lp = 500 = L + a1 + a2
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |IV - 111
Gambar 4.40. Satuan Ruang Parkir (SRP) Untuk Bus/Truk (dalam cm)
Gambar 4.41. Satuan Ruang Parkir (SRP) Untuk Sepeda Motor (dalam cm)
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |IV - 112
Tabel 4. 6. Lebar minimum jalan local primer satu arah untuk parker pada badan jalan
Tabel 4.7. Lebar minimum jalan local sekunder satu arah untuk parkir pada badan jalan
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |IV - 113
Tabel 4.8. Lebar minimum jalan Kolektor satu arah untuk parkir pada badan jalan
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |IV - 114
2. Pola Parkir
a. Pola parkir parallel
1) pada daerah datar
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |IV - 115
b) Sudut = 45o
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |IV - 116
c) Sudut = 60o
d) Sudut = 90o
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |IV - 117
3. Larangan Parkir
a. Sepanjang
meter
sebelum
dan
sesudah
tempat
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |IV - 118
100
meter
sebelum
dan
sesudah
perlintasan sebidang
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |IV - 119
2. Sepanjang
100
meter
sebelum
dan
sesudah
perlintasan sebidang
Gambar 4.51.
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |IV - 120
Gambar 4.52.
Gambar 4.53.
h. Sepanjang
tidak
menimbulkan
kemacetan
dan
menimbulkan bahaya
kelestarian lingkungan
kemudahan bagi pengguna jasa
tersedianya tata guna lahan
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |IV - 121
tetapi
kemudahan
dan
kenyamanan
Gambar 4.54.
dan
kemudahan
dan
kenyamanan
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |IV - 122
Gambar 4.55.
Gambar 4.56.
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |IV - 123
Gambar 4.57.
Gambar 4.58.
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |IV - 124
Gambar 4.59.
Gambar 4.60.
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |IV - 125
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |IV - 126
paling
menguntungkan.
1) Pola Parkir Satu Sisi
Pola ini diterapkan apabila ketersediaan ruang
sempit.
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |IV - 127
gang
yang
ini
dimaksudkan
untuk
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |IV - 128
Gambar 4.67.
Gambar 4.68.
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |IV - 129
Dua jalur:
b = 3,00 - 3,50 m
b = 6,00 m
d = 0,80 - 1,00 m
d = 0,80 - 1,00 m
R1 = 6,00 - 6,50 m
R1 = 3,50 - 5,00 m
R2 = 3,50 - 4,00 m
R2 = 1,00 - 2,50 m
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |IV - 130
jalan
sedemikian
masuk/keluar
rupa
sehingga
ditempatkan
kemungkinan
jalur)
sebaiknya
ditentukan
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |IV - 132
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |IV - 133
2. Gedung Parkir
a) Kriteria
1. tersedia tata guna lahan;
2. memenuhi persyaratan konstruksi dan perundang undangan yang berlaku
3. tidak menimbulkan pencemaran lingkungan
4. memberikan kemudahan bagi pengguna jasa.
b) Tata letak gedung parkir dapat diklasifikasikan sebagai
berikut.
1. Lantai datar dengan jalur landai luar (external ramp)
Daerah parkir terbagi dalam beberapa lantai rata
(datar) yang dihubungkan dengan ramp (Gambar
6.73a).
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |IV - 134
2. Lantai terpisah
Gedung parkir dengan bentuk lantai terpisah dan
berlantai banyak dengan ramp yang ke atas digunakan
untuk kendaraan yang masuk dan ramp yang tirim
digunakan untuk kendaraan yang keluar (Gambar
6.75b, 6.75c dan 6.75d). Selanjutnya Gambar 6.75c
dan 6.75d menunjukkan jalan masuk dan keluar
tersendiri (terpisah), serta mempunyai jalan masuk
dan jalan keluar yang lebih pendek. Gambar 6.75b
menunjukkan kombinasi antara sirkulasi kedatangan
(masuk) dan keberangkatan (keluar). Ramp berada
pada pintu keluar; kendaraan yang masuk melewati
semua ruang parkir sampai menemukan tempat yang
dapat dimanfaatkan. Pengaturan gunting seperti itu
memiliki kapasitas dinamik yang rendah karena jarak
pandang kendaraan yang datang agak sempit.
3. Lantai gedung yang berfungsi sebagai ramp
Pada Gambar 6.75e sampai dengan 6.75.g terlihat
kendaraan yang masuk dan parkir pada gang sekaligus
sebagai ramp. Ramp tersebut berbentuk dua arah.
Gambar 6.75e memperlihatkan gang satu arah dengan
jalan keluar yang lebar. Namun, bentuk seperti itu
tidak disarankan untuk kapasitas parker lebih dari 500
kendaraan karena akan mengakibatkan alur tempat
parker menjadi panjang.
Pada Gambar 6.75f terlihat bahwa jalan keluar
dimanfaatkan sebagai lokasi parkir, dengan jalan
keluar dan masuk dari ujung ke ujung.
Pada Gambar 6.75g letak jalan keluar dan masuk
bersamaan. Jenis lantai ber-ramp biasanya di buat
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |IV - 135
dibentuk
menurun
ke
dalam
untuk
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |IV - 136
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |IV - 137
fasilitas
dan
utulitas
di dalam
Balai
PMD
akan
akan
memperhatikan
kelestarian
lingkungan.
Sedangkan
konsep
perencanaan Balai PMD akan diarahkan kepada Konsep Perencanaan Sarana dan
Jenis sarana dan prasarana yang diperkirakan akan tersedia di kawasan DIRJEN
PMD baru nanti terdiri dari sarana utama Balai PMD, sarana penunjang utama,
sarana bidang usaha, dan prasarana Balai PMD dengan perincian sebagai
berikut:
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |V - 1
Hal. |V - 2
standar
perencanaan
jalan
lingkungan
meliputi
dua
inti
Jalan
yang
mengacu
kepada
Direktorat
Bina
Marga
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |V - 3
lapisan
lapisan
perkerasan
bersifat
memikul
dan
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |V - 4
sistem drainase
yang ada
meliputi
data
kuantitatif
hujan
rencana,
analisa
frekwensi,
Perhitungan
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |V - 5
3. Tingkat Pelayanan
4. Kriteria Teknis sesuai skala kawasan
5. Kriteria kualitas air bersih
6. Sistem distribusi air bersih
balai
PMD
dengan
tingkat
hunian
pada
akhir
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |V - 6
II.
Pertimbangan Operasional
1. Tersedianya fasilitas persampahan yang memadai, meliputi
fasilitas pewadahan, pengumpul sampah, fasilitas pemindahan,
pasilitas pengangkutan dan fasilitas pengolahan dan pembuangan
akhir sampah.
2. Tersedianya tenaga operasinal yang memadai.
3. Dana yang tersedia.
kawasan
perencanaan
serta
arahan
pengembangan
daerah
dengan
kondisi
fermeabilitas
tanah
tinggi,
daerah
dengan
kondisi
fermeabilitas
tanah
rendah
Hal. |V - 7
pendekatan
perencanaan
yang
terkait
dengan
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |V - 8
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |V - 9
menyambut
era-globalisasi,
maka
efektifitas
dan
kecepatan
Hal. |V - 10
Diperlukan beberapa Balai PMD yang tersebar di beberapa wilayah yang bisa
menjangkau dan melayani kegiatan pelatihan dalam rangka pemberdayaan
masyarakat dan desa yang mencakup berbagai wilayah di Indonesia meliputi :
Kawasan gedung perkantoran Dirjen PMD dipusat Pengembangan / perluasan
UPT/ Balai PMD di Bandar Lampung, Yogyakarta, dan Malang.
: Asumsi.
2) BPDS
3) AJH
4) SB
: Studi Banding.
5) NAD
6) UTB
: Utilitas Bangunan.
7) DA
: Data Arsitek
8) TSS
9) PMDN
10)PSA
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |V - 11
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |V - 12
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |V - 13
2. Asrama 2 (4 orang)
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |V - 14
E. Ruang Auditorium
F. Masjid / Mushollah
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |V - 15
H. Perpustakaan
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |V - 16
I. Rumah Dinas
a. Rumah Kepala Balai
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |V - 17
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |V - 18
J. Guest House 1
Kapasitas Jumlah yang dibutuhkan penginapan tamu guest house adalah 20 Unit
Luasan Kebutuhan ruang kamar Kapasitas 2 Orang 36m2 x 4 unit = 144m2
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |V - 19
K. Guest House 2
Kebutuhan Guest House untuk Kamar Tidur 144m2 + 62m dari kebutuhan
(144m + 62m) = 206 m2
L. Poliklinik
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |V - 20
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |V - 21
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |V - 22
BAB 6
6.1. Balai PMD Yogyakarta
6.1.1. Survey dan Identifikasi Eksisting
Survey terhapap tapak yang terletak di Jl. Raden Ronggo Km 15 Tirtomartani,
Kalasan Yogyakarta dilaksanakan pada minggu-minggu awal dari jadwal
pelaksanaan pekerjaan secara keseluruhan. Survey dilaksanakan berkesinambungan,
dalam artian dilaksanakan pada beberapa sesi dari rangkaian kegiatan .
Dari kegiatan survey dapat dideskripsikan kondisi tapak eksisting sebagai berikut ;
Kondisi tapak adalah bukan merupa bangunan yang berfungsi sebagai kantor
BALAI PMD YOGYAKARTA UNIT II KEMENDAGRI, Bangunan yang ada bersifat
permanen dan masih beroperasi.
Rencana pengembangan meliputi lahan BALAI PMD YOGYAKARTA UNIT II
KEMENDAGRI.
Akses kendaraan bermotor (mobil) menuju kawasan BALAI PMD YOGYAKARTA
UNIT II KEMENDAGRI dari Jl. Raden Ronggo Km 15 Tirtomartani, Kalasan
Yogyakarta merupakan jalan yang tidak padat lalu lintas.
AREA
PEMUNGKIMAN
AREA
PERKEBUNAN/ SAWAH
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |VI - 1
AREA
PEMUNGKIMAN
JL. LINGKUNGAN
BATAS LOKASI :
UTARA
BARAT
SELATAN
TIMUR
:
:
:
:
Pemukiman
Pemukiman
Lahan Kosong
Pemukiman
AREA HIJAU
(PERKEBUNAN/
SAWAH)
AREA HIJAU
(PERKEBUNAN/
SAWAH)
DATA LAHAN
1)
2)
3)
4)
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
: 50%
: 1.2
: 4 s/d 8
: Jl. Raden Ronggo Km 15
Tirtomartani,
Kalasan Yogyakarta
: Balai PMD Yogyakarta Unit
Kemendagri
: 14.553 m2 (estimasi keseluruhan)
Hal. |VI - 2
1
JL. RADEN RONGGO KM 15
TIRTOMARTANI
AREA
PEMUNGKIMAN
JL. LINGKUNGAN
AREA HIJAU
(PERKEBUNAN/ SAWAH)
AREA HIJAU
(PERKEBUNAN/ SAWAH)
KEYPLAN
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |VI - 3
RUMAH DINAS
Gd. KANTOR 2
ASRAMA VIP
ASRAMA
AUDOTORIUM
ASRAMA
Gd. KELAS
Gd. AUDIOVISUAL
Gd. KANTOR 2
GARASI
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |VI - 4
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |VI - 5
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |VI - 6
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |VI - 7
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |VI - 8
Tabel 2 Lanjutan
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |VI - 9
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |VI - 10
b)
c)
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |VI - 11
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |VI - 12
f)
dikurangi
4) Perencanaan dan penempatan lampu penerangan jalan dapat dilihat
pada Gambar 1.
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |V - 1
13
Keterangan :
H
= tinggi tiang lampu
L
= lebar badan jalan, termasuk
median jika ada
E
= jarak interval antar tiang lampu
S1 + S2 = proyeksi kerucut cahaya lampu
S1
= jarak tiang lampu ke tepi kereb
S2
= jarak dari tepi kereb ke titik
penyinaran terjauh
I
= sudut inklinasi pencahayaan
Gambar 1 Penempatan lampu penerangan
5) Batasan penempatan lampu penerangan jalan tergantung dari tipe lampu, tinggi lampu, lebar jalan dan
tingkat kemerataan pencahayaan dari lampu yang akan digunakan. Jarak antar lampu penerangan secara
umum dapat mengikuti batasan seperti pada Tabel 9 (A Manual of Road Lighting in Developing Countries).
Dalam tabel tersebut dipisahkan antara dua tipe rumah lampu. Rumah lampu (lantern) tipe A mempunyai
penyebaran sorotan cahaya/sinar lebih luas, tipe ini adalah jenis lampu gas sodium bertekanan rendah,
sedangkan tipe B mempunyai sorotan cahaya lebih ringan/kecil, terutama yang langsung ke jalan, yaitu
jenis lampu gas merkuri atau sodium bertekanan tinggi.
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |VI - 14
Tabel 9
Jarak antar tiang lampu penerangan (e) berdasarkan
tipikal distribusi pencahayaan dan klasifikasi lampu
1. Rumah lampu tipe A
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |VI - 15
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |V - 1
16
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |VI - 17
Hal. |VI - 18
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |VI - 19
LAMPIRAN A
(Informatif)
LAMPIRAN B
(Informatif)
Hal. |VI - 20
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |VI - 21
LAMPIRAN C
(Informatif)
Hal. |V - 1
22
Gambar C.2 Contoh tipikal dan dimensi tiang lampu lengan ganda
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |VI - 23
LAMPIRAN D
(Informatif)
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |V - 1
24
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |VI - 25
LAMPIRAN E
(Informatif)
Keterangan :
seluruh satuan ukuran
dalam (mm)
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |VI - 26
Keterangan :
seluruh satuan ukuran
dalam (mm)
Gambar E.3 Contoh tipikal panel lampu penerangan untuk ramp dan jembatan
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |VI - 27
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |VI - 28
Keterangan:
Penempatan Titik Lampu
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |VI - 29
Hal. |VI - 30
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |VI - 31
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |VI - 32
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |VI - 33
3. RENCANA PENEMPATAN
YOGYAKARTA UNIT II
Keterangan:
Penempatan Hydrant Pilar
Penempatan Hydrant Box
Ground Tank / Rg. Pompa
Jalur Distribusi Air
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |VI - 34
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |VI - 35
Hal. |VI - 36
KAWAT
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |VI - 37
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |VI - 38
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |VI - 39
Pompa bekerja secara otomatis diatur oleh detektor tekanan, yang membuka dan
menutup saklar penghasut motor listrik penggerak pompa. Pompa akan berhenti
bekerja jika tekanan tangki telah mencapai batas maksimum yang ditetapkan dan
mulai bekerja jika batas minimum tekanan yang ditetapkan telah dicapai.
Daerah fluktuasi tekan tergantung pada tinggi bangunan, misalkan untuk bangunan 2
3 lantai tekanan air harus mencapai 1 1,5 kg/cm2 atau 0.981 1,471 bar atau 10
11.5 mka (muka kolom air).
Kelebihan-kelebihan sistem tangki tekan adalah lebih menguntungkan dari segi
estetika karena tidak terlalu menyolok dibandingkan dengan tangki atap, mudah
perawatannya karena dapat dipasang dalam ruang mesin bersama pompa-pompa
lainnya dan harga awal lebih rendah dibandingkan dengan tangki yang harus
dipasang di atas menara. Disamping itu diperlukan juga kompressor dan keduanya
dioperasikan secara automatis.
Selain itu yang perlu diperhatikan adalah kekurangannya, diantaranya : daerah
fluktuasi tekanan sebesar 1,0 kg/cm2 sangat besar dibandingkan dengan sistem
tangki atap yang hampir tidak ada fluktuasinya, dengan berkurangnya udara dalam
tangki tekan, maka setiap beberapa hari sekali harus ditambahkan udara dengan
kompresor atau dengan menguras seluruh air dari dalam tangki tekan.
Rancangan volume udara dalam tangki umumnya sebesar 30% dari volume tangki
dan sisanya berisi air. Seiring dengan berkurangnya udara maka kompressor menjadi
kebutuhan mutlak harus dipasang.
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |VI - 40
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |VI - 41
a) Ground Tank
Kebutuhan air yang cukup besar dan kurangnya pasokan air yang memadai menjadi
alasan dibutuhkannya sistem penyimpan air tambahan, salah satunya adalah
dengan tower water tank(menara tangki air) dan ground tank (tangki bawah tanah).
Untuk alasan estetika/ keindahan dan biaya, biasanya banyak orang lebih memilih
menggunakanground tank, karena letaknya yang tidak kelihatan (terpendam di
bawah tanah) dan dari segi pembuatan juga relatif lebih murah jika dibandingkan
tower water tank karena tidak perlu struktur kolom dan balok.
Mekanisme kerjanya adalah sumber air dari sumur di pompa ke atas, kemudian
disimpan di ground tank. Lalu dari ground tank ini akan dipompa lagi ke water tank di
atap (ukuran kecil), baru diedarkan ke saluran- saluran air di bawahnya.
Campuran beton yang dipakai dalam pembuatan ground tank harus tepat dan kedap
air (water proof). Dengan perbandingan plesteran semen dengan pasir yang
digunakan adalah 1 : 3.
Detail sistem kerjanya adalah sebagai berikut :
1) Tanah digali, lalu diberikan lapisan beton setebal 3- 5 cm untuk lantai kerja.
2) Pemasangan stek tulangan untuk perkuatan dinding Ground Tank.
3) Pembuatan lubang pengurasan di bawah
4) Pemasangan tulangan wiremesh diameter 10 mm M- 150 (artinya jarak antar
tulangannya 150 mm), untuk konstruksi dengan beton bertulang.
5) Penambahan tulangan di ujung- ujung Ground Tank untuk perkuatan dinding
6) Pemasangan bata untuk pengganti bekisting (karena bagian dalamnya akan
di plester dan dikeramik)
7) Pembuatan manhole dan pemasangan bekisting atas untuk pengecoran.
8) Pembetonan bagian atas.
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |VI - 42
Pada bagian atas, dibuat manhole sebagai acces untuk masuk ke dalam. Biasanya
untuk menguras dan mengecek keadaan pompa. Setelah pembetonan selesai, maka
ground tank ini harus diuji dulu untuk memastikan bahwa tidak ada kebocoran,
setelah semua fix baru dipasang keramik untuk perlindungan terhadap lumut dan
kemudahan dalam pengurasan.
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |VI - 43
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |VI - 44
b) Menara air
Menara Air atau Elevated Reservoir dibangun
untuk menaikkan tekanan air yang kurang di dalam pipa
distribusi. Ketinggian menara air tergantung pada
kebutuhan tekanan air yang diperlukan untuk
pelayanan. Perhitungan hidrolis untuk menentukan
tekanan dan ketinggian menara air yang akan dibangun
sangat penting dilakukan.
Peletakan menara air dipilih di lokasi yang mempunyai elevasi paling tinggi di sekitar
area pelayanan. Ini dimaksudkan agar penambahan beda tinggi air antara di menara
dan di jaringan pipa yang diperkirakan mempunyai tekanan terendah, lebih
efisien. Tinggi menara air juga harus dihitung sesuai dengan batas minimal tekanan
air yang diperlukan.
Menara air yang tinggi untuk memberikan tekanan. Setiap kaki tinggi memberikan
0,43 PSI (pound per Inch persegi) tekanan. Sebuah pasokan air khas kota berjalan di
antara 50 dan 100 PSI (peralatan utama memerlukan setidaknya 20 sampai 30 PSI).
Menara air harus cukup tinggi untuk memasok bahwa tingkat tekanan untuk semua
rumah dan usaha di bidang menara. Jadi menara air biasanya terletak di tempat
tinggi, dan mereka cukup tinggi untuk memberikan tekanan yang diperlukan.
Air diperlakukan di sebuah pabrik pengolahan air untuk menghilangkan sedimen
(dengan filtrasi dan / atau menetap) dan bakteri (biasanya dengan ozon, sinar
ultraviolet dan klorin). Output dari pabrik pengolahan air jelas, air bebas kuman. Aangkat pompa air tinggi pressurizes dan mengirimkannya ke sistem primer feeder
pipa air tersebut. Menara air yang melekat pada pengumpan primer cukup
sederhana, seperti ditunjukkan pada diagram ini:
Jika pompa memproduksi lebih banyak air daripada sistem kebutuhan air, kelebihan
mengalir secara otomatis ke dalam tangki. Jika masyarakat menuntut lebih banyak air
dari pompa dapat pasokan, maka air mengalir keluar dari tangki untuk memenuhi
kebutuhan tersebut.
Pengguna pasokan air (kota, pabrik, atau bangunan) harus memiliki tekanan air untuk
menjaga keamanan pasokan air. Jika suplai air tidak bertekanan cukup, maka bisa
terjadi:
1) Air tidak dapat mencapai lantai atas sebuah gedung;
2) Keran tidak dapat mengeluarkan air karena tidak cukup aliran
3) Mengurangi ketergantungan air tanah. Air Tanah biasanya tercemari dengan
mikroorganisme , debu, pasir, pupuk , dan terkotaminasi zat beracun lainnya.
Selain itu, Menara air dapat memasok air bahkan ketika listrik padam, karena mereka
bergantung pada tekanan yang dihasilkan oleh ketinggian air. Tapi ya jangan lamalama padamnya, karena pompa airnya juga butuh listrik buat mengaliri air ke menara.
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |VI - 45
B
A
C
A
B
C
Pompa Air
Menara Air
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |VI - 46
C
B
Keterangan:
A Air dari PDAM /
Sumur
dalam
(deep well)
D
D
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
B Bak penampung
air bersih (Clear
Water Tank) atau
Ground
Water
Tank (GWT),
C Pompa
mengalirkan air
ke Menara Air
menara
D Tinggi
memberikan
tekanan
hidrostatik untuk
mengalirkan air
ke pengguna.
Hal. |VI - 47
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |VI - 48
2. RENCANA PEMASANGAN
BANGUNAN TTG
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
FOLDING
GATE
PADA
Hal. |VI - 49
Hal. |VI - 50
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |VI - 51
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |VI - 52
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |VI - 53
Tanaman sebagai salah satu unsur pembentuk taman tidak saja hanya mempunyai
nilai estetis tetapi berfungsi pula untuk menambah kualitas lingkungan.
Fungsi tanman adalah sebagai:
a) pengontrol pandangan,
b) pembatas fisik,
c) pengendali iklim,
d) pencegah erosi dan
e) sebagai tempat habitat binatang.
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |VI - 54
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |VI - 55
Penambahan Penghijaun
Untuk Penuduh
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |VI - 56
USULAN DESAIN
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. lVI - 57
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. lVI - 58
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. lVI - 59
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. lVI - 60
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. lVI - 61
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. lVI 64
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. lVI - 65
LOKASI
PERENCANAAN
DATA LAHAN
1)
2)
3)
4)
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
: 75%
:8
: 300
: Jalan Trans Sumatra KM. 25 Candimas,
Natar Lampung - Selatan
: Balai PMD
: 10.000 m2 (estimasi keseluruhan)
Hal. lVI - 66
LOKASI
PERENCANAAN
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. lVI - 67
LOKASI
PERENCANA
AN
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
ME Etarance Balai
PMD-Kemendag
Bangunan
Lantai 2
Kantor
Hal. lVI - 68
LAHAN YANG
DIBEBASKAN
AKSES MENUJU
BALAI PMD
RUANG ASRAMA
RUANG MAKAN
RUANG
ADMINISTRASI
RUANG AULA
Gambar 2.1.9. Analisa Tapak terhadap sirkulasi lingkungan, site plan Balai PMD
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. lVI - 69
R. ASRAMA
R. MAKAN
R. AULA
R. ADMINISTRASI
RENCANA
LOKASI
ASRAMA
NARASUMBER
Gd. KANTOR 2
Gambar 2.1.10. Analisa Tapak terhadap sirkulasi lingkungan, bangunan-bangunan existing dan rencana Balai PMD
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. lVI - 70
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. lVI - 71
Tabel 1 Jenis lampu penerangan jalan secara umum menurut karakteristik dan penggunaannya
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. lVI - 72
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. lVI - 73
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. lVI - 74
Tabel 2 Lanjutan
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. lVI - 75
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. lVI - 76
2)
3)
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. lVI - 77
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. lVI - 78
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. lVI - 79
Keterangan :
H
= tinggi tiang lampu
L
= lebar badan jalan, termasuk
median jika ada
E
= jarak interval antar tiang lampu
S1 + S2 = proyeksi kerucut cahaya lampu
S1
= jarak tiang lampu ke tepi kereb
S2
= jarak dari tepi kereb ke titik
penyinaran terjauh
I
= sudut inklinasi pencahayaan
Gambar 1 Penempatan lampu penerangan
e) Batasan penempatan lampu penerangan jalan tergantung dari tipe lampu, tinggi lampu, lebar jalan
dan tingkat kemerataan pencahayaan dari lampu yang akan digunakan. Jarak antar lampu
penerangan secara umum dapat mengikuti batasan seperti pada Tabel 9 (A Manual of Road Lighting
in Developing Countries). Dalam tabel tersebut dipisahkan antara dua tipe rumah lampu. Rumah
lampu (lantern) tipe A mempunyai penyebaran sorotan cahaya/sinar lebih luas, tipe ini adalah jenis
lampu gas sodium bertekanan rendah, sedangkan tipe B mempunyai sorotan cahaya lebih
ringan/kecil, terutama yang langsung ke jalan, yaitu jenis lampu gas merkuri atau sodium bertekanan
tinggi.
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. lVI - 80
Tabel 9
Jarak antar tiang lampu penerangan (e) berdasarkan
tipikal distribusi pencahayaan dan klasifikasi lampu
1. Rumah lampu tipe A
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. lVI - 81
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. lVI - 82
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. lVI - 83
Hal. lVI - 84
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. lVI - 85
LAMPIRAN A
(Informatif)
LAMPIRAN B
(Informatif)
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. lVI - 86
LAMPIRAN C
(Informatif)
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. lVI - 87
Gambar C.2 Contoh tipikal dan dimensi tiang lampu lengan ganda
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. lVI - 88
LAMPIRAN D
(Informatif)
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. lVI - 89
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. lVI - 90
LAMPIRAN E
(Informatif)
Keterangan :
seluruh satuan ukuran
dalam (mm)
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. lVI - 91
Keterangan :
seluruh satuan ukuran
dalam (mm)
Gambar E.3 Contoh tipikal panel lampu penerangan untuk ramp dan jembatan
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. lVI - 92
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. lVI - 93
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. lVI - 94
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. lVI - 95
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. lVI - 96
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. lVI - 97
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. lVI - 98
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. lVI - 99
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
F. Kabel Feeder
Tipe dan Diameter Kabel Feeder.
Tipe kabel yang dipakai adalah tipe kabel daya NYY, NYFGbY baik berurat
tunggal (single core) maupun berurat banyak (multi core) dan diameter
kabei disesuaikan dengan beban yang ada.
Rugi - rugi tegangan (Voltage Drop)
Untuk instalasi, pemilihan iuas penampang kabel disesuaikan dengan
beban yang ada dan memberikan rugi-rugi tegangan total pada akhir
sirkuit tidak lebih dari 2% untuk penerangan dan 5% untuk motor.
2) Sistem Penerangan
a. Umum
Tingkat intensitas penerangan untuk ruangan disesuaikan dengan fungsi
dari ruangan tersebut serta pencahayaan dari lampu-lampu sehingga
didapat level intensitas penerangan yang cukup dan efek-efek cahaya
tertentu.
b. Standar Intensitas Penerangan
Standar Intensitas Penerangan yang direncanakan menggunakan standar
penerangan bangunan di Indonesia
c. Penangkal petir
Ditinjau dari lokasi dimana gedung kantor ini dibangun dan kondisi
alamnya, maka bangunan ini diperlukan suatu unit pengamanan dari
sambaran petir.
Direncanakan pada elevasi tertinggi bangunan dipasang satu atau lebih
unit penangkal petir.
Type dari penangkal petir digunakan dapat berupa type sangkar faraday,
franklin, kombinasi dari keduanya atau non radio aktif ligting preventive.
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
USULAN DESAIN
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Seluruh materi yang tertuang dalam KAK sudah dipahami dan ditanggapi secara
maksimal oleh Konsultan. Pada dasarnya, pengerjaan kegiatan ini membutuhkan ke
kompakkan dan koordinasi yang baik antara Konsultan dengan tim teknis dari
Penyempurnaan Masterplan Sarana Dan Prasarana Dirjen PMD sebagai pemegang
komitmen kegiatan.
Selain itu, kerja sama yang sangat diperlukan juga berasal dari Dinas dan instansi
daerah terkait perencanaan Penyempurnaan Masterplan Sarana Dan Prasarana
Dirjen PMD yang menjadi lingkup kegiatan, terutama juga dari pihak-pihak yang
nantinya akan turut berperan dalam pelaksanaan pekerjaan ini.
Tim Konsultan sebagai tim pelaksana yang akan menyampaikan terkait Perencanaan
Penyempurnaan Masterplan Sarana Dan Prasarana Dirjen PMD mungkin sekali akan
banyak menyajikan hal-hal baru/desian dan wacana terkini baik mengenai
perencanaan Penyempurnaan Masterplan Sarana Dan Prasarana Dirjen PMD. Namun
tim menyadari bahwa tidak semua hal baru tersebut layak, pantas ataupun dapat
diterima untuk diterapkan dalam Perencanaan Penyempurnaan Masterplan Sarana
Dan Prasarana Dirjen PMD sebagai suatu kegiatan yang masih relatif baru. Dalam
hal ini konsultan membutuhkan tim teknis untuk dapat kembali meluruskan teori dan
mendudukannya kembali sesuai dengan Tugas, Pokok dan Fungsi berdasarkan KAK
dan wewenang dari Dirjen PMD.
WAHANACIPTA BANGUNWISMA
Hal. |VII - 1