You are on page 1of 17

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN KONJUNGTIVITIS


DI POLI MATA RSD dr. SOEBANDI JEMBER

Disusun guna memenuhi tugas Program Pendidikan Profesi Ners (P3N)


Stase Keperawatan Medikal Bedah

Oleh:
Eko Setyawan, S.Kep.
NIM. 092311101017

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2015

LAPORAN PENDAHULUAN
KONJUNGTIVITIS
Oleh: Eko Setyawan, S.Kep.
NIM. 092311101017
1. Konsep penyakit
a. Kasus : Konjungtivitis
b. Pengertian
Konjungtivitis adalah suatu peradangan atau infeksi selaput
transparan yang berada di permukaan dalam kelopak mata dan yang
mengelilingi bola mata bagian luar. Bila pembuluh darah halus yang berada
dalam konjungtiva meradang, maka pembuluh darah akan tampak sehingga
menyebabkan bola mata yang berwarna putih menunjukkan warna merah
(mata merah). Konjungtivitis adalah inflamasi konjungtiva dan ditandai
dengan pembengkakan dan eksudat. Pada konjungtivitis mata tampak
merah, sehingga sering disebut mata merah. (Suzzane, 2001). Konjungtiva
adalah selaput bening pada mata yang menutupi bagian mata berwarna putih
serta permukaan mata dalam pada kelopak mata.
Konjungtivitis merupakan peradangan pada konjungtiva (lapisan
luar mata dan lapisan dalam kelopak mata) yang disebabkan oleh
mikroorganisme (virus, bakteri, jamur), alergi, dan iritasi bahan-bahan
kimia. (Mansjoer, 2001). Penularan penyakit ini bisa melalui kontak
langsung dengan penderita, misalnya tempat tidur bekas istirahat penderita
konjungtivitis kemudian ditempati untuk tidur, sehingga secara tidak sengaja
akan menularkan virus penyakit tersebut kepada orang kedua yang
menempati kamar tidur tersebut. Atau bisa juga penularan terjadi melalui
barang barang bekas dipakai penderita konjungtivitis seperti handuk, kaca
mata atau lainnya. Kontak mata atau mengobrol tidak akan menyebabkan
terjadinya penularan. Konjungtivitis dapat menular kepada orang lain
selama 2 minggu setelah dimulai adanya gejala-gejala.

Gambar 1. Anatomi mata

Gambar 2. Konjungtivitis

c. Jenis-jenis konjungtivitis
1. Konjungtivitis kataral
Pada konjungtivitis kataral terjadi infeksi konjungtiva dan hipermi
konjungtiva tarsal. Terkadang juga terdapat secret berupa serus, mucus
atau mukopurulen. Konjungtivitis disebabkan virus misal morbili, bahan
kimia basa atau lainnya seperti Herpes zoster oftalmik. Untuk penanganan
konjungtivitis kataral bisa dilakukan pengobatan tergantung penyebabnya.
Jika penyebabnya adalah bakteri, maka diberi antibiotic seperti tetrasiklin,
kloromisitin, sulfasetamid. Jika penyebabnya adalah virus, maka diberi

obat antivirus seperti I.D.U untuk infeksi herpes simplek. Bila banyak
secret bersihkan dulu sebelum diberi obat.
2. Konjungtivitis purulen, mukoporulen
Konjungtivitis jenis ini terjadi pada siapa saja baik orang dewasa, anakanak maupun bayi. Pada orang dewasa disebabkan infeksi gonokok. Jika
pada bayi, penyebabnya karena infeksi yang timbul saat melewati jalan
lahir (uretritis gonore ibunya). Oleh karena itu, seringkali bayi yang baru
lahir di tetesi obat mata atau salep antibiotika untuk mematikan bakteri
yang dapat menimbulkan infeksi pada konjungtiva. Terdapat sekret
mukopurulen yang sering dianggap sebagai secret purulen. Mata selalu
dibersihkan dari secret sebelum pengobatan. Apabila dalam satu atau dua
hari tidak tampak perbaikan maka perlu dilakukan pemeriksaan adanya
resistensi kuman terhadap penisilin. Penisilin dapat digantikan dengan
memberikan tetrasiklin, garamisin atau kemisitin zalf mata.
3. Konjungtivitis Membran
Pada

konjungtivitis

membran

ditandai

adanya

membran/selaput

berupa massa putih pada konjungtiva tarsal dan terkadang juga menutupi
konjungtiva bulbi. Konjungtivitis membran dapat disebabkan oleh infeksi
streptokok hemolitik dan infeksi difteria. Untuk menangani konjungtivitis
membran perlu diperiksa membrannya untuk mencari penyebab infeksi.
Jika penyebabnya infeksi streptokok B. hemolitik, maka diberikan
antibiotic sensitive. Jika infeksi dipteria maka diberi salep mata penisilin.
4. Konjungtivitis folikular
Konjungtivitis folikular adalah peradangan konjungtiva yang disertai
pembentukan folikel. Folikel dianggap sebagai suatu reaksi adenoid pada
konjungtiva akibat berbagai rangsangan seperti bakteri, virus dan bahanbahan kimia. Kelainan ini biasanya disertai sekresi mata yang bertambah.
Trakoma termasuk dalam konjungtiva folikular yang disebabkan oleh
Chlamidia trachromatis. Penanganannya berupa pemberian salep mata
derivat tetrasiklin atau sulfonamide oral.
5. Konjungtivitis vernal

Konjungtivitis akibat reaksi hipersensitivitas (tipe I) yang mengenai kedua


mata dan bersifat rekuren terutama pada musim panas. Untuk penanganan
dapat diberi pengobatan kortikosteroid tetes atau salep mata. Apabila
terdapat ulkus kornea, maka pemberian kortikosteroid merupakan kontra
indikasi. Ulkus diobati dengan pemberian antibiotic dan untuk menekan
peradangan sebaiknya diberikan obat-obatan anti radang non steroid.
6. Konjungtivitis flikten
Konjungtivitis flikten disebabkan oleh alergi (hipersensitivitas tipe IV)
terhadap

tuberkuloprotein,

stafilokok,

limfogranuloma

venereal,

leismaniasis, infeksi parasit dan infeksi ditempat lain didalam tubuh.


Penyakit ini dapat mengenai dua mata, tetapi dapat pula mengenai satu
mata dan sifatnya sering kambuh. Apabila flikten timbul pada kornea dan
sering kambuh, maka dapat berakibat gangguan penglihatan. Apabila
peradangannya berat, maka dapat terjadi lakrimasi yang terus-menerus
sampai berakibat eksema kulit. Keluhan lain adalah silau dan rasa seperti
berpasir. Untuk penanganannya perlu dilakukan pengobatan seperti
pemberian obat tetes mata atau salep mata kortikosteroid local.
d. Etiologi
a. Virus,
b. Bakteri,
c. Alergi,
d. Zat Kimia,
e. Benda asing,
f.Saluran air mata yang tersumbat (pada bayi baru lahir).
Konjungtivitis yang disebabkan oleh virus dan bakteri dapat
menyerang satu atau dua mata sekaligus. Konjungtivitis virus biasanya
menghasilkan kotoran mata yang berbentuk cair. Konjungtivitis bakteri
sering menghasilkan kotoran mata yang lebih kental dan berwarna kuning
kehijauan. Kedua konjungtivitis ini sangat menular. Penyakit ini menyebar
secara langsung atau tidak langsung setelah bersentuhan dengan kotoran

mata penderita. Penyakit ini dapat menyerang segala usia, baik anak-anak
maupun dewasa. Namun konjungtivitis bakteri lebih sering terjadi pada
penderita anak-anak. Organisme penyebab tersering adalah stafilokokus,
streptokokus, pneumokokus, dan hemofilius.
Konjuntivitis yang disebabkan oleh alergi dapat mengenai kedua
mata. Sebagai respon terhadap benda penyebab alergi (alergen), tubuh akan
membentuk zat kekebalan (antibodi) yang disebut sebagai Imunoglobulin E
(IgE). Zat kekebalan ini akan merangsang sel yang ada dalam selaput lendir
mata dan saluran nafas untuk melepaskan zat penyebab peradangan
termasuk zat Histamin.
Konjungtivitis akibat iritasi, biasanya disebabkan oleh zat kimia
atau benda asing (debu, dan lain-lain). Usaha untuk membersihkan benda
asing atau zat kimia ini menyebabkan mata menjadi merah dan mengalami
iritasi.
Faktor-faktor resiko terjadinya konjungtivitis, antara lain:
1) Bersentuhan dengan benda yang menyebabkan alergi;
2) Bersentuhan dengan penderita konjungtivitis virus dan bakteri;
3) Mengunakan lensa kontak, sehingga mata dapat memberikan reaksi
peradangan mata.
g.

Patofisiologi
Konjungtiva selalu berhubungan dengan dunia luar sehingga
kemungkinan terinfeksi dengan mikroorganisme sangat besar. Apabila ada
mikroorganisme yang dapat menembus pertahanan konjungtiva berupa tear
film yang juga berfungsi untuk melarutkan kotoran-kotoran dan bahanbahan toksik melalui meatus nasi inferior, maka dapat terjadi konjungtivitas.
Beberapa mekanisme melindungi permukaan mata dari substansi luar.
Pada film air mata, unsur berairnya mengencerkan materi infeksi, mucus
menangkap debris dan kerja memompa dari pelpebra secara tetap
menghanyutkan air mata ke duktus air mata dan air mata mengandung
substansi

antimikroba

termasul

lisozim.

Adanya

agen

perusak,

menyebabkan cedera pada epitel konjungtiva yang diikuti edema epitel,


kematian sel dan eksfoliasi, hipertrofi epitel atau granuloma. Mungkin juga
terdapat edema pada stroma konjungtiva (kemosis) dan hipertrofi lapis
limfoid stroma (pembentukan folikel). Sel-sel radang bermigrasi dari stroma
konjungtiva melalui epitel kepermukaan. Sel-sel kemudian bergabung
dengan fibrin dan mucus dari sel goblet, membentuk eksudat konjungtiva
yang menyebabkan perlengketan tepian palpebra saat bangun tidur.
Adanya peradangan pada konjungtiva menyebabkan dilatasi
pembuluh-pembuluh konjungtiva posterior, menyebabkan hiperemi yang
tampak paling nyata pada forniks dan mengurang ke arah limbus. Pada
hiperemi konjungtiva ini biasanya didapatkan pembengkakan dan hipertrofi
papilla yang sering disertai sensasi benda asing dan sensasi tergores, panas,
atau gatal. Sensai ini merangsang sekresi air mata. Transudasi ringan juga
timbul dari pembuluh darah yang hyperemia dan menambah jumlah air
mata. Jika klien mengeluh sakit pada iris atau badan siliare berarti kornea
terkena.
h.

Tanda dan gejala


1) Kemerahan pada satu mata atau kedua mata;
2) Rasa gatal pada satu mata atau kedua mata;
3) Rasa mengganjal pada satu mata atau kedua mata;
4) Pengeluaran kotoran mata dari satu mata atau kedua mata yang dapat
membentuk kerak pada malam hari sehingga pada pagi pagi hari kelopak
mata tidak dapat dibuka;
5) Pengeluaran air mata;
6) Reflex pupil (anak mata) masih normal;
7) Ketajaman penglihatan masih normal.
Konjungtivitis alergi akan timbul gejala rasa gatal, pengeluaran air
mata, mata yang meradang, bersin dan hidung berlendir pada penderita.
Konjungtivitis akibat iritasi memberikan gejala pengeluaran air mata, yang
biasanya akan berhenti dengan sendirinya dalam waktu 1 hari.

i.

Komplikasi
1)
2)
3)
4)

Glaucoma
Katarak
Ablasi retina
Komplikasi pada konjungtivitis kataral teronik merupakan segala

penyulit dari blefaritis seperti ekstropin, trikiasis .


5) Komplikasi pada konjungtivitis purulenta seringnya berupa ulkus
kornea.
6) Komplikasi pada konjungtivitis membranasea dan pseudomembranasea
adalah bila sembuh akan meninggalkan jaringan perut yang tebal di
kornea yang dapat mengganggu penglihatan, lama- kelamaan orang bisa
menjadi buta.
7) Komplikasi konjungtivitis vernal adalah pembentukan jaringan sikratik
dapat mengganggu penglihatan.
j.

Pemeriksaan khusus dan penunjang


Pemeriksaan Mata
1) Pemeriksaan tajam penglihatan
2) Pemeriksaan dengan uji konfrontasi, kampimeter dan perimeter
(sebagai alat pemeriksaan pandangan).
3) Pemeriksaan dengan melakukan uji fluoresein (untuk melihat adanya
efek epitel kornea).
4) Pemeriksaan dengan melakukan uji festel (untuk mengetahui letak
adanya kebocoran kornea).
5) Pemeriksaan oftalmoskop
6) Pemeriksaan dengan slitlamp dan loupe dengan senter (untuk melihat
benda menjadi lebih besar dibanding ukuran normalnya).
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan secara langsung dari kerokan atau getah mata setelah bahan
tersebut dibuat sediaan yang dicat dengan pegecatan gram atau giemsa
dapat dijumpai sel-sel radang polimorfonuklear. Pada konjungtivitis yang
disebabkan alergi pada pengecatan dengan giemsa akan didapatkan sel-sel
eosinofil.

k.

Penatalaksanaan
Anjuran yang mesti dilakukan sebelum berobat ke dokter:
1) Stop menggunakan lensa kontak;

2) Cuci tangan sesering mungkin untuk mengurangi kemungkinan


penularan kepada orang lain;
3) Jangan meminjamkan handuk kepada orang lain.
Pengobatan Konjungtivitis Virus
Tidak ada obat khusus untuk mengatasi keadaan ini. Penyakit ini sering
dimulai dari satu mata dan menyebar ke mata yang lain dalam beberapa
hari. Penyakit ini dapat sembuh dengan sendirinya secara berangsurangsur. Pemberian obat anti virus mungkin diberikan oleh dokter bila
ternyata diketahui penyakit ini disebabkan oleh Herpes zoster virus.
Pengobatan Konjungtivitis Bakteri
Bila penyakit ini disebabkan oleh bakteri, maka dokter akan memberikan
pengobatan tetes mata yang mengandung antibiotika. Infeksi akan sembuh
dalam beberapa hari. Salep mata antibiotika biasanya diberikan untuk
penderita anak-anak. Pemberian Salep mata lebih mudah diberikan kepada
anak-anak dari pada pemberian tetes mata. Meskipun demikian, pemberian
salep mata akan membuat penglihatan kabur selama 20 menit setelah
diberikan.
Pengobatan Konjungtivitis Zat Kimia
Keadaan ini diatasi dengan pencucian pada larutan larutan ringer laktat
atau cairan Garam fisiologis (NaCl 0,8%). Luka karena zat kimia, terutama
akibat bahan Alkali, merupakan keadaan gawat darurat karena dapat
menimbulkan kecacatan mata dan kerusakan di dalam bola mata. Penderita
dengan konjungtivitis zat kimia ini tidak boleh menyentuh mata yang sakit
karena dikhawatirkan dapat menyebar ke mata yang lainnya.
Pengobatan Konjungtivitis Alergi
Pada keadaan ini, dapat diberikan bermacam obat untuk mengatasi
keadaan alergi penderita, termasuk pemberian obat seperti tablet Anti
Histamin, obat untuk mengatasi kedaan peradangan seperti Decongestan,
obat steroid dan tetes mata yang mengandung anti peradangan. Penyakit
dapat diredakan dengan menghindari penyebab keadaan alergi, bila
memungkinkan dan diketahui penyebabnya.

Untuk mengurangi gejala konjungtivitis, ada beberapa hal yang dapat


dilakukan di rumah, seperti:
1) Berikan kompres kepada mata dengan menggunakan kain bersih yang
telah dibasahi dengan air bersih. Bila terdapat mata merah pada satu
mata, jangan pergunakan kain itu untuk mengompres mata yang
lainnya. Hal ini perlu dilakukan untuk mengurangi resiko penyebaran
mata merah.
2) Cobalah obat tetes mata. Obat tetes mata dapat mengurangi gejala mata
merah. Beberapa tetes mata mengandung Anti histamin atau zat lain
yang dapat membantu keadaan konjungtivitis akibat alergi.
3) Hentikan penggunaan lensa kontak. Bila menggunakan lensa kontak,
maka berhentilah dahulu memakainya sebelum mata terasa nyaman
kembali. Waktu yang diperlukan untuk melepas lensa kontak ini
tergantung dari penyebab konjungtivitis yang diderita.
Untuk menghindari penyebaran konjungtivitis, perlu dilakukan tindakan
seperti:
1) Jangan menyentuh mata dengan tangan;
2) Cuci tangan seserring mungkin;
3) Gunakan handuk dan kain pembersih muka yang bersih setiap hari;
4) Jangan meminjamkan handuk atau kain pembersih muka;
5) Gantilah sarung bantal lebih sering;
6) Jangan menggunakan kosmetik untuk mata, misalnya mascara;
7) Jangan meminjamkan kosmetik untuk mata atau peralatan mata
pribadi kepada orang lain.

b) Masalah keperawatan dan data yang perlu dikaji


1) Masalah keperawatan
1) Gangguan persepsi sensori
2) Nyeri akut
3) Resiko infeksi
4) Resiko cidera
5) Data yang perlu dikaji
a. Pengkajian umum
1) Identitas pasien, meliputi nama pasien, umur, jenis kelamin,
agama, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, alamat, No. RM,
dan tanggal MRS.
2) Keluhan utama : nyeri, rasa ngeres (seperti ada pasir dalam mata),
gatal, panas dan

kemerahan disekitar mata, terdapat sekret,

banyak keluar terutama pada konjungtiva, purulen.


3) Riwayat penyakit sekarang : kapan mulai serangan, sembuh atau
memburuk. Biasanya didapatkan keluhan yang berhubungan
dengan proses demielinisasi. Keluhan tersebut diantaranya
parestesia (kesemutan kebas) dan kelemahan otot kaki yang dapata
berkembang ke ekstremitas atas, batang tubuh, dan otot wajah.
Kelemahan otot dapat diikuti dengan cepat adanya paralisis yang
lengkap.
4) Riwayat penyakit dahulu : Klien pernah menderita penyakit yang
sama, trauma mata, alergi obat, riwayat operasi mata.
b. Pengkajian khusus
1) Aktivitas/Istirahat
Gejala : Perubahan aktivitas biasanya/hobi sehubungan dengan
gangguan penglihatan.
2) Neurosensori
Gejala : Gangguan penglihatan (kabur/tak jelas), kehilangan
bertahap penglihatan perifer.

3) Nyeri/Kenyamanan
Gejala : Ketidaknyamanan ringan/mata berair.
Nyeri tiba-tiba/berat, menetap atau tekanan pada dan
sekitar mata, sakit kepala.
3. Diagnosa keperawatan
1) Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan gangguan penglihatan.
2) Nyeri akut berhubungan dengan iritasi pada mata.
3) Resiko infeksi berhubungan dengan proses peradangan.
4) Resiko cidera berhubungan dengan penurunan fungsi penglihatan.

4. Intervensi Keperawatan
No
1.

2.

Diagnosa
keperawatan
Gangguan
persepsi sensori
berhubungan
dengan
gangguan
penglihatan.

Nyeri
akut
berhubungan
dengan
iritasi
pada mata

Tujuan

Kriteria hasil

Setelah dilakukan
tindakan
keperawatan
selama 3x24 jam,
diharapkan
gangguan persepsi
sensori berkurang
atau hilang.

a. Klien dapat melihat dengan


baik
b. Klien tidak mengalami
kesulitan waktu melihat atau
berinteraksi dg orang lain.

Setelah dilakukan
tindakan
keperawatan
selama 1 x 24 jam,
diharapkan nyeri
berkurang.

a. Tanda-tanda vital dalam batas a. Ukur tanda-tanda vital klien.


normal.
TD :120/80 mmHg
b. Kaji karakteristik nyeri yang
RR = 16-24x/menit
dirasakan klien.
N : 60-120 X/ menit.
b. Klien tampak tenang/rileks.
c. Observasi reaksi verbal dan
c. Klien mengatakan nyeri
non verbal klien.
berkurang.
d. Ajarkan teknik relaksasi
nafas dalam kepada klien.

NOC :
a. Pain level
b. Pain control
c. Comfort level

Intervensi keperawatan

Rasional

a. Kaji ketajaman penglihatan


a. Untuk mengkaji sejauh
pasien
mana klien dapat melihat
b. Anjurkan kepada keluarga atau b. Mengawasi dan
orang terdekat klien untuk
membimbing selama
tinggal bersama pasien
pengobatan berlangsung.
c. Anjurkan kepada klien dan
c. Untuk mempercepat
keluarga untuk mematuhi
dalam proses
progam terapi yang telah
penyembuhan
dilaksanakan.

e. Anjurkan pada klien wanita


dengan konjungtivitis alergi

a. Mengetahui kondisi
umum klien.
b. Menjadi petunjuk dalam
memberikan penanganan
yang tepat bagi klien.
c. Memperkuat data
mengenai nyeri yang
dirasakan klien.
d. Membantu mengurangi
nyeri yang dirasakan
klien.
e. Mengurangi ekspose
alergen atau iritan

agar menghindari atau


mengurangi penggunaan tata
rias
f. Tingkatkan istirahat dan
ciptakan lingkungan yang
nyaman.
g. Kolaborasikan pemberian
obat-obatan (analgesik).
3.

Resiko infeksi
berhubungan
dengan proses
peradangan.

Setelah dilakukan
tindakan
keperawatan
selama 3x24 jam,
tidak terjadi tanda
tanda infeksi
NOC :
a. Immune status
b. Knowledge :
Infection
control
c. Risk control

a. Klien bebas dari tanda dan


gejala infeksi
b. Menunjukkan kemampuan
untuk mencegah timbulnya
infeksi
c. Jumlah leukosit dalam batas
normal
d. Menunjukkan perilaku hidup
sehat

a. Lakukan cuci tangan setiap


sebelum dan sesudah
tindakan keperawatan
b. Ukur tanda-tanda vital
c. Kaji adanya luka
d. Kaji tanda dan gejala infeksi
sistemik dan lokal
e. Tingkatkan intake nutrisi
f. Berikan pendidikan
kesehatan kepada kliendan
keluarga tentang tanda dan
gejala infeksi

f. Membantu mengurangi
nyeri yang dirasakan
klien.
g. Analgesik merupakan
obat yang berfungsi
untuk mengurangi nyeri.
a. Mencegah kontaminasi
kuman
b. Mengetahui kondisi
umum pasien
c. Luka dapat menjadi
tempat masuknya kuman
d. Agar dapat segera
melakukan penanganan
e. Nutrisi yang baik dapat
berpengaruh terhadap
status imun pasien
f. Kliendan keluarga dapat
mengetahui tanda dan
gejala infeksi sehingga
dapat melakukan
penanganan

4.

Resiko
cidera
berhubungan
dengan
penurunan
fungsi
penglihatan.

Setelah dilakukan
tindakan
keperawatan
selama 1x 24jam,
klientidak
mengalami injuri.
NOC :
1) Risk control
2) Immune status
3) Safety behavior

a. Klien terbebas dari cedera


a. Identifikasi
dan
hindari
b. Klien atau keluarga mampu
faktor pencetus.
menjelaskan cara untuk
mencegah cedera dan
b. Sediakan lingkungan yang
menghindari faktor pencetus
aman untuk klien
cedera dan mampu
memodifikasi lingkungan
c. Mampu
memanfaatkan c. Mengindarkan
lingkungan
fasilitas kesehatan yang ada
yang berbahaya.

a. Menghindari
kemungkinan terjadinya
cedera
b. Mengantisipasi dini
mengurangi resiko yang
dapat memperberat
kondisi klien
c. Mencegah terjadinya
cedera.

d. Menganjurkan
keluarga
untuk menemani klien

d. Keluarga dapat menjaga


klien untuk
meminimalkan
terjadinya cedera.
e. Dengan penggunaan alat
bantu dapat
memudahkan dalam
beraktivitas

e. Berikan alat bantu jika perlu

2. a) Clinical Pathway

DAFTAR PUSTAKA
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2 Ed. III. Jakarta: Media
Aeuscualpius.
NANDA International. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 20122014. Jakarta : EGC.
NIC. 2012. Nursing Intervention Classification. Mosby: Elsevier.
NOC. 2012. Nursing Outcomes Classification. Mosby: Elsevier.
Smeltzer, suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner &
Suddarth. Vol.3 Edisi 8. Jakarta. EGC.

You might also like