You are on page 1of 11

ASUHAN KEPERAWATAN

EFUSI PLEURA
TUGAS KELOMPOKMATA KULIAH
KEPERAWATAN DEWASA I

Kelompok I :
Aris Setyanto
Heruwanto
Didik Yuliyono
Indarti

PROGSUS S1 KEPERAWATAN
STIKES MUHAMMADIYAH KLATEN

EFUSI PLEURA
1. Definisi
Efusi Pleura adalah pengumpulan cairan didalam rongga pleura ( Brunner & Suddarth,
2001).
2.

Etiologi

3. Infeksi tuberculosis
4. Infeksi nontuberculosis
5. Keganasan
6. Trauma
7. Parapneumonia, Parasit (ameba, paragonimiasis, Echinococcus), Jamur, pneumonia
atipik (virus, mikoplasma, Q fever, Legionella).
8. Keganasan paru
9. Proses imunologis: pleuritis lupus, pleuritis rheumatoid, sarkoidosis.
10. Radang sebab lain seperti pankreatitis, asbestosis, pleuritis uremia dan akibat
radiasi.
Cairan pleura terakumulasi jika pembentukan cairan pleura melebihi absorbsi cairan
pleura. Normalnya, cairan memasuki rongga pleura dari kapiler dalam pleura
parietalis dan diangkut melalui jaringan limfatik yang terletak dalam pleura parietalis.
Cairan juga dapat memasuki rongga pleura dari ruang intersisium paru melalui
pleura viseralis atau dari kavum peritoneum melalui lubang kecil yang ada di
difragma. Saluran limfe memiliki kapasitas menyerap cairan 20 kali lebih besar
daripada cairan yang dihasilkan dalam keadaan normal. Oleh karenanya efusi pleura
dapat terbentuk bila ada pembentukan cairan pleura yang berlebihan atau jika terjadi
penurunan pengangkutan cairan melalui limfatik.
11.

Tanda dan Gejala

12. Nafas pendek


13. Nyeri dada pleuritik
14. Takipnea
15. Hipoksemia bila ventilasi terganggu
16. Perkusi : pekak
17. Penurunan bunyi nafas di atas area yang sakit

18.

Patofisiologi

Patofisiologi terjadinya efusi pleura tergantung pada keseimbangan antara cairan dan
protein dalam rongga pleura. Dalam keadaan normal cairan pleura dibentuk secara
lambat sebagai filtrasi melalui pembuluh darah kapiler. Filtrasi ini terjadi karena
perbedaan tekanan osmotic plasma dan jaringan interstisial submesotelial, kemudian
melalui sel mesotelial masuk ke dalam rongga pleura. Selain itu cairan pleura dapat
melalui limfe sekitar pleura.
Proses penumpukan cairan dalam rongga pleura dapat disebabkan oleh peradangan.
Bila proses radang disebabkan oleh kuman piogenik akan terbentuk pus/nanah,
sehingga terjadi empiema/piotoraks. Bila proses ini mengenai pembuluh darah sekitar
pleura dapat menyebabkan hemotoraks.
Proses terjadinya pneumotoraks karena pecahnya alveoli dekat pleura parietalis
sehingga udara akan masuk ke dalam rongga pleura. Proses ini sering disebabkan oleh
trauma dada atau alveoli pada daerah tersebut yang kurang elastis lagi seperti pada
pasien emfisema paru.
19.

Pemeriksaan Diagnostik

20. Rontgen dada / Sinar tembus dada


Permukaan cairan yang terdapat dalam rongga pleura akan membentuk bayangan
seperti kurva, dengan permukaan daerah lateral lebih tinggi daripada bagian medial.
Bila permukaannya horizontal dari lateral ke medial pasti terdapat udara dalam
rongga tersebut yang berasal dari luar atau dalam paru-paru sebdiri. Kadang-kadang
sulit membedakan antara baying cairan bebas dalam pleura dengan adhesi karena
radang (pleuritis). Disini perlu pemeriksaan foto dada dengan posisi lateral dekubitus.
Cairan bebas akan mengikuti posisi gravitasi.
Pemeriksaan dengan USG pada pleura dapat menentukan adanya cairan dalam
rongga pleura.
21.

Ultrasonografi pleura: menentukan adanya cairan dalam rongga pleura.

22. CT scan dada


CT scan dada, sangat memudahkan dalam menentukan adanya efusi pleura karena
adanya densitas cairan dengan jaringan sekitarnya. Hanya saja tidak banyak
dilakukan karena biayanya sangat mahal.
23. Torakosentesis
a. Warna cairan :
Cairan pleura berwarna kekuning-kuningan
Bila agak kemerah-merahan dapat terjadi pada trauma, infark paru, keganasan
dan adanya kebocoran aneurisma aorta.

Bila Kuning kehijauan dan agak purulen, ini menunjukkan adanya empiema.
Bila merah coklat, ini menunjukkan adanya abses karena ameba.
b. Biokimia : basil tahan asam (untuk tuberculosis), hitung sel darah merah dan
putih, kadar pH, glukosa, amilase.
c. Sitologi : sel neutrofil, sel limfosit, sel mesotel, sel mesotel maligna, sel-sel besar
dengan banyak inti, sel lupus eritematosus sistemik.
d. Bakteriologi
24. Biopsi pleura
25.

Penanganan

26. Pengeluaran efusi yang terinfeksi memakai pipa intubasi melalui sela iga.
27. Irigasi cairan garam fisiologis atau larutan antiseptik (Betadine).
28. Pleurodesis, untuk mencegah terjadinya lagi efusi pleura setelah aspirasi.
29. Torasentesis:

untuk

membuang

cairan,

mendapatkan

spesimen

(analisis),

menghilangkan dispnea. Torakosintesis: aspirasi cairan pleura berguna sebagai


sarana untuk diagnosis maupun terapeutik.
Pelaksanaan sebaiknya dilakukan pada penderita dengan posisi duduk. Aspirasi
dilakukan pada bagian bawah paru di sela iga IX garis aksilaris posterior dengan
memakai jarum abocath nomor 14 atau 16. Pengeluaran pleura sebaiknya jangan
melebihi 1.000 samapi 1.500 cc pada setiap kali aspirasi.
a. Efusi pleura transudatif: protein < 3 gram/liter, spesifik gravity < 1,015
b. Efusi pleura eksudatif, memenuhi paling tidak 1 dari criteria berikut:
- protein cairan pleura/protein serum > 0,5
- LDH cairan pleura?LDH serum > 0,6
- LDH cairan pleura > 2/3 LDH serum plasma
c. Kadar glukosa amylase
d. Sitologi cairan pleura
e. Hitung sel jenis
f.

Klutur dan pewarnaan

Pada efusi yang terinfeksi perlu segera dikeluarkan dengan memakai pipa intubasi
melalui selang iga. Bila cairan pusnya kental sehingga sulit keluar atau bila empiemanya
multiokuler, perlu tindakan operatif. Mungkin sebelumnya dapat dibantu dengan irigasi
cairan garam fisiologis atau larutan antiseptik. Pengobatan secara sistemik hendaknya
segera dilakukan, tetapi terapi ini tidak berarti bila tidak diiringi pengeluaran cairan yang
adequate.

Untuk mencegah terjadinya lagi efusi pleura setelah aspirasi dapat dilakukan
pleurodesis yakni melengketkan pleura viseralis dan pleura parietalis. Zat-zat yang dipakai
adalah tetrasiklin, Bleomicin, Corynecbaterium parvum dll.
Efusi sekunder akibat keganasan
Efusi maligna yang terjadi akibat kelainan metastasis merupakan efusi terseing
kedua paling sering ditemukan diantara tipe efusi eksudatif. Tiga jenis tumor yang
menyebabkan kira-kira 75% dari seluruh efusi pleura maligna adalah karsinoma paru (30%),
karsinoma Mammae (25%) dan tumor kelompok limfoma (20%). Sebagian besar pasien
efusi pleura akibat kmalignitas ini mengkin mengeluhkan gejala dipsnea yang kerap kali
proporsinya tidak sebanding dengan luas efusi. Cairan pleura yang ditemukan berupa
eksudat dan kadar glukosa dalam cairan pleura tersebut mungkin menurun jika beban tumor
dalam cairan pleura cukup tinggi.
Diagnosis dibuat melaui pemeriksaan sitologik cairan pleura. Jika pemeriksaan
sitologik awal memberikan hasil negative, diperlukan pemeriksaan sitologik ulang dengan
tindakan biopsy pleura yang menggunakan jarum (needle biopsy). Jika diagnosisnya masih
belum dapat ditegakkan, torakoskopi mungkin akan menghasilkan diagnosis bilamana
pasien menderita keganasan.
Sebagian besar pasien dengan efusi pleura yang ganas harus diterapi secara
simptomatis, karena keberadaan efusi menunjukkan penyakit yang diseminasi dan
kebanyakan keganasan yang disertai efusi pleura tidak dapat disembuhkan dengan
kemoterapi. Jika kehidupan pasien terganggu dengan gejala dipsnea dan dipsnea tersebut
dapat dikurang dengan torakosintesis maka salah satu prosedur berikut harus dikerjakan:
1. Torakostomi dengan pemasangan selang yang disertai pemberian preparat yang
menyebabkan sclerosis seperti bleomisin, 60 IU, atau minosiklin, 5 hingga 10 mg/kg BB
2. Torakoskopi yang disertai abrasi pleura atau penghembusan bedak talk
3. Pemasangan pintas pleuroperitoneal
30.

Komplikasi

31. Pneumotoraks (karena udara masuk melalui jarum)


32. Hemotoraks ( karena trauma pada pembuluh darah interkostalis)
33. Emboli udara (karena adanya laserasi yang cukup dalam, menyebabkan udara dari
alveoli masuk ke vena pulmonalis)
34. Laserasi pleura viseralis

35.

Diagnosa Keperawatan yang sering muncul pada klien dengan efusi

pleura
36. Nyeri berhubungan dengan agen injury: fisik
37. Risiko ketidakseimbangan volume cairan berhubungan dengan factor-faktor risiko
lain yang menentukan.
38. Risiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuat pertahanan tubuh primer (cairan
tubuh statis).
39. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan perfusi
ventilasi.
40.

RENCANA KEPERAWATAN

No Dx keperawatan
1. Nyeri akut b/d
agen injury =
fisik

Tujuan dan kriteria hasil


NOC :
- tingkat nyeri
- nyeri terkontrol
- tingkat kenyamanan
Setelah
dilakukan
tindakan
keperawatan
selama 4 x 24 jam, klien
dapat :
1. Mengontrol
nyeri,
dengan indikator :
- mengenal
faktorfaktor penyebab
- mengenal onset nyeri
- tindakan pertolongan
non farmakologi
- menggunakan
analgetik
- melaporkan gejalagejala nyeri pada tim
kesehatan
- nyeri terkontrol :
skala :
1 : tidak pernah
dilakukan
2 : jarang dilakukan
3 : kadang-kadang
dilakukan
4 : sering dilakukan
5 : selalu dilakukan

Intervensi
Manajemen nyeri
- Kaji keluhan nyeri, karakteristik,
onset/durasi,frekwensi, kualitas
dan beratnya nyeri
- Observasi rerspon ketidak
nyamanan secara verbal dan
nonverbal
- pastikan pasien menerima
perawatan analgetik dengan
tepat
- gunakan strategi komunikasi yang
efektif untuk mengetahui respon
penerimaan pasien terhadap
nyeri
- evaluasi keefektifan penggunaan
kontrol nyeri
- monitoring perubahan nyeri baik
aktual maupun potensial
- sediakan lingkungan yang nyaman
- kurangi faktor-faktor yang dapat
menambah ungkapan nyeri
- ajarkan penggunaan teknik
relaksasi sebelum atau sesudah
nyeri berlangsung
- kolaborasi dengan tim kesehatan
lain untuk memilih tindakan
selain obat untuk meringankan
nyeri
- tingkatkan istirahat yang adekuat
untuk meringankan nyeri

2. menunjukkan tingkat
nyeri,
dengan Manajemen pengobatan
indikator :
- tentukan obat yang dibutuhkan

- melaporkan nyeri
- frekwensi nyeri
- lamanya
episode
nyeri
- ekspresi nyeri, wajah
- perubahan respirasi
rote
NOC :
- perubahan
tekanan
darah
- kehilangan
nafsu
makan
skala :
1.berat
2.agak berat
3.sedang
4.sedikit
5.tidak ada

2.

Resiko
ketidak
seimbangan
volume cairan b/d
asupan
cairan

pasien dan cara mengelola sesuai


dengan anjuran / dosis
monitor efek teraupetik dari
pengobatan
monitor tanda gejala serta efek
samping dari obat
monitor interaksi obat
NIC
ajarkan pada keluarga pasien
cara mengatasi efek samping
pengobatan
jelaskan manfaat pengobatan
yang dapat mempengaruhi gaya
hidup pasien

Pengelolaan analgetik
- periksa perintah medis tentang
obat, dosis dan frekwensi obat
analgetik
- periksa riwayat alergi pasien
- pilih obat berdasarkan tipe dan
beratnya nyeri
- pilih cara pemberian IV atau IM
untuk pengobatan, jika mungkin
- monitor Vital Sign sebelum atau
sesudah pemberian analgetik
- kelola
jadwal
pemberian
analgetik yang sesuai
- evaluasi
efektifitas
dosis
analgetik, observasi tanda dan
gejala efek samping, misal
depresi
pernafasan,
mual,
muntah, mulut kering dan
konstipasi
- kolaborasi dengan dokter untuk
obat, dosis dan cara pemberian
yang diindikasikan
- tentukan
lokasi
nyeri,
karakteristik,
kualitas
dan
keparahan sebelum pengobatan
- berikan obat dengan prinsip 5
benar
- dokumentasikan respon dari
analgetik dan efek yang tidak
diinginkan

Setelah
dilakukan Fluit manajement
tindakan
keperawatan - buat jadwal pemasukan cairan,
selama 3 x 24 jam sesuai keinginan minum bila
diharapkan
mungkin

yang berlebih

3.

Resiko infeksi b/d


tidak
adekuat
pertahanan tubuh
primer
(cairan
tubuh statis)

keseimbangan
volume - kaji pembuluh perifer, lihat area
cairan tercapai yang tubuh untuk udema dengan / tanpa
ditandai dengan :
pitting, serta catat adanya udema
- keseimbangan
tubuh
volume cairan intuke - tingkatkan intake oral, monitor
dan output
tanda-tanda retensi cairan
- BB stabil
- monitor infus IV
- Tidak terjadi udema
konsultasikan
dengan
dokter
apabila
tanda/gejala
ketidakseimbangancairan/elektrolit
mulai mengkhawatirkan
Fluit monitoring
- kaji pola intake dan output
- tentukan faktor-faktor resiko yang
mungkin
mempengaruhi
ketidakseimbangan
cairan
:
hipertensi,
terapi
diuretik,
patologis renal
- pantau pengeluaran urine, catat
jumlah dan warna
- pantau dan hitung keseimbangan
intake dan output selama 24 jam
- monitor BB
- awasi pemberian terapi intravena
- pantau tanda dan gejala udema

Setelah
dilakukan
tindakan selama 3 x 24
jam, klien dapat ;
1.Immune status, dengan
indikator :
- tidak
ada
tanda
infeksi
berulang
(rubor, kalor, tumor,
dolor, fungsiolesa)
- status respirasi dbn
- suhu tubuh dbn
2.Knowledge : inefction
control,
dengan
indikator :
- menerangkan
caracara
penyebaran
infeksi dan faktor
yang berkontribusi

Medication manajement
- kelola terapi cairan, obat, diet
sesuai advis
- konsultasikan dengan ahli gizi
untuk perencanaan diet di rumah
1. Infection
control
(kontrol
infeksi)
- bersihkan lingkungan setelah
dipakai pasien lain
- batasi pengunjung bila perlu
- instruksikan pada pengunjung
untuk mencuci tangan saat
berkunjung
dan
setelah
meninggalkan pasien
- gunakan sabun antimikroba
untuk mencuci tangan
- cuci tangan setiap sebelum dan
sesudah melakukan tindakan
keperawatan
- gunakan baju, sarung tangan
sebagai alat pelindung
- pertahankan lingkungan aseptik
selama pemasangan alat
- ganti infus IV dan dressing

- menjelaskan
tanda
dan gejala infeksi
- menjelaskan aktivitas
yang meningkatkan
resistensi
terhadap
infeksi
3.Rcsk control, dengan
indikator :
- Mengakui
adanya
resiko
- Monitor faktor resiko
lingkungan
- Mengembangkan
strategi kontrol yang
efektif
- Menghindari
eksposur
yang
mengancam
kesehatan
- Mengenali perubahan
status kesehatan

sesuai dengan petunjuk yang


benar
gunakan karakter intermiten
untuk
menurunkan
infeksi
saluran kemih
tingkatkan intake nutrisi
kelola terapi AB bila perlu

2. Infeksi protection (proteksi


infeksi)
- monitor tanda gejala infeksi
sistemik dan lokal
- monitor hasil lab (granulosit,
WBC)
- monitor kerentanan infeksi
- batasi pengunjung
- saring pengunjung terhadap
penyakit menular
- pertahankan tehnik asepsi pada
pasien yang beresiko
- pertahankan teknik isolasi kalau
perlu
- inspeksi kulit dan membran
mukosa terhadap kemerahan
panas, drainase
- diskusikan pengambilan kultur
k/p
- dorong masukan nutrisi cairan
dan istirahat yang cukup
- monitor perubahan tingkat
energi
- dorong peningkatan mobilitas
dan latihan
- instruksikan
pasien
untuk
minum obat sesuai resep
- ajarkan pasien dan keluarga
tentang tanda dan gejala infeksi
- ajarkan
cara
menghindari
infeksi
- laporkan kecurigaan infeksi
- laporkan kultur positif
3. Monitor Vital Sign
- pantau suhu tiap 8 jam
4. Environment management
- batasi pengunjung yang sedang
demam/ influensa/ sakit infeksi
5. Health education

- jelaskan mengapa sakit dan


pengobatan meningkatkan resiko
infeksi
- ajarkan metode aman untuk
menyiapkan makanan
- anjurkan
untuk
menjaga
kesehatan personel
- untuk melindungi dari infeksi
- ajarkan teknik cuci tangan yang
benar
- ajarkan tanda-tanda infeksi
- anjurkan untuk lapor perawat
atau dokter bila dirasakan
muncul tanda-tanda infeksi
6. Medication administration
- kelola terapi sesui advis
- pantau efektifitas keluhan yang
muncul pasca pemberian obat
4.

Kerusakan
pertukaran
gas
b/d
ketidak
seimbangan
perfusi ventilasi

NOC : status pernafasan : NIC :


pertukaran gas, ventilasi
Respiratory monitoring
Setelah
dilakukan - Monitoring rata-rata irama ,
tindakan
keperawatan
kedalaman dan usaha untuk
selama 4 x 24 jam,
bernafas
pertukaran gas pasien - Catat gerakan dada, lihat
menjadi efektif dengan
kesimetrisan, penggunaan otot
kriteria hasil:
bantu dan retraksi dinding dada
pasien menunjukkan - Monitor suara nafas, saturasi
peningkatan ventilasi
oksigen, sianosis
dan
oksigenisasi - Monitor
kelemahan
otot
adekuat berdasarkan
diafragma
nilai AGD sesuai - Catat onset, karakteristik dan
parameter
normal
durasi batuk
pasien (jika mungkin - Catat hasil foto rontgen.
dilakukan
Terapi oksigen
pemeriksaan AGD)
kelola humidifikasi oksigen
menunjukkan fungsi
sesuai peralatan
paru yang normal dan - siapkan peralatan oksigenisasi
bebas dari tanda- - kelola suplemen O2 sesuai
tanda
distress
indikasi
pernafasan
monitor terapi O2 dan observasi
RR
.
tanda keracunan O2
Manajement jalan nafas
bersihkan saluran nafas dan
pastikan airway paten
monitor perilaku dan status
mental pasien, kelemahan,
agitasi dan konfusi
posisikan pasien dengan elevasi
-

tempat tidur
bila klien mengalami unilateral
penyakit panu, berikan posisi
semi fowler dengan posisi
lateral 10 15 derajat / sesuai
toleransi
monitor efek sedasi dan
analgetik pada pola nafas klien

Manajemen asam basa


kelola pemeriksaan lab
monitor nilai AGD
mungkin
dilakukan)
saturasi oksigen dbn.

(bila
dan

41. Reference:
Carpenito, Lynda Juall, Diagnosa keperawatan Aplikasi pada Praktek Klinik Edisi 6,
Penerbit Buku Kedokteran EGC,;1995
Brunner & Suddarth, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8 volume 2,
EGC, Jakarta
NANDA, 2006-2007, Nursing Diagnosis: Definitions and classification, Philadelphia,
USA
Engram, Barbara, Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Volume I, Penerbit
Buku Kedokteran EGC ; 1999
Laboratorium Ilmu Penyakit Paru FK UNAIR, Dasar Dasar Diagnostik Fisik Paru,
Surabaya; 1994
Marrilyn. E. Doengus, Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk Perencanaan
dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi 3 Jakarta EGC ; 1999
Soeparman A. Sarwono Waspadji, Ilmu Penyakit Dalam jilid II ; 1990

You might also like