Professional Documents
Culture Documents
URTIKARIA
DISUSUN OLEH:
SUKRI AFRIZUL ILHAM
P.140.136
PROFESI NERS
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
MUHAMMADIYAH KLATEN
2014/2015
LAPORAN PENDAHULUAN
URTIKARIA
A. Definisi
Urtikaria adalah lesi sementara yang terdiri dari bentol sentral yang dikelilingi oleh
haloeritematosa. Lesi tersendiri adalah bulat, lonjong, atau berfigurata, dan seringkali
menimbulkan rasa gatal. (Harrison, 2005)
Urtikaria, yang dikenal dengan hives, terdiri atas plak edematosa (wheal) yang terkait
dengan gatal yang hebat (pruritus). Urtikaria terjadi akibat pelepasan histamine selama respons
peradangan terhadap alegi sehingga individu menjadi tersensitisasi. Urtikaria kronis dapat
menyertai penyakit sistemik seperti hepatitis, kanker atau gangguan tiroid. (Elizabeth, 2007)
Urtikaria merupakan istilah klinis untuk suatu kelompok kelainan yang ditandai dengan
adanya pembentukan bilur-bilur pembekakan kulit yang dapat hilang tanpa meninggalkan
bekas yang terlihat. Pada umumnya kita semua pernah merasakan salah satu bentuk urtikaria
akibat jath (atau didorong) hingga gatal-gatal. Gambaran patologis yang utama adalah
didapatkannya edema dermal akibat terjadinya dilatasi vascular, seringkali sebagai respons
terhadap histamine (dan mungkin juga mediator-mediator yang lain) yang dilepas oleh sel mast.
(Tony, 2005)
B.
Klasifikasi
Jenis urtikaria : (Mark,1996)
1. Idiopatik
adalah kelompok terbesar, merupakan sepertiga dari kasus urtikaria akut dan
Sekitar 15% kasus. Biasanya dapat ditemukan penyebab yang dikenali. Terdapat
beberapa jenis ;
a. Dermatografisme
sinar matahari. Penyakit ini timbul sebagai pruritus dan eritema, yang diikuti
oleh urtikaria. Awitan mendadak dan timbul pada setiap kelompok usia.
e. Urtikaria
terus-menerus.
f. Urtikaria
air. Urtikaria panas setempat. Reaksi yang jarang terjadi, disebabkan oleh air
panas.
C. Etiologi
Etiologi Urtikaria. (Harrison, 2005) :
1. Gangguan kulit primer
Urtikaria fisikal, yang terdiri dari:
1. Dermatografisme
2. Urtikaria solaris
3. Urtikaria dingin
4. Penyakit sistemik
2. Urtikaria kolinergik
Penyebab terjadinya urtikari bisa karena: (Davey, 2005)
1. Obat-obatan sistemik dapat menimbulkan urtikaria secara imunologik yang mampu
menginduksi degranasi sel mast, bahan kolinergik misalnya asetilkolin, dilepaskan oleh saraf
kolinergik kulit yang mekanismenya belum diketahui langsung dapat mempengaruhi sel mast
untuk melepaskan mediator. Obat-obatan seperti : Aspirin, kodein, morfin, OAINS
2. Jenis makanan yang dapat menyebabakan alergi misalnya: telur, ikan, kerang, coklat, jenis
kacang tertentu, tomat, tepung, terigu, daging sapi, udang, dll.
Urtikaria akut juga bisa terjadi pada stimulasi sel mast tanpa adanya ikatan IgE dengan
allergen. Misalnya, pada eksposure pada media radiocontrast, dimana pada saat proses radiologi
berlangsung, akan terjadi perubahan osmolalitas pada lingkungan yang mengakibatkan sel mast
berdegranulasi (Anonimous, 2007).
Faktor imunologik maupun nonimunologik mampu merangsang sel mast atau basofil untuk
melepaskan mediator tersebut. Pada yang nonimunologik mungkin sekali siklik AMP (adenosin
mono phosphate) memegang peranan penting pada pelepasan mediator. Beberapa bahan kimia
seperti golongan amin dan derivate amidin, obat-obatan seperti morfin, kodein, polimiksin, dan
beberapa antibiotic berperan pada keadaan ini.
Bahan kolinergik misalnya asetilkolin, dilepaskan oleh saraf kolinergik kulit yang
mekanismenya belum diketahui langsung dapat mempengaruhi sel mast untuk melepaskan
mediator. Faktor fisik misalnya panas, dingin, trauma tumpul, sinar X, dan pemijatan dapat
langsung merangsang sel mast. Beberapa keadaan misalnya demam, panas, emosi, dan alcohol
dapat merangsang langsung pada pembuluh darah kapiler sehingga terjadi vasodilatasi dan
peningkatan permeabilitas (Djuanda, 2008).
Faktor imunologik lebih berperan pada urtikaria yang akut daripada yang kronik, biasanya
IgE terikat pada permukaan sel mast dan atau sel basofil karena adanya reseptor Fc bila ada
antigen yang sesuai berikatan dengan IgE maka terjadi degranulasi sel, sehingga mampu
melepaskan mediator. Keadaan ini jelas tampak pada reaksi tipe I (anafilaksis), misalnya alergi
obat dan makanan.
Komplemen juga ikut berperan, aktivasi komplemen secara klasik maupun secara
alternative menyebabkan pelepasan anafilatoksin (C3a, C5a) yang mampu merangsang sel mast
dan basofil, misalnya tampak akibat venom atau toksin bakteri. Ikatan dengan komplemen juga
terjadi pada urtikaria akibat reaksi sitotoksik dan kompleks imun pada keadaan ini juga
dilepaskan zat anafilatoksin. Urtikaria akibat kontak terjadi pemakaian bahan serangga, bahan
kosmetik, dan sefalosporin.
PATHWA
Y
f. imunologi:
genetic jumlah antibody ig.E dalam darah besar
Faktor Non-Imunologik:
Cuaca Dingin
Pelepasan Histamin
URTIKARIA
eritema
Nyeri akut
Digaruk berlebih
Kerusakan integritas
kulit
E.
Manifestasi Klinis
Bentuk klinis Urtikaria fisik : (Tony, 2005)
1. Dermografisme : bilur-bilur tampak sesudah adanya bekas-bekas garukan. Hal ini bisa timbul
tersendiri atau bersama dengan bentuk-bentuk urtikaria yang lain.
2. Penekanan (timbulnya belakangan) : bilur-bilur timbul dalam waktu sampai 24 jam sesudah
terjadinya penekanan.
3. Urtikaria kolinergik : yang diserang adalah laki-laki muda ; kulit yang berkeringat disertai oleh
adanya bilur-bilur kecil berwarna putih dengan lingkaran berwarna merah pada badan bagian
atas.
F. Komplikasi
1. Purpura dan excoriasi
2. Infeksi sekunder
3. Bibir kering
G. Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan Diagnostis Urtikaria :
1. a. Urtikaria akut. Uji laboratorium pada umumnya tidak diperlukan.
b. Urtikaria kronik. Jika penyebab agen fisik telah disingkirkan, maka penggunaan
pemeriksaan laboratorium, radiografik, dan patologik berikut ini dapat memberikan petunjuk
untuk diagnosis penyakit sistemik yang samar.
2. Uji rutin
a. Laboratorium. Hitung darah lengkap dengan diferensial, profil kimia, laju endap darah
(LED), T4, pengukuran TSH, urinalisis dan biakan urine, antibody antinuclear
b. Radiografik. Radiograf dada, foto sinus, foto gigi, atau panorex
c. Uji selektif. Krioglobulin, analisis serologic hepatitis dan sifilis, factor rheumatoid,
komplemen serum, IgM, IgE serum
d. Biopsi kulit. Jika laju endap darah meningkat, lakukan biopsy nyingkirkakulit untuk men
kemungkinan vaskulitis urtikaria.
H. Penatalaksanaan Medis
Pengobatan (Arvin, 1996)
Pada kebanyakan keadaan, urtikaria merupakan penyakit yang sembuh sendiri yang
memerlukan sedikit pengobatan lainnya, selain dari antihistamin. Hidroksizin (Atarax) 0,5 ml/kg,
merupakan salah satu antihistamin yang paling efektif untuk mengendalikan urtikaria, tetapi
difenhidramin (Benadryl), 1,25 mg/kg, dan antihistamin lainnya juga efektif. Jika perlu, dosis ini
dapat diulangi pada interval 4-6 jam.
Epinefrin 1 : 1000, 0,01 ml/kg, maksimal 0,3 ml, biasanya menghasilkan penyembuhan
yang cepat atas urtikaria akut yang berat. Hidroksizin (0,5 ml/kg setiap 4-6 jam) merupakan obat
pilihan untuk urtikaria kolinergik dan urtikaria kronis. Penggunaan bersama antihistamin tipe H1
dan H2 kadang-kadang membantu mengendalikan urtikaria kronis. Antihistamin h2 saja dapat
menyebabkan eksaserbasi urtikaria. Siproheptadin (Periactin) (2-4 mg setiap 8-12 jam) terutama
bermanfaat sebagai agen profilaksis untuk urtikaria dingin.
Siproheptadin dapat menyebabkan rangsangan nafsu makan dan penambahan berat pada
beberapa penderita. Tabir surya merupakan satu-satunya pengobatan yang efektif untuk urtikaria
sinar matahari. Kortikosteroid mempunyai pengaruh yang bervariasi pada urtikaria kronis ; dosis
yang diperlukan untuk mengendalikan urtikaria sering begitu besar sehingga obat-obat tersebut
menimbulkan efek samping yang serius. Urtikaria kronis sering tidak berespons dengan baik
pada manipulasi diet. Sayang sekali, urtikaria kronis dapat menetap selama bertahun-tahun.
I.
A. Pengkajian
1.
Identitas Pasien.
2.
Keluhan Utama.
Biasanya pasien mengeluh gatal, rambut rontok.
3.
Riwayat Kesehatan.
a.
Tanyakan sejak kapan pasien merasakan keluhan seperti yang ada pada keluhan utama dan
tindakan apa saja yang dilakukan pasien untuk menanggulanginya.
b.
Apakah pasien dulu pernah menderita penyakit seperti ini atau penyakit kulit lainnya.
c.
Apakah ada keluarga yang pernah menderita penyakit seperti ini atau penyakit kulit lainnya.
d.
Riwayat Psikososial :
Apakah pasien merasakan kecemasan yang berlebihan. Apakah sedang mengalami stress yang
berkepanjangan.
e.
Apakah pasien pernah menggunakan obat-obatan yang dipakai pada kulit, atau pernahkah pasien
tidak tahan (alergi) terhadap sesuatu obat.
f.
Pemeriksaan fisik
KU : lemah
TTV : suhu naik atau turun.
-
Kepala :
Mulut :
Dapat juga mengenai membrane mukosa terutama yang disebabkan oleh obat.
-
Abdomen :
Ekstremitas :
Perubahan kuku dan kuku dapat lepas.
Kulit :
Kulit periorbital mengalami inflamasi dan edema sehingga terjadi ekstropion pada keadaan
kronis dapat terjadi gangguan pigmentasi. Adanya eritema , pengelupasan kulit , sisik halus dan
skuama.
B.
Diagnosa
1.
Potensial terjadinya infeksi berhubungan dengan adanya luka akibat gangguan integritas
2.
3.
4.
5.
Gangguan citra tubuh berhubungan dengan penampakan kulit yang tidak bagus.
6.
C. Intervensi
1. Dx
integritas
Tujuan
Rasional
melakukan
tindakan
pasien.
kuman.
pemberian diet
f.
Memandirikan keluarga
Menghindari
alergen
yang
dapat
Kriteria Hasil : Klien akan mempertahankan integritas kulit, ditandai dengan menghindari
alergen.
Intervensi
Rasional
terhadap
alergen
yang
alergen
akan
diketahui.
b. Pantau
Menghindari
klien
yang
Binatang
memelihara
sebaiknya
binatang
hindari
atau
batasi
c. Baca label makanan kaleng agar terhindar keberadaan binatang di sekitar area
dari
bahan
makan
yang
mengandung rumah.
alergen.
Tujuan
Kriteria Hasil :
a.
garukan.
b. klien tidur nyenyak tanpa terganggu rasa gatal
c.
Intervensi
Rasional
kooperatif.
kimia
lain
serta
iritasi.
d. Mengurangi penyebab gatal karena
terpapar alergen.
Tujuan
Kriteria Hasil :
a.
f.
Intervensi
1.
Rasional
a. Mengerjakan hal ritual menjelang tidur. 1 a. Udara yang kering membuat kulit
terasa gatal, lingkungan yang nyaman
meningkatkan relaksasi.
setelah dikonsumsi.
5. Dx
tidak bagus.
Kriteria Hasil :
i. Mengembangkan peningkatan kemauan untuk menerima keadaan diri.
ii. Mengikuti dan turut berpartisipasi dalam tindakan perawatan diri.
iii. Melaporkan perasaan dalam pengendalian situasi.
iv. Menguatkan kembali dukungan positif dari diri sendiri.
v. Mengutarakan perhatian terhadap diri sendiri yang lebih sehat.
vi. Tampak tidak meprihatinkan kondisi.
vii. Menggunakan teknik penyembunyian kekurangan dan menekankan teknik untuk
meningkatkan penampilan
Intervensi
a.
Kaji
Rasional
adanya
(menghindari
gangguan
kontak
citra
diri
a. Gangguan citra diri akan menyertai setiap
klien,
kesan
orang
terhadap
dirinya
hubungan
Berikan
stadium
c.
antara
kesempatan
klien
terhadap
kondisi
pengungkapan kulitnya.
perasaan.
c. Klien
membutuhkan
pengalaman
bantu
mengembangkan
klien
yang
cemas
d. Memberikan kesempatan pada petugas untuk
kemampuan
informasi
Tujuan
Kriteria Hasil :
a.
Intervensi
Rasional
data
dasar
untuk
memperbaiki
konsepsi/informasi.
merasakan manfaat.
tekankan
perlunya
melanjutkane.
penghentian
dini
dapat mempengaruhi
untuk
mempertahankan kemampuan
pasien
kebutuhan sehari-hari.
DAFTAR PUSTAKA
untuk
memenuhi
Aishah S. Urtikaria. ln:Djuanda A, Hamzah Mochtar, Aisah S, eds. Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin Tempat. Indonesia: Balai Penerbit FKUI Jakarta; 2007.p.169
Anenomouse. Askep
{hyperlink
Rhinitis
Alergik. Avaibable
from