You are on page 1of 15

LAPORAN PENDAHULUAN

URTIKARIA

DISUSUN OLEH:
SUKRI AFRIZUL ILHAM
P.140.136

PROFESI NERS
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
MUHAMMADIYAH KLATEN
2014/2015

LAPORAN PENDAHULUAN
URTIKARIA
A. Definisi
Urtikaria adalah lesi sementara yang terdiri dari bentol sentral yang dikelilingi oleh
haloeritematosa. Lesi tersendiri adalah bulat, lonjong, atau berfigurata, dan seringkali
menimbulkan rasa gatal. (Harrison, 2005)
Urtikaria, yang dikenal dengan hives, terdiri atas plak edematosa (wheal) yang terkait
dengan gatal yang hebat (pruritus). Urtikaria terjadi akibat pelepasan histamine selama respons
peradangan terhadap alegi sehingga individu menjadi tersensitisasi. Urtikaria kronis dapat
menyertai penyakit sistemik seperti hepatitis, kanker atau gangguan tiroid. (Elizabeth, 2007)
Urtikaria merupakan istilah klinis untuk suatu kelompok kelainan yang ditandai dengan
adanya pembentukan bilur-bilur pembekakan kulit yang dapat hilang tanpa meninggalkan
bekas yang terlihat. Pada umumnya kita semua pernah merasakan salah satu bentuk urtikaria
akibat jath (atau didorong) hingga gatal-gatal. Gambaran patologis yang utama adalah
didapatkannya edema dermal akibat terjadinya dilatasi vascular, seringkali sebagai respons
terhadap histamine (dan mungkin juga mediator-mediator yang lain) yang dilepas oleh sel mast.
(Tony, 2005)

B.

Klasifikasi
Jenis urtikaria : (Mark,1996)
1. Idiopatik

adalah kelompok terbesar, merupakan sepertiga dari kasus urtikaria akut dan

dua pertiga dari urtikaria kronik.


2. Fisik.

Sekitar 15% kasus. Biasanya dapat ditemukan penyebab yang dikenali. Terdapat

beberapa jenis ;
a. Dermatografisme

: reaksi terhadap goresan keras pada kulit yang timbul dalam 1

sampai 3 menit dan berlangsung 5 sampai 10 menit.


b. Urtikaria

kolinergik. Olahraga atau berkeringat merupakan agen pencetusnya,

menyebabkan timbulnya 10% reaksi, mengenai orang muda, dan dapat


berlangsung selama 6 sampai 8 tahun. Lesi timbul sebagai wheal berukuran 1

sampai 2 mm pada dasar eritematosa yang menyaru serta ditemukan pada


batang badan dan lengan tanpa mengenai telapak tangan, telapak kaki, dan
aksila.
c. Urtikaria

dingin. Reaksi terhadap pajanan dingin atau penghangatan kembali

setelah terpajan dingin


d. Urtikaria

sinar matahari. Reaksi yang jarang terjadi, disebabkan oleh pajanan

sinar matahari. Penyakit ini timbul sebagai pruritus dan eritema, yang diikuti
oleh urtikaria. Awitan mendadak dan timbul pada setiap kelompok usia.
e. Urtikaria

tekanan lambat. Reaksi yang jarang terjadi, disebabkan oleh tekanan

terus-menerus.
f. Urtikaria

akuagenik. Reaksi yang jarang terjadi, disebabkan oleh kontak dengan

air. Urtikaria panas setempat. Reaksi yang jarang terjadi, disebabkan oleh air
panas.

C. Etiologi
Etiologi Urtikaria. (Harrison, 2005) :
1. Gangguan kulit primer
Urtikaria fisikal, yang terdiri dari:
1. Dermatografisme
2. Urtikaria solaris
3. Urtikaria dingin
4. Penyakit sistemik
2. Urtikaria kolinergik
Penyebab terjadinya urtikari bisa karena: (Davey, 2005)
1. Obat-obatan sistemik dapat menimbulkan urtikaria secara imunologik yang mampu
menginduksi degranasi sel mast, bahan kolinergik misalnya asetilkolin, dilepaskan oleh saraf
kolinergik kulit yang mekanismenya belum diketahui langsung dapat mempengaruhi sel mast
untuk melepaskan mediator. Obat-obatan seperti : Aspirin, kodein, morfin, OAINS
2. Jenis makanan yang dapat menyebabakan alergi misalnya: telur, ikan, kerang, coklat, jenis
kacang tertentu, tomat, tepung, terigu, daging sapi, udang, dll.

3. Inhalan bisa dari serbuk sari, spora, debu rumah.


4. Infeksi Sepsis fokal (misalnya infeksi saluran kemih, infeksi saluran pernafasan atas,
hepatitis,Candida spp, protozoa, cacing)
5. Sistemik : SLE, retikulosis, dan karsinoma
6. Faktor fisik seperti cahaya (urtikaria solar), dingin (urtikaria dingin), gesekan atau tekanan
(dermografisme), panas (urtikaria panas), dan getaran (vibrasi) dapat langsung menginduksi
degranulasi sel mast.
7. Genetik, terjadi difesiensi alfa-2 glikoprotein yang mengakibatkan pelepasan mediator alergi.
D. Patofisiologi
Patofisiologi urtikaria :
Urtikaria sering terjadi dan merupakan akibat dari degranulasi sel mast (reaksi imunolpgis
tipe 1) sebagai respons terhadap antigen, dengan pelepasan histamin dan mediator vasoaktif
lainnya, yang menyebabkan timbulnya eritema dan edema. Pasien-pasien dengan kondisi ini,
70% diantaranya mengalami urtikaria idiopatik (dimana antigennya tidak diketahui), sisanya
mengalami bentuk urtikaria lain. Urtikaria, jika berat juga dapat mengenai jaringan subkutan dan
mengakibatkan terjadinya angioedema (pembengkakan pada tangan, bibir, sekitar mata, dan
walaupun jarang tetapi penting untuk diperhatikan yaitu pada lidah atau laring). (Davey, 2005)
Proses urtikaria akut dimulai dari ikatan antigen pada reseptor IgE yang saling
berhubungan dan kemudian menempel pada sel mast atau basofil. Selanjutnya, aktivasi dari sel
mast dan basofil akan memperantarai keluarnya berbagai mediator peradangan. Sel mast
menghasilkan histamine, triptase, kimase, dan sitokin. Bahan-bahan ini meningkatkan
kemampuan degranulasi sel mast dan merangsang peningkatan aktivitas ELAM dan VCAM,
yang memicu migrasi limfosit dan granulosit menuju tempat terjadinya lesi urtikaria
(Anonimous, 2007).
Peristiwa ini memicu peningkatan permeabilitas vascular dan menyebabkan terjadinya
edema lokal yang dikenal sebagai bintul (wheal). Pasien merasa gatal dan bengkak pada lapisan
dermal kulit. Urtikaria akut bisa terjadi secara sistemik jika allergen diserap kulit lebih dalam dan
mencapai sirkulasi. Kondisi ini terjadi pada urtikaria kontak, misalnya urtikaria yang terjadi
karena pemakaian sarung tangan latex, dimana latex diserap kulit dan masuk ke aliran darah,
sehingga menyebabkan urtikaria sistemik.

Urtikaria akut juga bisa terjadi pada stimulasi sel mast tanpa adanya ikatan IgE dengan
allergen. Misalnya, pada eksposure pada media radiocontrast, dimana pada saat proses radiologi
berlangsung, akan terjadi perubahan osmolalitas pada lingkungan yang mengakibatkan sel mast
berdegranulasi (Anonimous, 2007).
Faktor imunologik maupun nonimunologik mampu merangsang sel mast atau basofil untuk
melepaskan mediator tersebut. Pada yang nonimunologik mungkin sekali siklik AMP (adenosin
mono phosphate) memegang peranan penting pada pelepasan mediator. Beberapa bahan kimia
seperti golongan amin dan derivate amidin, obat-obatan seperti morfin, kodein, polimiksin, dan
beberapa antibiotic berperan pada keadaan ini.
Bahan kolinergik misalnya asetilkolin, dilepaskan oleh saraf kolinergik kulit yang
mekanismenya belum diketahui langsung dapat mempengaruhi sel mast untuk melepaskan
mediator. Faktor fisik misalnya panas, dingin, trauma tumpul, sinar X, dan pemijatan dapat
langsung merangsang sel mast. Beberapa keadaan misalnya demam, panas, emosi, dan alcohol
dapat merangsang langsung pada pembuluh darah kapiler sehingga terjadi vasodilatasi dan
peningkatan permeabilitas (Djuanda, 2008).
Faktor imunologik lebih berperan pada urtikaria yang akut daripada yang kronik, biasanya
IgE terikat pada permukaan sel mast dan atau sel basofil karena adanya reseptor Fc bila ada
antigen yang sesuai berikatan dengan IgE maka terjadi degranulasi sel, sehingga mampu
melepaskan mediator. Keadaan ini jelas tampak pada reaksi tipe I (anafilaksis), misalnya alergi
obat dan makanan.
Komplemen juga ikut berperan, aktivasi komplemen secara klasik maupun secara
alternative menyebabkan pelepasan anafilatoksin (C3a, C5a) yang mampu merangsang sel mast
dan basofil, misalnya tampak akibat venom atau toksin bakteri. Ikatan dengan komplemen juga
terjadi pada urtikaria akibat reaksi sitotoksik dan kompleks imun pada keadaan ini juga
dilepaskan zat anafilatoksin. Urtikaria akibat kontak terjadi pemakaian bahan serangga, bahan
kosmetik, dan sefalosporin.

PATHWA
Y

f. imunologi:
genetic jumlah antibody ig.E dalam darah besar

Faktor Non-Imunologik:
Cuaca Dingin

Sel Mast Terangsang

Pelepasan Histamin

Vasodilatasi pembuluh darah

Peningkatan permebilitas setempat

URTIKARIA

Cairan dan sel terutama eosinofil keluar


Kurang
dari pembuluh
pengetahuan
darah
tentang urtikaria
Transudasi cairan

Pengumpulan cairan lokal


Deficit pengetahuan
Merangsang ujung saraf perifer
Edema lokal
Gatal berulang

eritema

Nyeri akut

Digaruk berlebih

Terjadi pada malam hari

Sering terbangun saat malam


lesi
Resiko infeksi

Gangguan rasa nyaman

Kerusakan integritas
kulit

E.

Manifestasi Klinis
Bentuk klinis Urtikaria fisik : (Tony, 2005)
1. Dermografisme : bilur-bilur tampak sesudah adanya bekas-bekas garukan. Hal ini bisa timbul
tersendiri atau bersama dengan bentuk-bentuk urtikaria yang lain.
2. Penekanan (timbulnya belakangan) : bilur-bilur timbul dalam waktu sampai 24 jam sesudah
terjadinya penekanan.
3. Urtikaria kolinergik : yang diserang adalah laki-laki muda ; kulit yang berkeringat disertai oleh
adanya bilur-bilur kecil berwarna putih dengan lingkaran berwarna merah pada badan bagian
atas.

F. Komplikasi
1. Purpura dan excoriasi
2. Infeksi sekunder
3. Bibir kering
G. Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan Diagnostis Urtikaria :
1. a. Urtikaria akut. Uji laboratorium pada umumnya tidak diperlukan.
b. Urtikaria kronik. Jika penyebab agen fisik telah disingkirkan, maka penggunaan
pemeriksaan laboratorium, radiografik, dan patologik berikut ini dapat memberikan petunjuk
untuk diagnosis penyakit sistemik yang samar.
2. Uji rutin
a. Laboratorium. Hitung darah lengkap dengan diferensial, profil kimia, laju endap darah
(LED), T4, pengukuran TSH, urinalisis dan biakan urine, antibody antinuclear
b. Radiografik. Radiograf dada, foto sinus, foto gigi, atau panorex
c. Uji selektif. Krioglobulin, analisis serologic hepatitis dan sifilis, factor rheumatoid,
komplemen serum, IgM, IgE serum
d. Biopsi kulit. Jika laju endap darah meningkat, lakukan biopsy nyingkirkakulit untuk men
kemungkinan vaskulitis urtikaria.

H. Penatalaksanaan Medis
Pengobatan (Arvin, 1996)
Pada kebanyakan keadaan, urtikaria merupakan penyakit yang sembuh sendiri yang
memerlukan sedikit pengobatan lainnya, selain dari antihistamin. Hidroksizin (Atarax) 0,5 ml/kg,
merupakan salah satu antihistamin yang paling efektif untuk mengendalikan urtikaria, tetapi
difenhidramin (Benadryl), 1,25 mg/kg, dan antihistamin lainnya juga efektif. Jika perlu, dosis ini
dapat diulangi pada interval 4-6 jam.
Epinefrin 1 : 1000, 0,01 ml/kg, maksimal 0,3 ml, biasanya menghasilkan penyembuhan
yang cepat atas urtikaria akut yang berat. Hidroksizin (0,5 ml/kg setiap 4-6 jam) merupakan obat
pilihan untuk urtikaria kolinergik dan urtikaria kronis. Penggunaan bersama antihistamin tipe H1
dan H2 kadang-kadang membantu mengendalikan urtikaria kronis. Antihistamin h2 saja dapat
menyebabkan eksaserbasi urtikaria. Siproheptadin (Periactin) (2-4 mg setiap 8-12 jam) terutama
bermanfaat sebagai agen profilaksis untuk urtikaria dingin.
Siproheptadin dapat menyebabkan rangsangan nafsu makan dan penambahan berat pada
beberapa penderita. Tabir surya merupakan satu-satunya pengobatan yang efektif untuk urtikaria
sinar matahari. Kortikosteroid mempunyai pengaruh yang bervariasi pada urtikaria kronis ; dosis
yang diperlukan untuk mengendalikan urtikaria sering begitu besar sehingga obat-obat tersebut
menimbulkan efek samping yang serius. Urtikaria kronis sering tidak berespons dengan baik
pada manipulasi diet. Sayang sekali, urtikaria kronis dapat menetap selama bertahun-tahun.

I.

ASUHAN KEPERAWATAN URTIKARIA

A. Pengkajian
1.

Identitas Pasien.

2.

Keluhan Utama.
Biasanya pasien mengeluh gatal, rambut rontok.

3.

Riwayat Kesehatan.
a.

Riwayat Penyakit Sekarang :

Tanyakan sejak kapan pasien merasakan keluhan seperti yang ada pada keluhan utama dan
tindakan apa saja yang dilakukan pasien untuk menanggulanginya.
b.

Riwayat Penyakit Dahulu :

Apakah pasien dulu pernah menderita penyakit seperti ini atau penyakit kulit lainnya.

c.

Riwayat Penyakit Keluarga :

Apakah ada keluarga yang pernah menderita penyakit seperti ini atau penyakit kulit lainnya.
d.

Riwayat Psikososial :

Apakah pasien merasakan kecemasan yang berlebihan. Apakah sedang mengalami stress yang
berkepanjangan.
e.

Riwayat Pemakaian Obat :

Apakah pasien pernah menggunakan obat-obatan yang dipakai pada kulit, atau pernahkah pasien
tidak tahan (alergi) terhadap sesuatu obat.
f.

Pemeriksaan fisik

KU : lemah
TTV : suhu naik atau turun.
-

Kepala :

Bila kulit kepala sudah terkena dapat terjadi alopesia.


-

Mulut :

Dapat juga mengenai membrane mukosa terutama yang disebabkan oleh obat.
-

Abdomen :

Adanya limfadenopati dan hepatomegali.


-

Ekstremitas :
Perubahan kuku dan kuku dapat lepas.

Kulit :
Kulit periorbital mengalami inflamasi dan edema sehingga terjadi ekstropion pada keadaan
kronis dapat terjadi gangguan pigmentasi. Adanya eritema , pengelupasan kulit , sisik halus dan
skuama.

B.

Diagnosa
1.

Potensial terjadinya infeksi berhubungan dengan adanya luka akibat gangguan integritas

2.

Resiko kerusakan kulit berhubungan dengan terpapar alergen

3.

Perubahan rasa nyaman berhubungan dengan pruritus

4.

Gangguan pola tidur berhubungan dengan pruritus

5.

Gangguan citra tubuh berhubungan dengan penampakan kulit yang tidak bagus.

6.

Kurang pengetahuan tentang program terapi berhubungan dengan inadekuat informasi

C. Intervensi
1. Dx

: Potensial terjadinya infeksi berhubungan dengan adanya luka akibat gangguan

integritas
Tujuan

: Tidak terjadi infeksi

Kriteria Hasil : a. Hasil pengukuran tanda vital dalam batas normal.


b. Tidak ditemukan tanda-tanda infeksi (kalor,dolor, rubor, tumor, infusiolesa)
Intervensi

Rasional

a. Lakukan tekni aseptic dan antiseptic


a.
dalam

melakukan

tindakan

Dengan teknik septik dan aseptik dapat

pada mengirangi dan mencegah kontaminasi

pasien.

kuman.

Ukur tanda vital tiap 4-6 jam

b. Suhu yang meningkat adalah imdikasi

c. Observasi adanya tanda-tanda infeksi

terjadinya proses infeksi

d. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk


c.

Deteksi dini terhadap tanda-tanda infeksi

pemberian diet

d. Untuk menghindari alergen dari makanan

e. Libatkan peran serta keluarga dalam


e.
memberikan bantuan pada klien.

f.

Memandirikan keluarga
Menghindari

alergen

yang

dapat

f. Jaga lingkungan klien agar tetap meningkatkan urtikaria.


bersih
2. Dx

: Resiko kerusakan kulit berhubungan dengan terpapar alergen


Tujuan : Tidak terjadi kerusakan pada kulit

Kriteria Hasil : Klien akan mempertahankan integritas kulit, ditandai dengan menghindari
alergen.

Intervensi

Rasional

a. Ajari klien menghindari atau menurunkan


a.
paparan

terhadap

alergen

yang

alergen

akan

telah menurunkan respon alergi.

diketahui.
b. Pantau

Menghindari

b. Menghindari dari bahan makanan


kegiatan

klien

yang

dapat yang mengandung alergen.

menyebabkan terpapar langsung dengan


c.

Binatang

alergen. Seperti : stimulan fisik. dan kimia

memelihara

sebaiknya
binatang

hindari
atau

batasi

c. Baca label makanan kaleng agar terhindar keberadaan binatang di sekitar area
dari

bahan

makan

yang

mengandung rumah.

alergen.

d. AC membantu menurunkan paparan

d. Hindari binatang peliharaan.

terhadap beberapa alergen yang ada di

e. Gunakan penyejuk ruangan (AC) di rumah lingkungan.


atau di tempat kerja, bila memungkinkan.
f.
3.. Dx

: Perubahan rasa nyaman berhubungan dengan pruritus

Tujuan

: Rasa nyaman klien terpenuhi

Kriteria Hasil :
a.

Klien menunjukkan berkurangnya pruritus, ditandai dengan berkurangnya lecet akibat

garukan.
b. klien tidur nyenyak tanpa terganggu rasa gatal
c.

klien mengungkapkan adanya peningkatan rasa nyaman

Intervensi

Rasional

a. Jelaskan gejala gatal berhubungan dengan1. a. Dengan mengetahui proses fisiologis


penyebabnya (misal keringnya kulit) dan dan psikologis dan prinsip gatal serta
prinsip terapinya (misal hidrasi) dan siklus penangannya akan meningkatkan rasa
gatal-garuk-gatal-garuk.
2.

kooperatif.

b. Cuci semua pakaian sebelum digunakan


untuk menghilangkan formaldehid dan2. b. Pruritus sering disebabkan oleh
bahan

kimia

lain

serta

hindari dampak iritan atau allergen dari bahan

menggunakan pelembut pakaian buatan kimia atau komponen pelembut pakaian.


pabrik.
c. Gunakan deterjen ringan dan bilas pakaianc. Bahan yang tertinggal (deterjen) pada
untuk memastikan sudah tidak ada sabun pencucian pakaian dapat menyebabkan
yang tertinggal.
4.

iritasi.
d. Mengurangi penyebab gatal karena

d. Jaga kebersihan kulit pasien

terpapar alergen.

5. e. Mengurangi rasa gatal.


e. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian
obat pengurang rasa gatal
4. Dx

: Gangguan pola tidur berhubungan dengan pruritus

Tujuan

: Klien bisa beristirahat tanpa adanya pruritus

Kriteria Hasil :
a.

Mencapai tidur yang nyenyak.

b. Melaporkan gatal mereda


c.

.Mempertahankan kondisi lingkungan yang tepat.

d. .Menghindari konsumsi kafein


e.

.Mengenali tindakan untuk meningkatkan tidur.

f.

Mengenali pola istirahat/tidur yang memuaskan.

Intervensi
1.

Rasional

a. Mengerjakan hal ritual menjelang tidur. 1 a. Udara yang kering membuat kulit
terasa gatal, lingkungan yang nyaman
meningkatkan relaksasi.

2. b. Menjaga agar kulit selalu lembab.

2 b. Tindakan ini mencegah kehilangan


air, kulit yang kering dan gatal
biasanya tidak dapat disembuhkan
tetapi bisa dikendalikan.
3

c. Menghindari minuman yang mengandung


c. Kafein memiliki efek puncak 2-4 jam
kafein menjelang tidur.
4.

setelah dikonsumsi.

d. Melaksanakan gerak badan secara teratur. d. Memberikan efek menguntungkan


bila dilaksanakan di sore hari.

e. Nasihati klien untuk menjaga kamar tidur


e. Memudahkan peralihan dari keadaan
agar tetap memiliki ventilasi dan kelembaban terjaga ke keadaan tertidur.
yang baik.

5. Dx

: Gangguan citra tubuh berhubungan dengan penampakan kulit yang


Tujuan

tidak bagus.

: Pengembangan peningkatan penerimaan diri pada klien tercapai

Kriteria Hasil :
i. Mengembangkan peningkatan kemauan untuk menerima keadaan diri.
ii. Mengikuti dan turut berpartisipasi dalam tindakan perawatan diri.
iii. Melaporkan perasaan dalam pengendalian situasi.
iv. Menguatkan kembali dukungan positif dari diri sendiri.
v. Mengutarakan perhatian terhadap diri sendiri yang lebih sehat.
vi. Tampak tidak meprihatinkan kondisi.
vii. Menggunakan teknik penyembunyian kekurangan dan menekankan teknik untuk
meningkatkan penampilan

Intervensi
a.

Kaji

Rasional

adanya

(menghindari

gangguan
kontak

citra

diri
a. Gangguan citra diri akan menyertai setiap

mata,ucapan penyakit/keadaan yang tampak nyata bagi

merendahkan diri sendiri).

klien,

kesan

orang

terhadap

dirinya

berpengaruh terhadap konsep diri.


b. Identifikasi stadium psikososial terhadap Terdapat
perkembangan.

hubungan

Berikan

stadium

perkembangan, citra diri dan reaksi serta


pemahaman

c.

antara

kesempatan

klien

terhadap

kondisi

pengungkapan kulitnya.

perasaan.

c. Klien

membutuhkan

pengalaman

didengarkan dan dipahami.


d. Nilai rasa keprihatinan dan ketakutan4.
klien,

bantu

mengembangkan

klien

yang

cemas
d. Memberikan kesempatan pada petugas untuk

kemampuan

untuk menetralkan kecemasan yang tidak perlu

menilai diri dan mengenali masalahnya.

terjadi dan memulihkan realitas situasi,


ketakutan merusak adaptasi klien .

e. Dukung upaya klien untuk memperbaiki5.


citra diri , spt merias, merapikan.
f. Mendorong sosialisasi dengan orang lain.

e. Membantu meningkatkan penerimaan diri


dan sosialisasi.

f. Membantu meningkatkan penerimaan diri


dan sosialisasi.
6. Dx

: Kurang pengetahuan tentang program terapi berhubungan dengan inadekuat

informasi
Tujuan

: Terapi dapat dipahami dan dijalankan

Kriteria Hasil :
a.

Memiliki pemahaman terhadap perawatan kulit.

b. Mengikuti terapi dan dapat menjelaskan alasan terapi.


c.

Melaksanakan mandi, pembersihan dan balutan basah sesuai program.

d. Menggunakan obat topikal dengan tepat.


e.

Memahami pentingnya nutrisi untuk kesehatan kulit.

Intervensi

Rasional

a. Kaji apakah klien memahami dan mengertia. Memberikan


tentang penyakitnya.

data

dasar

untuk

mengembangkan rencana penyuluhan

b. Jaga agar klien mendapatkan informasi yang


b. Klien harus memiliki perasaan bahwa sesuatu
benar,

memperbaiki

kesalahan dapat mereka perbuat, kebanyakan klien

konsepsi/informasi.

merasakan manfaat.

c. Peragakan penerapan terapi seperti, mandi


c. Memungkinkan klien memperoleh cara yang
dan pembersihan serta balutan basah.
d. Nasihati klien agar selalu menjaga hygiened.
pribadi juga lingkungan.
e.

tekankan

perlunya

tepat untuk melakukan terapi.


Dengan terjaganya hygiene, dermatitis
alergi sukar untuk kambuh kembali.

melanjutkane.

terapi /penggunaan obat-obatan topikal.

penghentian

dini

dapat mempengaruhi

pertahanan alami tubuh melawan infeksi.

f. identifikasi sumber-sumber pendukung yang


f. keterbatasan aktivitas dapat mengganggu
memungkinkan

untuk

mempertahankan kemampuan

perawatan di rumah yang dibutuhkan.

pasien

kebutuhan sehari-hari.

DAFTAR PUSTAKA

untuk

memenuhi

Aishah S. Urtikaria. ln:Djuanda A, Hamzah Mochtar, Aisah S, eds. Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin Tempat. Indonesia: Balai Penerbit FKUI Jakarta; 2007.p.169
Anenomouse. Askep
{hyperlink

Rhinitis

Alergik. Avaibable

from

http://askeprhinitisalergika.blogspot.com/, [accessed 14/05/2012]}

Anenomouse. Sinusitis. Avaibable from {hyperlink http://kumpulan-asuhankeperawatan.blogspot.com/2008/12/asuhan-keperawatan-sinusitis.html,


Doenges, Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC.
Efiaty Arsyad Soepardi. (2007). Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorok Kepala Dan Leher, edisi 6. Jakarta : FKUI.
Kumala, Poppy. 1998. Kamus Saku Kedokteran Dorland. Jakarta : EGC.
Potter, Patricia A. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses dan Praktik.
Jakarta : EGC.
Smeltzer, Suzanne C. (2002). Buku Ajar Keperawatn Medikal- Bedah, Vol 1.
Diposkan oleh Hulwaanah Kal huriyyah di 06.20

You might also like