You are on page 1of 37

REFERAT

MATA MERAH

Oleh :
Seruni Mentari Putri
Pembimbing :
Dr. Ayu Oetoyo, SpM

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN MATA


PERIODE 16 MARET 2015 18 APRIL 2015
RS BUDI ASIH
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah SWT, karena dengan
rahmatNya, saya dapat menyelesaikan penyusunan referat yang berjudul MATA
MERAH. Penyusunan referat ini dimaksudkan untuk melengkapi tugas di
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Mata di Rumah Sakit Umum Daerah Koja.
Pada kesempatan ini saya mengucapkan banyak terima kasih kepada berbagai
pihak yang telah membantu dalam penyusunan referat ini, terutama kepada dr. Ayu,
Sp.M.
Saya menyadari bahwa dalam penyusunan referat ini masih ditemui banyak
kekurangan , baik isi maupun format penyusunan. Maka dari itu saya mengharapkan
kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan di masa mendatang.
Akhir kata, saya selaku penyusun berharap referat ini dapat berguna bagi
rekan-rekan sekalian.

Jakarta, Maret 205


Penyusun

Seruni Mentari Putri


(030.10.250)

DAFTAR ISI

Halaman
KATAPENGANTAR
1
DAFTAR ISI
2
BAB I PENDAHULUAN
3
BAB II PEMBAHASAN
3
Episkleritis
4
Skleritis
5
Perdarahan konjungtiva
5
Pterigium
6
Pinguekula
7
Konjungtivitis
8

Hordeolum
19
Kalazion
22
Entropion
24
Ektropion
26
Blefaritis
27
Sellulitis orbita
32
DAFTAR PUSTAKA
35
BAB I
Pendahuluan1
Mata merah merupakan keluhan utama yang paling sering muncul pada
penderita penyakit mata. Keluhan mata merah ini bervariasi dari yang ringan sampai
yang disertai penurunan visus. Di sini, kita akan membahaskan tentang penyakit mata
merah visus tidak turun.
Pada mata normal sklera terlihat berwarna putih karena sklera dapat terlihat
melalui bagian konjungtiva dan kapsul Tenon yang tipis dan tembus sinar. Hiperemia
konjungtiva terjadi akibat bertambahnya asupan pembuluh darah ataupun
berkurangnya pengeluaran darah seperti pada pembendungan pembuluh darah.

Pada konjungtiva terdapat dua pembuluh darah yaitu arteri konjungtiva


posterior yang memperdarahi konjungtiva bulbi dan arteri siliar anterior atau
episklera. Arteri siliar anterior/episklera memberikan tiga cabang yaitu arteri
episklera masuk ke dalam bola mata dan bergabung dengan arteri siliar posterior
longus membentuk arteri sirkular mayor/pleksus siliar yang memperdarahi iris dan
badan siliar,arteri perikornea memperdarahi kornea dan arteri episklera yang terletak
dia atas sklera dan merupakan bagian arteri siliar anterior yang memberikan
perdarahan ke dalam bola mata.
Mata merah disebabkan pelebaran pembuluh darah konjungtiva yang terjadi
pada peradangan akut. Selain melebarnya pembuluh darah, mata merah juga dapat
terjadi akibat pecahnya salah satu dari kedua pembuluh darah di konjungtiva,
sehingga darah tertimbun di bawah jaringan konjungtiva.
Meskipun mata merah biasanya hasil dari kelainan yang tidak berarti, dalam
beberapa kasus mungkin merupakan tanda serius dari kemungkinan kondisi yang
mengancam penglihatan.
Penegakan diagnosis yang tepat dan evaluasi dini merupakan hal yang sangat
penting pada keluhan mata merah agar pegangan yang diberikan efektif, tepat dan
efisien.
BAB III
Mata merah dengan visus normal
1. Episkleritis1,2
Merupakan reaksi radang jaringan ikat vascular yang terletak antara
konjungtiva dan permukaan sklera
Gejala

: mata merah, nyeri ringan, mata terasa kering, mengganjal,

silau, pedih dan berair, umumnya mengenai satu mata.


Tanda : Hiperemia terbatas (mata merah satu sektor), benjolan setempat,
batas tegas sehingga mata berwarna merah muda atau ungu. Infiltrasi,

kongesti dan kemotik pada episklera, konjungtiva yang ada diatasnya dan
kapsul tenon yang terletak di bawahnya, nyeri tekan pada benjolan yang
menjalar ke sekitar mata, fotofobia, lakrimasi, penglihatan masih normal.

Penatalaksanaan:
Biasanya sembuh sendiri dalam waktu 1 sampai 2 minggu. Namun
sering kambuh
Keadaannya

sampai

akan

betahun-tahun,

membaik

dengan

sehingga mengganggu.
kortikosteroid

topical

(deksametasone 0,1%) dalam 3-4 hari, dapat diberikan fenilefrin 2.5%


topical yang berfungsi mengecilkan pembuluh darah yang melebar dan
dapat diberikan salisilat.
2. Skleritis1,2
Merupakan reaksi peradangan dari sclera, biasanya disebabkan kelainan atau
penyakit sistemik. Lebih sering disebabkan penyakit jaringan ikat, pasca
herpes, sifilis dan gout.
Gejala : mata merah, nyeri hebat (lebih hebat daripada episkleritis) yang
dapat menyebar ke dahi, alis dan dagu. Dapat disertai silau, pedih dan mata
berair,penglihatan buram.
Tanda : Hiperemis terbatas, benjolan berwarna sedikit lebih biru jingga,
konjungtiva kemotik, fotofobia, lakrimasi, tajam penglihatan menurun,
biasanya disertai uveitis/keratitis sklerotikans.

Penatalaksanaan:
o NSAID: Indomethacin 100mg/hari
o Ibuprofen 300mg/hari : Setelah 1-2 minggu tidak ada respon, berikan
Prednisolone 80 mg/hari, tapering off.
3. Perdarahan subkonjungtiva1,3
Dapat terjadi pada keadaan dimana pembuluh darah rapuh (umur, hipertensi,
arteriosclerosis, konjungtivitis hemoragik, anemia, pemakaian antikoagulan,
dan batuk rejan).
Dapat juga terjadi akibat trauma.
Gejala : Mata merah spontan, biasanya monokuler. Kadang didahului
serangan batuk berat atau bersin yang terlalu kuat, warna merah pada
konjungtiva akan berubah jadi hitam setelah beberapa lama.

Tanda : Perdarahan subkonjungtiva dan hematoma kaca mata hasil daripada


fraktur basis crania.

Penatalaksanaan:
Tidak diperlukan pengobatan, perdarahan akan hilang terserap dalam
waktu 2-3 minggu.
4. Pterigium1,2,3
Merupakan pertumbuhan fibrovaskular konjungtiva yang bersifat degeneratif
dan invasif.
Gejala : terdapat selaput pada mata berbentuk segitiga, biasanya di sisi nasal,
yang meluas ke arah kornea dengan puncaknya di bagian sentral/kornea,
timbul semacam garis besi dan penglihatan menurun.
Tanda : Pada konjungtiva bulbi tampak pterigium yang tumbuh menyebar kea
rah kornea dan sedang mengalami peradangan (sebabkan mata merah), timbul
iron line dari Stocker yang terletak di hujung pterigium, dapat disertai keratitis
pungtata dan dellen (penipisan kornea akibat kering) dan dapat muncul
astigmatisme irregular.

Penatalaksanaan:
Steroid atau tetes mata dekongestan apabila meradang dan air mata
buatan dalam bentuk salep bila terdapat dellen.
Jika mencapai pupil dan menghalang penglihatan : operatif
Pencegahan rekurensi: penderita menggunakan kacamata untuk
mengurangi paparan.
5. Pseudopterigium1,2
Merupakan perlekatan konjungtiva dengan kornea yang cacat.
Gejala : terdapat kelainan kornea sebelumnya, seperti ulkus kornea.
Tanda :
-

Perlekatan konjungtiva dengan kornea yang cacat, sering terjadi


pada proses penyembuhan ulkus kornea.

Letak pseudopterigium pada daerah konjungtiva yang terdekat


dengan proses kornea sebelumnya.

Pada pseudopterigium dapat diselipkan sonde dibawahnya.

6. Pinguekula iritans (pinguekulitis)1,2


Pinguekula merupakan benjolan pada konjungtiva bulbi yang ditemukan pada
orang tua terutama yang matanya sering mendapat rangsang sinar matahari,
debu, dan angin.
Patofisiologi : Degenerasi hialin jaringan submukosa konjungtiva.

Gejala : Benjolan kecil kuning pada kedua sisi kornea di daerah fissure
palpebra yang ukurannya tetap dan mengalami iritasi.
Tanda : Konjungtiva bulbi banyak pinguekula disertai injeksi konjungtiva.

Penatalaksanaan:
Steroid lemah topikal (Prednisolon 0,12% )
7. Konjungtivitis1,2
a. konjungtivitis akut

konjungtivitis bakterial
konjungtivitis blenore
konjungtivitis gonore

konjungtivitis akut viral


keratokonjungtivitis epidemic
demam faringokonjungtiva
keratokonjungtivitis herpetic
keratokonjungtivitis New Castle
konjungtivitis hemoragik akut

konjungtivitis jamur

konjungtivitis alergi
konjungtivitis vernal

konjungtivitis flikten
2. Konjungtivitis kronis
- trachoma
Gejala :
- Mata merah
- Perasaan seperti ada benda asing
- Pedih dan panas
- Gatal-gatal
- Banyak keluar air mata dan eksudasi
- Fotofobia (jika kornea ikut terkena)
Tanda :
-

palpebra superior : pseudoptosis (pada trachoma, keratokonjungtivitis


epidemik)

Konjungtiva tarsalis superior/inferior : hiperemis, hipertrofi papil, folikel

Apparatus lakrimalis : lakrimasi (+)

Adenopati preaurikuler

A. Konjungtivitis Bakteri1,5
a. Etiologi
Stafilokok,

Streptokok,

Corynebacterium

diphtheriae,

Pseudomonas

aeruginosa, Neisseria gonorrhoea, dan Haemophilus injluenzae.


b. Manifestasi Klinis
Konjungtiva bulbi hiperemis, lakrimasi, eksudat dengan sekret mukopurulen
terutama di pagi hari, pseudoptosis akibat pembengkakan kelopak, kemosis, hipertrofi
papil, folikel, membran, pseudomembran, granulasi, flikten, mata terasa seperti ada
benda asing, dan limfadenopati preaurikular. Kadang disertai keratitis dan blefaritis.
Biasanya dari satu mata menjalar ke rilata yang lain dan dapat menjadi kronik.
Pada konjungtivitis gonore, terjadi sekret yang purulen padat dengan masa

10

inkubasi 12 jam-5 hari, disertai perdarahan subkonjungtiva dan kemosis. Terdapat


tiga bentuk, oftalmia neonatorum (bayi berusia 1-3 hari), konjungtivitis gonore
infantum (lebih dari 10 hari), dan konjungtivitis gonore adultorum. Pada orang
dewasa terdapat kelopak mata bengkak sukar dibuka dan konjungtiva yang kaku
disertai sakit pada perabaan; pseudomembran pada konjungtiva tarsal superior;
konjungtiva bulbi merah, kemosis, dan menebal; gambaran hipertrofi papilar besar;
juga tanda-tanda infeksi umum. Biasanya berawal dari satu mata kemudian menjalar
ke mata sebelahnya. Tidak jarang ditemukan pembesaran dan rasa nyeri kelenjar
preaurikular. Sekret semula serosa kemudian menjadi kuning kental, tapi
dibandingkan pada bayi maka pada dewasa sekret tidak kental sekali.

c. Pemeriksaan penunjang
Dilakukan pemeriksaan sediaan langsung dengan pewarnaan Gram atau
Giemsa untuk mengetahui kuman penyebab dan uji sensitivitas.
Untuk diagnosis pasti konjungtivitis gonore dilakukan pemeriksaan sekret
dengan pewamaan Metilen Biru yang akan menunjukkan Diplokok di dalam
selleukosit. Dengan pewamaan Gram terlihat Diplokok Gram negatif intra dan
ekstraseluler. Pemeriksaan sensitivitas dilakukan pada agar darah dan coklat.
d. Komplikasi
Stafilokok dapat menyebabkan blefarokonjungtivitis, Gonokok menyebabkan
perforasi kornea dan endoftalmitis, dan Meningokok dapat menyebabkan septikemia

11

atau meningitis.
e. Penatalaksanaan
Sebelum terdapat hasil pemeriksaan mikrobiologi, dapat diberikan pengobatan
topikal dengan sulfonamid dan antibiotik tunggal, seperti gentarnisin, kloramfenikol,
polimiksin, dan sebagainya, selama 3-5 hari. Kemudian bila tidak memberikan hasil,
dihentikan dan menunggu hasil pemeriksaan.
Bila tidak ditemukan kuman dalam sediaan langsung, diberikan tetes mata
antibiotik spektrum luas tiap jam disertai salep mata untuk tidur atau salep mata 4-5
kali sehari.
Untuk konjungtivitis gonore, pasien dirawat serta diberi penisilin salep dan
suntikan. Untuk bayi dosisnya 50.000 unit/kg BB selama 7 hari. Sekret dibersihkan
dengan kapas yang dibasahi air rebus bersih atau garam fisiologis setiap 15 menit dan
diberi salep penisilin. Dapat diberikan penisilin tetes mata dalam bentuk larutan
penisilin G 10.000-20.000 unit/ml setiap menit selama 30 men it, dilanjutkan setiap 5
menit selama 30 menit berikut, kemudian diberikan setiap I jam selama 3 hari.
Antibiotika sistemik diberikan sesuai dengan pengobatan gonokok. Terapi dihentikan
setelah pemeriksaan mikroskopik menunjukkan hasil negatif selama 3 hari berturutturut. untuk mencegah penularan, diberi penyuluhan higienis perorangan pada
penderita dan keluarga
f. Prognosis
Konjungtivitis bakteri yang disebabkan oleh mikroorganisme tertentu, seperti
Haemophilus influenzae, adalah penyakit swasima. Bila tidak diobati akan sembuh
sendiri dalam waktu 2 minggu. Dengan pengobatan biasanya akan sembuh dalam 1-3
hari.
g. Pencegahan
Untuk mencegah oftalmia neonatorum dapat dilakukan pembersihan mata
bayi dengan larutan borisi dan diberikan salep kloramfenikol.
Konjungtivitis bakteri yang paling banyak adalah kojungtivitis gonore yang
akan dijelaskan lebih lanjut berikut ini

12

Konjungtivitis gonore1
Konjungtivitis gonore merupakan radang konjungtiva akut dan hebat yang
disertai dengan sekret purulen. Gonokok merupakan kuman yang sangat patogen,
virulen dan bersifat invasif sehingga reaksi radang terhadap kuman ini sangat berat.
Pada neonatus infeksi konjungtiva terjadi pada saat berada pada jalan kelahiran, sedang pada bayi penyakit ini ditularkan oleh ibu yang sedang menderita
penyakit tersebut. Pada orang dewasa

penyakit ini didapatkan dari penularan

penyakit kelamin sendiri.

Pada orang dewasa terdapat 3 stadium penyakit infiltratif, supuratif dan


penyembuhan.
Pada stadium infiltratif ditemukan kelopak dan konjungtiva yang kaku.
Disertai rasa sakit pada perabaan. Kelopak mata membengkak dan kaku sehingga
sukar dibuka. Terdapat pseudomembran pada konjungtiva tarsal superior sedang
konjungtiva bulbi merah, kemotik dan menebal. Pada orang dewasa selaput
konjungtiva lebih bengkak dan lebih menonjol dengan gambaran spesifik gonore
dewasa. Pada orang dewasa terdapat perasaan sakit pad a mata yang dapat disertai
dengan tanda-tanda infeksi umum. Pada umumnya menyerang satu mata terlebih
dahulu dan biasa kelainan ini pada laki-laki didahului pada mata kanannya. Pada
stadium supuratif terdapat sekret yang kental. Pada bayi biasanya mengenai kedua
mata dengan sekret kuning kental. Kadang kadang bila sangat dini sekret dapat sereus
yang kemudian menjadi kental den purulen. Berbeda dengan oftalmia neonatorum,

13

pada orang dewasa sekret tidak kental sekali.


Diagnosis pasti penyakit ini adalah pemeriksaan sekret dengan pewarnaan
metilen biru dim ana akan terlihat diplokok di dalam sel leukosit. Dengan pewarnaan
Gram akan terdapat sel intraselular atau ekstra selular dengan sifat Gram negatif.
Pemeriksaan sensitivitas dilakukan pada agar darah dan coklat. Pengobatan segera
dimulai bila terlihat pad a pewarnaan Gram positif diplokok batang intraselular dan
sangat dieurigai konjungtivitis gonore. Pasien dirawat dan diberi pengobatan dengan
penisilin salep dan suntikan, pada bayi diberikan 50.000 U/kgBB selama 7 hari.
Sekret dibersihkan dengan kapas yang dibasahi air bersih (direbus) atau
dengan garam fisiologik setiap 1,4 jam. Kemudian diberi salep penisilin setiap 1,4
jam. Penisilin tetes mata dapat diberikan dalam bentuk larutan penisilin G 10.000 20.000 uniUml setiap 1 menit sampai 30 menit. Kemudian salep diberikan setiap 5
menit sampai 30 menit. Disusul pe mberian salep penisilin setiap 1 jam selama 3 hari.
Antibiotika sistemik diberikan sesuai dengan pengobatan gonokok. Pada
stadium penyembuhan semua gejala sangat berkurang. Pengobatan diberhentikan bila
pada pemeriksaan mikroskopik yang dibuat setiap hari menghasilkan 3 kali berturutturut negatif.
B. Konjungtivitis Viral1,5
a. Etiologi
Biasanya disebabkan Adenovirus, Herpes simpleks, Herpes zoster, Klamidia,
New castle, Pikorna, Enterovirus, dan sebagainya.
b. Manifestasi Klinis
Terdapat sedikit kotoran pada mata, lakrimasi, sedikit gatal, injeksi, nodul
preaurikular bisa nyeri atau tidak, serta kadang disertai sakit tenggorok dan demam.
Terdapat folikel atau papil, sekret yang serous atau mukoserous, perdarahan
subkonjungtiva (small and scattered), limadenopati preaurikuler dan infiltrat
kornea.
Konjungtivitis viral yang disebabkan Adenovirus biasanya berjalan akut,

14

terutama mengenai anak-anak dan disebarkan melalui droplet atau kolam renang.
Konjungtivitis herpes simpleks sering terjadi pada anak kecil, memberikan
gejala injeksi unilateral, iritasi, sekret mukoid, nyeri, dan fotofobia ringan. Terjadi
pada infeksi primer herpes simpleks atau episode rekuren herpes okuler.

c. Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan sitologi ditemukan sel raksasa dengan pewarnaan Giemsa,
kultur virus, dan sel inklusi intranuklear.
d. Komplikasi
Keratitis. Virus herpetik dapat menyebabkan parut pada kelopak; neuralgia;
katarak; glaukoma; kelumpuhan sarafIlI, IV, VI; atrofi saraf optik; dan kebutaan.
e. Penatalaksanaan
Pengobatan umumnya hanya bersifat simtomatik dan antibiotik diberikan
untuk mencegah terjadinya infeksi sekunder. Dalam dua minggu akan sembuh dengan
sendirinya. Hindari pemakaian steroid topikal kecuali bila radang sangat hebat dan
kemungkinan infeksi virus Herpes simpleks telah dieliminasi.
Konjungtivitis viral akut biasanya disebabkan Adenovirus dan dapat sembuh
sendiri sehingga pengobatan hanya bersifat suportif, berupa kompres, astringen, dan
lubrikasi. Pada kasus yang berat diberikan antibiotik untuk mencegah infeksi
sekunder serta steroid topikal.

15

Konjungtivitis

herpetik

sembuh

sendiri.

Penatalaksanaannya

dengan

debriment kornea atau salep mata idosuridin 4x/hari selama 7-10 hari atau salep
Acyclovir 3% 5x/hari selama 10 hari dan diobati dengan obat antivirus, asiklovir 400
mg/hari selama 5 hari. Steroid tetes deksametason 0,1% diberikan bila terdapat
episkleritis, skleritis, dan iritis, tetapi steroid berbahaya karena dapat mengakibatkan
penyebaran sistemik. Dapat diberikan analgesik untuk menghilangkan rasa sakit.
Pada permukaan dapat diberikan salep tetrasiklin. Jika terjadi ulkus kornea perlu
dilakukan debridemen dengan cara mengoles salep pada ulkus dengan swab kapas
kering, tetesi obat antivirus, dan ditutup selama 24 jam.
Demam faringokonjungtiva biasanya sembuh sendiri dalam 10 hari. Untuk
pasien keratokonjungtivitis epidemika , pencegahan penularan saat pemeriksaan
adalah penting. Penyakit ini berlangsung 3-4 minggu.Konjungtivitis New Castle
sembuh sendiri dalam waktu kurang dari 7 hari. Konjungtivitis hemoragik akut
sembuh dalam 5-7 hari
C. Konjungtivitis Jamur1,5
Konjungtivitis yang disebabkan oleh Candida spp (biasanya Candida albicans)
adalah infeksi yang jarang terjadi; umumnya tampak sebagai bercak putih.
Keadaan ini dapat timbul pada pasien diabetes atau pasien yang terganggu
sistem imunnya, sebagai konjungtivitis ulseratif atau granulomatosa.
Kerokan menunjukkan reaksi radang sel polimorfonuklear. Organisme mudah
tumbuh pada agar darah atau media Saboraud dan mudah diidentifikasi
sebagai ragi bertunas (budding yeast) atau sebagai pseudohifa (jarang).
Infeksi ini berespons terhadap amphotericin B (3-8 mg/mL) dalam larutan air
(bukan garam) atau terhadap krim kulit nystatin (100.000 U/g) empat sampai
enam kali sehari. Obat ini harus diberikan secara hati-hati agar benar-benar
masuk dalam saccus conjunctivalis dan tidak hanya menumpuk di tepian
palpebra.
D. Konjungtivitis Alergi1,2,5

16

Konjungtivitis alergi adalah radang konjungtiva akibat reaksi alergi terhadap


noninfeksi.
a. Etiologi
Reaksi hipersensitivitas tipe cepat (tipe I) atau lambat (tipe IV), atau reaksi
antibodi humoral terhadap alergen. Pada keadaan yang berat merupakan bagian dari
sindrom Steven Johnson, suatu penyakit eritema multiforme berat akibat reaksi alergi
pada orang dengan predisposisi alergi obatobatan. Pada pemakaian mata palsu atau
lensa kontakjuga dapat terjadi reaksi alergi.
.
b. Manifestasi Klinis
Mata merah, sakit, bengkak, panas, berair, gatal, dan silau. Sering berulang
dan menahun bersamaan dengan rinitis alergi. Biasanya terdapat riwayat atopi sendiri
atau dalam keluarga. Pada pemeriksaan ditemukan injeksi ringan pada konjungtiva
palpebra dan bulbi serta papil besar pada konjungtiva tarsal yang dapat menimbulkan
komplikasi pada konjungtiva. Pada keadaan akut dapat terjadi kemosis berat.

c. Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan sekret ditemukan sel-sel eosinofil. Pada pemeriksaan darah
ditemukan eosinofilia dan peningkatan kadar serum IgE.
d. Penatalaksanaan
Biasanya penyakit akan sembuh sendiri. Pengobatan ditujukan untuk

17

menghindarkan penyebab dan menghilangkan gejala. Terapi yang dapat diberikan


misalnya vasokonstriktor lokal pada keadaan akut (epinefrin 1: 1.000), astringen,
steroid topikal dosis rendah dan kompres dingin untuk menghilangkan edemanya.
Untuk pencegahan diberikan natrium kromoglikat 2% topikal 4 kali sehari untuk
mencegah degranulasi sel mast. Pada kasus yang berat dapat diberikan antihistamin
dan steroid sistemik. Penggunaan steroid berkepanjangan harus dihindari karena bisa
terjadi infeksi virus, katarak, hingga ulkus kornea oportunistik. Antihistamin sistemik
hanya sedikit bermanfaat.
Pada sindrom Steven Johnson, pengobatan bersifat simtomatik dengan
pengobatan umum. Pada mata dilakukan pembersihan sekret, midriatik, steroid
topikal, dan pencegahan simblefaron.
Perbedaan jenis-jenis konjungtivitis :
Penemuan
Virus
klinis
dan
sitologis
Gatal-gatal
Minimal
Hiperemia
Menyeluruh
Lakrimasi
amat banyak
Eksudasi
Minimal
Adenopati
biasanya ada
aurikuler

Bakteri

Klamidia

Alergi

Minimal
menyeluruh
Sedang
amat banyak
Langka

berat
menyeluruh
sedang
minimal
tidak ada

pewarnaan
Monosit
kerokan
konjungtiva
dan eksudat
kaitan dengan kadang ada
sakit
kerongkongan
dan demam

bakteri PMN

minimal
menyeluruh
sedang
amat banyak
biasanya hanya
ada
pada
konjungtivitis
inklusi
sel
PMN,
plasma, badan
inklusi

kadang ada

tidak
ada

eosinofil

pernah tidak
ada

pernah

E. Trakoma1,6
Trakoma adalah suatu bentuk konjungtivitis folikular kronik yang disebabkan
oleh Chlamydia trachromatis.

18

Penyakit ini dapat mengenai segala umur tapi lebih banyak ditemukan pada
orang muda dan anak-anak. Daerah yang banyak terkena adalah di Semenanjung
Balkan. Ras yang banyak terkena ditemukan pada ras yahudi, penduduk asli Australia
dan Indian Amerika atau daerah dengan higiene yang kurang.
Cara penularan penyakit ini adalah melalui kontak langsung dengan sekret
penderita trakoma atau melalui alat-alat kebutuhan sehari-hari seperti handuk, alatalat kecantikan dan lain-lain. Masa inkubasi rata-rata 7 hari (berkisar dari 5 sampai 14
hari).
Secara histopatologik pada pemeriksaan kerokan konjungtivitis dengan
pewamaan Giemsa terutama terlihat reaksi sel-sel polimorfonuklear, tetapi sel
plasma, sel leber dan sel folikel (limfoblas) dapat juga ditemukan. Sel leber
menyokong suatu diagnosis trakoma tetapi sel Limfoblas adalah tanda diagnostik
yang penting bagi trakoma. Terdapat badan inklusi Halber StatlerProwazeck di dalam
sel epitel konjungtiva yang bersifat basofil berupa granul, biasanya berbentuk
cungkup seakan-akan menggenggam nukleus. Kadang-kadang ditemukan lebih dari
satu badan inklusi dalam satu sel.
Keluhan pasien adalah fotofobia, mata gatal, dan mata berair. Menurut
klasifikasi Mac Callan, penyakit ini berjalan melalui empat stadium:
1. Stadium insipien
2. Stadium established (dibedakan atas dua bentuk)
3. Stadium parut

4. Stadium sembuh.
Stadium 1 (hiperplasi limfoid): Terdapat hipertrofi papil dengan folikel yang
kecil-kecil pada konjungtiva tarsus superior, yang memperlihatkan penebalan dan
kongesti pada pembuluh darah konjungtiva. Sekret yang sedikit dan jernih bila tidak
ada infeksi sekunder. Kelainan kornea sukar ditemukan tetapi kadang-kadang dapat
ditemukan neovaskularisasi dan keratitis epitelial ringan.
Stadium 2: Terdapat hipertrofi papilar dan folikel yang matang (besar) pada
konjungtiva tarsus superior. Pada stadium ini dapat ditemukan pannus trakoma yang
jelas. Terdapat hipertrofi papil yang berat yang seolah-olah mengalahkan gambaran

19

folikel pad a konjungtiva superior. Pannus adalah pembuluh darah yang terletak di
daerah limbus atas dengan infiltrat.
Stadium 3 : Terdapat parut pad a konjungtiva tarsus superior yang terlihat
sebagai garis putih yang halus sejajar dengan margo palpebra. Parut folikel pad a
limbus kornea disebut cekungan Herbert. Gambaran papil mulai berkurang.

Stadium 4 : Suatu pembentukan parut yang sempurna pada konjungtiva tarsus


superior hingga menyebabkan perubahan bentuk pada tarsus yang dapat
menyebabkan enteropion dan trikiasis.
Diagnosis banding adalah konjungtivitis inklusi.
Pengobatan trakoma dengan tetrasiklin salep mata, 2-4 kali sehari, 3-4 minggu,
sulfonamid diberikan bila ada penyulit. Pencegahan dilakukan dengan vaksinasi dan
makanan yang bergizi dan higiene yang baik mencegah penyebaran.

Penyulit trakoma adalah enteropion, trikiasis, simblefaron, kekeruhan kornea,


dan xerosis/keratitis sika.
Pasien trachoma bisa diobati dengan Tetrasiklin 1-1,5 gr/hari, peroral dalam 4
takaran yang sama selama 3-4 mingu, Doksisiklin 100 mg, 2 x/hari p.o selama 3
minggu, Eritromisin 1 gr/hari p.o dibagi dalam 4 takaran selama 3-4 minggu, dan
salep mata atau tetes mata termasuk sulfonamid, tetrasiklin, eritromisin dan
rifampisin 4x/hari selama 6 minggu.
8. Hordeolum1,4

20

Hordeolum adalah infeksi kelenjar pada palpebra. Bila kelenjar Meibom yang
terkena, timbul pembengkakan besar yang disebut hordeolum interna.
Sedangkan hordeolum eksterna yang lebih kecil dan lebih superfisial adalah
infeksi kelenjar Zeiss atau Moll.

Hordeolum externum

Hordeolum Internum

Etiologi : Staphylococcus aureus adalah agent infeksi pada 90-95% kasus


hordeolum.
Faktor resiko
o Penyakit kronik.
o Kesehatan atau daya tahan tubuh yang buruk.
o Peradangan kelopak mata kronik, seperti Blefaritis.
o Diabetes
o Hiperlipidemia, termasuk hiperkolesterolemia.
o Riwayat hordeolum sebelumnya
o Higiene dan lingkungan yang tidak bersih
o Kondisi kulit seperti dermatitis seboroik.
Patofisiologi : Hordeolum externum timbul dari blokade dan infeksi dari
kelenjar Zeiss atau Moll. Hordeolum internum timbul dari infeksi pada
kelenjar Meibom yang terletak didalam tarsus.Obstruksi dari kelenjar-kelenjar
ini memberikan reaksi pada tarsus dan jaringan sekitarnya. Kedua tipe
hordeolum dapat timbul dari komplikasi blefaritis.

21

Gejala : Pembengkakan kelopak mata, mata merah, Rasa nyeri pada kelopak
mata, Perasaan tidak nyaman dan sensasi terbakar pada kelopak mata, mata
jadi sipit, Riwayat penyakit yang sama sebelumnya.
Tanda : injeksi konjungtiva, Edema, Nyeri bila ditekan di dekat pangkal bulu
mata, Seperti gambaran absces kecil, pseudoptosis/ptosis. Bagi hordeolum
externum, penonjolan terutama ke daerah kulit kelopak manakala bagi
hordeolum internum, penonjolan terutama ke daerah konjungtiva tarsalis.
Penatalaksanaan
Biasanya hordeolum dapat sembuh dengan sendiri dalam waktu 5-7 hari.
o Umum
1.Kompres hangat 4-6 kali sehari selama 15 menit tiap kalinya untuk
membantu drainase. Lakukan dengan mata tertutup.
2.Bersihkan kelopak mata dengan air bersih atau pun dengan sabun
atau sampoyang tidak menimbulkan iritasi, seperti sabun bayi. Hal ini dapat
mempercepat proses penyembuhan. Lakukan dengan mata tertutup.
3.Jangan

menekan

atau

menusuk

hordeolum,

hal

ini dapat

menimbulkan infeksi yang lebih serius.


4.Hindari pemakaian makeup pada mata, karena kemungkinan hal itu
menjadi penyebab infeksi.
5.Jangan memakai lensa kontak karena dapat menyebarkan infeksi ke
kornea.
o Obat
Antibiotik diindikasikan bila dengan kompres hangat selama 24 jam
tidak ada perbaikan, dan bila proses peradangan menyebar ke sekitar daerah
hordeolum.
1.Antibiotik topikal : Bacitracin atau tobramicin salep mata diberikan
setiap 4 jam selama 7-10 hari.

22

Dapat juga diberikan eritromicin salep mata untuk kasus hordeolum


eksterna dan hordeolum interna ringan.
2. Antibiotik sistemik : Diberikan bila terdapat tanda-tanda bakterimia
atau terdapat tanda pembesarankelenjar limfe di preauricular.
Pada kasus hordeolum internum dengan kasus yang sedang sampai
berat. Dapat diberikan cephalexin atau dicloxacilin 500 mg per oral 4 kali
sehari selama 7 hari. Bila alergi penisilin atau cephalosporin dapat diberikan
clindamycin 300 mg oral 4 kali sehari selama 7 hari atau klaritromycin 500
mg 2 kali sehari selama 7 hari.
o Pembedahan
Bila dengan pengobatan tidak berespon dengan baik, maka prosedur
pembedahan mungkin diperlukan untuk membuat drainase pada hordeolum.
Pada insisi hordeolum terlebih dahulu diberikan anestesi topikal
dengan pantokaintetes mata. Dilakukan anestesi filtrasi dengan prokain atau
lidokain di daerah hordeolum dan dilakukan insisi yang bila:
-Hordeolum internum dibuat insisi pada daerah fluktuasi pus, tegak
lurus padamargo palpebra.
-Hordeolum eksternum dibuat insisi sejajar dengan margo palpebra.
Setelah dilakukan insisi, dilakukan ekskohleasi atau kuretase seluruh isi
jaringan meradang di dalam kantongnya dan kemudian diberikan salep
antibiotik.
9. Kalazion1,2
Kalazion adalah suatu lipogranuloma yang terjadi akibat sumbatan pada
kelenjar Meibom, menyebabkan terbentuknya suatu nodul pada palpebra yang
bersifat keras dan tidak nyeri.
Patofisiologi

23

Produk-produk hasil pemecahan lipid (lemak), mungkin dari enzimenzim bakteri yang berupa asam lemak bebas, mengalami kebocoran dari jalur
sekresinya memasuki jaringan di sekitarnya dan merangsang terbentuknya
respon inflamasi. Massa yang terbentuk dari jaringan granulasi dan sel-sel
radang ini membentuk kalazion. Hal ini dapat membedakan kalazion dari
hordeolum, yang merupakan reaksi radang akut dengan leukosit PMN dan
nekrosis disertai pembentukan pus. Namun demikian, hordeolum dapat
menyebabkan terbentuknya kalazion, dan sebaliknya. Pada pemeriksaan fisik,
dapat ditemukan nodul tunggal yang tidak lunak yang terdapat di dalam
palpebra, berbeda dari hordeolum yang terdapat lebih superfisial. Pada
pembalikan kelopak mata mungkin dapat ditemukan pembesaran kelenjar
Meibom dan penebalan kronis pada kelenjar yang berkaitan.
Etiologi
Kalazion dapat muncul secara spontan akibat sumbatan pada orifisium
kelenjar atau karena adanya hordeolum. Kalazion dikaitkan dengan seborrhea,
blefaritis kronik, dan akne rosasea. Higiene yang buruk pada palpebra dan
faktor stress juga sering dikaitkan dengan terjadinya kalazion.
Gejala : Pasien biasanya datang dengan riwayat singkat adanya keluhan pada
palpebra baru-baru ini, diikuti dengan peradangan akut (misalnya merah,
pembengkakan, perlunakan). Seringkali terdapat riwayat keluhan yang sama
pada waktu yang lampau, karena kalazion memiliki kecenderungan kambuh
pada individu-individu tertentu. Kalazion lebih sering timbul pada palpebra
superior, di mana jumlah kelenjar Meibom terdapat lebih banyak daripada
palpebra inferior.Penebalan dari saluran kelenjar Meibom juga dapat
menimbulkan disfungsi dari kelenjar Meibom. Kondisi ini tampak dengan
penekanan pada kelopak mata yang akan menyebabkan keluarnya cairan putih
seperti pasta gigi,yang seharusnya hanya sejumlah kecil cairan jernih
berminyak. Kalazion dihubungkan dengan disfungsi kelenjar sebasea dan

24

obstruksi dikulit (seperti komedo, wajah berminyak). Kalazion tidak


menyebabkan nyeri, mata bisa sipit dan dapat timbul keluhan mata buram
akibat.kelainan refraksi.
Tanda : injeksi konjungtiva, pseudoptosis, nyeri tekan tidak ada tapi bisa
nyeri bila meradang akut, kelainan refraksi bisa terjadi akibat perubahan
bentuk bola mata karena penekanan dari benjolan.
Penatalaksanaan
Kalazion yang kecil dan tanpa disertai nyeri dapat diabaikan.
Pengobatan secara konservatif seperti pemijatan pada palpebra, kompres
hangat, dan steroid topikal ringan biasanya dapat berhasil dengan baik. Pada
sebagian besar kasus, pembedahan hanya dilakukan bila pengobatan selama
berminggu-minggu tidak membuahkan hasil. Sebagian besar kalazion
berhubungan dengan kalazion lain yang berlokasi di bagian yang lebih dalam
dari palpebra. Isi dari kalazion marginalis murni akan menyatu bila 2 buah
kapas didorong ke arah tepi palpebra dari kedua sisinya. Jika isi kalazion tidak
dapat dikeluarkan, lakukan insisi distal kalazion dan isinya dikerok.
Penatalaksanaan dari kalazion terinfeksi (misalnya hordeolum interna)
meliputi pemanasan, serta antibiotik topikal dan atau sistemik. Pada beberapa
kasus mungkin diperlukan insisi dan drainase. Yang dikeluarkan hanyalah pus,
kuretase atau kerokan yang berlebihan dapat memperluas infeksi dengan
rusaknya jaringan (ekskokleasi/ekstirpasi). Steriod topikal diperlukan untuk
mencegah terjadinya reaksi peradangan kronis yang dapat menimbulkan
sikatrik.
10. Entropion1,2,7
Entropion adalah suatu keadaan melipatnya kelopak mata bagian tepi atau
margo palpebra kearah dalam.
Klasifikasi
Entropion berdasakan penyebab dibagi atas :

25

Involusi : Paling sering terjadi sebagai akibat dari proses penuaan. Seiring
dengan meningkatnya usia maka terjadi degenerasi progresif jaringan
fibrous dan elastik kelopak mata bawah. Gangguan ini paling sering
ditemukan pada kelopak bawah dan merupakan akibat gabungan
kelumpuhan otot-otot retraktor kelopak bawah, migrasi ke atas muskulus
orbikularis preseptal, dan melipatnya tepi tarsus atas.

Sikatrik : Dapat mengenai kelopak mata atas atau bawah dan disebabkan
oleh jaringan parut di konjungtiva atau tarsus. Patologi dasarnya yaitu
memendeknya lamella posterior akibat berbagai sebab. Gangguan ini paling
sering ditemukan pada penyakit-penyakit radang kronik seperti trakoma.

Kongenital : Entropion kongenital merupakan anomali yang jarang


ditemukan. Entropion kongenital dapat menyebabkan erosi kornea kronik
dan blefarospasm. Dapat terjadi trauma pada kornea yang menyebabkan
terbentuknya ulkus pada bayi.
o Pada entropion kongenital, tepi kelopak mata memutar kearah
kornea,sementara pada epiblefaron kulit dan otot pratarsalnya
menyebabkan bulumata memutari tepi tarsus.
o Entropion kongenital sering sering juga terdapat kelainan pada system
kardiovaskular, musculoskeletal, dan systemsaraf pusat. Entropion
kongenital berbeda dengan entropion didapat. Entropion didapat
terjadi pada usia remaja dan diturunkan secara autosomal dominan.

.
Gejala : Keluhan yang sering timbul adalah rasa tidak nyaman, mata berair,
mata merah, iritasi mata, gatal dan silau. Entropion kronis dapat menyebabkan
sensitifitas terhadap cahaya dan angin, dapat menyebabkan infeksi mata,
abrasi kornea atau ulkus kornea.
Tanda : injeksi konjungtiva, lakrimasi, fotofobia, trikiasis.

26

.
Pengobatan
Pengobatan entropion adalah operasi plastik atau suatu tindakan
tarsotomi pada entropion akibat trakoma. Pembedahan untuk memutar keluar
kelopak mata efektif pada semua jenis entropion. Sebuah tindakan sementara
yang bermanfaat pada entropion evolusional adalah dengan menarik kelopak
mata bawah dan menempelkannya dengan tape ke pipi; tegangannya
mengarah ketemporal dan inferior.
Operasi entropion transkonjungtiva merupakan prosedur yang aman
dan lebih efisien pada entropion involusi. Pada entropion sikatrik dilakukan
tarsotomi dari Wheeler dengan modifikasi dari DR.Sie Boen Lian.
11. Ektropion1,2,7
Kelainan posisi kelopak mata di mana tepi kelopak mata mengarah ke luar
sehingga bagian dalam kelopak(konjungtiva tarsal) berhubungan langsung
dengan dunia luar.
Etiologi : bisa kelainan bawaan (konginetal), paralisis nervusfasialis (suatu
kelumpuhan nervus fasialis yang dapat disebabkan oleh adanya kerusakan
pada akson, sel-sel schwan dan selubung mielin yangdapat mengakibatkan
kerusakan saraf otak), senil (katarak yang berkaitan dengan usia), spastik
(kekejangan otot).
o Kebanyakan kasus ektropion terjadi akibat pengenduran jaringan
kelopak mata akibat penuaan.
o Beberapa kasus terjadi karena adanya jaringan parut pada kelopak
mata akibat luka bakar kimia maupun panas, truma, kanker kulit
atau pembedahan kelopak mata.

27

o Kadang ektropion merupakan bawaan lahir akibat pembentukan


kelopak mata yang tidak sempurna.
Gejala : Kelopak dan bulu mata bagian bawah membalik ke dalam ke arah
bolamata, dimana kelopak dan bulu mata bagian bawah membalik ke arah
luar, mata merah, kelopak jadi bengkak, mata berair.
Tanda : hiperemis palpebra, injeksi konjungtiva, edema palpebra, epifora,
lagoftalmos yang bisa menyebabkan konjungtivitis dan keratitis.

Penatalaksanaan
o Ektropion harus diperbaiki melalui pembedahan sebelum gesekan
kelopak dan bulu mata menyebabkan kerusakan kornea.
o Pembedahan biasanya dilakukan dengan bius lokal dan penderita
tidak perlu dirawat.
o Dilakukan pengencangan kelopak mata. Setelah pembedahan, mata
ditutup selama 24 jam dan diberi salep antibiotik selama sekitar 1
minggu.
12. Blefaritis1,5,8
Blefaritis adalah radang pada kelopak mata, sering mengenai bagian kelopak
mata dan tepi kelopak mata. Pada beberapa kasus disertai tukak atau tidak
pada tepi kelopak mata, biasanya melibatkan folikel dan kelenjar rambut.
Blefaritis adalah peradangan bilateral sub akut/menahun pada tepi kelopak

28

mata (margopalpebra).Blefaritis adalah inflamasi pada pinggir kelopak mata


biasanya disebabkan oleh sthapilokokus.
Patofisiologi
o Patofisiologi blefaritis biasanya terjadi kolonisasi bakteri pada mata.
Hal ini mengakibatkan invasi mikrobakteri secara langsung pada
jaringan ,kerusakan sistem imun atau kerusakan yang disebabkan oleh
produksi toksin bakteri , sisa buangan dan enzim. Kolonisasi dari tepi
kelopak mata dapat ditingkatkan dengan adanya dermatitis seboroik
dan kelainan fungsi kelenjar meibom.
Etiologi
o Terdapat 2 jenis blefaritis, yaitu :
1. Blefaritis anterior : mengenai kelopak mata bagian luar depan
(tempat melekatnya bulumata). Penyebabnya adalah bakteri stafilokokus dan
seborrheik.

Blefaritis

Staphylococcus

aureus,

stafilokok
yang

dapat

sering

disebabkan

ulseratif,

atau

infeksi

dengan

Staphylococcus

epidermidis atau stafilokok koagulase-negatif. Blefaritis seboroik(nonulseratif) umumnya bersamaan dengan adanya Pityrosporum ovale.
2. Blefaritis posterior : mengenai kelopak mata bagian dalam (bagian
kelopak mata yanglembab, yang bersentuhan dengan mata). Penyebabnya
adalah kelainan pada kelenjar minyak. Dua penyakit kulit yang bisa
menyebabkan blefaritis posterior adalah rosasea dan ketombe pada kulit
kepala (dermatitis seboreik).
Klasifikasi
1. Blefaritis superfisial
Bila infeksi kelopak superfisial disebabkan oleh staphylococcus maka
pengobatan yangterbaik adalah dengan salep antibiotik seperti sulfasetamid
dan sulfisolksazol. Sebelum pemberian antibiotik krusta diangkat dengan
kapas basah. Bila terjadi blefaritis menahun maka dilakukan penekanan

29

manual kelenjar Meibom untuk mengeluarkan nanah dari kelenjar Meibom


(Meibormianitis), yang biasanya menyertai.
2. Blefaritis Seboroik
Blefaritis sebore biasanya terjadi pada laki-laki usia lanjut (50 Tahun),
dengan keluhan mata kotor, panas dan rasa kelilipan. Gejalanya adalah sekret
yang keluar dari kelenjar Meiborn,air mata berbusa pada kantus lateral,
hiperemia dan hipertropi papil pada konjungtiva. Pada kelopak dapat
terbentuk

kalazion,

hordeolum,

madarosis,

poliosis

dan

jaringan

keropeng.Blefaritis seboroik merupakan peradangan menahun yang sukar


penanganannya. Pengobatannya adalah dengan memperbaiki kebersihan dan
membersihkan kelopak dar ikotoran. Dilakukan pembersihan dengan kapas
lidi hangat. Kompres hangat selama 5-10menit. Kelenjar Meibom ditekan dan
dibersihkan dengan shampoo bayi. Penyulit yang dapat timbul berupa flikten,
keratitis marginal, tukak kornea, vaskularisasi, hordeolum danmadarosis.
3. Blefaritis Skuamosa
Blefaritis skuamosa adalah blefaritis disertai terdapatnya skuama atau
krusta pada pangkalbulu mata yang bila dikupas tidak mengakibatkan
terjadinya luka kulit. Merupakan peradangan tepi kelopak terutama yang
mengenai kulit di daerah akar bulu mata dan sering terdapat pada orang yang
berambut

minyak.

Blefaritis

ini

berjalan

bersama

dermatitik

seboroik.Penyebab blefaritis skuamosa adalah kelainan metabolik ataupun


oleh jamur. Pasien dengan blefaritis skuamosa akan terasa panas dan gatal.
Pada blefaritis skuamosa terdapat sisik berwarna halus-halus dan penebalan
margo palpebra disertai madarosis. Sisik ini mudahdikupas dari dasarnya
mengakibatkan perdarahan.Pengobatan blefaritis skuamosa ialah dengan
membersihkan tepi kelopak dengan shampoo bayi, salep mata, dan steroid
setempat disertai dengan memperbaiki metabolisme pasien.Penyulit yang
dapat terjadi pada blefaritis skuamosa adalah keratitis, konjungtivitis.
4. Blefaritis Ulseratif

30

Merupakan peradangan tepi kelopak atau blefaritis dengan tukak


akibat infeksi staphylococcus. Pada blefaritis ulseratif terdapat keropeng
berwarna kekunung-kuningan yang bila diangkat akan terlihat ulkus yang
yang kecil dan mengeluarkan dfarah di sekitarbulu mata. Pada blewfaritis
ulseratif skuama yang terbentuk bersifat kering dan keras, yang bila diangkat
akan

luka

dengan

disertai

perdarahan.

Penyakit

bersifat

sangat

infeksius.Ulserasi berjalan lebih lanjut dan lebih dalam dan merusak folikel
rambut sehingga mengakibatkan rontok (madarosis).Pengobatan dengan
antibiotik dan higiene yang baik. Pengobatan pada blefaritis ulseratif dapat
dengan sulfasetamid, gentamisin atau basitrasin. Biasanya disebabkan
stafilokok maka diberi obat staphylococcus. Apabila ulseratif luas pengobatan
harus ditambah antibiotik sistemik dan diberi roboransia.Penyulit adalah
madarosis akibat ulserasi berjalan lanjut yang merusak folikel rambut,
trikiasis, keratitis superfisial, keratitis pungtata, hordeolum dan kalazion. Bila
ulkus kelopak ini sembuh maka akan terjadi tarikan jaringan parut yang juga
dapat berakibat trikiasis.
5. Blefaritis angularis
Blefaritis angularis merupakan infeksi staphylococcus pada tepi
kelopak di sudut kelopak atau kantus. Blefaritis angularis yang mengenai
sudut kelopak mata (kantus eksternus daninternus) sehingga dapat
mengakibatkan gangguan pada fungsi puntum lakrimal. Blefaririsangularis
disebabkan

Staphylococcus

aureus.

Biasanya

kelainan

ini

bersifat

rekuren.Blefaritis angularis diobati dengan sulfa, tetrasiklin dan Sengsulfat.


Penyulit pada pungtum lakrimal bagian medial sudut mata yang akan
menyumbat duktus lakrimal.
6. Meibomianitis
Merupakan infeksi pada kelenjar Meibom yang akan mengakibatkan
tanda peradangan lokalpada kelenjar tersebut. Meibomianitis menahun perlu
pengobatan kompres hangat, penekanan dan pengeluaran nanah dari dalam
berulang kali disertai antibiotik lokal.

31

Gejala : Blefaritis menyebabkan kemerahan dan penebalan, bisa juga


terbentuk sisik dan keropeng atau luka terbuka yang dangkal pada kelopak
mata. Blefaritis bisa menyebabkan penderita merasa ada sesuatu di
matanya.Mata dan kelopak mata terasa gatal, panas dan menjadi merah.Bisa
terjadi pembengkakan kelopak mata dan beberapa helai bulu mata rontok.
Mata menjadi merah, berair dan peka terhadap cahaya terang.Bisa terbentuk
keropeng yang melekat erat pada tepi kelopak mata; jika keropeng
dilepaskan,bisa terjadi perdarahan. Selama tidur, sekresi mata mengering
sehingga ketika bangun kelopak mata sukar dibuka.

Blefaritis seboroika
Tanda : injeksi konjungtiva, Skuama pada tepi kelopak , Jumlah bulu mata
berkurang, Obstruksi dan sumbatan duktus meibom, Sekresi Meibom keruh,
Injeksi pada tepi kelopak , Abnormalitas film air mata, fotofobia, krusta (+).
Diagnosa : Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan
kelopak mata.
Penatalaksanaan
Pengobatan utama adalah membersihkan pinggiran kelopak mata untuk
mengangkat minyak yang merupakan makanan bagi bakteri. Bisa digunakan
sampo bayi atau pembersih khusus.Untuk membantu membasmi bakteri kadang

32

diberikan salep antibiotik (misalnyaerythromycin atau sulfacetamide) atau


antibiotik per-oral (misalnya tetracycline). Jikaterdapat dermatitis seboroik, harus
diobati. Jika terdapat kutu, bisa dihilangkan denganmengoleskan jeli petroleum
pada dasar bulu mata.
13. Selulitis Orbita1,9
Selulitis orbita adalah peradangan supuratif jaringan ikat jarang intraorbita di
belakang septum orbita.
Selulitis orbita jarang merupakan penyakit primer rongga orbita. Biasanya
disebabkan oleh kelainan pada sinus paranasal dan yang terutama adalah sinus
etmoid. Selulitis orbita dapat mengakibatkan kebutaan, sehingga diperlukan
pengobatan segera. Pada anak-anak, selulitis orbitalis biasanya berasal dari
infeksi sinus dan disebabkan oleh bakteri Haemophilus influenzae. Bayi dan
anak-anak yang berumur dibawah 6-7 tahun tampaknya sangat rentan
terhadap infeksi oleh Haemophilus influenzae.
Etiologi dan Patofisiologi
Selulitis orbita merupakan peradangan supuratif yang menyerang
jaringan ikat di sekitar mata, dan kebanyakan disebabkan oleh beberapa jenis
bakteri normal yang hidup di kulit, jamur, sarkoid, dan infeksi ini biasa
berasal dari infeksi dari wajah secara lokal seperti trauma kelopak mata,
gigitan hewan atau serangga, konjungtivitis, kalazion serta sinusitis paranasal
yang penyebarannya melalui pembuluh darah (bakteremia) dan bersamaan
dengan trauma yang kotor.Pada anak-anak infeksi selulitis sering disebabkan
oleh karena sinusitis etmoidalis yang mengenai anak antara umur 2-10 tahun.
Ada beberapa bakteri penyebab, diantaranya Haemophilus Influenza,
Staphylococcus aureus, Streptococcus pneumoniae.
Gejala : Selulitis orbita jarang merupakan penyakit primer rongga orbita.
Biasanya disebabkan oleh kelainan pada sinus paranasal dan yang terutama
adalah sinus etmoid. Gejalanya berupa:
- Demam, biasanya sampai 38,9 Celsius atau lebih

33

- Kelopak mata atas dan bawah membengkak dan nyeri


- Kelopak mata tampak mengkilat dan berwarna merah atau ungu
- Bayi atau anak tampak sakit
- Jika mata digerakkan, akan timbul nyeri
- Penglihatan menurun (karena kelopak mata membengkak menutupi mata)
- Mata menonjol
- Merasa tidak enak badan
- Gerakan mata menjadi terbatas

Diagnosis selulitis orbita ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil


pemeriksaan lainnya. Pemeriksaan yang biasa dilakukan adalah :

Pemeriksaan darah lengkap

Pembiakan dan tes sensitivitias darah

Pungsi lumbal (pada kasus yang sangat berat)

Rontgen sinus dan orbita

CT scan atau MRI sinus dan orbita

Pembiakan kotoran mata

Pembiakan lendir hidung

Pembiakan lendir tenggorokan.

34

Penyakit selulitis orbita bisa dicegah melalui imunisasi vaksin HiB untuk
mencegah terjadinya infeksi Haemophilus pada anak-anak. Evaluasi yang
tepat dan pengobatan dini pada infeksi sinus maupun gigi bisa mencegah
penyebaran infeksi ke mata.Penatalaksanaan yang terbaik pada selulitis orbita
adalah:
1.Penderita sebaiknya dirawat di rumah sakit.
2.Diberikan cairan melalui infus dan antibiotik.
3.Jika terbentuk abses (penimbunan nanah), dilakukan pembedahan
untuk membuang nanahnya.
4.Infeksi ini perkembangannya sangat cepat karena itu harus dipantau
secara ketat. Jika segera diobati, akan terjadi pemulihan sempurna.
Komplikasi yang sering terjadi diantaranya : abses orbita, abses subperiosteal,
trombosis sinus kavernosus, gangguan pendengaran, septikemia, meningitis
dan kerusakan saraf optic dan gangguan penglihatan.

Gambar komplikasi dari selulitis.

35

BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
1. Ilyas, Sidarta. 2007. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ketiga. Jakarta : Balai Penerbit
FKUI .
2. Vaughan, Daniel G., et al. 2000.Oftalmologi Umum. Jakarta : Widya Medika
3. PINK

EYE.

Accessed

on

2012,

16th

October.

Available

at

at

http://ehealthforum.com/health/what_is_pink_eye_-e205.html
4. HORDEOLUM. Accessed

on

2012,

16th

October. Available

http://www.scribd.com/doc/33262622/Referat-Hordeolum
5. ACUTE CONJUNCTIVITIS. Accessed on 2012, 16th October. Available at :
http://emedicine.medscape.com/article/797874-overview
6. WHAT IS TRACHOMA? Accessed on 2012, 16th October. Avaiable at :
http://www.who.int/topics/trachoma/en/
7. ENTROPION AND ECTROPION. Accessed on 2012, 16th October. Avaiable
at : http://emedicine.medscape.com/article/1844045-overview
8. BLEPHARITIS. Accessed

on

2012,

16th

Oktober. Avaiable

at

http://www.geteyesmart.org/eyesmart/diseases/blepharitis.cfm
9. ORBITAL CELLULITIS. Accessed on 2012, 16th Oktober. Avaiable at :
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/001012.htm

36

You might also like