You are on page 1of 18

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut (Alvyanto, 2010).
Sistem endokrin sistem kontrol kelenjar tanpa saluran yang
menghasilkan hormon yang tersirkulasi di tubuh melalui aliran darah untuk
mempengaruhi organ-organ lain.
Sistem endokrin, dalam kaitannya dengan sistem saraf, mengontrol
dan memadukan fungsi tubuh. Kedua sistem ini bersama-sama bekerja untuk
mempertahankan homeostasis tubuh. Fungsi mereka satu sama lain saling
berhubungan, namun dapat dibedakan dengan karakteristik tertentu.
Misalnya, medulla adrenal dan kelenjar hipofise posterior yang mempunyai
asal dari saraf (neural). Jika keduanya dihancurkan atau diangkat, maka
fungsi dari kedua kelenjar ini sebagian diambil alih oleh sistem saraf.
Dalam system endokrin terbagi atas dua bagian yaitu system endokrin
dan

system

eksokrim.

System

eksokirm

merupakan

system

yang

mengeluarkan enzim pada permukaan tubuh seperti kulit, dan dinding


pembuluh darah. System endokrin membahas tentang system pengeluaran
enzim ke dalam organ- organ dalam tubuh seperti ginjal, hati, pancreas,
pembuluh darah, dll. Salah satu penyakit yang disebabkan oleh system
endokrin ini diantaranya adalah hipotiroidisme. Merupakan salah satu
penyakit

yang

disebabkan oleh kekurangan kelenjar tyroid

dalam

menghasilkan hormone T3 ( triodotironin ) dan t4 (tiroksin). Penyakit ini


merupakan salah satu penyakit autoimun yang dapat menyerang pada
manusia utamanya pada laki-laki. Penyakit ini juga salah satu penyakit yang
dapat menyebabkan kematian pada stadium lanjut.

Berdasarkan uraian dari latar belakang diatas maka penulis dalam


pembahasan

makalah

ini membahas

lebih

lanjut tentang penyakit

hipotiroidisme serta asuhan keperawatan secara mendasar sehingga kita dapat


mengetahui secara dini tentang penyakit ini dan cara perawatannya.
Kelenjar Tiroid merupakan organ yang bentuknya seperti kupu-kupu
dan terletak pada leher bagian bawah di sebelah anterior trakea. Kelenjar ini
terdiri atas dua lobus lateral yang di hubungkan oleh sebuah istmus. Kelenjar
Tiroid mempunyai panjang kurang-lebih 5cm serta lebar 3cm dan berat
kurang lebih 30gram. Aliran darah ke dalam tiroid per gram jaringan kelenjar,
sangat tinggi (kurang-lebih 5mL/menit/gram tiroid), yaitu kurang-lebih lima
kali aliran darah ke dalam hati. Keadaan ini mencerminkan tingkat aktivitas
metabolik kelenjar tiroid yang tinggi. Kelenjar tiroid menghasilkan tiga jenis
hormon yang berbeda, yaitu tiroksin (T4) serta triiodotironin (T4), yang
keduanya disebut dengan hormon tiroid,dan kalsitonin.
Hormon Tiroid merupakan dua jenis hormon berbeda yang dihasilkan
oleh kelenjar yang sama, yaitu tiroksin dan triiodotironin. Kedua hormon ini
merupakan asam aminodengan sifat unik yang mengandung molekul iodium
yang terikat pada struktur asam amino.Iodium merupakan unsur esensial bagi
kelenjar tiroid untuk sintesis hormon tiroid tersebut. Pada kenyataannyan
iodium dalam tubuh paling banyak digunakan oleh kelenjar tiroid, dan
gangguan utama akibat defisiensi iodium adalah perubahan fungsi tiroid.
Molekul iodium akan bereaksi dengan tirosin dalam sel-sel kelenjar tiroid
untuk membentuk hormon tiroid. Hormon tiroid dikendalikan oleh TSH
(Thyroid-Stimulating Hormon).
Fungsi utama hormon tiroid (T4 dan T3) adalah mengendalikan
aktivitas metabolik seluler. Kedua hormon ini bekerja sebagai alat pacu
umum dengan mempercepat proses metabolisme. Efeknya pada kecepatan
metablisme sering di timbulkan oleh peningkatan kadar enzim-enzim spesifik
yang turut berperan dalam konsumsi oksigen, dan oleh perubahan sifat

responsif jaringan terhadap hormon yang lain. Hormon tiroid mempengaruhi


replikasi sel dan sangat penting bagi perkembangan otak. Adanya hormon
tiroid dalam jumlah yang adekuatjuga diperlukan untuk pertumbuhan normal.
Melalui efeknya yang luas terhadap metabolisme seluler, hormon tiroid
mempengaruhi setiap sistem organ yang penting.
Abnormalitas fungsi tiroid dapat berupa Hipotiroidisme ataupun
Hipertiroidisme.Hipotiroidisme terjadi akibat sekresi hormon tiroid yang
tidak adekuat akibat kadar hormon tiroid berada di bawah nilai
optimal.Sedankan Hipertiroidisme merupakan gangguan tiroid akibat sekresi
hormon tiroid yang berlebihan.
B. Tujuan
1. Mengetahui tentang penyakit hipotiroid.
2. Mengetahui tentang penanganan dan asuhan keperawatan pada hipotiroid.
C. Manfaat
1. Bagi kelompok, agar dapat menjadi acuan kedepan untuk bisa membuat
2.

askep pada hipotiroid.


Bagi pembaca, agar mendapat tambahan ilmu baru, khususnya tentang

3.

penyakit hipotiroid.
Bagi lembaga pendidikan, agar dapat menjadi referensi tambahan tentang
hipotiroid.

BAB II

LANDASAN TEORI
I.

TEORI HIPOTIROIDISME

A. Pengertian Hipotiroidisme
Menurut Brunner & Suddarth (2002) Hipotiroidisme merupakan
keadaan yang di tandai dengan terjadinya hipofungsi tiroid yang brjalan
lambat dan diikuti oleh gejala-gejala kegagalan tiroid. Keadaan ini terjadi
akibat hormon tiroid berada di bawah nilai optimal.
B. Klasifikasi
Menurut Brunner & Suddarth (2002) Klasifikasi hipertiroidisme ada 4
kelompok, yaitu :
1. hipotiroidisme primer.

Lebih dari 95% penderita hipotiroidisme mengalami hipotiroidisme


primer atau tiroidal yang mengacu kepada disfungsi kelenjar tiroid itu
sendiri (Braverman&Utiger, 1991). Mungkin disebabkan oleh congenital
dari tyroid (kretinism), sintesis hormone yang kurangbaik, defisiensi
iodine (prenatal dan postnatal), obat anti tiroid, pembedahan atau terapi
radioaktif untuk hipotiroidisme,

penyakit inflamasi kronik seperti

penyakit hasimoto, amylodosis dan sarcoidosis.


2. Hipotiroidisme sentral (sekunderatau pituitaria).

Apabila disfungsi tiroid di sebabkan oleh kegagalan kelenjar


hipofisis, hipotalamus atau keduanya, maka keadaan ini di kenal dengan
istilah hipotiroidisme sentral. Hipotiroidisme sentral dapat di sebut juga
sebagai hipotiroidisme sekunder atau pituitaria jika sepenuhnya di
sebabkan oleh kelainan hipofisis. Hipotiroid sekunder berkembang ketika
adanya stimulasi yang tidak memadai dari kelenjar tiroid normal,
konsekwensinya jumlah tiroid stimulating hormone (TSH) meningkat. Ini
mungkin awal dari suatu mal fungsi dari pituitary atau hipotalamus. Ini
dapat juga disebabkan oleh resistensi perifer terhadap hormone tiroid.
3. Hipotiroidisme tertier (hipotalamus).

Hipotiroidisme tertier atau hipotalamus jika di timbulkan oleh


kelainan hipotalamus yang mengakibatkan sekresi TSH tidak adekuat
4

akibat penurunan stimulasi oleh TRH. Hipotiroid tertier dapat berkembang


jika hipotalamus gagal untuk memproduksi tiroid releasing hormone
(TRH) dan akibatnya tidak dapat distimulasi pituitary untuk mengeluarkan
TSH. Ini mungkin berhubungan dengan suatu tumor/ lesidestruktif lainnya
diarea hipotalamus. Ada dua bentuk utama dari goiter sederhana yaitu
endemic dan sporadic. Goiter endemic prinsipnya disebabkan oleh nutrisi,
defisiensi iodine. Ini mengalah pada goiter belt dengan karakteristik area
geografis oleh minyak dan air yang berkurang dan iodine.
4. kretinisme.
Menurut Brunner & Suddarth (2002) Apabila defisiensi tiroid
terjadi sejak lahir, keadaan ini dinamakan kretinisme.
Penumpukan mukopolisakarida dalam jaringan subkutan dan
intertisial lainnya diistilahkan dengan miksedema; meskipun miksidema
terjadi pada hipotiroidisme yang sudah berlangsung lama dan berat, istilah
tersebut hanya tepat digunakan untuk menyatakan gejala ekstrim pada
hipotiroidisme yang berat.

C. Etiologi
Brunner & Suddarth (2002), Hipotiroidisme adalah suatu kondisi yang
sangat umum. Diperkirakan bahwa 3% sampai 5% dari populasi mempunyai
beberapa bentuk hipotiroid. Kondisi yang lebih umum terjadi pada wanita
daripada pria dan kejadian-kejadiannya meningkat sesuai dengan umur.
Dibawah adalah suatu daftar dari beberapa penyebab-penyebab umum
hipotiroid pada orang-orang dewasa diikuti oleh suatu diskusi dari kondisikondisi ini..
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Hashimoto's thyroiditis
Lymphocytic thyroiditis (yang mungkin terjadi setelah hipertiroid)
Penghancuran tiroid (dariyodium ber-radioaktif atauo perasi)
Penyakit pituitary atau hipotalamus
Obat-obatan
Kekurangan yodium yang berat

D. Patofisiologi
(Tonner & Schlechte,1993) Penyebab hipotiroidisme yang paling
sering di temukan pada orang dewasa adalah tiroiditis otoimun (tiroiditis
Hashimoto), di mana sistem imun menyerang kelenjar tiroid. Gejala
hipertiroidisme kemudian dapat diikuti oleh gejala hipotiroidisme dan
miksedeme.
Hipotiroidisme juga sering terjadi pada pasien dengan riwayat
hipertiroidisme yang menjalani terapi radioiodium, pembedahan, atau
preparat antitiroid. Kejadian ini paling sering di jumpai pada wanita lanjut
usia. Terapi radiasi untuk penanganan kanker kepala dan leher kini semakin
sering menjadi penyebab hipotiroidisme pada lansia laki-laki; karena itu,
pemeriksaan fungsi tiroid dianjurkan bagi semua pasien yang menjalani terapi
tersebut.
Kelenjar tiroid membutuhkan iodine untuk sintesis dan mensekresi
hormone tiroid. Jika diet seseorang kurang mengandung iodine atau jika
produksi dari hormone tiroid tertekan untuk alasan yang lain, tiroid akan
membesar sebagai usaha untuk kompendasi dari kekurangan hormone. Pada
keadaan seperti ini, goiter merupakan adaptasi penting pada suatu defisiensi
hormone tiroid. Pembesaran dari kelenjar terjadi sebagai respon untuk
meningkatkan respon sekresi pituitary dari TSH. TSH menstimulasi tiroid
untuk mensekresi T4 lebih banyak, ketika level T4 darah rendah. Biasanya,
kelenjar akan membesar dan itu akan menekan struktur di leher dan dada
menyebabkan gejala respirasi disfagia.
Penurunan tingkatan dari hormone tiroid mempengaruhi BMR secara
lambat dan menyeluruh. Perlambatan ini terjadi pada seluruh proses tubuh
mengarah pada kondisi achlorhydria (pennurunan produksi asam lambung),
penurunan traktus gastrointestinal, bradikardi, fungsi pernafasan menurun,
dan suatu penurunan produksi panas tubuh.

Perubahan yang paling penting menyebabkan penurunan tingkatan


hormone tiroid yang mempengaruhi metabolisme lemak. Ada suatu
peningkatan hasil kolesterol dalam serum dan level trigliserida dan sehingga
klien berpotensi mengalami arteriosclerosis dan penyakit jantung koroner.
Akumulasi proteoglikan hidrophilik di rongga interstitial seperti rongga
pleural, cardiac, dan abdominal sebagai tanda dari mixedema.
Hormon tiroid biasanya berperan dalam produksi sel darah merah, jadi
klien dengan hipotiroidisme biasanya menunjukkan tanda anemia karena
pembentukan eritrosit yang tidak optimal dengan kemungkinan kekurangan
vitamin B12 dan asam folat.
E. Manifestasi Klinis
Brunner & Suddarth (2002), Gejala dini hipotiroidisme tidak spesifik,
namun

kelelahan

yang

ekstrim

menyulitkan

penderitanya

untuk

melaksanakan pekerjaan sehari-hari secara penuh atau ikut serta dalam


aktivitas yang lazim dilakukannya. Gejala seperti adanya kerontokan rambut,
kuku yang rapuh serta kulit yang kering sering di temuka, dan keluhan rasa
baal serta parestesia pada jari-jari tngan dapat terjadi. Kadang-kadang suara
menjadi kasar, dan pasien sering mengeluh suara parau. Gangguan haid
seperti menorhagia atau amenoreaakan terjadi disamping hilangnya libido.
Hipertiroidisme menyerang wanita lima kali lebih sering dibandingkan lakilaki dan paling sering terjadi pada usia pada usia di antara 30 hingga 60
tahun.
Hipertiroidisme berat mengakibatkan suhu tubuh dan frekuensi nadi
subnormal. Pasien biasanya bisa mengalami kenaikan berat badan walaupun
tanpa peningkatan asupan makan. Kulit menjadi tebal akibat penumpukan
mukopolisakarida dalam jaringan subkutan, rambut menipis dan rontok,
wajah tampak tanpa ekspresi, dan pasien mengeluh rasa dingin meskipun
dalam lingkungan yang hangat.

Respon emosional akan berkurang seiring berlanjutnya gejala- gejala


tersebut. Proses mental menjadi tumpul dan pasien tampak apatis. Bicara
menjadi lambat, lidah membesar, dan ukuran tangan serta kaki bertambah.
Pasien sering mengeluh konstipasi dan juga ketulian dapat terjadi.
Hipotiroidisme

lanjut

dapat

menyebabkan

demensia

disertai

perubahan kognitif dan kepribadian yang khas, terjadinya efusi pleura,efusi


perikardial, kelemahan otot pernapasan, serta respirasi yang tidak memadai
dan apnea saat tidur dapat terjadi pada hipotiroidisme berat.
Hipotiroidisme berat akan disertai dengan kenaikan kadar kolestrol
serum,aterosklerosis, penyakit jantung koroner dan fungsi ventrikel kiri yang
tidak adekuat. Pasien akan mengalami hipotermia dan kepekaan abnormal
terhadap preparat sedatif,opioid,serta anestesi.
Pasien dengan hipotiroidisme yang belum teridentifikasi dan sedang
menjalani pembedahan akan menghadapi resiko lebih tinggi untuk mengalami
hipotensi intraoperatif, gagal jantung kongestif pascaoperatif dan perubahan
status mental.
Koma miksedema menggambarkan stadium hipotiroidisme yang
paling ekstrim dan berat, dimana pasien mengalamai hipotermia dan tidak
sadarkan diri. Koma miksedema dapat terjadi sesudah peningkatan letargi
yang berlanjut menjadi stupor dan kemudian koma. Hipotiroidisme yang
tidak terdiagnosis dapat dipicu oleh infeksi atau penyakit sistemik lainnya
atau oleh penggunaan preparat sedatif atau analgetik opioid. Dorongan
respiratorik pasien akan terdepresi sehingga timbul hipoventilasi alveoler,
retensi CO2 progresif, keadaan nerkosis dan koma. Semua gejala ini, disertai
dengan kolaps kardiovaskuler dan syok memerlukan terapi yang agresif dan
intensif jika kita ingin pasien tetap hidup. Meskipun demikian, dengan terapi
yang intensif sekalipun, angka mortalitasnya tetap tinggi.
Gejala-gejala umum sebagai berikut:
8

a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.
l.
m.

Kelelahan
Depresi
Kenaikkan berat badan
Ketidak toleranan dingin
Ngantuk yang berlebihan
Rambut yang kering dan kasar
Sembelit
Kulit kering
Kejang-kejang otot
Tingkat-tingkat kolesterol yang meningkat
Konsentrasi menurun
Sakit-sakit dan nyeri-nyeri yang samar-samar
Kaki-kaki yang bengkak
Ketika penyakit menjadi lebih berat, mungkin ada bengkak-bengkak

disekeliling mata, suatu denyut jantung yang melambat, suatu penurunan


temperatur tubuh, dan gagal jantung. Dalam bentuknya yang amat besar,
hipotiroid yang berat mungkin menjurus pada suatu koma yang mengancam
nyawa (miksedema koma). Pada seorang yang mempunyai hipotiroid yang
berat, suatu miksedema koma cenderung dipicu oleh penyakit-penyakit berat,
operasi, stres, atau luka trauma.
Kondisi ini memerlukan opname (masuk rumah sakit) dan perawatan
segera dengan hormon-hormon tiroid yang diberikan melalui suntikan di
diagnosis secara benar, hipotiroid dapat dengan mudah dan sepenuhnya
dirawat dengan penggantian hormon tiroid. Pada sisi lain, hipotiroid yang
tidak

dirawat

dapat

menjurus

pada

suatu

pembesaran

jantung

(cardiomyopathy), gagal jantung yang memburuk, dan suatu akumulasi cairan


sekitar paru-paru (pleural effusion).
F. Komplikasi
Brunner & Suddarth (2002), Penyakit yang sering muncul akibat
hipotiroidisme adalah
a. Penyakit Hashimoto
Disebut tiroiditisoto imun, terjadi akibat otot antobodi yang
merusak jaringan tiroid. Ini menyebabkan penurunan HT disertai

peningkatan kadar TSH dan TRH akibat umpan balik negatif yang
minimal.
b. Gondok Endemic
Hipotiroid akibat defisiensi iodium dalam makanan. Ini terjadi
karena sel-sel tiroid menjadi aktif berlebihan dan hipertrofik dalam usaha
untuk menyerap semua iodium yang tersisa dalam darah. Kadar HT yang
rendah akan disertai kadar TSH dan TRH yang tinggi karena minimnya
umpan balik.
c. Karsinoma Tiroid
Karsinoma Tiroid dapat terjadi akibat terapi tiroidektomi,
pemberian obat penekan TSH atau terapi iodium radioaktif untuk
menghancurkan jaringan tiroid. Terapi- terapi tersebut akan merangsang
proliferasi dan hyperplasia sel tiroid.
G. Pemeriksaan Diagnostik
Brunner & Suddarth (2002)
1. Untuk mendiagnosis hipotiroidisme primer, kebanyakan dokter hanya
mengukur jumlah TSH (Thyroid-stimulating hormone) yang dihasilkan
oleh kelenjar hipofisis.
2. Level TSH yang tinggi menunjukkan kelenja rtiroid tidak menghasilkan
hormontiroid yang adekuat (terutama tiroksin (T4) dan sedikit
triiodotironin (T3).
3. Tetapi untuk mendiagnosis hipotiroidisme sekunder dan tertier tidak dapat
dgn hanya mengukur level TSH.
4. Oleh itu, uji darah yang perlu dilakukan (jika TSH normal dan
hipotiroidisme masih disuspek), sbb:
1) free triiodothyronine (fT3)
2) free levothyroxine (fT4)
3) total T3
4) total T4
5) 24 hour urine free T3
H. Penatalaksanaan
Brunner & Suddarth (2002), Tujuan primer penatalaksanaan
hipoteroidisme adalah memulihkan metabolisme pasien kembali kepada
keadaan metabolik normal dengan cara mengganti hormon yang hilang.

10

Levotiroksin sintetik (synthroid atau levothroid) merupakan preparat terpilih


untuk pengobatan hipotiroidisme dan supresi penyakit goiter nontoksik. Dosis
terapi penggantian hormonal didasarkan pada konsentrasi TSH dalam serum
pasien. Preparat tiroid yang diringkaskan jarang digunakan karena sering
menyebabkan kenaikan sementara konsentrasi T3 dan kadang-kadang disetai
dengan gejala hipertiroidisme. Jika terapi penggantian sudah memadai, gejala
miksedema akan menghilang dan aktivitas metabolik yang normal dapat
timbul kembali.
Pada hipotiroidisme

yang

berat

dan

koma

miksedema,

penatalaksanaannya mencakup pemeliharaan berbagai fungsi vital. Gas darah


arteri dapat diukur untuk menentukn retensi CO2 dan memandu pelaksanaan
bantuan ventilasi untuk mengatasi hipoventilasi. Pengguanaan alaat pulse
oximetry dapat pula membantu tingkat saturasi oksigen. Pemberian cairan
dilakukan dengan hati-hati karena bahaya intoksikasi air. Penggunaan panas
eksternal (bantal pemanas) harus dihindari karena tindakan ini akan
meningkatkan kebutuhan oksigen dan dapat menimbulkan kolaps vaskuler.
I.

Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan kadar T3 dan T4.
2. Pemeriksaan TSH (pada klien dengan hipotiroidisme primer akan terjadi
peningkatan TSH serum, sedangkan pada yang sekunder kadar TSH
3.

dapat menurun)
Pemeriksaan USG : Pemeriksaan ini bertujuan untuk memberikan
informasi yang tepat tentang ukuran dan bentuk kelenjar tiroid dan nodul.

II. ASUHAN KEPERAWATAN


11

A. Pengkajian
Menurut Brunner & Sudarth 2009 Untuk mengidentifikasi resiko
pasien

dan

pengenalan

masalah-masalah

yang

berkaitan

dengan

hipotiroidisme, wawancara pasien mengenai riwayat keluarga, penyakit


sebelumnya, kebiasaan diet, pola olah raga, serta yang berhubungan dengan
hipotiroid.
1. Identitas dan Riwayat pasien
Perawat perlu mengkaji identitas, usia, jenis kelamin dan ras.
Untuk mengetahui diri pasien agar lebih mudah dalam melakukan
pengkajian selanjutnya.
Kaji kondisi kesehatan saat ini yang mungkin menyebabkan
perkembangan hipotiroidisme, kalau tidak mungkin dapatkan catatan
medis sebelumnya. Perlu ditanyakan pengobatan sebelumnya dan saat ini
untuk mengetahui apakah klien dalam penanganan hipotiroidisme.
Akhirnya dapatkan riwayat keluarga dan juga keluhan utama pasien .
Kaji alasan pasien memeriksakan sakitnya, serta lakukan
pengkajian data objektif dan data subjektif pada pasien.
2. Pengkajian Fisik dan pengkajian psikologis
Diantaranya yaitu :
1) Sistem intergument, seperti : kulit dingin, pucat , kering, bersisik dan
menebal,pertumbuhan kuku buruk, kuku menebal, rambut kering,
kasar, rambut rontok dan pertumbuhannya rontok.
2) Sistem pulmonary, seperti : hipoventilasi, pleural efusi, dispenia
3) Sistem kardiovaskular, seperti : bradikardi, disritmia, pembesaran
jantung, toleransi terhadap aktifitas menurun, hipotensi.
4) Metabolik, seperti : penurunan metabolisme basal, penurunan suhu
tubuh, intoleransi terhadap dingin.Sistem musculoskeletal, seperti :

12

nyeri otot, kontraksi dan relaksasi otot yang melambat.Sistem


neurologi, seperti : fungsi intelektual yang lambat, berbicara lambat
dan terbata-bata, gangguan memori, perhatian kurang, bingung, hilang
pendengaran, penurunan refleks tendom.
5) Gastrointestinal, seperti : anoreksia, peningkatan berat badan,
obstipasi, distensi abdomen.
6) Psikologis dan emosional ; apatis, igitasi, depresi, paranoid, menarik
diri/kurang percaya diri, dan bahkan maniak.
3. Pengkajian laboratorium atau pemeriksaan penunjang
1) Pemeriksaan kadar T3 dan T4 pada pasien yaitu : Kadar T3 15pg/dl,
dan kadar T4 20g/dl.
2) Pemeriksaan TSH

(pada klien dengan hipotiroidisme

primer

akan terjadi peningkatan TSH serum, sedangkan pada yang sekunder


kadar TSH dapat menurun atau normal) : Kadar TSHpada pasien
tersebut yaitu <0,005IU/ml,
3) Pemeriksaan USG :

Pemeriksaan ini bertujuan untuk memberikan

informasi yang tepat tentang ukuran dan bentuk kelenjar tiroid dan
nodul h.
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan menurut Brunner & Suddarth (2002), dengan
kasus hipotiroidisme yaitu :
1. Perubahan suhu tubuh b.d hipotiroidisme
2. Konstipasi b.d dengan penurunan fungsi gastrointestinal
3. Pola napas tidak efektif b.d dengan depresi ventilasi
C. Intervensi

13

Menurut Brunner & Suddarth (2002), intervensi keperawatan pada


diagnosa-diagnosa tertentu antara lain :
1. Intervensi keperawatan dengan diagnosa perubahan suhu tubuh b.d
hipertiroidisme yaitu :
a) Berikan tambahan lapisan pakaian atau tambahan selimut.
b) Pantau suhu tubuh pasien dan melaporkan penurunannya dari nilai
dasar suhu normal pasien.
c) Hindari dan cegah penggunaan sumber panas dari luar (seperti bantal
pemanas dan selimut listrik).
2. Intervensi keperawatan dengan diagnosa konstipasi b.d dengan penurunan
fungsi gastrointestinal yaitu :
a) Dorong peningkatan asupan cairan dalam batas-batas retriksi cairan.
b) Pantau fungsi usus
c) Ajarkan pasien tentang jenis-jenis makanan yang banyak mengandung
air
3. Intervensi keperawatan dengan diagnosa : Pola napas tidak efektif b.d

dengan depresi ventilasi yaitu :


a) Pantau frekuensi kedalaman, pola pernapasan,; oksimetri denyut nadi
dan gas darah arterial.
b) Dorong pasien untuk napas dalam dan batuk.
c) Berikan obat (hipnotik dan sedatif) dengan hati-hati.
D. Tujuan / Kriteria Hasil
1. Kriteria hasil dengan intervensi pada diagnosa no 1 yaitu :
a) Mempertahankan suhu tubuh dasar

14

b) Melaporkan rasa hangat yang adekuat dan berkurangnya gejala


menggigil
c) Menjelaskan rasional untuk menghindari sumber panas dari luar
2. Kriteria hasil dengan intervensi pada diagnosa no 2 yaitu :
a) Mencapai pemulihan fungsi usus yang normal
b) Melaporkan fungsi usus yang normal
c) Mengenali dan mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung air
sesuai dengan anjuran
3. Kriteria hasil dengan intervensi pada diagnosa no 3 yaitu :
a) Memperlihatkan perbaikan status pernapasan dan pemeliharaan pola
pernapasan yang normal.
b) Menunjukkan sura napas yang normal tanpa bising tambahan pada
auskultasi.
c) Menjelaskan rasional penggunaan obat yang berhati-hati.
E. Rasionalisasi
1. Diagnosa pertama
a) Meminimalkan kehilangan panas.
b) Mendeteksi penurunan suhu tubuh dan dimulainya koma miksedema.
c) Mengurangi resiko vasodilatasi perifer dan kolaps vaskuler.
2. Diagnosa kedua
a) Memungkinkan deteksi konstipasi dan pemulihan kepada pola
defekasi yang normal
b) Meningkatkan evakuasi usus
c) Memberikan rasional peningkatan asupan cairan kepada pasien
3. Diagnosa ketiga
a) Mengidentifikasi hasil pemeriksaan dasar untuk memantau perubahan
selanjutnya dan mengevaluasi efektivitas intervensi
b) Mencegah atelaktasis dan meningkatkan pernapasan yang adekuat
c) Pasien Hipotiroidisme sangat rentan terhadap gangguan pernapasan
akibat penggunaan obat golongan hipnotik-sedatif.

15

BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Hipotiroidisme merupakan keadaan yang di tandai dengan terjadinya
hipofungsi tiroid yang brjalan lambat dan diikuti oleh gejala-gejala kegagalan
tiroid. Keadaan ini terjadi akibat hormon tiroid berada di bawah nilai optimal.
Klasifikasi hipotiroidisme ada 4 kelompok, yaitu :
1. hipotiroidisme primer.
2. hipotiroidisme sentral (sekunder atau pituitaria).
3. hipotiroidisme tertier (hipotalamus).
4. kretinisme.
Hipotiroidisme adalah suatu kondisi yang sangat umum. Diperkirakan
bahwa 3% sampai 5% dari populasi mempunyai beberapa bentuk hipotiroid.
Kondisi yang lebih umum terjadi pada wanita dari pada pria dan kejadiankejadiannya meningkat sesuai dengan umur.
Untuk membuat asuhan keperawatan pada kasus hipotiroidisme,
lakukan langkah awal dalam pengkajian, sampai kepada uji laboraturium jika
diperlukan, dan diagnosa keperawatan sampai kepada intervensi yang
berhubungan dengan penyakit hipotiroidisme.
16

B. SARAN
Dengan dibuatnya asuhan keperawatan pada klien yang mengalami
gangguan endokrin hipotiroidisme ini diharapkan :
1. Kepada subtansi pendidikan, sebaiknya agar dapat menjadikan makalah ini
sebagai tambahan untuk menambah referensi di perpustakaan.
2. Kepada mahasiswa sebaiknya lebih bisa memahami, mengetahui dan
mengerti tentang cara pembuatan asuhan keperawatan pada klien yang
mengalami gangguan endokrin hipotiroidsme.
3. Kepada penulis/kelompok, sebaiknya untuk dapat lebih belajar dalam
membuat makalah, dan asuhan keperawatan, khususnya dalam kasus
hipotiroidisme.

DAFTAR PUSTAKA

17

Suzanne C.Smeltzer & Brenda G.Bare.2002. Keperawatan Medikal Bedah


vol 2.Edisi 8. EGC.Jakarta.
Green J.H.Pengantar Fisiologi Tubuh Manusia.Binarupa Aksara.Jakarta
Syafruddin.2012.Anatomi Fisiologi.EGC.Jakarta

18

You might also like