You are on page 1of 12

PENDAHULUAN

Dalam beberapa bulan terakhir, berbagai cerita mengenai arsen menjadi topik
pembicaraan yang hangat. Berita mengenai arsen mencuat pertama kali ketika disinyalir
ada banyak rakyat di teluk Buyat, Sulawesi Utara menderita berbagai penyakit akibat
pencemaran industri pertambangan, yang diduga terjadi akibat limbah yang mengandung
logam berat termasuk merkuri dan arsen. Tak berapa lama setelah itu berita mengenai
arsen kembali marak ketika cak Munir, seorang aktivis HAM yang sedang dalam
perjalanan ke Belanda dalam rangka melanjutkan pendidikan S2nya dibidang hukum,
meninggal dunia dalam penerbangan ke Belanda. Hasil otopsi terhadap korban oleh
dokter forensik dari National Forensic Institute Belanda menunjukkan adanya arsen
dalam jumlah besar (lebih dari dua kali lipat dari dosis letalnya) didalam lambungnya.
Kasus bertambah panjang ketika beberapa saat kemudian Yusuf Kala, Wapres RI
mensinyalir adanya orang yang mencoba meracuni dirinya dengan membubuhkan arsen
pada soto mie yang disuguhkan padanya. Berbagai kasus semacam ini, tampaknya akan
terus bertambah dari waktu ke waktu, seiring dengan semakin tingginya kesadaran
kesehatan masyarakat.

Antihama
Arsen merupakan logam berat dengan valensi 3 atau 5, dan berwarna metal (steel-grey).
Senyawa arsen didalam alam berada dalam 3 bentuk: Arsen trichlorida (AsCl3) berupa
cairan berminyak, Arsen trioksida (As2O3, arsen putih) berupa kristal putih dan berupa
gas arsine (AsH3). Lewisite, yang sering disebut sebagai gas perang, merupakan salah
satu turunan gas arsine. Pada umumnya arsen tidak berbau, tetapi beberapa senyawanya
dapat mengeluarkan bau bawang putih. Racun arsen pada umumnya mudah larut dalam
air, khususnya dalam air panas (1).
Arsen merupakan unsur dari komponen obat sejak dahulu kala. Senyawa arsen
trioksida misalnya pernah digunakan sebagai tonikum, yaitu dengan dosis 3 x 1-2 mg.
Dalam jangka panjang, penggunaan tonikum ini ternyata telah menyebabkan timbulnya
gejala intoksikasi arsen kronis (2). Arsen juga pernah digunakan sebagai obat untuk
berbagai infeksi parasit, seperti protozoa, cacing, amoeba, spirocheta dan tripanosoma,
tetapi kemudian tidak lagi digunakan karena ditemukannya obat lain yang lebih aman.
Arsen dalam dosis kecil sampai saat ini juga masih digunakan sebagai obat pada resep
homeopathi (3)
Dalam masyarakat, sampai saat ini arsen masih digunakan sebagai anti hama,
terutama tikus. Dalam bentuk bubuk putih, yang dikenal sebagai warangan (As2O3),
arsen merupakan obat pembasmi tikus yang ampuh. Racun ini tidak berasa, tidak berbau,
tidak berwarna dan sangat beracun sehingga dapat mengecoh tikus sehingga mau
memakan umpan yang telah diberi racun tersebut. Tikus yang memakan arsen akan
mengalami gejala muntaber, kekurangan cairan (dehidrasi) dan meninggal dalam keadaan

kering. Selain sebagai racun tikus, arsen juga digunakan sebagai herbisida, pestisida,
racun semut, bahan cat, keramik, bahan untuk preservasi kayu dan penjernih kaca (glass
clarifier) pada industri elektronik (1, 2, 3). Karena bahayanya racun ini, maka saat ini
arsen tidak banyak digunakan lagi sebagai pembasmi hama dan perannya digantikan oleh
bahan lain yang lebih aman. Untuk membasmi tikus misalnya, saat ini lebih banyak
digunakan walfarin, sejenis racun yang jika termakan oleh tikus akan membuatnya
mengalami perdarahan di seluruh tubuhnya. Meskipun demikian, sampai saat ini arsen
masih banyak digunakan sebagai bahan preservasi kayu dan komponen dalam industri
elektronika, karena belum ada penggantinya.

Arsen di sekitar kita


Banyak orang tidak menyadari bahwa di sekitar kita terdapat banyak arsen dan secara
rutin tanpa sadar kita juga mengkonsumsinya setiap hari. Mengapa begitu? Di alam,
arsen terdapat di dalam tanah dalam konsentrasi yang bervariasi (3). Tanah yang
normal mempunyai kandungan arsen tidak lebih dari 200 ppm (part per million). Arsen
dalam tanah akan diserap oleh akar tumbuhan dan masuk ke dalam bagian-bagian
tumbuhan sehingga tumbuhan mengandung arsen. Kandungan arsen dalam tumbuhan ini
akan bertambah banyak jika tumbuhan disemprot dengan antihama yang mengandung
arsen. Jika tumbuhan dimakan oleh kambing atau sapi, maka daging kambing dan sapi
juga mengandung arsen.
Bagaimana dengan ikan dan kerang?. Adanya arsen dalam tanah akan
menyebabkan sebagian arsen larut di dalam air. Arsen didalam air kemudian akan
mencemari plankton, ikan dan kerang. Khusus di dalam tubuh kerang, arsen akan
menumpuk dalam jumlah banyak bersama berbagai logam berat lainnya, termasuk
merkuri. Alhasil, pada kenyataannya arsen memang terdapat di dalam semua tumbuhan
dan hewan yang kita makan. Dengan memakan tumbuhan dan hewan, maka secara tidak
langsung kita juga mengkonsumsi arsen setiap hari. Senyawa arsen yang paling sering
dijumpai pada makanan adalah arsenobetaine dan arsenocholine, yang merupakan varian
arsen organic yang relatif non toksik(3). Dalam keadaan normal, setiap hari tidak kurang
dari 0,5 sampai 1 mg arsen akan masuk ke dalam tubuh kita melalui makanan dan
minuman yang kita konsumsi. Dengan demikian, di dalam darah orang normalpun, kita
dapat menjumpai adanya arsen, yang kadarnya antara 0,002 0,062 mg/L
Senyawa arsen juga banyak dijumpai pada daerah pertambangan, karena senyawa
arsen merupakan by-product dari ekstraksi logam Pb, Cu maupun Au. Pada daerah
pertambangan tersebut, senyawa arsen tersebut merupakan kontaminan pada air sumur
dan makanan (3).

Arsen dalam bentuk unsur bukanlah bahan yang toksik. Arsen yang
merupakan racun adalah senyawa arsen (3). Arsen valensi 5 mudah diabsorbsi
dalam saluran cerna, sementara yang bervalensi 3 bersifat lebih mudah larut
dalam lemak (3). Senyawa arsen masuk kedalam tubuh melalui 3 cara, yaitu
peroral, melalui kontak kulit yang luas dan perinhalasi melalui paru-paru (2,3).
Senyawa arsen yang paling sering digunakan untuk meracuni orang
adalah As2O3 (asen tri-oksida). Arsen trioksida bersifat sitotoksik, karena
menyebabkan efek racun pada protoplasma sel tubuh manusia. Racun arsen
yang masuk ke dalam saluran cerna akan diserap secara sempurna di dalam
usus dan masuk ke aliran darah dan disebar ke seluruh organ tubuh. Sebagai
suatu racun protoplasmik arsen melakukan kerjanya melalui efek toksik ganda,
yaitu :
1.

Ia mempengaruhi respirasi sel dengan cara mengikat gugus sulfhidril


(SH) pada dihidrolipoat, sehingga menghambat kerja enzim yang terkait
dengan transfer energi, terutama pada piruvate dan succinate oxidative
pathway, sehingga menimbulkan efek patologis yang reversibel. Efek
toksik ini dikatakan reversible karena dapat dinetralisir dengan pemberian
dithiol, 2,3, dimerkaptopropanol (dimercaprol, BritishAnti-Lewisite atau
BAL) yang akan berkompetisi dengan arsen dalam mengikat gugus SH
(2,3). Selain itu sebagian arsen juga menggantikan gugus fosfat sehingga
terjadi gangguan oksidasi fosforilasi dalam tubuh (3)

2.

Senyawa arsen mempunya tempat predileksi pada endotel pembuluh


darah, khususnya di dearah splanknik dan menyebabkan paralisis kapiler,
dilatasi dan peningkatan permeabilitas yang patologis. Pembuluh darah
jantung yang terkena menyebabkan timbulnya petekie subepikardial dan
subendokardial yang jelas serta ekstravasasi perdarahan. Efek lokal arsen
pada kapiler menyebabkan serangkaian respons mulai dari kongesti,
stasis serta trombosis sehingga menyebabkan nekrosis dan iskemia
jaringan (2)

Didalam darah, arsen yang masuk akan mengikat globulin dalam darah.
Dalam waktu 24 jam setelah dikonsumsi, arsen dapat ditemukan dalam
konsentrasi tinggi di berbagai organ tubuh, seperti hati, ginjal, limpa, paru-paru
serta saluran cerna, dimana arsen akan mengikat gugus syulfhidril dalam
protein jaringan. Sebagian kecil dari arsen yang menembus blood brain barrier.
Didalam tulang arsen menggantikan posisi fosfor, sehingga arsen dapat dideteksi
didalam tulang setelah bertahun-tahun kemudian(3).

Sebagian arsen dibuang melalui urin dalam bentuk methylated arsenic


dan sebagian lainnya ditimbun dalam kulit, kuku dan rambut. Fakta terakhir ini
penting, karena setiap kali ada paparan arsen, maka menambah depot arsen di
dalam kulit, kuku dan rambut. Dalam penyidikan kasus pembunuhan dengan
menggunakan arsen, adanya peracunan kronis dan berulang dapat dilacak
dengan melakukan pemeriksaan kadar arsen pada berbagai bagian (fragmen)
potongan rambut dari pangkal sampai ke ujungnya (2,3).
Bentuk fisik senyawa arsen yang masuk ke dalam tubuh mempengaruhi efeknya
pada tubuh. Menelan senyawa atau garam arsen dalam bentuk larutan lebih cepat
penyerapannya dibandingkan penyerapan arsen dalam bentuk padat. Penyerapan
senyawa arsen dalam bentuk padat halus lebih cepat dibandingkan bentuk padat
kasar, sehingga gejala klinis yang terjadipun lebih berat juga. Secara umum efek
arsen terhadap tubuh tergantung dari sifat fisik dan kimiawi racun, jumlah racun yang
masuk, kecepatan absorpsi, serta kecepatan dan jumlah eliminasi, baik yang terjadi
alamiah (melalui muntah dan diare) maupun buatan, misalnya akibat pengobatan
(lavase) (2)
Arsen anorganik yang masuk ke tubuh wanita hamil dapat menembus sawar
darah plasenta dan masuk ke tubuh janin. Pada keadaan ini pemberian obat BAL
tampaknya aman, tetapi D-penicillamin tidak boleh diberikan karena bersifat teratogen
pada janin(3).
Untuk eliminasi satu dosis terapeutik arsen dari semua jaringan (kecuali rambut dan
kuku) diperlukan waktu 2 minggu. Setelah itu sejumlah kecil arsen tetap akan dijumpai
dalam urin dan feses selama berbulan-bulan kemudian setelah paparan arsen jangka
panjang dihentikan. Ekskresi arsen lewat urin mencapai puncaknya dalam beberapa hari
setelah intake oral dosis tunggal atau setelah penghentian paparan kronis. Eliminasi
melalui urin ini tidak berlangsung seragam, sehingga kadarnya dalam urin bervariasi dari
hari ke hari. Dengan demikian untuk mendapatkan data akurat mengenai keadaan pasien
dan respons terhadap terapi, maka pemeriksaan urin harus dilakukan pemeriksaan serial
pada beberapa sampel urin 24 jam (2)
Toreransi individual terhadap arsen bervariasi dan berperan penting dalam respons
individu secara keseluruhan, khususnya pada intoksikasi kronis. Toksisitas yang terjadi
setelah pemberian potassium arsenat (larutan Fowler) mungkin tidak jelas sampai 1 atau
2 tahun, tetapi bisa juga sudah muncul dalam beberapa minggu setelah pemakaian obat
tersebut. Sebaliknya ada juga orang-orang tertentu yang dapat mentoleransi potassium
arsenat sampai 20 mg sehari untuk jangka waktu lama, tanpa sedikitpun menunjukkan
gejala klinis keracunan. Dalam kisah Styria the arsenic eaters yang semilegendaris,
bahkan diceritakan bahwa mereka dapat menelan sampai 400 mg arsen satu sampai
2
kali seminggu tanpa menimbulkan gejala sama sekali. (2)
Sejarah kriminal mencatat, bahwa peracunan dengan arsen merupakan peracunan
yang paling sering dilakukan orang (meliputi 31 % dari pembunuhan dengan peracunan)
dan telah dipraktekkan sejak jaman Romawi (1).

Ada beberapa alasan mengapa racun ini banyak dipergunakan oleh para
pembunuh. Pertama, karena sifat racunnya yang tidak berasa, tidak berwarna dan tidak
berbau, membuat racun ini relatif tidak mudah diketahui oleh korbannya jika arsen
dicampurkan pada makanan dan minuman. Kedua, racun ini mempunyai efek seperti
penyakit biasa, terutama penyakit muntaber, sehingga pembunuhnya seringkali dapat
mengelabui orang lain, yang menduga korban meninggal karena penyakit muntaber atau
kolera. Kenyataannya, memang banyak dokter dan keluarga korban yang terkecoh
menyangka korban meninggal karena penyakit muntaber dan bukan karena diracun,
apalagi jika kejadian muntebernya telah berlangsung lama dan berulang kali. Akan
tetapi, seorang dokter yang berpengalaman dan waspada, tidak mudah terkecoh, dan akan
memikirkan kemungkinan keracunan arsen pada kasus tersebut. Ketiga, racun ini mudah
diperoleh. Sebagai suatu bahan kimia yang umum atau biasa digunakan untuk
membasmi hama, racun ini mudah diperoleh di toko kimia dan toko pertanian sehingga
mudah diperoleh dan disalahgunakan oleh orang yang punya niat jahat. Orang di daerah
Jawa misalnya, dapat dengan mudah membeli warangan di toko kimia, karena bahan ini
merupakan bahan yang banyak digunakan untuk mencuci keris.
Meskipun demikian, dalam sejarahnya arsen sebenarnya bukanlah merupakan
racun yang sempurna karena sebagai racun arsen tidak terlalu efektif. Ini artinya,
tindakan meracuni orang dengan menggunakan arsen belum tentu berhasil menyebabkan
kematian pada korbannya. Efek kematian yang terjadi pada arsen biasanya terjadi lambat
(tidak seketika) dan menimbulkan nyeri hebat pada korban, sehingga kondisi tersebut
mudah menimbulkan kecurigaan orang. Salah satu contoh peracunan arsen yang gagal
adalah kasus percobaan pembunuhan terhadap raja Louise XIV dari Perancis oleh
Catherine Deshayes yang menggunakan racun Inheritance Powder (La Poudre de
Succession), yang merupakan koktail (campuran) dari arsen, aconitum, belladonna dan
opium. Atas kegagalan usahanya tersebut, Deshayes dinyatakan bersalah melakukan
percobaan pembunuhan dan dihukum siksa lalu dibakar (1).
Arsen juga bukan racun yang ideal karena ia merupakan racun yang mudah
dideteksi. Adanya penimbunan arsen di dalam jaringan rambut dan kuku, yang
merupakan jaringan yang tahan pembusukan, membuat riwayat peracunan arsen dapat
dibuktikan, bahkan juga pada kasus dengan korban yang sudah tinggal tulang belulang
sekalipun. Dengan melakukan pemeriksaan rambut secara fragmental dari pangkal
sampai ke ujung, dan dengan memperhitungkan kecepatan pertumbuhan rambut, dokter
forensik dapat menentukan sudah berapa lama dan berapa sering korban diracun sebelum
akhirnya meninggal dunia (1,2).
Arsen secara klinis dapat menyebabkan timbulkan gejala klinis yang berbeda:
A.Sindroma paralitik akut (1,2,3)
Sindroma ini terjadi jika korban menelan senyawa arsen yang cepat diabsorpsi
dalam jumlah besar dan ditandai oleh gejala kolaps sirkulasi ynag nyata, stupor dan

kejang-kejang. Kematian dapat terjadi dalam beberapa jam setelah paparan arsen,
diduga akibat efeknya pada pusat di medulla. Muntah dan diare mungkin tidak jelas
atau tak ada sama sekali, dan temuan anatomik biasanya negatif atau hanya berupa
mukosa saluran cerna yang hiperemia tanpa adanya kelainan khas lainnya. Adanya
kesenjangan antara gambaran klinis yang berat dan temuan anatomi yang ringan
merupakan petunjuk penting dalam penegakan diagnosis. Diagnosis pasti dapat
ditegakkan dengan cara melakukan pembuktian adanya keracunan dengan
pemeriksaan toksikologi atas bahan darah, isi lambung maupun viscera.

B.Sindroma gastrointestinal (1,2,3).


Sindroma ini merupakan gambaran klasik keracunan akut arsen yang masuk per
oral. Masuknya arsen ke dalam tubuh dalam dosis besar biasanya baru menimbulkan
gejala keracunan akut setelah 30 menit sampai 2 jam setelah paparan racun. Gejala yang
timbul berupa rasa terbakar pada uluhati, diikuti dengan mual, muntah, tenesmus,
kembung, diare dengan kotoran seperti air cucian beras, yang kadang-kadang berdarah.
Karena arsen yang sudah diabsorbsi diekskresikan kembali ke gaster, maka muntah yang
terjadi biasanya persisten untuk waktu lama, meskipun arsen sudah terbuang lewat
muntahan. Seringkali gejala ini disertai adanya kejang otot yang nyeri.
Kematian dapat terjadi dengan didahului gejala takikardi, hipotensi, kedutan otot
(muscular twitching) dan kejang-kejang, yang biasanya terjadi dalam 1-2 hari atau
bahkan seminggu atau lebih setelah paparan. Kadang-kadang kematian bisa terjadi dalam
beberapa jam saja, sehingga bentuknya seperti tipe paralitik
Gejala klasik keracunan arsen (1)
1. Kerontokan rambut: merupakan tanda keracunan kronis logam berat, termasuk
arsen
2. Bau napas seperti bawang putih: merupakan bau khas arsen
3. Gejala gastrointestinal berupa diare: akibat racun logam berat termasuk arsen
4. Muntah: akibat iritasi lambung, diantaranya pada keracunan arsen.
5. Skin speckling: gambaran kulit seperti tetes hujan pada jalan berdebu, disebabkan
oleh Keracunan kronis arsen
6. Kolik abdomen: akibat keracunan kronis

7. Kelainan kuku: garis Mees (garis putih melintang pada nail bed)dan kuk yang
rapuh.
8. Kelumpuhan (umum maupun parsial): akibat keracunan logam berat
C.Intoksikasi gas arsine
Keracunan akut (kadang-kadang hiperakut) dapat terjadi akibat intoksikasi gas
arsine (AsH3). Gas ini tidak berbau pada saat masih baru, tetapi kemudian berubah
menjadi berbau bawang putih. Arsine merupakan senyawa arsen yang paling beracun dan
di atmosfir kadarnya harus kurang dari 0,05 ppm (Maximum Allowable Concentration,
MAC). Pada konsentrasi 3-10 ppm arsine dapat menimbulkan gejala dalam beberapa jam,
10 - 60 ppm berbahaya dalam 60 menit dan kadar 250 ppm dapat mematikan dalam 30
menit atau kurang (2).
Gambaran klasik paparan arsine adalah adanya masa laten sampai 24 jam
dilanjutkan oleh adanya nyeri abdomen, hemolisis dan gagal ginjal. Gejala klasik berupa
sakit kepala, pusing, malaise dan lemah mungkin merupakan gejala yang muncul pertama
kali. Gejala gastrointestinal meliputi mual, muntah dan nyeri abdomen. Paparan arsine
yang berlanjut menyebabkan konfusion, disorientasi dan gagal jantung (2,3).
Faktor terbesar dalam toksisitas dan mortalitas arsine adalah
kemampuannya untuk menyebabkan hemolisis akut yang masif, yang kecepatanya
tergantung dari konsentrasi arsine dan lamanya paparan. Destruksi eritrosit terjadi dalam
keadaan aerobik dan hanya mengenai eritrosit yang matur saja dan akan menyebabkan
hiperkalemi, anemia, hemoglobinemia dan hemoglobinuria (urin merah gelap). Kulit
yang berwarna bronz mungkin pula ditemukan, tetapi jaundice dan hepatotoksisitas
jarang terjadi. Gagal ginjal diduga terjadi akibat myoglubinuria yang menyebabkan
timbulnya nefrosis hemoglobinurik (2,3)
D.Intoksikasi subakut dan kronik (1,2,3)
Intoksikasi subakut dan kronis dapat terjadi akibat paparan arsen dalam dosis
sublethal yang berulang maupun paparan tunggal dosis besar non fatal. Paparan kronis
arsen dapat terjadi akibat paparan industri maupun pekerjaan, kecerobohan dan
ketidaktahuan disekitar rumah, akibat pengobatan maupun upaya pembunuhan. Arsen
yang masuk ke dalam tubuh secara berulang dan tidak diekskresi akan ditimbun dalam
hati, ginjal, limpa dan jaringan keratin (rambut dan kuku). Setelah penghentian paparan,
arsen yang tertimbun akan dilepaskan secara perlahan dari depotnya dan menimbulkan
gejala yang membandel. Keracunan arsen kronis dapat menetap berminggu-minggu
sampai berbulan-bulan dengan menunjukkan satu atau lebih sindroma yang berbeda.
Pada keracunan kronis gejala klinis masih dijumpai untuk waktu yang lama, meskipun
paparan sudah tidak terjadi lagi (2). Berikut ini adalah beberapa kemungkinan gejala
klinis keracunan Arsen kronis:
1. Gastroenteritis kronis dengan anoreksia, nausea yang tidak jelas dan diare
interminten. Selain itu dapat dijumpai pula adanya rasa kecap metal pada mulut,
napas berbau bawang putih, tenggorokan kering dan rasa haus yang persisten

2. Jaundice akibat nekrosis sel hati subakut


3. Neuropathi perifer motoris dan sensoris dengan paralisis, parese, anestesi,
parestesi (rasa gatal, geli), dan ambliopia. Kelainan neurologis berawal di perifer
dan meluas secara sentripetal. Otot halus tangan dan kaki mungkin mengalami
paralisis dan sering disertai adanya kelainan tropik.
4. Erupsi kulit berupa perubahan eksimatoid, pigmentasi coklat (melanosis) dengn
spotty leucoderma (raindrop hyperpigmentation) dan keratosis punktata pada
telapak tangan dan kaki, yang tampak mirip seperti kutil (warts). Keratosis dalam
jangka panjang mungkin berubah menjadi Carsinoma sel skuamosa. Carsinoma
sel basal superfisial pada daerah yang unexposed dan karsinoma sel skuamiosa
intra epidermal (penyakit Bowen) dapat juga terjadi pada paparan arsen jangka
panjang. Pada kuku dapat dijumpai adanya stria putih transversal (garis Mees)
akibat konsumsi arsen jangka panjang yang berlangsung beberapa bulan. Kuku
yang rapuh dan kerontokan rambut juga merupakan petunjuk kemungkinan
adanya keracunan arsen kronis. Dermatits eksfoliatif dapat terjadi pada
intoksikasi kronis arsen organik.
5. Malaise dengan anemia dan hilangnya berat badan menyebabkan terjadinya
kakeksia dan terjadinya berbagai infeksi. Anemia sering disertai dengan
leukopenia yang berat (kurang dari 1000/cc) dan eosinofilia relatif.
6. Nefrosis dengan albuminuria yang jelas (2).

Mendeteksi kematian karena arsen


Arsen (As2O3) memiliki dosis lethal 120 - 200 mg (1,2,3). Dalam dosis sekecil ini (satu
kapsul sedang, 200 mg), sejumlah 1,610 x 10~18 molekul racun tersebar melalui darah
ke seluruh tubuh dan menyebabkan kematian (1).
Pada otopsi korban keracunan arsen akut akan dijumpai adanya selaput lendir
lambung dan esophagus yang mengalami perbendungan, pengelupasan dan bercak-bercak
perdarahan (esofagitis dan gastroenteritis hemoragika). Pada korban yang meninggal
dalam satu atau dua hari setelah peracunan, kelainan tersebut dapat meluas ke seluruh
usus halus, bahkan kadang-kadang disertai juga oleh adanya pseudomembran diatasnya.
Jika korban meninggal lebih lama lagi dari itu, maka akan dijumpai adanya deposit
lemak pada jaringan hati atau nekrosis hepatoselular, acute tubular necrosis (ATN), dan
miokarditis interstisial. Selain itu pada otopsi dapat juga ditemukan adanya perdarahan
subserosa terutama pada jantung, jaringan longgar mesenterium da daerah
retroperitoneal. Subendokardium ventrikel kiri merupakan tempat predileksi untuk suatu
perdarahan yang jelas dan kecil berupa flame like hemorrhage atau efusi perdarahan
yang luas (2).
Jika korban menelan arsen dalam bentuk padat, secara makroskopik kadangkadang dapat dijumpai adanya kristal putih melekat pada mukosa lambung dan esofagus.
Jika korban baru diotopsi setelah mayat membusuk, maka kristal putih arsen trioksida
akan berubah warna menjadi kuning, karena As2O3 bereaksi dengan H2S, yang terbentuk

pada pembusukan, membentuk senyawa sulfida kuning (As2S3, orpiment) atau jingga
(AsS atau realgar). Sementara itu mukosa gaster warnanya juga berubah dari merah
padam menjadi hijau keunguan sampai hijau kecoklatan. Jika korban bertahan hidup
cukup lama sebelum akhirnya meninggal dunia, mungkin ditemukan adanya efusi para
rongga-rongga serosa serta ulkus pada saluran cerna. Degenerasi lemak yang tidak khas
juga dapat dijumpai pada jaringan hati, jantung dan ginjal (2).
Secara umum semakin lama interval survival korban, maka semakin jelas juga
kelainan anatomi yang terjadi. Lesi inflamasi pada gaster dan usus terjadi terutama
akibat ekskresinya melalui mukosa dan efek toksik langsungnya pada pembuluh darah
kecil submukosa. Kelainan tersebut bertambah parah dengan adanya aksi korosif arsen
terhadap permukaan epitel. Peradangan pada gastrointestinal ini dijumpai juga pada
paparan arsen melalui ulkus kulit yang diberi salep yang mengandung arsen, dan tanpa
paparan arsen peroral.
Pada jaringan otak, arsen menyebabkan destruksi hemoragik dan perivaskuler
(dikenal sebagai Wernicke-like encepphalopathy, arsenical encephalopathy, hemorrhagic
arsenical encephalitis, atau cerebral purpura), yang terjadi akibat kerusakan endotel yang
berat. Secara mikroskopik pada kelainan ini ditemukan adanya trombosis arteriol dan
kapiler serta nekrosis simetris pada daerah pons, korpus kalosum, klaustrum dan
thalamus (2)

Distribusi arsen posmortem


Dengan berkembangnya tehnik pemeriksaan arsen yang amat sensitif pada saat
ini, seperti tehnik neutron activation analysis (NAA), maka data temuan arsen harus
dianalisis secara berhati-hati. Ditemukannya arsen dalam jaringan belum tentu
menunjukkan adanya intoksikasi kecuali jika data anamnesis, sindroma klinis,
pemeriksaan fisik antermortem dan temuan laboratorium serta perubahan anatomi sangat
menyokong kemungkinan adanya keracunan arsen. Konsumsi buah-buahan dan sayursayuran, yang disemprot dengan lead arsenat anti ulat dan tidak cukup dicuci sebelum
dimakan, konsumsi seafood dalam jumlah besar serta inhalasi asap rokok (terutama
tembakau Amerika yang relatif tinggi kadar arsennya) dapat menghasilkan akumulasi
arsen dalam jaringan dalam jumlah yang cukup besar sehingga dapat terdeteksi secara
kimiawi, meskipun tidak dijumpai adanya gejala klinis maupun kelainan anatomic (2).
Pada orang yang tidak punya riwayat paparan arsen, arsen dapat dijumpai dalam
saluran cerna, yang akan cepat dibersihkan melalui urin dan akan dieliminasi secara
sempurna dalam 1 2 hari saja (3)

Kadar arsen dalam kuku dan rambut


Arsen disimpan secara selektif di jaringan ektodermal, terutama di jaringan
keratin kuku dan rambut. Kadar arsen kurang dari 0,1 mg/100 gram rambut umumnya

tidak punya makna. Kadar sebesar itu dapat terjadi akibat akumulasi arsen pada paparan
subklinik pada orang normal.
Pada masa yang lalu ditemukannya arsen dalam jumlah banyak dalam kuku dan
rambut biasanya ditafsirkan sebagai tanda adanya paparan arsen dosis tunggal kadar
tinggi 1 - 2 minggu sebelumnya atau awal dari suatu serial paparan arsen dosis kecil (2).
Penelitian akhir-akhir ini menunjukkan bahwa arsen dapat dideteksi pada rambut dan
kuku dalam jumlah signifikan hanya 30 jam setelah paparan (3). Pada awalnya diduga
bahwa arsen tersebut berasal dari kontaminasi keringat yang mengandung arsen, karena
arsen memang diekskresi melalui keringat dan dapat terikat pada jaringan yang
mengandung keratin jika ia berkontak. Akan tetapi, penelitian Pearson dan Pounds pada
rambut dengan menggunakan metode NAA menyangkal dugaan tersebut (2).
Arsen yang terdapat didalam kuku dan rambut tak akan berubah konsentrasinya
selama bertahun-tahun, kecuali jika jaringan tersebut terpapar dengan lingkungan yang
bersifat asam atau basa kuat. Sampai saat ini masih banyak orang yang percaya bahwa
bahwa deposit arsen pada rambut mengikuti (secara kasar) kecepatan pertumbuhan
rambut, yaitu seperempat sampai setengah inchi perbulan. Dengan demikian, maka
lama dan saat paparan arsen pada korban dapat diperkirakan, jika rambut korban cukup
panjang untuk dibagi dalam beberapa bagian dan dianalisis kandungan arsennya (2)
Orang yang meninggal dalam 6-8 jam setelah menelan arsen dalam jumlah overdosis
umumnya didalam rambutnya tidak menunjukkan adanya arsen (3).

Pemeriksaan toksikologi
Pemeriksaan toksikologi untuk mendeteksi adanya racun dilakukan terhadap sampel urin
(seluruhnya), isi lambung (seluruhnya), darah perifer (10 cc), dan rambut (dicabut dari
pangkalnya). Untuk korban keracunan yang meninggal bahan pemeriksaan diambil juga
dari jaringan otak dan hati (masing-masing 100 gram), ginjal (50 gram), cairan empedu
serta humor vitreus (seluruhnya). Selain bahan-bahan tersebut, sebagai pembanding dapat
juga dilakukan pemeriksaan atas bahan makanan, minuman, obat-obatan yang dicurigai
(1). Pemeriksaan toksikologi terhadap arsen dilakukan dengan metode kolorimetrik
maupun atomic absorption spectroscopy, yang mendeteksi total arsen. Arsen biasanya
telah dapat terdeteksi dalam 2-4 jam setelah masuk secara per oral (3). Untuk
pemeriksaan segmental terhadap rambut dilakukan pemeriksaan dengan neutron
activation analysis (NAA). Batasan nilai toksik arsen dalam berbagai jaringan adalah
sbb: dalam darah 0,6 9,3 mg/L, dalam urin 3,3 mg/L, dalam rambut atau kuku 3 ppm
atau lebih dari 1 ug/gram berat kering (1).
Penatalaksanaan intoksaikasi arsen dilakukan dngan beberapa tindakan sbb:
1. Dekontaminasi usus: Pemberian arang aktif (norit), lavase dan/atau laksan dapat
dilakukan untuk dekontaminasi usus, meskipun efektifitasnya dipertanyakan

2. Percepatan eliminasi: Tindakan hemodialisis dapat dipertimbangkan jika arsen


ditelan dalam jumlah banyak dan ditemukan adanya gejala sistemik berupa
hipotensi, kekacauan mental, koma, oliguria dan / atau asidosis laktat.
Dimercaprol atau BAL dapat diberikan bersama hemodialisis untuk mencegah
kemungkina redistribusi arsen.
3. Terapi suportif: Balans cairan dan elektrolit perlu mendapat perhatian karena
arsen menyebabkan vasodilatasi. Obati hipotensi yang terjadi dengan pemberian
cairan sebelum menggunakan obat vasopresor. Lakukan EKG dan monitor irama
jantung. Lakukan pemantauan fungsi liver dan ginjal secara ketat. Foto ronsn
thoraks juga perlu dilakukan karena pada intoksikasi arsen dapat terjadi
komplikasi edema pulmonal, meskipun jarang, dan dapat pula terjadi gagal napas
sekunder akibat kelemahan otot yang mungkin terjadi beberapa minggu setelah
keracunan berat.
4. Antoidotum: British Anti Lewisite (BAL) dalam minyak (dimercaprol)
merupakan antidotum untuk semua kondisi keracunan arsen akut yang serius,
kecuali untuk intoksikasi arsine. Dosis pemberian BAL bervariasi tergantung dari
berat ringannya paparan arsen. Pada umumnya dosis yang diberikan adalah 3 - 5
mg/kg berat badan (BB), intramuskuler setiap 4 jam selama 2 hari, lalu 3 mg/kg
BB, im setiap 6 jam selama 1 hari, dilanjutkan dengan 3 mg/kg BB, im setiap 12
jam selama 7 hari atau sampai gejala tidak ada lagi atau kadar arsen dalam urin
turun menjadi kurang dari 50 ug/24 jam. Terapi dengan BAL efektif untuk
kelainan hematologik pada keracunan kronis arsen, tetapi tidak efektif untuk
mengobati gejala neurologis. Efek samping BAL meliputi antara lain urtikaria,
rasa terbakar pada bibir, mulut dan tenggorokan, demam, konjuntivitis, sakit
kepala , transient leukopeni dan hipotensi. Penicillamine merupakan terapi
tambahan pada kelainan pencernaan yang serius dan efek sampingnya lebih
ringan dibandingkan BAL. Efek samping serius obat ini (berupa neuritis optika
dan nefrotoksisitas) hanya terjadi jika obat ini digunakan untuk jangka waktu yng
lama. Sensitifitas terhadap penicillamine meliputi demam, rash, leukopeni,
eosinofilia dan trombositopenia. Dosis penicillamine untuk anak-anak adalah 100
mg/kg BB/hari selama 5 hari, dibagi dalam 4 dosis oral dengan dosis maksimal
dosis 1 gram perhari. Pada orang dewasa dosis maksimalnyan adalah 4 x 500 mg.
Obat ini dapat diulangi dengan dosis yang sama setelah istirahat 5 hari, jika gejala
keracunan muncul kembali dan kadar arsen urin tetap tinggi. Obat ini tidak boleh
diberikan pada pasien yang sensitif terhadap penisilin (3). Obat lainnya yaitu
Dimercaptosuccinic acid (DMSA) merupakan obat oral dan diduga bermanfaat
untuk pengobatan jangka panjang atau pengobatan lanjut keracunan arsen dan
untuk khelasi arsen organik. Dimercapto propane sulfonate (DMPS) akan
memproduksi kompleks yang larut air dengan arsen, sehingga lebih baik dari
BAL karena dapat menembus ssp (3)
Arsen merupakan racun yang ada di mana-mana di sekitar kita. Dalam setiap makanan
kita, baik yang nabati maupun hewani, terdapat arsen dalam jumlah yang bervariasi.
Tempat tinggal pada daerah tambang merupakan rawan untuk terjadinya keracunan arsen.
Pola konsumsi yang banyak memakan seafood dan kerang-kerangan juga merupakan

potensi besar untuk mengalami intoksikasi arsen karena tingginya kandungan arsen pada
makanan-makanan tersebut.
Catatan sejarah menunjukkan bahwa peracunan dengan menggunakan racun arsen
merupakan modus pemebunuhan dengan racun yang paling umum sejak jaman dahuklu
kala. Bagi dokter yang kurang berpengalaman dan kurang berwawasan toksikologi, kasus
keracunan arsen seringkali didiagnosis secara salah sebagai kasus penyakit non
keracunan, karena gejalanya yang mirip dengan banyak penyakit lainnya, seperti
gastroenteritis, sindoma Guilian Barre, dermatitis dsb. Keracunan arsen hanya dapat
dideteksi oleh dokter, jika ia memikirkan kemungkinan keracunan arsen dan melakukan
pemeriksaan toksikologi untuk membuktikannya. Bagi dokter yang berpengalaman,
keracunan arsen merupakan jenis keracunan yang relatif mudah ditegakkan karena arsen
selalu meninggalkan jejak pada rambut dan kuku korban, yang dapat menetap selama
bertahun-tahun, bahkan ketika jasad korban telah hancur menjadi tanah.
Dengan adanya pengetahuan mengenai gejala klinis serta pengobatan keracunan
arsen baik yang akut maupun kronis, diharapkan dokter klinik dapat mendeteksi kelainan
ini sedini mungkin secara lebih akurat dan dapat segera melakukan penatalaksanaan
secara tepat pula.

DAFTAR PUSTAKA
1.Trestrail JH. Crimninal poisoning. New Jersey: Humana Press Inc 2000-2001: 27-44,
59-64, 107-108.
2.Adelson L. The pathology of homicide. Springfield- Illinois: Charles C Thomas: 821
- 35.
3.Schonwald S. Medical toxicology: a synopsis qnd study guide. Philadelphia: Lippincott
Williams & Wilkins 2001: 663-5

* dibawakan pada acara Pertemuan Ilmiah Tahunan Perkembangan Mutakhir Ilmu


Penyakit Dalam 2005 FKUI/RSCM Kegawat Daruratan di Bidang Ilmu Penyakit
Dalam, Jakarta 5 Agustus 2005.

You might also like