You are on page 1of 32

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Ensefalitis adalah peradangan akut otak yang disebabkan oleh infeksi


virus. Terkadang ensefalitis dapat disebabkan oleh infeksi bakteri, atau
komplikasi dari penyakit lain. Virus yang tersering menyebabkan ensefalitis
adalah herpes simplex dan arbo virus. Ensefalitis ditandai oleh suhu yang
mendadak naik, kesadaran yang menurun, dan kejang-kejang.

Ensefalitis selain menjadi masalah di China juga merupakan penyakit


yang menjadi masalah dibeberapa negara Asia lainnya, seperti: Jepang, Korea,
Thailand, Taiwan, India.
Selain menyebabkan ensefalitis dengan cacat mental apabila sembuh,
angka kematian yang ditimbulkan juga cukup tinggi. Penyakit ini ditularkan
kepada manusia dengan melalui gigitan nyamuk Culex sp., Anopheles sp.
Reservoir utama dari virusnya adalah babi.
Di Indonesia virus Japanese Echepalitis sudah banyak diisolasi baik dari
vektornya maupun babi dan binatang mamalia yang lain, seperti; sapi, ayam
dan kambing. Prevalensi dari kasus Japanesese encephalitis di Indonesia
belum diketahui dengan pasti. Memang banyak dilaporkan adanya kasus
ensefalitis dari rumah sakit di Indonesia, tetapi apakah ensefalitis itu
disebabkan oleh virus Japanese Encephalitis tidak diketahui.
Dalam sebuah penelitian yang dilakukan di RSCM Jakarta didapatkan
sebuah hasil bahwa dari 95 penderita ensefalitis karena infeksi virus. Dalam
penelitian yang menggunakan metode yang spesifik dan sensitive yaitu ELISA

diketemukan hanya 9 spesimen yang positif artinya ensefalitis disebabkan


oleh virus Japanese Encephalitis.

Ensefalitis diawali dengan masuknya virus ke dalam tubuh pasien


melalui kulit,saluran nafas dan saluran cerna, setelah masuk

ke dalam

tubuh,virus akan menyebar ke seluruh tubuh.

1.2 RUMUSAN MASALAH

Bagaimana asuhan keperawatan pada klien ensefalitis?

1.3 TUJUAN
1.3.1

Tujuan Umum

Untuk mengetahui bagaimana asuhan keperawatan pada klien


ensefalitis

1.3.2

Tujuan khusus

Untuk memahami definisi & klasifikasi ensefalitis

Untuk mengetahui etiologi, patofisiologi & gejala dari ensefalitis

Untuk mengetahui pentalaksanaan, pengkajian & diagnosa dari


ensefalitis

1.4 MANFAAT
Manfaat yang ingin diperoleh dalam penyusunan makalah ini adalah:

Mendapatkan pengetahuan tentang ensefalitis

Mendapatkan pengetahuan tentang asuhan keperawatan pada klien


dengan ensefalitis

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Ensefalitis adalah infeksi yang mengenai CNS yang disebabkan oleh
virus atau mikro organisme lain yang non purulent.
Ensefalitis adalah peradangan akut otak yang disebabkan oleh infeksi
virus. Terkadang ensefalitis dapat disebabkan oleh infeksi bakteri, seperti
meningitis, atau komplikasi dari penyakit lain seperti rabies (disebabkan oleh
virus) atau sifilis (disebabkan oleh bakteri). Penyakit parasit dan protozoa seperti
toksoplasmosis, malaria, atau primary amoebic meningoencephalitis, juga dapat
menyebabkan ensefalitis pada orang yang sistem kekebalan tubuhnya kurang.
Kerusakan otak terjadi karena otak terdorong terhadap tengkorak dan
menyebabkan kematian.
Klasifikasi encephalitis berdasar jenis virus serta epidemiologinya
ialah:
1. Infeksi virus yang bersifat endemik

Golongan enterovirus : Poliomyelitis, virus Coxsackie, virus ECHO.

Golongan virus Arbo : Western equine encephalitis, St. Louis encephalitis,


Eastern equine encephalitis, Japanese B encephalitis, Russian spring
summer encephalitis, Murray valley encephalitis.

2. Infeksi virus yang bersiat sporadik : rabies, Herpes simpleks, Herpes zoster,
Limfogranuloma, Mumps, Lymphocytic choriomeningitis, dan jenis lain
yang dianggap disebabkan oleh virus tetapi belum jela\s.
3. Encephalitis pasca-infeksi : pasca-morbili, pasca-varisela, pasca-rubela,
pasca-vaksinia, pasca-mononukleosis infeksius, dan jenis-jenis lain yang
mengikuti infeksi traktus respiratorius yang tidak spesifik.(Robin cit.
Hassan, 1997)

2.2 Etiologi
Penyebab Ensefalitis terbanyak adalah karena virus. Virus yang
tersering menyebabkan ensefalitis adalah herpes simplex dan arbo virus.
Virus yang jarang adalah mumps dan adeno virus ( pada entero virus )
serta measles, influenza, varisella ( saat post infeksi) dan juga pertusis
( saat post vaksinasi).
Ensefalitis supra akut, bakteri penyebabnya adalah staphylococcus aureus,
streptokok, E.Coli, Myobacterium dan T.Pallidium. Penyebab lain adalah
keracunan arsenik dan reaksi toksin dari thypoid fever, campak dan chicken
pox/cacar air. Penyebab encephalitis yang terpenting dan tersering ialah virus.
Infeksi dapat terjadi karena virus langsung menyerang otak, atau reaksi
radang akut infeksi sistemik atau vaksinasi terdahulu.

2.3 Patofisiologi

Virus masuk tubuh pasien melalui kulit,saluran nafas dan saluran


cerna.setelah masuk ke dalam tubuh,virus akan menyebar ke seluruh tubuh
dengan beberapa cara:
1. Setempat : virus alirannya terbatas menginfeksi selaput lender
permukaan atau organ tertentu.
2. Penyebaran hematogen primer : virus masuk ke dalam darah kemudian
menyebar ke organ dan berkembang biak di organ tersebut.
3. Penyebaran melalui saraf-saraf : virus berkembang biak di permukaan
selaput lendir dan menyebar melalui sistem saraf.

2.4 Pemeriksaan Diagnostik


1. Biakan:
a. Dari darah viremia berlangsung hanya sebentar saja sehingga sukar
untuk mendapatkan hasil yang positif.
b. Dari likuor serebrospinalis atau jaringan otak (hasil nekropsi), akan
didapat

gambaran

jenis

kuman

dan

sensitivitas

terhadap

antibiotika.
c. Dari feses, untuk jenis enterovirus sering didapat hasil yang positif
d. Dari swap hidung dan tenggorokan, didapat hasil kultur positif.
2. Pemeriksaan serologis : uji fiksasi komplemen, uji inhibisi hemaglutinasi
dan uji neutralisasi. Pada pemeriksaan serologis dapat diketahui reaksi
antibodi tubuh. IgM dapat dijumpai pada awal gejala penyakit timbul.
3. Pemeriksaan darah : terjadi peningkatan angka leukosit.
4. Punksi lumbal Likuor serebospinalis sering dalam batas normal, kadangkadang ditemukan sedikit peningkatan jumlah sel, kadar protein atau
glukosa.
5. EEG/ Electroencephalography

EEG sering menunjukkan aktifitas listrik yang merendah sesuai dengan


kesadaran yang menurun. Adanya kejang, koma, tumor, infeksi sistem
saraf, bekuan darah, abses, jaringan parut otak, dapat menyebabkan
aktivitas listrik berbeda dari pola normal irama dan kecepatan.(Smeltzer,
2002)
6. CT scan
Pemeriksaan CT scan otak seringkali didapat hasil normal, tetapi bisa pula
didapat hasil edema diffuse, dan pada kasus khusus seperti Ensefalitis
herpes simplex, ada kerusakan selektif pada lobus inferomedial temporal
dan lobus frontal.(Victor, 2001)

2.5 Manifestasi Klinik


Meskipun penyebabnya berbeda-beda, gejala klinis Ensefalitis lebih
kurang sama dan khas, sehingga dapat digunakan sebagai kriteria
diagnosis. Secara umum, gejala berupa Trias Ensefalitis yang terdiri dari
demam, kejang dan kesadaran menurun. (Mansjoer, 2000). Adapun tanda
dan gejala Ensefalitis sebagai berikut:
1. Suhu yang mendadak naik, seringkali ditemukan hiperpireksia
2. Kesadaran dengan cepat menurun
3. Muntah
4. Kejang-kejang, yang dapat bersifat umum, fokal atau twitching saja
(kejang-kejang di muka)
5. Gejala-gejala serebrum lain, yang dapat timbul sendiri-sendiri atau
bersama-sama, misal paresis atau paralisis, afasia, dan sebagainya
(Hassan, 1997)
Inti dari sindrom Ensefalitis adalah adanya demam akut, dengan
kombinasi tanda dan gejala : kejang, delirium, bingung, stupor atau koma,

aphasia, hemiparesis dengan asimetri refleks tendon dan tanda Babinski,


gerakan involunter, ataxia, nystagmus, kelemahan otot-otot wajah.

2.6 Prognosis dan Komplikasi


Angka kematian untuk ensefalitis ini masih tinggi berkisar antara 35
50% dari penderita yang hidup 20 40% mempunyai komplikasi atau gejala
sisa berupa paresis / paralisis pergerakan koreo atatoid, gangguan penglihatan
atau gejala neurologis lain. Penderita yang sembuh tanpa kelainan neurologis
yang nyata dalam perkembangan selanjutnya masih mungkin menderita
retordasi mental masalah tingkah laku dan epilepsy. Komplikasi jangka
panjang dari ensefalitis berupa sekuele neurologikus yang nampak pada 30 %
anak dengan berbagai agen penyebab, usia penderita, gejala klinik, dan
penanganan selama perawatan. Perawatan jangka panjang dengan terus
mengikuti perkembangan penderita dari dekat merupakan hal yang krusial
untuk mendeteksi adanya sekuele secara dini. Walaupun sebagian besar
penderita mengalami perubahan serius pada susunan saraf pusat (SSP),
komplikasi yang berat tidak selalu terjadi. Komplikasi pada SSP meliputi tuli
saraf, kebutaan kortikal, hemiparesis, quadriparesis, hipertonia muskulorum,
ataksia, epilepsi, retardasi mental dan motorik, gangguan belajar, hidrosefalus
obstruktif, dan atrofi serebral.
2.7 Penatalaksanaan
1. Isolasi, bertujuan mengurangi stimuli/rangsangan dari luar dan sebagai
tindakan pencegahan.
2. Terapi antimikroba, sesuai hasil kultur Obat yang mungkin dianjurkan
oleh dokter :
a.

Ampicillin : 200 mg/kgBB/24 jam, dibagi 4 dosis

b.

Kemicetin : 100 mg/kgBB/24 jam, dibagi 4 dosis

c.

Bila encephalitis disebabkan oleh virus (HSV), agen antiviral


acyclovir secara signifikan dapat menurunkan mortalitas dan
morbiditas HSV encephalitis. Acyclovir diberikan secara intravena
dengan dosis 30 mg/kgBB per hari dan dilanjutkan selama 10-14 hari
untuk mencegah kekambuhan (Victor, 2001).

d.

Untuk kemungkinan infeksi sekunder diberikan antibiotika secara


polifragmasi.

3. Mengurangi meningkatnya tekanan intracranial, manajemen edema otak


a.

Mempertahankan hidrasi, monitor balans cairan; jenis dan jumlah


cairan yang diberikan tergantung keadaan anak.

b.

Glukosa 20%, 10 ml intravena beberapa kali sehari disuntikkan dalam


pipa giving set untuk menghilangkan edema otak.

c.

Kortikosteroid intramuscular atau intravena dapat juga digunakan


untuk menghilangkan edema otak.

4. Mengontrol kejang
Obat antikonvulsif diberikan segera untuk memberantas kejang. Obat yang
diberikan ialah valium dan atau luminal.
a.

Valium dapat diberikan dengan dosis 0,3-0,5 mg/kgBB/kali

b.

Bila 15 menit belum teratasi/kejang lagi bia diulang dengan dosis


yang sama

c.

Jika sudah diberikan 2 kali dan 15 menit lagi masih kejang, berikan
valium drip dengan dosis 5 mg/kgBB/24 jam.

5. Mempertahankan ventilasi
Bebaskan jalan nafas, berikan O2 sesuai kebutuhan (2-3l/menit).
6. Penatalaksanaan shock septik
7. Mengontrol perubahan suhu lingkungan
8

8. Untuk mengatasi hiperpireksia, diberikan kompres pada permukaan tubuh


yang mempunyai pembuluh besar, misalnya pada kiri dan kanan leher,
ketiak, selangkangan, daerah proksimal betis dan di atas kepala.
Sebagai hibernasi dapat diberikan largaktil 2 mg/kgBB/hari dan phenergan
4 mg/kgBB/hari secara intravena atau intramuscular dibagi dalam 3 kali
pemberian. Dapat juga diberikan antipiretikum seperti asetosal atau
parasetamol bila keadaan telah memungkinkan pemberian obat per oral.
(Hassan, 1997)

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian :
1. Anamnesa
a. Identitas : nama, umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa,
alamat, tanggal masuk rumah sakit, nomor register, tanggal
pengkajian dan diagnose medis. Identitas ini digunakan untuk
membedakan klien satu dengan yang lain. Jenis kelamin, umur
dan alamat dan kotor dapat mempercepat atau memperberat
keadaan penyakit infeksi. ensefalitis dapat terjadi pada semua
kelompok umur.
b. Keluhan utama : panas badan meningkat, kejang, kesadaran
menurun.
c. Riwayat penyakit sekarang : mula-mula anak rewel ,gelisah
,muntah-muntah ,panas badan meningkat kurang lebih 1-4 hari ,
sakit kepala.
d. Riwayat penyakit dahulu : klien sebelumnya menderita batuk ,
pilek kurang lebih 1-4 hari, pernah menderita penyakit Herpes,
penyakit infeksi pada hidung,telinga dan tenggorokan.
e. Riwayat Kesehatan Keluarga
Keluarga ada yang menderita penyakit yang disebabkan oleh
virus contoh : Herpes dll. Bakteri contoh : Staphylococcus
Aureus,Streptococcus , E , Coli ,dll.

10

f. Imunisasi : kapan terakhir diberi imunisasi DTP karena


ensafalitis dapat terjadi post imunisasi pertusis.
2. Pemeriksaan fisik (ROS)
B1 (Breathing)

: Perubahan-perubahan akibat peningkatan tekanan


intra cranial menyebabakan kompresi pada batang
otak yang menyebabkan pernafasan tidak teratur.
Apabila tekanan intrakranial sampai pada batas
fatal akan terjadi paralisa otot pernafasan (F. Sri
Susilaningsih, 1994).

B2 (Blood)

Adanya

kompresi

pada

pusat

vasomotor

menyebabkan terjadi iskemik pada daerah tersebut,


hal ini akan merangsaang vasokonstriktor dan
menyebabkan tekanan darah meningkat. Tekanan
pada pusat vasomotor menyebabkan meningkatnya
transmitter rangsang parasimpatis ke jantung.
B3 (Brain)

: Kesadaran menurun. Gangguan tingkat kesadaran


dapat disebabkan oleh gangguan metabolisme dan
difusi serebral yang berkaitan dengan kegagalan
neural akibat prosses peradangan otak.

B4 (Bladder)

: Biasanya pada pasien Ensefalitis kebiasaan mictie


normal frekuensi normal.

B5 (Bowel)

: Penderita akan merasa mual dan muntah karena


peningkatan

tekanan

intrakranial

yang

menstimulasi hipotalamus anterior dan nervus


vagus

sehingga

meningkatkan

sekresi

asam

lambung. Dapat pula terjadi diare akibat terjadi


peradangan sehingga terjadi hipermetabolisme (F.
Sri Susilanigsih, 1994).
B6 (Bone)

: kelemahan

11

3.2 Diagnosa keperawatan


1. Nyeri b/d adanya proses infeksi atau inflamasi, toksin dalam sirkulasi.
2. Hipertermi b/d peningkatan tingkat metabolisme penyakit.
3. Resiko tinggi perubahan perfusi jaringan serebral b/d edema serebral yang
mengubah/menghentikan aliran darah arteri/vena.
4. Ketidakefektifan pola napas b/d kompresi pada batang otak.
5. Resiko tinggi terhadap trauma b/d aktivitas kejang umum.
6. Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan neuromaskuler.
7. Gangguan asupan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan mual muntah.
8. Gangguan sensorik persepsi (penglihatan, pendengaran, gaya bicara) b/d
kerusakan susunan saraf pusat.
3.3 Intervensi keperawatan
1. Nyeri b/d adanya proses infeksi atau inflamasi, toksin dalam sirkulasi.
Tujuan : nyeri hilang
Kriteria hasil :

Klien tidak merasakan nyeri.

Klien menunjukkan postur rileks dan mampu tidur / istirahat


dengan tepat.

INTERVENSI
Mandiri:
1. Berikan

RASIONAL
lingkungan

yang

1. Menurunkan

reaksi
dari

terhadap

tenang, ruangan agak gelap

stimulasi

luar

atau

sesuai indikasi.

sensitivitas pada cahaya dan


meningkatkan istirahat/relaksasi.
2. Menurunkan gerakan yang dapat

2. Tingkatkan

tirah

baring,

meningkatkan nyeri.

bantulah kebutuhan perawatan


diri yang penting.
3. Berikan latihan rentang gerak

12

3. Dapat

membantu

aktif/pasif

secara

tepat

dan

merelaksasikan ketegangan otot

masase otot daerah leher/bahu.

yang

meningkatkan

reduksi

nyeri atau rasa tidak nyaman.


Kolaborasi:
1. Berikan

analgetik,

seperti

1. Untuk

asetaminofen, kodein.

menghilangkan

nyeri

yang berat.

2. Hipertermi b/d peningkatan tingkat metabolism penyakit


Tujuan: suhu tubuh kembali normal (37oC)
Kriteria hasil: pasien menunjukkan suhu tubuh dalam batas normal dan
bebas dari kedinginan.
INTERVENSI
Mandiri:

RASIONAL

1. Pantau suhu pasien (derajat dan


pola)

perhatikan

mengigil/

diasforesis.

1. Suhu 38,9o-41,1oC menunjukkan


proses penyakit infeksius akut.
Pola demam dapat membantu
diagnosis.
2. Suhu ruangan/jumlah selimut

2. Pantau

suhu

lingkungan,

harus

diubah

batasi/tambahkan linen tempat

mempertahanakan

tidur sesuai indikasi.

mendekati normal.

untuk
suhu

3. Dapat membantu mengurangi


3. Berikan kompres mandi hangat
dan

hindari

penggunaan

alkohol.

demam.

Penggunaan

es/alcohol

air

mungkin

menyebabkan

kedinginan,

peningkatan suhu secara actual.


Selain

itu,

alcohol

dapat

mengeringkan kulit.

1. Digunakan untuk mengurangi


Kolaborasi:

demam dengan aksi sentralnya

13

1. Berikan antipiretik, misalnya


ASA

(aspirin),

pada hipotalamus

asetaminofen

(tylenol).
3. Resiko tinggi perubahan perfusi jaringan serebral b/d edema serebral
Tujuan : perfusi jaringan kembali normal
Kriteria Hasil :

Klien menunjukkan tingkat kesadaran dan fungsi motorik /


sensorik membaik.

Tanda-Tanda Vital stabil.

Klien tidak mengeluhkan sakit kepala.

Tidak ada tanda peningkatan TIK

INTERVENSI
Mandiri:

RASIONAL

1. Pertahankan

baring

1. Perubahan tekanan CSS mungkin

dengan posisi kepala datar dan

merupakan poyensi adanya resiko

pantau

herniasi

tanda

tirah
vital

setelah

dilakukan pungsi lumbal.

batang

memerlukan

otak

yang

tindakan

medis

dengan segera.
2. Tinggikan kepala tempat tidur
sekitar 15-45o sesuai indikasi.

2. Peningkatan

3. Pantau/catat status neurologis

aliran

vena

dari

kepala akan menurunkan TIK.

dengan teratur.

3. Pengkajian
adanya

kecenderungan
perubahan

kesadaran

dan

tingkat
potensial

peningkatan TIK adalah sangat


bergu.na

dalam

menentukan

lokasi, penyebaran/luasnya, dan


perkembangan
4. Pantau pernapasan, catat pola

dari

kerusakan

serebral.

dan irama pernapasan.

4. Tipe

dari

pola

pernapasan

merupakan tanda yang berat dari

14

5. Berikan

tindakan

menimbulkan
seperti

yang

adanya peningkatan TIK.

rasa nyaman,

masase

5. Meningkatkan

punggug,

menurunkan

lingkungan yang tenang

istirahat
stimulasi

dan
sensori

yang berlebihan.

6. Berikan waktu isturahat antara


aktivitas perawatan dan batasi
lamanya tindakan tersebut.

6. Mencegah kelelahan berlebihan.


Aktivitas yang dilakukan secara
terus

Kolaborasi:

menerus

dapat

meningkatkan TIK.

1. Berikan cairan IV dengan alat


control

khusus.

Batasi

pemasukan cairan dan berikan


larutan

hipertonik/elektronit

1. Meminilkan

sesuai indikasi.
2. Pantau

gas

fluktuasi

dalam

aliran vaskuler dan TIK.


darah

arteri.

Berikan terapi oksigen sesuai


kebutuhan.

2. Terjadinya
3. Berikan obat sesuai indikasi,
Steroid,

pada

sel

yang

iskemia serebral.

Klorpomasin (Thorazine)

tingkat

memperburuk/meningkatkan

deksametason,

metilprednison.

dapat

menghambat masuknya oksigen

seperti:

asidosis

Dapat menurunkan permeabilitas

Asetaminofen (Tylenol), baik

kapiler

oral maupun rectal

pembentukan edema serebral.

15

untuk

membatasi

Mengatasi kelainan postur tubuh

atau

menggigil

yang

dapat

meningkatkan TIK.

Menurun

metabolism

selular/menurunkan

konsumsi

oksigen dan resiko kejang.


4. Ketidakefektifan pola napas b/d kompresi pada batang otak.
Tujuan: pola napas kembali efektif
Kriteria hasil: Mempertahankan pola pernapasan efektif dengan jalan
napas paten/aspirasi dicegah
INTERVENSI
Mandiri:
1. Pantau

RASIONAL
frekuansi,

irama,

1. Perubahan dapat menandakan

kedalaman pernapasan. Catat

perubahan komplikasi pulmonal

ketidak aturan pernapasan.

atau

menanadakan

lokasi/luasnya keterlibatan otak.


2. Angkat kepala tempat tidur

2. Untuk memudahkan ekspansi

sesuai aturannya, posisi miring

paru/ventilasi

sesuai indikasi.

menurunkan

paru

dan
adanya

kemungkinan lidah jatuh yang


menyumbat jalan napas.
3. Anjurkan

pasien

untuk

3. Mencegah

melakukan nafasa dalam yang

atelektasis.

menurunkan

efektif jika pasien sadar.


Kolaborasi
1. Berikan oksigen.
1. Memaksimalkan oksigen pada
darah

arteri

dalam

dan

pencegahan

membantu
hipoksia.

Jika pusat pernafasan tertekan,


mungkin
16

diperlukan

fentilasi

mekanik.

5. Resiko tinggi terhadap trauma b/d aktivitas kejang umum.


Tujuan : tidak terjadi trauma.
Kriteria Hasil : klien tidak mengalami kejang atau cedera lain.
INTERVENSI
Mandiri:

RASIONAL

1. Pantau adanya kejang/kedutan

1. Mencerminkan
secara

adanya

iritasi

umum

yang

pada tangan,

SSP

Kaki, dan mulut atau otot wajah

memerlukan evaluasi segera dan

yang lain.

intervensi yang mungkin untuk


mencegah komplikasi.

2. Berikan keamanan pada pasien


dengan memberi bantalan pada

2. Melindungi pasien jika terjadi

penghalang tempat tidur.

kejang.

3. Pertahankan tirah baring selam


fase akut.
3. Menurunkan

resiko

terjatuh/trauma
Kolaborasi:

ketika

terjadi

vertigo, sinkope atau ataksia.

1. Berikan obat sesuai indikasi,


seperti

fenitoin

(dilantin),

diazepam (valium), fenobarbital

1. Merupakan

(luminal).

penanganan

indikasi
dan

untuk

pencegahan

kejang.

6. Gangguan mobilitas fisik b/d penurunan kekuatan otot yang ditandai


dengan ROM terbatas.
Tujuan : mobilitas kembali normal
Kriteria hasil : Klien mampu mempertahankan posisi fungsional optimal

17

yang ditunjukkan oleh tidak terdapatnya kontraktur, footdrop.


INTERVENSI
Mandiri:

RASIONAL

1. Periksa kembali kemampuan

1. Mengidentifikasi

kemungkinan

dan keadaan secara fungsional

kerusakan secara fungsional dan

pada kerusakan yang terjadi.

mempengaruhi pilihan intervensi


yang akan dilakukan.
2. Seseorang dalam semua kategori

2. Kaji derajat imobilisasi pasien


dengan

menggunakan

sama-sama mempunyai resiko

skala

kecelakan sehubungan dengan

ketergantungan (0-4).

imobilisasi.
3. Perubahan posisi yang teratur

3. Letakkan pasien pada posisi


tertentu

untuk

kerusakan
Ubah

menghindari

karena

posisi

menyebabkan

pasien

terhadap

tekanan.

berat

meningkatkan

secara

penyebaran
badan

dan

sirkulasi

pada

seluruh bagian tubuh.

teratur.

4. Mempertahankan mobilisasi dan

4. Berikan/bantu untuk melakukan

fungsi

latihan rentang gerak.

sendi/posisi

normal

ekstremitas.

7. Gangguan asupan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan


dengan mual muntah dan penurunan nafsu makan.
Tujuan : Nafsu makan klien kembali normal.
Kriteria hasil : Porsi makan habis
INTERVENSI
Mandiri:

RASIONAL

1. Timbang berat badan sesuai


indikasi.

1. Mengevaluasi keefektifan atau


kebutuhan mengubah pemberian
nutrisi.

2. Jaga

keamanan

memberikan

makan

saat

2. Menurunkan resiko regurgitasi

pada

dan/atau terjadinya aspirasi.

pasien, seperti tinggikan kepala

18

tempat tidur selama makan.


3. Berikan makan dalam jumlah

3. Meningkatkan

proses

kecil dan dalam waktu yang

pencernaan dan toleransi pasien

sering dengan teratur.

terhadap nutrisi yang diberikan


dan

dapat

meningkatkan

kerjasama pasien saat makan.


4. Tingkatkan

kenyamanan

dan

4. Meningkatkan pemasukan dan

lingkungan yang santai.

menormalkan fungsi makan.

Kolaborasi:
1. Pantau

1. Mengidentifikasi
pemeriksaan

defisiensi

nutrisi, fungsi organ, dan respon

laboratorium, seperti albumin

terhadap terapi nutrisi tersebut.

darah, transferin, keadaan asam


amino, zat besi, ureum atau
kreatinin,

keseimbangan

nitrogen, glukosa, dan elektrolit


darah.

2. Merupakan sumber yang efektif

2. Konsultasi dengan ahli gizi.

utuk

mengidentifikasi

kebutuhan
tergantung

kalori/nutrisi
pada

usia,

berat

badan, ukuran tubuh, keadaan


penyakit sekarang.
8. Gangguan sensorik persepsi (penglihatan, pendengaran, gaya bicara) b/d
kerusakan susunan saraf pusat.
Tujuan : fungsi sensorik motorik kembali normal
Kriteria hasil : klien menunjukkan tingkat kesadaran dan fungsi persepsi
normal.
INTERVENSI
Mandiri:

RASIONAL

1. Pantau secara teratur perubahan


orientasi, kemampuan berbicara,

19

1. Fungsi

serebral

bagian

atas

biasanya terpengaruh lebih dulu

afektif, sensorik dan proses

oleh adanya gangguan sirkulasi,

pikir.

oksigenasi.

2. Hilangkan suara bising/stimulus


yang

berlebihan

sesuai

kebutuhan.

2. Menurunkan ansietas, respon


emosi yang berlebihan/bingung
yang

3. Bicara

dengan

suara

yang

lembut dan pelan. Gunakan


kalimat

yang

pendek

dan

sederhana.

berhubungan

dengan

sensorik yang berlebihan.


3. Pasien

mungkin

mengalami

keterbatasan
perhatian/pemahaman

selama

fase akut dan tindakan ini dapat


membantu

pasien

untuk

memunculkan komunikasi.

Lampiran: WOC
Virus (herpes simplex, arbo virus), bakteri (staphylococcus aureus), keracunan arsenic, reaksi toksin

Masuk melalui kulit, sel napas, sel cerna

Infeksi menyebar melalui darah


Ketidakefe
ktifan pola
Pernapasan
Kompresi
pada
tidak
napas
teratur
batang
otak

nyeri

20
Gangguan
neural Peradangan
PeningkatanSSP
TIK

Infeksi menyebar
melalui system saraf
Gangguan
asupan nutrisi
Menstimulasi
kurang
dari
hipotalamus
Nafsu
makan
Meningkatkan
sekresi
kebutuhan
anterior
dan
nervus
Mual,
muntah
menurun
asam
lambung
Kerusakan SSP

Gangguan sensorik persepsi


(penglihatan, pendengaran,
gaya bicara)

Edema
serebral

Peningkatan
metabolisme

Kerusakan
perfusi
jaringan
serebral

Gangguan
metabolism dan
disfungsi serebral

Kesadaran
menurun
(stupor)

Gangguan
transmisi impuls

kejang

Resiko tinggi trauma

Kelemahan neueologis
Gangguan
mobilitas fisik

Contoh kasus
1. Biodata pasien
Nama

: anak K

21

hiper
termi

Jenis kelamin

: perempuan

Tempat dan tgl lahir: Surabaya, 27 Agustus 2007


Umur

: 2 tahun 3 bulan

Nama Ayah

: Tn. M

Nama Ibu

: Ny. N

Pendidikan Ayah : S.M.P


Pendidikan Ibu

: SD

Agama

: Islam

Suku Bangsa

: Jawa

Diagnosa medis : ensefalitis


2. Riwayat penyakit sekarang:
panas badan meningkat, napsu makan menurun makan mau kurang lebih
2 sendok, dibawah ke Puskesmas tidak sembuh. keluar gabagan ,panas
mulai turun.
Keluhan Utama
Pasien mengalami kejang spastik selama kurang lebih 10 menit dan
kurang lebih 4x / hari.
3.

Riwayat keperawatan sebelumnya

4. Tumbuh kembang
Anak mulai berjalan umur 1 th, duduk umur 8 bln, tengkurap
Umur 4 bl, 9 bl sudah ngoceh, 1 th mulai berbicara mama, dada.
5. Imunisasi : sudah lengkap
BCG 1x, DPT 3x, Polio 4x, Campak 1x, Hepatitis 2x belum boster

22

6. Status Gizi
B.B sebelum sakit 15 kg
Saat ini BB 11,9 kg
Seharusnya BB : 2x 310+8= 15,8 kg
Jadi 11,9kg / 15,8 kg = 75,3 %= gizi kurang.
7. Riwayat Kesehatan keluarga.
Riwayat penyakit keturunan (kencing manis,Hipertensi,jantung, penyakit
jiwa,tidak ada)
Pemeriksaan ROS (Review of System)
B1 : tidak ada reflek batuk akibat paralysis, RR = 28x/menit,
B2 : TD = 90/60 mmHg, nadi = 90 x/mnt, suhu = 39 C, perfusi perifer
menurun.
B3 : anak mengalami penurunan kesadaran berupa stupor dan GCS nya 2 2 2,
pupil terlihat normal, kejang, nystagmus, kelemahan pada otot wajah.
B4 : pengeluaran urin berkurang(2x/hari), warna urin kuning pekat.
B5 : penurunan nafsu makan, BAB x/hari, mual dan muntah.
B6 : anak mengalami kelemahan, ada lesi di kulit, nyeri pada otot dan
persendian, asimetris reflek tendon dan tanda babinski gerak reflek
involunter.

Data radiologi dan laboratorium


Radiologi:
1. Cor : besar dan bentuk normal

23

2. Pulmo : tidak tampak kelainan


3. CT Scan : adanya bakteri pada CSF
Laboratorium
Terapi / pengobatan
1. Infuse 28x/menit
2. Acyclovir IV 30mg/kgBB
3. Glukosa 10% 10 ml IV
4. Valium 0,3 0,5 mg/kgBB

Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan yang timbul :
1. Ketidakefektipan bersihan jalan nafas b/d reflek batuk tidak ada (paralysis)
2. Asupan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d mual, muntah, dan
penurunan nafsu makan.
3. Resiko kontraktur b/d kejang spastik berulang
4. Terjadi obstipasi b/d kurangnya mobilisasi dan intake cairan.
5. Resiko gangguan integritas kulit b/d daya tahan tubuh terhadap infeksi
turun dan immobilisasi
6. Resiko trauma b/d kejang spastik

Intervensi
1. Ketidakefektipan bersihan jalan nafas b/d reflek batuk tidak ada (paralysis)
24

Tujuan : Jalan napas bersih


Kriteria hasil:

Jalan nafas bebas ( bersih )

Tidak ada suara napas tambahan

Tidak ada ronchi kanan / kiri

Tidak ada whezing kanan /kiri

R.R antara 20-28 x / menit

Intervensi
1. berikan

nebulezer

2x

Rasional
1. mengencerkan secret.

sehari(pagi sore).
2. Lakukan saction setiap ada

2. sekret atau ludah yang berada


di mulut dan tenggorokan

riak / sekret di mulut dan

hilang, jalan napas bebas.

tenggorokan.
3. observasi

tanda-tanda

3. Deteksi

kardinal dan tanda-tanda


sumbutan

jalan

dini

agar

dapat

dilakukan intervensi lanjutan.

napas

setiap 3jam.

4. dengan

diberi

penjelasan

4. Berikan penjelasan pada

diharapka ibu klien mengerti

ibu klien tentang penyebab

dan mau membantu semua

ketidak

tindakan yang diberikan.

efektifan yang

akan diberikan.

2. Asupan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d mual, muntah, dan
penurunan nafsu makan.
Tujuan : Nafsu makan klien kembali normal.
Kriteria hasil : Porsi makan habis
INTERVENSI

RASIONAL
25

Mandiri:
1. Timbang berat badan sesuai

1. Mengevaluasi keefektifan atau

indikasi.

kebutuhan mengubah pemberian


nutrisi.

2. Jaga

keamanan

memberikan

makan

saat

2. Menurunkan resiko regurgitasi

pada

dan/atau terjadinya aspirasi.

pasien, seperti tinggikan kepala


tempat tidur selama makan.
3. Berikan makan dalam jumlah

3. Meningkatkan

proses

kecil dan dalam waktu yang

pencernaan dan toleransi pasien

sering dengan teratur.

terhadap nutrisi yang diberikan


dan

dapat

meningkatkan

kerjasama pasien saat makan.


4. Tingkatkan

kenyamanan

dan

4. Meningkatkan pemasukan dan

lingkungan yang santai.

menormalkan fungsi makan.

3. Resiko kontraktur b/d kejang spastik berulang


Tujuan :
Tidak terjadi kontraktur
Ktiteria hasil :

Tidak terjadi kekakuan sendi

Dapat menggerakkan anggota tubuh

Intervensi
Mandiri

Rasional

1. Lakukan latihan pasif mulai


ujung ruas jari secara bertahap.
2. Lakukan

perubahan

1. Melatih melemaskan otot-otot,


mencegah kontraktor.

posisi

setiap 2 jam

2. Dengan melakukan perubahan


posisi diharapkan perkusi ke

26

jaringan lancar, meningkatkan


daya pertahanan tubuh .
3. Observasi

gejala

kaerdinal

3. Dengan melakukan observasi

setiap 3 jam.

dapat melakukan deteksi dini


bila

ada

kelainan

dapat

dilakukan intervensi segera


4. Dengan
4. Berikan penjelasan pada ibu
klien

tentang

terjadinya

penjelasan

diharapkan keluarga mengerti

penyebab

spastik

diberi

dan mau membantu program

,Terjadi

perawatan .

kekacauan sendi.
1. Diberi dilantin / valium ,
Kolaborasi
1.

kejang / spastik hilang

pemberian

pengobatan

spastik dilantin / valium sesuai


Indikasi

4. Terjadi obstipasi b/d kurangnya mobilisasi dan intake cairan


Tujuan :
Proses eliminasi kembali normal
Kriteria hasil :
Klien mampu mempertahankan pola eliminasi tanpa ileus

Intervensi
Mandiri

Rasional

1. Anjurkan pasien untuk minum


paling

sedikit

1. Dapat melembabkan feses dan

2000ml/hari

memfasilitasi eliminasi

27

(jika pasien dapat menelan)


2. Berikan privasi dan posisi
fowler pada tempat tidur(jika
memungkinkan)

2. Meningkatkan

dengan

usaha

evakuasi

feses.

jadwal waktu secara teratur.


3. Periksa

kembali

adanya

kesulitan defekasi karena feses


yang

keras

atau

karena

3. Pengeluaran feses secara manual

penurunan-sampai pada tidak

dengan hati-hati mungkin perlu,

adanya feses atau diare.

yang

dilakukan

dengan

intervensi

Kolaborasi

bersamaan
lain

untuk

menstimulasi pengeluaran feses.

1. Beri obat pelembek feses,


supositoria,

laksatif,

atau

penggunaan

selang

rectal

1. Mencegah

konstipasi,

menurunkan distensi abdomen,

sesuai kebutuhan.

dan membantu dalam keteraturan


proses defekasi.

2. Tingkatkan diet makanan yang


berserat

atau

2. Membantu

perubahan

dalam

mengatur

konsistensi fekal dan menurunkan

kecepatan dan jenis makanan.

konstipasi (diare, konstipasi)

5. Resiko gangguan integritas kulit b/d daya tahan tubuh terhadap infeksi
turun dan imobilisasi
Tujuan : kulit kembali normal tanpa adanya lesi
Kriteria hasil : klien dapat berpartisipasi pada tingkat kemampuan untuk
mencegah kerusakan kulit.
INTERVENSI
Mandiri:

RASIONAL

1. Inspeksi seluruh area kulit, catat

28

1. Kulit biasanya cenderung rusak

pengisian

kapiler,

kemerahan,

adanya

karena

perubahan

sirkulasi

pembengkakan.

perifer, ketidakmampuan untuk

Beriakan perhatian khusus pada

merasakan tekanan, imobilisasi,

daerah belakang kepala atau

gangguan pengaturan suhu.

pada

lekukan

dimana

kulit

sering tertekan
2. Lindungi

2. Meningkatkan

sendi

menggunakan

dengan

bantalan

melindungi

busa,

perubahan

ddan

permukaan

kulit.

Mengurangi terjadinya ulserasi.

wool pada daerah tumit/siku.


3. Lakukan

sirkulasi

3. Meningkatkan

posisi

sirkulasi

pada

kulit dan mengurangi tekanan

sesering mungkin di tempat

pada

tidur atau sewaktu duduk.

menonjol.

Kolaborasi:

daerah

tulang

yang

1. Meningkatkan sirkulasi sistemik

1. Berikan terapi kinetik

dan perifer dan menurunkan

Atau matras, berikan tekanan

tekanan pada kulit, mengurangi

sesuai kebutuhan.

kerusakan kulit.

6. Resiko trauma b/d kejang spastik


Tujuan : tidak terjadi trauma.
Kriteria Hasil : klien tidak mengalami kejang atau cedera lain.
INTERVENSI
Mandiri:

RASIONAL

1. Pantau adanya kejang/kedutan

1. Mencerminkan

29

adanya

iritasi

pada tangan, Kaki, dan mulut

SSP

secara

umum

yang

atau otot wajah yang lain.

memerlukan evaluasi segera dan


intervensi yang mungkin untuk

2. Berikan keamanan pada pasien

mencegah komplikasi.

dengan memberi bantalan pada

2. Melindungi pasien jika terjadi

penghalang tempat tidur.

kejang.

3. Pertahankan tirah baring selam


fase akut.
3. Menurunkan

resiko

terjatuh/trauma
Kolaborasi:

ketika

terjadi

vertigo, sinkope atau ataksia.

1. Berikan obat sesuai indikasi,


seperti

fenitoin

(dilantin),

diazepam (valium), fenobarbital

1. Merupakan

(luminal).

penanganan
kejang.

30

indikasi
dan

untuk

pencegahan

BAB IV
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
Ensefalitis adalah peradangan akut otak yang disebabkan oleh infeksi virus.
Virus yang tersering menyebabkan ensefalitis adalah herpes simplex dan arbo
virus.. Klasifikasi encephalitis berdasar jenis virus serta epidemiologinya ialah:
Infeksi virus yang bersifat endemic,sporadic,dan pasca infeksi. Ensefalitis ditandai
oleh suhu yang mendadak naik, kesadaran yang menurun, dan kejang-kejang.
Angka kematian untuk ensefalitis ini masih tinggi berkisar antara 35 50% dari
penderita yang hidup 20 40% mempunyai komplikasi atau gejala sisa berupa
paresis / paralisis pergerakan koreo atatoid, gangguan penglihatan atau gejala
neurologis lain
Pemeriksaan pada ensefalitis ini dapat dilihat melalui pemeriksaan fisik
dan beberapa pemeriksaan diagnostic antara lain : biakan,pemeriksaan
serologis,EEG,CT scan,pemeriksaan darah dan Punksi lumbal

Likuor

serebospinalis.

4.2 SARAN

Untuk mencegah penyakit ensefalitis, hal yang penting untuk dilakukan


adalah Isolasi, bertujuan mengurangi stimuli/rangsangan dari luar dan sebagai
tindakan pencegahan.seseorang yang mengalami ensefalitis ini bisa juga
dilakukan dengan Terapi antimikroba, sesuai hasil kultur Obat yang mungkin
dianjurkan oleh dokter :Ampicillin : 200 mg/kgBB/24 jam, dibagi 4 dosis,
Kemicetin : 100 mg/kgBB/24 jam, dibagi 4 ,Acyclovir diberikan secara intravena,
Penatalaksanaan shock septik dan Mengontrol perubahan suhu lingkungan.

31

DAFTAR PUSTAKA

Ginsberg, Lionel.2007.Lecture Notes Neurologi.Jakarta:Erlangga.


Doenges,Marilynn

E,dkk.1999.Rencana

Asuhan

Keperawatan

Edisi

Jakarta:EGC
http://ebdosama.blogspot.com/2009/03/ensefalitis-adalah-peradangan-akutotak.html diakses tanggal 17 November 2009 jam 19.00
http://one.indoskripsi.com/judul-skripsi-tugas-makalah/tugas-kuliahlainnya/asuhan-keperawatan-keluarga-dengan-anak-sekolah-denganmasalah-kesehatan-epi
diakses tanggal 17 November 2009 jam 19.35
http://tugassekolahonline.blogspot.com/2009/03/ensefalitis.html
diakses tanggal 17 November 2009 jam 20.00
http://ensefalitis_files/askep-anak-dengan-encephalitis.html
diakses tanggal 21 November 2009 jam 16.00
http://radit11.wordpress.com/2009/04/14/askep-ensefalitis/
diakses tanggal 08 Desember 2009 jam 22.00

32

3.

You might also like