Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Kehamilan dan periode setelah melahirkan merupakan transisi besar dalam
hidup dengan perubahan dan tantangan pada seorang wanita. Perbedaan antara
respons alami terhadap transisi ini dan pengobatan gangguan yang membutuhkan
bisa sulit untuk dideteksi, baik untuk ibu baru dan untuk orang-orang di
sekelilingnya. Bagi banyak wanita, pada periode ini terjadi peningkatan
kerentanan psikologis dan kesusahan, yang terdeteksi di seluruh spektrum baik
bagi kesejahteraan wanita itu, ikatan antara ibu dan anak, dan untuk seluruh
keluarga.1
Seorang wanita akan mengalami perubahan hormon dalam tubuhnya,
rutinitas sehari-hari dan tidur pola. Tidaklah mengherankan bahwa banyak wanita
merasa sedih, kewalahan dan menangis pada periode ini.2
Literatur
umumnya
menggambarkan
tiga
jenis
distress:
postnatal
blues/baby blues, depresi pasca melahirkan, dan psikosis pasca kelahiran. Baby
blues (ketidakstabilan mood dan depresi ringan) adalah reaksi yang relatif normal
dalam kehidupan yang dapat dianggap sebagai pelepas ketegangan setelah
kelahiran. Ketidakstabilan emosional selama hari-hari pertama setelah lahir
dialami oleh 50-80% dari semua wanita. Masalah tidur, gangguan konsentrasi,
mudah menangis dan nafsu makan berkurang adalah tanda-tanda umum baby
blues setelah melahirkan. Jika kondisi ini tidak hilang dalam waktu singkat, baby
blues mungkin merupakan tanda munculnya depresi postnatal. Praktisi kesehatan
dalam perawatan primer memainkan peran penting dalam mengenali reaksi baby
blues mungkin parah dan berkepanjangan.1
BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
1. Definisi
Baby blues/postnatal blues/ maternity blues adalah fenomena ringan dan
sementara ditandai terutama oleh perasaan menangis, lelah, cemas, pelupa, kacau,
overemotional, perubahan suasana hati dan tidak bersemangat yang terjadi selama
hari-hari pertama masa nifas.3,4 Umumnya terjadi antar 7-10 hari pertama setelah
melahirkan.5
2. Epidemiologi
Baby blues sudah dikenal sejak lama. Savage pada tahun 1875 telah
menulis referensi di literatur kedokteran mengenai suatu keadaan disforia ringan
pasca-salin yang disebut sebagai milk fever karena gejala disforia tersebut
muncul bersamaan dengan laktasi. Dewasa ini, baby blues syndrome atau sering
juga disebut maternity blues atau postpartum blues dimengerti sebagai suatu
sindroma gangguan afek ringan yang sering tampak dalam minggu pertama
setelah
persalinan,
dan
ditandai
dengan
gejala-gejala
seperti:
reaksi
Dalam dekade terakhir ini, banyak peneliti dan klinisi yang memberi
perhatian khusus pada gejala psikologis yang menyertai seorang wanita pasca
salin, dan telah melaporkan beberapa angka kejadian dan berbagai faktor yang
diduga mempunyai kaitan dengan gejala-gejala tersebut. Berbagai studi mengenai
baby blues syndrome di luar negeri melaporkan angka kejadian yang cukup tinggi
dan sangat bervariasi antara 26-85%, yang kemungkinan disebabkan karena
adanya perbedaan populasi dan kriteria diagnosis yang digunakan..4
3. Etiologi
Etiologi dari baby blues tidak dipahami dengan baik, banyak penelitian telah
meneliti perubahan biologis yang dramatis terjadi selama persalinan, persalinan,
dan periode postpartum langsung serta faktor-faktor psikososial dan kepribadian.
Umumnya diyakini memiliki dasar biologis karena penurunan mendadak hormon
ovarium setelah melahirkan yaitu estradiol dan progesteron tertentu. 5,7 Harris
(1994) juga mengatakan kemurungan (blues) ini dipicu oleh turunnya
progesteron.6
Studi yang dilakukan oleh Condon dan Watson (1987) pada 89 wanita
tentang penyebab dan prediktor baby blues menemukan bahwa prediktor yang
paling umum adalah rasa pesimisme pada akhir kehamilan mengenai persalinan
dan periode segera setelah persalinan.7
Penelitian lain yang dilakukan oleh O 'Hara dkk (1991) pada 182 wanita
kaitan faktor biologi dan faktor psikososial dengan baby blues. Riwayat depresi
sebelumnya dan pada keluarga, penyesuaian sosial yang buruk, peristiwa
kehidupan yang penuh stres, depresi pramenstruasi, dan tingkat estriol bebas dan
total yang asosiasi antara blues.7
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Setyowati dan Uke (2006)
menjelaskan bahwa kemungkinan baby blues disebabkan oleh: pengalaman tidak
menyenangkan pada periode kehamilan dan persalinan sebanyak 38,71%, faktor
psikososial (dukungan sosial) sebanyak 19,35% dan kondisi bayi baru lahir
sebanyak 16,13% serta faktor spiritual sebanyak 9,78%.8
Individu yang berisiko mengalami baby blues antara lain:
1. Mempunyai riwayat premenstrual syndrome atau depresi sebelum hamil.
Perempuan dengan riwayat ini mempuyai risiko lebih tinggi untuk
terjadinya baby blues. Bloch (2005) mengidentifikasi faktor risiko yang
tanpa sebab
Mudah kesal, mudah tersinggung dan tidak sabar
Tidak memiliki atau kurang bertenaga
Cemas, merasa bersalah dan tidak berharga
Menjadi tidak tertarik dengan bayi atau menjadi terlalu memperhatikan
f.
g.
h.
i.
j.
Keadaan ini akan terjadi beberapa hari saja setelah melahirkan dan biasanya
akan berangsur-angsur menghilang dalam beberapa hari dan masih dianggap
sebagai suatu kondisi yang normal terkait dengan adaptasi psikologis postpartum.
Apabila memiliki faktor predisposisi dan pemicu lainnya maka dapat berlanjut
menjadi depresi postpartum.8
Tabel 2.1 perbandingan antara baby blues dengan depresi postpartum10
Karakteristik
Postpartum Depression
Insidens
Onset
melahirkan
3 5 hari setelah melahirkan
melahirkan
Dalam waktu 3-6 bulan setelah
melahirkan
Bulan sampai tahun jika tidak
Tidak ada
diobati
Ada, terutama kurang
dukungan
Ada hubungan yang kuat
dalam keluarga
Rasa sedih
Mood labil
Ada
Ada
Ada
Sering pada awalnya kemudian
Anhedonia
Gangguan tidur
Keinginan untuk bunuh diri
Keinginan untuk menyakiti
Ada
Kadang-kadang
Tidak ada
Jarang
bayi
Rasa bersalah,
ketidakmampuan
ringan
Durasi
Stressor terkait
5. Patofisiologi
Persalinan dilihat dari perspektif fisiologi akan menimbulkan perubahan
sirkulasi hormonal secara dramatis. Perubahan hormonal ini secara biologis akan
mempengaruhi kondisi emosional seorang wanita. Perubahan hormon tersebut
antara lain adanya penurunan kadar hormon estrogen, progesteron dan endorphin
setelah kelahiran plasenta serta tingginya kadar hormon prolaktin dan hormon
darah
dari
Corticotropin
Releasing
Hormone
(CRH),
6. Kriteria diagnostik
Menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental disorders (DSM) IV,
baby blues dikategorikan dalam Major Depression.
Terdapat
gejala
berupa
kesedihan,
disfori,
sering
menangis
dan
menyenangkan.
Tidak memperhatikan diri sendiri dan menarik diri dari keluarga dan teman.
Tidak memperhatikan atau bahkan perhatian yang berlebihan pada anak.
Perasaan takut telah menyakiti anak.
Tidak tertarik pada seks.
Perasaan berubah-ubah dengan ekstrim, terganggu proses berpikir dan
konsentrasi.
h. Kesulitan dalam membuat keputusan sederhana.
Sampai saat ini belum ada alat test khusus yang dapat mendiagnosa secara
langsung postpartum blues. Secara medis, dokter menyimpulkan beberapa
simptom yang tampak dapat disimpulkan sebagai gangguan depresi postpartum
blues bila memenuhi kriteria dan gejala yang ada. Kekuranganhormone thyroid
yang ditemukan pada individu yang mengalami kelelahanluar biasa (fatique)
ditemukan juga pada ibu yang mengalami postpartum blues mempunyai jumlah
kadar thyroid yang sangat rendah.
Skrining untuk mendeteksi gangguan mood/depresi sudahmerupakan acuan
pelayanan pasca salin yang rutin dilakukan. Untuk skrining ini dapat
dipergunakan beberapa kuesioner dengan alat bantu.Endinburgh Postnatal
Depression Scale (EPDS) merupakan kuesioner dengan validasi yang teruji yang
dapat mengukur intensitas perubahan perasaan depresi selama 7 hari pasca
salin.Pertanyaan-pertanyaan berhubungan dengan labilitas perasaan, kecemasan,
perasaan bersalah sertamencakup hal-hal lain yang terdapat pada postpartum
blues.Kuesiner initerdiri dari 10 pertanyaan, dimana setiap pertanyaan memiliki 4
pilihan jawaban yang mempunyai nilai skor dan harus dipilih satusesuai dengan
gradasi perasaan yang dirasakan ibu pasca salin saat itu.Pertanyaan harus dijawab
sendiri oleh ibu dan rata rata dapat diselesaikandalam waktu 5 menit, nilai scoring
lebih besar 12 memiliki sensitifitas 86% dan nilai prediksi positif 73% untuk
mendiagnosis postpartum blues. EPDS dapat dipergunakan dalam minggu
pertama pasca salin dan bila hasilnya meragukan dapat diulangi pengisiannya 2
minggukemudian.11
7. Penatalaksanaan
Tidak ada perawatan khusus untuk baby blues jika tidak ada gejala yang
signifikan. Empati dan sukungan keluarga serta staf kesehatan diperlukan. Jika
gejala tetap ada lebih 2 minggu diperlukan bantuan profesional.12
Konsultasi kejiwaan umumnya tidak diperlukan. Namun, pasien harus
diinstruksikan untuk menghubungi dokter kandungan atau primary care
providernya jika gejala menetap lebih dari dua minggu untuk menidentifikasi dini
gangguan afektif yang lebih parah. Wanita dengan riwayat penyakit jiwa, terutama
depresi postpartum harus dipantau lebih dekat karena mereka berisiko lebih tinggi
untuk terkena penyakit nifas yang signifikan.
Disebabkan keparahan postpartum blues biasanya ringan dan menghilang
secara spontan, tidak ada pengobatan khusus selain dukungan dan reassurance
yang diindikasikan. Gejala-gejala yang timbul mungkin menyebabkan penderitaan
mereka
dari
situasi
yang
menakutkan.Mungkin
juga
pertolongan
praktis.Dengan
bantuan
dari
teman
dan
mungkin
menghilangkan
beberapa
kegiatan,
10
yang memadai dari para petugas obstetri, yaitu:dokter dan bidan/perawat sangat
diperlukan, misalnya dengan caramemberikan informasi yang memadai/adekuat
tentang proses kehamilan dan persalinan, termasuk penyulit-penyulit yang
mungkin timbul dalam masa-masa tersebut serta penangganannya.Postpartum
blues juga dapat dikurangi dengan cara belajar tenangdengan menarik nafas
panjang dan meditasi, tidur ketika bayi tidur, berolahraga ringan, ikhlas dan tulus
dengan peran baru sebagai ibu, tidak perfeksionis dalam hal menguruskan bayi,
membicarakan rasa cemas danmengkomunikasikannya, bersikap fleksibel,
bergabung dengan kelompok ibu-ibu baru.
Dalam penangganan para ibu yang mengalami postpartum blues dibutuhkan
pendekatan
menyeluruh/holistik.
Pengobatan
medis,konseling,
emosional,
11
BAB III
KESIMPULAN
Baby blues syndrome atau sering disebut juga dengan istilah maternity
blues atau postpartum blues adalah gangguan emosi ringan yang biasanya terjadi
dalam kurun waktu 2 minggu atau 14 hari setelah ibu melahirkan. Banyak faktor
yang bisa menyebabkan baby bluessyndrome, yaitu: dari ibu, bayi yang di
lahirkan dan lingkungan sekitar. Ketidakseimbangan hormonal, hormon thyroid,
perubahan gaya hidup juga dilaporkan sebagai faktor yang menyebabkan baby
blues syndrome.
Baby blues ditandai perasaan sedih, seperti menangis, perasaan kesepian
atau menolak bayi, cemas, bingung, lelah, merasa gagal dan tidak bisa tidur. Baby
blues relatif ringan dan biasanya berlangsung 2 minggu. Perbedaan dengan
syndrome of postpartum distress adalah pada frekuensi, intensitas dan lamanya
durasi gejala.Dalam postpartum depression, gejala yang lebih sering, lebih intens
dan lebih lama. Seseorang terdiagnosis baby blues syndrome apabila terlihat
secara psikologis kejiwaannya seperti di bawah ini:
murung, dan sering menangis tanpa ada sebab (tidak jelas penyebabnya).
Seringkali merasa kelelahan dan sakit kepala dalam beberapa kasus sering
migrain.
Perasaan ketidakmampuan, misalnya dalam mengurus anak.
Adanya perasaan putus asa
12
Jika pasien mengalaminya lebih dari 2 minggu, bisa jadi pasien mengalami
postpartum depression. Apabila gejala diatas tidak disadari dan lama kelamaan
tekanan atau stres yang dirasakan semakin kuat atau semakin besar maka
penderita akan mengalami depresi pasca melahirkan yang berat.
Meskipun gejalanya cukup ringan bila dibandingkan dengan postpartum
depression, bukan berarti sindrom ini bisa di abaikan begitu saja. Penanganan
yang bisa dilakukan antara lain: istirahat yang cukup, berolahraga teratur,
mengkonsumsi makanan yang bergizi, dan yang paling penting adalah melakukan
relaksasi agar emosi tetap terjaga.
DAFTAR PUSTAKA
13
9. V. OKeane. 2011. Changes in the Maternal Hypothalamic-PituitaryAdrenal Axis During the Early Puerperium may be Related to the
Postpartum Blues. Journal of Neuroendocrinology 23, 11491155.
10. Sadock BJ, Sadock VA. 2010. Kaplan & Sadocks Buku Ajar Psikiatri
Klinis. Edisi 2. Jakarta. EGC.
11. Cox, J.L., Holden, J.M., and Sagovsky, R. 1987. Detection of postnatal
depression: Development of the 10-item Edinburgh Postnatal Depression
Scale. [Online]..
http://www.fremantlemedicarelocal.com.au/wpcontent/uploads/2012/05/Postnatal-Depression-Scale-guide-for-healthprofessionals.pdf. [diakses pada tangga 08 Februari 2014].
12. Bahiyatun. 2009. Buku ajar asuhan kebidanan nifas normal. Jakata . EGC.
14