You are on page 1of 41

PRESENTASI KASUS

MORBILI

Disusun oleh :
Mutiara Yunita
1210221041
Moderator :
Dr. Dyah Silviaty, SpA. MH.Kes
Tutor :
dr. Huiny Tjokrohusada, SpA.MH.Kes

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK


RUMAH SAKIT PUSAT ANGKATAN DARAT GATOT SOEBROTO
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL
PERIODE 26 MEI 2014 9 AGUSTUS 2014

DAFTAR ISI
DAFTAR ISI...................................................................................................................... 2
DAFTAR TABEL.............................................................................................................. 3
DAFTAR GAMBAR......................................................................................................... 3
STATUS PASIEN............................................................................................................... 4
I. IDENTITAS................................................................................................................ 4
1.1 Identitas Pasien..................................................................................................... 4
1.2. Identitas Orang Tua............................................................................................. 4
II. ANAMNESA............................................................................................................. 4
III. PEMERIKSAAN FISIK........................................................................................ 10
3.1 Pemeriksaan Umum........................................................................................10
3.2 Status Generalis............................................................................................... 11
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG...........................................................................15
V. RESUME................................................................................................................. 15
VI. DIAGNOSA BANDING....................................................................................... 16
VII. DIAGNOSA KERJA............................................................................................ 16
VIII. RENCANA PEMERIKSAAN PENUNJANG...................................................15
IX. PENATALAKSANAAN....................................................................................... 16
X. PROGNOSIS......................................................................................................... 17
FOLLOW UP HARIAN............................................................................................... 18
TINJAUAN PUSTAKA................................................................................................... 24
2.1 Definisi............................................................................................................... 24
2.2 Epidemiologi...................................................................................................... 24
2.3 Etiologi............................................................................................................... 25
2.4 Patogenesis......................................................................................................... 26
2.5 Manifestasi Klinis............................................................................................... 28
2.6 Diagnosis............................................................................................................ 30
2.7 Komplikasi......................................................................................................... 32
2.8 Penatalaksanaan.................................................................................................. 34
2.9 Pencegahan......................................................................................................... 36
2.10 Prognosis.......................................................................................................... 37
ANALISA KASUS.......................................................................................................... 38
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................... 40

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Patogenesis Infeksi Campak Tanpa Penyulit................................................27

DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Morbilivirus..............................................................................................25
Gambar 2. Karakteristik Campak...............................................................................28
Gambar 3. Koplik's Spot ............................................................................................29
Gambar 4. Ruam Makulopapular Pada Campak.........................................................30

BAB I
STATUS PASIEN
I. IDENTITAS
1.1 IDENTITAS PASIEN
Nama

An. J. O

Jenis kelamin

Laki - laki

Tempat dan tanggal lahir

22 Januari 2009

Umur

5 tahun 5 bulan

Alamat

Pinang Ranting Jakarta Timur

No. rekam medis

32.00.30

Tanggal masuk rumah sakit

18 Juni 2014 pukul 10.15 WIB

1.2. IDENTITAS ORANG TUA


Data Orang Tua
Nama
Umur
Perkawinan ke
Pendidikan
Pekerjaan
Pangkat
Agama
Suku Bangsa

Ayah
Tn. AR
35 tahun
1
D3 Akutansi
PNS
Kristen Protestan
Batak

Ibu
Ny. R
35 tahun
1
D3 Keperawatan
PNS
Kristen Protestan
Batak

Hubungan pasien dengan orang tua adalah anak kandung.

II. ANAMNESA
Autoanamnesa dan alloanamnesa dengan ibu pasien pada tanggal 18 Juni 2014
pukul 14.00 WIB.
Keluhan utama

Demam

Keluhan tambahan

Penurunan nafsu makan


4

Riwayat Penyakit Sekarang:


Pasien seorang anak laki-laki berusia 5 tahun 5 bulan dengan berat badan
20 kg, datang ke RSPAD Gatot Soebroto dengan keluhan demam sejak 5 hari
sebelum masuk rumah sakit. Demam awalnya naik turun, orangtua mengatakan
demam turun dengan obat penurun panas namun demam hanya turun sementara.
Kemudian demam dirasakan terus menerus dan semakin meningkat sejak 1 hari
sebelum masuk rumah sakit namun tidak diukur suhu tubuhnya. Demam juga
disertai dengan kepala terasa seperti pusing berputar. Demam tidak disertai
menggigil dan tidak disertai nyeri sendi. Demam tidak disertai mimisan, gusi
berdarah ataupun tanda perdarahan lainnya. Demam juga tidak disertai oleh rasa
nyeri atau panas saat buang air kecil, rasa tidak lampias saat buang air kecil
maupun peningkatan frekuensi buang air kecil. Tidak terdapat pula gangguan
pendengaran, telinga yang berdenging dan keluarnya cairan dari telinga. Demam
tidak disertai dengan kejang atau penurunan kesadaaran maupun keluhan sesak
napas. Riwayat bepergian ke daerah yang sering terjangkit malaria disangkal.
Orang tua pasien juga mengeluhkan batuk tidak berdahak sejak 6 hari
sebelum masuk rumah sakit, batuk disertai pilek, hidung keluar lendir putih kental
dan keluhan nyeri telan disangkal. Batuk tidak disertai sesak napas dan riwayat
meminum obat yang membuat buang air kecil merah disangkal. Orang tua
mengatakan mata pasien tampak merah dan terdapat kotoran yang lebih banyak
dari biasanya sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Keluhan mata merah pasien
disertai dengan timbul bercak kemerahan di kulit yang diawali dari wajah
kemudian tersebar ke seluruh tubuh dan disertai rasa gatal namun riwayat minum
obat sebelumnya disangkal. Nafsu makan pasien menurun tapi tidak disertai mual
muntah, dan tidak disertai penurunan berat badan pasien yang drastis. Buang air
besar tidak ada keluhan, tidak cair, tidak ada darah ataupun berwarna hitam. Buang
air kecil tidak ada keluhan, frekuensi cukup, warna jernih, tidak ada nyeri saat
buang air kecil.

Riwayat Penyakit Sebelumnya


Berdasarkan pernyataan orangtua, pasien tidak pernah mengalami keluhan
serupa sebelumnya. Tidak ada riwayat penyakit demam lama disertai gangguan
pencernaan. Tidak ada riwayat demam berdarah. Tidak ada riwayat minum obat
yang membuat buang air kecil menjadi merah. Tidak ada riwayat penyakit yang
diderita sejak lahir seperti penyakit jantung bawaan, kelainan darah atau
keganasan. Tidak ada riwayat kehilangan darah seperti kecelakaan atau operasi.
Tidak ada riwayat alergi obat ataupun udara.
Riwayat Penyakit keluarga
Orangtua pasien mengatakan bahwa adik pasien memiliki keluhan serupa
dengan pasien, 2 minggu sebelum pasien timbul demam. Tidak ada riwayat
penyakit kronis maupun riwayat penyakit keganasan pada anggota keluarga
lainnya.
Riwayat Kehamilan Ibu

Pasien merupakan anak pertama dari ibu P2A0 dengan usia kehamilan 41

minggu.
Ibu pasien mengatakan telah melakukan pemeriksaan kehamilan rutin ke
dokter kebidanan dan kandungan di RSPAD Gatot Soebroto dengan jumlah 1
kali saat trimester pertama, 1 kali saat trimester kedua dan 2 kali saat trimester

ketiga.
Selama kehamilan ibu mengaku dalam kondisi sehat, tidak mengonsumsi

obat-obatan, tidak pernah minum minuman beralkohol, dan tidak merokok.


Riwayat abortus dan lahir mati tidak ada

Riwayat kelahiran
Tempat lahir

RSPAD Gatot Soebroto

Penolong

Dokter

Cara persalinan

Spontan

Berat lahir

3.300 gram

Panjang lahir

55 cm

Masa gestasi

Cukup bulan

Keadaan bayi setelah lahir

Langsung menangis, bergerak aktif, warna


kulit tubuh tampak kemerahan

Nilai APGAR

9/10

Kelainan bawaan

Tidak ada

Kesan: riwayat kelahiran baik.


Riwayat Imunisasi
Jenis
Imunisasi

BCG

2 bulan

DPT

II

III

IV

2 bulan

4 bulan

6 bulan

18 bulan

Polio

Saat lahir

2 bulan

4 bulan

6 bulan

Hepatitis B

Saat lahir

1 bulan

6 bulan

Campak

9 bulan

VI

18 bulan

Kesan: imunisasi dasar lengkap tapi belum ada imunisasi ulangan untuk campak
dan tidak ada imunisasi tambahan
Riwayat Perkembangan Dan Pertumbuhan Anak

Pertumbuhan gigi pertama

Perkembangan Psikomotor

o Tengkurap

4 bulan

o Duduk

8 bulan

o Berdiri

9 bulan

6 bulan

o Berjalan

9 bulan

o Bicara

1 tahun

o Membaca dan menulis

Gangguan perkembangan mental/emosi

4 tahun
:

Tidak ada

Kesimpulan : Perkembangan dan pertumbuhan anak sesuai umur

Riwayat Makanan
Usia
( bulan )

ASI / PASI

Buah / Biskuit

Bubur susu

Nasi tim

0-2

ASI

-/-

2-4

ASI

-/-

4-6

ASI + Susu
formula

Pisang/
pepaya/ biskuit

Bubur
susu

Nasi Tim

6-8

ASI + Susu
formula

Pisang/
pepaya/ biskuit

Bubur
susu

Nasi Tim

8-10

ASI + Susu
formula

Pisang/
pepaya/ biskuit

Bubur
susu

Nasi Tim

10-12

ASI + Susu
formula

Pisang/
pepaya/ biskuit

Bubur
susu

Nasi Tim

Kesan : asupan makanan cukup.

Pola Makan
Jenis makanan

Frekuensi

Nasi

7hari @3xsehari @ 1 piring / setengah centong nasi

Sayuran

Tidak suka sayur


8

Daging

3-4 x seminggu @ 1 potong/1x makan

Ikan

1 x seminggu @ 1 potong / 1 x makan

Telur

1-2x sehari @1 butir/1x makan

Tahu

2-3x seminggu @1potong/1xmakan

Tempe

7 hari @ 3xsehari@1potong/1xmakan

Susu

2 xsehari @190 ml susu indomilk

Kesan : Kualitas dan kuantitas makan pasien cukup.


Riwayat Penyakit yang Pernah Diderita
Penyakit
Diare
Otitis
Radang paru
Tuberkulosis
Kejang
Ginjal
Jantung
Darah
Difteri
Asma
Penyakit kuning
Batuk berulang

Usia
-

Penyakit
Morbili
Parotitis
Demam berdarah
Demam tifoid
Cacingan
Alergi
Pertusis
Varicella
Biduran
Kecelakaan
Operasi
Lain-lain

Usia
-

Riwayat keluarga
No

Umur

Jenis
Kelamin

Hidup

Lahir
Mati

Abortu
s

Mati
(sebab)

Keterangan

5 tahun

Laki-laki

Ya

Sakit(pasien)

4 tahun

Perempuan

Ya

Sehat

Corak reproduksi: P2A0.


Anggota keluarga lain yang serumah

Orang tua, satu adik kandung dan


nenek pasien.

Status rumah tinggal

Rumah milik keluarga.

Keadaan rumah

Ventilasi baik, pencahayaan baik,


rumah dibersihkan 1 kali sehari,
menggunakan air PAM untuk
keperluan sehari-hari.

Keadaan lingkungan

Perumahan warga padat, tidak


banjir, sanitasi baik.

III. PEMERIKSAAN FISIK


3.1 Pemeriksaan Umum
Dilakukan pada tanggal 18 Juni 2014, pukul 14.00 WIB.

Keadaan umum:Tampak sakit sedang

Kesadaran:Compos mentis

Tanda-Tanda Vital:
o
o
o
o

Frekuensi nadi : 92x/menit, reguler, equal, isi cukup


Tekanan darah : 110/70 mmHg
Frekuensi nafas : 22x/menit, regular, tipe pernapasan abdominotorakal
Suhu tubuh : 38,3 C

Antropometri:
o Tinggi badan : 110 cm
o Berat badan : 20 kg

Berat badan ideal menurut usia

20 kg
10

Tinggi badan ideal menurut usia


:
112 cm
Status Gizi ( menurut grafik NCHS - WHO ) :
BB/U
TB/U
BB/TB

= 20 x 100% = 100%
20
=110 x 100 % = 95,21%
112
= 20 x 100% = 105,26 %
19

Kesan status gizi : gizi baik.

3.2 Status Generalis


Dilakukan pada tanggal 18 Juni 2014, pukul 14.00 WIB.
Kelenjar getah bening :
Tidak teraba kelenjar getah bening pada leher, kelenjar oksipital, submandibula,
supraklavikula, ketiak, lipat paha, maupun kelenjar getah bening di daerah lain.
Kepala :
Bentuk kepala normocephal dengan ubun-ubun besar sudah menutup. Rambut
hitam, terdistribusi merata, tidak mudah dicabut.
Wajah :
Raut muka pasien baik dan tidak terdapat kelainan facies. Kulit wajah pasien
tampak ruam makulopapular
Mata :
Mata tampak sembab, kemerahan dan terdapat sekret dikedua mata, palpebra
tidak edem, konjungtiva hiperemis, sclera tidak ikterik, pupil bulat isokhor, reflex
cahaya langsung dan tidak langsung positif pada kedua pupil, lensa jernih, tidak
ada kelainan pada bola mata maupun penglihatan pasien.
Telinga :
Bentuk daun telinga normotia, tidak menggantung, posisi tidak rendah. Liang
telinga didapati lapang, tidak nampak adanya secret maupun serumen. Gendang
telinga intak, tidak hiperemis, berwarna putih mengkilap, refleks cahaya positif
Hidung :
11

Bentuk hidung normal, konka agak pucat, septum nasi di tengah, selaput lendir
tidak hiperemis. Tampak adanya secret berwarna putih, kental.Tidak tampak
nafas cuping hidung.
Mulut :
Bibir kering, tidak sianosis. Mukosa mulut tidak tampak bercak koplik,
lidahkotor tapi tidak tremor, gusi tenang. Faring hiperemis, tonsil tidak tampak
hiperemis dan membesar.
Leher :
Pada leher tidak terdapat kelainan bentuk, kelenjar tiroid tidak teraba, tekanan
vena jugularis tidak meninggi. Trakea terdapat di tengah. Pergerakan leher bebas.
Thoraks :
Bentuk dada normochest. Tidak ditemukan adanya krepitasi maupun benjolan.
Tulang-tulang iga intak dan sela iga dalam batas normal. Venektasis tidak ada.
Paru :
Pada inspeksi tampak gerakan nafas simetris dalam keadaan statis
maupun dinamis, tidak ada bagian yang tertinggal, tidak tampak retraksi
Pada palpasi didapatkan vocal fremitus kanan dan kiri sama, ICS kanan
dan kiri sama
Pada perkusi didapatkan suara sonor pada seluruh lapang paru
Pada auskultasi didapatkan suara nafas vesikuler di kedua lapang paru kiri
sama dengan kanan, tidak ditermukan wheezing,tidak ditemukan ronkhi.
Jantung :
Inspeksi : Iktus kordis tidak nampak
Palpasi : iktus kordis teraba di ICS V linea midclavicularis sinistra
Perkusi :
o Batas jantung kanan:ICS V linea parasternal sinistra
o Batas jantung kiri:ICS V linea midclavicula sinistra
o Batas pinggangjantung :ICS linea midclavicula sinistra
Auskultasi : Bunyi jantung I dan II regular, tidak ada murmur, tidak ada
gallop

12

Abdomen :
Inspeksi

: tampak datar, tidak tampak kuning, tidak ada distensi

abdomen, tidak ada pelebaran pembuluh darah, tidak tampak gambaran


usus, pergerakan usus maupun benjolan.
Auskultasi
: Bising usus positif normal.
Perkusi
: Timpani pada seluruh lapang abdomen
Palpasi
: Supel, turgor kulit baik, tidak ada nyeri tekan, hepar
tidak teraba, lien tidak teraba, ginjal tidak teraba
Tulang Belakang
Tidak tampak skoliosis, kifosis, dan lordosis.
GenitaliaEksterna
Tidak ada kelainan bentuk, lubang uretra, penis, testis, skrotum dalam batas
normal.

Perkembangan pubertas : rambut pubis belum tumbuh

Ekstremitas :
Akral hangat, tidak ada edema, tidak ada sianosis, tonus otot baik, kulit tampak
makulopapular dikeempat ekstremitas, telapak tangan kanan dan kiri tidak pucat,
telapak kaki kanan dan kiri tidak pucat, panjang simetris, clubbing finger tidak
ada.

Kulit
Turgor baik di keempat ektremitas, ikterik tidak tampak, sianosis tidak ada,
eritema palmaris tidak ada, perfusi kurang dari 3 detik, tampak ruam
makulopapular diseluruh tubuh.
Pemeriksaan Neurologis
Refleks Fisiologis
Refleks Biseps
Refleks Triseps

:
:

++/++
++/++

13

Refleks Patella
:
++/++
Refleks Achilles
:
++/++
Refleks Patologis
o Refleks Hoffmann-Trommer
o Refleks Babinski
o Refleks Oppenheim
o Refleks Chaddock
Tanda Rangsang Meningeal
o Kaku Kuduk
:
o Brudzinski I
:
-/o Brudzinski II
:
-/o Kernig sign
:
-/o Laseque sign
:
-/

: -/: -/: -/: -/-

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Jenis Pemeriksaan

Hasil
Nilai Rujukan

HEMATOLOGI
Hb
Ht
Eritrosit
Leukosit
Trombosit
MCV
MCH
MCHC

12,2
35
4,6
4290
165.000
75
26
35

13 - 18 gr/dl
40 - 52%
4,3 6,0 juta/L
4.800 10.800/L
150.000 -400.000/L
80 96 fL
27 32 pg
32 36 gr/dL

V. RESUME
Pasien anak laki laki berumur 5 tahun 5 bulan dengan berat badan 20 kg
datang ke RSPAD Gatot Soebroto, dengan keluhan utama demam sejak 5 hari
sebelum masuk rumah sakit. Demam awalnya naik turun, turun dengan obat penurun
panas. Kemudian demam dirasakan terus menerus dan semakin meningkat sejak 1
hari sebelum masuk rumah sakit namun tidak diukur suhu tubuhnya. Demam juga
disertai dengan kepala terasa seperti pusing berputar. Orang tua pasien juga
14

mengeluhkan batuk tidak berdahak sejak 6 hari sebelum masuk rumah sakit, batuk
disertai pilek dan terdapat lendir yang keluar dari hidung berwarna putih, kental.
Orang tua mengatakan mata pasien tampak merah dan terdapat kotoran yang lebih
banyak dari biasanya sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Keluhan mata merah
pasien disertai dengan timbul bercak kemerahan yang diawali dari wajah kemudian
tersebar ke seluruh tubuh dan disertai rasa gatal. Nafsu makan pasien menurun tapi
tidak disertai mual muntah, dan tidak disertai penurunan berat badan pasien yang
drastis. Buang air besar dan buang air kecil dalam batas normal. Pasien belum pernah
mengalami keluhan serupa sebelumnya tapi di keluarga adik pasien mengalami
keluhan serupa 2 minggu sebelum keluhan pasien timbul. Riwayat imunisasi dasar
pasien lengkap tapi belum mengikuti imunisasi ulangan.
Dari hasil pemeriksaan fisik,ditemukan terdapat peningkatan suhu tubuh
pasien sebesar 38,3C, terdapat konjungtivitis pada kedua mata, faring tampak
hiperemis dan terdapat ruam makulopapular di seluruh tubuh. Berdasarkan hasil
laboratorium ditemukan leukopenia (4290/L).

VI. DIAGNOSA BANDING


Morbili
Rubella
Eksantema subitum

VII.DIAGNOSA KERJA
Morbili dengan intake sulit

VIII. RENCANA PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan diff count

15

IX. PENATALAKSANAAN
Nonfarmakologi :

Tirah baring
Isolasi
Diet makanan lunak (ML) kalori 1800 kcal, terdiri dari karbohidrat 660
kcal, protein 180 kcal, lemak 630 kcal

Farmakologi :

IVFD D5 saline 1500 cc/24 jam


Paracetamol 500 mg 3 x 1 PO
Vitamin A 200.000 IU 1 x 1 PO
Lytamin sirup 1 x 5 ml PO

X. PROGNOSIS
Quo ad vitam

ad bonam

Quo ad functionam :

ad bonam

Quo ad sanationam :

ad bonam

16

FOLLOW UP HARIAN
Tanggal
19/06/14

Follow Up

Terapi

S : Orangtua pasien mengatakan bahwa


pasien masih demam tapi sudah mulai
turun dibandingkan kemarin. Badan
masih

terasa

gatal.

Nafsu makan

membaik. Mual muntah tidak ada.

Nyeri perut tidak ada. Batuk masih ada,


tidak berdahak. Masih terdapat pilek

IVFD D5 saline
1500 cc/24 jam
Paracetamol 500 mg
3 x 1 PO
Vitamin A 200.000
IU 1 x 1 PO
Lytamin sirup 1 x 5

tapi sudah berkurang. Mata sudah tidak

ml PO
Diet makanan lunak

merah

kalori 1800 kcal

tapi

kadang

masih

keluar

kotoran. BAB dan BAK tidak terdapat


keluhan.
O : KU : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis (GCS=15)
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Frekuensi nadi :96x/mnt
Frekuensi nafas :22x/mnt
Suhu :370C
Kepala : normocephal
Mata : palpebra tidak edema, tidak
terdapat perdarahan pada konjungtiva,
konjungtiva tidak anemis, sklera tidak
ikterik, terdapat secret dikedua mata

17

THT : liang telinga lapang, tidak ada


pernafasan

cuping

hidung,

terdapat

sekret hidung berwarna putih dan kental,


faring tampak hiperemis, T1-T1 tenang
Mulut

: mukosa bibir kering, lidah

bersih dan tidak terdapat perdarahan


gusi
Leher : tidak terdapat pembesaran
KGB
Thorak : simetris, tidak ada retraksi
- Jantung : BJ I dan II murni, reguler,
tidak ada murmur dan gallop
- Paru : Suara nafas vesikuler kanan
dan kiri, tidak ada ronchi dan
wheezing
Abdomen: datar, bising usus positif
normal, tidak terdapat ascites, hepar dan
lien tidak teraba dan tidak ada nyeri
tekan.
Ekstremitas: akral hangat, CRT < 3
detik, tidak ada edema dan sianosis.
Kulit : terdapat ruam makulopapular
A : Morbili dengan intake sulit
20/06/14

S : Orangtua pasien mengatakan bahwa


pasien demam mulai turun. Gatal
berkurang. Nafsu makan membaik.

IVFD D5 saline
1500 cc/24 jam
Paracetamol 500 mg

18

Mual

muntah

tidak

ada.

Batuk

berkurang, tidak berdahak. Kotoran di


mata

sudah

tidak

ada.

Bercak

kemerahan di tubuh masih ada. BAB


dan BAK tidak ada keluhan.

3 x 1 PO
Lytamin sirup 1 x 5

ml PO
Diet makanan lunak
kalori 1800 kcal

O : KU : Tampak sakit sedang


Kesadaran : Compos mentis (GCS=15)
Tekanan darah : 100/70 mmHg
Frekuensi nadi :96x/mnt
Frekuensi nafas :24x/mnt
Suhu :37,30C
Kepala : normocephal
Mata : palpebra tidak edema, tidak
terdapat perdarahan pada konjungtiva,
konjungtiva tidak anemis, sklera tidak
ikterik, tidak ada sekret
THT : liang telinga lapang, tidak ada
pernafasan cuping hidung, tidak ada
sekret hidung, faring tidak hiperemis,
T1-T1 tenang
Mulut

: mukosa bibir lembab, lidah

bersih dan tidak terdapat perdarahan


gusi
Leher : tidak terdapat pembesaran

19

KGB
Thorak : simetris, tidak ada retraksi
- Jantung : BJ I dan II murni, reguler,
tidak ada murmur dan gallop
- Paru : Suara nafas vesikuler kanan
dan kiri, tidak ada ronchi dan
wheezing
Abdomen: datar, bising usus positif
normal, tidak terdapat ascites, hepar dan
lien tidak teraba dan tidak ada nyeri
tekan.
Ekstremitas: akral hangat, CRT < 3
detik, tidak ada edema dan sianosis.
Kulit : terdapat ruam makulopapular
A : Morbili
21/06/14

S : Orangtua pasien mengatakan bahwa

IVFD D5 saline

demam mulai menurun. Nafsu makan

1500 cc/24 jam


Paracetamol 500 mg

membaik. Rasa gatal sudah tidak ada.


Ruam mulai memudar. Batuk tidak
berdahak

masih

ada

tapi

sudah

berkurang. Mual muntah tidak ada.


BAB dan BAK tidak ada keluhan

3 x 1 PO
Lytamin sirup 1 x 5
ml PO
Diet makanan lunak
kalori 1800 kcal

O : KU : Tampak sakit sedang


Kesadaran : Compos mentis (GCS=15)
Tekanan darah : 100/70 mmHg

20

Frekuensi nadi :95x/mnt


Frekuensi nafas :22x/mnt
Suhu :36,70C
Kepala : normocephal
Mata : palpebra tidak edema, tidak
terdapat perdarahan pada konjungtiva,
konjungtiva tidak anemis, sklera tidak
ikterik, tidak ada sekret
THT : liang telinga lapang, tidak ada
pernafasan cuping hidung, tidak ada
sekret hidung, faring tidak hiperemis,
T1-T1 tenang
Mulut

: mukosa bibir lembab, lidah

bersih dan tidak terdapat perdarahan


gusi
Leher : tidak terdapat pembesaran
KGB
Thorak : simetris, tidak ada retraksi
- Jantung : BJ I dan II murni, reguler,
tidak ada murmur dan gallop
- Paru : Suara nafas vesikuler kanan
dan kiri, tidak ada ronchi dan
wheezing
Abdomen: datar, bising usus positif
normal, tidak terdapat ascites, hepar dan

21

lien tidak teraba dan tidak ada nyeri


tekan.
Ekstremitas: akral hangat, CRT < 3
detik, tidak ada edema dan sianosis.
Kulit : terdapat ruam makulopapular
A : Morbili

22

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI
Campak adalah suatu penyakit infeksi virus akut menular, ditandai oleh tiga
stadium: (1) stadium masa tunas sekitar 10-12 hari, (2) stadium prodromal dengan
gejala pilek dan batuk yang meningkat dan ditemukan enantem pada mukosa pipi
(bercak Koplik), faring dan peradangan mukosa konjungtiva, dan (3) stadium akhir
dengan keluarnya ruam mulai dari belakang telinga menyebar ke muka, badan, lengan
dan kaki.1
EPIDEMIOLOGI
Angka kejadian campak di Indonesia sejak tahun 1990 sampai 2002 masih
tinggi sekitar 3000-4000 per tahun demikian pula frekuensi terjadinya kejadian luar
biasa tampak meningkat dari 23 kali per tahun menjadi 174. Namun case fatality rate
telah dapat diturunkan dari 5,5% menjadi 1,2%. Transmisi campak terjadi melalui
udara, kontak langsung maupun melalui droplet dari penderita saat gejala yang ada
minimal bahkan tidak bergejala. Penderita masih dapat menularkan penyakitnya
mulai hari ke-7 setelah terpajan hingga 5 hari setelah ruam muncul. Biasanya
seseorang akan mendapat kekebalan seumur hidup bila telah sekali terinfeksi oleh
campak.2
Di Indonesia, menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) campak
menduduki tempat ke-5 dalam urutan 10 macam penyakit utama pada bayi (0,7%)
dan tempat ke-5 dalam urutan 10 macam penyakit utama pada anak usia 1- 4 tahun
(77%). Menurut kelompok umur kasus campak yang rawat inap di rumah sakit
selama kurun waktu 5 tahun (1984-1988) menunjukkan proporsi yang terbesar dalam
golongan umur balita dengan perincian 17,6% berumur < 1 tahun, 15,2% berumur 1
tahun, 20,3% berumur 2 tahun, 12,3% berumur 3 tahun dan 8,2% berumur 4 tahun.1
Pengalaman menunjukkan bahwa epidemik campak di Indonesia timbul
secara tidak teratur. Di daerah perkotaan epidemik campak terjadi setiap 2-4 tahun.
23

Wabah terjadi pada kelompok anak yang rentan terhadap campak, yaitu di daerah
dengan populasi balita banyak mengidap gizi buruk dan daya tahan tubuh yang
lemah. Telah diketahui bahwa campak menyebabkan penurunan daya tahan tubuh
secara umum, sehingga mudah terjadi infeksi sekunder atau penyulit. Penyulit yang
sering dijumpai adalah bronkopneumonia (75,2%), gastroenteritis (7,1%), ensefalitis
(6,7%) dan lain-lain (7,9%).1
ETIOLOGI
Virus

campak

merupakan

virus

RNA famili paramyxoviridae dengan

genus Morbili virus. Sampai saat ini hanya diketahui 1 tipe antigenik yang mirip
dengan virus Parainfluenza dan Mumps. Virus bisa ditemukan pada sekret nasofaring,
darah dan urin paling tidak selama masa prodromal hingga beberapa saat setelah
ruam muncul. Virus campak adalah organisme yang tidak memiliki daya tahan tinggi
apabila berada di luar tubuh manusia. Pada temperatur kamar selama 3-5 hari virus
kehilangan 60% sifat infektifitasnya. Virus tetap aktif minimal 34 jam pada
temperatur kamar, 15 minggu di dalam pengawetan beku, minimal 4 minggu dalam
temperatur 35C, beberapa hari pada suhu 0C, dan tidak aktif pada pH rendah.3
Measles, virus RNA beruntai tunggal negative yang berenvelope, merupakan
anggota genus Morbilivirus dari family Paramyxoviridae. Hanya ada satu serotype.
Virus

ini

mengkode

enam protein

structural,

termasuk

dua glikoprotein

transmembran, fusi (F), dan hemaglutinin (H), yang memfasilitasi perlekatan ke sel
penjamu dan masuknya virus. Antibodi terhadap F dan H bersifat memberikan
perlindungan.4

Gambar 1. Morbilivirus
24

Genus Morbilivirus terdiri dari virus campak (rubeola) pada manusia dan
virus canine distemper, virus rindepest pada lembu, dan morbilivirus akuatik yang
menginfeksi mamalia laut. Virus virus tersebut secara antigen terkait satu sama lain
tetapi tidak dengan anggota genus lain. Protein F banyak terdapat pada morbilivirus,
sedangkan protein H menunjukkan variabilitas yang lebih luas. Virus campak
mempunyai hemaglutinin tapi tidak memiliki aktivitas neuramidase. Virus campak
menginduksi pembentukan inklusi intranuklear, sedangkan paramiksovirus yang lain
tidak. 5
PATOLOGI
Lesi pada campak terutama terdapat pada kulit., membran mukosa nasofaring,
bronkus, saluran pencernaan, dan konjungtiva. Di sekitar kapiler terdapat eksudat
serosa dan proliferasi dari sel mononuklear dan beberapa sel polimorfonuklear.
Karakteristik patologi dari Campak ialah terdapatnya distribusi yang luas dari sel
raksasa berinti banyak yang merupakan hasil dari penggabungan sel. Dua tipe utama
dari sel raksasa yang muncul adalah (1) sel Warthin-Findkeley yang ditemukan pada
sistem retikuloendotel (adenoid, tonsil, appendiks, limpa dan timus) dan (2) sel epitel
raksasa yang muncul terutama pada epitel saluran nafas. Lesi di daerah kulit terutama
terdapat di sekitar kelenjar sebasea dan folikel rambut. Terdapat reaksi radang umum
pada daerah bukal dan mukosa faring yang meluas hingga ke jaringan limfoid dan
membran mukosa trakeibronkial. Pneumonitis intersisial karena virus campak
menyebabkan terbentuknya sel raksasa dari Hecht. Bronkopneumonia yang terjadi
mungkin disebabkan infeksi sekunder oleh bakteri.6
PATOGENESIS
Campak merupakan infeksi virus yang sangat menular, dengan sedikit virus
yang infeksius sudah dapat menimbulkan infeksi pada seseorang. Lokasi utama
infeksi virus campak adalah epitel saluran nafas nasofaring. Infeksi virus pertama
pada saluran nafas sangat minimal. Kejadian yang lebih penting adalah penyebaran

25

pertama virus campak ke jaringan limfatik regional yang menyebabkan terjadinya


viremia primer. Setelah viremia primer, terjadi multiplikasi ekstensif dari virus
campak yang terjadi pada jaringan limfatik regional maupun jaringan limfatik yang
lebih jauh. Multiplikasi virus campak juga terjadi di lokasi pertama infeksi.
Selama lima hingga tujuh hari infeksi terjadi viremia sekunder yang
ekstensif dan menyebabkan terjadinya infeksi campak secara umum. Kulit,
konjungtiva, dan saluran nafas adalah tempat yang jelas terkena infeksi, tetapi organ
lainnya dapat terinfeksi pula. Dari hari ke-11 hingga 14 infeksi, kandungan virus
dalam darah, saluran nafas, dan organ lain mencapai puncaknya dan kemudian
jumlahnya menurun secara cepat dalam waktu 2 hingga 3 hari. Selama infeksi virus
campak akan bereplikasi di dalam sel endotel, sel epitel, monosit, dan makrofag.6
Daerah epitel yang nekrotik di nasofaring dan saluran pernafasan memberikan
kesempatan serangan infeksi bakteri sekunder berupa bronkopneumonia, otitis media,
dan lainnya. Dalam keadaan tertentu, adenovirus dan herpes virus pneumonia dapat
terjadi pada kasus campak. 3
Tabel 1. Patogenesis infeksi campak tanpa penyulit
Hari
0

Manifestasi
Virus campak dalam droplet kontak dengan permukaan epitel nasofaring atau
kemungkinan konjungtiva

1-2
2-3
3-5

Infeksi pada sel epitel dan multiplikasi virus


Penyebaran infeksi ke jaringan limfatik regional
Viremia primer
Multiplikasi virus campak pada epitel saluran nafas di tempat infeksi pertama,

5-7
7-11
11-14
15-17

dan pada RES regional maupun daerah yang jauh


Viremia sekunder
Manifestasi pada kulit dan tempat lain yang bervirus, termasuk saluran nafas
Virus pada darah, saluran nafas dan organ lain
Viremia berkurang lalu hilang, virus pada organ menghilang
Sumber :Feigin et al.2004.Textbook of Pediatric Infectious Diseases 5th edition

MANIFESTASI KLINIS

26

Infeksi pada pejamu yang tidak kebal hampir selalu simptomatik. Setelah
masa inkubasi sekitar 8-12 hari, penyakit campak biasanya berlangsung selama 7-11
hari (dengan fase prodromal 2-4 hari diikuti oleh fase erupsi 5-8 hari).5

Gambar 2. Karakteristik campak


Demam timbul secara bertahap dan meningkat sampai hari kelima atau
keenam pada puncak timbulnya ruam. Kadang kurva suhu menunjukkan gambaran
bifasik, ruam awal pada 24-48 jam pertama diikuti dengan turunnya suhu tubuh
sampai normal selama periode satu hari, kemudian diikuti dengan kenaikan suhu
tubuh yang cepat mencapai 400C pada waktu ruam sudah timbul diseluruh tubuh.
Pada kasus yang tanpa komplikasi, suhu tubuh turun mencapai suhu normal.7
Fase prodormal ditandai dengan demam, bersin, batuk, hidung berair, amta
merah, bercak Koplik, dan limfopenia. Batuk dan koriza menggambarkan reaksi
inflamasi berat yang mengenai mukosa saluran pernapasan. Demam dan batuk
menetap hingga muncul ruam dan kemudian menghilang dalam 1-2 hari.
Konjungtivitis umumnya disertai fotofobia.5
Dua hari sebelum ruam timbul, gejala Kopliks spotyang merupakan tanda
patognomonis dari penyakit campak, dapat dideteksi. Lesi ini telah dideskripsikan

27

oleh Koplik (1896) sebagai suatu bintik berbentuk tidak teratur dan kecil berwarna
merah terang, pada pertengahannya didapatkan noda berwarna putih keabuan.
Timbulnya Kopliks spot hanya berlangsung sebentar kurang lebih 12 jam, sehingga
sukar terdeteksi dan biasanya luput pada waktu dilakukan pemeriksaan klinis.7

Gambar 3. Kopliks spot


Ruam timbul pertama kali pada hari ketiga sampai keempat dari timbulnya
demam. Ruam dimulai sebagai erupsi makulopapular eritematosa, dan mulai timbul
pada bagian atas samping leher, daerah belakang telinga, perbatasan rambut di kepala
dan meluas ke dahi. Kemudian menyebar ke bawah ke seluruh muka dan leher dalam
waktu 24 jam. Seterusnya menyebar ke ekstremitas atas, dada, daerah perut dan
punggung, mencapai kaki pada hari ketiga. Bagian yang pertama kena mengandung
lebih banyak lesi. Setelah tiga atau empat hari, lesi tersebut berubah menjadi
berwarna kecoklatan. Hal ini kemungkinan sebagai akibat dari perdarahan kapiler,
dan tidak memucat dengan penekanan. Dengan menghilangnya ruam, timbul
perubahan warna dari ruam menjadi berwarna kehitaman atau lebih gelap. Dan
kemudian disusul dengan timbulnya deskuamasi berupa sisik berwarna keputihan.7

28

Gambar 4. Ruam Makulopapular pada Campak


Campak yang termodifikasi biasanya terjadi pada individu dengan imunitas
yang belum sempurna, misalnya bayi dengan antibody maternal residual. Masa
inkubasi memanjang, gejala prodormal menghilang, bercak Koplik biasanya tidak
muncul, dan ruam ringan.5
DIAGNOSIS
Diagnosis campak dapat dibuat berdasarkan kelompok gejala klinis yang
sangat berkaitan, yaitu koriza dan mata meradang disertai batuk dan demam tinggi
dalam beberapa hari, diikuti timbulnya ruam yang memiliki cirri khas, yaitu diawali
dari belakang telinga kemudian menyebar ke muka, dada tubuh, lengan dan kaki
bersamaan

dengan

meningkatnya

suhu tubuh

dan

selanjutnya

mengalami

hiperpigmentasi dan mengelupas. Pada stadium prodromal dapat ditemukan enantema


di mukosa pipi yang merupakan tanda patonomonis campak (bercak Koplik).
Menentukan diagnosis juga perlu ditunjang data epidemiologi. Tidak semua kasus
manifestasinya sama dan jelas. Sebagai contoh, pasien yang mengidap gizi kurang,
ruamnya dapat sampai berdarah dan mengelupas atau bahkan pasien sudah meninggal
sebelum ruam timbul. Pada kasus gizi kurang juga dapat terjadi diare yang
berkelanjutan.1
Jadi, dapat disimpulkan bahwa diagnosis campak dapat ditegakkan secara
klinis sedangkan pemeriksaan penunjang hanya membantu, seperti pada pemeriksaan
sitologik ditemukan sel raksasa pada lapisan mukosa hidung dan pipi, dan pada

29

pemeriksaan serologi didapatkan IgM spesifik. Campak yang bermanfestasi tidak


khas disebut campak atipikal.1
Campak yang khas dapat didiagnosis berdasarkan latar belakang klinis,
diagnosis laboratorium mungkin diperlukan pada kasus campak atipikal dan
termodifikasi.5
1. Deteksi Antigen
Antigen campak dapat dideteksi langsung pada sel epitel dalam secret repirasi
dan urin. Antibodi terhadap nukleoprotein bermanfaat karena merupakan protein
virus yang paling banyak ditemukan pada sel terinfeksi
2. Isolasi dan Identifikasi virus
Apusan nasofaring dan konjungtiva, sampel darah, secret pernapasan, serta
urin yang diambil dari pasien selama masa demam merupakan sumber yang
sesuai untuk isolasi virus. Virus campak tumbuh lambat, efek sitopatik yang khas
(sel raksasa multinukleus yang mengandung badan inklusi intranuklear dan
intrasitoplasmik) terbentuk dalam 7-10 hari. Namun isolasi virus sulit secara
teknik.
3. Serologi
Pemastian infeksi campak secara serologis tergantung pada peningkatan titer
antbodi empat kali lipat antaraserum fase-akut dan fase konvalensi atau
terlihatnya antibody IgM spesifik campak di dalam spesimen serum tunggal yang
diambil antara 1 dan 2 minggu setelah awitan ruam. ELISA, uji HI dan tes Nt
semuanya dapat digunakan untuk mengukur antibodi campak, walaupun ELISA
merupakan metode yang paling praktis. Bagian utama respons imun ditujukan
untuk melawan nucleoprotein virus. Pasien dengan panensefalitis sklerosa
subakut menunjukkan respon antibodi yang berlebihan, dengan titer 10-100 kali
lipat lebih tinggi dari peningkatan titer yang terlihat dalam serum konvalensi yang
khas.

30

DIAGNOSIS BANDING1
1.
2.
3.
4.
5.

Rubella
Demam skarlatina
Ruam akibat obat-obatan
Eksantema subitum
Infeksi Stafilokokus

KOMPLIKASI
Campak menjadi berat pada pasien dengan gizi buruk dan anak berumur lebih
kecil.8 Kebanyakan penyulit campak terjadi bila ada infeksi sekunder oleh bakteri.
Beberapa penyulit campak adalah1 :
1. Laringitis akut
Laringitis timbul karena adanya edema hebat pada mukosa saluran nafas, yang
bertambah parah saat demam mencapai puncaknya. Ditandai dengan distress
pernapasan, sesak, sianosis dan stridor. Ketika demam turun keadaan akan
membaik dan gejala akan menghilang.
2. Bronkopneumonia
Dapat disebabkan oleh virus campak maupun akibat invasi bakteri. Ditandai
dengan batuk, meningkatnya frekuensi napas, dan adanya ronkhi basah halus.
Saat suhu turun, jika disebabkan oleh virus, gejala pneumonia akan hilang,
kecuali batuk yang masih dapat berlanjut sampai beberapa hari. Apabila suhu
tubuh tidak juga turun dan gejala saluran napas masih berlangsung, dapat
diduga adanya pneumonia karena bakteri yang mengadakan invasi pada sel
epitel yang telah dirusak oleh virus. Gambaran infiltrate pada foto toraks dan
adanya leukositosis dapat meneggakan diagnosis. Di negara sedang
berkembang dimana malnutrisi masih menjadi masalah, penyulit pneumonia
bakteri biasa terjadi dan dapat menjadi fatal bila tidak diberi antibiotik.
3. Kejang demam
Kejang dapat timbul pada periode demam, umumnya pada puncak demam
saat ruam keluar.
4. Ensefalitis
Merupakan penyulit neurologis yang paling sering terjadi, biasanya terjadi
pada hari ke 4-7 setelah timbulnya ruam. Kejadian ensefalitis sekitar 1 dalam
1.000 kasus campak, dengan mortalitas antara 30-40%. Terjadinnya ensefalitis
31

dapat melalui mekanisme imunologik maupun invasi langsung virus campak


kedalam otak. Gejala ensefalitis dapat berupa kejang, letargi, koma dan
iritabel. Keluhan nyeri kepala, frekuensi napas meningkat, twitching,
disorientasi juga dapat ditemukan. Pemeriksaan cairan serebrospinal
menunjukkan pleositosis ringan, dengan predominan sel mononuclear,
peningkatan protein ringan, sedangkan kadar glukosa dalam batas normal.
5. SSPE (Subacute Sclerosing Panencephalitis)
Subacute Sclerosing Panencephalitis merupakan kelainan degeneratif susunan
saraf pusat yang jarang disebabkan oleh virus campak yang persisten.
Kemungkinan untuk menderita SSPE pada anak yang sebelumnya pernah
menderita campak adalah 0,6-2,2 per 100.000 infeksi campak. Risiko terjadi
SSPE lebih besar pada usia yang lebih muda, dengan masa inkubasi rata-rata 7
tahun. Gejala SSPE didahului dengan gangguan tingkah laku dan intelektual
yang progresif, diikuti oleh inkoordinasi motorik, kejang umumnya bersifat
mioklonik. Laboratorium menunjukkan peningkatan globulin dalam cairan
serebrospinal, antibody terhadap campak dalam serum (CF dan HAI)
meningkat (1:1280). Tidak ada terapi untuk SSPE. Rata-rata jangka waktu
timbulnya gejala sampai meninggal antara 6-9 bulan.
6. Otitis media
Invasi virus kedalam telinga tengah umumnya terjadi pada campak. Gendang
telinga biasanya hiperemis pada fase prodromal dan stadium erupsi. Jika
terjadi invasi bakteri pada lapisan sel mukosa yang rusak karena invasi virus
akan terjadi otitis media purulenta. Dapat pula terjadi mastoiditis.
7. Enteritis
Beberapa anak yang menderita campak mengalami muntah dan mencret pada
fase prodromal. Keadaan ini akibat invasi virus kedalam sel mukosa usus.
Dapat pula timbul enteropati yang menyebabkan kehilangan protein (protein
losing enteropathy).
8. Konjungtivitis
Pada hampir semua kasus campak terjadi konjungtivitis, yang ditandai dengan
adanya mata merah, pembengkakan kelopak mata, lakrimasi dan fotofobia.
Kadang terjadi infeksi sekunder oleh bakteri. Virus campak atau antigennya
dapat dideteksi pada lesi konjungtiva pada hari-hari pertama sakit.
32

Konjungtivitis dapat memburuk dengan terjadinya hipopion dan panoftalmitis


hingga menyebabkan kebutaan. Dapat pula timbul ulkus kornea.
9. Sistem kardiovaskular
Pada EKG dapat ditemukan kelainan berupa perubahan pada gelombang T,
kontraksi premature aurikel dan perpanjangan interval A-V. perubahan
tersebut bersifat sementara dan tidak atau hanya sedikit mempunyai arti klinis.
PENATALAKSANAAN
Pengobatan bersifat suportif dan simptomatis, terdiri dari istirahat, pemberian
cairan yang cukup, suplemen nutrisi, antibiotik diberikan bila terjadi infeksi sekunder,
anti konvulsi apabila terjadi kejang, antipiretik bila demam, dan vitamin A 100.000
Unit untuk anak usia 6 bulan hingga 1 tahun dan 200.000 Unit untuk anak usia >1
tahun. Vitamin A diberikan untuk membantu pertumbuhan epitel saluran nafas yang
rusak, menurunkan morbiditas campak juga berguna untuk meningkatkan titer IgG
dan jumlah limfosit total.6
Indikasi rawat inap (di ruang isolasi) bila hiperpireksia (suhu >39,0C),
dehidrasi, kejang, asupan oral sulit atau adanya komplikasi.8
1. Tatalaksana campak tanpa komplikasi9
Pada umumnya tidak memerlukan indikasi rawat inap
Terapi vitamin A
Berikan 50.000 IU (jika umur anak < 6 bulan), 100.000 IU (usia 6-11
bulan), atau 200.000 IU (usia 12 bulan 5 tahun) diberikan secara oral
pada semua anak. Jika anak menunjukkan gejala pada mata akibat
kekurangan vitamin A atau dalam keadaan gizi buruk, vitamin A diberikan

3 kali (hari 1, hari 2, dan 2-4 minggu setelah dosis kedua).


Perawatan penunjang
Jika demam beri paracetamol. Berikan dukungan nutrisi dan cairan
sesuai dengan kebutuhan. Sementara itu, untuk konjungtivitis ringan
dengan cairan mata yang jernih, tidak perlu diberikan pengobatan. Jika
mata bernanah, bersihkan mata dengan kain katun yang telah direbus
dalam air mendidih, atau lap bersih yang direndam dalam air bersih.

33

Oleskan salep mata kloramfenikol atau tetrasiklin, 3 kali sehari selama 7


hari. Jangan menggunakan salep steroid. Kemudian jaga kebersihan mulut,

beri obat kumur antiseptic bila pasien dapat berkumur.


Kunjungan ulang
Minta ibu untuk segera membawa anaknya kembali dalam waktu dua
hari untuk melihat apakah luka pada mulut dan sakit mata anak sembuh,

atau apabila terdapat tanda bahaya.


2. Tatalaksana campak dengan komplikasi1
Apabila terdapat penyulit, maka dilakukan pengobatan untuk mengatasi
penyulit yang timbul, yaitu :
Bronkopneumonia
Diberikan antibiotic ampisilin 100 mg/kgBB/hari dalam dosis
intravena dikombinasikan dengan kloramfenikol 75 mg/kgBB/hari
intravena dalam 4 dosis, sampai gejala sesak berkurang dan pasien dapat
minum obat peroral. Antibiotik diberikan tiga hari demam reda. Apabila
dicurigai infeksi spesifik, maka uji tuberkulin dilakukan setelah anak sehat
kembali (3-4 minggu kemudian) karena uji tuberkulin biasanya negatif
pada

saat

anak

menderita

campak.

Gangguan

reaksi

delayed

hypersensitivity disebabkan oleh sel limfosit-T yang terganggu fungsinya.

Enteritis
Pada keadaan berat anak mudah jatuh dalam dehidrasi. Pemberian
cairan intravena dapat dipertimbangkan apabila terdapat enteritis +

dehidrasi.
Otitis media
Seringkali disebabkan oleh infeksi sekunder, sehingga perlu diberikan
antibiotik kotrimoksazol-sulfametoksazol (TMP 4 mg/kgBB/hari dibagi

dalam 2 dosis).
Ensefalopati
Perlu reduksi jumlah pemberian cairan hingga kebutuhan untuk
mengurangi edema otak, disamping pemberian kortikosteroid. Perlu
dilakukan koreksi elektrolit dan gangguan gas darah.

34

PENCEGAHAN
Pencegahan campak dilakukan dengan pemberian imunisasi aktif pada bayi
berumur 9 bulan atau lebih.1
Imunisasi Campak
Tahun 1954, Peenles dan Enders pertama kali berhasil mengembangbiakkan
virus campak pada kultur jaringan. Virus campak tersebut berasal dari darah kasus
campak bernama David Edmoston. Saat ini ada beberapa macam vaksin campak : (1)
monovalen, (2) kombinasi vaksin campak dengan vaksin Rubela (MR), (3) kombinasi
dengan mumps dan rubella (MMR), (4) kombinasi dengan mumps, rubella, dan
varisela (MMRV).7
Di Indonesia, sejak tahun 2004 imunisasi campak juga diberikan 2 kali, yang
pertama pada umur 9 bulan dan yang kedua pada program BIAS pada umur 6-7
tahun. Imunisasi tidak dianjurkan pada ibu hamil, anak dengan imunodefisiensi
primer, pasien TB yang tidak diobati, pasien kanker atau transplantasi organ,
pengobatan imunosupresif jangka panjang atau anak immunocompromised yang
terinfeksi HIV. Anak yang terinfeksi HIV tanpa imunosupresi dan tanpa bukti
kekebalan terhadap campak, bisa mendapat imunisasi campak. 7
Dosis dan Cara Pemberian7

Dosis vaksin campak sebanyak 0,5 ml


Pemberian diberikan pada umur 9 bulan, secara subkutan tapi dapat juga

diberikan secara intramuscular


Imunisasi campak diberikan lagi pada saat masuk sekolah SD (Program
BIAS)

PROGNOSIS
Campak merupakan penyakit self limiting sehingga bila tanpa disertai dengan
penyulit maka prognosisnya baik. Baik pada anak dengan keadaan umum yang baik,

35

tetapi prognosis buruk bila keadaan umum buruk, anak yang sedang menderita
penyakit kronis atau bila ada komplikasi.
Pada anak yang sehat, mortalitas jarang terjadi kecuali pada pasien
immunocompromised (HIV) atau pada malnutrisi, terutama defisiensi vitamin A.
mortalitas tertinggi didapat pada anak berusia dibawah 2 tahun.4

36

BAB III
ANALISA KASUS

Pada pasien ini ditegakkan diagnosis morbili berdasarkan ditemukannya


keluhan demam sejak 5 hari sebelum masuk rumah sakit pada anamnesa. Demam
awalnya naik turun yang kemudian demam dirasakan terus semakin meningkat sejak
1 hari sebelum masuk rumah sakit yang diikuti keluhan ruam kemerahan diseluruh
tubuh yang diawali dari wajah dan disertai mata merah. Keluhan demam juga disertai
dengan batuk dan pilek. Hal ini sesuai dengan manifestasi klinis dari morbili yaitu
koriza dan mata meradang disertai batuk dan demam tinggi dalam beberapa hari,
diikuti timbulnya ruam yang memiliki ciri khas, yaitu diawali dari belakang telinga
kemudian menyebar ke muka, dada, tubuh, lengan dan kaki bersamaan dengan
meningkatnya suhu tubuh. Berdasarkan anamnesis juga didapatkan faktor risiko
penularan dari adik pasien yang mengalami keluhan serupa 2 minggu sebelum
keluhan pasien timbul.

37

Pada pemeriksaan fisik di temukan peningkatan suhu yaitu 38,3 0C. pada
pemeriksaan mata ditemukan mata tampak merah dan dari hidung terdapat lendir
berwarna bening dan cair. Pada pemeriksaan tenggorok faring hiperemis dan pada
pemeriksaan kulit ditemukan ruam makulopapular diseluruh tubuh, mulai dari wajah,
dada, abdomen dan keempat ekstremitas.
Sehingga dapat disimpulkan pada pasien ini terdapat kelompok gejala klinis
dari morbili 3C (cough, coryza, conjungtivitis), disertai demam dan timbul ruam
makulopapular yang khas pada morbili.

Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan leukopenia (4290/L). Pada campak


memang dapat ditemukan leukopenia, tetapi tidak spesifik karena infeksi virus lain
dapat menyebabkan leukopenia.

38

Penatalaksanaan yang diberikan pada pasien ini :


1. Tirah baring
2. Pemberian cairan dan kalori
Pada pasien ini kebutuhan cairan disesuaikan dengan berat badan pasien.
Bedasarkan rumus pemberian cairan rumatan diberikan 1500 cc/hari untuk
pasien dengan berat badan 20 kg. cairan yang diberikan pada pasien ini adalah
D5 salin. Sedangkan pemberian makanan pada pasien ini adalah makanan
biasa (MB) dengan penghitungan kalori sebagai berikut:
RDA kalori

=90 kcal x 20 kg = 1800 kalori

Pemberian kalori tersebut terdiri dari 55% karbohidrat, 35% lemak dan 9-10%
protein.
3. Pemberian antipiretik bila diperlukan
Pada pasien ini diberikan paracetamol 500 mg 3 x 1 tab (PO) jika suhu lebih
dari 37,50C. Paracetamol termasuk golongan antipiretik-analgetik yang
memiliki efek sebagai penurun panas dan penghilang nyeri. Hal ini sesuai
diberikan pada pasien ini karena terdapat peningkatan suhu tubuh
4. Pemberian vitamin A
Pada pasien ini diberikan vitamin A 200.000 IU 1x1 PO, hal ini sesuai dengan
kepustakaan vitamin A 200.000 IU (usia 12 bulan 5 tahun) diberikan secara
oral. Vitamin A diberikan untuk membantu pertumbuhan epitel saluran nafas
yang

rusak,

menurunkan

morbiditas

campak

juga

berguna

untuk

meningkatkan titer IgG dan jumlah limfosit total.


5. Lytamin Sirup
Pada pasien ini diberikan lytamin sirup yang memiliki kandungan berbagai
macam vitamin seperti vitamin A, vitamin B1, vitamin B2 dan sebagai.
Vitamin ini diberikan untuk meningkatkan daya tahan tubuh pasien. Tapi
berdasarkan kepustakaan penatalaksanaan pada pasien morbili yang tidak
memiliki komplikasi cukup diberikan vitamin A 1 kali dan antipiretik jika
demam.

39

Prognosis quo ad vitam bonam karena penyakit pada pasien saat ini tidak
mengancam nyawa.Pada quo ad functionam bonam karena pada pasien ini, organorgan vital masih berfungsi dengan baik. Pada quo ad sanationam bonam karena
menurut kepustakaan pasien yang pernah mengalami morbili sekali akan
mendapatkan kekebalan seumur hidup teradap morbili.

40

DAFTAR PUSTAKA

1. Soedarmo, Sumarmo S. Poorwo, Herry Garna, et al. 2012. Buku Ajar Infeksi
dan Pediatri Tropis. Edisi 2. Jakarta: Badan Penerbit IDAI
2. Rampengan, T.H. 2007. Penyakit Infeksi Tropis pada Anak. Edisi 2. Jakarta:
EGC
3. Soegeng Soegijanto. 2002. Campak. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak Infeksi
& Penyakit Tropis. Edisi I.Jakarta: Balai Penerbit FKUI
4. Gillespie, Stephen, Kathleen Bamford. 2009. At a Glance Mikrobiologi Medis
dan Infeksi. Edisi 3. Erlangga Medical Series
5. Brooks, Geo F, Janet S. Butel, et al. 2008. Jawetz, Melnick, and Adelberg
Mikrobiologi Kedokteran. Edisi 23. Jakarta: EGC
6. Cherry J.D. 2004. Measles Virus. In: Feigin, Cherry, Demmler, Kaplan (eds)
Textbook of Pediatrics Infectious Disease. 5th edition. Vol 3. Philadelphia.
Saunders. p.2283 2298
7. Soegijanto, Soegeng, Harsono Salimo. 2011. Campak dalam Pedoman
Imunisasi Di Indonesia. Edisi 4. Jakarta: Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak
Indonesia
8. Pudjiadi, Antonius H, Badriul Hegar, et al. 2009. Campak dalam Pedoman
Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta: IDAI
9. World Health Organisation. 2008. Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit.
Jakarta: Departemen Kesehatan RI

41

You might also like