You are on page 1of 32

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN

FRAKTUR TIBIA DAN FIBULA


Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Medikal
Bedah III

Disusun Oleh :

Aisyah Lutfia Salsabila

Iyusrinalia Nur Maulidia

Alfiah

Luthfi Rayindra

Evi Diah Putri

Sri Apulina

Helma Nur Almaliyah

Tika Rizki

Tingkat : 2A

AKADEMI KEPERAWATAN JAYAKARTA


DINAS KESEHATAN PROVINSI DKI JAKARTA
2014-2015

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan nikmat sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Fraktur Tibia dan Fibula ini dengan lancar, dan
untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah III.
Dalam kesempatan ini, kami mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya pada
dosen pembimbing dan juga kepada semua pihak yang telah mendukung penulisan makalah
ini sehingga berjalan dengan lancar. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak
khususnya bagi para pembaca dan penyusun.
Oleh karena itu, kritik dan saran kami harapkan dan saya mengucapkan mohon maaf
bila masih banyak kekurangan dan kesalahan dalam penyajian makalah ini. Semoga
bermanfaat untuk menambah pemahaman dan wawasan pembaca tentang Asuhan
Keperawatan Pada Klien Dengan Fraktur Tibia dan Fibula ini.

Jakarta, Maret 2015

Penyusun

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .........................................................................................

DAFTAR ISI ....................................................................................................

ii

BAB I PENDAHULUAN
A
B
C
D
E

Latar Belakang ............................................................................................


Tujuan Penulisan ........................................................................................
Ruang Lingkup ...........................................................................................
Sistematika Penulisan .................................................................................
Metode Penulisan .......................................................................................

1
2
3
3
4

BAB II TINJAUAN TEORI


A Anatomi Fisiologi .......................................................................................
B Definisi Fraktur ...........................................................................................
C Klasifikasi Fraktur ......................................................................................
D Etiologi .......................................................................................................
E Patofisiologi ...............................................................................................
F Manifestasi Klinik ......................................................................................
G Proses Penyembuhan Fraktur .....................................................................
H Penatalaksanaan .........................................................................................
I Komplikasi .................................................................................................
J Pemeriksaan Penunjang .............................................................................
K Asuhan Keperawatan ..................................................................................

5
8
8
10
10
11
12
14
15
17
17

BAB III PEMBAHASAN


A.
B.
C.
D.

Klasifikasi Data ..........................................................................................


Analisa Data ...............................................................................................
Daftar Masalah ...........................................................................................
Perencanaan ...............................................................................................

24
25
26
26

BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan .................................................................................................
B. Saran ...........................................................................................................

29
29

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................

iv

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Masalah kesehatan di perkotaan yang terjadi pada umumnya berkaitan dengan
faktor lingkungan, perilaku dan akses pelayanan kesehatan serta kependudukan.
Masalah di perkotaan menjadi kompleks karena masyarakat perkotaan memiliki ciriciri yang khusus antara lain individualistik, materialistik, heterogen, kritis, pendidikan
yang tinggi dan mempunyai tuntutan yang tinggi. Pertumbuhan kota biasanya diikuti
oleh industrialisasi, munculnya kawasan industri menimbulkan derajat pencemaran
dan berakibat buruk terhadap lingkungan kehidupan masyarakat perkotaan.
Masyarakat perkotaan sering disebut juga urban community. Pengertian
masyarakat kota ditekankan pada sifat kehidupannya serta ciri-ciri kehidupannya yang
berbeda dengan masyarakat pedesaan, dapat dilihat dari: kepadatan penduduknya,
banyak usia produktif, lingkungan hidup, mata pencaharian, corak kehidupan sosial,
stratifikasi sosial, pola interaksi sosial, solidaritas sosial, dan mobilitas tinggi.
Mobilitas yang tinggi menuntut masyarakat perkotaaan pandai mengatur
waktu untuk dapat memenuhi kebutuhan, hal ini yang membuat masyarakat perkotaan
banyak mempergunakan kendaraan roda dua sebagai alat transportasi untuk kegiatan
sehari-harinya sehingga waktunya lebih efektif dan dengan kondisi lalu lintas yang
padat sebagai ciri khas lainnya dari perkotaan, ini sangat membantu kegiatan
masyarakat perkotaan, sehingga dampaknya dapat memicu terjadinya stres saat
mengemudi kendaraan, dan rentan terjadi kecelakaan lalu lintas.
Kecelakaan lalulintas merupakan masalah kesehatan di perkotaan, tuntutan
pekerjaan sehari- hari, membuat setiap orang berpacu dengan waktu. Kesibukan ini
terkadang membuat manusia tidak memperhatikan keadaan dan keselamatan dirinya.
Peningkatan jumlah kendaraan bermotor sangat signifikan, hal inilah salahsatu
penyebab yang membuat jalanan dipenuhi oleh pengguna kendaraan tersebut. Tingkat
kedisiplinannya pengemudi dalam berkendaraan sangat bervariasi, beberapa anak
remaja seringkali kurang memperhatikan kedisiplinan, kelompok remaja ini
cenderung

untuk

memacu

kendaraannya

tanpa

memperhatikan

pengemudi

transportasi yang lainnya. Oleh karena itu tidak jarang ada orang yang dirugikan oleh
beberapa orang pengendara motor yang tidak memperhatikan aturan berkendaraan,

sehingga terjadi kecelakaan. Kurangnya kedisiplinan dalam berkendaraan dapat


merugikan pengemudi dan juga dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan.
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai dengan
jenisnya dan luasnya. Fraktur terjadi jika tulang dikenai stres yang lebih besar dari
yang dapat diabsorpsinya. Faktur dapat disebabkan oleh pukulan langsung, gerakan
memuntir mendadak, gaya meremuk, dan bahkan kontraksi otot yang ekstrem. Oleh
karena adanya tulang yang patah, jaringan sekitarnya juga akan terpengaruh,
mengakibatkan edema jaringan lunak, perdarahan ke otot dan sendi, dislokasi sendi,
ruptur tendon, kerusakan saraf dan kerusakan pembuluh darah (Brunner & Suddarth,
2002).
Kejadian kecelakaan yang menyebabkan patah tulang atau fraktur dampaknya
sangat merugikan individu itu sendiri maupun keluarganya, karena populasipengguna
kendaraan bermotor adalah para usia muda, dengan sendirinya mereka akan menjalani
masa perawatan yang panjang di Rumah sakit. Hal ini menyebabkan remaja tersebut
tidak produktif lagi, dan tidak mampu mencari nafkah untuk keluarganya. Rumah
sakit hampir setiap hari menerima pasien yang mengalami kecelakaan dengan kondisi
patah tulang atau fraktur. Trauma secara fisik ini perlu ditangani dengan cepat agar
tidak menimbulkan kerusakan yang lebih parah ( Brunner & Suddarth, 2002).
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Adapun tujuan umum dari penulisan ini untuk meningkatkan pengetahuan
tentang asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan pada sistem
muskuloskeletal khususnya pada Fraktur Tibia dan Fibula.
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus dalam tugas makalah ini adalah sebagai berikut:
a. Memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah III.
b. Mampu melakukan penanganan keperawatan dasar pada klien dengan Fraktur
Tibia dan Fibula.
c. Mampu melakukan pengkajian pada klien dengan Fraktur Tibia dan Fibula.
d. Mampu menentukan masalah yang muncul pada klien dengan Fraktur Tibia
dan Fibula.
e. Mampu menentukan rencana tindakan yang sesuai dengan masalah yang
muncul pada klien dengan Fraktur Tibia dan Fibula.
f. Mampu melaksanakan tindakan keperawatan dasar pada klien dengan Fraktur
Tibia dan Fibula.
g. Mampu mengevaluasi hasil tindakan yang telah diberikan pada klien dengan
Fraktur Tibia dan Fibula.

h. Mampu melakukan dokumentasi pada klien dengan Fraktur Tibia dan Fibula.
C. Ruang Lingkup
Makalah ini disusun mulai dari tinjauan teoritis sampai dengan asuhan
keperawatan teoritis serta pembahasan kasus yang terdiri dari pengkajian hingga
evaluasi.
D. Sistematika Penulisan
Dalam penyusunan makalah ini, penyusun memiliki metode penulisan sebagai
berikut:
BAB I

: PENDAHULUAN
Pada bab ini penyusun menyajikan data berupa latar belakang
pembuatan makalah, tujuan penulisan makalah yang terdiri dari
tujuan umum dan tujuan khusus, serta metode penulisan makalah.

BAB II

: TINJAUAN TEORI
Pada bab ini penyusun menyajikan data berupa konsep dasar dari
asuhan kebutuhan dasar yang mengganggu mulai dari pengertian,
faktor risiko, masalah yang umum terjadi serta diagnosa keperawatan
yang muncul.

BAB III

: TINJAUAN KASUS
Pada bab ini penyusun menyajikan data berupa pembahasan tentang
kasus pemicu. Meliputi pengelompokan data menjadi data subyektif
dan objektif, membuat analisa masalah, membuat rumusan diagnosa
keperawatan, dan menyusun rencana keperawatan.

BAB IV

: PEMBAHASAN
Pada bab ini penyusun membahas kasus secara teori, yang meliputi
pembahasan analisa data, riwayat kesehatan, pengkajian, pembahasan
diagnosa, dan pembahasan intervensi.

BAB V

: PENUTUP
Pada bab ini penyusun menyajikan data berupa yang terdiri dari
kesimpulan dan saran.

E. Metode Penulisan
Metode yang dipakai dalam makalah ini adalah metode kepustakaan yaitu,
metode yang dilakukan dengan mempelajari dan mengumpulkan data dari pustaka
yang berhubungan dengan alat, baik berupa buku maupun informasi di internet.

BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Anatomi dan Fisiologi

Tulang adalah jaringan yang kuat dan tangguh yang memberi bentuk pada
tubuh. Skelet atau kerangka adalah rangkaian tulang yang mendukung dan melindungi
organ lunak, terutama dalam tengkorak dan panggul. Tulang membentuk rangka
penunjang dan pelindung bagi tubuh dan tempat untuk melekatnya otot-otot yang
menggerakan kerangka tubuh. Tulang juga merupakan tempat primer untuk
menyimpan dan mengatur kalsiumdan fosfat (Price dan Wilson, 2006).
Tulang membentuk rangka penunjang dan pelindung bagi tubuh dan tempat
untuk melekatnya otot- otot yang menggerakan kerangka tubuh. Tulang juga
merupakan tempat primer untuk menyimpan dan mengatur kalsium dan fhosfat.
Tulang rangka orang dewasa terdiri atas 206 tulang. Tulang adalah jaringan hidup
yang akan suplai syaraf dan darah. Tulang banyak mengandung bahan kristalin
anorganik (terutama garam- garam kalsium ) yang membuat tulang keras dan kaku.,
tetapi sepertiga dari bahan tersebut adalah fibrosa yang membuatnya kuat dan elastis
(Price dan Wilson, 2006).
Tulang ekstrimitas bawah atau anggota gerak bawah dikaitkan pada batang
tubuh dengan perantara gelang panggul terdiri dari 31 pasang antra lain: tulang koksa,
tulang femur, tibia, fibula, patella, tarsalia, meta tarsalia, dan falang (Price dan
Wilson, 2006).
1. Tulang Koksa (tulang pangkal paha)

OS koksa turut membentuk gelang panggul, letaknya disetiap sisi dan di depan
bersatu dengan simfisis pubis dan membentuk sebagian besar tulang pelvis.
2. Tulang Femur ( tulang paha)
Merupakan tulang pipa dan terbesar di dalam tulang kerangka pada bagian
pangkal yang berhubungan dengan asetabulum membentuk kepala sendi yang
disebut kaput femoris, disebelah atas dan bawah dari kolumna femoris terdapat
taju yang disebut trokanter mayor dan trokanter minor. Dibagian ujung
membentuk persendian lutut, terdapat dua buah tonjolan yang disebut kondilus
lateralis dan medialis. Diantara dua kondilus ini terdapat lakukan tempat letaknya
tulang tempurung lutut (patella) yang di sebut dengan fosa kondilus.
3. Osteum tibialis dan fibularis (tulang kering dan tulang betis)
Merupakan tulang pipa yang terbesar sesudah tulang paha yang membentuk
persendian lutut dengan OS femur, pada bagian ujungnya terdapat tonjolan yang
disebut OS maleolus lateralis atau mata kaki luar. OS tibia bentuknya lebih kecil
dari pada bagian pangkal melekat pada OS fibula pada bagian ujung membentuk
persendian dengan tulang pangkal kaki dan terdapat taju yang disebut OS
maleolus medialis.

4. Tulang tarsalia (tulang pangkal kaki)


Dihubungkan dengan tungkai bawah oleh sendi pergelangan kaki, terdiri dari
tulang-tulang kecil yang banyaknya 5 yaitu sendi talus, kalkaneus, navikular,
osteum kuboideum, kunaiformi.
5. Meta tarsalia (tulang telapak kaki)
Terdiri dari tulang- tulang pendek yang banyaknya 5 buah, yang masing-masing
berhubungan dengan tarsus dan falangus dengan perantara sendi.
6. Falangus (ruas jari kaki)
Merupakan tulang-tulang pipa yang pendek yang masing-masingterdiri dari 3 ruas
kecuali ibu jari banyaknya 2 ruas, pada metatarsalia bagian ibu jari terdapat dua
buah tulang kecil bentuknya bundar yang disebut tulang bijian (osteum sesarnoid).

Fisiologi
Sistem musculoskeletal adalah penunjang bentuk tubuh dan peran dalam
pergerakan. Sistem terdiri dari tulang sendi, rangka, tendon, ligament, bursa, dan
jaringan-jaringan khusus yang menghubungkan struktur tersebut (Price dan Wilson,
2006). Tulang adalah suatu jaringan dinamis yang tersusun dari tiga jenis sel antara
lain : osteoblast, osteosit dan osteoklas.
Osteoblas membangun tulang dengan membentuk kolagen tipe 1 dan
proteoglikan sebagai matriks tulang dan jaringan osteoid melalui suatu proses yang di
sebut osifikasi. Ketika sedang aktif menghasilkan jaringan osteoid, osteoblas
mengsekresikan sejumlah besar fosfatase alkali, yang memegang peran penting dalam
mengendapkan kalsium dan fosfat kedalam matriks tulang, sebagian fosfatase alkali
memasuki aliran darah dengan demikian maka kadar fosfatase alkali di dalam darah
dapat menjadi indikator yang baik tentang tingkat pembentukan tulang setelah
mengalami patah tulang atau pada kasus metastasis kanker ke tulang.
Ostesit adalah sel-sel tulang dewasa yang bertindak sebagai suatu lintasan
untuk pertukaran kimiawi melalui tulang yang padat. Osteklas adalah sel-sel besar
berinti banyak yang memungkinkan mineral dan matriks tulang dapat di absorbsi.
Tidak seperti osteblas dan osteosit, osteklas mengikis tulang. Sel-sel ini menghsilkan
enzim-enzim proteolotik yang memecahkan matriks dan beberapa asam yang
melarutkan mineral tulang, sehingga kalsium dan fosfat terlepas ke dalam aliran
darah. Secara umum fungsi tulang menurut Price dan Wilson (2006) antara lain:
1. Sebagai kerangka tubuh. Tulang sebagai kerangka yang menyokong dan memberi
bentuk tubuh.
2. Proteksi Sistem musculoskeletal melindungi organ-organ penting, misalnya otak
dilindungi oleh tulang-tulang tengkorak, jantung dan paru-paru terdapat pada
rongga dada (cavum thorax) yang di bentuk oleh tulang-tulang kostae (iga).
3. Ambulasi dan Mobilisasi. Adanya tulang dan otot memungkinkan terjadinya
pergerakan tubuh dan perpindahan tempat, tulang memberikan suatu system
pengungkit yang di gerakan oleh otot- otot yang melekat pada tulang tersebut ;
sebagai suatu system pengungkit yang digerakan oleh kerja otot- otot yang
melekat padanya.
4. Deposit Mineral Sebagai reservoir kalsium, fosfor,natrium,dan elemen-elemen
lain. Tulang mengandung 99% kalsium dan 90% fosfor tubuh.

5. Hemopoesis. Berperan dalam bentuk sel darah pada red marrow. Untuk
menghasilkan sel- sel darah merah dan putih dan trombosit dalam sumsum merah
tulang tertentu.
B. Definisi Fraktur
Ada beberapa pengertian fraktur menurut para ahli adalah :
1. Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik
(Price dan Wilson, 2006).
2. Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan di tentukan sesuai jenis dan
luasnya, fraktur terjadi jika tulang di kenai stress yang lebih besar dari yang dapat
diabsorbsinya (Smeltzer dan Bare, 2002).
3. Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang yang di tandai oleh rasa nyeri,
pembengkakan, deformitas, gangguan fungsi, pemendekan, dan krepitasi
(Doenges, 2002).
4. Fraktur cruris merupakan suatu istilah untuk patah tulang tibia dan fibula yang
biasanya terjadi pada bagian proksimal (kondilus), diafisis, atau persendian
pergelangan kaki (Muttaqin, 2008).
Berdasarkan pengertian para ahli dapat disimpulkan bahwa fraktur cruris
adalah terputusnya kontinuitas tulang dan di tentukan sesuai jenis dan luasnya, yang
di sebabkan karena trauma atau tenaga fisik yang terjadi pada tulang tibia dan fibula.
C. Klasifikasi Fraktur
1. Fraktur tertutup
Yaitu Fraktur ini tanpa adanya komplikasi, kulit masih utuh, tulang tidak menonjol
atau menembus kulit/ terhubungan dengan dunia luar.
2. Fraktur terbuka
Bila terdapat hubungan antara tulang patah dengan dunia luar, dibagi dalam tiga
derajat yaitu :
a. Derajat I : Bila terdapat hubungan dengan dunia luar timbul luka kecil kurang
dari 1 cm, luka terbuka bersih, biasanya diakibatkan tusukan fragmen tulang
dari dalam menembus keluar, benturan otot minimal, biasanya pada fraktur
simple transfersal atau fraktur oblig.
b. Derajat II : Luka lebih besar dari 1 cm, dengan kerusakan jaringan yang luas,
dengan fraktur minimal, fraktur simple dengan minimal cominutif, luka
disebabkan karena benturan dari luar.

c. Derajat III : Lukanya lebih luas termasuk otot, kulit dan struktur pembuluh
darah dan saraf, kondisi luka kotor, dapat dibagi menjadi 3:
1) III A
Laserasi jaringan lunak cukup luas dengan terangkatnya periosteum
minimal dan kulit masih dapat menutup luka, biasanya terjadi pada fraktur
segmental, luka tembak.
2) III B
Kerusakan jaringan lunak yang luas dengan terangkatnya periosteum dan
terjadi bone expose yang membutuhkan penutupan jaringan lunak dengan
flap, biasanya terjadi kontaminasi luas pada luka.
3) III C
Terjadi cedera pada pembuluh darah yang membutuhkan repair.
Jenis khusus fraktur, menurut Smeltzer & Bare (2001), yaitu:
1. Greenstick yaitu fraktur inkomplete dimana salah satu sisi tulang patah
sedangkan sisi lainnya membengkok. Fraktur Greenstick disebabkan oleh
tekanan yang terjadi disepanjang axis tulang.
2. Transversal yaitu fraktur sepanjang garis tengah tulang, biasanya terjadi
karena penyakit paget, osteomalasia, dan osteogenesis imperfect.
3. Oblik yaitu fraktur membentuk sudut dengan garis tengah tulang dan
terjadi akibat tulang terpelintir dengan keras.
4. Spiral yaitu fraktur yang terjadi karena tulang terpelintir dengan keras dan
merupakan kelanjutan dari fraktur oblik. Fraktur spiral disertai dengan
kerusakan jaringan sedang. Fraktur ini penyebab utama dari malrotasi
pada fraktur.
5. Kominutif yaitu fraktur dengan tulang pecah menjadi beberapa fragmen.
6. Kompresi yaitu fraktur parallel yang terjadi dimulai dari sepanjang axis
tulang dan membuat tulang menjadi tipis hingga berakhir pada perubahan
bentuk dan ukuran tulang.
7. Patologik yaitu fraktur yang terjadi pada daerah tulang berpenyakit (kista
tulang, penyakit paget, metastasis tulang, tumor).
8. Avulsi yaitu tertariknya fragmen tulang dan jaringannya keluar dari
perlekatannya. Fraktur avulse sering terjadi pada tulang anak yang belum
matur.
9. Impaksi yaitu fraktur yang terjadi karena tekanan keras pada tulang dan
mendorong fragmen tulang yang lebih kecil masuk kefragmen tulang yang
lebih besar.
D. Etiologi

Etiologi dari fraktur menurut Price dan Wilson (2006) ada 3 yaitu:
1. Cidera atau benturan.
2. Fraktur patologik. Fraktur patologik terjadi pada daerah-daerah tulang yang telah
menjadi lemah oleh karena tumor, kanker dan osteoporosis.
3. Fraktur beban Fraktur baban atau fraktur kelelahan terjadi pada orang-orang yang
baru saja menambah tingkat aktivitas mereka, seperti baru di terima dalam
angkatan bersenjata atau orang-orang yang baru mulai latihan lari.
E. Patofisiologi
Fraktur dibagi menjadi fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Tertutup bila tidak
terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar. Sedangkan fraktur
terbuka bila terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar oleh karena
perlukaan di kulit (Smelter dan Bare,2002).
Sewaktu tulang patah perdarahan biasanya terjadi di sekitar tempat patah ke
dalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut, jaringan lunak juga biasanya mengalami
kerusakan. Reaksi perdarahan biasanya timbul hebat setelah fraktur. Sel-sel darah
putih dan sel anast berakumulasi menyebabkan peningkatan aliran darah ketempat
tersebut aktivitas osteoblast terangsang dan terbentuk tulang baru umatur yang disebut
callus. Bekuan fibrin direabsorbsi dan sel-sel tulang baru mengalami remodeling
untuk membentuk tulang sejati.
Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut syaraf yang berkaitan
dengan pembengkakan yang tidak ditangani dapat menurunkan asupan darah ke
ekstrimitas dan mengakibatkan kerusakan syaraf perifer. Bila tidak terkontrol
pembengkakan akan mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan, oklusi darah total
dan berakibat anoreksia mengakibatkan rusaknya serabut syaraf maupun jaringan otot.
Komplikasi ini di namakan sindrom compartment (Brunner dan Suddarth, 2002 ).
Trauma pada tulang dapat menyebabkan keterbatasan gerak dan ketidak
seimbangan, fraktur terjadi dapat berupa fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Fraktur
tertutup tidak disertai kerusakan jaringan lunak seperti tendon, otot, ligament dan
pembuluh darah ( Smeltzer dan Bare, 2001).
Reduksi terbuka dan fiksasi interna (ORIF) fragmen- fragmen tulang di
pertahankan dengan pen, sekrup, plat, paku. Namun pembedahan meningkatkan
kemungkinan terjadinya infeksi. Pembedahan itu sendiri merupakan trauma pada
jaringan lunak dan struktur yang seluruhnya tidak mengalami cedera mungkin akan

terpotong atau mengalami kerusakan selama tindakan operasi (Price dan Wilson,
2006).
F. Manifestasi Klinik
Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas, pemendekan
ekstrimitas, krepitus, pembengkakan local, dan perubahan warna.

1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang di


imobilisasi, spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah
yang di rancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.

2. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan dan cenderung bergerak
tidak alamiah bukan seperti normalnya, pergeseran fraktur menyebabkan
deformitas, ekstrimitas yang bias di ketahui dengan membandingkan dengan
ekstrimitas yang normal. Ekstrimitas tidak dapat berfungsi dengan baik karena
fungsi normal otot bergantung pada integritas tulang tempat melekatnya otot.

3. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena


kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah tempat fraktur.

4. Saat ekstrimitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang yang
dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan yang
lainya.

5. Pembengkakan dan perubahan warna local pada kulit terjadi sebagai akibat dari
trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini biasanya baru terjadi
setelah beberapa jam atau hari setelah cedera (Smelzter dan Bare, 2002).

G. Proses Penyembuhan Fraktur


Dalam memberi asuhan keperawatan system musculoskeletal perlu mengetahui
fase-fase pnyebuhan tulang yang telah mengalami kerusakan akibat suatu
trauma/patah tulang. Ketika tulag mengalami cidera, fragmen tulang tidak hanya
ditambal dengan jaringan parut, namun tulang sendirin akan mengalami regenerasi
secara bertahap. Tahapan penyembuhan tulang meliputi fase inflamasi,

fase

proliferasi sel, fase pembentukan dan penulangan kalus (osifikasi), dan fase
remodeling menjadi tulang matur.
Penyembuhan pada tulang panjang. Tahap 1. Segera setelah terjadi patah tulang,
terbentuk bekuan darah dalam subperiosteum dan jaringan lunak. Tahap 2: fase

inflamasi, neovaskulariasi, dan awal pengaturan bekuan darah. Tahap 3: fase reparasi,
pembentukan kalus kartilago dan jaring-jaring tulang dekat tempat patah tulang.
Tahap 4: fase remodeling, korteks mengalami revitalisasi.
1. Inflamasi
Dengan adanya patah tulang, tubuh mengalami respons yang sama dengan bila
ada cidera dilain tempat dalam tubuh. Terjadi perdarahan dalam jaringan yang
cedera dan terjadi pembentukkan hematoma pada tempat patah tulang. Ujung
fragmen tulang mengalami devitalisasi karena terputusnya pasokan darah.
Tempat cedera kemudian dan diinvasi oleh makrofag (sel darah putih besar),
yang akan membersihkan daerah tersebut. Terjadi inflamasi, pembengkakkan, dan
nyeri. Tahap inflamasi berlangsung beberapa hari dan hilang dengan berkurangnya
pembengkakakkan dan nyeri.
2. Proliferasi
Dalam waktu sekitar 5 hari, hematoma akan mengalami organisasi. Terbentuk
benang-benang fibrin dalam jendelan darah, membentuk jaringan untuk
revaskulerisasi, dan terjadi invasi fibroblast dan osteoblas.
Fibroblast dan osteoblas (berkembang dari osteosit, sel endosteum, dan sel
periosteum) akan memghasilkan kolagen dan proteoglikan sebagai matriks
kolagen pada patahan tulang. Terbentuk jaringan ikat fibrosa dan tulang rawan.
Dari periosteum, tampak pertumbuhan melingkar.
3. Pembentukkan kalus
Pertumbuhan jaringan berlanjut dan lingkaran tulang rawan tumbuh mencapai
sisi lain sampai celah terhubungkan. Fragmen patahan tulangdigabungkan dengan
jaringan fibrosa, tulang rawan, dan tulang rawan imatur. Bentuk halus dan volume
yang dibutuhkan untuk menghubungkan defek secara langsung berhubungan
dengan jumlah kerusakan dan pergeseran tulang. Perlu waktu 3 sampai 4 minggu
agar fragmn tulang tergabung dalam tulang rawan atau jaringan fibrosa. Secara
klinis, fragmen tulang tidak bisa lagi digeserkan.
Osifikasi
Pembentukkan kalus mulai mengalami penulangan dalam 2 sampai 3 minggu
patah tulang melalui proses penulangan endokondral. Mineral terus-menerus
ditimbun sampai tulang benar-benar telah bersatu dengan keras. Permukaan kalus
tetap bersifat elektronegatif. Pada patah tulang panjang orang dewasa normal,
penulangan memerlukan waktu 3 sampai 4 bulan.

4. Remodeling
Tahap akhir perbaikan patah tulang meliputi pengembalian jaringan mati dan
reorganisasi tulang baru ke susunan structural sebelumnya. Remodeling
memerlukan waktu berbulan-bulan sampai bertahun-tahun bergantung pada
beratnya modifikasi tulang yang dibutuhkan, fungsi tulang, kasus yang melibatkan
tulang kompak dan kanselus serta stress fungsional pada tulang. Tulang kanselus
mengalami penyembuhan dan remodeling lebih cepat dari pada tulang kortikal
kompak, khususnya pada titik kontak langsung. Ketika remodeling telah
sempurna, muatan permukaan patah tulang tidak lagi negative.
Proses penyembuhan tulang dapat dipantau dengan pemeriksaan sinar-x.
Imobilisasi harus memadai sampai tampak tanda-tanda adanya kalus pada
gambaran sinar-x.

H. Penatalaksanaan
Konsep dasar yang harus dipertimbangkan pada waktu menangani fraktur
yaitu: rekognisi, reduksi, retensi, dan rehabilitasi.
1. Rekognisi (Pengenalan )
Riwayat kecelakaan, derajat keparahan, harus jelas untuk menentukan diagnosa
dan tindakan selanjutnya. Contoh, pada tempat fraktur tungkai akan terasa nyeri
sekali dan bengkak. Kelainan bentuk yang nyata dapat menentukan diskontinuitas
integritas rangka.
2. Reduksi (manipulasi/ reposisi)
Reduksi adalah usaha dan tindakan untuk memanipulasi fragmen fragmen tulang
yang patah sedapat mungkin kembali lagi seperti letak asalnya. Upaya untuk
memanipulasi fragmen tulang sehingga kembali seperti semula secara optimal.
Reduksi fraktur dapat dilakukan dengan reduksi tertutup, traksi, atau reduksi
terbuka. Reduksi fraktur dilakukan sesegera mungkin untuk mencegah jaringan
lunak kehilangan elastisitasnya akibat infiltrasi karena edema dan perdarahan.
Pada kebanyakan kasus, reduksi fraktur menjadi semakin sulit bila cedera sudah
mulai mengalami penyembuhan.
3. Retensi (Immobilisasi)

Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga kembali seperti
semula secara optimal. Setelah fraktur direduksi, fragmen tulang harus
diimobilisasi, atau di pertahankan dalam posisi kesejajaran yang benar sampai
terjadi penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau
interna.
Metode fiksasi eksterna meliputi pembalutan, gips, bidai, traksi kontinu, pin, dan
teknik gips, atau fiksator eksterna. Implan logam dapat di gunakan untuk fiksasi
intrerna yang berperan sebagai bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur.
Fiksasi eksterna adalah alat yang diletakkan diluar kulit untuk menstabilisasikan
fragmen tulang dengan memasukkan dua atau tiga pin metal perkutaneus
menembus tulang pada bagian proksimal dan distal dari tempat fraktur dan pin
tersebut dihubungkan satu sama lain dengan menggunakan eksternal bars. Teknik
ini terutama atau kebanyakan digunakan untuk fraktur pada tulang tibia, tetapi
juga dapat dilakukan pada tulang femur, humerus dan pelvis.
Prinsip dasar dari teknik ini adalah dengan menggunakan pin yang diletakkan
pada bagian proksimal dan distal terhadap daerah atau zona trauma, kemudian
pin-pin tersebut dihubungkan satu sama lain dengan rangka luar atau eksternal
frame atau rigid bars yang berfungsi untuk menstabilisasikan fraktur. Alat ini
dapat digunakan sebagai temporary treatment untuk trauma muskuloskeletal atau
sebagai definitive treatment berdasarkan lokasi dan tipe trauma yang terjadi pada
tulang dan jaringan lunak.
4. Rehabilitasi
Mengembalikan aktifitas fungsional semaksimal mungkin untuk menghindari
atropi atau kontraktur. Bila keadaan mmeungkinkan, harus segera dimulai
melakukan latihan-latihan untuk mempertahankan kekuatan anggota tubuh dan
mobilisasi.
I. Komplikasi
Komplikasi fraktur menurut Smeltzer dan Bare (2001) dan Price (2005) antara lain:
1. Komplikasi awal fraktur antara lain: syok, sindrom emboli lemak, sindrom
kompartement, kerusakan arteri, infeksi, avaskuler nekrosis.
a. Syok hipovolemik atau traumatic, akibat perdarahan (banyak kehilangan darah
eksternal maupun yang tidak kelihatan yang bias menyebabkan penurunan
oksigenasi) dan kehilangan cairan ekstra sel ke jaringan yang rusak, dapat
terjadi pada fraktur ekstrimitas, thoraks, pelvis dan vertebra.
b. Sindrom emboli lemak. Pada saat terjadi fraktur globula lemak dapat masuk
kedalam pembuluh darah karena tekanan sumsum tulang lebih tinggi dari

tekanan kapiler atau karena katekolamin yang di lepaskan oleh reaksi stress
pasien akan memobilisasi asam lemak dan memudahkan terjasinya globula
lemak pada aliran darah.
c. Sindroma Kompartement. Merupakan masalah yang terjadi saat perfusi
jaringan dalam otot kurang dari yang dibutuhkan untuk kehidupan jaringan.
Ini bisa disebabkan karena penurunan ukuran kompartement otot karena fasia
yang membungkus otot terlalu ketat, penggunaan gibs atau balutan yang
menjerat ataupun peningkatan isi kompatement otot karena edema atau
perdarahan sehubungan dengan berbagai masalah (misalnya: iskemi,dan cidera
remuk).
d. Kerusakan Arteri. Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai denagan tidak
ada nadi, CRT menurun, syanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan
dingin pada ekstrimitas yang disbabkan oleh tindakan emergensi splinting,
perubahan posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan.
e. Infeksi. Sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada
trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke
dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bias juga karena
penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.
f. Avaskuler nekrosis. Avaskuler nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke
tulang rusak atau terganggu yang bias menyebabkan nekrosis tulang dan di
awali dengan adanya Volkmans Ischemia (Smeltzer dan Bare, 2001).
2. Komplikasi dalam waktu lama atau lanjut fraktur antara lain: mal union, delayed
union, dan non union.
a. Malunion. Malunion dalam suatu keadaan dimana tulang yang patah telah
sembuh dalam posisi yang tidak seharusnya. Malunion merupakan
penyembuhan tulang ditandai dengan meningkatnya tingkat kekuatan dan
perubahan bentuk (deformitas). Malunion dilakukan dengan pembedahan dan
reimobilisasi yang baik.
b. Delayed Union Delayed. Union adalah proses penyembuhan yang terus
berjalan dengan kecepatan yang lebih lambat dari keadaan normal. Delayed
union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu yang
dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini disebabkan karena penurunan
suplai darah ke tulang.
c. Nonunion. Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi dan
memproduksi sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9 bulan.
Nonunion di tandai dengan adanya pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur

yang membentuk sendi palsu atau pseuardoarthrosis. Ini juga disebabkan


karena aliran darah yang kurang (Price dan Wilson, 2006).

J. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan rontgen : untuk menentukan lokasi, luas dan jenis fraktur.
2. Scan tulang, tomogram, CT-scan/MRI: memperlihatkan fraktur

dan

mengidentifikasi kerusakan jaringan.


3. Pemeriksaan darah lengkap : Hematokrit mungkkin meningkat (hemokonsentrasi)
atau menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma
multiple). Peningkatan sel darah putih adalah respon stress normal setelah trauma.
4. Kreatinin : Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal.
5. Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfuse
multiple, atau cedera hati.

K. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas Pasien
b. Riwayat penyakit sekarang
Kaji kronologi terjadinya trauma yang menyebabkan patah tulang kruris,
pertolongan apa yang di dapatkan, apakah sudah berobat ke dukun patah
tulang. Selain itu, dengan mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaan,
perawat dapat mengetahui luka kecelakaan yang lainya. Adanya trauma lutut
berindikasi pada fraktur tibia proksimal. Adanya trauma angulasi akan
menimbulkan fraktur tipe konversal atau oblik pendek, sedangkan trauma
rotasi akan menimbulkan tipe spiral. Penyebab utama fraktur adalah
kecelakaan lalu lintas darat.

c. Riwayat penyakit dahulu


Pada beberapa keadaan, klien yang pernah berobat ke dukun patah tulang
sebelumnya sering mengalami mal-union. Penyakit tertentu seperti kanker
tulang atau menyebabkan fraktur patologis sehingga tulang sulit menyambung.
Selain itu, klien diabetes dengan luka di kaki sangat beresiko mengalami
osteomielitis akut dan kronik serta penyakit diabetes menghambat
penyembuhan tulang.
d. Riwayat penyakit keluarga

Penyakit keluarga yang berhubungan dengan patah tulang cruris adalah salah
satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti osteoporosis yang sering
terjadi pada beberapa keturunan dan kanker tulang yang cenderung diturunkan
secara genetik.
e. Pola kesehatan fungsional
1) Aktifitas/ Istirahat
Keterbatasan/ kehilangan pada fungsi di bagian yang terkena (mungkin
segera, fraktur itu sendiri atau terjadi secara sekunder, dari pembengkakan
jaringan, nyeri)
2) Sirkulasi
a) Hipertensi (kadang- kadang terlihat sebagai respon nyeri atau ansietas)
atau hipotensi (kehilangan darah)
b) Takikardia (respon stresss, hipovolemi)
c) Penurunan / tidak ada nadi pada bagian distal yang cedera,pengisian
kapiler lambat, pusat pada bagian yang terkena.
d) Pembangkakan jaringan atau masa hematoma pada sisi cedera.
3) Neurosensori
a) Hilangnya gerakan/sensasi, spasme otot
b) Kebas/ kesemutan (parestesia)
c) Deformitas local: angulasi abnormal, pemendekan, rotasi, krepitasi
(bunyi berderit) Spasme otot, terlihat kelemahan/ hilang fungsi.
d) Angitasi (mungkin badan nyeri/ ansietas atau trauma lain)
4) Nyeri/kenyamanan
a) Nyeri berat tiba-tiba pada saat cedera (mungkin terlokalisasi pada area
jaringan/kerusakan tulang pada imobilisasi), tidak ada nyeri akibat
kerusakan syaraf.
b) Spasme/kram otot (setelah imobilisasi)
5) Keamanan
a) Laserasi kulit, avulse jaringan, pendarahan, perubahan warna.
b) Pembengkakan local (dapat meningkat secara bertahap atau tiba- tiba).
6) Pola hubungan dan peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat karena
klien harus menjalani rawat inap.
7) Pola persepsi dan konsep diri
Dampak yang timbul dari klien fraktur adalah timbul ketakutan dan
kecacatan akibat fraktur yang dialaminya, rasa cemas, rasa ketidak
mampuan untuk melakukan aktifitasnya secara normal dan pandangan

8)

terhadap dirinya yang salah.


Pola sensori dan kognitif

Daya raba pasien fraktur berkurang terutama pada bagian distal fraktur,
sedangkan indra yang lain dan kognitif tidak mengalami gangguan. Selain

9)

itu juga timbul nyeri akibat fraktur.


Pola nilai dan keyakinan
Klien fraktur tidak dapat beribadah dengan baik, terutama frekuensi dan
konsentrasi dalam ibadah. Hal ini disebabkan oel nyeri dan keterbatasan
gerak yang dialami klien.

2.

Diagnosa Keperawatan

a.

Nyeri berhubungan dengan terputusnya jaringan tulang, gerakan fragmen


tulang, edema dan cedera pada jaringan.

b. Kerusakan

integritas kulit berhubungan dengan tekanan, perubahan status

metabolic, kerusakan sirkulasi dan penurunan sensasi.

c. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri / ketidak nyamanan,


kerusakan musculoskeletal, terapi pembatasan aktifitas, penurunan kekuatan /
tahanan.

3. Intervensi Keperawatan
a.

Nyeri berhubungan dengan terputusnya jaringan tulang, gerakan fragmen


tulang, edema dan cedera pada jaringan.
Tujuan:
Dapat menurunkan tingkat nyeri, nyeri dapat terkontrol dan peningkatan
kenyamanan.
Kriteria Hasil:

1) Mampu

mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan

tekhnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri)

2) Melaporkan bahwa nyeri sudah berkurang


3) Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi, dan tanda nyeri)
4) Menyatakan rasa nyaman setelah rasa nyeri berkurang
Intervensi:
1) Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif (lokasi, karakteristik,
durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi)
2) Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
3) Gunakan tekhnik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman
nyeri pasien
4) Lakukan penanganan nyeri (farmakologi dan nonfarmakologi)

5) Kolaborasi dalam pemberian analgesik


6) Anjurkan klien untuk meningkatkan waktu istirahat

b. Kerusakan

integritas kulit berhubungan dengan tekanan, perubahan status

metabolic, kerusakan sirkulasi dan penurunan sensasi.


Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan pemenuhan masalah kerusakan kulit dapat teratasi,
penyembuhan luka sesuai waktu.
Kriteria Hasil:
1) Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan
2) Tidak ada luka/lesi pada kulit
3) Perfusi jaringan baik
4) Menunjukan pemahaman dalam proses perbaikan kulit dan mencegah
terjadinya cidera berulang
5) Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembapan kulit dan
perawatan alami
Intervensi:
1)
2)
3)
4)
5)
6)

Anjurkan klien untuk menggunakan pakaian yang longgar


Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering
Mobilisasi klien setiap 2 jam sekali
Monitor kulit adanya kemerahan
Oleskan lotion pada daerah yang tertekan
Membersihkan, memantau dan meningkatkan proses penyembuhan luka

yang ditutup dengan jahitan.


7) Monitor tanda dan gejala infeksi pada daerah insisi
8) Kolaborasi pemberian antibiotik
9) Ganti balutan pada interval waktu yang ditentukan

c. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri / ketidak nyamanan,


kerusakan musculoskeletal, terapi pembatasan aktifitas, penurunan kekuatan /
tahanan.
Tujuan:
Pasien akan menunjukan tingkat mobilitas optimal
Kriteria Hasil:
1) Adanya peningkatan aktifitas fisik
2) Mengerti tujuan dari peningkatan mobilitas
3) Memperagakan penggunaan alat bantu untuk mobilisasi (walker)
Intervensi:
1) Monitor vital sign sebelum dan sesudah latihan fisik dan lihat respon klien
saat latihan
2) Kaji kemampuan klien dalam mobilisasi

3) Dampingi dan bantu klien saat mobilisasi


4) Ajarkan klien tentang tekhnik ambulasi
5) Bantu klien untuk menggunakan tongkat saat berjalan dan cegah terhadap
cidera
6) Latih klien dalam pemenuhan kebutuhan aktifitas sehari-hari secara
mandiri sesuai kemampuan
4. Implementasi
Komponen Implementasi dalam proses keperawatan mencakup penerapan
keterampilan

yang

diperlukan

keperawatan.

Keterampilam

untuk

dan

mengimplementasikan

pengetahuan

yang

Intervensi

diperlukan

untuk

implementasi biasanya berfokus pada :


a. Melakukan aktifitas untuk klien atau membantu klien
b. Melakukan pengkajian keperawatan untuk mengidentifikasi masalah baru atau
memantau status masalah yang telah ada
c. Memberi pendidikan kesehatan untuk membantu klien mendapatkan
pengetahuan yang baru tentang kesehatannya
d. Membantu klien membuat keputusan tentang layanan kesehatannya sendiri
e. Memberi tindakan yang spesifik untuk menghilangkan, mengurangi atau
menyelesaikan masalah kesehatan
f. Membantu klien melakukan aktivitasnya sendiri
5. Evaluasi Keperawatan
a. Memperlihatkan kemampuan untuk turut serta dalam aktifitas:
1) Merencanakan aktifitas dan latihan serta periode istirahat secara
bergantian.
2) Melaporkan peningkatan kekuatan dan kesehatan pasien
3) Memperlihatkan peningkatan berat badan tanpa pertambahan edema dan
pembentukan asitesis
4) Turut serta dalam asuhan higienik
b. Memperlihatkan perbaikan integritas kulit
1) Memperlihatkan kulit yang utuh tanpa bukti adanya luka, infeksi atau
trauma
2) Menunjukkan turgor kulit yang normal pada ekstremitas dan batang tubuh
tanpa edema
3) Mengubah posisi dengan sering dan menginspeksi prominensia (tonjolan)
tulang setiap hari
4) Menggunakan lotion untuk meredakan prutius
c. Tidak menunjukkan cedera
1) Bebas dari daerah-daerah ekimos atau pembentukan hematom

2) Menyatakan dasar pemikiran untuk memasang penghalang disamping


tempat tidur dan meminta bantuan ketika akan turun dari tempat tidur
3) Melakukan tindakan untuk mencegah trauma
d. Bebas dari komplikasi
1) Melaporkan tidak adanya gejala syok hipovolemik, sindrom emboli lemak,
sindrom kompartement, kerusakan arteri, infeksi dan avaskuler nekrosis.
2) Tidak terjadi union (proses penyembuhan yang terus berjalan dengan
kecepatan yang lebih lambat dari keadaan normal)

BAB III
TINJAUAN KASUS

Tn. M umur 18 tahun, seorang mahasiswa, belum menikah, mengalami kecelakaan antara
motor dan bajaj. Sekitar satu jam sebelum masuk rumah sakit, tungkai kanan pasien tertabrak
langsung oleh bajaj tersebut. Pasien terjatuh ke kiri. Nyeri dirasakan pada tungkai kanan.
Terdapat luka pada tungkai bagian bawah, saat ini perdarahan sudah berhenti. Penonjolan
tulang tidak jelas. Benturan pada kepala tidak ada. Pasien mengenakan helm dan jaket kain.
Pingsan tidak ada muntah, mual muntah tidak ada, sesak nafas tidak ada, pasien belum
mendapatkan penanganan apapun. TD: 110/80 mmHg, N: 94x/menit, S: 36,7C, RR:
20x/menit.
Klien dilakukan pembedahan, hasil pengkajian pasca bedah diperoleh data klien mengatakan
nyeri di kaki kanan, tampak kaki kanan terbalut elastis perban, kaki tampak bengkak, kaki
kanan baru di operasi pemasangan pen: plat 8 hole 1 screw 8 buah, kemarin. TD: 110/70
mmHg, N: 86x/menit, RR: 18x/menit dengan irama teratur dan jenis dada dan perut,
S:36,5C. TB: 175 cm, BB: 65 kg
Pemeriksaan penunjang:
a. Rontgen.
Rontgen cruris dekstra proyeksi AP dan lateral: tampak fraktur linear komplit pada
sepertiga distal os tibia dan fibula kanan dengan pergeseran fragmen distal fraktur kearah
posterolateral. Celah sendi tidak tampak menyempit.
b. Hematologi
Hb: 15,8 gr/dl, Ht: 45,3%, eritrosit: 4,7/uL, leukosit: 13.200 sel/uL, trombosit
222.000/uL, neutrofil: 70%, limfosit: 14%.

A. Klasifikasi Data

Data Subjektif

Data Objektif

1. Klien mengatakan nyeri di kaki kanan


2. Klien mengatakan sulit bergerak

1. Tampak kaki sebelah kanan terbalut


elastis perban
2. Kaki tampak bengkak
3. Kaki kanan baru

di

operasi

pemasangan pen; plat 8, hole 1, screw


8 buah
4. TD: 110/70 mmHg, N: 86x/menit,
RR: 18x/menit, S: 36,5
5. Pemeriksaan penunjang:
Rontgen cruris dekstra:
Fraktur linier komplit

pada

sepertiga distal os tibia dan fibula

kanan.
Hasil lab:
Hb: 15,8 g/dl, Ht: 45,3 %,
eritrosit: 4,7/ul, leukosit: 13.200,
trombosit: 222.000/ul, neutrofil:
70%, limfosit: 14%.

B. Analisa Data

Data subjektif/objektif

Masalah

Kemungkinan

penyebab
DS:
Klien mengatakan nyeri di kaki
kanan
DO:
- Tampak kaki sebelah kanan
-

Diskontinuitas tulang

Gangguan

Rasa

Nyaman Nyeri

terbalut elastis perban


Kaki kanan baru dioperasi
pemasangan pen, post op

hari ke- 1
Skala nyeri: 6 (1-10)

DS:

Klien mengatakan sulit bergerak


DO:
- Klien post operasi mayor
- Kaki kanan di operasi
-

pemasangan pen
Kaki terbalut elastis perban

Pembatasan Gerak
Gangguan
Mobilitas Fisik

C. Daftar Masalah

No

Diagnosa
Keperawatan

1.

Gangguan Rasa Nyaman Nyeri b.d diskontinuitas tulang

2.

Gangguan Mobilitas Fisik b.d pembatasan gerak

D. Perencanaan

N
o

Diagnosa

Tujuan

Keperawata

dan

Rencana

Kriteria Hasil

Rasional

Tindakan

Tujuan:

Gangguan

rasa nyaman Setelah


Nyeri

dilakukan

b.d tindakan

pertahankan

bed

Bed rest adekuat

rest selama fase

dan

tindakan

akut.

kenyamanan

diskontinuita

keperawatan nyeri

membantu

s tulang.

klien berkurang.

merelaksasikan
otot & menurunkan

KH :
Mampu

kecemasan.

Kaji skala, lokasi ,

mengontrol

dan

hal

yang

nyeri
mampu

memperberat atau

mengurangi nyeri

membantu evaluasi
derajat

non

ketidaknyamanan

farmokologi

untuk
mengurangi

mengkaji

skala nyeri dapat

menggunakan
teknik

Dengan

Kontrol

Lingkungan

yang

nyaman

dapat

membuat

tubuh

nyeri
tanda-tanda

lingkungan

vital

dapat

sehingga

rentang

mempengaruhi

mengurangi nyeri

normal
klien tampak

nyeri seperti, suhu

rileks.

pencahayaan, dan

dalam

yang

klien merasa rileks


dapat

ruangan,

kebisingan.

Ajarkan

Dengan

teknik

nafas dalam dapat

teknik

meningkatkan

nonfarmokologi

kemampuan dalam

(nafas dalam)

manajemen nyeri

Peningkatan
istirahat

dapat

mencegah
kesalahan

posisi

tulang/jaringan

Tujuan :
Setelah

Tingkatkan

yang cidera

istirahat

Pemberian
analgetik berfungsi

dilakukan

mengurangi nyeri

tindakan
keperawatan klien

Membantu

dalam

Kolaborasi dengan

ambulasi

dapat

tim dokter dalam

menurunkan

pemberian

komplikasi

diharapkan mampu
meningkatkan

aktivitas
2

Kriteria Hasil:

.
Gangguan

mobilitas
fisik

b.d

pembatasan
gerak

analgetik.

klien

obat

baring

Bantu

pasien

meningkat

dalam

dalam aktifitas

sesuai kebutuhan.

ambulasi

fisik
memverbalisasi
kan

perasaan

tirah

Monitoring

TTV

Dapat
adanya
postural

memonitor
hipotensi

sebelum/

meningkatkan

latihan

kekuatan

respon pasien saat

kekuatan dan masa

latihan.

otot

dan

kemampuan

sesudah

dalam

bermobilisasi
adanya

dan

Membantu
mempertahankan

lihat

Ajarkan

pasien

Dapat menentukan

peningkatan

tentang

teknik

derajat kemampuan

kekuatan otot

mobilisasi.

mobilitas klien

Kaji

kemampuan

klien

untuk

Meningkatkan
kekuatan otot dan
sirkulasi

mobilisasi

Latih klien dalam

pemenuhan
kebutuhan
secara

ADL
mandiri

sesuai kebutuhan.
Berikan alat bantu
jika
memerlukan.

klien

Mempertahankan
kekuatan otot

BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Tulang adalah jaringan yang kuat dan tangguh yang memberi bentuk pada
tubuh. Skelet atau kerangka adalah rangkaian tulang yang mendukung dan melindungi
organ lunak, terutama dalam tengkorak dan panggul. Tulang membentuk rangka
penunjang dan pelindung bagi tubuh dan tempat untuk melekatnya otot-otot yang
menggerakan kerangka tubuh. Tulang juga merupakan tempat primer untuk
menyimpan dan mengatur kalsiumdan fosfat.
Berdasarkan pengertian para ahli dapat disimpulkan bahwa fraktur cruris adalah
terputusnya kontinuitas tulang dan di tentukan sesuai jenis dan luasnya, yang di
sebabkan karena trauma atau tenaga fisik yang terjadi pada tulang tibia dan fibula.
Fraktur dibagi 2 yaitu, fraktur tertutupYaitu fraktur ini tanpa adanya komplikasi, kulit
masih utuh, tulang tidak menonjol atau menembus kulit/ terhubungan dengan dunia
luar,dan Fraktur terbuka Bila terdapat hubungan antara tulang patah dengan dunia
luar.
Komplikasi awal fraktur antara lain: Syok hipovolemik atau traumatic,
Sindroma Kompartement, Kerusakan Arteri, Infeksi, Avaskuler nekrosis. Komplikasi
dalam waktu lama atau lanjut fraktur antara lain :Malunion,Delayed Union,Nonunion.
Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas, pemendekan
ekstrimitas, krepitus, pembengkakan local, dan perubahan warna.
B. Saran
Diharapkan mahasiswa mengerti bagian-bagian tulang,memahami fraktur etiologi dan
patofisiologi,dan memahami asuhan keperawatan pada kasus tibia fibula.

DAFTAR PUSTAKA

A.Price, Sylvia .1995 .Patofisiologis Konsep Klinis Proses Penyakit .Jakarta : EGC
C.Smeltzer, Suzzane .2001 .Keperawatan Medikal Bedah .Jakarta : EGC
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem
Muskuloskeletal. Jakarta. EGC
Nurarif, Amin Huda.2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis&NANDA NIC-NOC. Yogyakarta: Mediaction
http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351602-PR-Indah%20Solihati.pdf
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/135/jtptunimus-gdl-nurhidayah-6731-2-babii.pdf

You might also like