Professional Documents
Culture Documents
TINJAUAN TEORITIS
a.
Seksio sesarea primer (efektif) : dari semula telah direncanakan bahwa janin akan
b.
c.
d.
Seksio sesarea histerektomi : suatu operasi dimana setelah janin dilahirkan dengan
e.
dan bokong bayi premature yang viable paling baik dilakukan melalui sectio
caesarea.
3) Disfungsi uterus
Disfungsi uterus mencakup kerja uterus yang tidak terkoordinasikan, inertia,
cincin konstriksi dan ketidakmampuan dilatasi cervix. Partus menjadi lama
dan kemajuannya mungkin terhenti sama sekali. Keadaan ini sering disertai
disproporsi dan malpresentasi.
4) Distosia jaringan lunak
Distosia jaringan lunak (soft tissue dystocia) dapat menghalangi atau
mempersulit kelahiran yang normal. Ini mencakup keadaan seperti cicatrix
pada saluran genitalia, kekakuan cervix akibat cedera atau pembedahan, dan
atresia atau stenosis vagina. Kelahiran vaginal yang dipaksa akan
mengakibatkan laserasi yang luas dan perdarahan
5) Neoplasma
Neoplasma yang menyumbat pelvis menyebabkan persalinan normal tidak
mungkin terlaksana. Kanker invasive cervix yang didiagnosis pada trimester
ketiga kehamilan dapat diatasi dengan sectio caesarea yang dilanjutkan
dengan terapi radiasi, pembedahan radikal ataupun keduanya.
6) Persalinan yang tidak dapat maju
Dalam kelompok ini termasuk keadaan keadaan seperti disproporsi
cephalopelvik, kontraksi uterus yang tidak efektif, pelvis yang jelek, bayi
yang besar dan defleksi kepala bayi. Sering diagnosis tepat tidak dapat dibuat
dan pada setiap kasus merupakan diagnosis akademik. Keputusan ke arah
sectio caesarea dibuat berdasarkan kegagalan persalinan untuk mencapai
dilatasi cervix dan atau turunnya fetus, tanpa mempertimbangkan etiologinya.
Ada sebagian besar Negara ada kebiasaan yang dipraktekkan akhir akhir ini,
yaitu setelah prosedur pembedahan caesarea dikerjakan, maka semua
kehamilan yang mendatang harus diakhiri dengan cara yang sama. Bahaya
rupture lewat tempat insisi sebelumnya dirasakan terlalu besar. Akan tetapi,
pada kondisi tertentu ternyata bisa dilakukan trial of labor dengan
kemungkinan persalinan lewat vagina. Kalau upaya ini berhasil, baik
morbiditas maternal maupun lamanya rawat tinggal akan berkurang.
2) Histerotomi
Kehamilan dalam uterus akan disertai bahaya rupture uteri bila kehamilan
sebelumnya diakhiri dengan histerotomi. Resikonya sama seperti resiko sectio
caesarea klasik. Histerotomi kalau mungkin harus dihindari dengan
pertimbangan bahwa kehamilan berikutnya akan mengharuskan sectio
caesarea.
c. Pendarahan
1) Placenta previa
Sectio caesarea untuk placenta previa centralis dan lateralis telah menurunkan
mortalitas fetal dan maternal. Keputusan akhir diambil melalui pemeriksaan
vaginal dalam kamar operasi dengan menggunakan double setup. Darah sudah
tersedia dan sudah dicocokkan (cross-matching). Team dokter bedah harus
sudah siap sedia. Jika pada pemeriksaan vaginal ditemukan placenta previa
centralis atau partialis, sectio caesarea segera dikerjakan.
2) Abruptio placentae
Abruptio placentae yang terjadi sebelum atau selama persalinan awal dapat
diatasi dengan pemecahan ketuban dan pemberian tetesan oxytocin. Kalau
perdarahannya hebat, cervix mengeras dan menutup atau kalau ada kecurigaan
apoplexia
uteroplacental,
maka
diperlukan
sectio
caesarea
untuk
kesempatan hidup dan kesempatan untuk berkembang secara normal kepada bayi
bayi ini.
e. Diabetes maternal
Fetus dari ibu diabetic cenderung lebih besar daripada bayi normal ; keadaan ini
bisa mengakibatkan kesulitan persalinan dan kelahiran. Meskipun bayi bayi ini
berukuran besar, namun perilakunya menyerupai bayi premature dan tidak bisa
bertahan dengan baik terhadap beban persalinan lama. Kematian selama
persalinan dan pascalahir sering terjadi. Disamping itu, sejumlah bayi meninggal
dalam kandungan sebelum maturitasnya tercapai. Karena adanya bahaya terhadap
keselamatan fetus ini dan karena proporsi timbulnya toxemia yang tinggi pada ibu
hamil yang menderita diabetes, maka kehamilan perlu diakhiri sebelum waktunya.
Jika keadaannya menguntungkan dan persalinan diperkirakan berlangsung mudah
serta cepat, maka dapat dilakukan induksi persalinan. Akan tetapi pada
primigravida dan multipara dengan cervix yang panjang dan tertutup atau dengan
riwayat obstetric yang jelek, sectio caesarea adalah metode yang dipilih.
f. Inkompatibilitas rhesus
Kalau janin mengalami cacat berat akibat antibody dari ibu Rh-negatif yang
menjadi peka dan kalau induksi serta persalinan per vaginam sukar terlaksana,
maka kehamilan dapat diakhiri dengan sectio caesarea bagi kasus kasus yang
terpilih demi keselamatan janin.
g. Postmortem caesarean
Kadang kadang bayi masih hidup bilamana sectio caesarea segera dikerjakan
pada ibu hamil yang baru saja meninggal dunia.
h. Infeksi virus herpes pada traktus genitalis
Virus herpes menyebabkan infeksi serius yang sering fatal pada bayi baru lahir.
Kalau dalam jalan lahir terdapat virus herpes pada saat kelahiran, maka sedikitnya
50% dari bayi bayi yang lahir akan terinfeksi dan separuh diantaranya akan
10
cacat berat, bila tidak meninggal, akibat infeksi herpetic ini. Bahaya terbesar
timbul kalau infeksi primer genital terjadi 2 hingga 4 minggu sebelum kelahiran.
Transmisi lewat placenta tidak begitu penting bila dibandingkan dengan kontak
langsung selama persalinan dan kelahiran. Pada kontak langsung, kontaminasi
terjadi pada mata, kulit, kulit kepala, tali pusat dan traktus respiratorius atas dari
bayi yang dilahirkan
3. Jenis-jenis sectio caesarea
a. Abdomen (SC Abdominalis)
1) Sectio Caesarea Transperitonealis
Sectio caesarea klasik atau corporal : dengan insisi memanjang pada corpus
uteri. Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus uteri kirakira 10cm.
Kelebihan :
a) Mengeluarkan janin lebih memanjang
b) Tidak menyebabkan komplikasi kandung kemih tertarik
c) Sayatan bisa diperpanjang proksimal atau distal.
Kekurangan :
a) Infeksi mudah menyebar secara intraabdominal karena tidak ada
reperitonial yang baik.
b) Untuk persalinan berikutnya lebih sering terjadi rupture uteri spontan.
c) Ruptura uteri karena luka bekas SC klasik lebih sering terjadi
dibandingkan dengan luka SC profunda. Ruptur uteri karena luka bekas
SC klasik sudah dapat terjadi pada akhir kehamilan, sedangkan pada luka
bekas SC profunda biasanya baru terjadi dalam persalinan.
d) Untuk mengurangi kemungkinan ruptura uteri, dianjurkan supaya ibu yang
telah mengalami SC jangan terlalu lekas hamil lagi. Sekurang -kurangnya
dapat istirahat selama 2 tahun. Rasionalnya adalah memberikan
kesempatan luka sembuh dengan baik. Untuk tujuan ini maka dipasang
akor sebelum menutup luka rahim.
2) Sectio caesarea profunda (Ismika Profunda) : dengan insisi pada segmen
bawah uterus. Dilakukan dengan membuat sayatan melintang konkaf pada
segmen bawah rahim kira-kira 10cm.
11
Kelebihan :
a) Penjahitan luka lebih mudah
b) Penutupan luka dengan reperitonialisasi yang baik
c) Tumpang tindih dari peritoneal flap baik sekali untuk menahan isi uterus
ke rongga perineum
d) Perdarahan kurang
e) Dibandingkan dengan cara klasik kemungkinan ruptur uteri spontan lebih
kecil.
Kekurangan :
a) Luka dapat melebar ke kiri, ke kanan dan bawah sehingga dapat
menyebabkan arteri uteri putus yang akan menyebabkan perdarahan yang
banyak.
b) Keluhan utama pada kandung kemih post operatif tinggi.
3) Sectio caesarea ekstraperitonealis.
Merupakan sectio caesarea tanpa membuka peritoneum parietalis dan dengan
demikian tidak membuka kavum abdominalis.
4) Section cesaria Hysteroctomi
Setelah sectio cesaria, dilakukan hysteroktomy dengan indikasi:
a) Atonia uteri
b) Plasenta accrete
c) Myoma uteri
d) Infeksi intra uteri berat.
tersebut menyebabkan perlu adanya suatu tindakan pembedahan yaitu Sectio Caesarea
(SC).
Dalam proses operasinya dilakukan tindakan anestesi yang akan menyebabkan
klien mengalami imobilisasi sehingga akan menimbulkan masalah intoleransi aktivitas.
Adanya kelumpuhan sementara dan kelemahan fisik akan menyebabkan klien tidak
mampu melakukan aktivitas perawatan diri klien secara mandiri sehingga timbul
masalah defisit perawatan diri.
Kurangnya informasi mengenai proses pembedahan, penyembuhan, dan
perawatan post operasi akan menimbulkan masalah ansietas pada klien. Selain itu,
dalam proses pembedahan juga akan dilakukan tindakan insisi pada dinding abdomen
sehingga menyebabkan terputusnya inkontinuitas jaringan, pembuluh darah, dan saraf saraf di sekitar daerah insisi. Hal ini akan merangsang pengeluaran histamin dan
prostaglandin yang akan menimbulkan rasa nyeri (nyeri akut). Setelah proses
pembedahan berakhir, daerah insisi akan ditutup dan menimbulkan luka post op, yang
bila tidak dirawat dengan baik akan menimbulkan masalah risiko infeksi.
13
14
5. Komplikasi
a. Infeksi Puerperalis
Komplikasi ini bersifat ringan, seperti kenaikan suhu selama beberapa hari dalam
masa nifas atau dapat juga bersifat berat, misalnya peritonitis, sepsis dan lain-lain.
Infeksi post operasi terjadi apabila sebelum pembedahan sudah ada gejala - gejala
infeksi intrapartum atau ada faktor - faktor yang merupakan predisposisi terhadap
kelainan itu (partus lama khususnya setelah ketuban pecah, tindakan vaginal
sebelumnya). Bahaya infeksi dapat diperkecil dengan pemberian antibiotika,
tetapi tidak dapat dihilangkan sama sekali, terutama SC klasik dalam hal ini lebih
berbahaya daripada SC transperitonealis profunda.
b. Perdarahan
Perdarahan banyak bisa timbul pada waktu pembedahan jika cabang arteria
uterina ikut terbuka atau karena atonia uteri.
c. Komplikasi-komplikasi lain seperti :
1) Luka kandung kemih
2) Embolisme paru paru.
d. Suatu komplikasi yang baru kemudian tampak ialah kurang kuatnya perut pada
dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya bisa terjadi ruptura uteri.
Kemungkinan hal ini lebih banyak ditemukan sesudah sectio caesarea klasik.
6. Anestesi Regional untuk Seksio Sesarea
a. Anestesi Spinal
Disebut juga spinal analgesia atau subarachnoid nerve block, terjadi karena
deposit obat anestesi lokal di dalam ruangan subarachnoid. Terjadi blok saraf
yang spinalis yang akan menyebabkan hilangnya aktivitas sensoris, motoris dan
otonom.
Berbagai fungsi yang dibawa saraf-saraf medula spinalis misalnya temperatur,
sakit, aktivitas otonom, rabaan, tekanan, lokalisasi rabaan, fungsi motoris dan
proprioseptif. Secara umum fungsi-fungsi tersebut dibawa oleh serabut saraf
yang berbeda dalam ketahanannya terhadap obat anestesi lokal. Oleh sebab itu
ada obat anestesi lokal yang lebih mempengaruhi sensoris daripada motoris.
Blokade dari medulla spinalis dimulai kaudal dan kemudian naik ke arah
sephalad.Serabut saraf yang bermielin tebal (fungsi motoris dan propioseptif)
paling resisten dan kembalinya fungsi normal paling cepat, sehingga diperlukan
konsentrasi tinggi obat anestesi lokal untuk memblokade saraf tersebut. Level
15
blokade otonom 2 atau lebih dermatom ke arah sephalik daripada level analgesi
kulit, sedangkan blokade motoris 2 sampai 3 segmen ke arah kaudal dari level
analgesi.
1) Indikasi Spinal Anestesi
Beberapa indikasi dari pemberian anestesi spinal.
a) Operasi ekstrimitas bawah, baik operasi jaringan lunak, tulang atau
pembuluh darah.
b) Operasi di daerah perineal : Anal, rectum bagian bawah, vaginal, dan
urologi.
c) Abdomen bagian bawah : Hernia, usus halus bagian distal, appendik,
rectosigmoid, kandung kencing, ureter distal, dan ginekologis.
d) Abdomen bagian atas : Kolesistektomi, gaster, kolostomi transversum.
Tetapi spinal anestesi untuk abdomen bagian atas tidak dapat dilakukan
pada semua pasien sebab dapat menimbulkan perubahan fisiologis yang
hebat.
e) Seksio Sesarea (Caesarean Section).
f) Prosedur diagnostik yang sakit, misalnya anoskopi, dan sistoskopi.
2) Kontra Indikasi Absolut
Beberapa kontraindikasi absolut dari pemberian anestesi spinal.
a) Gangguan pembekuan darah, karena bila ujung jarum spinal menusuk
pembuluh darah, terjadi perdarahan hebat dan darah akan menekan
medulla spinalis.
b) Sepsis, karena bisa terjadi meningitis.
c) Tekanan intrakranial yang meningkat, karena bisa terjadi pergeseran otak
bila terjadi kehilangan cairan serebrospinal.
d) Bila pasien menolak.
e) Adanya dermatitis kronis atau infeksi kulit di daerah yang akan ditusuk
jarum spinal.
f) Penyakit sistemis dengan sequele neurologis misalnya anemia pernisiosa,
neurosyphilys, dan porphiria.
g) Hipotensi.
3) Kontra Indikasi Relatif
Beberapa kontraindikasi relatif dalam pemberian anestesi spinal.
a) Pasien dengan perdarahan.
b) Problem di tulang belakang.
c) Anak-anak.
d) Pasien tidak kooperatif, psikosis.
b. Epidural Anestesi
Keuntungan epidural anestesi untuk seksio sesarea adalah:
16
Spinal Anestesi
Epidural Anestesi
Ibu bangun
untuk
Kerugian
Hipotensi
Lebih kompleks
17
Mual muntah
Headache
7. Pemeriksaan Penunjang
a. Hemoglobin atau hematokrit (HB/Ht) untuk mengkaji perubahan dari kadar pra
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
18
Karena kurangnya pengetahuan klien tentang ketuban pecah dini, dan cara
pencegahan, penanganan, dan perawatan serta kurangnya mrnjaga kebersihan
tubuhnya akan menimbulkan masalah dalam perawatan dirinya
2) Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien nifas biasanaya terjadi peningkatan nafsu makan karena dari
keinginan untuk menyusui bayinya.
3) Pola aktifitas
Pada klien pos partum klien dapat melakukan aktivitas seperti biasanya,
terbatas pada aktifitas ringan, tidak membutuhkan tenaga banyak, cepat lelah,
pada klien nifas didapatkan keterbatasan aktivitas karena mengalami
kelemahan dan nyeri.
4) Pola eleminasi
Pada klien postpartum sering terjadi adanya perasaan sering / susah kencing
selama masa nifas yang ditimbulkan karena terjadinya odema, yang
menimbulkan infeksi dari uretra sehingga sering terjadi konstipasi karena
penderita takut untuk melakukan BAB.
5) Istirahat dan tidur
Pada klien nifas terjadi perubagan pada pola istirahat dan tidur karena adanya
kehadiran sang bayi dan nyeri epis setelah persalinan
6) Pola hubungan dan peran
Peran klien dalam keluarga meliputi hubungan klien dengan keluarga dan
orang lain.
7) Pola penagulangan stres
Biasanya klien sering melamun dan merasa cemas
8) Pola sensori dan kognitif
Pola sensori klien merasakan nyeri pada prineum akibat luka jahitan dan nyeri
perut akibat involusi uteri (pengecilan uteri oleh kontraksi uteri), pada pola
kognitif klien nifas primipara terjadi kurangnya pengetahuan merawat bayinya
9) Pola persepsi dan konsep diri
Biasanya terjadi kecemasan terhadap keadaan kehamilanya, lebih-lebih
menjelang persalinan dampak psikologis klien terjadi perubahan konsep diri
antara lain dan body image dan ideal diri
10) Pola reproduksi dan sosial
Terjadi disfungsi seksual yaitu perubahan dalam hubungan seksual atau fungsi
dari seksual yang tidak adekuat karena adanya proses persalinan dan nifas.
f. Pemeriksaan Fisik
1) Kepala
19
20
Periksa kondisi pasien, cek tanda vital tiap 15 menit selama 1 jam
pertama, kemudian tiap 30 menit jam berikutnya. Periksa tingkat
kesadaran tiap 15 menit sampai sadar.
b) Yakinkan jalan nafas bersih dan cukup ventilasi.
c) Transfusi jika diperlukan.
d) Jika tanda vital dan hematokrit turun walau diberikan transfusi, segera
kembalikan ke kamar bedah kemungkinan terjadi perdarahan pasca bedah
2) Diet
Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita flatus lalu
dimulailah pemberian minuman dan makanan peroral. Pemberian minuman
dengan jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan pada 6 - 10 jam pasca
operasi, berupa air putih dan air teh.
3) Mobilisasi
Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi :
a) Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 10 jam setelah operasi
b) Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang sedini
mungkin setelah sadar
c) Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit dan
diminta untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya.
d) Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi setengah
duduk (semifowler)
e) Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan
belajar duduk selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan
sendiri pada hari ke-3 sampai hari ke5 pasca operasi.
4) Fungsi gastrointestinal
a) Jika tindakan tidak berat beri pasien diit cair
b) Jika ada tanda infeksi , tunggu bising usus timbul
c) Jika pasien bisa flatus mulai berikan makanan padat
d) Pemberian infus diteruskan sampai pasien bisa minum dengan baik
5. Perawatan fungsi kandung kemih
a) Jika urin jernih, kateter dilepas 8 jam setelah pembedahan atau sesudah
semalam
b) Jika urin tidak jernih biarkan kateter terpasang sampai urin jernih
c) Jika terjadi perlukaan pada kandung kemih biarkan kateter terpasang
sampai minimum 7 hari atau urin jernih.
d) Jika sudah tidak memakai antibiotika berikan nirofurantoin 100 mg per
oral per hari sampai kateter dilepas.
e) Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak pada
penderita, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan perdarahan.
21
22
Tindakan
Rasional
1) Kaji lokasi, sifat dan
1) Menandakan ketepatan pilihan tindakan. Klien
durasi nyeri, khususnya
saat
berhubungan
dengan
indikasi
kelahiran sesaris.
2) Hilangkan factor-faktor
yang
menghasilkan
(mis;
control),
informasi
anjurkan
untuk mengatasi.
3) Dapat membantu dalam reduksi ansietas dan
ansietas
kehilangan
berikan
akurat,
dan
keberadaan pasangan.
3) Instruksikan
teknik
relaksasi;
posisikan
senyaman
mungkin.
Gunakan
sentuhan
terapeutik.
24
a. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri pada abdomen post operasi
SC
Tujuan: Dalam 3 x 24 jam gangguan mobilitas fisik teratasi
Kriteria hasil : klien mampu melakukan aktivitasnya secara mandiri.
Tindakan
1) Kaji
Rasional
tingkat
1) Diharapkan dapat
2) Diharapkan dapat
posisi
tubuh klien.
4) Memampukan
untuk aktifitas
3) Pertahankan
bantuan keluarga/orang
mempermudah
keluarga/orang
dalam
terdekat
perawatan
klien
terdekat pada
latihan gerak klien.
b. Diagnosa keperawatan
post operasi
Tujuan umum
Penyembuhan insisi terjadi dengan tujuan pertama ; uterus tetap lembut dan tidak
empuk dan lochia bebas dari bau.
25
Tindakan
Rasional
1) Angkat balutan verban 1) Memudahkan
abdomen sesuai indikasi
2) Bantu sesuai keperluan
dengan
mengangkat
benang kulit
3) Anjurkan klien untuk
mandi air hangat setiap
hari.
4) Berikan oxytoksin atau
preparat
ergometrium,
insisi
untuk
kering
dan
kebersihan
dan
dapat
setelah
prosedur
pembedahan.
5) Ambil darah vaginal dan
kultur urine bila infeksi
dicurigai.
6) Berikan infus antibiotik
profilaksis.
pada
ibu
yang
tetap
utuh
sebelum
menjalani
mempredisposisi
kemungkinan infeksi.
6) Menurunkan / mengurangi
klien
untuk
kemungkinan
26
Tindakan
1) Kaji
respons
psikologis
Rasional
pada
1. Makin klien merasakan ancaman,
direncanakan,
klien/pasangan
tidak
direncanakan.
3) Tetap bersama klien dan tetap
tenang.
atau
prosedur
Bicara
perlahan.
Tunjukkan empati.
4) Beri penguatan aspek positif dari
ibu dan kondisi janin.
5) Dukung/arahkan
mekanisme
koping
membuat
ketakutan
yang
tepat.
7) Berikan masa privasi. Kurangi
seperti
dapat
kembali
lingkungan,
diekspresikan
6) Diskusikan pengalaman / harapan
rangsang
dengan
prosedur
dan
ansietas
interpersonal,
mendemonstrasikan
dan
perhatian
terhadap klien/pasangan.
4. Memfokuskan
pada
dasar
dan
otomatik,
penerimaan,
dan
menurunkan ansietas
dapat
mengalami
6. Klien
penyimpangan
melahirkan
persepsi
memori
masa
tidak
dari
lalu
atau
realistis
dari
akan
meningkatkan
ansietas.
7. Memungkinkan kesempatan bagi
klien/pasangan
menginternalisasi
untuk
informasi.
27