You are on page 1of 16

Nama: Nyayu aisyah

NIM: 04011181320099
Kelas: PSPD A 2013

PENYAKIT JANTUNG KONGENITAL


A. Definisi
Penyakit Jantung Bawaan (PJB) adalah penyakit dengan abnormalitas pada struktur
maupun fungsi sirkulasi yang telah ada sejak lahir (Sani, 2007). Kelainan ini terjadi karena
gangguan atau kegagalan perkembangan struktur jantung pada fase awal pertumbuhan janin
(Harimurti, 2008).
Penyakit jantung bawaan (PJB) adalah permasalahan pada struktur jantung yang tampak
setelah kelahiran. Kelainan ini dapat melibatkan bagian dalam dinding jantung, klep di dalam
jantung, atau arteri dan vena yang membawa darah ke jantung atau ke seluruh tubuh. Ada banyak
jenis PJB, dari cacat sederhana dengan tidak ada gejala sampai cacat kompleks dengan gejala
yang berat dan mengancam jiwa.
B. Epidemiologi
Penyakit Jantung Bawaan ini terjadi pada sekitar 8 dari 1000 kelahiran hidup. Insiden
lebih tinggi pada lahir mati (2%), abortus (10-25%), dan bayi premature (2%) (Tank, 2000).
Penelitian di Taiwan menunjukkan prevalensi yang sedikit berbeda, yaitu sekitar 13,08 dari 1000
kelahiran hidup, dimana sekitar 12,05 pada bayi berjenis kelamin laki-laki, dan 14,21 pada bayi
perempuan. Penyakit Jantung Bawaan yang paling sering ditemukan adalah Ventricular Septal
Defect (Wu, 2009).
Penyakit jantung bawaan pada anak cukup banyak ditemukan di Indonesia, dimana
sekitar 6 sampai 10 dari 1000 bayi lahir, mengidap PJB. Sekitar 2-5 persen kelainan ini erat
kaitannya dengan abnormalitas kromosom. Misalnya pada penderita sindrom Down, sekitar 60
persen selalu disertai kelainan jantung kongenital seperti defek septum ventrikel, tetralogi fallot,
duktus arteriosus persisten, dan defek septum atrium.
C. Etiologi dan Faktor Resiko
Pada sebagian besar kasus, penyebab dari PJB ini tidak diketahui (Sastroasmoro, 1994).
Beberapa faktor yang diyakini dapat menyebabkan PJB ini secara garis besar dapat kita
klasifikasikan menjadi dua golongan besar, yaitu genetik dan lingkungan. Pada faktor genetik,

Nama: Nyayu aisyah


NIM: 04011181320099
Kelas: PSPD A 2013
hal yang penting kita perhatikan adalah adanya riwayat keluarga yang menderita penyakit
jantung. Hal lain yang juga berhubungan adalah adanya kenyataan bahwa sekitar 10% penderita
PJB mempunyai penyimpangan pada kromosom, misalnya pada Sindroma Down (Fachri, 2007).
Untuk faktor lingkungan, beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah:

Paparan lingkungan yang tidak baik, misalnya menghirup asap rokok.

Rubella, infeksi virus ini pada kehamilan trimester pertama, akan menyebabkan penyakit
jantung bawaan

Diabetes, bayi yang dilahirkan dari seorang ibu yang menderita diabetes tidak terkontrol
mempunyai risiko sekitar 3-5% untuk mengalami penyakit jantung bawaan

Alkohol, seorang ibu yang alkoholik mempunyai insiden sekitar 25-30% untuk
mendapatkan bayi dengan penyakit jantung bawaan

Ectasy dan obat-obat lain, seperti diazepam, corticosteroid, phenothiazin, dan kokain
akan meningkatkan insiden penyakit jantung bawaan (Indriwanto, 2007).

D. Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala PJB sangat bervariasi tergantung dari jenis dan berat kelainan. PJB yang
berat bisa dikenali saat kehamilan atau segera setelah kelahiran. Sedangkan PJB yang ringan
sering tidak menampakkan gejala, dan diagnosisnya didasarkan pada pemeriksaan fisik dan tes
khusus untuk alasan yang lain. Gejala dan tanda PJB yang mungkin terlihat pada bayi atau anakanak antara lain: bernafas cepat, sianosis (suatu warna kebiru-biruan pada kulit, bibir, dan kuku
jari tangan) , cepat lelah, peredaran darah yang buruk, dan nafsu makan berkurang.
Pertumbuhan dan perkembangan yang normal tergantung dari beban kerja jantung dan
aliran darah yang kaya oksigen ke seluruh tubuh. Bayi dengan PJB sejak lahir mungkin punya
sianosis atau mudah lelah saat pemberian makan. Sebagai hasilnya, pertumbuhan mereka tidak
sesuai dengan seharusnya.
E. Manifestasi Klinis
Gangguan hemodinamik akibat kelainan jantung dapat memberikan gejala yang
menggambarkan derajat kelainan. Adanya gangguan pertumbuhan, sianosis, berkurangnya

Nama: Nyayu aisyah


NIM: 04011181320099
Kelas: PSPD A 2013
toleransi latihan, kekerapan infeksi saluran napas berulang, dan terdengarnya bising jantung,
dapat merupakan petunjuk awal terdapatnya kelainan jantung pada seorang bayi atau anak.
a

Gangguan pertumbuhan. Pada PJB nonsianotik dengan pirau kiri ke kanan, gangguan
pertumbuhan timbul akibat berkurangnya curah jantung. Pada PJB sianotik, gangguan
pertumbuhan timbul akibat hipoksemia kronis. Gangguan pertumbuhan ini juga dapat

timbul akibat gagal jantung kronis pada pasien PJB.


Sianosis. Sianosis timbul akibat saturasi darah yang menuju sistemik rendah. Sianosis
mudah dilihat pada selaput lendir mulut, bukan di sekitar mulut. Sianosis akibat kelainan
jantung ini (sianosis sentral) perlu dibedakan pada sianosis perifer yang sering didapatkan

pada anak yang kedinginan. Sianosis perifer lebih jelas terlihat pada ujung-ujung jari.
Toleransi latihan. Toleransi latihan merupakan petunjuk klinis yang baik untuk
menggambarkan status kompensasi jantung ataupun derajat kelainan jantung. Pasien
gagal jantung selalu menunjukkan toleransi latihan berkurang. Gangguan toleransi latihan
dapat ditanyakan pada orangtua dengan membandingkan pasien dengan anak sebaya,
apakah pasien cepat lelah, napas menjadi cepat setelah melakukan aktivitas yang biasa,
atau sesak napas dalam keadaan istirahat. Pada bayi dapat ditanyakan saat bayi menetek.
Apakah ia hanya mampu minum dalam jumlah sedikit, sering beristirahat, sesak waktu
mengisap, dan berkeringat banyak. Pada anak yang lebih besar ditanyakan
kemampuannya berjalan, berlari atau naik tangga. Pada pasien tertentu seperti pada

tetralogi Fallot anak sering jongkok setelah lelah berjalan.


Infeksi saluran napas berulang. Gejala ini timbul akibat meningkatnya aliran darah ke
paru sehingga mengganggu sistem pertahanan paru. Sering pasien dirujuk ke ahli jantung
anak karena anak sering menderita demam, batuk dan pilek. Sebaliknya tidak sedikit
pasien PJB yang sebelumnya sudah diobati sebagai tuberkulosis sebelum di rujuk ke ahli

jantung anak.
Bising jantung. Terdengarnya bising jantung merupakan tanda penting dalam
menentukan penyakit jantung bawaan. Bahkan kadang-kadang tanda ini yang merupakan
alasan anak dirujuk untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. Lokasi bising, derajat serta
penjalarannya dapat menentukan jenis kelainan jantung. Namun tidak terdengarnya
bising jantung pada pemeriksaan fisis, tidak menyingkirkan adanya kelainan jantung
bawaan. Jika pasien diduga menderita kelainan jantung, sebaiknya dilakukan
pemeriksaan penunjang untuk memastikan diagnosis.

Nama: Nyayu aisyah


NIM: 04011181320099
Kelas: PSPD A 2013

F. Diagnosis
Diagnosis

penyakit jantung bawaan ditegakkan berdasarkan pada anamnesis,

pemeriksaan fisis, pemeriksaan penunjang dasar serta lanjutan. Pemeriksaan penunjang dasar
yang penting untuk penyakit jantung bawaan adalah foto rontgen dada, elektrokardiografi, dan
pemeriksaan laboratorium rutin. Pemeriksaan lanjutan (untuk penyakit jantung bawaan)
mencakup ekokardiografi dan kateterisasi jantung. Kombinasi ke dua pemeriksaan lanjutan
tersebut untuk visualisasi dan konfirmasi morfologi dan pato-anatomi masing-masing jenis
penyakit jantung bawaan memungkinkan ketepatan diagnosis mendekati seratus persen.
Kemajuan teknologi di bidang diagnostik kardiovaskular dalam dekade terakhir menyebabkan
pergeseran persentase angka kejadian beberapa jenis penyakit jantung bawaan tertentu. Hal ini
tampak jelas pada defek septum atrium dan transposisi arteri besar yang makin sering dideteksi
lebih awal.
Makin canggihnya alat ekokardiografi yang dilengkapi dengan Doppler berwarna,
pemeriksaan tersebut dapat mengambil alih sebagian peran pemeriksaan kateterisasi dan
angiokardiografi. Hal ini sangat dirasakan manfaatnya untuk bayi dengan PJB kompleks, yang
sukar ditegakkan diagnosisnya hanya berdasarkan pemeriksaan dasar rutin dan sulitnya
pemeriksaan kateterisasi jantung pada bayi. Ekokardiografidapat pula dipakai sebagai pemandu
pada tindakan septostomi balon transeptal pada transposisi arteri besar. Di samping lebih murah,
ekokardiografi mempunyai keunggulan lainnya yaitu mudah dikerjakan, tidak menyakitkan,
akurat dan pasien terhindar dari pajanan sinar X. Bahkan di rumah sakit yang mempunyai
fasilitas pemeriksaan ekokardiografi, foto toraks sebagai pemeriksaan rutinpun mulai
ditinggalkan. Namun demikian apabila di tangan seorang ahli tidak semua pertanyaan dapat
dijawab dengan menggunakan sarana ini, pada keadaan demikian angiografi radionuklir dapat
membantu. Pemeriksaan ini di samping untuk menilai secara akurat fungsi ventrikel kanan dan
kiri, juga untuk menilai derasnya pirau kiri ke kanan. Pemeriksaan ini lebih murah daripada
kateterisasi jantung, dan juga kurang traumatis. Tingginya akurasi pemeriksaan ekokardiografi,
membuat pemeriksaan kateterisasi pada tahun 1980 menurun drastis. Sarana diagnostik lain terus
berkembang, misalnya digital substraction angiocardiography, ekokardiografi transesofageal,
dan ekokardiografi intravaskular. Sarana diagnostik utama yang baru adalah magnetic resonance

Nama: Nyayu aisyah


NIM: 04011181320099
Kelas: PSPD A 2013
imaging, dengan dilengkapi modus cine sarana pemeriksaan ini akan merupakan andalan di masa
mendatang.
G. Klasifikasi Penyakit Jantung Bawaan
Secara garis besar penyakit jantung bawaan dibagi 2 kelompok, yaitu penyakit jantung
bawaan sianotik dan penyakit jantung bawaan nonsianotik. Penyakit jantung bawaan sianotik
ditandai oleh adanya sianosis sentral akibat adanya pirau kanan ke kiri, sebagai contoh tetralogi
Fallot, transposisi arteri besar, atresia trikuspid.
Termasuk dalam kelompok penyakit jantung bawaan nonsianotik adalah penyakit jantung
bawaan dengan kebocoran sekat jantung yang disertai pirau kiri ke kanan di antaranya adalah
defek septum ventrikel, defek septum atrium, atau tetap terbukanya pembuluh darah seperti pada
duktus arteriosus persisten. Selain itu penyakit jantung bawaan nonsianotik juga ditemukan pada
obtruksi jalan keluar ventrikel seperti stenosis aorta, stenosis pulmonal dan koarktasio aorta.
PJB non-sianotik
PJB non-sianotik merupakan bagian terbesar dari seluruh PJB. Pada PJB non-sianotik ini,tidak
ditemukan adanya tanda sianosis. Kelompok penyakit jantung ini dapat dibagi menjadi:
(i)

PJB non-sianotik dengan pirau kiri ke kanan;

(ii)

PJB non-sianotik tanpa pirau.

PJB non-sianotik dengan pirau kiri ke kanan diantaranya:


1. Defek Septum Ventrikel
Defek Septum Ventrikel (DSV) adalah kelainan jantung berupa lubang pada sekat antar
bilik jantung, menyebabkan kebocoran aliran darah pada bilik kiri dan kanan jantung. Hal ini
mengakibatkan sebagian darah kaya oksigen kembali ke paru-paru, sehingga menghalangi darah
rendah oksigen memasuki paru-paru. DSV merupakan malformasi jantung yang paling sering,
meliputi 25% PJB. Gejala utama dari kelainan ini adalah gangguan pertumbuhan, sulit ketika
menyusu, nafas pendek dan mudah lelah. Defek yang besar dengan pirau kiri ke kanan berlanjut,
menyebabkan tekanan yang selalu tinggi pada sirkulasi paru. Bila tekanan di ventrikel kanan
melampaui ventrikel kiri maka akan terjadi pirau yang terbalik (dari kanan ke kiri), sehingga

Nama: Nyayu aisyah


NIM: 04011181320099
Kelas: PSPD A 2013
pasien menjadi sianotik. Keadaan ini disebut Sindroma Eisenmenger. Pada defek besar proses
terjadinya hipertensi pulmonal dapat terjadi pada anak berumur 1 tahun.
2. Defek Septum Atrium
Defek Septum Atrium (DSA) adalah defek pada sekat yang memisahkan atrium kiri dan
kanan.2 Secara anatomis defek ini dibagi menjadi defek septum atrium primum, sekundum, tipe
sinus venosus, dan tipe sinus koronarius. Pada DSA, presentasi klinisnya agak berbeda karena
defek berada di septum atrium dan aliran dari kiri ke kanan yang terjadi selain menyebabkan
aliran ke paru yang berlebihan juga menyebabkan beban volum pada jantung kanan.
3. Duktus Arteriosus Persisten
Duktus Arteriosus Persisten (DAP) disebabkan oleh duktus arteriosus yang tetap terbuka
setelah bayi lahir.2 Jika duktus tetap terbuka setelah penurunan resistensi vaskular paru, maka
darah aorta dapat bercampur ke darah arteri pulmonalis. DAP merupakan salah satu anomali
kardiovaskuler kongenital yang paling sering akibat infeksi rubella ibu selama awal
kehamilan.19 Pertumbuhan badan umumnya normal, akan tetapi gangguan pertumbuhan fisik
dapat menjadi gejala utama pada bayi yang menderita DAP besar.
PJB tanpa pirau diantaranya:
1. Stenosis Pulmonal
Pada stenosis pulmonalis (SP) terjadi obstruksi aliran keluar ventrikel kanan atau arteri
pulmonalis dan cabang-cabangnya. Status gizi penderita dengan stenosis pulmonal umumnya
baik dengan pertambahan berat badan yang memuaskan. Bayi dan anak dengan stenosis ringan
umumnya asimptomatik dan tidak sianosis sedangkan neonatus dengan stenosis berat atau kritis
akan terlihat takipneu dan sianosis.
2. Stenosis Aorta
Stenosis Aorta (SA) merupakan penyempitan aorta yang dapat terjadi pada tingkat
subvalvular, valvular, atau supravalvular. Stenosis aorta derajat ringan biasanya tidak bergejala
dan menampakkan pertumbuhan dan pola perkembangan normal. Sedangkan pada stenosis aorta
derajat berat akan timbul gagal jantung kongestif pada usia minggu-minggu pertama
kehidupannya.
3. Koarktasio Aorta

Nama: Nyayu aisyah


NIM: 04011181320099
Kelas: PSPD A 2013

Koarktasio Aorta (KA) adalah penyempitan terlokalisasi pada aorta yang umumnya
terjadi pada daerah duktus arteriosus. Tanda yang klasik pada kelainan ini adalah tidak terabanya
nadi femoralis serta dorsalis pedis sedangkan nadi brakialis teraba normal. Koarktasio aorta pada
anak besar seringkali asimtomatik. Sebagian besar dari pasien mengeluh sakit kepala, nyeri di
tungkai dan kaki, atau terjadi epistaksis.
PJB sianotik
Pada PJB sianotik didapatkan kelainan struktur dan fungsi jantung sedemikian rupa
sehingga sebagian atau seluruh darah balik vena sistemik yang mengandung darah rendah
oksigen kembali beredar ke sirkulasi sistemik. Sesuai dengan namanya, manifestasi klinis yang
selalu terdapat pada pasien dengan PJB sianotik adalah sianosis. Sianosis pada mukosa bibir dan
mulut serta kuku jari tangankaki dalah penampilan utama pada golongan PJB ini dan akan
terlihat bila reduce haemoglobin yang beredar dalam darah lebih dari 5 gram %.
Secara garis besar terdapat 2 golongan PJB sianotik, yaitu PJB sianotik dengan gejala aliran
darah ke paru yang berkurang dan PJB sianotik dengan gejala aliran darah ke paru yang
bertambah.
PJB sianotik dengan gejala aliran darah ke paru yang berkurang, yaitu:
1. Tetralogi Fallot
Tetralogi Fallot (TF) merupakan PJB sianotik yang paling banyak ditemukan, kurang
lebih 10% dari seluruh PJB. Tetralogi Fallot terdiri dari 4 kelainan yaitu, defek septum ventrikel,
over-riding aorta, stenosis pulmonal, serta hipertrofi ventrikel kanan. Salah satu manifestasi
yang penting pada Tetralogi Fallot adalah terjadinya serangan sianotik (cyanotic spells) yang
ditandai oleh timbulnya sesak napas mendadak, nafas cepat dan dalam, sianosis bertambah,
lemas, bahkan dapat disertai dengan kejang.
2. Atresia Pulmonal dengan Defek Septum Ventrikel
Kelainan ini merupakan 20% dari pasien dengan gejala menyerupai Tetralogi Fallot, dan
merupakan penyebab penting sianosis pada neonatus. Atresia dapat mengenai katup pulmonal,
a.pulmonalis, atau infundibulum, sehingga seluruh curah ventrikel kanan dialirkan ke dalam

Nama: Nyayu aisyah


NIM: 04011181320099
Kelas: PSPD A 2013
aorta. Sedangkan aliran darah ke pulmonal tergantung pada DAP atau pada pembuluh darah
bronkial.
PJB sianotik dengan gejala aliran darah ke paru bertambah, yaitu:
1. Transposisi Arteri Besar
Transposisi Arteri Besar (TAB) ditandai dengan aorta yang secara morfologi muncul dari
ventrikel kanan dan arteri pulmonalis muncul dari ventrikel kiri. Gejala klinis dapat berupa
sianosis, sesak napas, dan gangguan pertumbuhan fisik.
2. Common Mixing
Pada PJB sianotik golongan ini, terdapat percampuran antara darah balik vena sistemik
dan vena pulmonalis baik di tingkat atrium (DSA besar atau Common Atrium), di tingkat
ventrikel (DSV besar atau Single Ventricle) ataupun di tingkat arterial (Truncus Arteriosus).
Sianosis umumnya tidak begitu nyata karena tidak ada obstruksi aliran darah ke paru dan
percampuran antara darah vena sistemik dan pulmonalis cukup baik. Penderita akan
memperlihatkan tanda dan gejala gagal tumbuh kembang, gagal jantung kongestif dan hipertensi
pulmonal akibat aliran darah ke paru yang berlebihan.
H. Perkembangan pada anak dengan Penyakit Jantung Bawaan
Gangguan sistem saraf pusat, gangguan perkembangan fungsional, dan kognitif telah
banyak dilaporkan pada anak-anak dengan PJB. Masalah dalam pemberian makan menyebabkan
gagal tumbuh, yang umum terjadi pada bayi dan anak-anak muda dengan penyakit jantung
kongenital, dan dapat mengakibatkan gangguan perkembangan dan intelektual.
Keterlambatan perkembangan pada anak dengan penyakit kronis disebabkan multifaktorial.
Beberapa faktor yang penting dalam menjelaskan keterlambatan perkembangan diantaranya:

Pertama, anak-anak dengan penyakit jantung sering kemampuan fisiknya kurang mampu
untuk berinteraksi dengan lingkungan mereka, sehingga mereka membatasi aktivitasnya.
Gangguan kemampuan fisik juga menghambat perkembangan keterampilan lain, seperti
perilaku eksplorasi.

Nama: Nyayu aisyah


NIM: 04011181320099
Kelas: PSPD A 2013

Kedua, kecemasan dan kekhawatiran pada anak yang sakit sering menyebabkan orang tua
overprotektif. Sejumlah ibu-ibu mengaku menjaga anak-anak mereka jauh dari orang lain
(misalnya, karena takut infeksi), sehingga membatasi interaksi sosial dan membatasi
gerakan anak mereka. Hal ini mempengaruhi perkembangan bicara dan keterampilan
sosialisasi khususnya, konsisten dengan penelitian bahwa anak-anak dengan PJB
dilakukan secara signifikan kurang baik dari rekan-rekan sehat mereka pada skala pribadi
/ sosial dan berbicara dan mendengar.
Sejumlah penelitian telah menyelidiki toleransi latihan pada anak dengan berbagai bentuk
penyakit jantung bawaan. Tergantung pada keparahan malformasi, keberhasilan prosedur
korektif dan keberadaan gejala-gejala sisa, menyebabkan kinerja fisik menjadi terbatas.
Bahkan anak-anak dengan lesi yang tidak dikoreksi / masih ringan, atau mereka yang
tidak ada gejala sisa setelah operasi sebelumnya, dapat terlihat pengurangan dalam
kinerja fisik mereka.
Dampak dari kelainan jantung bawaan pada perkembangan anak, tergantung pada jenis
dan beratnya kelainan serta waktu dan keberhasilan terapi. Untuk beberapa malformasi
yang komplek, solusi yang tersedia hanya paliatif. Lesi seperti TF, DSA, dan TAB dapat
diperbaiki pada masa bayi dengan waktu jangka panjang. Setelah koreksi berhasil baik
pada masa bayi, kebanyakan anak yang lahir dengan malformasi kongenital sianotik
dapat melakukan kegiatan fisik yang normal. Sementara pembatasan aktivitas fisik dapat
direkomendasikan pada anak dengan temuan klinis yang signifikan pasca-operasi,
sementara kelompok anak tanpa gejala klinik setelah operasi tidak memerlukan
pembatasan dan harus melakukan aktifitas fisik normal.
Hal ini tidak menjelaskan defisit perkembangan motorik yang diamati pada anak-anak
dengan PJB. Orang tua dan pengasuh lainnya memainkan peran penting dalam
perkembangan anak. Status kesehatan anak merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi gaya asuh orang tua. Sikap orang tua secara signifikan dapat
mempengaruhi seluruh perkembangan anak. Orang tua dari anak-anak dengan PJB dapat
mengubah dan membesarkan mereka untuk mengasimilasi kebutuhan anak. Sebuah
penelitian baru mengungkapkan bahwa ibu yang anak-anaknya dengan PJB dilaporkan
mempunyai tingkat kewaspadaan yang tinggi daripada ibu dari anak yang sehat. Bahkan

Nama: Nyayu aisyah


NIM: 04011181320099
Kelas: PSPD A 2013
ada penelitian yang melaporkan peningkatan kadar stress pada orang tua dengan anak
yang terkena PJB. Stres orang tua cenderung lebih tinggi dengan bertambahnya usia
anak, hal ini disebabkan dengan bertambahnya usia membuat orang tua sulit untuk
menentukan batas-batas dan menjaga kontrol terhadap anak mereka.

Ketiga, efek dari sakit yang berkepanjangan dan rawat inap yang mungkin penting.
Beberapa anak dalam kelompok jantung telah menghabiskan jangka waktu yang lama di
rumah sakit, mengakibatkan inkonsistensi dari lingkungan fisik dan jumlah orang yang
terlibat dengan anak, yang selanjutnya bisa dikompromikan perkembangan mereka.

Keempat, status gizi anak yang baik diperlukan untuk mempertahankan derajat
kebugaran dan kesehatan, serta membantu pertumbuhan bagi anak. Status gizi merupakan
ukuran keberhasilan dalam pemenuhan nutrisi, yang dapat diukur dengan mengukur berat
badan dan panjang badan.29 Berdasarkan WHO 2005, salah satu penentuan status gizi
adalah menurut Indeks Masa Tubuh menurut umur, dengan ambang batas sebagai berikut:
Untuk anak usia 0-60 bulan:

Jika > +2 SD dikatakan gemuk


Jika -2 sampai +2 SD dikatakan normal
Jika -3 sampai < -2 SD dikatakan kurus
Jika < -3 SD dikatakan sangat kurus
Usia 5- 18 tahun:
Jika > +2 SD dikatakan obesitas
Jika > +1 sampai + 2 SD dikatakan gemuk
Jika -2 sampai 1 SD dikatakan normal
Jika -3 sampai < -2 SD dikatakan kurus
Jika < -3 SD dikatakan sangat kurus

Kelima, hipoksia seluler. Beberapa bukti menunjukkan bahwa konsumsi oksigen PJB
sianotik lebih rendah daripada PJB non sianotik. Hipoksia menyebabkan kegagalan
pertumbuhan diduga karena efek langsung pada pertumbuhan dan multiplikasi sel.31
Hipoksia diduga menyebabkan berkurangnya pembelahan sel akibat berkurangnya sintesa

Nama: Nyayu aisyah


NIM: 04011181320099
Kelas: PSPD A 2013
protein. Mekanisme yang menyebabkan berkurangnya sel lemak pada penderita diduga
akibat hipoksia kronis pada saat fase pertumbuhan cepat (awal kehidupan).
Anak-anak dengan PJB juga menunjukkan kekuatan otot berkurang secara signifikan dan
gangguan keseimbangan. Kekuatan otot dan keseimbangan merupakan komponen
penting dari keterampilan motorik yang beberapa tingkat tertentu kekuatan otot dan
keseimbangan diperlukan untuk melakukan tugas-tugas tertentu. Di sisi lain, kemampuan
untuk melakukan tugas motorik beberapa keterampilan digunakan sebagai indikator
aspek spesifik kekuatan dan keseimbangan.
Selain itu, faktor- faktor lain yang mempengaruhi keterlambatan perkembangan anak adalah:
(i) Pekerjaan orang tua
Pendapatan keluarga yang memadai akan menunjang tumbuh kembang anak, karena
orang tua dapat menyediakan semua kebutuhan anak baik yang primer maupun yang
sekunder.
(ii) Pendidikan ibu
Pendidikan orang tua merupakan salah satu faktor yang penting dalam tumbuh kembang
anak. Karena pendidikan yang baik, maka orang tua dapat menerima segala informasi
dari luar terutama tentang cara pengasuhan anak yang baik, bagaimana menjaga
kesehatan anaknya, pendidikannya, dan sebagainya.
I. Tatalaksana
Dengan berkembangnya ilmu kardiologi anak, banyak pasien dengan penyakit jantung
bawaan dapat diselamatkan dan mempunyai nilai harapan hidup yang lebih panjang. Umumnya
tata laksana penyakit jantung bawaan meliputi tata laksana non-bedah dan tata laksana bedah.
Tata laksana non-bedah meliputi tata laksana medikamentosa dan kardiologi intervensi.
Tata laksana medikamentosa umumnya bersifat sekunder sebagai akibat komplikasi dari
penyakit jantungnya sendiri atau akibat adanya kelainan lain yang menyertai. Dalam hal ini
tujuan terapi medikamentosa untuk menghilangkan gejala dan tanda di samping untuk
mempersiapkan operasi. Lama dan cara pemberian obat-obatan tergantung pada jenis penyakit
yang dihadapi. Hipoksemia, syok kardiogenik, dan gagal jantung merupakan tiga penyulit yang

Nama: Nyayu aisyah


NIM: 04011181320099
Kelas: PSPD A 2013
sering ditemukan pada neonatus atau anak dengan kelainan jantung bawaan. Perburukan keadaan
umum pada dua penyulit pertama ada hubungannya dengan progresivitas penutupan duktus
arterious, dalam hal ini terdapat ketergantungan pada tetap terbukanya duktus. Keadaan ini
termasuk ke dalam golongan penyakit jantung bawaan kritis. Tetap terbukanya duktus ini
diperlukan untuk:
i.

percampuran darah pulmonal dan sistemik, misalnya pada transposisi arteri besar

ii.

dengan septum ventrikel utuh,


penyediaan darah ke aliran pulmonal, misalnya pada tetralogi Fallot berat,
stenosis pulmonal berat, atresia pulmonal, dan atresia trikuspid, (3) penyediaan
darah untuk aliran sistemik, misalnya pada stenosis aorta berat, koarktasio aorta
berat, interupsi arkus aorta dan sindrom hipoplasia jantung kiri. Perlu diketahui
bahwa penanganan terhadap penyulit ini hanya bersifat sementara dan merupakan
upaya untukmenstabilkan keadaan pasien, menunggu tindakan operatif yang
dapat berupa paliatif atau koreksi total terhadap kelainan struktural jantung yang
mendasarinya. Jika menghadapi neonatus atau anak dengan hipoksia berat,
tindakan yang harus dilakukan adalah:
mempertahankan suhu lingkungan yang netral misalnya pasien ditempatkan

dalam inkubator pada neonatus, untuk mengurangi kebutuhan oksigen,


kadar hemoglobin dipertahankan dalam jumlah yang cukup, pada neonatus

dipertahankan di atas 15 g/dl,


memberikan cairan parenteral dan mengatasi gangguan asam basa, (4)
memberikan oksigen menurunkan resistensi paru sehingga dapat menambah
aliran darah ke paru, (5) pemberian prostaglandin E1 supaya duktus arteriosus
tetap terbuka dengan dosis permulaan 0,1 mg/kg/menit dan bila sudah terjadi
perbaikan maka dosis dapat diturunkan menjadi 0,05 mg/kg/menit. Obat ini
akan bekerja dalam waktu 10-30 menit sejak pemberian dan efek terapi
ditandai dengan kenaikan PaO2 15-20 mmHg dan perbaikan pH. Pada PJB
dengan sirkulasi pulmonal tergantung duktus arteriosus, duktus arteriosus yang
terbuka lebar dapat memperbaiki sirkulasi paru sehingga sianosis akan
berkurang. Pada PJB dengan sirkulasi sistemik yang tergantung duktus
arteriosus, duktus arteriosus yang terbuka akan menjamin sirkulasi sistemik

Nama: Nyayu aisyah


NIM: 04011181320099
Kelas: PSPD A 2013
lebih baik. Pada transposisi arteri besar, meskipun bukan merupakan lesi yang
bergantung

duktus

arteriosus,

duktus

arteriosus

yang

terbuka

akan

memperbaiki percampuran darah.


Pada pasien yang mengalami syok kardiogenik harus segera diberikan pengobatan yang
agresif dan pemantauan invasif. Oksigen harus segera diberikan dengan memakai sungkup atau
kanula hidung. Bila ventilasi kurang adekuat harus dilakukan intubasi endotrakeal dan bila perlu
dibantu dengan ventilasi mekanis. Prostaglandin E1 0,1 mg/kg/menit dapat diberikan untuk
melebarkan kembali dan menjaga duktus arteriosus tetap terbuka. Obat-obatan lain seperti
inotropik, vasodilator dan furosemid diberikan dengan dosis dan cara yang sama dengan tata
laksana gagal jantung. Pada pasien PJB dengan gagal jantung, tata laksana yang ideal adalah
memperbaiki kelainan structural jantung yang mendasarinya. Pemberian obat-obatan bertujuan
untuk memperbaiki perubahan hemodinamik, dan harus dipandang sebagai terapi sementara
sebelum tindakan definitif dilaksanakan. Pengobatan gagal jantung meliputi:
i.

penatalaksanaan umum yaitu istirahat, posisi setengah duduk, pemberian oksigen,


pemberian cairan dan elektrolit serta koreksi terhadap gangguan asam basa dan gangguan
elektrolit yang ada. Bila pasien menunjukkan gagal napas, perlu dilakukan ventilasi

ii.

mekanis
pengobatan medikamentosa dengan menggunakan obat-obatan. Obatobat yang digunakan
pada gagal jantung antara lain:
obat inotropik seperti digoksin atau obat inotropik lain seperti dobutamin atau
dopamin. Digoksin untuk neonatus misalnya, dipakai dosis 30 mg/kg. Dosis
pertama diberikan setengah dosis digitalisasi, yang kedua diberikan 8 jam
kemudian sebesar seperempa dosis sedangkan dosis ketiga diberikan 8 jam
berikutnya sebesar seperempat dosis. Dosis ruma diberikan setelah 8-12 jam
pemberian dosis terakhir dengan dosis seperempat dari dosis digitalisasi. Oba
inotropik isoproterenol dengan dosis 0,05-1 mg/kg/ menit diberikan bila terdapat
bradikardia, sedangka bila terdapat takikardia diberikan dobutamin 5-10
mg/kg/menit atau dopamin bila laju jantung tidak begit tinggi dengan dosis 2-5
mg/kg/menit. Digoksin tidak boleh diberikan pada pasien dengan perfusi sistemi

Nama: Nyayu aisyah


NIM: 04011181320099
Kelas: PSPD A 2013
yang buruk dan jika ada penurunan fungsi ginjal, karena akan memperbesar

kemungkinan intoksikas digitalis.


vasodilator, yang biasa dipakai adalah kaptopril dengan dosis 0,1-0,5 mg/kg/hari

terbagi 2-3 kali per oral.


diuretik, yang sering digunakan adalah furosemid dengan dosis 1-2 mg/kg/ hari
per oral atau intravena.

ANALISIS MASALAH

Bagaimana mekanisme sulit naiknya berat badan pada Talita?


Jawab:
Mekanisme sulit naik berat badan anak dengan penyakit jantung bawaan dapat menunjukkan
gangguan pertumbuhan.Gagal tumbuh terjadi sudah sejak masa awal bayi. Beberapa keadaan
yang dapat menerangkan gagal tumbuh pada anak dengan penyakit jantung bawaan adalah
keadaan hipoksia dan kesulitan bernapas yang menyebabkan persoalan makan pada anak.
Anoksia dan kongestivena pada saluran cerna dapat menyebabkan malabsorpsi makanan, anoksia
perifer dan asidosis menyebabkan ketidakcukupan nutrisi serta peningkatan laju metabolik
menunjukkan ketidakcukupan masukan makanan untuk pertumbuhan.
Anak dengan penyakit jantung bawaan memerlukan pemantauan pertumbuhan untuk mempertah
ankan pertumbuhan linier dan peningkatan berat badan agar berhasil dengan optimal.

Bagaimana mekanisme terjadinya sesak nafas dan kelelahan pada kasus?


Jawab:
Sesak nafas: Sesak disebabkan oleh meningkatnya sirkulasi darah dijantung dan penurunan
sirkulasi sistemik.Darah dari atrium kiri dapat masuk ke atrium kanan melalui defek sekat yang
terjadi. Adanya aliran darah menyebabkan penambahan beban pada ventrikel kanan, arteri

Nama: Nyayu aisyah


NIM: 04011181320099
Kelas: PSPD A 2013
pulmonalis, kapiler paru-paru dan atrium kiri dan kanan . Bila shunt besar, maka volume darah
yang melalui arteri pulmonalis dapat 3-5 kali dari darah yang melalui aorta.
Dengan bertambahnya volume aliran darah pada ventrikel kanan,atrium kanan, arteri pulmonalis
menyebabkan terjadinya kenaikan tekanan ventrikel kanan dan atrium kanan.Kenaikan tekanan
ventrikel kanan dan atrium kanan

yang tinggi

disertai dengan peningkatan aliran darah

pulmoner dapat menyebabkan hipertrofi ventrikel kanan dan atroum kanan (akibat pressure dan
volume overload). Sirkulasi darah yang meningkat dan penurunan sirkulasi sistemik ini yang
menyebabka sesak.

Mudah lelah: ASD yang besar menyebabkan aliran darah pintas dari atrium kiri mengalir ke
atrium kanan sehingga darah yang kaya akan oksigen yang berasal dari atrium kiri sebagian
besar akan kembali lagi ke paru-paru dan tersisa sedikit untuk diteruskan ke ventrikel kiri. Hal
ini menyebabkan cardiac output menurun sehingga darah pada sirkulasi sistemik berkurang. Hal
tersebut menyebabkan kebutuhan oksigen dan glukosa pada saat beraktivitas tidak tercukupi.
Oleh karena itu

terjadilah mekanisme metabolism anaerob yang akan menimbulkan

pembentukan asam laktat yang jika menumpuk dalam jumlah yang banyak di dalam otot makan
akan mengakibatkan terjadinya kelelahan.
Asam laktat selalu diproduksi bahkan saat tubuh sedang beristirahat. Namun, semakin intens
aktivitas fisik yang dilakukan semakin banyak pula asam laktat yang diproduksi. Peningkatan
asam laktat menyebabkan kelelahan sehingga menurunkan aktivitas fisik. Kelelahan terjadi
dalam beberapa tahap :
(i)

Penurunan energi yang dirasakan. Penurunan suplai oksigen akan mengurangi


produksi ATP akibat terhambatnya proses metabolism aerob. Sebab dalam
metabolisem anaerob jumlah ATP yang dihasilkan lebih sedikit dan juga

(ii)

dihasilkan molekul-molekil hidrogen.


Otot-otot tidak dapat berkontraksi secara normal atau dengan kekuatan yang
normal. Agar dapat berkontraksi, otot membutuhkan ion kalsium. Masalahnya
adalah ketika molekul hidrogen menghalangi kalsium. Sehingga otot tidak

Nama: Nyayu aisyah


NIM: 04011181320099
Kelas: PSPD A 2013
dapat

berkontraksi

normal

menyebabkan nyeri otot

dan

merasakan

kelelahan

bahkan

bisa

You might also like