Professional Documents
Culture Documents
NIM: 04011181320099
Kelas: PSPD A 2013
Rubella, infeksi virus ini pada kehamilan trimester pertama, akan menyebabkan penyakit
jantung bawaan
Diabetes, bayi yang dilahirkan dari seorang ibu yang menderita diabetes tidak terkontrol
mempunyai risiko sekitar 3-5% untuk mengalami penyakit jantung bawaan
Alkohol, seorang ibu yang alkoholik mempunyai insiden sekitar 25-30% untuk
mendapatkan bayi dengan penyakit jantung bawaan
Ectasy dan obat-obat lain, seperti diazepam, corticosteroid, phenothiazin, dan kokain
akan meningkatkan insiden penyakit jantung bawaan (Indriwanto, 2007).
Gangguan pertumbuhan. Pada PJB nonsianotik dengan pirau kiri ke kanan, gangguan
pertumbuhan timbul akibat berkurangnya curah jantung. Pada PJB sianotik, gangguan
pertumbuhan timbul akibat hipoksemia kronis. Gangguan pertumbuhan ini juga dapat
pada anak yang kedinginan. Sianosis perifer lebih jelas terlihat pada ujung-ujung jari.
Toleransi latihan. Toleransi latihan merupakan petunjuk klinis yang baik untuk
menggambarkan status kompensasi jantung ataupun derajat kelainan jantung. Pasien
gagal jantung selalu menunjukkan toleransi latihan berkurang. Gangguan toleransi latihan
dapat ditanyakan pada orangtua dengan membandingkan pasien dengan anak sebaya,
apakah pasien cepat lelah, napas menjadi cepat setelah melakukan aktivitas yang biasa,
atau sesak napas dalam keadaan istirahat. Pada bayi dapat ditanyakan saat bayi menetek.
Apakah ia hanya mampu minum dalam jumlah sedikit, sering beristirahat, sesak waktu
mengisap, dan berkeringat banyak. Pada anak yang lebih besar ditanyakan
kemampuannya berjalan, berlari atau naik tangga. Pada pasien tertentu seperti pada
jantung anak.
Bising jantung. Terdengarnya bising jantung merupakan tanda penting dalam
menentukan penyakit jantung bawaan. Bahkan kadang-kadang tanda ini yang merupakan
alasan anak dirujuk untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. Lokasi bising, derajat serta
penjalarannya dapat menentukan jenis kelainan jantung. Namun tidak terdengarnya
bising jantung pada pemeriksaan fisis, tidak menyingkirkan adanya kelainan jantung
bawaan. Jika pasien diduga menderita kelainan jantung, sebaiknya dilakukan
pemeriksaan penunjang untuk memastikan diagnosis.
F. Diagnosis
Diagnosis
pemeriksaan fisis, pemeriksaan penunjang dasar serta lanjutan. Pemeriksaan penunjang dasar
yang penting untuk penyakit jantung bawaan adalah foto rontgen dada, elektrokardiografi, dan
pemeriksaan laboratorium rutin. Pemeriksaan lanjutan (untuk penyakit jantung bawaan)
mencakup ekokardiografi dan kateterisasi jantung. Kombinasi ke dua pemeriksaan lanjutan
tersebut untuk visualisasi dan konfirmasi morfologi dan pato-anatomi masing-masing jenis
penyakit jantung bawaan memungkinkan ketepatan diagnosis mendekati seratus persen.
Kemajuan teknologi di bidang diagnostik kardiovaskular dalam dekade terakhir menyebabkan
pergeseran persentase angka kejadian beberapa jenis penyakit jantung bawaan tertentu. Hal ini
tampak jelas pada defek septum atrium dan transposisi arteri besar yang makin sering dideteksi
lebih awal.
Makin canggihnya alat ekokardiografi yang dilengkapi dengan Doppler berwarna,
pemeriksaan tersebut dapat mengambil alih sebagian peran pemeriksaan kateterisasi dan
angiokardiografi. Hal ini sangat dirasakan manfaatnya untuk bayi dengan PJB kompleks, yang
sukar ditegakkan diagnosisnya hanya berdasarkan pemeriksaan dasar rutin dan sulitnya
pemeriksaan kateterisasi jantung pada bayi. Ekokardiografidapat pula dipakai sebagai pemandu
pada tindakan septostomi balon transeptal pada transposisi arteri besar. Di samping lebih murah,
ekokardiografi mempunyai keunggulan lainnya yaitu mudah dikerjakan, tidak menyakitkan,
akurat dan pasien terhindar dari pajanan sinar X. Bahkan di rumah sakit yang mempunyai
fasilitas pemeriksaan ekokardiografi, foto toraks sebagai pemeriksaan rutinpun mulai
ditinggalkan. Namun demikian apabila di tangan seorang ahli tidak semua pertanyaan dapat
dijawab dengan menggunakan sarana ini, pada keadaan demikian angiografi radionuklir dapat
membantu. Pemeriksaan ini di samping untuk menilai secara akurat fungsi ventrikel kanan dan
kiri, juga untuk menilai derasnya pirau kiri ke kanan. Pemeriksaan ini lebih murah daripada
kateterisasi jantung, dan juga kurang traumatis. Tingginya akurasi pemeriksaan ekokardiografi,
membuat pemeriksaan kateterisasi pada tahun 1980 menurun drastis. Sarana diagnostik lain terus
berkembang, misalnya digital substraction angiocardiography, ekokardiografi transesofageal,
dan ekokardiografi intravaskular. Sarana diagnostik utama yang baru adalah magnetic resonance
(ii)
Koarktasio Aorta (KA) adalah penyempitan terlokalisasi pada aorta yang umumnya
terjadi pada daerah duktus arteriosus. Tanda yang klasik pada kelainan ini adalah tidak terabanya
nadi femoralis serta dorsalis pedis sedangkan nadi brakialis teraba normal. Koarktasio aorta pada
anak besar seringkali asimtomatik. Sebagian besar dari pasien mengeluh sakit kepala, nyeri di
tungkai dan kaki, atau terjadi epistaksis.
PJB sianotik
Pada PJB sianotik didapatkan kelainan struktur dan fungsi jantung sedemikian rupa
sehingga sebagian atau seluruh darah balik vena sistemik yang mengandung darah rendah
oksigen kembali beredar ke sirkulasi sistemik. Sesuai dengan namanya, manifestasi klinis yang
selalu terdapat pada pasien dengan PJB sianotik adalah sianosis. Sianosis pada mukosa bibir dan
mulut serta kuku jari tangankaki dalah penampilan utama pada golongan PJB ini dan akan
terlihat bila reduce haemoglobin yang beredar dalam darah lebih dari 5 gram %.
Secara garis besar terdapat 2 golongan PJB sianotik, yaitu PJB sianotik dengan gejala aliran
darah ke paru yang berkurang dan PJB sianotik dengan gejala aliran darah ke paru yang
bertambah.
PJB sianotik dengan gejala aliran darah ke paru yang berkurang, yaitu:
1. Tetralogi Fallot
Tetralogi Fallot (TF) merupakan PJB sianotik yang paling banyak ditemukan, kurang
lebih 10% dari seluruh PJB. Tetralogi Fallot terdiri dari 4 kelainan yaitu, defek septum ventrikel,
over-riding aorta, stenosis pulmonal, serta hipertrofi ventrikel kanan. Salah satu manifestasi
yang penting pada Tetralogi Fallot adalah terjadinya serangan sianotik (cyanotic spells) yang
ditandai oleh timbulnya sesak napas mendadak, nafas cepat dan dalam, sianosis bertambah,
lemas, bahkan dapat disertai dengan kejang.
2. Atresia Pulmonal dengan Defek Septum Ventrikel
Kelainan ini merupakan 20% dari pasien dengan gejala menyerupai Tetralogi Fallot, dan
merupakan penyebab penting sianosis pada neonatus. Atresia dapat mengenai katup pulmonal,
a.pulmonalis, atau infundibulum, sehingga seluruh curah ventrikel kanan dialirkan ke dalam
Pertama, anak-anak dengan penyakit jantung sering kemampuan fisiknya kurang mampu
untuk berinteraksi dengan lingkungan mereka, sehingga mereka membatasi aktivitasnya.
Gangguan kemampuan fisik juga menghambat perkembangan keterampilan lain, seperti
perilaku eksplorasi.
Kedua, kecemasan dan kekhawatiran pada anak yang sakit sering menyebabkan orang tua
overprotektif. Sejumlah ibu-ibu mengaku menjaga anak-anak mereka jauh dari orang lain
(misalnya, karena takut infeksi), sehingga membatasi interaksi sosial dan membatasi
gerakan anak mereka. Hal ini mempengaruhi perkembangan bicara dan keterampilan
sosialisasi khususnya, konsisten dengan penelitian bahwa anak-anak dengan PJB
dilakukan secara signifikan kurang baik dari rekan-rekan sehat mereka pada skala pribadi
/ sosial dan berbicara dan mendengar.
Sejumlah penelitian telah menyelidiki toleransi latihan pada anak dengan berbagai bentuk
penyakit jantung bawaan. Tergantung pada keparahan malformasi, keberhasilan prosedur
korektif dan keberadaan gejala-gejala sisa, menyebabkan kinerja fisik menjadi terbatas.
Bahkan anak-anak dengan lesi yang tidak dikoreksi / masih ringan, atau mereka yang
tidak ada gejala sisa setelah operasi sebelumnya, dapat terlihat pengurangan dalam
kinerja fisik mereka.
Dampak dari kelainan jantung bawaan pada perkembangan anak, tergantung pada jenis
dan beratnya kelainan serta waktu dan keberhasilan terapi. Untuk beberapa malformasi
yang komplek, solusi yang tersedia hanya paliatif. Lesi seperti TF, DSA, dan TAB dapat
diperbaiki pada masa bayi dengan waktu jangka panjang. Setelah koreksi berhasil baik
pada masa bayi, kebanyakan anak yang lahir dengan malformasi kongenital sianotik
dapat melakukan kegiatan fisik yang normal. Sementara pembatasan aktivitas fisik dapat
direkomendasikan pada anak dengan temuan klinis yang signifikan pasca-operasi,
sementara kelompok anak tanpa gejala klinik setelah operasi tidak memerlukan
pembatasan dan harus melakukan aktifitas fisik normal.
Hal ini tidak menjelaskan defisit perkembangan motorik yang diamati pada anak-anak
dengan PJB. Orang tua dan pengasuh lainnya memainkan peran penting dalam
perkembangan anak. Status kesehatan anak merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi gaya asuh orang tua. Sikap orang tua secara signifikan dapat
mempengaruhi seluruh perkembangan anak. Orang tua dari anak-anak dengan PJB dapat
mengubah dan membesarkan mereka untuk mengasimilasi kebutuhan anak. Sebuah
penelitian baru mengungkapkan bahwa ibu yang anak-anaknya dengan PJB dilaporkan
mempunyai tingkat kewaspadaan yang tinggi daripada ibu dari anak yang sehat. Bahkan
Ketiga, efek dari sakit yang berkepanjangan dan rawat inap yang mungkin penting.
Beberapa anak dalam kelompok jantung telah menghabiskan jangka waktu yang lama di
rumah sakit, mengakibatkan inkonsistensi dari lingkungan fisik dan jumlah orang yang
terlibat dengan anak, yang selanjutnya bisa dikompromikan perkembangan mereka.
Keempat, status gizi anak yang baik diperlukan untuk mempertahankan derajat
kebugaran dan kesehatan, serta membantu pertumbuhan bagi anak. Status gizi merupakan
ukuran keberhasilan dalam pemenuhan nutrisi, yang dapat diukur dengan mengukur berat
badan dan panjang badan.29 Berdasarkan WHO 2005, salah satu penentuan status gizi
adalah menurut Indeks Masa Tubuh menurut umur, dengan ambang batas sebagai berikut:
Untuk anak usia 0-60 bulan:
Kelima, hipoksia seluler. Beberapa bukti menunjukkan bahwa konsumsi oksigen PJB
sianotik lebih rendah daripada PJB non sianotik. Hipoksia menyebabkan kegagalan
pertumbuhan diduga karena efek langsung pada pertumbuhan dan multiplikasi sel.31
Hipoksia diduga menyebabkan berkurangnya pembelahan sel akibat berkurangnya sintesa
percampuran darah pulmonal dan sistemik, misalnya pada transposisi arteri besar
ii.
duktus
arteriosus,
duktus
arteriosus
yang
terbuka
akan
ii.
mekanis
pengobatan medikamentosa dengan menggunakan obat-obatan. Obatobat yang digunakan
pada gagal jantung antara lain:
obat inotropik seperti digoksin atau obat inotropik lain seperti dobutamin atau
dopamin. Digoksin untuk neonatus misalnya, dipakai dosis 30 mg/kg. Dosis
pertama diberikan setengah dosis digitalisasi, yang kedua diberikan 8 jam
kemudian sebesar seperempa dosis sedangkan dosis ketiga diberikan 8 jam
berikutnya sebesar seperempat dosis. Dosis ruma diberikan setelah 8-12 jam
pemberian dosis terakhir dengan dosis seperempat dari dosis digitalisasi. Oba
inotropik isoproterenol dengan dosis 0,05-1 mg/kg/ menit diberikan bila terdapat
bradikardia, sedangka bila terdapat takikardia diberikan dobutamin 5-10
mg/kg/menit atau dopamin bila laju jantung tidak begit tinggi dengan dosis 2-5
mg/kg/menit. Digoksin tidak boleh diberikan pada pasien dengan perfusi sistemi
ANALISIS MASALAH
yang tinggi
pulmoner dapat menyebabkan hipertrofi ventrikel kanan dan atroum kanan (akibat pressure dan
volume overload). Sirkulasi darah yang meningkat dan penurunan sirkulasi sistemik ini yang
menyebabka sesak.
Mudah lelah: ASD yang besar menyebabkan aliran darah pintas dari atrium kiri mengalir ke
atrium kanan sehingga darah yang kaya akan oksigen yang berasal dari atrium kiri sebagian
besar akan kembali lagi ke paru-paru dan tersisa sedikit untuk diteruskan ke ventrikel kiri. Hal
ini menyebabkan cardiac output menurun sehingga darah pada sirkulasi sistemik berkurang. Hal
tersebut menyebabkan kebutuhan oksigen dan glukosa pada saat beraktivitas tidak tercukupi.
Oleh karena itu
pembentukan asam laktat yang jika menumpuk dalam jumlah yang banyak di dalam otot makan
akan mengakibatkan terjadinya kelelahan.
Asam laktat selalu diproduksi bahkan saat tubuh sedang beristirahat. Namun, semakin intens
aktivitas fisik yang dilakukan semakin banyak pula asam laktat yang diproduksi. Peningkatan
asam laktat menyebabkan kelelahan sehingga menurunkan aktivitas fisik. Kelelahan terjadi
dalam beberapa tahap :
(i)
(ii)
berkontraksi
normal
dan
merasakan
kelelahan
bahkan
bisa