You are on page 1of 14

1

BAB I
KONSEP DASAR MEDIS
TUNAGRAHITA RINGAN
A. DEFINISI
Di Indonesia pengertian anak tunagrahita tercantum dalam peraturan
pemerintah nomor 72 tahun 1991, anak tunagrahita dinyatakan sebagai anakanak dalam kelompok dibawah normal dan/atau lebih lamban dari pada anak
normal, baik perkembangan sosial maupun kecerdasannya (Depdiknas, 2006).
Tunagrahita ialah istilah yang digunakan untuk menyebut anak yang
mempunyai kemampuan intelektual di bawah rata-rata. Istilah lain untuk
tunagrahita dikenal dengan keadaan keterbelakangan mental atau retardasi
mental (Delphie, 2006).
Pengertian lain mengenai tunagrahita ialah cacat ganda. Istilah cacat
ganda yang digunakan karena adanya cacat mental yang dibarengi dengan
cacat fisik. Misalnya cacat intelegensi yang mereka alami disertai dengan
keterbelakangan penglihatan (cacat mata). Ada juga yang disertai dengan
gangguan pendengaran. Namun, tidak semua anak tunagrahita memiliki cacat
fisik. Contohnya pada tunagrahita ringan yaitu mereka yang masih
mempunyai kemungkinan memperoleh pendidikan dalam bidang membaca,
menulis,danmenghitungpadasuatutingkattertentudisekolahkhusus.
Masalah tunagrahita ringan yaitu kemampuan daya tangkap yang
kurang. Secara global pengertian tunagrahita ialah anak berkebutuhan khusus
yang memiliki keterbelakangan dalam intelegensi, fisik, emosional, dan sosial
yang membutuhkan perlakuan khusus supaya dapat berkembang pada
kemampuan yang maksimal (Astati, 2010).
B. ETIOLOGI
Para ahli membagi faktor penyebab tersebut atas faktor endogen dan
eksogen. Faktor endogen apabila letak penyebabnya pada sel keturunan dan
eksogen adalah hal-hal di luar sel keturunan, misalnya infeksi, virus
menyerang otak, benturan kepala yang keras, radiasi, dan lain-lain.
Cara lain yang sering digunakan dalam pengelompokan faktor
penyebab ketunagrahitaan adalah berdasarkan waktu terjadinya, yaitu faktor
yang terjadi sebelum lahir (prenatal), saat kelahiran (natal), dan setelah lahir

(postnatal). Menurut Bandi (2006) beberapa penyebab ketunagrahitaan yang


sering ditemukan baik yang berasal dari faktor keturunan maupun faktor
lingkungan.
1. Faktor keturunan
Penyebab kelainan yang berkaitan dengan faktor keturunan, meliputi hal
berikut:
a. Kelainan kromosom, dapat dilihat dari bentuk dan nomornya. Dilihat
dari bentuk dapat berupa inversi (kelainan yang menyebabkan
berubahnya urutan gene karena melihatnya kromosom; delesi
(kegagalan meiosis, yaitu salah satu pasangan tidak membelah
sehingga terjadi kekurangan kromosom pada salah satu sel); duplikasi
(kromosom tidak berhasil memisahkan diri sehingga terjadi kelebihan
kromosom pada salah satu sel lainnya) translokasi ( adanya kromosom
yang patah dan patahnya menempel pada kromosom lain).
b. Kelainan gen. Kelainan ini terjadi pada waktu imunisasi, tidak
selamanya tampak dari luar (tetap dalam tingkat genotif). Ada 2 hal
yang perlu diperhatikan untuk memahaminya, yaitu kekuatan kelainan
tersebut, dan tempat gena (lucos) yang mendapat kelainan.
2. Gangguan metabolisme dan gizi
Metabolisme dan gizi merupakan faktor yang sangat penting dalam
perkembangan individu terutama perkembangan sel-sel otak. Kegagalan
metabolisme

dan

kegagalan

pemenuhan

kebutuhan

gizi

dapat

mengakibatkan terjadinya gangguan fisik dan mental pada individu.


Kelainan yang disebabkan oleh kegagalan metabolisme dan gizi, antara
lain phenylketonuria (akibat metabolisme saccharide yang menjadi tempat
penyimpanan asam mucopolysaccharide dalam hati, limpa kecil, dan otak )
dan gejala yang tampak berupa ketidak normalan tinggi badan, kerangka
tubuh yang tidak proporsional, telapak tangan lebar dan pendek,
persendian kaku, lidah lebar dan menonjol, dan tuna grahita; cretinism
(keadaan hypohydroidism kronik yang terjadi selama masa janin atau saat
dilahirkan ) dengan gejala kelainan yang tampak adalah ketidaknormalan
fisik yang khas dan ketunagrahitaan.
3. Infeksi dan keracunan

Keadaan ini disebabkan oleh terjangkitnya penyakit-penyakit selama janin


masih berada didalam kandungan. penyakit yang dimaksut antara lain
rubella yang mengakibatkan ketunagrahitaan serta adanya kelainan
pendengaran , penyakit jantung bawaan, berat badan sangat kueang ketika
lahir, syphilis bawaan, syndrome gravidity beracun, hampir pada semua
kasus berakibat ketunagrahitaan.
4. Trauma dan zat radioaktif
Terjadinya trauma terutama pada otak ketika bayi dilahirkan atau terkena
radiasi zat radioaktif saat hamil dapat mengakibatkan ketunagrahitaan.
Trauma yang terjadi pada saat dilahirkan biasanya disebabkan oleh
kelahiran yang sulit sehingga memerluka alat bantuan. Ketidaktepatan
penyinaran atau radiasi sinar X selama bayi dalam kandungan
mengakibatkan cacat mental microsephaly.
5. Masalah pada kelahiran
Masalah yang terjadi pada saat kelahiran,misalnya kelahiran yang disertai
hypoxia yang dipastikan bayi akan menderita kerusakan otak, kejang dan
napas pendek. Kerusakan juga dapat disebabkan oleh trauma mekanis
terutama pada kelahiran yang sulit.
6. Faktor lingkungan
Banyak faktor lingkungan yang diduga menjadi penyebab terjadinya
ketunagrahitaan. Telah

banyak

penelitian

yang

digunakan

untuk

pembuktian hal ini, salah satunya adalah penemuan patton & Polloway
bahwa bermacam-macam pengalaman negatif atau kegagalan dalam
melakukan interaksi yang terjadi selama periode perkembangan menjadi
salah satu penyebab ketunagrahitaan.
C. PATOFISIOLOGI
Para Ahli menyebutkan bahwa, penyebab terjadinya ketunaan pada
sesorang, yaitu: dibawa sejak lahir (faktor endogen) dan faktor dari luar
seperti penyakit atau keadaan lainnya (faktor eksogen) (Mohammad Efendi,
2006). Mohammad Efendi menambahkan, gangguan fisiologis dan virus dapat
menyebabkan tuna grahita. Virus tersebut diantaranya rubella (campak
jerman). Virus ini sangat berbahaya dan berpengaruh sangat besar pada tri
semester pertama saat ibu mengandung, karena akan memberi peluang

timbulnya ketunaan pada bayi yang dikandung. Bentuk gangguan fisiologis


lain adalah reshus faktor, mongoloid (penampakan fisik mirip keturunan orang
mongol) sebagai akibat gangguan genetik, dan kretinisme atau kerdil sebagai
akibat gangguan kelenjar tiroid. Adanya disfungsi otak merupakan dasar dari
retradasi mental. Peningkatan tekanan yang terjadi pada otak menyebabkan
kemunduran fungsi otak. Selain itu, keadaan cerebal anoxia, yaitu kekurangan
oksigen dalam otak juga menyebabkan otak tidak berfungsi dengan baik.
Kelainan otak dapat terjadi pada saat pertumbuhan, pada masa prenatal, natal,
maupun postnatal. Menurut Mohammad Efendi (2006) peradangan otak akibat
pendarahan menyebabkan gangguan motorik dan mental, sehingga dapat
mempengaruhi kemampuan anak Tuna Grahita.
D. MANIFESTASI KLINIS
1. Kecerdasan sangat terbatas
2. Ketidakmampuan sosial yaitu tidak mampu mengurus diri sendiri,
3.
4.
5.
6.
7.

sehingga selalu memerlukan bantuan orang lain.


Keterbatasan minat
Daya ingat lemah
Emosi sangat labil
Apatis, acuh tak acuh terhadap sekitarnya
Kelanan badaniah khusus jenis mongoloid badan bungkuk, tampak tidak
sehat, muka datar, telinga kecil, badan terlalu kecil, kepala terlalu besar,

mulut melongo, mata sipit.


8. Hydrocephalus yaitu ukuran kepala besar yang berisi cairan.
9. Microcephalus yaitu ukuran kepala terlalu kecil.
10. Macrocephalus yaitu ukuran kepala terlalu besar.
E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK DAN PENUNJANG
Untuk mengetahui adanya tunagrahita atau dengan kata lain retardasi
mental perlu anamnesis yang baik, pemeriksaan fisik dan laboratorium.
Kelainan otak dapat menyebabkan seseorang menjadi tunagrahita.
1. Pemeriksaan diagnostik meliputi LED, IgG/IgM, dan BUN.
2. Pemeriksaan radiologi meliputi pemeriksaan EEG, CT Scan, dan thoraks
AP/PA.
3. Pemeriksaan laboratorium meliputi pemeriksaan serum elektrolit (SE) atau
virus.
F. KOMPLIKASI
Menurut Mohammad Effendi (2006) dampak tunagrahita yaitu:
1. Gangguan neurologis
2. Sindroma genetik

3. Faktor psikososial
G. PENATALAKSANAAN
Penanganan terhadap anak tunagrahita dapat dilakukan melalui
pendidikan dan pelatihan bagi penderita tunagrahita sehingga anak yang
mengalami tunagrahita diharapkan nantinya dapat hidup secara mandiri tanpa
memerlukan bantuan dari orang lain. Tujuan pendidikan dan pelatihan bagi
anak tunagrahita ini yaitu:
1. Latihan untuk mempergunakan dan mengembangkan kapasitas yang
dimiliki dengan sebaik-baiknya.
2. Pendidikan dan pelatihan diperlukan untuk memperbaiki sifat-sifat yang
salah.
3. Dengan latihan maka diharapkan dapat membuat keterampilan mereka
berkembang, sehingga ketergantungan pada pihak lain dapat berkurang
atau bahkan hilang. Melatih penderita tunagrahita pasti lebih sulit daripada
melatih anak normal, hal ini disebabkan karena perhatian penderita tuna
grahita mudah terganggu. Untuk meningkatkan perhatian mereka tindakan
yang dapat dilakukan adalah dengan merangsang indra mereka.
Beberapa jenis pelatihan yang dapat diberikan kepada penderita
tunagrahita yaitu:
1. Latihan di rumah: belajar makan sendiri, membersihkan badan,
berpakaian sendiri, dst.
2. Latihan di sekolah: belajar keterampilan untuk sikap sosial.
3. Latihan teknis: latihan yang diberikan sesuai dengan minat dan jenis
kelamin penderita.
4. Latihan moral: berupa pengenalan dan tindakan mengenal hal-hal yang
baik dan buruk secara moral.

BAB II
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
TUNAGRAHITA RINGAN
A. PENGKAJIAN
Perawat dalam tiap tatanan dan bidang kerjanya sangat berperan dalam
melakukan pengkajian keperawatan pada anak-anak dengan tunagrahita.
Pengkajian keperawatan meliputi aspek fisik, psikologis dan sosial, yang
terutama dapat dilakukan pada saat kunjungan rumah atau kunjungan
kesehatan sekolah. Sehingga data baik dari orang tua anak maupun guru
sangat berguna untuk perencanaan keperawatan selanjutnya.
Hal-hal yang perlu dikaji meliputi: Data demografi, riwayat kesehatan,
riwayat

penyakit

sebelumnya,

perkembangan

personal

dan

sosial,

perkembangan kognitif, keterampilan bahasa, perkembangan motorik dan


sensorik, serta lingkungan tempat anak tinggal dan belajar.
1. Data Demografi
Merupakan identitas klien yang meliputi: nama/nama panggilan, tempat
tanggal lahir/usia, jenis kelamin, agama, pendidikan, serta alamat.
2. Riwayat kesehatan: perawat perlu mengumpulkan data dari orang tua anak
mengenai keluhan dan perilaku anak di rumah. Masalah fisik seperti
alergi, nafsu makan, masalah eliminasi, penyakit infeksi yang baru
diderita, dan masalah pernapasan bagian atas, serta penyakit yang biasa
dialami anak juga perlu diproleh dari orang tua.
3. Riwayat penyakit sebelumnya: meliputi riwayat operasi dan pengobatan,
kebiasaan anak (bicara, emosi, tiks dan riwayat perkembangan dan
pendidikan). Sangat penting untuk mengetahui usia anak pada tiap tahap
perkembangan: kapan anak mulai berjalan, berbicara, makan dan
berpakaian sendiri. Begitu pula informasi mengenai masalah prenatal dan
perinatal ibu perlu dikaji. jika memungkinkan catatan kesehatan bayi
ketika baru lahir perlu diketahui.

4. Riwayat perkembangan personal dan sosial

Gejala yang terlihat pada anak tunagrahita melalui ketidakmatangan


perilaku sosialnya, dimana mereka lebih suka bermain dengan anak yang
lebih kecil. Anak-anak tunagrahita mungkin tidak berbicara dan
melakukan sesuatu sesuai dengan tingkat usia mereka. Mungkin
berperilaku acting out atau sebaliknya menarik diri dari anak-anak lain.
Pada umumnya mereka memiliki konsep diri yang rendah dan mudah
frustasi serta menangis.
5. Perkembangan kognitif
Anak-anak yang bermasalah dalam belajar, tidak mampu mentransfer halhal yang telah dipelajarinya dari satu situasi ke situasi lainnya. Mereka
belajar bahwa langit berwarna biru, tetapi tidak dapat mengenal rumah
atau mobil yang berwarna biru. Anak-anak tunagrahita juga tidak dapat
berfikir secara abstrak, seperti kematian, surga, dan Tuhan. Begitu pula
mereka tidak dapat membandingkan obyek yang besar dan kecil tanpa
melihat obyek secara langsung. Daya konsentrasi mereka terbatas, tidak
mampu mengingat sesuai dengan baik dan bermasalah untuk mengenal
hal-hal baru.
6. Keterampilan berbahasa
Anak-anak tunagrahita

pada

umumnya

tidak

berketerampilan

menggunakan bahasa dengan baik. Mereka biasanya mengalami kesulitan


mengkomunikasikan sesuatu sehingga sulit dimengerti dan umumnya
mereka mungkin tidak mampu untuk mengingat instruksi atau perintah
verbal secara berurutan.
7. Perkembangan motorik dan sensorik
Perkembangan motorik mungkin terbatas, sehingga anak mudah jatuh. Jika
melakukan kegiatan yang memerlukan keterampilan motorik, perhatiannya
mungkin teralih pada hal lain dan mereka tidak mampu mengikuti
pengarahan berkaitan dengan kegiatan motorik. Anak tersebut tidak mau
melakukan kegiatan baru tetapi hanya melakukan hal yang sama
berulangkali. Anak tunagrahita tidak seaktif anak lain dan hanya sering
duduk sendirian. Kadang-kadang mereka melakukan gerakan-gerakan
yang sama berulang-ulang seperti membenturkan kepalanya, menggerakgerakkan tangannya dan mengayun tubuhnya ke depan dan ke belakang.

Dalam hal perkembangan sensorik, perlu dikaji kemungkinan anak


mengalami gangguan pengelihatan dan pendengaran. Perawat dapat
melihat apakah anak tidak mampu membedakan antara dua obyek, seperti
jeruk yang sebenarnya dengan gambar jeruk atau membedakan dua uang
logam, membedakan suara seperti bunyi bel dan bunyi klakson mobil.
Lebih parah lagi anak tunagrahita seringkali tidak biasa mengatakan
darimana asal suara. Hal ini sangat membahayakan keamanan anak.
8. Lingkungan tempat tinggal dan belajar
Sangat penting untuk dikaji oleh perawat hal-hal sebagai berikut:
1) Perlengkapan: tempat tidur, kursi, toilet, lemari pakaian. Apakah
tingginya dapat dicapai oleh anak? Apakah anak terlindungi dari
kemungkinan celaka?
2) Perlengkapan bermain: apakah anak mempunyai mainan yang sesuai?
Apakan mainan tersebut menstimulus anak untuk bermain? Apakah
ada tempat bermain yang leluasa?
3) Orang-orang yang berarti bagi anak: Apakah ada orang dekat yang
mendukung perkembangan anak? Apakah anak diberi kesempatan
untuk memilih dan belajar mandiri? Apakah anak disiplin? Apakah ada
orang yang dapat mengajarkan keterampilan melakukan kegiatan
sehari-hari?
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Adapun diagnosa keperawatan NANDA menurut Wilkinson (2011):
1. Gangguan

komunikasi

verbal

berhubungan

dengan

keterlambatan

perkembangan bahasa, social dan kognitif.


2. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kurangnya kematangan
perkembangan.
3. Gangguan interaksi sosial berhubungan dengan kesulitan adaptasi sosial.
4. Gangguan aktivitas fisik berhubungan dengan ketidakmampuan fisik dan
mental.
5. Resiko cidera berhubungan dengan mobilitas fisik tidak seimbang.
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
Adapun diagnosa keperawatan NANDA menurut Wilkinson (2011):

NO.
1.

DIAGNOSA KEP.
Gangguan
verbal
dengan

TUJUAN (NOC)

komunikasi Setelah

dilakukan 1. Kaji kemampuan dalam berkomunikasi

berhubungan tindakan keperawatan


keterlambatan diharapkan

perkembangan

keluarga

bahasa, dapat:

social dan kognitif.

INTERVENSI (NIC)

1.Lebih

anak.
R/: Latihan bicara yang sesuai dengan

sering

berkomunikasi
dengan anak.
2.Menstimulasi

sesuai dengan perkembangan mental

perkembangan anak akan menghindari


ekploatasi yang berakibat penekanan
fungsi mental anak.

anak

dalam sektor bahasa.

2. Ajak

anak

komprehensif

berkomunikasi
baik

verbal

secara
maupun

nonverbal sambil belajar.


R/: Komunikasi yang komprehensif
akan memperbanyak jumlah stimulasi
yang diterima anak sehingga akan
memperkuat memori anak terhadap
suatu kata.
3. Bicara pelan dan mengulangi kata-kata
sampai anak mengerti pembicaraan /
perintah.
4. Berbicara sambil bermain dengan alat
untuk

mempercepat

persepsi

anak

tentang suatu hal.


R/: Bermain akan menigkatkan daya
tarik anak sehingga frekwensi dan durasi
latihan bisa lebih lama.
5. Berikan lebih banyak kata meskipun
anak

belum

mampu

mengucapkan

dengan benar.
R/: Anak lebih suka mendengarkan kataakat

daripada

mengucapkan

karena

10

biasanya kesulitan dalam mengucapkan.


6. Berikan penguatan/reinforcement saat
anak

mampu

mengerti

pembicaraan/perintah.
R/:

Reinforcement

positif

dapat

menyenangkan hati anak.


7. Lakukan sekrening lanjutan dengan
mengggunakan Denver Speech Test.
R/: Untuk mengetahui jenis dan beratnya
gangguan serta keterlambatan dalam
berbicara pada anak.
2.

Defisit perawatan diri Setelah


berhubungan

diberikan 1. Kaji kemampuan anak dalam merawat

dengan tindakan keperawatan

kurangnya kematangan diharapkan anak:


perkembangan.

diri sendiri.
R/: Menilai batas kemandirian anak.

1. Mampu melakukan 2. Pantau adanya perubahan kemampuan


tugas fisik paling

fungsi.

dasar dan aktifitas

R/: Mengetahui hambatan yang dimiliki

perawatan pribadi.

anak.

2. Mampu

3. Perhatikan kebersihan kuku berdasarkan

membersihkan

kemampuan perawatan diri anak.

tubuhnya sendiri.

R/: Menilai perawatan diri anak.

3. Mampu

untuk 4. Ajarkan

anak/keluarga

penggunaan

mempertahankan

metode alternative untuk mandi dan

hygiene dirinya.

hygiene mulut.

4. Mampu

R/:

mempertahankan
penampilan
rapih.

Membantu

keluarga

untuk

melakukan perawatan pada anak.

yang 5. Gunakan ahli fisioterapi dan terapi kerja


sebagai sumber dalam merencanakan
aktifitas perawatan pasien.
R/:

Memudahkan

keluarga untuk

11

melakukan perawatan diri pada anak.


6. Dukung kemandirian dalam melakukan
mandi dan hygiene mulut, bantu pasien
hanya jika diperlukan.
R/: Melatih anak untuk melakukan
perawatan pada diri.
7. Berikan bantuan sampai anak mampu
secara

penuh

untuk

melakukan

perawatan diri.
R/: Membantu anak memenuhi atau
melakukan perawatan pada diri.
8. Tawarkan/ajarkan untuk mencuci tangan
setelah toileting dan sebelum makan.
R/: Mengajarkan hidup bersih pada anak
dan melatih anak untuk melakukan
perawatan pada diri.
3.

Gangguan
sosial

interaksi Setelah

diberikan 1. Diskusikan bersama keluarga tentang

berhubungan tindakan keperawatan

manfaat berhubungan dengan orang lain.

kesulitan diharapkan anak dapat

R/: Meningkatkan pengetahuan keluarga

merasakan kewajaran

tentang perlunya anak berhubungan

saat

dengan orang lain.

dengan
adaptasi sosial.

seperti

berinteraksi
orang

lain 2. Ciptakan lingkungan yang aman saat

dengan,
Kriteria

anak berinteraksi dengan siapapun.


hasil:

anak

dapat berinteraksi dan

R/: Agar anak tidak merasa canggung,


tegang, atau takut saat berinteraksi.

bersosialisasi dengan 3. Bina hubungan saling percaya: sikap


orang lain.

terbuka

dan

empati,

sapa

dengan

ramah, pertahankan kontak mata selama


interaksi.
R/:

Meningkatkan

kepercayaan

12

hubungan antara klien dengan perawat,


dan

mempermudah

perawat

untuk

berinterksi dengan anak.


4. Motivasi anak melakukan sosialisasi
dengan orang lain.
R/: Mungkin anak mengalami perasaan
tidak nyaman, malu dalam berhubungan
sehingga perlu dilatih secara bertahap
dalam berhubungan dengan orang lain.
4.

Gangguan aktivitas fisik Setelah


berhubungan
ketidakmampuan
dan mental.

diberikan1. Diskusikan pada anak/keluarga tentang

dengan tindakan keperawatan


fisik diharapkan anak dapat
melakukan
fisik

aktivitas

walau

dapat

hasil:

R/: Untuk meningkatkan pengetahuan


anak tentang perlunya aktivitas fisik.

hanya2. Diskusikan pada anak/keluarga tentang

sebagian dengan,
Kriteria

keuntungan melakukan aktivitas fisik.

kerugian tidak melakukan aktivitas fisik.


anak

melakukan

aktifitas fisik dasar.

R/: Untuk meningkatkan minat anak


dalam melakukan aktivitas fisik

3. Motivasi

dan

bantu

anak

melakukan aktivitas fisik.


R/: Untuk meningkatkan minat anak
dalam melakukan aktivitas fisik.
4. Beri

pujian

atas

keberhasilan

klien

melakukan aktivitas fisik.


R/:

Reinforcement

menyenangkan
meningkatkan

positif

hati
minat

melakukan aktivitas fisik.

anak
anak

dapat
dan
untuk

13

5.

Resiko
berhubungan
dengan mobilitas
tidak seimbang.

cidera Setelah

diberikan 1. Diskusikan dengan

anak/keluarga

tindakan keperawatan

pertolongan pertama pada kecelakaan

fisik diharapkan anak dapat

(contoh : kursi roda dan peralatan khusus

kooperatif

dan

mengatur

keamanan

semampu

anak,

lainnya).
R/: Dilakukan untuk mengurangi resiko
cidera yang lebih parah.

sehingga akan bebas 2. Observasi mulut jika tertelan benda


dari

kemungkinan

selain makanan.

kecelakaan dan cidera

R/:

dengan,

bahaya, jadi harus terus di pantau dalam

Kriteria
akan

hasil:

terbebas

anak

Anak

kurang

mengerti

tentang

setiap aktivitasnya.

dari 3. Anjurkan keluarga untuk tetap bersama

kecelakaan dan tidak

anak sampai obat ditelan dan perhatikan

menelan

efek samping dari pengobatan.

beracun.

bahan

R/: Menghindari anak membuang obat


atau meminum obat secara berlebihan.

DAFTAR PUSTAKA

Astati. 2010. Pendidikan Anak Tunagrahita. Bandung: Karya Mandiri.

14

Delphie, Bandi 2006. Pembelajaran Anak Tunagrahita: Suatu Pengantar Dalam


Pendidikan/Rad. Bandung: Refika Aditama.
Depdiknas. 2006. Standar Kompetensi Dan Kompetensi Dasar SDLB Tunagrahita
Ringan (SDLB C). Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional Direktorat
Pendidikan SLB.
Doenges Marlyn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi 3. Jakarta: EGC.
Idunna, Riande. 2013. Anak Berkebutuhan Khusus (Tunagrahita). Online.
http://rianande.blogspot.com/2013/11/anak-berkebutuhan-khusustunagrahita_24.html Diakses Tanggal 1 April 2015.
Mohammad

Effendi,

M.

(2006). Pengantar

Psikopedagogik

Anak

Berkelainan. Jakarta: PT. Bumi Aksara.


Wilkinson J. M. 2011. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 9 dengan
Diagnosa NANDA, Intervensi NIC dan Kriteria Hasil NOC. Jakarta: EGC.

You might also like