You are on page 1of 46

LAPORAN TUTORIAL

MODUL KEDOKTERAN HOLISKTIK

Oleh :
RUANG 8
1. Astrid Noviera Iksan
2. Siti Fitrah I. H
3. Anggelina Thendry
4. Febrina Ruth Wuwung
5. Silvia Nathalia
6. Channesya M. Sampetoding
7. Caroline Rosalia M. Karouw
8. Yolanda Anugrahwaty Kasi
9. Gladys R. Rompas
10. Fonda Simanjuntak
11. Rokky Vernando Bakati
12. Fikri Hidayat Maradjabessy
13. Gabriela V. Ch. Walewangko
14. Ivana Jansen
15. Meyrina Enjelita Sondakh
16. Kadek A. W. Widiastawan
17. I Gusti Bagus Magitojaya

110111286
110111085
110111017
110111046
110111258
110111231
110111278
110111288
110111010
110111069
110111098
110111177
110111102
110111021
110111013
110111199
110111236

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SAM RATULANGI


MANADO
2014
Skenario

Seorang wanita berusia 25 tahun, belum menikah datang ke dokter puskesmas dengan keluhan
muntah-muntah sejak 1 minggu terakhir. Panas (-), nyeri ulu hati dirasakan setiap kali pasien
terlambat makan.
Pertanyaan awal :
1. Apa masalah wanita ini?
2. Anamnesa apa saja yang perlu ditanyakan pada pasien ini?
3. Pemeriksaan fisik apa yang perlu dicari dalam rangka penegakkan diagnosis dan
menyingkirkan DD nya?
4. Pemeriksaan penunjang apa yang perlu segera dilakukan pada pasien ini?

Lanjutan Kasus
Pada anamnesis lanjut ternyata pasien sudah 3 bulan mengalami keterlambatan haid. Pasien
pernah minum Jamu Terlambat Bulan tapi tidak turun haid. Urin tes, beta hCG positif. Pasien
kemudian kontrol teratur ke dokter kandungan. Sekitar 6 bulan kemudian pasien datang kembali
ke puskesmas dengan keluhan nyeri perut bawah dan panas serta menggigil. Pada pemeriksaan
fisik ditemukan tekanan darah 150/90 mmHg, nadi 108 kali per menit, regular, respirasi 26 kali
per menit, dan suhu badan 38,5C.
1.
2.
3.
4.

Bagaimana penanganan pasien ini secara holistik?


Bidang ilmu apa yang perlu dilibatkan?
Bagaimana penanganannya?
Bagaimana edukasi, promotif-preventif, dan prognosis untuk pasien ini?

Kata Sulit : beta hCG


Kata Kunci : - Wanita, 25 tahun
- Belum menikah
- Muntah 1 minggu, nyeri ulu hati setiap terlambat makan
- 3 bulan terlambat haid, beta hCG (+)
- Riwayat minum Jamu Terlambat Bulan (+)
- 6 bulan kemudian nyeri perut bawah, panas, menggigil
- TD : 150/90, nadi : 108 kali/menit reguler, respirasi : 26 kali/menit, dan suhu
badan : 38,5C
Masalah Dasar :
Wanita berusia 25 tahun, datang dengan keluhan muntah-muntah sejak 1 minggu terakhir.
Pembahasan :
1. Muntah-muntah, nyeri ulu hati, belum menikah
2. Anamnesa :
Nyeri dan muntah:

Identitas
Keluhan utama
- nyeri uluhati
* berapa lama
* frekuensi
* nyeri bagaimana (tertusuk-tusuk atau rasa terbakar)
* faktor yang memperberat dan mempwringan nyeri
- muntah
* sejak kapan
* warna muntah
* isi muntah
Riwayat penyakit dahulu
Riwayat keluarga
Riwayat alergi
Riwayat penggunaan obat
Obstetri:
Identitas
Status
- menarche
- siklus
- lama haid
- HPHT
PAN
Penyakit yang diderita pasien
Penyakit yang diderita keluarga
Keluhan:
- oemesis
- edema
- pusing
- sakit kepala
- visus
- detaecatie
- micti
- perdarahan
- fluor albus
- demam
- nyeri
Riwayat sosial
Vaksin
Riwayat alkohol dan rokok
3. Pemeriksaan fisik

A. Pemeriksaan tanda-tanda vital


a. Mengukur Tekanan Darah
Perhatikan karakteristik suara aliran darah dalam arteri berikut :
-

Bunyi Korothkof I : Bunyi yang pertama terdengar lemah, nadanya agak tinggi,
terdengar tak-tek.( Suara sistol )

Bunyi Korothkof II : Adanya bunyi seperti K I, tapi disertai bising, terdengar


tekss..,atau tekrd

Bunyi Korothkof III : Adanya bunyi yang berubah menjadi keras, nada rendah tanpa
bising, terdengsr deg..deg

Bunyi Korothkof IV : Saat bunyi jelas seperti K III melemah

Bunyi Korothkof V : Saat bunyi menghilang ( Suara Diastol )

b. Menghitung denyut nadi per-menit, meraba nadi radial yang termudah, bilatidak
teraba nadi carotid atau apical, pada bayi nadi temporal.
c. Menghitung frekuensi pernafasan per menit, dengan menyilangkan tangan klien di
dada amati pergerakan dinding dada klien
d. Mengukur suhu tubuh, pada orang dewasa pada axillar, pada bayi dan anak pada rectal
atau oral, dan pada kondisi yang memerlukan tingkat akurasi yang tinggi pada orang
dewasa bisa per-oral atau per-rektal

B. KEADAAN UMUM
Menilai keadaan sakit klien dari hasil inspeksi umum, misalkan klien terbaring lemah di
tempat tidur dengan terpasang infuse D5%, pernafasan dyspnoe. Klien dapat makan
sendiri, dan tidak dapat ke kamar mandi.

C. PEMERIKSAAN INTEGUMENT, RAMBUT DAN KUKU


1.

Integument
a. Inspeksi :
- Adakah lesi, warna, jaringan parut, vaskularisasi.

- Warna Kulit :
Coklat : deposit melanin
Biru

: Hipoxia jaringan perifer

Merah : peningkatan oxihaemoglobin


Pucat : Anoxia jaringan kulit
Kuning:, peningkatan bilirubin indirek dalam darah
b. Palpasi :
- Suhu kulit, tekstur halus/ kasar, torgor / kelenturan keriput /tegang, oedema
derajat berapa?
A.
B.
C.
D.

Derajat 0 : Kembali spontan


Derajat 1 : Kembali dalam 1 detik
Derajat 2 : Kembali dalam 2 detk
Derajat 3 : Kembali dalam waktu lebih dari 2 detik

2. Identifikasi luka pada kulit


A. Tipe Primer
a. Makula : Perubahan warna kulit, tidak teraba, batas jelas, bentuk melingkar
kurang dari 1 Cm, Patch : bentuk melingkar lebih dari 1 Cm
b. Papula

: Menonjol, batas jelas, elevasi kulit padat, kurang dari 1 Cm,

Plaque lebih dari 1 Cm


c. Nodule

: Tonjolan padat berbatas jelas, lebih dalam dan lebih jelas dari

pada papula ukuran 1-2 Cm, Tumor lebih dari 2 Cm


d. Vesikula

: Penonjolan pada kulit, bentuk bundar, berisi cairan serosa,

diameter kurang dari 1 Cm, Bulla diameter lebih dari 1 Cm

B. \Tipe Sekunder

i. Pustula

: Vesical / Bulla yang berisi nanah

ii. Ulkus : Luka terbuka yang diakibatkan oleh vesikula/bulla yang pecah
iii. Crusta : Cairan tubuh yang mongering ( serum, darah / nanah )
iv. Exsoriasi : Pengelupasan epidermis
v. Scar

: Pecahnya jaringan kulit sehingga terbentuk celah retakan

vi. Lichenifikasi : Penebalan kulit karena garukan atau tertekan terus

C. Kelainan- kelainan pada kulit :


A. Naevus Pigmentosus : Hiperpigmentasi pada kulit dengan batas jelas
B. ( tahi lalat )
C. Hiperpigmentasi

: Daerah kulit yang warnanya lebih gelap dari yang lain

(Cloasma Gravidarum)
D. Vitiligo/Hipopigmentasi : Daerah kulit yang kurang berpigment
E. Tatto : Hiperpigmentasi buatan
F. Haemangioma : Bercak kemerahan pad pembuluh darah, dapat merupakan
tumor jinak atau tahi lalat
G. Angioma / toh : Pembengkakan yang terbentuk oleh proliferasi yang
berlebihan dari pembuluh darah
H. Spider Naevi : Pelebaran pembuluh darah arteriola dengan bentuk aliran yang
khasseperti kalajengking dan bila ditekan hilang
I. Strie : Garis putih pada kulit yang terjadi akiubat pelebaran kulit, dapat ditemui
pada ibu hamil
2. Pemeriksaan Rambut
a. Inspeksi dan Palpasi :
penyebaran, bau, rontok ,warna.
Distribusi merata atau tidak, adakah alopesia, daerah penyebaran
Quality, Hirsutisme ( pertumbuhan rambut melebihi normal ) pada sindrom chasing,
polycistik ovarii, dan akromrgali, penurunan jumlah dan pertumbuhan rambut seperti pada

penderita hipotiroitisme ( alopesia ). Warna, putih sebelum waktunya terjadi pada penderita
anemia perniciosa, merah dan mudah rontok pada malnutrisi.
3. Pemeriksaan Kuku
a.Inspeksi dan palpasi
Warna ,bentuk, kebersihan
Bagian bagian kuku :
-

Matrik/ akar kuku : tempat lempeng kuku tumbuh

Lempeng kuku

Dasar kuku : berdekatan dengan lempeng kuku

Jaringan peringeal : terdiri dari ephonicium, perionycium

D.

PEMERIKSAAN KEPALA, WAJAH DAN LEHER

1. Pemeriksaan Kepala
a. Inspeksi :
Bentuk kepala ( dolicephalus/ lonjong, Brakhiocephalus/ bulat ), kesimetrisan, dan
pergerakan. Adakah hirochepalus/ pembesaran kepala.
Palpasi :
Nyeri tekan, fontanella cekung / tidak ( pada bayi ).
1.

Pemeriksaan Mata

Inspeksi :
a. Kelengkapan dan kesimetrisan mata
b. Adakah ekssoftalmus ( mata menonjol ), atau Endofthalmus ( mata tenggelam )
c. Kelopak mata / palpebra : adakah oedem, ptosis, peradangan, luka, atau benjolan
d. Bulu mata : rontok atau tidak

e. Konjunctiva dan sclera, adakah perubahan warna, kemerahan ,kuning atau pucat.
f. Warna iris serta reaksi pupil terhadap cahaya, miosis /mengecil, midriasis/ melebar,
pin point / kecil sekali, nomalnya isokor / pupil sama besar.
g. Kornea, warna merah biasanya karena peradangan, warna putih atau abu-abu di tepi
kornea ( arcus senilis ), warna biru, hijau pengaruh ras. Amati kedudukan kornea,
Nigtasmus : gerakan ritmis bola mata
Strabismus konvergent : kornea lebih dekat ke sudut mata medial
Strabismus devergent : Klien mengeluh melihat doble, karena kelumpuhan otat.
h. Pemeriksaan Visus
Dengan jarak 5 atau 6 M dengan snellen card periksa visus okuli dekstra (OD) dan
Okuli Sinistra (OS)
5/5 atau 6/6 = normal
1/ 60 = Mampu melihat dengan hitung jari
1/300 = Mampu melihat dengan lambaian tangan
1/

= Mampu melihat gelap dan terang

= Tidak mampu melihat

i. Pemeriksaan lapang pandang


Haemi anoxia : klien tidak dapat separoh dari medan penglihatan
Haemoxia : Klien tidak dapat melihat seperempat dari lapang penglihatan
j. Pemeriksaan tekanan bola mata
Dengan mengunakan tonometri atau palpasi bola mata untuk mengetahui adanya
nyeri tekan atau konsistensi bola mata.
k. P e mer iks aan D engan Ofta lmos kop
Oftalmoskop adalah alat dengan sistem cermin optik untuk melihat anatomi
interna dari mata. Ada dua cakram pada oftalmoskop: satu untuk mengatur

lubang cahaya (dan filter), dan satu lagi untuk merubah lensa untuk mengoreksi
kesalahan refraktif baik dari pemeriksa maupun pasien.
Lubang-lubang dan filter-filter yang paling penting adalah lubang kecil,
lubang besar, dan filter bebas-merah. Lubang kecil adalah untuk pupil yang tidak
berdilatasi; lubang besar untuk pupil yang berdilatasi; dan filter bebas-merah
menyingkirkan sinar merah dan dirancang untuk melihat pembuluh darah serta
perdarahan. Dengan filter ini, retina tampak abu-abu, diskus berwarna putih,
makula kuning, dan darah tampak berwarna hitam
1. Menggunakan oftalmoskop
Oftalmoskop dipegang dengan tangan kanan di depan mata kanan
pemeriksa, untuk memeriksa mata kanan pasien. Pasien diminta untuk melihat
lurus ke depan dan mata terfiksasi pada sasaran yang jauh. Jika pemeriksa
menggunakan kaca mata, maka kaca mata harus dilepas supaya dapat melihat
retina dengan lebih baik. Lampu oftalmoskop dinyalakan, lubang dipindahkan ke
lubang kecil. Pemeriksa harus memulai dengan diopter lensa diatur pada angka
"0" jika ia tidak menggunakan kaca mata. Pemeriksa yang miopia harus memulai
dengan lensa "minus", yang ditunjukkan oleh angka-angka berwarna merah;
pemeriksa yang hiperopia akan memerlukan lensa "plus", yang ditunjukkan oleh
angka-angka berwarna hitam. Jari telunjuk tetap pada cakram untuk memudahkan
mengatur fokus.
Oftalmoskop diletakkan berlawanan dengan dahi pemeriksa, sedangkan
ibu jari kiri pemeriksa mengangkat kelopak mata kanan atas pasien. Oftalmoskop
dan kepala pemeriksa harus berfungsi sebagai satu unit. Pemeriksa yang melihat
melalui oftalmoskop, harus mendekati pasien setinggi mata sejauh sekitar 15 inci
pada sudut 20 lateral dari pusat, seperti yang terlihat pada gambar 3.15. Cahaya
harus menyinari pupil. Pantulan sinar berwarna merah, refleks merah, dapat
terlihat pada pupil. Pemeriksa harus memperhatikan setiap kekeruhan pada kornea
atau lensa.

Dengan bergerak ke arah pasien dengan garis 20 yang sama, pemeriksa


akan mulai melihat pembuluh darah retina. Pemeriksa harus bergerak lebih dekat
ke pasien, membawa lengan yang memegang oftalmoskop berlawanan dengan
dagu pasien. Jika sudah terjadi kontak dengan pasien, maka akan terlihat papil
saraf optikus atau pembuluh darah. Dengan memutar roda diopter . Unit tenaga
optik dari lensa untuk sinar cahaya divergen atau konvergen.

2. Pemeriksaan Telinga

a. Inspeksi dan palpasi


Amati bagian teliga luar: bentuk, ukuran, warna, lesi, nyeri tekan, adakah peradangan,
penumpukan serumen.
Dengan otoskop periksa amati, warna, bentuk, transparansi, perdarahan, dan perforasi.
Uji kemampuan kepekaan telinga :
-

dengan bisikan pada jarak 4,5 6 M untuk menguji kemampuan pendengaran


telinga kiri dan kanan

dengan arloji dengan jarak 30 Cm, bandingkan kemapuan mendengar telinga


kanan dan kiri

dengan garpu tala lakukan uji weber: mengetahui keseimbangan konduksi suara
yang didengar klien, normalnya klien mendengar seimbang antara kanan dan kiri

dengan garpu tala lakukan uji rinne: untuk membandingkan kemampuan


pendengaran antara konduksi tulang dan konduksi udara, normalnya klien mampu
mendengarkan suara garpu tala dari kondusi udara setelah suara dari kondusi
tulang

dengan garpu tala lakukan uji swabach: untuk membandingkan kemampuan


hantaran konduksi udara antara pemeriksa dank lien, dengan syarat pendengaran
pemeriksa normal.

4.Pemeriksaan Hidung
a. Inspeksi dan palpasi
Amati bentuk tulang hidung dan posisi septum nasi (adakah pembengkokan atau tidak)
Amati meatus, adakah perdarahan, kotoran, pembengkakan, mukosa hidung, adakah
pembesaran (polip)
3. Pemeriksaan Mulut dan Faring
Inspeksi dan Palpasi
1. Amati bibir, untuk mengetahui kelainan konginetal (labioscheisis, palatoscheisis,
atau labiopalatoseisis ), warna bibir pucat, atau merah ,adakah lesi dan massa.
2. Amati gigi, gusi, dan lidah, adakah caries, kotoran, kelengkapan, gigi palsu,
gingivitis, warna lidah, perdarahan dan abses.
3. Amati orofaring atau rongga mulut, bau mulut, uvula simetris atau tidak
4. Adakah pembesaran tonsil, T0: Sudah dioperasi, T1: Ukuran normal, T2:
Pembesaran tonsil tidak sampai garis tengah, T3: Pembesaran sampai garis
tengah, T4: Pembesaran melewati garis tengah
5. Perhatikan suara klien ada perubahan atau tidak
6. Perhatikan adakah lendir dan benda asing atau tidak
4. Pemeriksaan Wajah
Inspeksi : Perhatikan ekspresi wajah klien, Warna dan kondisi wajah klien, struktur wajah
klien, sembab atau tidak, ada kelumpuhan otot-otot fasialis atau tidak.

5. Pemeriksaan Leher
Dengan inspeksi dan palpasi amati dan rasakan :
a. Bentuk leher simetris atau tidak, ektomorf/kurus ditemukan pada orang dengan gizi
jelek, atau TBC, sedangkan endomorf ditemukan pada klen obesitas, adakah
peradangan ,jaringan parut, perubahan warna, dan massa
b. Kelenjar tiroid, ada pembesaran atau tidak dengan meraba pada suprasternal pada saat
klien menelan, normalnya tidak teraba kecuali pada aorang kurus
c. Vena jugularis, ada pembesaran atau tidak, dengan cara lakukan pembendungan pada
supraclavikula kemudian tekan pada ujung proximal vena jugularis sambil
melepaskan bendungan pada supraclavikula, ukurlah jarak vertical permukaan atas
kolom darah terhadap bidang horizontal, katakanlah jaraknya a Cm di atas atau di
bawah bidang horisontal. Maka nilai tekanan vena jugularisnya adalah : JVP = 5 a
Cm,( bila di bawah bidang horizontal ) JVP = 5 a CmHg ( bila di atas bidang
horizontal), normalnya JVP = 5 2 CmHg
Pengukuran langsung tekanan vena melalui pemasangan CVP dengan memasukan
cateter pada vena ,tekanan normal CVP = 5 15 CmHg
Palpasi pada leher untuk mengetahui pembesaran kelenjar limfe, kelenjar tiroid dan
posisi trakea
Pembesarn kelenjar limfe leher (Adenopati limfe) menandakan adanya peradangan
pada daerah kepala, orofaring, infeksi TBC, atau syphilis.
Pembesaran tiroid dapat terjadi karena defisiensi yodium
Perhatikan posisi trakea, bila bergeser atau tidak simetris dapat terjadi karena proses
desak ruang atau fibrosis pada paru atau mediastinum

E.

PEMERIKSAAN PAYUDARA DAN KETIAK


a.

Inspeksi

Ukuran payudara, bentuk, dan kesimetrisan, dan adakah pembengkakan. Normalnya


melingkar dan simetris dengan ukuran kecil, sedang atau besar.

Kulit payudara, warna, lesi, vaskularisasi,oedema.


Areola : Adakah perubahan warna, pada wanita hamil lebih gelap.
Putting : Adakah cairan yang keluar, ulkus, pembengkakan
Adakah pembesaran pada kelenjar limfe axillar dan clavikula
b.

Palpasi

Adakah secret dari putting, adakah nyri tekan, dan kekenyalan.


Adakah benjolan massa atau tidak

F.

PEMERIKSAAN TORAK DAN PARU

Secara umum ada beberapa garis bayangan yang digunakan dalam pemeriksaan torak yaitu :
1.

Garis midsternalis

: garis yang ditarik dari garis tengah

sternum ke bawah
2.

Parasternalis

: garis yang ditarik pada tepi sternum ke

bawah
3.

Garis midclavikula

: garis yang ditarik dari pertegahan

clavikula ke bawah
4.

Garis mid axillaries

: Garis yang ditarik dari pertengahan

axilla ke bawah
5.

Garis mid spinalis

: garris yang ditarik dari pertengahan

spinal ke bawah
6.

Garis mid scapula : Garis yang ditarik dari pertengahan scapula


ke bawah

a. Inspeksi
Bentuk torak, kesimetrisan, keadaan kulit.
Normal chest
Pigeon chest

: diameter proximodistal lebih panjang dari anterodistal


: diameter anteroposterior lebih panjang dari proximodistal

Funnel chest

: diameter anteroposterior lebih pendek dari proximodistal

Barrel chest

: diameter anteroposteriol sama denga proximodistal

Kyposis

: tulang belakang bengkok ke depan

Scoliosis

: Tulang belakang bengkok ke sanping

Lordosis

: tulang belakang bengkok ke belakang

Amati pernafasan klien : frekuensi ( 16 24 X per-menit ), retraksi

intercosta, retraksi

suprasternal, pernafasan cuping hidung.


Macam-macam pola pernafasan :
1. Eupnea

: Irama dan kecepatan pernafasan normal

2. Takipneu : Peningkatan kecepatan pernafasan


3. Bradipnea : Lambat tapi merupakan pernafasan normal
4. Apnea : Tidak terdapatnya pernafasan
5. Chene Stokes : Pernafasan secara bertahap mulai dangkal lebih cepat dan dalam,
kemudian melambat diselingi pereode apnea
6. Biots : Pernafasan cepat dan dalam dengan berhenti tiba-tiba .
7. Kusmaul : Pernafasan cepat dan dalam tanpa berhenti
Amati ada / tidak cianosis, batuk produktif atau kering.

b. Palpasi
Pemeriksaan taktil fremitus dan /vocal fremitus; membandingkan getaran dinding
torak antara kanan dan kiri, dengan cara menepelkan kedua telapak tangan pemeriksa
pada punggung klien kemudian klien diminta mengucapkan kata tujuh puluh tujuh,
telapak tangan digeser ke bawah dan bandingkan getarannya, normalnya getaran
antara kanan da kiri teraba sama.

gambar 1 : vokal fremitus,

gambar

2:

kedua

tangan digeser
membandingkan getaranke bawah

c. Perkusi
Menempelkan jari tengah pemeriksa pada intercosta klien dan mengetuk dengan jari
tangan yang satunya, normalnya suara dinding torak saat diperkusi adalah sonor.
Hipersonor menandakan adanya pemadatan jaringan paru atau penimbunan cairan
dalam dinding torak (pnemotorak)

d. Auskultasi
a.

Suara nafas

Vesikuler

: terdengar di seluruh lapang paru dengan intensitas suara rendah,

lembut dan bersih.


Bronchial

: di atas manubrium sterni, suara tinggi, keras dan bersih

Bronkovesikuler : Intercosta 1 dan 2, dan antara scapula, intensitas sedang dan


bersih
Trakeal : di atas trakea pada leher, imtensitas sangat tinggi ,keras dan bersih

b.

Suara Ucapan
Anjurkan klien mengucapkan tujuh puluh tujuh berulang-ulang, dengan
stetoskop dengarkan pada area torak, normalnya intensitas suara kakan dan kiri
sama
Kelainan yang dapat ditemuka :
Bronkophoni : Suara terdengar lebih keras di banding sisi lain

c.

Egophoni

: Suara bergema ( sengau )

Pectoriloquy

: Suara terdengar jauh dan tidak jelas

Suara tambahan
Rales : Suara yang terdengar akibat exudat lengket saat inspirasi
Rales halus , terdengar merintik halus pada akhir inspirasi
Rales kasar , terdengar merintik sepanjang inspirasi
Rales tidak hilang dengan batuk, tanda adanya cairan atau pus di alveoli.
Pada klien gagal jantung, atau pneumonia, atau fibrosis paru.

Ronchi : Akibat penumpukan exudat pada bronkus-bronkus besar, terdengar pada


fase inspirasi dan ekspirasi, hilang bila klien batuk. Tanda-tanda pasien
Bronkhitis
Wheezing : Terdengar ngiik-ngiik saat ekspirasi akibat penyempitan bronkus. Nada
tinggi, seperti peluit. Tanda-tanda pasien Astma, atau tumor,atau terdapat
benda asing
Pleural tricion rub : terdengar kasar seperti gosokan amplas akibat peradangan
pleura terdengar sepanjang pernafasan lebih jelas pada antero lateral bawah
dinding torak. Tanda-tanda pasien inflamasi pada pleura

G.

PEMERIKSAAN JANTUNG
a.

Inspeksi

Amati ictus cordis : denyutan dinding torak akibat pukulan ventrikel kiri pada dinding
torak, normalnya pada ICS V Mid clavikula kiri selebar 1 Cm, sulit ditemukan pada klien
yang gemuk.
b.

Palpasi

Adanya pulsasi pada dinding torak, normalnya pulsasi tidak ada :


ICS II ( area aorta pada sebelah kanan dan pulmonal pada sebelah kiri )
ICS V Mid Sternalis kiri ( area tricuspidalis atau ventrikel kanan )
ICS V Mid Clavikula kiri ( area Bicuspidalis )
c. Perkusi
Tujuan perkusi adalah untuk mengetahui ukuran dan bentuk jantung secara kasar, batasbatas jantung normal adalah :
Batas atas : ICS II Mid sternalis
Batas bawah : ICS V

Batas Kiri : ICS V Mid Clavikula Sinistra


Batas Kanan : ICS IV Mid Sternalis Dextra
d. Auskultasi
Dengarkan BJ I pada ICS IV linea sternalis kiri BJ I Tricuspidalis, dan pada ICS V Mid
Clavicula/Apeks BJ I bicuspidalis: terdengar LUB lebih keras akibat penutupan katub
mitral dan tricuspidalis.
Dengarkan BJ II pada ICS II linea sternalis kanan BJ II Aortic, dan ICS II linea sternalis
kiri BJ II pulmonik, terdengar DUB akibat penutupan katup aorta dan pulmonal.
Dengarkan BJ III (kalau ada) terdengar di daerah mitral, pada awal diastolic terdengar
LUB-DUB-EE, BJ III terdengar normal pada anak-anak, dewasa muda dan orang hamil.
Bila ada BJ III pada orang dewasa yang disertai dengan oedema/dipsneu berarti abnormal.
BJ III pada klien decompensasi cordis disebut Gallop Rhythm, yang terjadi akibat getaran
karena derasnya pengisian ventrikel kiri dari atrium kiri, dari ruang sempit ke ruang yang
lebih lebar.
Dengarkan adanya suara murmur, suara tambahan pada fase sistolik, diastolic akibat dari
getaran jantung atau pembuluh darah karena arus turbulensi darah.
Derajat Murmur : 1 : Hampir tidak terdengar
2 : Terdengar lemah
3 : Agak keras
4 : Keras
5 : Sangat keras
6 : Sampai stetoskop di angkat sedikit suara masih terdengar

H.

PEMERIKSAAN ABDOMEN

Teknik pemeriksaan abdomen dengan urutan inspeksi, auskultasi, palpasi, dan perkusi,
karena palpasi dan perkusi dapat meningkatkan peristakltik usus.
Abdomen terbagi dalam 4 Kuadran atau 9 Regio :

a.

Inspeksi
Bentuk abdomen : Membusung, atau datar
Massa / Benjolan : pada derah apa dan bagaimana bentuknya
Kesimetrisan bentuk abdomen
Amati adanya scar, striae (tanda peregangan pada ibu hamil),
warna: Cullen's sign (warna kebiruan di umbilikus, karena perdarahan peritonium), Grey
Turner's sign (lebam/memar pada panggul, karena perdarahan retroperitoneal), bayangan
pembuluh darah vena, kalau terlihat pada bagian atas abdomen dan mengalir ke bagian
yang lebih atas berarti ada obstruksi vena porta hepatica, kalau tampak pada bagian bawah
abdomen menuju ke atas berarti ada obstruksi pada vena cava inferior, normalnya bila
terlihat pembuluh darah pada abdomen berasal dari bagian tengah menuju ke atas atau ke
bawah, dan tidak terlihat terlalu menonjol.

gambar 2: grey turner's sign

b. Auskultasi
Untuk mengetahui peristaltic usus atau bising usus. Catat frekuensinya dalam satu menit,
normalnya 5 35 kali per menit, bunyi peristaltic yang panjang dan keras disebut
Borborygmi biasanya terjadi pada klien gastroenteritis, dan bila sangat lambat
(meteorismus) pada klien ileus paralitik.

c.

Palpasi
Menanyakan pada klien bagian mana yang mengalami nyeri.

Palpasi Hepar :
-

Atur posisi pasien telentang dan kaki ditekuk


Perawat berdiri di sebelah kanan klien, dan meletakan tangan di bawah arcus costae
12, pada saat inspirasi lakukan palpasi dan diskripsikan :

Ada atau tidak nyeri tekan, ada atau tidak pembesaran berapa jari dari arcus
costae, perabaan keras atau lunak, permukaan halus atau berbenjol-benjol, tepi

hepar tumpul atau tajam.


Normalnya hepar tidak teraba.

gambar 3: Palpasi Hepar

Palpasi Lien :
Posis pasien tetap telentang, buatlah garis bayangan Schuffner dari midclavikula
kiri ke arcus costae- melalui umbilicus berakhir pada SIAS kemudian garis dari
arcus costae ke SIAS di bagi delapan. Dengan Bimanual lakukan palpasi dan
diskrisikan nyeri tekan terletak pada garis Scuffner ke berapa ? ( menunjukan
pembesaran lien )

Palpasi Appendik :
Posisi pasien tetap telentang, Buatlah garis bayangan untuk menentukan titik Mc.
Burney yaitu dengan cara menarik garis bayangan dari umbilicus ke SIAS dan
bagi menjadi 3 bagian. Tekan pada sepertiga luar titik Mc Burney : Bila ada nyeri
tekan ,nyeri lepas dan nyeri menjalar kontralateral berarti ada peradangan pada
appendik.

Palpasi dan Perkusi Untuk Mengetahui ada Acites atau tidak :


Perkusi dari bagian lateral ke medial, perubahan suara dari timpani ke dullnes
merupakan batas cairan acites yang disebut pemeriksaan Shiffing Dullnes, dengan
perubahan posisi miring kanan / miring ke kiri, adanya cairan acites akan
mengalir sesuai dengan gravitasi, dengan hasil perkusi sisi lateral lebih pekak/
dullness. Normalnya hasil perkusi pada abdomen adalah tympani.

Palpasi Ginjal :
-

Dengan bimanual tangan kiri mengangkat ginjal ke anterior


pada area lumbal posterior, tangan kanan diletakan pada bawah
arcus costae, kemudian lakukan palpasi dan diskripsikan

adakah nyeri tekan, bentuk dan ukuran.


Normalnya ginjal tidak teraba.

I. PEMERIKSAAN GENETALIA
1.

Genetalia Pria
a. Inspeksi :

Amati penyebaran dan kebersihan rambut pubis


Kulit penis dan scrotum adakah lesi, pembengkakan atau benjolan
Lubang uretra adakah penyumbatan, lubang uretra pada bagian bawah (Hipospadia)
lubang uretra pada batang penis (Epispadia)
b. Palpasi
Penis : adakah nyeri tekan, benjolan, cairan yang keluar
Scrotum dan testis : Adakah benjolan, nyeri tekan, ukuran penis, testis normalnya
teraba elastis, licin dan tidak ada benjolan.
Kelainan-kelainan yang tampak pada scrotum :

Hidrocele : akumulasi cairan serosa diantara selaput visceral dan parietal pada
tunika vaginalis.

Scrotal Hernia : Hernia dalam scrotum

Spermatocele : Cysta epididimis, terbentuk karena, adanya obstruksi pada


tubulus/ saluran sperma.

Epididmal Mass/Nodularyti : Disebabkan adanya neoplasma benigna atau


maligna, syphilis ,atau tuberculosis.

Epididmitis : Inflamasi atau infeksi oleh Escherichia coli, Gonorrhoe, atau


Mycobacterium tuberculosis.

Torsi pada saluran sperma : Axil rotasi atau vuvulus pada saluran sperma
diakibatkan infarktion pada testis.

Tumor testiscular : tumor pada testis penyebabnya multiple sifatnya biasanya


tidak nyeri.

Inspeksi dan palpasi Hernia :


Amati daerah inguinal dan femoral, adakah pembengkakan. Sebelum palpasi, Anjurkan
klien berdiri dengan sebalah kaki, dengan sisi yang akan diperiksa agak ditekuk.Masukan
jari telunjuk ke dalam kulit scrotum dan dorong ke atas cincin inguina eksternal. Bila
cincin membesar suruh klien mengejan atau batuk, dengan cara ini hernia inguinalis akan
teraba.

J. PEMERIKSAAN REKTUM DAN ANUS

Pria
Posisikan pasien berbaring miring, atau berdiri membungkuk berdasarkan meja
pemeriksaan dan panggul fleksi.

Inspeksi :
- Area sakrokoksigius. Kemungkinan terdapat kista pilonidal atau sinus.
- Area perianal. Kemungkinan terdapat hemoroid, kutil, herpes, syangker, kanker.
- Palpasi :
Palpasi kanul anus dan rektum dengan jari (menggunakan sarung tangan dan beri
pelumas). Kemudian raba pada:
- Dinding rektum. kemungkinan terdapat kanker rektum atau polip.
- Kelenjar prostat. kemungkinan terdapat hiperplasia benigna, kanker, prostatitis
akut.
Kemudian cobalah mempalpasi bagian atas prostat untuk menilai ketidakteraturan
atau nyeri tekan , kemungkinan terdapat sekat rektal dari metastasis peritoneal; nyeri
tekan pada inflamasi.
-

Wanita
Baringkan pasien pada posisi litotomi atau berbaring miring.
Kemudian lakukan:
1. Inspeksi anus. kemungkinan terdapat hemoroid.
Palpasi kanul anus dan rektum. kemungkinan terdapat kanker rektum, serviks uterus
normal atau tampon (teraba melalui dinding rectum ).

Gambar Polip Rektum


K. PEMERIKSAAN MUSKULOSKELETAL ( EKSTREMITAS )
1. Inspeksi
- Posture, perasaan tidak nyaman, deformitas sendi, gaya berjalan.
- Selama inspeksi perhatikan persendian dan area diatasnya (kulit, otot, tendon)
pada satu sisi, bandingkan dengan sisi yang lain, observasi kesimetrisan,
observasi deformitas (Varus: kaki bentuk O, Valgus: kaki berbentuk X), perubahan
warna (Erytema kemerahan biasanya ada inflamasi, Ecchymosis mungkin

mengindikasikan kerusakan otot dibawah otot, ligament, atau struktur tulang),


observasi oedema, teksture, turgor.

Valgus
Varus

2. Palpasi
a. Obsevasi Suhu dengan menggunakan punggung tangan
b. Kelainan bentuk (Deformities)
c. Crepitus (KREPP-it-us) karena pergerakan fragmen tulang pada fraktur
d. Tenderness dan rasa tidak nyaman (nyeri)
3. Pergerakan Sendi (ROM)
a. ROM Aktif
-

Jika terdapat injuri atau nyeri mulailah dari sisi yang normal terlebih
dahulu

Bandingkan kesimetrisan ROM diantara sendi

Observasi nyeri, penurunan ROM, gerakan abnormal

b. ROM Pasif
Pemeriksa harus memegang dengan lembut tapi dengan kuat ekstremitas dan
persendian
4. Uji Kekuatan Otot
Jika nyeri atau ada injury, mulailah pada sisi normal.
Pemeriksaan kekuatan otot dapat dilakukan dengan menggunakan pengujian otot

secara manual atau Manual Muscle Testing (MMT).


Prosedur pelaksanaan MMT adalah sebagai berikut :
Pasien diposisikan sedemikian rupa sehingga otot mudah berkontraksi sesuai
dengan kekuatannya. Posisi yang dipilih harus memungkinkan kontraksi otot

dan gerakan mudah diobservasi.


Bagian tubuh yang dites harus terbebas dari pakaian yang menghambat.
Berikan penjelasan dan contoh gerakan yang harus dilakukan.
Pasien mengontraksikan ototnya dan stabilisasi diberikan pada segmen
proksimal.

Selama terjadi kontraksi, gerakan yang terjadi diobservasi, baik palpasi pada

tendon.
Memberikan tahanan pada otot yang dapat bergerak dengan luas, gerak sendi

penuh dengan melawan grafitasi.


Melakukan pencatatan hasil MMT.Gunakan taxonomy dibawah ini ketika
mencatat dan melaporkan hasil uji kekuatan otot:
5 : mampu bergerak dengan luas, gerak sendi penuh, melawan gravitasi,

dan melawan tahanan maksimal. Normal


4 : mampu bergerak dengan luas, gerak sendi penuh, melawan gravitasi,

dan melawan tahanan sedang. Good


3 : mampu bergerak dengan luas, gerak sendi penuh, melawan gravitasi,

tanpa tahanan. Fair


2 : mampu bergerak dengan luas, gerak sendi penuh, tanpa melawan

gravitasi. Poor
1 : tidak ada gerakan sendi, tetapi kontraksi otot dapat dipalpasi. Trace
0 : kontraksi otot tidak terdeteksi dengan palpasi. Zero

L. PEMERIKSAAN NEUROLOGIS
1. Menguji tingkat kesadaran
secara kualitatif

ComposMentis (conscious), yaitu kesadaran normal, sadar


sepenuhnya,

dapat

menjawab

semua

pertanyaan

tentang

keadaan

sekelilingnya.
Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan

dengan sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh.


Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu),

memberontak, berteriak-teriak, berhalusinasi, kadang berhayal.


Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun, respon
psikomotor yang lambat, mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih bila
dirangsang (mudah dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi, mampu memberi

jawaban verbal.
Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi

ada respon terhadap nyeri.


Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon
terhadap rangsangan apapun (tidak ada respon kornea maupun reflek muntah,
mungkin juga tidak ada respon pupil terhadap cahaya).

Secara Kuantitatif dengan GCS ( Glasgow Coma Scale )


1. Menilai respon membuka mata (E)
(4) : spontan
(3) : dengan rangsang suara (suruh pasien membuka mata).
(2) : dengan rangsang nyeri (berikan rangsangan nyeri, misalnya menekan
kuku jari)
(1) : tidak ada respon
2. Menilai respon Verbal/respon Bicara (V)
(5) : orientasi baik
(4) : bingung, berbicara mengacau ( sering bertanya berulang-ulang )
disorientasi tempat dan waktu.
(3) : kata-kata saja (berbicara tidak jelas, tapi kata-kata masih jelas, namun
tidak dalam satu kalimat. Misalnya aduh, bapak)
(2) : suara tanpa arti (mengerang)
(1) : tidak ada respon
3. Menilai respon motorik (M)
(6) : mengikuti perintah
(5) : melokalisir nyeri (menjangkau & menjauhkan stimulus saat diberi
rangsang nyeri)
(4) : withdraws (menghindar / menarik extremitas atau tubuh menjauhi
stimulus saat diberi rangsang nyeri)

(3) : flexi abnormal (tangan satu atau keduanya posisi kaku diatas dada & kaki
extensi saat diberi rangsang nyeri).
(2) : extensi abnormal (tangan satu atau keduanya extensi di sisi tubuh,
dengan jari mengepal & kaki extensi saat diberi rangsang nyeri).
(1) : tidak ada respon

Hasil pemeriksaan tingkat kesadaran berdasarkan GCS disajikan dalam simbol


EVM Selanutnya nilai-nilai dijumlahkan. Nilai GCS yang tertinggi adalah
15 yaitu E4V5M6 dan terendah adalah 3 yaitu E1V1M1

Setelah dilakukan scoring maka dapat diambil kesimpulan :


(Compos Mentis(GCS: 15-14) / Apatis (GCS: 13-12) / Somnolen(11-10) /
Delirium (GCS: 9-7)/ Sporo coma (GCS: 6-4) / Coma (GCS: 3))

2. Memeriksa tanda-tanda rangsangan otak


Adakah Peningkatan suhu tubuh, nyeri kepala, kaku kuduk, mual muntah, kejang
-

Pemeriksaan Kaku kuduk


Pemeriksaan Kernig
Posisikan pasien untuk tidur terlentang
Fleksikan sendi panggul tegak lurus (90)dengan tubuh,
-

tungkai atas dan bawah pada posisi tegak lurus pula.


Setelah itu tungkai bawah diekstensikan pada persendian lutut

sampai membentuk sudut lebih dari 135 terhadap paha.


Bila teradapat tahanan dan rasa nyeri sebelum atau kurang dari
sudut 135, karena nyeri atau spasme otot hamstring / nyeri sepanjang
N.Ischiadicus, sehingga panggul ikut fleksi dan juga bila terjadi fleksi
involuter pada lutut kontralateral maka dikatakan Kernig sign positif.

gambar 3 pemeriksaan Tanda Kernig


-

Pemeriksaan Brudzinski
o Brudzinski I (Brudzinskis neck sign)
Pasien berbaring dalam sikap terlentang, tangan kanan ditempatkan
dibawah kepala pasien yang sedang berbaring , tangan pemeriksa yang
satu lagi ditempatkan didada pasien untuk mencegah diangkatnya badan
kemudian kepala pasien difleksikan sehingga dagu menyentuh dada.
Brudzinski I positif bila gerakan fleksi kepala disusul dengan gerakan
fleksi di sendi lutut dan panggul kedua tungkai secara reflektorik.

gambar 4: pemeriksaan tanda brudzinski I


o Brudzinski II
Pasien berbaring terlentang. Tungkai yang akan dirangsang difleksikan pada
sendi lutut, kemudian tungkai atas diekstensikan pada sendi panggul.
o Brudzinski III (Brudzinskis Check Sign)
Pasien tidur terlentang tekan pipi kiri kanan dengan kedua ibu jari pemeriksa
tepat di bawah os ozygomaticum.

o Brudzinski IV (Brudzinskis Symphisis Sign)


Pasien tidur terlentang tekan simpisis pubis dengan kebua ibu jari tangan
pemeriksaan.
3. Memeriksa nervus cranialis
Nervus I , Olfaktorius (pembau )
Anjurkan klien mengidentifikasi berbagai macam jenis bau-bauan dengan
memejamkan mata, gunakan bahan yang tidak merangsang seperti kopi,
tembakau, parfum atau rempah-rempah

Nervus II, Opticus (penglihatan)


Melakukan pemeriksaan visus, dapat dilakukan dengan:
a. Pemeriksaan penglihatan sentral (visual acuity)
Dengan Kartu snellen, Pada pemeriksaan kartu memerlukan jarak enam meter
antara pasien dengan tabel, jika tidak terdapat ruangan yang cukup luas,
pemeriksaan ini bisa dilakukan dengan cermin. Ketajaman penglihatan normal
bila baris yang bertanda 6 dapat dibaca dengan tepat oleh setiap mata (visus
6/6)

b. Pemeriksaan Penglihatan Perifer


Pemeriksaan penglihatan perifer dapat menghasilkan informasi tentang saraf
optikus dan lintasan penglihatan mulai dari mata hingga korteks oksipitalis.
Dapat dilakukan dengan:
Tes Konfrontasi, Jarak antara pemeriksa pasien : 60 100 cm, Objek yang
digerakkan harus berada tepat di tengah-tengah jarak tersebut. Objek yang
digunakan (2 jari pemeriksa / ballpoint) di gerakan mulai dari lapang pandang
kanan dan kiri (lateral dan medial), atas dan bawah dimana mata lain dalam
keadaan tertutup dan mata yang diperiksa harus menatap lurus ke depan dan
tidak boleh melirik ke arah objek tersebut. Syarat pemeriksaan lapang
pandang pemeriksa harus normal.

c. Refleks Pupil
i. Respon cahaya langsung
Pakailah senter kecil, arahkan sinar dari samping (sehingga pasien tidak
memfokus pada cahaya dan tidak berakomodasi) ke arah salah satu pupil
untuk melihat reaksinya terhadap cahaya. Inspeksi kedua pupil dan
ulangi prosedur ini pada sisi lainnya. Pada keadaan normal pupil yang
disinari akan mengecil.
ii. Respon cahaya konsensual
Jika pada pupil yang satu disinari maka secara serentak pupil lainnya
mengecil dengan ukuran yang sama.
d. Pemeriksaan fundus occuli (fundus kopi)
Digunakan alat oftalmoskop. Putar lensa ke arah O dioptri maka fokus dapat
diarahkan kepada fundus, kekeruhan lensa (katarak) dapat mengganggu
pemeriksaan fundus. Bila retina sudah terfokus carilah terlebih dahulu diskus
optikus. Caranya adalah dengan mengikuti perjalanan vena retinalis yang
besar ke arah diskus. Semua vena-vena ini keluar dari diskus optikus.
e. Tes warna
Untuk mengetahui adanya polineuropati pada n. optikus.

Nervus III, Oculomotorius


a. Ptosis
Pada keadaan normal bila seseorang melihat ke depan maka batas kelopak
mata atas akan memotong iris pada titik yang sama secara bilateral. Ptosis
dicurigai bila salah satu kelopak mata memotong iris lebih rendah dari pada
mata yang lain, atau bila pasien mendongakkan kepala ke belakang / ke atas
(untuk kompensasi) secara kronik atau mengangkat alis mata secara kronik
pula.

b. Gerakan bola mata


Pasien diminta untuk melihat dan mengikuti gerakan jari atau ballpoint ke
arah medial, atas dan bawah, sekaligus ditanyakan adanya penglihatan ganda

(diplopia) dan dilihat ada tidaknya nistagmus. Sebelum pemeriksaan gerakan


bola mata (pada keadaan diam) sudah dilihat adanya strabismus (juling) dan
deviasi conjugate ke satu sisi.
c. Pemeriksaan pupil meliputi :
i. Bentuk dan ukuran pupil
ii. Perbandingan pupil kanan dan kiri
iii. Refleks pupil, Meliputi pemeriksaan:
1. Refleks cahaya langsung (bersama N. II)
2. Refleks cahaya tidak langsung (bersama N. II)
3. Refleks pupil akomodatif atau konvergensi

Nervus IV, Throclearis


Pergerakan bola mata ke bawah dalam, gerak mata ke lateral bawah, strabismus
konvergen, diplopia

Nervus V, Thrigeminus :
o Cabang optalmicus : Memeriksa refleks berkedip klien dengan menyentuhkan
kapas halus saat klien melihat ke atas
o Cabang maxilaris : Memeriksa kepekaan sensasi wajah, lidah dan gigi
o Cabang Mandibularis : Memeriksa pergerakan rahang dan gigi

gambar 4 pemeriksaan nerves trigeminus

Nervus VI, Abdusen


Pergerakan bola mata ke lateral

Nervus VII, Facialis


Pemeriksaan fungsi motorik : mengerutkan dahi (dibagian yang lumpuh
lipatannya tidak dalam), mimik, mengangkat alis, menutup mata (menutup mata
dengan rapat dan coba buka dengan tangan pemeriksa), moncongkan bibir atau
menyengir, memperlihatkan gigi, bersiul (suruh pasien bersiul, dalam keadaan
pipi mengembung tekan kiri dan kanan apakah sama kuat. Bila ada kelumpuhan
maka angin akan keluar kebagian sisi yang lumpuh)

Nervus VIII, Auditorius/vestibulokokhlearis


Memeriksa ketajaman pendengaran klien, dengan menggunakan gesekan jari,
detik arloji, dan audiogram. Audiogram digunakan untuk membedakan tuli saraf
dengan tuli konduksi dipakai tes Rinne dan tes Weber.

Nervus IX, Glosopharingeal


Memeriksa gerakan reflek lidah, klien diminta m engucap AH, menguji
kemampuan rasa lidah depan, dan gerakan lidah ke atas, bawah, dan samping.
Pemeriksaan N. IX dan N X. karena secara klinis sulit dipisahkan maka biasanya
dibicarakan bersama-sama, anamnesis meliputi kesedak / keselek (kelumpuhan
palatom), kesulitan menelan dan disartria. Pasien disuruh membuka mulut dan
inspeksi palatum dengan senter perhatikan apakah terdapat pergeseran uvula,
kemudian pasien disuruh menyebut ah jika uvula terletak ke satu sisi maka ini
menunjukkan adanya kelumpuhan nervus X unilateral perhatikan bahwa uvula
tertarik kearah sisi yang sehat. Sekarang lakukan tes refleks muntah dengan
lembut (nervus IX adalah komponen sensorik dan nervus X adalah komponen
motorik). Sentuh bagian belakang faring pada setiap sisi dengan spacula, jangan
lupa menanyakan kepada pasien apakah ia merasakan sentuhan spatula tersebut
(N. IX) setiap kali dilakukan. Dalam keadaaan normal, terjadi kontraksi palatum
molle secara refleks. Jika konraksinya tidak ada dan sensasinya utuh maka ini

menunjukkan kelumpuhan nervus X, kemudian pasien disuruh berbicara agar


dapat menilai adanya suara serak (lesi nervus laringeus rekuren unilateral),
kemudian disuruh batuk , tes juga rasa kecap secara rutin pada posterior lidah (N.
IX)

Nervus X, Vagus
Memeriksa sensasi faring, laring, dan gerakan pita suara

Nervus XI, Accessorius


Pemeriksaan saraf asesorius dengan cara meminta pasien mengangkat bahunya
dan kemudian rabalah massa otot trapezius dan usahakan untuk menekan
bahunya ke bawah, kemudian pasien disuruh memutar kepalanya dengan
melawan tahanan (tangan pemeriksa) dan juga raba massa otot sternokleido
mastoideus.

Nervus XII, Hypoglosal


Pemeriksaan saraf Hipoglosus dengan cara :Inspeksi lidah dalam keadaan diam
didasar mulut, tentukan adanya atrofi dan fasikulasi (kontraksi otot yang halus
iregular dan tidak ritmik). Pasien diminta menjulurkan lidahnya yang berdeviasi
ke arah sisi yang lemah jika terdapat lesi upper atau lower motorneuron
unilateral.
Lesi UMN dari N XII biasanya bilateral dan menyebabkan lidah imobil dan kecil.
Kombinasi lesi UMN bilateral dari N. IX. X, XII disebut kelumpuhan
pseudobulbar.

o Memeriksa fungsi motorik


a. pengamatan
-

Gaya berjalan dan tingkah laku

Simetri tubuh dan extermitas

Kelumpuhan badan dab anggota gerak

b. Gerakan volunter
Yang di periksa adalah pasien atas pemeriksa, misalnya
-

Mengangkat kedua tangan dan bahu

Fleksi dan extensi artikulus kubiti

Mengepal dan membuka jari tangan

Mengankat kedua tungkai pada sendi panggul

Fleksi dan ekstansi artikulus genu

Plantar fleksi dan dorsal fleksi plantar kaki

Gerakan jari-jari kaki

c. Palpasi

Pengukuran besar otot

Nyeri tekan

Kontraktur

Konsistensi (kekenyalan)

Konsistensi otot yang meningkat : meningitis, kelumpuhan

Konsitensi otot yanag menurun terdapat pada: kelumpuhan akibat lesi,


kelumpuhan akibat denerfasi otot

o Memeriksa fungsi sensorik


Kepekaan saraf perifer. klien diminta memejamkan mata
a. Menguji sensasi nyeri: dengan menggunakan Spatel lidah yang di patahkan
atau ujung kayu aplikator kapasdigoreskan pada beberapa area kulit, Minta
klien untuk bersuara pada saat di rasakan sensasi tumpul atau tajam.

b. Menguji sensai panas dan dingin: dengan menggunakan Dua tabung tes, satu
berisi air panas dan satu air dingin, Sentuh kulit dengan tabung tersebut minta
klien untuk mengidentifikasi sensasi panas atau dingin.
c. Sentuhan ringan : dengan menggunakan Bola kapas atau lidi kapas, Beri
sentuhan ringan ujung kapas pada titik-titik berbeda sepanjang permukaan
kulit minta klien untuk bersuara jika merasakan sensasi
d. Vibrasi/getaran : dengan garputala, Tempelkan batang garpu tala yang sedang
bergetar di bagian distal sendi interfalang darijari dan sendiinterfalang dari ibu
jari kaki, siku, dan pergelangantangan. Minta klien untuk bersuara pada saat
dan tempat di rasakan vibrasi.

o Memeriksa reflek kedalaman tendon

Reflek fisiologis
-

Reflek bisep:

1. Posisi:dilakukan dengan pasien duduk, dengan membiarkan lengan


untuk beristirahat di pangkuan pasien, atau membentuk sudut
sedikit lebih dari 90 derajat di siku.
2. Identifikasi tendon:minta pasien memflexikan di siku sementara
pemeriksa mengamati dan meraba fossa antecubital. Tendon akan
terlihat dan terasa seperti tali tebal.
3. Cara : ketukan pada jari pemeriksa yang ditempatkan pada tendon
m.biceps brachii, posisi lengan setengah diketuk pada sendi siku.
4. Respon : fleksi lengan pada sendi siku

gambar 5 reflek bisep


-

Reflek trisep :

Posisi :dilakukan dengan pasien duduk. dengan Perlahan tarik lengan


keluar dari tubuh pasien, sehingga membentuk sudut kanan di bahu.
atau Lengan bawah harus menjuntai ke bawah langsung di siku

Cara : ketukan pada tendon otot triceps, posisi lengan fleksi pada sendi
siku dan sedikit pronasi

Respon : ekstensi lengan bawah pada sendi siku

gambar 6 reflek trisep

Reflek brachiradialis

1) Posisi: dapat dilakukan dengan duduk. Lengan bawah harus


beristirahat longgar di pangkuan pasien.
2) Cara : ketukan pada tendon otot brakioradialis (Tendon melintasi (sisi
ibu jari pada lengan bawah) jari-jari sekitar 10 cm proksimal
pergelangan
posisi lengan fleksi pada sendi siku dan sedikit pronasi.
3) Respons: - flexi pada lengan bawah
4) supinasi pada siku dan tangan

tangan.

gambar 7 reflek brachiradialis


-

Reflek patella

1) posisi klien: dapat dilakukan dengan duduk atau berbaring terlentang


2) Cara : ketukan pada tendon patella
3) Respon : plantar fleksi kaki karena kontraksi m.quadrisep femoris

gambar 8reflek patela

Reflek achiles
Posisi : pasien duduk, kaki menggantung di tepi meja ujian. Atau
dengan berbaring terlentang dengan posisi kaki melintasi diatas kaki

di atas yang lain atau mengatur kaki dalam posisi tipe katak.
Identifikasi tendon:mintalah pasien untuk plantar flexi.
Cara : ketukan hammer pada tendon achilles
Respon : plantar fleksi kaki krena kontraksi m.gastroenemius

gambar 9 reflek achiles

2. Reflek Pathologis
Bila dijumpai adanya kelumpuhan ekstremitas pada kasus-kasus tertentu.
o Reflek babinski:
Pesien diposisikan berbaring supinasi dengan kedua kaki

diluruskan.
Tangan kiri pemeriksa memegang pergelangan kaki pasien agar

kaki tetap pada tempatnya.


Lakukan penggoresan telapak kaki bagian lateral dari posterior ke

anterior
Respon : posisitf apabila terdapat gerakan dorsofleksi ibu jari kaki
dan pengembangan jari kaki lainnya

gambar 10 reflek babinski

b. Reflek chaddok

Penggoresan kulit dorsum pedis bagian lateral sekitar maleolus lateralis dari posterior ke

anterior
Amati ada tidaknya gerakan dorsofleksi ibu jari, disertai mekarnya (fanning) jari-jari kaki
lainnya.

gambar 11 reflek chaddock


c. Reflek schaeffer

Menekan tendon achilles.


Amati ada tidaknya gerakan dorso fleksi ibu jari kaki, disertai
mekarnya (fanning) jari-jari kaki lainnya.

gambar 12 reflek schaefer

d. Reflek oppenheim

Pengurutan dengan cepat krista anterior tibia dari proksiml ke

distal
Amati ada tidaknya gerakan dorso fleksi ibu jari kaki, disertai
mekarnya (fanning) jari-jari kaki lainnya.

gambar 13 reflek oppenheim


e.

Reflek Gordon

menekan pada musculus gastrocnemius (otot betis)


Amati ada tidaknya gerakan dorsofleksi ibu jari kaki, disertai
mekarnya (fanning) jari-jari kaki lainnya.

gambar 14 reflek gordon


f.

Reflek bing

g. Reflek gonda

Menekan (memfleksikan) jari kaki ke-4, lalu melepaskannya dengan cepat.


Amati ada tidaknya gerakan dorso fleksi ibu jari kaki, disertai mekarnya (fanning)
jari-jari kaki lainnya.

gambar 15 reflek gonda

Keluhan lain yang terkait dengan Px. Neurologis :


4. Pemeriksaan penunjang
Kasus awal :
Pemeriksaan darah lengkap
Tes urin hCG (tes kehamilan)
Endoscopy (periksa mukosa lambung)
Kasus lanjutan :

Darah lengkap (anemi, infeksi)


Tes urin (proteinuria)
USG (kontrol kehamilan)

Lanjutan
1. Penanganan secara holistik
2. Bagian ilmu yang dilibatkan:
Obs-gyn
: karena pasien diduga hamil dari pemeriksaan urin tes, beta hCG positif
Psikiatri
: karena jika benar pasien ini hamil bisa ada pengaruh kejiwaan karena dia
belum menikah
Gizi
: karena pada kehamilan, salah satu yang harus diperhatikan adalah gizi
dari ibu hamil
Interna
: karena ibu ini mengalami hipertensi dan masih belum diketahui apakah
hipertensi gestasional atau pre-eklamsi. Jika dari hasil tes urin di dapatkan pre-eklamsi
maka bisa dirujuk di bagian ginjal hipertensi
Anastesi
: jika ada kondisi di mana ada indikasi untuk melakukan operasi SC
Pediatri
: Kerja sama dibutuhkan pada saat persalinan

Neurologi
: karena dalam kehamilan bisa terjadi pre-eklamsi dan eklamsi maka
dibutuhkan neurologi untuk membedakan apakah ini pre-eklamsi, eklamsi atau kelainan
listrik di otak (epilepsi).
3. Tatalaksana ISK pada kehamilan :
Amoksisilin 3 x 500 mg
Sefadroksil 2 x 500 mg
Sefaleksin 3 x 250 mg
Fosfomisin 3 gram dosis tunggal
Nitrofuantoin 3 x 100 mg (todak digunakan pada trimester tiga)
Kotrimoksazol 2 x 960 mg (hanya boleh digunakan pada trimester kedua)
Tata laksana
Semua ISK pada kehamilan, baik bergejala maupun tidak, harus diterapi.15,17 Oleh
sebab itu, skrining bakteriuria asimtomatik pada kehamilan dilakukan minimal satu kali pada
setiap trimester.18 Pilihan terapi pada ISK kehamilan serta lama terapi dapat dilihat pada Tabel
1. Nitrofurantoin harus dihindari pada trimester ketiga karena berisiko menyebabkan anemia
hemolitik pada neonatus.19 Beberapa penelitian menemukan adanya resistensi antibiotik yang
cukup tinggi pada bakteri patogen yang menyebabkan ISK, antara lain extended spectrum
betalactamase E.coli (ESBL) dan MRSA (methicillin resistant staphylococcus aureus).
Golongan antibiotik yang sudah dilaporkan mengalami resistensi adalah golongan betalaktam,
kuinolon, dan aminoglikosida.6 Antibiotik yang masih jarang dilaporkan resistens adalah
golongan glikopeptida, nitrofurantoin, dan karbapenem.20 Oleh sebab itu, sangatlah penting
untuk memilih antibiotik berdasarkan profil bakteri patogen dan sensitivitas antibiotik setempat.
Pencegahan
Sekitar 15% ibu hamil akan mengalami ISK berulang sehingga dibutuhkan pengobatan
ulang dan upaya pencegahan. 15 Beberapa negara sudah mengeluarkan panduan untuk
pencegahan ISK berulang dengan antimikroba, baik secara terus-menerus maupun
pascasanggama, dan dengan terapi non-antimikroba seperti konsumsi jus cranberry.7,22
Pemberikan antibiotik profilaksis secara terus-menerus hanya dianjurkan pada wanita yang
sebelum hamil memiliki riwayat ISK berulang, atau ibu hamil dengan satu episode ISK yang
disertai dengan salah satu faktor risiko berikut ini: riwayat ISK sebelumnya, diabetes, sedang
menggunakan obat steroid, dalam kondisi penurunan imunitas tubuh, penyakit ginjal polikistik,
nefropati refluks, kelainan saluran kemih kongenital, gangguan kandung kemih neuropatik, atau
adanya batu pada saluran kemih.15, 21
Antibiotik profilaksis pascasanggama diberikan pada ibu hamil dengan riwayat ISK
terkait hubungan seksual. Pada kondisi ini, ibu hamil hanya minum antibiotik setelah melakukan
berhubungan seksual, sehingga efek samping obat yang ditimbulkan akan lebih sedikit bila
dibandingkan dengan antibiotik profilaksis yang digunakan secara terusmenerus.
21 Antibiotik profilaksis yang dapat digunakan secara terus menerus sepanjang kehamilan adalah
sefaleksin per oral satu kali sehari 250 mg atau amoksisilin per oral satu kali sehari 250 mg.15
Antibiotik yang sama dapat digunakan sebagai profilaksis pascasanggama dengan dosis yang
sama sebagai dosis tunggal.

Beberapa penelitian menunjukkan manfaat jus cranberry dalam menurunkan kejadian


ISK. Jus cranberry diperkirakan dapat mencegah adhesi bakteri patogen, terutama E. coli, pada
sel-sel epitel saluran kemih. Jus cranberry dapat dikonsumsi dengan aman pada kehamilan,
tetapi pada beberapa pasien mungkin dapat muncul efek samping gastrointestinal seperti mual
dan muntah karena jus ini bersifat asam.21

Penanganan Nyeri perut bawah


Biasanya memang, kondisi nyeri bagian bawah saat hamil adalah ketika
kehamilan menginjak trisemester akhir, dimana kepala bayi sudah masuk panggul dan
siap mendorong tubuhnya keluar sehingga memberikan efek sakit pada bagian bawah
perut.
Cara untuk meringankan nyeri adalah dengan tidur senyaman mungkin salah
satunya adalah miring ke kiri dan diberi alas bantal tipis. Posisi tidurpun diharapkan terus
berubah, jangan terlalu sering ke kiri ataupun terlalu sering ke kanan. Ketika sedang
bekerja, jangan terlalu banyak duduk. Setiap 30-45 menit sekali luangkan waktu untuk
berdiri dan berjalan selang beberapa menit. Tidak lupa giat melakukan senam hamil
karena ada gerakan khusus untuk usia trisemester akhir yang bermanfaat untuk mengatasi
perut nyeri bagian bawah saat hamil.

4. Edukasi

Perlu disampaikan pada pasien untuk mengonsumsi obat secara teratur agar obat
dapat memberikan efek terapi secara optimal.

Menjaga kebersihan vagina tiap kali berkemih dengan cara membersihkannya dari
depan ke belakang (mencegah bakteri dari anus masuk ke vagina atau uretra).

Minum air putih lebih banyak minimal 2 liter sehari (untuk menstimulasi diuresis
sehingga kuman tidak memiliki kesempatan untuk memperbanyak diri dalam
kandung kemih).

Istirahat yang cukup.

Kesimpulan :
Seorang wanita G1P0A0 berusia 25 tahun diduga mengalami infeksi pada kehamilan dan
membutuhkan penanganan segera secara holistik.

You might also like