You are on page 1of 19

REFERAT

KERATITIS
Disusun Oleh :
Vanny anggie Permata4151101010
Maryati
4151101135
Yuli Siti Jubaedah
4151101139
Anissa Dewi Aristanti
4151101017

Pembimbing :
Dr. Awan Buana, Sp.M., M.Kes
LABORATORIUM ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI
2012

BAB I
PENDAHULUAN
Infeksi jamur pada kornea atau keratomikosis merupakan masalah tersendirisecara
oftalmologik, karena sulit menegakkan diagnosis keratomikosis ini, padahalkeratomikosis cukup
tinggi kemungkinan kejadiannya sesuai dengan lingkunganmasyarakat Indonesia yang
agraris dan iklim kita yang tropis dengan kelembabantinggi. Keratitis jamur dapat menyebabkan
infeksi jamur yang serius pada kornea dan berdasarkan sejumlah laporan, jamur telah ditemukan
menyebabkan 6%-53% kasuskeratitis ulseratif. Lebih dari 70 spesies jamur telah dilaporkan
menyebabkan keratitis jamur. Masalah Keratitis jamur menebabkan kekhawatiran dokter mata.
Penting untuk selalu siap akan kemungkinan infeksi ini dan menganjurkan pemeriksaan
laboratorium yang memadai untuk membuat diagnosis dan terapi yang tepat. Morbiditas infeksi
jamur cenderung meningkat daripada keratitis bakteri karena diagnosis yang tertunda. Keratitis

jamur lebih berprevalensi di Amerika Serikat bagian selatan dan barat daya. Kenyataan bahwa
ada peningkatan jumlah kasus di Amerika Serikat sejak tahun 1960 yang diperkirakan adanya
peningkatan insidensi dan mungkin juga pengenalan keratitis jamur baik. Beberapa kejadian
brfikir akan karena penggunaan kortikosteroid yang berlebih mungkin member kontribusi pada
peningkatan insidens. Insidens musiman keratitis jamur, biasanya disebabkan karena jamur
berfilamen, sebagian karena faktor lingkungan. Setelah diagnosis ditegakkan, masalah
pengobatan juga merupakan kendala,karena jenis obat anti jamur yang masih sedikit tersedia
secara komersial di Indonesiaserta perjalanan penyakitnya yang sering menjadi kronis.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi dan Fisiologi Mata
Bola mata berbentuk hampir bulat dengan diameter anteroposterior sekiar 24 mm. Terdapat 6
otot penggerak bola mat dan terdapat kelenjar lakrimal yang terletak didaerah temporal atas
didalam rongga orbita.2 Bola mata dibagian depan (kornea) mempunyai kelengkungan yang lebih
tajam sehingga terdapat bentuk dengan 2 kelengkungan yang berbeda mata mempunyai reseptor
khusus untuk mengenali perubahan sinar dan warna. Secara keseluruhan struktur mata terdiri
dari bola mata, termasuk otot-otot penggerak bola mata, rongga tempat mata berada, kelopak dan
bulu mata.

Gambar 2.1 : Anatomi Bola Mata


Bola mata di bungkus oleh tiga lapis jaringan, yaitu :
1. Sklera merupakan jaringan ikat kenyal memberikan bentuk pada mata,dan bagian luar yang
melindungi bola mata. Bagian depan disebut kornea yang memudahkan sinar masuk ke
dalam bola mata.
2. Jaringan uvea merupakan jaringan vaskuler. Jaringan sklera dan uvea dibatasi oleh ruang
yang mudah dimasuki darah bila terjadi perdarahan pada ruda paksa di sebut juga perdarahan
suprakoroid. Jaringan uvea terdiri atas iris, badan sillier dan koroid.
3. Lapis ketiga bola mata adalah retina yang mempunyai susunan 10 lapis. Retina dapat terlepas
dari koroid yang disebut Ablasio retina.
A. Kornea
Kornea adalah jaringan transparan, yang ukurannya sebanding dengan kristal sebuah jam
tangankecil. Kornea ini disisipkan ke sklera di limbus, lengkung melingkar pada persambungan
inidisebut sulkus skelaris. Kornea dalam bahasa latin cornum artinya seperti tanduk,
merupakan selaput bening mata, bagian dari mata yang bersifat tembus cahaya,Kornea dewasa

rata-rata mempunyai tebal 0,54 mm di tengah, sekitar 0,65 di tepi, dan diameternya sekitar 11,5
mm dari anterior ke posterior, kornea mempunyai limalapisan yang berbeda-beda: lapisan epitel
(yang bersambung dengan epitel konjungtiva bulbaris), lapisan Bowman, stroma, membran
Descement, dan lapisan endotel. Batas antara sclera dan kornea disebut limbus kornea. Kornea
merupakan lensa cembung dengan kekuatan refraksisebesar + 43 dioptri. Kalau kornea udem
karena suatu sebab, maka kornea juga bertindak sebagai prisma yang dapat menguraikan sinar
sehingga penderita akan melihathalo.
Kornea (latin cornum = seperti tanduk) adalah selaput bening mata, bagian selaput mata yang
tembus cahaya, menempati pertengahan dari rongga bola mata anterior yang terletak diantara
sclera. Kornea ini merupakan lapisan avaskuler dan menjadi salah satu media refraksi ( bersama
dengan humor aquos membentuk lensa positif sebesar 43 dioptri ). Kornea memiliki permukaan
posterior lebih cembung daripada anterior sehingga rata-rata mempunyai ketebalan sekitar 11,5
mm ( untuk orang dewasa). lapis jaringan yang menutup bola mata sebelah depan terdiri atas
lapis:
1. Lapisan Epitel
Tebalnya 50m, terdiri atas 5 lapis sel epitel tidak bertanduk yang saling tumpang tindih,

yaitu sel basal, sel poligonal, sel gepeng.


Sel basal sering terlihat mitosis sel.
Epitel dan film air mata merupakan lapisan permukaan dari media penglihatan.
Sel basal berikatan erat dengan sel basal disampingnya dan sel poligonal didepannya
melalui dermosom dan makula okluden, ikatan ini menghambat pengaliran air, elektrolit

dan glukosa yang merupakan barrier.


Sel basal menghasilkan membrane basal yang melekat erat. Bila terjadi gangguan akan

mengakibatkan erosi rekuren.


Epitel berasal dari ektoderm permukaan.
Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini terdorong ke depan menjadi
lapis sel sayapdan semakin maju ke depan menjadi sel gepeng, sel basal berikatan erat
dengansel basal di sampingnya dan sel poligonal di depannya melalui desmosom

danmakula okluden; ikatan ini menghambat pengaliran air, elektrolit dan glukosamelalui
barrier. Sel basal menghasilkan membran basal yang melekat eratkepadanya. Bila terjadi
gangguan akan mengakibatkan erosi rekuren.Sedangkan epitel berasal dari ektoderem
permukaan. Epitel memiliki dayaregenerasi
2. Membran Bowman
Terletak dibawah membrane basal epitel kornea yang merupakan kolagen yang tersusun

tak teratur seperti stroma dan berasal dari bagian depan stroma.
Lapis ini tidak mempunyai daya regenerasi.
Membran bowmanMembran yang jernih dan aselular, Terletak di bawah membran basal
dari epitel.Merupakan lapisan kolagen yang tersusun tidak teratur seperti stroma dan

berasaldari epitel bagian depan stroma. Lapisan ini tidak mempunyai daya generasi
3. Stroma
Terdiri atas lamel yang merupakan susunan kolagen. Pada permukaan terlihat seperti
anyaman yang teratur. Keratosit merupakan sel stroma kornae yang merupakan fibroblast.
StromaLapisan ini mencakup sekitar 90% dari ketebalan kornea. Merupakan lapisantengah pada
kornea. Bagian ini terdiri atas lamel fibril-fibril kolagen dengan lebar sekitar 1 m yang saling
menjalin yang hampir mencakup seluruh diameter kornea, pada permukaan terlihat anyaman
yang teratur sedang di bagian perifer serat kolagen ini bercabang; terbentuknya kembali serat
kolagen memakan waktulama, dan kadang sampai 15 bulan. Keratosit merupakan sel stroma
kornea yang merupakan fibroblas terletak di antara serat kolagen stroma. Diduga keratosit.
4. Membrane Descemet
Merupakan membrane aselular dan merupakan batas belakang stroma kornea yang

dihasilkan sel endotel dan merupakan membrane basalnya.


Bersifat sangat elastic dan berkembang terus seumur hidup.
Membran aselular dan merupakan batas belakang stroma kornea yangdihasilkan oleh
endotel. Bersifat sangat elastis dan jernih yang tampak amorf pada pemeriksaan
mikroskop elektron, membran ini berkembang terus seumur hidupdan mempunyai tebal +

40 mm. Lebih kompak dan elastis daripada membranBowman. Juga lebih resisten
terhadap trauma dan proses patologik lainnyadibandingkan dengan bagian-bagian kornea
yang lain.
5. Endothelium
Berasal dari mesotelium, melekat pada membrane descement melalui hemidesmosom dan
zonula okluden. Terdiri atas satu lapis sel berbentuk heksagonal, tebalantara 20-40 mm melekat
erat pada membran descemet melalui taut. Endotel darikornea ini dibasahi oleh aqueous humor.
Lapisan endotel berbeda dengan lapisanepitel karena tidak mempunyai daya regenerasi,
sebaliknya endotelmengkompensasi sel-sel yang mati dengan mengurangi kepadatan seluruh
endoteldan memberikan dampak pada regulasi cairan, jika endotel tidak lagi dapatmenjaga
keseimbangan cairan yang tepat akibat gangguan sistem pompa endotel,stroma bengkak karena
kelebihan cairan (edema kornea) dan kemudian hilangnyatransparansi (kekeruhan) akan terjadi.
Permeabilitas dari kornea ditentukan olehepitel dan endotel yang merupakan membrane
semipermeabel, kedua lapisan inimempertahankan kejernihan daripada kornea, jika terdapat
kerusakan pada lapisanini maka akan terjadi edema kornea dan kekeruhan pada kornea
Kornea merupakan jaringan yang avaskular, bersifat transparan, berukuran 11-12 mm
horizontal dan 10-11 mm vertikal, serta memiliki indeks refraksi 1,37. Korneamemberikan
kontribusi 74 % atau setara dengan 43,25 dioptri (D) dari total 58,60kekuatan dioptri mata
manusia. Kornea juga merupakan sumber astigmatisme padasistem optik. Dalam nutrisinya,
kornea bergantung pada difusi glukosa dari aqueushumor dan oksigen yang berdifusi melalui
lapisan air mata. Sebagai tambahan,kornea perifer disuplai oksigen dari sirkulasi limbus. Kornea
adalah salah satu organtubuh yang memiliki densitas ujung-ujung saraf terbanyak dan
sensitifitasnya adalah100 kali jika dibandingkan dengan konjungtiva. Kornea dipersarafi oleh
banyak saraf sensoris terutama berasal dari saraf siliar longus, saraf nasosiliar, saraf ke V,
saraf siliar

longus

yang

berjalan

suprakoroid,

masuk

ke

dalam

stroma

kornea,

menembusmembran

Bowman

melepas

selubung

Schwannya.

Seluruh

lapis

epitel

dipersarafisampai pada kedua lapis terdepan. Sensasi dingin oleh Bulbus Krause ditemukan pada
daerah limbus.

Sumber-sumber nutrisi untuk kornea adalah pembuluh-pembuluh darah limbus, humour


aquaeus dan air mata. Kornea superfisial juga mendapatkan oksigen sebagian besar dari
atmosfer. Saraf-saraf sensorik kornea didapat dari percabangan pertama (oftalmika) dari nervus
kranialis V (trigeminus). Transparansi kornea disebabkan oleh strukturnya yang seragam,
avaskularitasnya dan deturgensinya.

Gambar Lapisan Kornea


2.2 Fisiologi Kornea
Kornea berfungsi sebagai membran pelindung dan jendela yang dilalui berkas cahaya
menuju retina. Sifat tembus cahayanya disebabkan oleh strukturnya yang uniform,
avaskuler dan deturgesensi. Deturgesensi atau keadaan dehidrasi relatif jaringan kornea,
dipertahankan oleh pompa bikarbonat aktif pada endotel dan oleh fungsi sawar epitel dan
endotel. Dalam mekanisme dehidrasi ini, endotel jauh lebih penting daripada epitel, dan
kerusakan kimiawi atau fisis pada endotel berdampak jauh lebih parah daripada kerusakan
pada epitel. Kerusakan sel-sel endotelmenyebabkan edema kornea dan hilangnya sifat
transparan. Sebaliknya, kerusakan pada epitel hanya menyebabkan edema stroma kornea
lokal sesaat yang akanmeghilang bila sel-sel epitel telah beregenerasi. Penguapan air dari
lapisan air mata prekorneal menghasilkan hipertonisitas ringan lapisan air mata tersebut,
yangmungkin merupakan faktor lain dalam menarik air dari stroma kornea superfisial
danmembantu mempertahankan keadaan dehidrasi (Vaughan, 2009).Penetrasi kornea utuh
oleh obat bersifat bifasik. Substansi larut-lemak dapatmelalui epitel utuh dan substansi
larut-air dapat melalui stroma yang utuh. Karenanyaagar dapat melalui kornea, obat harus
larut-lemak dan larut-air sekaligus. Epiteladalah sawar yang efisien terhadap masuknya
mikroorganisme kedalam kornea. Namun sekali kornea ini cedera, stroma yang avaskular
dan membran bowmanmudah terkena infeksi oleh berbagai macam organisme, seperti
bakteri, virus, amuba,dan jamur (Vaughan, 2009).Kornea merupakan bagian anterior dari
mata, yang harus dilalui cahaya, dalam perjalanan pembentukan bayangan di retina, karena
jernih, sebab susunan sel danseratnya tertentu dan tidak ada pembuluh darah. Biasan cahaya
terutama terjadi di permukaan anterior dari kornea. Perubahan dalam bentuk dan kejernihan

kornea,segera

mengganggu

pembentukan

bayangan

yang

baik

di

retina.

Oleh

karenanyakelainan sekecil apapun di kornea, dapat menimbulkan gangguan penglihatan


yanghebat terutama bila letaknya di daerah pupil.
2.3 Definisi
Keratitis adalah reaksi inflamasi kornea. Keratitis jamur dapat menyebabkan infeksi jamur
yang serius pada kornea dan berdasarkan sejumlah laporan, jamur telah ditemukan menyebabkan
6%-5% kasus keratitis ulseratif. Lebih dari 70 spesies jamur telah dilaporkan menyebabkan
keratitis jamur.
2.4 Insidensi
Walaupun infeksi jamur pada kornea sudah dilaporkan pada tahun 1879 olehLeber, tetapi
baru mulai periode 1950-an kasus-kasus keratomikosis diperhatikan dandilaporkan, terutama di
bagian selatan Amerika Serikat dan kemudian diikuti laporan-laporan dari Eropa dan Asia
termasuk Indonesia. Banyak laporan menyebutkan peningkatan penggunaan kortikosteroid
topical, penggunaan obat immunosupresif dan lensa kontak, di sampng juga bertambah baiknya
kemampuan diagnostic klinik dan labor atorik, seperti dilaporkan di Jepang dan Amerika Serikat.
Singapura melaporkan (selama 2,5 tahun) dari 112kasus ulkus kornea, 22 beretiologi jamur,
sedang di RS Mata Cicendo Bandung (selama 6 bulan) didapat 3 kasus dari 50 ulkus
kornea,Taiwan (selama)Taiwan (selama 10 tahun) 94 dari 563 ulkus, bahkan baru-baru ini
Bangladesh melaporkan 46 dari 80ulkus (kemungkinan keratitis virus sudah disingkirkan).
2.5 ETIOLOGI
Penyebab keratitis bermacam-macam. Bakteri, virus dan jamur dapat menyebabkankeratitis.
Penyebab paling sering adalah virus herpes simplex tipe 1. Selain itu penyebablain adalah

kekeringan pada mata, pajanan terhadap cahaya yang sangat terang, bendaasing yang masuk ke
mata, reaksi alergi atau mata yang terlalu sensitif terhadap kosmetik mata, debu, polusi atau
bahan iritatif lain, kekurangan vitamin A dan penggunaan lensakontak yang kurang baik
(Mansjoer, 2001).
Secara ringkas dapat dibedakan :
1. Jamur berfilamen (filamentous fungi): bersifat multiseluler dengan cabang-cabang hifa.
a. Jamur berfilamen : Furasium sp, Acremonium sp, Aspergillus sp,
Cladosporium sp, Penicillium sp, Paecilomyces sp, Phialophora
sp, Curvularia sp, Altenaria sp.
b. Jamur tidak bersepta : Mucor sp, Rhizopus sp, Absidia sp
2. Jamur ragi ( yeast)
Jamur uniseluler dengan pseudohifa dan tunas : Candida albicans, Cryptococcus sp,
Rodotolura sp
3. Jamur difasik : Pada jaringan hidup membentuk ragi sedang media pembiakan
membentuk miselium : Blasomices sp, Coccidiodidies sp, Histoplastoma sp, Sporothrix
sp. Tampaknya di Asia Tenggara tidak begitu berbeda penyebabnya, yaitu Aspergillus sp
da Fusarium sp, sedangkan di Asia Timur Aspergillus sp.
PATOLOGI
Hifa jamur cenderung masuk stroma secara parallel ke lamella kornea. Mungkin ada
nekrosis koagulatif stroma kornea yang meluas dengan edema serat kolagen dan keratosit.
Reaksi inflamasi yang menyertai kurang terlihar daripada keratitis bakterialis. Abses cincin steril
mungkin ada yang terpisah pusat ulkus. Mikroabses yang multiel dapat mengelilingi lesi utama.
Hifa berpotensi masuk ke membrane Descement yang intak dan menyebar ke kamera okuli
anterior. Di banyak kasus, jamur dapat tidak ditemukan dari permukaan dan stroma superficial
pada pasien specimen histopatologi, yang menjelaskan kegagalan pengambilan sampel untuk
menemukan organism pada ulkus pada tahap yang lanjut.

MANIFESTASI KLINIS
Tanda patognomik dari keratitis ialah terdapatnya infiltrate di kornea. Infiltrate dapat ada
di seluruh lapisan kornea, dan menetapkan diagnosis dan pengobatan keratitis. Pada peradagan
yang dalam, penyembuhan berakhir dengan pembentukan jaringan parut (sikatrik), yang dapat
beurpa nebula, macula, dan leukoma. Adapun gejala umumnya adalah :
Keluhan air mata yang berlebihan
Nyeri
Penurunan tajam penglihatan
Radang pada kelopak mata (bengkak, merah)
Mata merah
Sensitive terhadap cahaya
Reaksi peradangan yang berat pada kornea yang timbul karena infeksi jamur dalam bentuk
mikotoksin, enzim-enzim proteolitik, dan antigen jamur yang larut. Agen-agen ini dapat
menyebabkan nekrosis pada lamella kornea, peradangan akit, respon antigenic dengan formasi
cincin imun, hipopion, dan uveitis yang berat. Ulkus kornea yang disebabkan oleh jamur
berfilamen dapat berat. Ulkus kornea yang disebabkan oleh jamur berfilamen dapat
menunjukkan infiltrasi abu-abu sampai putih dengan permukaan kasar, dan bagian kornea yang
tidak meradang tampak elevasi ke atas. Lesi satelit yang timbul terpisah dengan lesi utama dan
berhubungan dengan mikroabses stroma. Plak endotel dapat terlihat parallel terhadap ulkus.
Cincin imun dapat mengelilingi lesi utama, yang merupakan reaksi antara antigen jamur dan
respon antibody tubuh. Sebagai tambahan, hipopion dan secret yang purulen dapat juga timbul.
Reaksi injeksi konjungtiva dan kamera okuli anterior dapat cukup parah. Sebenarnya gambaran
yang khas pada ulkus kornea tidak ada. Infeksi awal dapat sama seperti infiltrasi stafilokokus,
khususnya dekat limbus. Ulkus yang besar dapat sama dengan keratitis bakteri. Untuk
menegakkan diagnosis klinik dapat dipakai pedoman berikut :

Lesi satelit

Tepi ulkus sedikit menonjol dan kering, tepi yang irregular dan tonjolan seperti hifa di

bawah endotel utuh.


Plak endotel
Hypopyon, kadang-kadang rekuren
Formasi cincin sekeliling ulkus
Lesi kornea yang indolen

Klasifikasi
Keratitis biasanya diklasifikasikan berdasarkan lapisan kornea yang terkena :yaitu keratitis
superfisialis apabila mengenai lapisan epitel dan bowman dan keratitis profunda apabila
mengenai lapisan stroma.Bentuk-bentuk klinik keratitis superfisialis antara lain adalah (Ilyas,
2006) :
1. Keratitis punctata superfisialis. Berupa bintik-bintik putih pada permukaan kornea yang
dapat disebabkan olehsindrom dry eye, blefaritis, keratopati logaftalmus, keracunan obat
topical, sinar ultraviolet, trauma kimia ringan dan pemakaian lensa kontak
2. Keratitis flikten. Benjolan putih yang yang bermula di limbus tetapi mempunyai
kecenderunganuntuk menyerang kornea.
3. Keratitis sik. Suatu bentuk keratitis yang disebabkan oleh kurangnya sekresi kelenjar
lakrimaleatau sel goblet yang berada di konjungtiva.
4. Keratitis lepraSuatu bentuk keratitis yang diakibatkan oleh gangguan trofik saraf, disebut
jugakeratitis neuroparalitik.
5. Keratitis nummularisBercak putih berbentuk bulat pada permukaan kornea biasanya multiple
dan banyak didapatkan pada petani.
Bentuk-bentuk klinik keratitis profunda antara lain adalah :
1. Keratitis interstisialis luetik atau keratitis sifilis congenital.
2. Keratitis sklerotikans

2.6 Patofisiologi

Karena kornea avaskuler, maka pertahanan pada waktu peradangan tidak segeradatang,
seperti pada jaringan lain yang mengandung banyak vaskularisasi. Maka badan
kornea,wandering cell dan sel-sel lain yang terdapat dalam stroma kornea,segera bekerja
sebagai makrofag, baru kemudian disusul dengan dilatasi pembuluhdarah yang terdapat
dilimbus dan tampak sebagai injeksi perikornea. Sesudahnya baru terjadi infiltrasi dari sel-sel
mononuclear, sel plasma, leukosit polimorfonuklear (PMN), yang mengakibatkan timbulnya
infiltrat, yang tampak sebagai bercak berwarna kelabu, keruh dengan batas-batas tak jelas
dan permukaan tidak licin,kemudian dapat terjadi kerusakan epitel dan timbulah ulkus kornea
(Vaughan, 2009).Kornea mempunyai banyak serabut saraf maka kebanyakan lesi pada
kornea baik superfisial maupun profunda dapat menimbulkan rasa sakit dan fotofobia.
Rasasakit juga diperberat dengan adanaya gesekan palpebra (terutama palbebra
superior) pada kornea dan menetap sampai sembuh. Kontraksi bersifat progresif, regresi
iris,yang meradang dapat menimbulkan fotofobia, sedangkan iritasi yang terjadi padaujung
saraf kornea merupakan fenomena reflek yang berhubungan dengan timbulnyadilatasi pada
pembuluh iris. Fotofobia, yang berat pada kebanyakan penyakitkornea, minimal pada
keratitis herpes karena hipestesi terjadi pada penyakit ini,yang juga merupakan tanda
diagnostik berharga. Meskipun berair mata danfotofobia umumnya menyertai penyakit
kornea, umumnya tidak ada tahi matakecuali pada ulkus bakteri purulen (Vaughan,
2009).Karena kornea berfungsi sebagai jendela bagi mata dan membiaskan berkascahaya,
lesi kornea umumnya agak mengaburkan penglihatan, terutama kalauletaknya di pusat
(Vaughan, 2009)
2.7 DIAGNOSIS

Anamnesis pasien penting pada penyakit kornea. Sering dapat diungkapkanadanya


riwayat trauma---kenyataannya, benda asing dan abrasi merupakan dua lesiyang umum pada
kornea. Adanya riwayat penyakit kornea juga bermanfaat. Keratitisakibat infeksi herpes
simpleks sering kambuh, namun karena erosi kambuh sangatsakit dan keratitis herpetik tidak,
penyakit-penyakit ini dapat dibedakan darigejalanya. Hendaknya pula ditanyakan pemakaian
obat lokal oleh pasien, karenamungkin telah memakai kortikosteroid, yang dapat merupakan
predisposisi bagi penyakit bakteri, fungi, atau oleh virus, terutama keratitis herpes simpleks.
Jugamungkin terjadi imunosupresi akibat penyakit-penyakit sistemik, seperti diabetes,AIDS,
dan penyakit ganas, selain oleh terapi imunosupresi khusus (Vaughan, 2009).Dokter
memeriksa di bawah cahaya yang memadai. Pemeriksaan sering lebihmudah dengan
meneteskan anestesi lokal. Pemulusan fluorescein dapat memperjelaslesi epitel superfisialis
yang tidak mungkin tidak telihat bila tidak dipulas. PemakaianSangat membantu diagnosis
pasti, walaupun bila negatif belum menyingkirkandiagnosis keratomikosis. Yang utama
adalah

melakukan

pemeriksaan

kerokan

kornea(sebaiknya dengan spatula Kimura) yaitu dari dasar dan tepi ulkus dengan biomikrosk
op. Dapat dilakukan pewarnaan KOH, Gram, Giemsa atau KOH + TintaIndia, dengan angka
keberhasilan masing-masing 20-30%, 50-60%, 60-75% dan 80%. Lebih baik lagi
melakukan biopsi jaringan kornea dan diwamai dengan

Periodic Acid Schiff

atau

Methenamine Silver, tapi sayang perlu biaya yang besar. Akhir-akhir ini dikembangkan
Nomarski differential interference contrast microscope
jamur dari kerokan kornea (metode Nomarski) yang

untuk melihat morfologi


dilaporkancukup

Selanjutnya dilakukan kultur dengan agar Sabouraud atau agar ekstrak maltosa.
biomikroskop (
slitlamp

memuaskan.

) penting untuk pemeriksaan kornea dengan benar; jika tidak tersedia, dapat dipakai kaca
pembesar dan pencahayaan terang. Harus diperhatikan perjalanan pantulan cahaya saat
menggerakkan cahaya di atas kornea. Daerah kasar yang menandakan defek pada epitel terlihat
dengan cara ini
(Vaughan, 2009).Mayoritas kasus keratitis bakteri pada komunitas diselesaikan dengan
terapiempiris dan dikelola tanpa hapusan atau kultur.Hapusan dan kultur sering membantudalam
kasus dengan riwayat penyakit yang tidak jelas. Hipopion yang terjadi di matadengan keratitis
bakteri biasanya steril, dan pungsi akuos atau vitreous tidak perludilakukan kecuali ada
kecurigaan yang tinggi oleh mikroba endophthalmitis.Kultur adalah cara untuk mengidentifikasi
organisme kausatif dan satu-satunyacara untuk menentukan kepekaan terhadap antibiotik. Kultur
sangat membantusebagai panduan modifikasi terapi pada pasien dengan respon klinis yang tidak
bagusdan untuk mengurangi toksisitas dengan mengelakkan obat-obatan yang tidak perlu.Dalam
perawatan mata secara empiris tanpa kultur dimana respon klinisnya tidak bagus, kultur dapat
membantu meskipun keterlambatan dalam pemulihan patogendapat terjadi.Sampel kornea
diperoleh dengan memakai agen anestesi topikal danmenggunakan instrumen steril untuk
mendapatkan atau mengorek sampel dari daerahyang terinfeksi pada kornea. Kapas steril juga
dapat digunakan untuk mendapatkansampel. Ini paling mudah dilakukan dengan perbesaran
Slit Lamp
.Biopsi kornea dapat diindikasikan jika terjadi respon yang minimal terhadap pengobatan atau
jika kultur telah negatif lebih dari satu kali dengan gambaran klinisyang sangat mendukung suatu
proses infeksi. Hal ini juga dapat diindikasikan jikainfiltrat terletak di pertengahan atau dalam
stroma dengan jaringan atasnya tidak terlibat.Pada pasien kooperatif, biopsi kornea dapat
dilakukan dengan bantuan
Slit Lamp

atau mikroskop operasi. Setelah anestesi topikal, gunakan sebuah pisau untuk mengambil
sepotong kecil jaringan stroma, yang cukup besar untuk memungkinkan pembelahan sehingga
satu porsi dapat dikirim untuk kultur dan yang lainnya untuk histopatologi. Spesimen biopsi
harus disampaikanke laboratorium secara tepat waktu.
OBAT-OBAT ANTI JAMUR
Pengamatan
klinik
berbedasensibilitasnya

terhadap

dan
anti

laboratorium
jamur,

memperlihatkan

tergantung

spesiesnya;

bahwa

jamur

hal

sering

ini

dilupakan,ditambah lagi jenis obat anti jamur yang terbatas tersedia secara komersial di
Indonesia.
Secara ideal

langkah-langkah

yang ditempuh sama dengan pengobatanterhadap

keratitis/ulkus bakterialis :
1.Diagnosis kerja atau diagnosis klinik.
2.Pemeriksaan laboratorik :
a)Kerokan kornea, diwarnai dengan KOH, Gram, Giemsa atau KOH +Tinta India.
b)Kultur dengan agar Sabouraud atau ekstrak Maltosa.
3.Pemberian antijamur topikal berspektrum luas.
4.Penggantian obat bila tidak terdapat respon.Obat yang ideal mempunyai sifat berikut :
1.Berspektrum luas.
2.Tidak menimbulkan resistensi.
3.Larut dalam air atau pelarut organik.
4.Stabil dalam larutan air.
5.Berdaya penetrasi pada kornea setelah pemberian secara topikal,subkonjungtival
atau sistemik. 6.Tidak toksik.
7.Tersedia sebagai obat topikal atau sistemik.Jenis obat anti jamur adalah sebagai
berikut :
1.Antibiotik polyene :
a)Tetraene: Nystatin,Natamycin (Pimaricin)
b)Heptaene: Amphotericin B, Trichomycin, Hamyein, Candicidin.
2.Golongan Imidazoles: Clotrimazole, Miconazole, Ketoconazole.
3.Golongan Benzimidazole: Thiabendazoles.
4.Halogens: Yodium.
5.Antibiotik lain: Cyloheximide, Saramycetin, Griseofulvin.
6.Pyrimidine: Flucytosine.
7.Lain-lain: Thimerosal, Tolnaftate, Cu-sulfat, Gentian Violet.

Antibiotik polyene :
Berdaya anti fungi karena mengganggu permeabilitas membran jamur sehingga

terjadi

ketidakseimbangan intraseluler. Polyene dengan molekul kecil seperti Natamycin menyebabkan


lisis permanen membran dibanding perubahan reversibeloleh yang bermolekul besar seperti
Nystatin, Amphotericin B. Tidak larut dalam air dan tidak stabil pada oksigen, cahaya, air, panas.
Golongan
ini
mempunyai
dayaantifungi spektrum luas tapi tidak efektif terhadap Actinomyces dan Nocardia. Nystatin
semula tersedia secara komersial di Indonesia, tetapi sekarang sedang tidak diproduksi. Mungkin
bisa dibuat dari tablet Mycostatin (500.000 unit/tablet) dengankonsentrasi 100.000 unit/ml,
walaupun

vehikulum

talknya

iritatif

terhadap

kornea

dankonjungtiva.Amphotericin B 0,1% tersedia secara komersial dan bila diragukankestabilannya


, bisa dibuat dari preparat perenteral dengan mengencerkannya
Amphotericin

iritatif

terhadap

kornea

denganakuades.
dan

konjungtiva.

Prepanat
Obat

iniefektif terhadap Aspergillus, Fusanium dan Candida. Pengobatan intravena tidak dianjurkan
karena

toksik

terhadap

ginjal

dan

penetrasi

ke

minimal. Natamycin (piramycin) berspektrum luas seperti polyene lain, tetapidilaporkan

kornea
lebih

efektif terhadap Fusanium. Di Amerika Serikat lanutan 5% seringdipakai dengan berhasil dan di
Eropa

tersedia

dalam

bentuk

salep

1%

dan

larutan2,5%. Walaupun dalam vademikum salah satu industri farmasi tercantum, tetapisecara
komersial agaknya tidak tersedia.Griseofulvin tersedia luas secara komersial moral, sayang
preparat

ini

sulitmencapai cairan tubuh atau janingan dalam konsentrasi tinggi sehingga kurang bermanfaat s
ecara oftalmologik. Golongan Imidazol, dan ketokonazol dilaporkanefektif terhadap Aspergillus,
Fusarium, Candida. Tersedia secara komersial dalam bentuk tablet.

Halogen
Larutan 0,025% dilaporkan

berhasil mengobati infeksi

Candida albicans,tetapi

cepat

dinonaktifkan oleh air mata dan berdaya penetrasi lemah pada kornea.Diberikan secara
kauterisasi, dapat dengan kapas lidi steril.
Thimerosal (Merthiolat)
In vitro
dilaporkan baik untuk Candida, Aspergillus dan Fusarium, tapi didugazat Hg ini cepat diinhibisi
oleh radikal sullihidril di jaringan okule Obat ini ada diVademikum salah satu pabrik farmasi
tetapi secara komersial tidak ada.
TERAPI
Terapi medikamentosa di Indonesia terhambat oleh terbatasnya preparatkomersial yang tersedia,
tampaknya diperlukan kreativitas dalam improvisasi pengadaan obat, yang utama dalam terapi ke
ratomikosis adalah mengenai jeniskeratomikosis yang dihadapi; bisa dibagi:
1.Belum diidentifikasi jenis jamur penyebabnya.
2.Jamur berfilamen.
3.Ragi(yeast).
4.Golongan Actinomyces yang sebenarnya bukan jamur sejati.
Untuk golongan I :
Topikal Amphotericin B 1,02,5 mg/ml, Thiomerosal (10mg/ml),
Natamycin

>

10

mg/ml, golongan Imidazole.


Untuk golongan II :
Topikal Amphotericin B, Thiomerosal, Natamycin (obatterpilih), Imidazole (obat terpilih).
Untuk golongan III :
Amphoterisin B, Natamycin, Imidazole.Untuk golongan IV : Golongan Sulfa, berbagai jenis
Antibiotik.Pemberian Amphotericin
B subkonjungtival hanya untuk usaha terakhir. Steroidtopikal adalah kontra indikasi, terutama
pada

saat

terapi

awal.

Diberikan

obatsikloplegik (atropin) guna mencegah sinekia posterior untuk mengurangi uveitisanterior.


Terapi bedah dilakukan guna membantu medikamentosa yaitu :
1. Debridement
2.Flap konjungtiva, partial atau total
3.Keratoplasti tembus

juga

Tidak ada pedoman pasti untuk penentuan lamanya terapi; kriteria penyembuhan
lain

adalah

adanya

penumpulan

(blunting atau

rounding-up)

dari

antara
lesi-

lesi ireguler pada tepi ulkus, menghilangnya lesi satelit dan berkurangnya infiltrasi di stroma di
sentral dan juga daerah sekitar tepi ulkus.
Perbaikan klinik biasanya tidak secepat ulkus bakteri atau virus. Adanya defek epitel
yang sulit menutup belum tentu menyatakan bahwaterapi tidak berhasil, bahkan kadangkadangterjadi

akibat

pengobatan

yang

berlebihan.

Jadi

pada

terapi

keratomikosis

diperlukankesabaran, ketekunan dan ketelitian dari kita semua.


DAFTAR PUSTAKA
1.Duane, D Thomas: Clinical Ophthalmology , Volume 4, Philadelphia, Harper & Row
Publisher, 1987.
2.Grayson, Merrill: Diseases of The Cornea, Second Edition, London, The C.V. Mosby
Company, 1983.
3.Ilyas,
S.,
Mailangkay,

H.H.B.,

Taim,

H,

Saman,

R.R.,

Simarmata,

M.,Widodo, P.S: Ilmu Penyakit Mata untuk Dokter Umum dan Mahasiswa Kedokteran

edisi

kedua, Jakarta, C. V. Sagung Seto, 2002.


4. Ilyas, Sidarta: Ilmu Penyakit Mata
, edisi kedua, Jakarta, Balai PenerbitFakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2002.
5.http://www.kalbefarma.com/files/cdk/files/11InfeksiJamur087.pdf/11InfeksiJamur087.html.
6.http://www.usmicro-solutions.com/fungi.html

You might also like