Professional Documents
Culture Documents
KERATITIS
Disusun Oleh :
Vanny anggie Permata4151101010
Maryati
4151101135
Yuli Siti Jubaedah
4151101139
Anissa Dewi Aristanti
4151101017
Pembimbing :
Dr. Awan Buana, Sp.M., M.Kes
LABORATORIUM ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI
2012
BAB I
PENDAHULUAN
Infeksi jamur pada kornea atau keratomikosis merupakan masalah tersendirisecara
oftalmologik, karena sulit menegakkan diagnosis keratomikosis ini, padahalkeratomikosis cukup
tinggi kemungkinan kejadiannya sesuai dengan lingkunganmasyarakat Indonesia yang
agraris dan iklim kita yang tropis dengan kelembabantinggi. Keratitis jamur dapat menyebabkan
infeksi jamur yang serius pada kornea dan berdasarkan sejumlah laporan, jamur telah ditemukan
menyebabkan 6%-53% kasuskeratitis ulseratif. Lebih dari 70 spesies jamur telah dilaporkan
menyebabkan keratitis jamur. Masalah Keratitis jamur menebabkan kekhawatiran dokter mata.
Penting untuk selalu siap akan kemungkinan infeksi ini dan menganjurkan pemeriksaan
laboratorium yang memadai untuk membuat diagnosis dan terapi yang tepat. Morbiditas infeksi
jamur cenderung meningkat daripada keratitis bakteri karena diagnosis yang tertunda. Keratitis
jamur lebih berprevalensi di Amerika Serikat bagian selatan dan barat daya. Kenyataan bahwa
ada peningkatan jumlah kasus di Amerika Serikat sejak tahun 1960 yang diperkirakan adanya
peningkatan insidensi dan mungkin juga pengenalan keratitis jamur baik. Beberapa kejadian
brfikir akan karena penggunaan kortikosteroid yang berlebih mungkin member kontribusi pada
peningkatan insidens. Insidens musiman keratitis jamur, biasanya disebabkan karena jamur
berfilamen, sebagian karena faktor lingkungan. Setelah diagnosis ditegakkan, masalah
pengobatan juga merupakan kendala,karena jenis obat anti jamur yang masih sedikit tersedia
secara komersial di Indonesiaserta perjalanan penyakitnya yang sering menjadi kronis.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi dan Fisiologi Mata
Bola mata berbentuk hampir bulat dengan diameter anteroposterior sekiar 24 mm. Terdapat 6
otot penggerak bola mat dan terdapat kelenjar lakrimal yang terletak didaerah temporal atas
didalam rongga orbita.2 Bola mata dibagian depan (kornea) mempunyai kelengkungan yang lebih
tajam sehingga terdapat bentuk dengan 2 kelengkungan yang berbeda mata mempunyai reseptor
khusus untuk mengenali perubahan sinar dan warna. Secara keseluruhan struktur mata terdiri
dari bola mata, termasuk otot-otot penggerak bola mata, rongga tempat mata berada, kelopak dan
bulu mata.
rata-rata mempunyai tebal 0,54 mm di tengah, sekitar 0,65 di tepi, dan diameternya sekitar 11,5
mm dari anterior ke posterior, kornea mempunyai limalapisan yang berbeda-beda: lapisan epitel
(yang bersambung dengan epitel konjungtiva bulbaris), lapisan Bowman, stroma, membran
Descement, dan lapisan endotel. Batas antara sclera dan kornea disebut limbus kornea. Kornea
merupakan lensa cembung dengan kekuatan refraksisebesar + 43 dioptri. Kalau kornea udem
karena suatu sebab, maka kornea juga bertindak sebagai prisma yang dapat menguraikan sinar
sehingga penderita akan melihathalo.
Kornea (latin cornum = seperti tanduk) adalah selaput bening mata, bagian selaput mata yang
tembus cahaya, menempati pertengahan dari rongga bola mata anterior yang terletak diantara
sclera. Kornea ini merupakan lapisan avaskuler dan menjadi salah satu media refraksi ( bersama
dengan humor aquos membentuk lensa positif sebesar 43 dioptri ). Kornea memiliki permukaan
posterior lebih cembung daripada anterior sehingga rata-rata mempunyai ketebalan sekitar 11,5
mm ( untuk orang dewasa). lapis jaringan yang menutup bola mata sebelah depan terdiri atas
lapis:
1. Lapisan Epitel
Tebalnya 50m, terdiri atas 5 lapis sel epitel tidak bertanduk yang saling tumpang tindih,
danmakula okluden; ikatan ini menghambat pengaliran air, elektrolit dan glukosamelalui
barrier. Sel basal menghasilkan membran basal yang melekat eratkepadanya. Bila terjadi
gangguan akan mengakibatkan erosi rekuren.Sedangkan epitel berasal dari ektoderem
permukaan. Epitel memiliki dayaregenerasi
2. Membran Bowman
Terletak dibawah membrane basal epitel kornea yang merupakan kolagen yang tersusun
tak teratur seperti stroma dan berasal dari bagian depan stroma.
Lapis ini tidak mempunyai daya regenerasi.
Membran bowmanMembran yang jernih dan aselular, Terletak di bawah membran basal
dari epitel.Merupakan lapisan kolagen yang tersusun tidak teratur seperti stroma dan
berasaldari epitel bagian depan stroma. Lapisan ini tidak mempunyai daya generasi
3. Stroma
Terdiri atas lamel yang merupakan susunan kolagen. Pada permukaan terlihat seperti
anyaman yang teratur. Keratosit merupakan sel stroma kornae yang merupakan fibroblast.
StromaLapisan ini mencakup sekitar 90% dari ketebalan kornea. Merupakan lapisantengah pada
kornea. Bagian ini terdiri atas lamel fibril-fibril kolagen dengan lebar sekitar 1 m yang saling
menjalin yang hampir mencakup seluruh diameter kornea, pada permukaan terlihat anyaman
yang teratur sedang di bagian perifer serat kolagen ini bercabang; terbentuknya kembali serat
kolagen memakan waktulama, dan kadang sampai 15 bulan. Keratosit merupakan sel stroma
kornea yang merupakan fibroblas terletak di antara serat kolagen stroma. Diduga keratosit.
4. Membrane Descemet
Merupakan membrane aselular dan merupakan batas belakang stroma kornea yang
40 mm. Lebih kompak dan elastis daripada membranBowman. Juga lebih resisten
terhadap trauma dan proses patologik lainnyadibandingkan dengan bagian-bagian kornea
yang lain.
5. Endothelium
Berasal dari mesotelium, melekat pada membrane descement melalui hemidesmosom dan
zonula okluden. Terdiri atas satu lapis sel berbentuk heksagonal, tebalantara 20-40 mm melekat
erat pada membran descemet melalui taut. Endotel darikornea ini dibasahi oleh aqueous humor.
Lapisan endotel berbeda dengan lapisanepitel karena tidak mempunyai daya regenerasi,
sebaliknya endotelmengkompensasi sel-sel yang mati dengan mengurangi kepadatan seluruh
endoteldan memberikan dampak pada regulasi cairan, jika endotel tidak lagi dapatmenjaga
keseimbangan cairan yang tepat akibat gangguan sistem pompa endotel,stroma bengkak karena
kelebihan cairan (edema kornea) dan kemudian hilangnyatransparansi (kekeruhan) akan terjadi.
Permeabilitas dari kornea ditentukan olehepitel dan endotel yang merupakan membrane
semipermeabel, kedua lapisan inimempertahankan kejernihan daripada kornea, jika terdapat
kerusakan pada lapisanini maka akan terjadi edema kornea dan kekeruhan pada kornea
Kornea merupakan jaringan yang avaskular, bersifat transparan, berukuran 11-12 mm
horizontal dan 10-11 mm vertikal, serta memiliki indeks refraksi 1,37. Korneamemberikan
kontribusi 74 % atau setara dengan 43,25 dioptri (D) dari total 58,60kekuatan dioptri mata
manusia. Kornea juga merupakan sumber astigmatisme padasistem optik. Dalam nutrisinya,
kornea bergantung pada difusi glukosa dari aqueushumor dan oksigen yang berdifusi melalui
lapisan air mata. Sebagai tambahan,kornea perifer disuplai oksigen dari sirkulasi limbus. Kornea
adalah salah satu organtubuh yang memiliki densitas ujung-ujung saraf terbanyak dan
sensitifitasnya adalah100 kali jika dibandingkan dengan konjungtiva. Kornea dipersarafi oleh
banyak saraf sensoris terutama berasal dari saraf siliar longus, saraf nasosiliar, saraf ke V,
saraf siliar
longus
yang
berjalan
suprakoroid,
masuk
ke
dalam
stroma
kornea,
menembusmembran
Bowman
melepas
selubung
Schwannya.
Seluruh
lapis
epitel
dipersarafisampai pada kedua lapis terdepan. Sensasi dingin oleh Bulbus Krause ditemukan pada
daerah limbus.
kornea,segera
mengganggu
pembentukan
bayangan
yang
baik
di
retina.
Oleh
kekeringan pada mata, pajanan terhadap cahaya yang sangat terang, bendaasing yang masuk ke
mata, reaksi alergi atau mata yang terlalu sensitif terhadap kosmetik mata, debu, polusi atau
bahan iritatif lain, kekurangan vitamin A dan penggunaan lensakontak yang kurang baik
(Mansjoer, 2001).
Secara ringkas dapat dibedakan :
1. Jamur berfilamen (filamentous fungi): bersifat multiseluler dengan cabang-cabang hifa.
a. Jamur berfilamen : Furasium sp, Acremonium sp, Aspergillus sp,
Cladosporium sp, Penicillium sp, Paecilomyces sp, Phialophora
sp, Curvularia sp, Altenaria sp.
b. Jamur tidak bersepta : Mucor sp, Rhizopus sp, Absidia sp
2. Jamur ragi ( yeast)
Jamur uniseluler dengan pseudohifa dan tunas : Candida albicans, Cryptococcus sp,
Rodotolura sp
3. Jamur difasik : Pada jaringan hidup membentuk ragi sedang media pembiakan
membentuk miselium : Blasomices sp, Coccidiodidies sp, Histoplastoma sp, Sporothrix
sp. Tampaknya di Asia Tenggara tidak begitu berbeda penyebabnya, yaitu Aspergillus sp
da Fusarium sp, sedangkan di Asia Timur Aspergillus sp.
PATOLOGI
Hifa jamur cenderung masuk stroma secara parallel ke lamella kornea. Mungkin ada
nekrosis koagulatif stroma kornea yang meluas dengan edema serat kolagen dan keratosit.
Reaksi inflamasi yang menyertai kurang terlihar daripada keratitis bakterialis. Abses cincin steril
mungkin ada yang terpisah pusat ulkus. Mikroabses yang multiel dapat mengelilingi lesi utama.
Hifa berpotensi masuk ke membrane Descement yang intak dan menyebar ke kamera okuli
anterior. Di banyak kasus, jamur dapat tidak ditemukan dari permukaan dan stroma superficial
pada pasien specimen histopatologi, yang menjelaskan kegagalan pengambilan sampel untuk
menemukan organism pada ulkus pada tahap yang lanjut.
MANIFESTASI KLINIS
Tanda patognomik dari keratitis ialah terdapatnya infiltrate di kornea. Infiltrate dapat ada
di seluruh lapisan kornea, dan menetapkan diagnosis dan pengobatan keratitis. Pada peradagan
yang dalam, penyembuhan berakhir dengan pembentukan jaringan parut (sikatrik), yang dapat
beurpa nebula, macula, dan leukoma. Adapun gejala umumnya adalah :
Keluhan air mata yang berlebihan
Nyeri
Penurunan tajam penglihatan
Radang pada kelopak mata (bengkak, merah)
Mata merah
Sensitive terhadap cahaya
Reaksi peradangan yang berat pada kornea yang timbul karena infeksi jamur dalam bentuk
mikotoksin, enzim-enzim proteolitik, dan antigen jamur yang larut. Agen-agen ini dapat
menyebabkan nekrosis pada lamella kornea, peradangan akit, respon antigenic dengan formasi
cincin imun, hipopion, dan uveitis yang berat. Ulkus kornea yang disebabkan oleh jamur
berfilamen dapat berat. Ulkus kornea yang disebabkan oleh jamur berfilamen dapat
menunjukkan infiltrasi abu-abu sampai putih dengan permukaan kasar, dan bagian kornea yang
tidak meradang tampak elevasi ke atas. Lesi satelit yang timbul terpisah dengan lesi utama dan
berhubungan dengan mikroabses stroma. Plak endotel dapat terlihat parallel terhadap ulkus.
Cincin imun dapat mengelilingi lesi utama, yang merupakan reaksi antara antigen jamur dan
respon antibody tubuh. Sebagai tambahan, hipopion dan secret yang purulen dapat juga timbul.
Reaksi injeksi konjungtiva dan kamera okuli anterior dapat cukup parah. Sebenarnya gambaran
yang khas pada ulkus kornea tidak ada. Infeksi awal dapat sama seperti infiltrasi stafilokokus,
khususnya dekat limbus. Ulkus yang besar dapat sama dengan keratitis bakteri. Untuk
menegakkan diagnosis klinik dapat dipakai pedoman berikut :
Lesi satelit
Tepi ulkus sedikit menonjol dan kering, tepi yang irregular dan tonjolan seperti hifa di
Klasifikasi
Keratitis biasanya diklasifikasikan berdasarkan lapisan kornea yang terkena :yaitu keratitis
superfisialis apabila mengenai lapisan epitel dan bowman dan keratitis profunda apabila
mengenai lapisan stroma.Bentuk-bentuk klinik keratitis superfisialis antara lain adalah (Ilyas,
2006) :
1. Keratitis punctata superfisialis. Berupa bintik-bintik putih pada permukaan kornea yang
dapat disebabkan olehsindrom dry eye, blefaritis, keratopati logaftalmus, keracunan obat
topical, sinar ultraviolet, trauma kimia ringan dan pemakaian lensa kontak
2. Keratitis flikten. Benjolan putih yang yang bermula di limbus tetapi mempunyai
kecenderunganuntuk menyerang kornea.
3. Keratitis sik. Suatu bentuk keratitis yang disebabkan oleh kurangnya sekresi kelenjar
lakrimaleatau sel goblet yang berada di konjungtiva.
4. Keratitis lepraSuatu bentuk keratitis yang diakibatkan oleh gangguan trofik saraf, disebut
jugakeratitis neuroparalitik.
5. Keratitis nummularisBercak putih berbentuk bulat pada permukaan kornea biasanya multiple
dan banyak didapatkan pada petani.
Bentuk-bentuk klinik keratitis profunda antara lain adalah :
1. Keratitis interstisialis luetik atau keratitis sifilis congenital.
2. Keratitis sklerotikans
2.6 Patofisiologi
Karena kornea avaskuler, maka pertahanan pada waktu peradangan tidak segeradatang,
seperti pada jaringan lain yang mengandung banyak vaskularisasi. Maka badan
kornea,wandering cell dan sel-sel lain yang terdapat dalam stroma kornea,segera bekerja
sebagai makrofag, baru kemudian disusul dengan dilatasi pembuluhdarah yang terdapat
dilimbus dan tampak sebagai injeksi perikornea. Sesudahnya baru terjadi infiltrasi dari sel-sel
mononuclear, sel plasma, leukosit polimorfonuklear (PMN), yang mengakibatkan timbulnya
infiltrat, yang tampak sebagai bercak berwarna kelabu, keruh dengan batas-batas tak jelas
dan permukaan tidak licin,kemudian dapat terjadi kerusakan epitel dan timbulah ulkus kornea
(Vaughan, 2009).Kornea mempunyai banyak serabut saraf maka kebanyakan lesi pada
kornea baik superfisial maupun profunda dapat menimbulkan rasa sakit dan fotofobia.
Rasasakit juga diperberat dengan adanaya gesekan palpebra (terutama palbebra
superior) pada kornea dan menetap sampai sembuh. Kontraksi bersifat progresif, regresi
iris,yang meradang dapat menimbulkan fotofobia, sedangkan iritasi yang terjadi padaujung
saraf kornea merupakan fenomena reflek yang berhubungan dengan timbulnyadilatasi pada
pembuluh iris. Fotofobia, yang berat pada kebanyakan penyakitkornea, minimal pada
keratitis herpes karena hipestesi terjadi pada penyakit ini,yang juga merupakan tanda
diagnostik berharga. Meskipun berair mata danfotofobia umumnya menyertai penyakit
kornea, umumnya tidak ada tahi matakecuali pada ulkus bakteri purulen (Vaughan,
2009).Karena kornea berfungsi sebagai jendela bagi mata dan membiaskan berkascahaya,
lesi kornea umumnya agak mengaburkan penglihatan, terutama kalauletaknya di pusat
(Vaughan, 2009)
2.7 DIAGNOSIS
melakukan
pemeriksaan
kerokan
kornea(sebaiknya dengan spatula Kimura) yaitu dari dasar dan tepi ulkus dengan biomikrosk
op. Dapat dilakukan pewarnaan KOH, Gram, Giemsa atau KOH + TintaIndia, dengan angka
keberhasilan masing-masing 20-30%, 50-60%, 60-75% dan 80%. Lebih baik lagi
melakukan biopsi jaringan kornea dan diwamai dengan
atau
Methenamine Silver, tapi sayang perlu biaya yang besar. Akhir-akhir ini dikembangkan
Nomarski differential interference contrast microscope
jamur dari kerokan kornea (metode Nomarski) yang
Selanjutnya dilakukan kultur dengan agar Sabouraud atau agar ekstrak maltosa.
biomikroskop (
slitlamp
memuaskan.
) penting untuk pemeriksaan kornea dengan benar; jika tidak tersedia, dapat dipakai kaca
pembesar dan pencahayaan terang. Harus diperhatikan perjalanan pantulan cahaya saat
menggerakkan cahaya di atas kornea. Daerah kasar yang menandakan defek pada epitel terlihat
dengan cara ini
(Vaughan, 2009).Mayoritas kasus keratitis bakteri pada komunitas diselesaikan dengan
terapiempiris dan dikelola tanpa hapusan atau kultur.Hapusan dan kultur sering membantudalam
kasus dengan riwayat penyakit yang tidak jelas. Hipopion yang terjadi di matadengan keratitis
bakteri biasanya steril, dan pungsi akuos atau vitreous tidak perludilakukan kecuali ada
kecurigaan yang tinggi oleh mikroba endophthalmitis.Kultur adalah cara untuk mengidentifikasi
organisme kausatif dan satu-satunyacara untuk menentukan kepekaan terhadap antibiotik. Kultur
sangat membantusebagai panduan modifikasi terapi pada pasien dengan respon klinis yang tidak
bagusdan untuk mengurangi toksisitas dengan mengelakkan obat-obatan yang tidak perlu.Dalam
perawatan mata secara empiris tanpa kultur dimana respon klinisnya tidak bagus, kultur dapat
membantu meskipun keterlambatan dalam pemulihan patogendapat terjadi.Sampel kornea
diperoleh dengan memakai agen anestesi topikal danmenggunakan instrumen steril untuk
mendapatkan atau mengorek sampel dari daerahyang terinfeksi pada kornea. Kapas steril juga
dapat digunakan untuk mendapatkansampel. Ini paling mudah dilakukan dengan perbesaran
Slit Lamp
.Biopsi kornea dapat diindikasikan jika terjadi respon yang minimal terhadap pengobatan atau
jika kultur telah negatif lebih dari satu kali dengan gambaran klinisyang sangat mendukung suatu
proses infeksi. Hal ini juga dapat diindikasikan jikainfiltrat terletak di pertengahan atau dalam
stroma dengan jaringan atasnya tidak terlibat.Pada pasien kooperatif, biopsi kornea dapat
dilakukan dengan bantuan
Slit Lamp
atau mikroskop operasi. Setelah anestesi topikal, gunakan sebuah pisau untuk mengambil
sepotong kecil jaringan stroma, yang cukup besar untuk memungkinkan pembelahan sehingga
satu porsi dapat dikirim untuk kultur dan yang lainnya untuk histopatologi. Spesimen biopsi
harus disampaikanke laboratorium secara tepat waktu.
OBAT-OBAT ANTI JAMUR
Pengamatan
klinik
berbedasensibilitasnya
terhadap
dan
anti
laboratorium
jamur,
memperlihatkan
tergantung
spesiesnya;
bahwa
jamur
hal
sering
ini
dilupakan,ditambah lagi jenis obat anti jamur yang terbatas tersedia secara komersial di
Indonesia.
Secara ideal
langkah-langkah
keratitis/ulkus bakterialis :
1.Diagnosis kerja atau diagnosis klinik.
2.Pemeriksaan laboratorik :
a)Kerokan kornea, diwarnai dengan KOH, Gram, Giemsa atau KOH +Tinta India.
b)Kultur dengan agar Sabouraud atau ekstrak Maltosa.
3.Pemberian antijamur topikal berspektrum luas.
4.Penggantian obat bila tidak terdapat respon.Obat yang ideal mempunyai sifat berikut :
1.Berspektrum luas.
2.Tidak menimbulkan resistensi.
3.Larut dalam air atau pelarut organik.
4.Stabil dalam larutan air.
5.Berdaya penetrasi pada kornea setelah pemberian secara topikal,subkonjungtival
atau sistemik. 6.Tidak toksik.
7.Tersedia sebagai obat topikal atau sistemik.Jenis obat anti jamur adalah sebagai
berikut :
1.Antibiotik polyene :
a)Tetraene: Nystatin,Natamycin (Pimaricin)
b)Heptaene: Amphotericin B, Trichomycin, Hamyein, Candicidin.
2.Golongan Imidazoles: Clotrimazole, Miconazole, Ketoconazole.
3.Golongan Benzimidazole: Thiabendazoles.
4.Halogens: Yodium.
5.Antibiotik lain: Cyloheximide, Saramycetin, Griseofulvin.
6.Pyrimidine: Flucytosine.
7.Lain-lain: Thimerosal, Tolnaftate, Cu-sulfat, Gentian Violet.
Antibiotik polyene :
Berdaya anti fungi karena mengganggu permeabilitas membran jamur sehingga
terjadi
vehikulum
talknya
iritatif
terhadap
kornea
iritatif
terhadap
kornea
denganakuades.
dan
konjungtiva.
Prepanat
Obat
iniefektif terhadap Aspergillus, Fusanium dan Candida. Pengobatan intravena tidak dianjurkan
karena
toksik
terhadap
ginjal
dan
penetrasi
ke
kornea
lebih
efektif terhadap Fusanium. Di Amerika Serikat lanutan 5% seringdipakai dengan berhasil dan di
Eropa
tersedia
dalam
bentuk
salep
1%
dan
larutan2,5%. Walaupun dalam vademikum salah satu industri farmasi tercantum, tetapisecara
komersial agaknya tidak tersedia.Griseofulvin tersedia luas secara komersial moral, sayang
preparat
ini
sulitmencapai cairan tubuh atau janingan dalam konsentrasi tinggi sehingga kurang bermanfaat s
ecara oftalmologik. Golongan Imidazol, dan ketokonazol dilaporkanefektif terhadap Aspergillus,
Fusarium, Candida. Tersedia secara komersial dalam bentuk tablet.
Halogen
Larutan 0,025% dilaporkan
Candida albicans,tetapi
cepat
dinonaktifkan oleh air mata dan berdaya penetrasi lemah pada kornea.Diberikan secara
kauterisasi, dapat dengan kapas lidi steril.
Thimerosal (Merthiolat)
In vitro
dilaporkan baik untuk Candida, Aspergillus dan Fusarium, tapi didugazat Hg ini cepat diinhibisi
oleh radikal sullihidril di jaringan okule Obat ini ada diVademikum salah satu pabrik farmasi
tetapi secara komersial tidak ada.
TERAPI
Terapi medikamentosa di Indonesia terhambat oleh terbatasnya preparatkomersial yang tersedia,
tampaknya diperlukan kreativitas dalam improvisasi pengadaan obat, yang utama dalam terapi ke
ratomikosis adalah mengenai jeniskeratomikosis yang dihadapi; bisa dibagi:
1.Belum diidentifikasi jenis jamur penyebabnya.
2.Jamur berfilamen.
3.Ragi(yeast).
4.Golongan Actinomyces yang sebenarnya bukan jamur sejati.
Untuk golongan I :
Topikal Amphotericin B 1,02,5 mg/ml, Thiomerosal (10mg/ml),
Natamycin
>
10
saat
terapi
awal.
Diberikan
juga
Tidak ada pedoman pasti untuk penentuan lamanya terapi; kriteria penyembuhan
lain
adalah
adanya
penumpulan
(blunting atau
rounding-up)
dari
antara
lesi-
lesi ireguler pada tepi ulkus, menghilangnya lesi satelit dan berkurangnya infiltrasi di stroma di
sentral dan juga daerah sekitar tepi ulkus.
Perbaikan klinik biasanya tidak secepat ulkus bakteri atau virus. Adanya defek epitel
yang sulit menutup belum tentu menyatakan bahwaterapi tidak berhasil, bahkan kadangkadangterjadi
akibat
pengobatan
yang
berlebihan.
Jadi
pada
terapi
keratomikosis
H.H.B.,
Taim,
H,
Saman,
R.R.,
Simarmata,
M.,Widodo, P.S: Ilmu Penyakit Mata untuk Dokter Umum dan Mahasiswa Kedokteran
edisi