Professional Documents
Culture Documents
Tujuan Pembelajaran:
Setelah mengikuti proses pembelajaran selama 2 x 50 menit, mahasiswa dapat:
1. Menjelaskan definisi kesehatan seksual
2. Menjelaskan perbedaan seks dan seksualitas
3. Menjelaskan dimensi seksualitas
4. Menjelaskan identitas seksual
5. Menjelaskan orientasi seksual
6. Menjelaskan perilaku seksual
7. Menjelaskan tahap-tahap perkembangan seksual
8. Menjelaskan tahap-tahap respon seksual
9. Menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi seksualitas dan perilaku seksual
10. Menjelaskan Asuhan Keperawatan pada klien dengan gangguan seksual
A. Pendahuluan
Sex merupakan hal yang dianggap tabu untuk diperbincangkan. Akan
tetapi secara bertahap seiring dengan berjalannya waktu pengetahuan
tentang sex dan pembicaraan mengenai masalah seksualitas dianggap
sebagai hal yang penting dan perlu bagi perkembangan manusia. Akhirnya
pada pertengahan tahun 1960-an, tenaga perawatan kesehatan telah
mengenali keterkaitan kesehatan seksual dengan komponen kesejahteraan.
Pemahaman mengenai seksualitas akan membantu perawat dalam
mengenali nilai dan bias seksual serta memperluas pemahaman tentang
batas normal perilaku seksual sehingga mampu memberikan perawatan
secara lebih efektif.
B. Konsep Seksualitas
Seksualitas merupakan hal yang sulit untuk didefinisikan karena
menyangkut banyak aspek kehidupan dan diekspresikan dalam bentuk
perilaku yang beraneka ragam. Sedangkan kesehatan seksual telah
didefinisikan oleh WHO (1975) sebagai pengintegrasian aspek somatik,
emosional, intelektual, dengan cara yang positif, memperkaya dan
meningkatkan kepribadian, komunikasi, dan cinta.
Apakah sex dan seksualitas merupakan sesuatu yang sama ?
Ternyata kebanyakan orang memahami sexualitas sebatas istilas sex,
padahal antara sex dengan sexualitas merupakan hal yang berbeda.
Menurut Zawid (1994), kata sex sering digunakan dalam dua hal, yaitu: (a)
aktivitas sexsual genital, dan (b) sebagai label jender (jenis kelamin).
Sedangkan seksualitas memiliki arti yang lebih luas karena meliputi
bagaimana seseorang merasa tentang bagaimana seseoarang merasa
tentang diri mereka dan bagaimana mereka mengkomunuksikan perasaan
tersebut terhadap orang lain melalui tindakan yang dilakukannya seperti,
sentuhan, ciuman, pelukan, senggama, atau melalui perilaku yang lebih
halus seperti isyarat gerak tubuh, etiket, berpakaian, dan perbendaharaan
kata.
Lebih lanjut Menurut Raharjo yang dikutip oleh Nurhadmo (1999)
menjelaskan bahwa seksualitas merupakan suatu konsep, kontruksi sosial
terhadap nilai, orientasi, dan aperilaku yang berkaitan dengan seks.
1. Dimensi seksualitas
1
perawatan
atau
dapat
pula
menghambat
klien
dalam
mengekspresikannya.
Dengan demikian perhatian utama perawat terhadap klien adalah
apakah perilaku, sikap, perasaan, sikap seksual spesifik itu normal.
Klien yang dirawat juga harus diberi privasi ketika dikunjungi oleh
pasangan seksualnya. Privasi ini memungkinkan waktu pembicaraan
intim, menyentuh, atau berciuman.
Ketika orientasi atau nilai seksual perawat berbeda dengan klien
maka sesuatu yang aneh atau salah menurut perawat mungkin tampak
normal dan dapat diterima oleh klien, maka disinilah timbul bias seksual.
Beberapa hal yang bisa dilakukan untuk menghadapi bias seksual
agar tidak mengganggu proses perawatan antara lain:
a)
promosi tentang eduaksi seks dan pemeriksaan
nilai dan keyakinan seksual dengan jujur.
b)
Pemberian informasi mengenai efek penyakit
pada seksualitas secara jujur dan akurat.
D. Perilaku Seksual
Menurut Wahyudi (2000) perilaku seksual merupakan perilaku
yang muncul karena adanya dorongan seksual atau kegiatan
mendapatkan kesenangan organ seksual melalui berbagai perilaku.
Perilaku seksual yang sehat dan dianggap normal adalah cara
heteroseksual, vaginal, dan dilakukan suka sama suka. Sedangkan yang
tidak normal (menyimpang) antara lain Sodomi, homoseksual.
Selama ini perilaku seksual sering disederhanakan sebagai
hubungan seksual berupa penetrasi dan ejakulasi. Padahal menurut
Wahyudi (2000), perilaku seksual secara rinci dapat berupa:
Berfantasi
:
merupakan
perilaku
membayangkan
dan
mengimajinasikan aktivitas seksual yang bertujuan untuk
menimbulkan perasaan erotisme.
Pegangan Tangan : Aktivitas ini tidak terlalu menimbulkan
rangsangan seksual yang kuat namun biasanya muncul keinginan
untuk mencoba aktivitas yang lain.
Cium Kering : Berupa sentuhan pipi dengan pipi atau pipi dengan
bibir.
Cium Basah : Berupa sentuhan bibir ke bibir
Meraba : Merupakan kegiatan bagian-bagian sensitif rangsang
seksual, seperti leher, breast, paha, alat kelamin dan lain-lain.
Berpelukan : Aktivitas ini menimbulkan perasaan tenang, aman,
nyaman disertai rangsangan seksual (terutama bila mengenai
daerah aerogen/sensitif)
Masturbasi (wanita) atau Onani (laki-laki) : perilaku merangsang
organ kelamin untuk mendapatkan kepuasan seksual.
Oral Seks : merupakan aktivitas seksual dengan cara memaukan
alat kelamin ke dalam mulut lawan jenis.
Petting : merupakan seluruh aktivitas non intercourse (hingga
menempelkan alat kelamin).
Intercourse (senggama) : merupakan aktivitas seksual dengan
memasukan alat kelamin laki-laki ke dalam alat kelamin wanita.
6
E. Perkembangan Seksual
Crain
(2002)
menyatakan
bahwa
Freud
dalam
teori
psychosexualnya membagi perkembangan seksual seseorang dalam
beberapa tahap, yaitu:
a.
Oral stage (0-1 tahun)
Rangsangan seksual pada masa ini terletak pada mulutnya. Kegiatan
menghisap puting payudara ibunya atau menghisap jempolnya
merupakan kesenangan bagi seorang bayi.
b.
Anal stage (1-3 tahun)
Pusat rangsangan pada masa ini terletak pada anusnya. Dimana anak
merasakan kesenangan ketika melakukan buang air besar karena
telah mampu mengontrol otot sphincter-nya. Mereka kadang-kadang
mencoba memasukan kembali atau menahan fesesnya dengan cara
menambah tekanan pada rektum. Mereka juga sering tertarik dengan
feses yang telah dikeluarkan dengan menjadikannya sebagai alat
mainan.
c.
Phallic or Oediphal stage (3-6 tahun)
Anak laki-laki
Dimulai dengan adanya ketertarikan terhadap penisnya. Hal
ini disebabkan penis merupakan organ yang mudah dirangsang,
mudah berubah, dan kaya akan rangsangan. Mereka ingin
membandingkan penisnya dengan laki-laki lain atau dengan
binatang, sehingga ia senang memperlihatkan penisnya.
Dia mungkin juga mencium ibunya secara agresiv, ingin tidur
malam bersama ibunya atau membayangkan ia menikahinya.
Akan tetapi ia belum membayangkan untuk melakukan senggama
sehingga merasa bingung apa yang akan dilakukan bersama
ibunya.
Anak perempuan
Pada fase ini ia merasa kecewa dan marah besar dengan
ibunya karena tidak memmpunyuai penis. Ia menganggap ibunya
melahirkan kedunia dengan keadaan kurang lengkap Ia juga
memiliki kedekatan yang lebih terhadap ayahnya. Hal ini mungkin
disebabkan
ayahnya
mulai
mengagumi
kecantikannya,
memanggilnya
little princess serta senang bermain-main
dengannya.
d.
Latency stage (6-11 tahun)
Pada fase ini, sebagian besar fantasi seksual tersembunyi di alam
bawah sadar mereka.
e.
Puberty (Genital Stage)
Pada anak laki-laki dimulai umur 13 tahun sedangkan anak
perempuan dimulai pada usia 11 tahun. Pada saat ini anak ingin
melepaskan dirinya dari orang tua.
Bagi anak laki-laki masa ini adalah saat melepaskan pertalian
dengan
ibunya
untuk
mendapatkan
wanita
lain
sebagai
penggantinya. Dia juga harus mengakhiri rivalitas dengan ayahnya
dan membebaskan diri dari dominasi ayahnya.
Sambil
mengembangkan hubungan yang intim, semua orang dewasa
yang secara seksual aktif harus belajar teknik stimulasi dan respon
seksual yang memuaskan bagi pasangannya. Mengapa ? karena
pengenalan secara mutual tentang keinginan dan preferensi serta
negosiasi praktek seksual mencetuskan ekspresi seksual yang
positif.
Teknik
stimulasi
hendaknya memperhatikan agama, nilai dan sikap keluarga
tentang seksualitas karena kalau tidak menimbulkan efek
emosional residual seperti rasa bersalah, cemas, atau perasaan
berdosa.
11
F. Respon Seksual
Menurut Masters dan Johnson (1966) siklus respon seksual terdiri
dari fase excitement, plateu, orgasmus, dan, resolusi. Pada dasarnya
fase-fase tersebut diakibatkan oleh vasokonstriksi dan miotania, yang
merupakan respons fisiologis dasar dari rangsangan seksual.
Perbandingan siklus respon pada wanita dan pria dapat dilihat pada
tabel berikut ini
WANITA
PRIA
I. EXICETEMENT : peningkatan bertahap dalam rangsangan seksual
Penebalan
dan
elevasi
Elevasi
dan
perbesaran
Peningkatan
sensitivitas
moderat testis
dan pembesaran klitoris serta
Ereksi
puting
dan
labia
tumescence (pembengkakan)
Ereksi
puting
dan
peningkatan ukuran payudara
II. PLATEU : penguatan respons fase Exitement
Pembentukan
platform
Peningkatan intensitas warna
orgasmus: pembengkakan 1/3
glans
luar vagina dan labisa minora
Elevasi dan peningkatan 50%
Emisi
mukoid
kelenjar
Perubahan
warna
kulit
cowper,
kemungkinan
oleh
yang tampak hidup pada labia
sperma
minora: Kulit Seks
Peningkatan
frekuensi
denyut
jantung,
tekanan
darah,
dan
frekuensi
pernafasan
III. ORGASME: penyaluran kumpulan darah dan tegangan otot
12
Kontraksi
involunter
platform orgasmik, uterus,
rektal dan spingter uretral,
dan kelompok otot lain
Hiperventilasi
dan
peningkatan frekuensi jantung
Memuncaknya
frekuensi
jantung, tekanan darah, dan
frekuensi pernafasan
duktud ejakulatorius
Memuncaknya
frekuensi
jantung, tekanan darah, dan
frekuensi pernafasan
Ejakulasi
IV. RESOLUSI: fisiologis dan psikologis kembali kedalam keadaan
tidak terangsang.
Periode
refraktori
ketika
Berkeringat
Reaksi berkeringat
13
14
3. Pedofilia
4. Eksibisionisme
5. Sadisme Seksual
6. Masokisme Seksual
15
8. Fetisisme
9. Fetisisme Transvestik
10. Frotterurisme
2.
3.
memadai
untuk
membahas
masalah
4.
5.
6.
7.
8.
9.
2.
3.
4.
Ejakulasi prematur
Intervensi :
18
Pasien dan pasangannya akan saling berkomunikasi tentang caracara dimana masing-masing meyakini hubungan seksual mereka dapat
diperbaiki
Intervensi :
19
2.
3.
4.
5.
tentang
Referensi
1. Crain, W. 1992Theorist of Development Concept and Applications. 3th
ed. New York: Engle Wood Cliffs
2. Potter & Perry. 2005 .Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep,
Proses, dan Praktek. Alih Bahasa, Yasmin Asih. Ed. 4. Jakrta: EGC
3. Purnawan, I. 2004. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku
Seksual Pada Anak Jalanan di Stasiun Kereta Api Lempuyangan
Jogjakarta. Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas Kedokteran
UGM.
4. Minangsari,2005, Merespons Anak yang Mengalami Pelecehan
Seksual!, down load from: kompas online, 9 Februari 2007.
5. Wahyudi,K.2000.Kesehatan Reproduksi Remaja. Lab Ilmu Kedokteran
Jiwa FK UGM Jogjakarta.
20
21