You are on page 1of 22

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat, Inayah,
Taufik dan Hinayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dengan
judul ASUHAN KEPERAWATAN DEMAM THYPOID. Semoga makalah ini dapat
dipergunakan sebagai mana mestinya.
Harapan penulis semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman
bagi para pembaca, sehingga penulis dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini
sehingga kedepannya dapat lebih baik.
Makalah ini penulis akui masih banyak kekurangan karena pengalaman penulis miliki
sangat kurang. Oleh kerena itu penulis harapkan kepada para pembaca untuk memberikan
masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.

Padang, 29 Oktober 2014

Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................... 1
DAFTAR ISI.................................................................................................................. 2
BAB I........................................................................................................................... 3
PENDAHULUAN........................................................................................................... 3
1.

Latar balakang..................................................................................................... 3

2.

TUJUAN................................................................................................................. 3

BAB II.......................................................................................................................... 4
TINJAUAN TEORITIS..................................................................................................... 4
1.

DEFINISI............................................................................................................... 4

2.

ETIOLOGI.............................................................................................................. 4

3.

MANIFESTASI KLINIS............................................................................................. 5

4.

ANATOMI FISIOLOGI.............................................................................................. 6

5.

PATOFISIOLOGI..................................................................................................... 8

7.

PEMERIKSAAN PENUNJANG................................................................................. 11

8.

KOMPLIKASI........................................................................................................ 11

9.

PENATALAKSANAAN............................................................................................ 12

10.

PENCEGAHAN.................................................................................................. 13

BAB III....................................................................................................................... 14
ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS PADA KLIEN DEMAM TYPHOID.............................14
A.

PENGKAJIAN........................................................................................................ 14

B.

Pemeriksaan Fisik............................................................................................... 15

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN..................................................................................16
D. INTERVENSI KEPERAWATAN............................................................................... 17
BAB IV....................................................................................................................... 21
PENUTUP.................................................................................................................. 21
1.

Kesimpulan......................................................................................................... 21

2.

Saran.................................................................................................................. 21

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................... 22

BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar balakang
Demam tifoid atau typhus abdominalls adalah suatu infeksi akut yang terjadi pada
usus kecil yang disebabkan oleh kuman Salmonella typhi. Typhi dengan masa tunas 6-14
hari. Demam tifoid yang tersebar di seluruh dunia tidak tergantung pada iklim. Kebersihan
perorangan yang buruk merupakan sumber dari penyakit ini meskipun lingkungan hidup
umumnya adalah baik. Di Indonesia penderita Demam Tifoid cukup banyak diperkirakan
800/ 100.000 penduduk per tahun dan tersebar di mana-mana. Ditemukan hampir sepanjang
tahun, tetapi terutama pada musim panas. Demam tifoid dapat ditemukan pada semua umur,
tetapi yang paling sering pada anak besar, umur 5- 9 tahun dan laki-laki lebih banyak dari
perempuan dengan perbandingan 3 : 1.
Penularan dapat terjadi dimana saja, kapan saja, sejak usia seseorang mulai dapat
mengkonsumsi makanan dari luar, apabila makanan atau minuman yang dikonsumsi kurang
bersih. Biasanya baru dipikirkan suatu demam tifoid bila terdapat demam terus-menerus
lebih dari 1 minggu yang tidak dapat turun dengan obat demam dan diperkuat dengan kesan
anak baring pasif, nampak pucat, sakit perut, tidak buang air besar atau diare beberapa hari
(Bahtiar Latif, 2008).
2. TUJUAN
a. tujuan umum : untuk memahami teoritis dan asuhan keperawatan dari demam thypoid.
b. tujuan khusus :
untuk memahami teoritis dari demam thypoid ( definisi, etiologi, patofisiologi,

manifestasi klinis, komplikasi, pemeriksaan fisik )


Untuk memahami dan mengetahui asuhan keperawatan yang tepat untuk
penderita demam thypoid.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

1. DEFINISI
3

Demam tifoid, atau typoid adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri Salmonella
enterica, khususnya turunannya yaitu Salmonella Typhi. (wikipedia.org).
Thypus abdominalis atau demam tifoid ialah suatu penyakit infeksi menular pada
manusia yang disebabkan oleh bakteri yang menyerang pada saluran pencernaan di bagian usus
(Murwani, 2009; Corwin, 2009).
Demam tifoid merupakan penyakit infeksi yang terjadi pada usus halus yang disebabkan
oleh salmonellla thypi. Penyakit ini dapat ditularkan melalui makanan, mulut atau minuman yang
terkontaminasi oleh kuman salmonella thypi (Hidayat, 2008).
Demam tifoid adalah penyakit menular yang bersifat akut, yang ditandai dengan
bakteremia, perubahan pada sistem retikuloendotelial yang bersifat difus, pembentukan
mikroabses dan urelasi nodus peyer distal ileum (Soegijanto, 2002).
Dapat disimpulkan bahwa demam tifoid adalah suatu penyakit infeksi yang terjadi pada
usus halus yang disebabkan oleh kuman salmonella typhi yang dapat ditularkan melalui
makanan, mulut, atau minuman yang terkontaminasi oleh kuman salmonella thypi.
2. ETIOLOGI
Demam tifoid disebabkan oleh kuman Salmonella Thypi (salmonelia tiphosa), Salmonella
Paratyphi A, Salmonella Paratyphi B, Salmonella Paratyphi C, Salmonella Shocttmuelleri, dan
Salmonella Hirschfeldii (Samekto, 2001; Mansjoer, 2000; Murwati, 2009). Adapun beberapa
macam dari Salmonella Typhi adalah sebagai berikut:

Salmonella thyposa, basil gram negative yang bergerak dengan bahu getar, tidak bersepora
mempunyai sekurang-kurangnya tiga macam antigen yaitu:
a. Antigen O (somatic, terdiri dari zat komplek lioporisakarida)
b. Antigen H (flagella)
c. Antigen K (selaput) dan protein membrane hialin.

Salmonella parathypi A
Salmonella parathypi B
Salmonella parathypi C
Ada dua sumber penularan salmonella typhi yaitu pasien dengan demam typhoid dan

pasien dengan carier. Carier adalah orang yang sembuh dari demam typoid dan masih terus

mengeksresi salmonella typhi dalam tinja dan air kemih selama lebih dari 1 tahun, ini akan dapat
menginfeksi orang lain.
3. MANIFESTASI KLINIS
Masa tunas demam tifoid berlangsung antara 10-14 hari. Gejala-gejala klinis yang timbul
sangat bervariasi dari ringan sampai dengan berat, dari asimtomatik hingga gambaran penyakit
yang khas diderita disertai komplikasi hinggga kematian. Satu minggu pertama keluhan dan
gejala serupa dengan penyakit infeksi akut pada umumnya yaitu demam, nyeri kepala, pusing,
nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare, perasaan tidak enak di perut, batuk dan
epistaksis. Pemeriksaan fisik hanya di dapatkan peningkatan suhu badan. Sifat demam adalah
meningkat perlahan-lahan dan terutama pada sore hingga malam hari.
Gejala-gejala menjadi lebih jelas dalam minggu kedua berupa demam, bradiarkia relatif
(bradiarkia relatif adalah peningkatan suhu 1oC tidak diikuti dengan peningkatan nadi 8 kali per
menit), lidah yang berselaput (kotor ditengah, tepi dan ujung merah serta tremor), hepatomegali,
splenomegali meteroismus, gangguan mental berupa somnollen, strupor, koma, delirium, atau
psikosis. Roseolae jarang ditemukan pada orang Indonesia (Widodo, 2007; Mansjoer, 2000).
Masa tunas typhoid 10 14 hari
1) Minggu I
pada umumnya demam berangsur naik, terutama sore hari dan malam hari. Dengan keluhan
dan gejala demam, nyeri otot, nyeri kepala, anorexia dan mual, batuk, epitaksis, obstipasi /
diare, perasaan tidak enak di perut.
2) Minggu II
pada minggu II gejala sudah jelas dapat berupa demam, bradikardi, lidah yang khas (putih,
kotor, pinggirnya hiperemi), hepatomegali, meteorismus, penurunan kesadaran
4. ANATOMI FISIOLOGI
a. Mulut
Mulut adalah permulaan saluran pencernaan yang terdiri dari dua bagian yaitu:
1)
Bagian atas: gusi, gigi, bibir, dan pipi.
2)
Bagian dalam/rongga mulut.
b. Faring

Faring merupakan organ yang menghubungkan rongga mulut dengan kerongkongan


(esofagus).
c. Esofagus
Terletak di mediastrium rongga torakal, anterior terhadap tulang punggung dan posterior
terhadap trakea dan jantung. Selang yang dapat mengempis ini, yang panjangnya kira-kira
25 cm (10 inci), menjadi distensi bila maknan melewatinya.
d. Lambung
Ditempatkan dibagian atas abdomen sebelah kiri dari garis tengah tubuh, tepat di bawah
diafragma kiri. Lambung adalah suatu kantung yang dapat berdistensi dengan kapasitas
sekitar 1500 ml. Intlet ke lambung disebut pertemuan esofagogastirk. Bagian ini
dikelilingi oleh cincin otot halus , disebut sfringter esofagus bawah atau springter kardia.
Yang pada saat kontraksi, menutup lambung dari esofagus. Lambung dapat dibagi
kedalam empat bagian anatomi: kardia (jalan masuk), fundus, korpus dan pilarus ( outtlet).
e. Springter piloris
Otot halus serkuler di diding pilorus yang berfungsi mengontol lubang diantara lambung
dan usus halus.
f. Usus halus
Usus halus adalah bagian dari sistem pencernaan makanan yang berpangkal pada pilorus
dan berakhir pada seikum, dengan panjangnya kurang lebih 2 m.
Lapisan usus halus terdiri dari:
1)

Lapisan mukosa

2)

Lapisan otot

3)

Lapisan serosa (luar)

Usus halus terdiri dari 2 bagian yaitu:


1)

Duodenum (usus duabelas jari)


Dengan panjang kurang lebih 25 cm, pada duo denim terdapat muara saluran empedu dan
saluran pankreas.

2)

jejenum dan ileum


Dengan panjang kurang lebih 6 m, ujung bawah illeum berhubungan dengan perantaraan
lubang yang bernama orifisim illeoseikal.

Fungsi usus halus:


1) Menerima zat-zat makanan yang sudah dicerna untuk diserap melalui kapiler oleh darah dan
saluran limpa.

2) Menyerap protein dalam bentuk asam amino.


3) Menyerap karbohidrat dalam bentuk monosakarida.
Dalam usus halus teradapat kelenjar yang menghasilkan getah usus antara lain:
1) Entero kinase, mengaktifkan enzim proteolitik.
2) Eripsin, menerima protein menjadi asam amino.
g. Usus besar
Usus besar panjangnya kurang lebih 1,5 m, lebarnya 5-6 cm. Lapisan usus besar terdiri dari
(dari dalam keluar):
1)

Selaput lendir

2)

Lapisan otot

3)

Lapisan ikat

4)

Jaringan ikat

Fungsi usus besar:


1)

Menyerap air dari makanan

2)

Tempat tinggal bakteri coli

3)

Tempat feses

Usus besar terdiri dari 7 bagian:


1.

Sekum

2.

Kolon asenden
Terletak diabdomen sebelah kanan, membujur keatas dari illeum sampai ke hati, panjangnya
kurang lebih 13 cm.

3.

Apendik (usus buntu)


Sering disebut umbai cacing dengan panjang kurang lebih 6 cm

4.

Kolon tranversum
Membujur dari kolon asenden sampai ke kolon desenden dengan panjang kurang lebih 38
cm.

5.

Kolon desenden
Terletak dalam rongga abdomen sebelah kiri membujur dari atas ke bawah dengan
panjangnya kurang lebih 25 cm.

6.

Kolon sigmoid

Terletak di dalam rongga pelvis sebelah kiri yang membentuk huruf S, ujung bawah
berhubungan dengan rektum.
7.

Rektum
Terletak di bawah kolon sigmoid yang menghubungkan intestinum mayor dengan anus.

5. PATOFISIOLOGI
Masuknya kuman Salmonella Typhi dan Salmonella Paratyphi kedalam tubuh manusia
terjadi melalui makanan yang terkontaminasi kuman. Sebagian kuman dimusnahkan dalam
lambung, sebagian lolos masuk ke dalam usus dan selanjutnya berkembang biak. Bila respon
imunitas humoral mukosa (IgA) usus kurang baik maka kuman akan menembus sel-sel epitel
(terutama sel-M).
Bila terjadi komplikasi perdarahan dan peforasi intestianal, kuman menembus lamina
propia, masuk aliran limfe menjadi kelenjar limfe mesenterial, dan masuk aliran darah melalui
duktus torasikus. Kuman berkembangbiak di lamina dan difagosit oleh sel-sel fagosit terutama
oleh makrofag. Kuman dapat hidup dan berkembang biak di dalam makrofag dan selanjutnya di
bawa ke plague peyeri ileum distal dan kemudian ke kelenjar getah bening mesenterika.
Selanjutnya melalui duktus torasikus kuman yang terdapat di dalam makrofag ini masuk ke
dalam sirkulasi darah (mengakibatkan bakterimia pertama yang asimtomatik) dan menyebar ke
seluruh organ retikuloendetial tubuh terutama hati dan limfa.
Di organ-organ ini kuman meninggalkan sel-sel fagosit dan kemudian berkembang biak
di luar sel atau ruang sinusoid dan selanjutnya masuk ke dalam sirkulasi darah lagi
mengakibatkan bakterimia yang kedua kalinya dengan di sertai tanda-tanda dan gejala penyakit
infeksi sistemik. Kuman di dalam hati masuk ke dalam kandung empedu berkembang biak dan
bersama cairan empedu diekskresikan secara intermitten ke dalam lumen usus.
Sebagian kuman di keluarkan melalui feses dan sebagian melalui masuk lagi ke dalam
sirkulasi setelah menembus usus. Proses yang sama terulang kembali, berhubung makrofag telah
teraktivasi dan hiperaktif maka saat fagositosit kuman salmonella terjadi pelepasan beberapa
mediator inflamasi yang selanjutnya akan menimbulkan gejala reaksi inflamasi yang selanjutnya
akan menimbulkan gejala reaksi inflamasi sistemik seperti demam, malaise, mialgia, sakit
kepala, sakit perut, instabilitas vaskular, gangguan mental, dan koagulasi. Di dalam plague peyeri

makrofag hiperaktif menimbulkan reaksi hiperplasia jaringan Salmonella typhi intra makrofag
menginduksi reaksi hipersensitivitas tipe lambat, hiperplasia jaringan dan nekrosis organ).
Pendarahan saluran cerna dapat terjadi akibat erosi pembuluh darah sekitar plague peyeri
yang sedang mengalami nekrosis dan hiperpalsia akibat akumulasi sel-sel mononuklear di
dinding usus. Proses patologis jaringan limpoid ini dapat berkembang hingga di lapisan otot,
serosa usus, dan dapat mengakibatkan perforasi. Endotoksin dapat menempel di reseptor sel
endotel kapiler dengan akibat timbulnya komplikasi seperti gangguan neuropsikiatrik,
kardiovaskuler, pernafasan dan gangguan organ lainnya (Widodo, 2007; Mansjoer, 2000).

6. WOC
Salmonella typhosa
Saluran pencernaan
Diserap oleh usus halus
Bakteri memasuki aliran darah sistemik

Kelenjar limfoid

hati

limpa

enddotoksin

Usus halus

Tukak

Pendarahan dan

hepatomegali

splenomegali

demam

nyeri perabaan

Perforasi

mual/tidak nafsu makan

Perubahan nutrisi

Resiko kurang volume cairan

7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Samekto (2001) pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan pada pasien
dengan demam tifoid adalah:
1. Pemeriksaan darah perifer lengkap
Dapat ditemukan leukopeni, dapat pula leukositosis atau kadar leukosit normal.
Leukositosis dapat terjadi walaupun tanpa disertai infeksi sekunder. Dapat pula ditemukan
anemia ringan dan trombositopeni. Pemeriksaan hitung jenis leukosit dapat terjadi aneosinofilia
maupun limfopeni. Laju endap darah dapat meningkat.

10

2. Pemeriksaan SGOT dan SGPT


SGOT dan SGPT sering meningkat, tetapi akan kembali normal setelah sembuh.
Peningkatan SGOT dan SGPT ini tidak memerlukan penanganan khusus.
3. Pemeriksaan uji widal
Uji widal dilakukan untuk mendeteksi adanya antibodi terhadap bakteri Salmonella
Thypi. Pada uji widal terjadi suatu reaksi aglutinasi antara antigen bakteri Salmonella Thypi
dengan antibodi yang disebut aglutinin. Uji widal dimaksudkan untuk menentukan adanya
aglutinin dalam serum penderita tersangka demam tifoid. Akibat adanya infeksi oleh kuman
Salmonella Typhi maka penderita membuat antibodi (aglutinin) yaitu: Aglutinin O, Aglutinin H,
Aglutinin Vi. Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang digunakan untuk
diagnosis demam tifoid. Semakin tinggi titernya semakin besar kemungkinan menderita demam
tifoid Cepat lelah Tromboflebitis miokarditis Cemas.
8. KOMPLIKASI
Komplikasi Thypus Abdominalis menurut Mandala (2006) sebagai berikut:
Perdarahan dan perforasi usus (terutama pada minggu ketiga).
Miokarditis.
Neuropsikiatrik: psikosis, ensefalomielitis.
Kolesistitis, kolangitis, hepatitis, pneumonia, pancreatitis.
Abses pada limpa, tulang atau ovarium (biasanya setelah pemulihan).
Keadaan karier kronik (kultur urin atau tinja positif setelah 3 bulan) terjadi pada 3%
kasus (lebih sedikit setelah terapi fluorokuinolon).
9. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan thypoid secara medis dan keperawatan menurut Widodo (2007),
Samekto( 2001), Mansjoer(2000) sebagai berikut:
1) Penatalaksanaan Medis
Pemberian antibiotik untuk menghentikan dan memusnahkan penyebaran kuman.
Antibiotik yang dapat digunakan:
a. Cloramfenikol: Obat ini digunakan untuk menekan fungsi sumsum tulang, sehingga tidak
boleh diberikan pada penderita dengan gangguan fungsi sumsum tulang belakang.
11

b. Tiamfenikol: Efektifitasnya hampir sama dengan kloramfenikol, tetapi komplikasi


hematologi seperti kemungkinan terjadinya anemia aplastik lebih rendah.
c. Kotrimoksazol.
d. Ampisillin/ Amoksilin: Diberikan selama dua minggu. Kemampuan obat ini menurunkan
demam lebih rendah dibandingkan dengan kloramfenikol.
e. Sefalosporin generasi ketiga: Golongan sefalosporin generasi ke tiga yang terbukti efektif
untuk demam tifoid adalah Ceftriaxone.
f. Golongan Fluorokuinolon: Norfloksasin , Siprofloksasin, Ofloksasin, Pefloksasin,
Fleroksasin.
g. Kombinasi antibiotik: Pemakaian kombinasi 2 antibiotik atau lebih hanya diindikasikan
pada keadaan tertentu seperti: Tifoid toksik, peritonitis atau peforasi, syok septik.
h. Kortikosteroid: Penggunaan steroid hanya diindikasikan pada toksik tifoid atau demam
tifoid yang mengalami syok septik.
2) Keperawatan
Pencegah komplikasi dan mempercepat penyembuhan. Pasien harus tirah baring absolut
sampai minimal 7 hari bebas demam atau kurang lebih selama 14 hari. Mobilisasi dilakukan
sesuai tahap dengan pulihnya kekuatan pasien. Dalam perawatan perlu sekali dijaga higine
perseorangan, kebersihan tempat tidur, pakaian dan peralatan yang dipakai oleh pasien. Pasien
dengan kesadaran menurun posisinya perlu diubahubah untuk mencegah dekubitus dan
pneumonia hipostatik, defekasi dan buang air perlu diperhatikan karena kadang-kadang terjadi
konstipasi dan retensi urine.
10.

PENCEGAHAN
Cara pencegahan yang dilakukan pada demam typhoid adalah cuci tangan setelah dari toilet

dan khususnya sebelum makan atau mempersiapkan makanan, hindari minum susu mentah (yang
belum dipsteurisasi), hindari minum air mentah, rebus air sampai mendidih dan hindari makanan
pedas.
1. Discharge Planning
Penderita harus dapat diyakinkan cuci tangan dengan sabun setelah defekasi
Mereka yang diketahui sebagai karier dihindari untuk mengelola makanan
Lalat perlu dicegah menghinggapi makanan dan minuman.
Penderita memerlukan istirahat
12

Diit lunak yang tidak merangsang dan rendah serat (Samsuridjal D dan Heru S, 2003)
Berikan informasi tentang kebutuhan melakukan aktivitas sesuai dengan tingkat

perkembangan dan kondisi fisik anak


Jelaskan terapi yang diberikan: dosis, dan efek samping
Menjelaskan gejala-gejala kekambuhan penyakit dan hal yang harus dilakukan untuk

mengatasi gejala tersebut


Tekankan untuk melakukan kontrol sesuai waktu yang ditentukan (Suriadi & Rita Y,
2001)

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS PADA KLIEN DEMAM TYPHOID

A. PENGKAJIAN
1. Biodata klien
Meliputi : nama, umur, jenis kelamin, alamat, pendidikan, tanggal masuk
RS, tanggal pengkajian, no. MR, diagnosa medis, nama orang tua, umur
orang tua, pekerjaan, agama, alamat, dan lain-lain.
2. Keluhan Utama
Biasanya klien datang dengan keluhan perasaan tidak enak badan,
pusing demam, nyeri tekan pada ulu hati, nyeri kepala, lesu dan kurang
bersemangat, nafsu makan berkurang (terutama selama masa inkubasi)
3. Riwayat kesehatan
a. Riwayat kesehatan dahulu
13

kaji tentang penyakit yang pernah dialami oleh klien, baik yang ada
hubungannya dengan saluran cerna atau tidak. Kemudian kaji tentang
obat-obatan yang biasa dikonsumsi oleh klien, dan juga kaji mengenai
riwayat alergi pada klien, apakah alergi terhadap obat-obatan atau
makanan.
b. Riwayat kesehatan sekarang
Kaji mengenai keluhan yang dirasakan oleh klien, misalnya nyeri pada epigastrium,
mual, muntah, peningkatan suhu tubuh, sakit kepala atau pusing, letih atau lesu.
c. Riwayat kesehatan keluarga
Kaji apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama dengan klien atau
penyakit gastrointestinal lainnya.
d. Riwayat psikologis
Kaji bagaimana keadaan suasana hati (emosional) klien dan keluarga dalam menghadapi
penyakit yang diderita, biasanya suasana hati klien kurang baik (gelisah) dan keluarga
biasanya cemas.
e. Riwayat sosial ekonomi
Mengkaji kehidupan sosial ekonomi klien, tipe keluarga bagaimana dari segi ekonomi
dan tinggal bersama siapa klien. Bagaimana interaksi klien baik di kehidupan sosial
maupun masyarakat atau selama di rumah sakit.
f. Kebiasaan sehari-hari
Kaji tentang aktivitas atau kebiasaan yang dilakukan oleh klien sebelum sakit dan saat
sakit. Hai ini berguna dalam perbandingan antara pengobatan dan perawatan pasien,
biasanya mencakup :
Nutrisi
Eliminasi
Pola istirahat/ tidur
Pola kebersihan
B. Pemeriksaan Fisik
A. Keadaan Umum
Bagaimana keadaan klien, apakah letih, lemah atau sakit berat.
B. Tanda vital :
Bagaimana suhu, nadi, pernafasan dan tekanan darah klien
C. Kepala
Bagaimana kebersihan kulit kepala, rambut serta bentuk kepala, apakah ada kelainan atau
lesi pada kepala
14

D. Wajah
Bagaimana bentuk wajah, kulit wajah pucat/tidak.
E. Mata
Bagaimana bentuk mata, keadaan konjungtiva anemis/tidak, sclera ikterik/ tidak, keadaan
pupil, palpebra dan apakah ada gangguan dalam penglihatan
F. Hidung
Bentuk hidung, keadaan bersih/tidak, ada/tidak sekret pada hidung serta cairan yang keluar,
ada sinus/ tidak dan apakah ada gangguan dalam penciuman
G. Mulut
Bentuk mulut, membran membran mukosa kering/ lembab, lidah kotor/ tidak, apakah ada
kemerahan/ tidak pada lidah, apakah ada gangguan dalam menelan, apakah ada kesulitan
dalam berbicara.
H. Leher
Apakah terjadi pembengkakan kelenjar tyroid, apakah ditemukan distensi vena jugularis
I. Thoraks
Bagaimana bentuk dada, simetris/tidak, kaji pola pernafasan, apakah ada wheezing, apakah
ada gangguan dalam pernafasan.
J. Abdomen
Bagaimana bentuk abdomen, turgor kulit kering/ tidak, apakah terdapat nyeri tekan pada
abdomen, apakah perut terasa kembung, lakukan pemeriksaan bising usus, apakah terjadi
peningkatan bising usus/tidak.
K. Genitalia
Bagaimana bentuk alat kelamin, distribusi rambut kelamin ,warna rambut kelamin. Pada
laki-laki lihat keadaan penis, apakah ada kelainan/tidak. Pada wanita lihat keadaan labia
minora, biasanya labia minora tertutup oleh labia mayora.
L. Integumen
Kaji warna kulit, integritas kulit utuh/tidak, turgor kulit kering/ tidak, apakah ada nyeri
tekan pada kulit, apakah kulit teraba panas.
M. Ekstremitas atas
Adakah terjadi tremor atau tidak, kelemahan fisik, nyeri otot serta kelainan bentuk.

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1) Peningkatan suhu tubuh atau hipertermi berhubungan dengan Infeksi Salmonella Thypi.
2) Resiko kurang nutrisi berhubungan dengan intake tidak adekuat karena mual dan tidak
narsu makan
15

3) Intoleransi aktivitas berhubungan kelemahan fisik.


4) Resiko kurang cairan berhubungan dengan pengeluaran cairan yang berlebihan intake
menurun.
5) Gangguan pola eliminasi: BAB (konstipasi) berhubungan dengan kurangnya cairan dan
serat dalam tubuh, imobilisasi.
D. INTERVENSI KEPERAWATAN
No
1

Diagnosa keperawatan
Peningkatan suhu tubuh

Intervensi
atau 1. Berikan

Rasional
penjelasan 1. agar

hipertermi berhubungan dengan

kepada

klien

Infeksi Salmonella Thypi.

keluarga

Tujuan : suhu tubuh normal atau

peningkatan

terkontrol.

tubuh.

dan

tentang
suhu

klien

keluarga mengetahui
sebab

dari

peningkatan suhu dan


membentu

Kriteria hasil : Suhu tubuh 36,5-

mengurangi

37,5C,

kecemasan

untuk

mencari
pencegahan

pertolongan
peningkatan

suhu tubuh, turgor kulit membaik, 2. Anjurkan


badan tidak teraba panas.

klien

yang

timbul.
2. Untuk menjaga agar
klien merasa nyaman,

menggunakan
pakaian

dan

tipis

dan

menyerap kringat

pakaian

tipis

akan

membantu
mengurangi
penguapan tubuh.
3. Tanda-tanda
vital

3. Observasi TTV tiap 4


jam sekali.

merupakan
untuk

acuan

mengetahui

keadaan

umum

pasien.
4. Peningkatan
4. Anjurkan

pasien

suhu

tubuh mengakibatkan

untuk banyak minum,

penguapan

tubuh

minum kurang lebih

meningkat

sehingga

2,5

perlu

diimbangi

dengan asupan cairan


16

yang banyak.
5. Untuk
membantu
5. Berikan

kompres

menurunkan
tubuh.
6. Antibiotik

hangat.

mengurangi
6. Kolaborasi

dengan

dokter

dalam

suhu
untuk
infeksi

dan antipiretik untuk


mengurangi panas.

pemberian antibiotic
dan antipiretik.
2

Resiko

kurang

nutrisi 1. Jelaskan pada klien 1. Untuk meningkatkan

berhubungan dengan intake tidak

dan keluarga tentang

pengetahuan

adekuat karena mual dan tidak

manfaat

tentang

nafsu makan

atau

Tujuan:

pasien

mempertahankan

mampu

meningkat.

pasien

klien setiap 2 hari.

dengan porsi yang diberikan.

sesuai

nutrisi
motivasi
makan

meningkat.
2. Untuk
mengetahui
peningkatan
penurunan

mampu

makanan

sehingga
untuk

2. Timbang berat badan

Kriteria hasil : Nafsu makan


menghabiskan

nutrisi

kebutuhan

nutrisi adekuat.
meningkat,

makanan

klien

dan
berat

badan.
3. Beri nutrisi dengan 3. Unutk meningkatkan
diet

lembek,

tidak

mengandung banyak
serat,

asupan

makanan

karena mudah ditelan.

tidak

merangsang, mampu
menimbulkan banyak
gas dan dihidangkan
saat masih hangat.
4. Beri makanan dalam 4. Untuk menghindari
porsi
kecil
dan
mual dan muntah.
frekuensi sering.
5. Kolaborasi
dengan
5. Antasida mengurangi
dokter
untuk
17

pemberian

antasida

dan nutrisi parentral.

rasa

mual

muntah,

dan
nutrisi

parenteral dibutuhkan
terutama

jika

kebutuhan nutrisi per


3

oral sangat kurang.


tirah 1. Meningkatkan

Intoleransi aktivitas berhubungan 1. Tingkatkan


kelemahan fisik.

baring /duduk.

istirahat

Tujuan: pasien bias melakukan


aktivitas

kehidupan

sehari-hari 2. Beri

motivasi

optimal.

klien

Kriteria hasil: Kebutuhan personal

untuk

terpenuhi,

mobilisasi

dapat

melakukan

dan

pada

keluarga
melakukan
sebatas

gerakan yang bermanfaat bagi

kemampuan (missal :

tubuh,

miring kanan, miring

kehidupan

memenuhi

aktivitas

sehari-hari

dengan

tehnik penghematan energy.

ketenangan
2. Agar
klien

beraktivitas

(makan, minum).
4. Berikan
mobilisasi
bertahap

latihan
secara
sesudah

dan

keluarga mengetahui
pentingnya mobilisasi
bagi

pasien

yang

bedrest.

kiri).
3. Kaji kemampuan klien 3. untuk
dalam

dan

mengetahui

sejauh

mana

kelemahan

yang

terjadi.
4. untuk

menghindari

kekakuan sendi dan


mencegahadanya

degubitus.
demam hilang.
Resiko kurang cairan berhubungan 1. Berikan
penjelasan 1. Untuk mempermudah
dengan pengeluaran cairan yang

tentang

berlebihan intake menurun.

kebutuhan cairan pada

Tujuan: tidak terjadi gangguan


keseimbangan cairan.
Kriteria hasil: Turgor baik , wajah
tidak nampak pucat, suhu 36,537,5C, TD : 120/80 mmHg, urin

pentingnya

klien dan keluarga.


2. Observasi pemasukan
dan

pengeluaran

pemberian

cairan

(minum) pada pasien.


2. Untuk

mengetahui

keseimbangan cairan.

cairan.
3. Anjurkan klien untuk
banyak minum kurang 3. Untuk
18

pemenuhan

out put 1-2 cc/kg BB/jam.

lebih 2,5 liter/24 jam.


kebutuhan cairan.
4. Observasi kelancaran 4. Untuk
pemenuhan
tetesan infuse.
kebutuhan cairan.
5. Kolaborasi
dengan 5. Untuk
pemenuhan
dokter

untuk

terapi

cairan (oral/parentral).
5

Gangguan pola eliminasi: BAB 1. Monitor


(konstipasi) berhubungan dengan

cairan

yang tidak terpenuhi

(secara parentral ).
tanda-tanda 1. Untuk
mengetahui

vital.

kurangnya cairan dan serat dalam


tubuh, imobilisasi.

kebutuhan

2. Anjurkan klien untuk

Tujuan :Tidak terjadi gangguan

sering minum air putih

pada pola eliminasi BAB.

yang banyak.

perkembangan
kondisi klien.
2. Supaya
masukan
cairan

adekuat

membantu
mempertahankan

Kriteria hasil :Klien dapat BAB

konsistensi feses yang

secara rutin yaitu 1X sehari seperti

sesuai pada usus dan

biasa, feses lunak

membantu eliminasi.
3. Karena diet seimbang
tinggi

kandungan

makan makanan yang

serat

merangsang

berserat.

peristaltik

3. Anjurkan klien untuk

eliminasi regular.

19

dan

BAB IV
PENUTUP
1. Kesimpulan
Demam tifoid merupakan penyakit infeksi yang terjadi pada usus halus yang disebabkan
oleh salmonellla thypi. Penyakit ini dapat ditularkan melalui makanan, mulut atau minuman yang
terkontaminasi oleh kuman salmonella thypi.Demam tifoid disebabkan oleh kuman Salmonella
Thypi (salmonelia tiphosa), Salmonella Paratyphi A, Salmonella Paratyphi B, Salmonella
Paratyphi C, Salmonella Shocttmuelleri, dan Salmonella Hirschfeldii.
Gejala-gejala klinis yang timbul sangat bervariasi dari ringan sampai dengan berat, dari
asimtomatik hingga gambaran penyakit yang khas diderita disertai komplikasi hinggga kematian.
Satu minggu pertama keluhan dan gejala serupa dengan penyakit infeksi akut pada umumnya
20

yaitu demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare,
perasaan tidak enak di perut, batuk dan epistaksis. Pemeriksaan fisik hanya di dapatkan
peningkatan suhu badan. Sifat demam adalah meningkat perlahan-lahan dan terutama pada sore
hingga malam hari.

2. Saran
Dengan adanya makalah ini kami berharap dapat menambah pengetahuan para pembaca
mengenai demam tipoid. Kami selaku pembaca pula mengharapkan kritik dan saran bagi
para pembaca untuk kebaikan makalah kami.

DAFTAR PUSTAKA
Dangoes Marilyn E. 1993. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. EGC, Jakarta.
Lynda Juall, 2000, Diagnosa Keperawatan, EGC, Jakarta.
Mansjoer, Arif 1999, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Media Aesculapis, Jakarta.
Rahmad Juwono, 1996, Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 3, FKUI, Jakarta.
Sjaifoellah Noer, 1998, Standar Perawatan Pasien, Monica Ester, Jakarta

21

22

You might also like