Professional Documents
Culture Documents
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat, Inayah,
Taufik dan Hinayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dengan
judul ASUHAN KEPERAWATAN DEMAM THYPOID. Semoga makalah ini dapat
dipergunakan sebagai mana mestinya.
Harapan penulis semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman
bagi para pembaca, sehingga penulis dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini
sehingga kedepannya dapat lebih baik.
Makalah ini penulis akui masih banyak kekurangan karena pengalaman penulis miliki
sangat kurang. Oleh kerena itu penulis harapkan kepada para pembaca untuk memberikan
masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................................... 1
DAFTAR ISI.................................................................................................................. 2
BAB I........................................................................................................................... 3
PENDAHULUAN........................................................................................................... 3
1.
Latar balakang..................................................................................................... 3
2.
TUJUAN................................................................................................................. 3
BAB II.......................................................................................................................... 4
TINJAUAN TEORITIS..................................................................................................... 4
1.
DEFINISI............................................................................................................... 4
2.
ETIOLOGI.............................................................................................................. 4
3.
MANIFESTASI KLINIS............................................................................................. 5
4.
ANATOMI FISIOLOGI.............................................................................................. 6
5.
PATOFISIOLOGI..................................................................................................... 8
7.
PEMERIKSAAN PENUNJANG................................................................................. 11
8.
KOMPLIKASI........................................................................................................ 11
9.
PENATALAKSANAAN............................................................................................ 12
10.
PENCEGAHAN.................................................................................................. 13
BAB III....................................................................................................................... 14
ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS PADA KLIEN DEMAM TYPHOID.............................14
A.
PENGKAJIAN........................................................................................................ 14
B.
Pemeriksaan Fisik............................................................................................... 15
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN..................................................................................16
D. INTERVENSI KEPERAWATAN............................................................................... 17
BAB IV....................................................................................................................... 21
PENUTUP.................................................................................................................. 21
1.
Kesimpulan......................................................................................................... 21
2.
Saran.................................................................................................................. 21
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................... 22
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar balakang
Demam tifoid atau typhus abdominalls adalah suatu infeksi akut yang terjadi pada
usus kecil yang disebabkan oleh kuman Salmonella typhi. Typhi dengan masa tunas 6-14
hari. Demam tifoid yang tersebar di seluruh dunia tidak tergantung pada iklim. Kebersihan
perorangan yang buruk merupakan sumber dari penyakit ini meskipun lingkungan hidup
umumnya adalah baik. Di Indonesia penderita Demam Tifoid cukup banyak diperkirakan
800/ 100.000 penduduk per tahun dan tersebar di mana-mana. Ditemukan hampir sepanjang
tahun, tetapi terutama pada musim panas. Demam tifoid dapat ditemukan pada semua umur,
tetapi yang paling sering pada anak besar, umur 5- 9 tahun dan laki-laki lebih banyak dari
perempuan dengan perbandingan 3 : 1.
Penularan dapat terjadi dimana saja, kapan saja, sejak usia seseorang mulai dapat
mengkonsumsi makanan dari luar, apabila makanan atau minuman yang dikonsumsi kurang
bersih. Biasanya baru dipikirkan suatu demam tifoid bila terdapat demam terus-menerus
lebih dari 1 minggu yang tidak dapat turun dengan obat demam dan diperkuat dengan kesan
anak baring pasif, nampak pucat, sakit perut, tidak buang air besar atau diare beberapa hari
(Bahtiar Latif, 2008).
2. TUJUAN
a. tujuan umum : untuk memahami teoritis dan asuhan keperawatan dari demam thypoid.
b. tujuan khusus :
untuk memahami teoritis dari demam thypoid ( definisi, etiologi, patofisiologi,
1. DEFINISI
3
Demam tifoid, atau typoid adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri Salmonella
enterica, khususnya turunannya yaitu Salmonella Typhi. (wikipedia.org).
Thypus abdominalis atau demam tifoid ialah suatu penyakit infeksi menular pada
manusia yang disebabkan oleh bakteri yang menyerang pada saluran pencernaan di bagian usus
(Murwani, 2009; Corwin, 2009).
Demam tifoid merupakan penyakit infeksi yang terjadi pada usus halus yang disebabkan
oleh salmonellla thypi. Penyakit ini dapat ditularkan melalui makanan, mulut atau minuman yang
terkontaminasi oleh kuman salmonella thypi (Hidayat, 2008).
Demam tifoid adalah penyakit menular yang bersifat akut, yang ditandai dengan
bakteremia, perubahan pada sistem retikuloendotelial yang bersifat difus, pembentukan
mikroabses dan urelasi nodus peyer distal ileum (Soegijanto, 2002).
Dapat disimpulkan bahwa demam tifoid adalah suatu penyakit infeksi yang terjadi pada
usus halus yang disebabkan oleh kuman salmonella typhi yang dapat ditularkan melalui
makanan, mulut, atau minuman yang terkontaminasi oleh kuman salmonella thypi.
2. ETIOLOGI
Demam tifoid disebabkan oleh kuman Salmonella Thypi (salmonelia tiphosa), Salmonella
Paratyphi A, Salmonella Paratyphi B, Salmonella Paratyphi C, Salmonella Shocttmuelleri, dan
Salmonella Hirschfeldii (Samekto, 2001; Mansjoer, 2000; Murwati, 2009). Adapun beberapa
macam dari Salmonella Typhi adalah sebagai berikut:
Salmonella thyposa, basil gram negative yang bergerak dengan bahu getar, tidak bersepora
mempunyai sekurang-kurangnya tiga macam antigen yaitu:
a. Antigen O (somatic, terdiri dari zat komplek lioporisakarida)
b. Antigen H (flagella)
c. Antigen K (selaput) dan protein membrane hialin.
Salmonella parathypi A
Salmonella parathypi B
Salmonella parathypi C
Ada dua sumber penularan salmonella typhi yaitu pasien dengan demam typhoid dan
pasien dengan carier. Carier adalah orang yang sembuh dari demam typoid dan masih terus
mengeksresi salmonella typhi dalam tinja dan air kemih selama lebih dari 1 tahun, ini akan dapat
menginfeksi orang lain.
3. MANIFESTASI KLINIS
Masa tunas demam tifoid berlangsung antara 10-14 hari. Gejala-gejala klinis yang timbul
sangat bervariasi dari ringan sampai dengan berat, dari asimtomatik hingga gambaran penyakit
yang khas diderita disertai komplikasi hinggga kematian. Satu minggu pertama keluhan dan
gejala serupa dengan penyakit infeksi akut pada umumnya yaitu demam, nyeri kepala, pusing,
nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare, perasaan tidak enak di perut, batuk dan
epistaksis. Pemeriksaan fisik hanya di dapatkan peningkatan suhu badan. Sifat demam adalah
meningkat perlahan-lahan dan terutama pada sore hingga malam hari.
Gejala-gejala menjadi lebih jelas dalam minggu kedua berupa demam, bradiarkia relatif
(bradiarkia relatif adalah peningkatan suhu 1oC tidak diikuti dengan peningkatan nadi 8 kali per
menit), lidah yang berselaput (kotor ditengah, tepi dan ujung merah serta tremor), hepatomegali,
splenomegali meteroismus, gangguan mental berupa somnollen, strupor, koma, delirium, atau
psikosis. Roseolae jarang ditemukan pada orang Indonesia (Widodo, 2007; Mansjoer, 2000).
Masa tunas typhoid 10 14 hari
1) Minggu I
pada umumnya demam berangsur naik, terutama sore hari dan malam hari. Dengan keluhan
dan gejala demam, nyeri otot, nyeri kepala, anorexia dan mual, batuk, epitaksis, obstipasi /
diare, perasaan tidak enak di perut.
2) Minggu II
pada minggu II gejala sudah jelas dapat berupa demam, bradikardi, lidah yang khas (putih,
kotor, pinggirnya hiperemi), hepatomegali, meteorismus, penurunan kesadaran
4. ANATOMI FISIOLOGI
a. Mulut
Mulut adalah permulaan saluran pencernaan yang terdiri dari dua bagian yaitu:
1)
Bagian atas: gusi, gigi, bibir, dan pipi.
2)
Bagian dalam/rongga mulut.
b. Faring
Lapisan mukosa
2)
Lapisan otot
3)
2)
Selaput lendir
2)
Lapisan otot
3)
Lapisan ikat
4)
Jaringan ikat
2)
3)
Tempat feses
Sekum
2.
Kolon asenden
Terletak diabdomen sebelah kanan, membujur keatas dari illeum sampai ke hati, panjangnya
kurang lebih 13 cm.
3.
4.
Kolon tranversum
Membujur dari kolon asenden sampai ke kolon desenden dengan panjang kurang lebih 38
cm.
5.
Kolon desenden
Terletak dalam rongga abdomen sebelah kiri membujur dari atas ke bawah dengan
panjangnya kurang lebih 25 cm.
6.
Kolon sigmoid
Terletak di dalam rongga pelvis sebelah kiri yang membentuk huruf S, ujung bawah
berhubungan dengan rektum.
7.
Rektum
Terletak di bawah kolon sigmoid yang menghubungkan intestinum mayor dengan anus.
5. PATOFISIOLOGI
Masuknya kuman Salmonella Typhi dan Salmonella Paratyphi kedalam tubuh manusia
terjadi melalui makanan yang terkontaminasi kuman. Sebagian kuman dimusnahkan dalam
lambung, sebagian lolos masuk ke dalam usus dan selanjutnya berkembang biak. Bila respon
imunitas humoral mukosa (IgA) usus kurang baik maka kuman akan menembus sel-sel epitel
(terutama sel-M).
Bila terjadi komplikasi perdarahan dan peforasi intestianal, kuman menembus lamina
propia, masuk aliran limfe menjadi kelenjar limfe mesenterial, dan masuk aliran darah melalui
duktus torasikus. Kuman berkembangbiak di lamina dan difagosit oleh sel-sel fagosit terutama
oleh makrofag. Kuman dapat hidup dan berkembang biak di dalam makrofag dan selanjutnya di
bawa ke plague peyeri ileum distal dan kemudian ke kelenjar getah bening mesenterika.
Selanjutnya melalui duktus torasikus kuman yang terdapat di dalam makrofag ini masuk ke
dalam sirkulasi darah (mengakibatkan bakterimia pertama yang asimtomatik) dan menyebar ke
seluruh organ retikuloendetial tubuh terutama hati dan limfa.
Di organ-organ ini kuman meninggalkan sel-sel fagosit dan kemudian berkembang biak
di luar sel atau ruang sinusoid dan selanjutnya masuk ke dalam sirkulasi darah lagi
mengakibatkan bakterimia yang kedua kalinya dengan di sertai tanda-tanda dan gejala penyakit
infeksi sistemik. Kuman di dalam hati masuk ke dalam kandung empedu berkembang biak dan
bersama cairan empedu diekskresikan secara intermitten ke dalam lumen usus.
Sebagian kuman di keluarkan melalui feses dan sebagian melalui masuk lagi ke dalam
sirkulasi setelah menembus usus. Proses yang sama terulang kembali, berhubung makrofag telah
teraktivasi dan hiperaktif maka saat fagositosit kuman salmonella terjadi pelepasan beberapa
mediator inflamasi yang selanjutnya akan menimbulkan gejala reaksi inflamasi yang selanjutnya
akan menimbulkan gejala reaksi inflamasi sistemik seperti demam, malaise, mialgia, sakit
kepala, sakit perut, instabilitas vaskular, gangguan mental, dan koagulasi. Di dalam plague peyeri
makrofag hiperaktif menimbulkan reaksi hiperplasia jaringan Salmonella typhi intra makrofag
menginduksi reaksi hipersensitivitas tipe lambat, hiperplasia jaringan dan nekrosis organ).
Pendarahan saluran cerna dapat terjadi akibat erosi pembuluh darah sekitar plague peyeri
yang sedang mengalami nekrosis dan hiperpalsia akibat akumulasi sel-sel mononuklear di
dinding usus. Proses patologis jaringan limpoid ini dapat berkembang hingga di lapisan otot,
serosa usus, dan dapat mengakibatkan perforasi. Endotoksin dapat menempel di reseptor sel
endotel kapiler dengan akibat timbulnya komplikasi seperti gangguan neuropsikiatrik,
kardiovaskuler, pernafasan dan gangguan organ lainnya (Widodo, 2007; Mansjoer, 2000).
6. WOC
Salmonella typhosa
Saluran pencernaan
Diserap oleh usus halus
Bakteri memasuki aliran darah sistemik
Kelenjar limfoid
hati
limpa
enddotoksin
Usus halus
Tukak
Pendarahan dan
hepatomegali
splenomegali
demam
nyeri perabaan
Perforasi
Perubahan nutrisi
7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Samekto (2001) pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan pada pasien
dengan demam tifoid adalah:
1. Pemeriksaan darah perifer lengkap
Dapat ditemukan leukopeni, dapat pula leukositosis atau kadar leukosit normal.
Leukositosis dapat terjadi walaupun tanpa disertai infeksi sekunder. Dapat pula ditemukan
anemia ringan dan trombositopeni. Pemeriksaan hitung jenis leukosit dapat terjadi aneosinofilia
maupun limfopeni. Laju endap darah dapat meningkat.
10
PENCEGAHAN
Cara pencegahan yang dilakukan pada demam typhoid adalah cuci tangan setelah dari toilet
dan khususnya sebelum makan atau mempersiapkan makanan, hindari minum susu mentah (yang
belum dipsteurisasi), hindari minum air mentah, rebus air sampai mendidih dan hindari makanan
pedas.
1. Discharge Planning
Penderita harus dapat diyakinkan cuci tangan dengan sabun setelah defekasi
Mereka yang diketahui sebagai karier dihindari untuk mengelola makanan
Lalat perlu dicegah menghinggapi makanan dan minuman.
Penderita memerlukan istirahat
12
Diit lunak yang tidak merangsang dan rendah serat (Samsuridjal D dan Heru S, 2003)
Berikan informasi tentang kebutuhan melakukan aktivitas sesuai dengan tingkat
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS PADA KLIEN DEMAM TYPHOID
A. PENGKAJIAN
1. Biodata klien
Meliputi : nama, umur, jenis kelamin, alamat, pendidikan, tanggal masuk
RS, tanggal pengkajian, no. MR, diagnosa medis, nama orang tua, umur
orang tua, pekerjaan, agama, alamat, dan lain-lain.
2. Keluhan Utama
Biasanya klien datang dengan keluhan perasaan tidak enak badan,
pusing demam, nyeri tekan pada ulu hati, nyeri kepala, lesu dan kurang
bersemangat, nafsu makan berkurang (terutama selama masa inkubasi)
3. Riwayat kesehatan
a. Riwayat kesehatan dahulu
13
kaji tentang penyakit yang pernah dialami oleh klien, baik yang ada
hubungannya dengan saluran cerna atau tidak. Kemudian kaji tentang
obat-obatan yang biasa dikonsumsi oleh klien, dan juga kaji mengenai
riwayat alergi pada klien, apakah alergi terhadap obat-obatan atau
makanan.
b. Riwayat kesehatan sekarang
Kaji mengenai keluhan yang dirasakan oleh klien, misalnya nyeri pada epigastrium,
mual, muntah, peningkatan suhu tubuh, sakit kepala atau pusing, letih atau lesu.
c. Riwayat kesehatan keluarga
Kaji apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama dengan klien atau
penyakit gastrointestinal lainnya.
d. Riwayat psikologis
Kaji bagaimana keadaan suasana hati (emosional) klien dan keluarga dalam menghadapi
penyakit yang diderita, biasanya suasana hati klien kurang baik (gelisah) dan keluarga
biasanya cemas.
e. Riwayat sosial ekonomi
Mengkaji kehidupan sosial ekonomi klien, tipe keluarga bagaimana dari segi ekonomi
dan tinggal bersama siapa klien. Bagaimana interaksi klien baik di kehidupan sosial
maupun masyarakat atau selama di rumah sakit.
f. Kebiasaan sehari-hari
Kaji tentang aktivitas atau kebiasaan yang dilakukan oleh klien sebelum sakit dan saat
sakit. Hai ini berguna dalam perbandingan antara pengobatan dan perawatan pasien,
biasanya mencakup :
Nutrisi
Eliminasi
Pola istirahat/ tidur
Pola kebersihan
B. Pemeriksaan Fisik
A. Keadaan Umum
Bagaimana keadaan klien, apakah letih, lemah atau sakit berat.
B. Tanda vital :
Bagaimana suhu, nadi, pernafasan dan tekanan darah klien
C. Kepala
Bagaimana kebersihan kulit kepala, rambut serta bentuk kepala, apakah ada kelainan atau
lesi pada kepala
14
D. Wajah
Bagaimana bentuk wajah, kulit wajah pucat/tidak.
E. Mata
Bagaimana bentuk mata, keadaan konjungtiva anemis/tidak, sclera ikterik/ tidak, keadaan
pupil, palpebra dan apakah ada gangguan dalam penglihatan
F. Hidung
Bentuk hidung, keadaan bersih/tidak, ada/tidak sekret pada hidung serta cairan yang keluar,
ada sinus/ tidak dan apakah ada gangguan dalam penciuman
G. Mulut
Bentuk mulut, membran membran mukosa kering/ lembab, lidah kotor/ tidak, apakah ada
kemerahan/ tidak pada lidah, apakah ada gangguan dalam menelan, apakah ada kesulitan
dalam berbicara.
H. Leher
Apakah terjadi pembengkakan kelenjar tyroid, apakah ditemukan distensi vena jugularis
I. Thoraks
Bagaimana bentuk dada, simetris/tidak, kaji pola pernafasan, apakah ada wheezing, apakah
ada gangguan dalam pernafasan.
J. Abdomen
Bagaimana bentuk abdomen, turgor kulit kering/ tidak, apakah terdapat nyeri tekan pada
abdomen, apakah perut terasa kembung, lakukan pemeriksaan bising usus, apakah terjadi
peningkatan bising usus/tidak.
K. Genitalia
Bagaimana bentuk alat kelamin, distribusi rambut kelamin ,warna rambut kelamin. Pada
laki-laki lihat keadaan penis, apakah ada kelainan/tidak. Pada wanita lihat keadaan labia
minora, biasanya labia minora tertutup oleh labia mayora.
L. Integumen
Kaji warna kulit, integritas kulit utuh/tidak, turgor kulit kering/ tidak, apakah ada nyeri
tekan pada kulit, apakah kulit teraba panas.
M. Ekstremitas atas
Adakah terjadi tremor atau tidak, kelemahan fisik, nyeri otot serta kelainan bentuk.
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1) Peningkatan suhu tubuh atau hipertermi berhubungan dengan Infeksi Salmonella Thypi.
2) Resiko kurang nutrisi berhubungan dengan intake tidak adekuat karena mual dan tidak
narsu makan
15
Diagnosa keperawatan
Peningkatan suhu tubuh
Intervensi
atau 1. Berikan
Rasional
penjelasan 1. agar
kepada
klien
keluarga
peningkatan
terkontrol.
tubuh.
dan
tentang
suhu
klien
keluarga mengetahui
sebab
dari
mengurangi
37,5C,
kecemasan
untuk
mencari
pencegahan
pertolongan
peningkatan
klien
yang
timbul.
2. Untuk menjaga agar
klien merasa nyaman,
menggunakan
pakaian
dan
tipis
dan
menyerap kringat
pakaian
tipis
akan
membantu
mengurangi
penguapan tubuh.
3. Tanda-tanda
vital
merupakan
untuk
acuan
mengetahui
keadaan
umum
pasien.
4. Peningkatan
4. Anjurkan
pasien
suhu
tubuh mengakibatkan
penguapan
tubuh
meningkat
sehingga
2,5
perlu
diimbangi
yang banyak.
5. Untuk
membantu
5. Berikan
kompres
menurunkan
tubuh.
6. Antibiotik
hangat.
mengurangi
6. Kolaborasi
dengan
dokter
dalam
suhu
untuk
infeksi
pemberian antibiotic
dan antipiretik.
2
Resiko
kurang
pengetahuan
manfaat
tentang
nafsu makan
atau
Tujuan:
pasien
mempertahankan
mampu
meningkat.
pasien
sesuai
nutrisi
motivasi
makan
meningkat.
2. Untuk
mengetahui
peningkatan
penurunan
mampu
makanan
sehingga
untuk
nutrisi
kebutuhan
nutrisi adekuat.
meningkat,
makanan
klien
dan
berat
badan.
3. Beri nutrisi dengan 3. Unutk meningkatkan
diet
lembek,
tidak
mengandung banyak
serat,
asupan
makanan
tidak
merangsang, mampu
menimbulkan banyak
gas dan dihidangkan
saat masih hangat.
4. Beri makanan dalam 4. Untuk menghindari
porsi
kecil
dan
mual dan muntah.
frekuensi sering.
5. Kolaborasi
dengan
5. Antasida mengurangi
dokter
untuk
17
pemberian
antasida
rasa
mual
muntah,
dan
nutrisi
parenteral dibutuhkan
terutama
jika
baring /duduk.
istirahat
kehidupan
sehari-hari 2. Beri
motivasi
optimal.
klien
untuk
terpenuhi,
mobilisasi
dapat
melakukan
dan
pada
keluarga
melakukan
sebatas
kemampuan (missal :
tubuh,
kehidupan
memenuhi
aktivitas
sehari-hari
dengan
ketenangan
2. Agar
klien
beraktivitas
(makan, minum).
4. Berikan
mobilisasi
bertahap
latihan
secara
sesudah
dan
keluarga mengetahui
pentingnya mobilisasi
bagi
pasien
yang
bedrest.
kiri).
3. Kaji kemampuan klien 3. untuk
dalam
dan
mengetahui
sejauh
mana
kelemahan
yang
terjadi.
4. untuk
menghindari
degubitus.
demam hilang.
Resiko kurang cairan berhubungan 1. Berikan
penjelasan 1. Untuk mempermudah
dengan pengeluaran cairan yang
tentang
pentingnya
pengeluaran
pemberian
cairan
mengetahui
keseimbangan cairan.
cairan.
3. Anjurkan klien untuk
banyak minum kurang 3. Untuk
18
pemenuhan
untuk
terapi
cairan (oral/parentral).
5
cairan
(secara parentral ).
tanda-tanda 1. Untuk
mengetahui
vital.
kebutuhan
yang banyak.
perkembangan
kondisi klien.
2. Supaya
masukan
cairan
adekuat
membantu
mempertahankan
membantu eliminasi.
3. Karena diet seimbang
tinggi
kandungan
serat
merangsang
berserat.
peristaltik
eliminasi regular.
19
dan
BAB IV
PENUTUP
1. Kesimpulan
Demam tifoid merupakan penyakit infeksi yang terjadi pada usus halus yang disebabkan
oleh salmonellla thypi. Penyakit ini dapat ditularkan melalui makanan, mulut atau minuman yang
terkontaminasi oleh kuman salmonella thypi.Demam tifoid disebabkan oleh kuman Salmonella
Thypi (salmonelia tiphosa), Salmonella Paratyphi A, Salmonella Paratyphi B, Salmonella
Paratyphi C, Salmonella Shocttmuelleri, dan Salmonella Hirschfeldii.
Gejala-gejala klinis yang timbul sangat bervariasi dari ringan sampai dengan berat, dari
asimtomatik hingga gambaran penyakit yang khas diderita disertai komplikasi hinggga kematian.
Satu minggu pertama keluhan dan gejala serupa dengan penyakit infeksi akut pada umumnya
20
yaitu demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare,
perasaan tidak enak di perut, batuk dan epistaksis. Pemeriksaan fisik hanya di dapatkan
peningkatan suhu badan. Sifat demam adalah meningkat perlahan-lahan dan terutama pada sore
hingga malam hari.
2. Saran
Dengan adanya makalah ini kami berharap dapat menambah pengetahuan para pembaca
mengenai demam tipoid. Kami selaku pembaca pula mengharapkan kritik dan saran bagi
para pembaca untuk kebaikan makalah kami.
DAFTAR PUSTAKA
Dangoes Marilyn E. 1993. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. EGC, Jakarta.
Lynda Juall, 2000, Diagnosa Keperawatan, EGC, Jakarta.
Mansjoer, Arif 1999, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Media Aesculapis, Jakarta.
Rahmad Juwono, 1996, Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 3, FKUI, Jakarta.
Sjaifoellah Noer, 1998, Standar Perawatan Pasien, Monica Ester, Jakarta
21
22