You are on page 1of 27

BAB I

PENDAHULUAN

Inotropik adalah zat yang dapat memengaruhi daya kontraksi otot. Faktor yang
meningkatkan kontraktilitas disebut sebagai aksi inotropik positif. Faktor yang
menurunkan kontraktilitas memiliki aksi inotropik negatif. Agen inotropik positif
biasanya menstimulasi masuknya Ca2+ ke dalam sel otot jantung, kemudian akan
meningkatkan tekanan dan durasi dari kontraksi ventrikular. Agen inotropik
negatif akan memblok pergerakan Ca2+ atau mendepresi metabolisme otot jantung.
Faktor inotropik positif dan negatif termasuk pada aktivitas sistem saraf otonom,
hormon, dan perubahan konsentrasi ion ekstraselular. Obat-obat inotropik yang
meningkatkan

kemampuan

kekuatan

kontraksi

otot

jantung.

Obat-obat

simpatomimetik adalah obat inotropik kuat yang terutama digunakan untuk terapi
gagal jantung berat pada suasana akut. Contoh obat ini adalah dopamine dan
dobutamin. Efek-efek merugikan yang terpenting berkaitan dengan sifat alami
obat ini yang aritmogenik dan potensi obat untuk menimbulkan iskemia otot
jantung, takikardi, dan iritabilitas ventrikular dapat dikurangi dengan memperkecil
dosis.
Agent inotropik merupakan agent yang memiliki efek meningkatkan kontraktilitas
jantung. Kontraktilitas jantung yang terganggu dapat menurunkan cardiac output
sehingga tidak dapat memberikan perfusi maupun hantaran oksigen yang cukup
ke jaringan.
Inotropik dibagi dalam dalam dua agen yaitu :
a. Agen inotropik positif
Adalah agen yang meningkatkan kontraktilitas miokard, dan digunakan
untuk mendukung fungsi jantung dalam kondisi seperti gagal jantung,
syok kardiogenik, syok septic, kardiomiopati.
Contoh: Berberine, Omecamtiv, dopamine,

epinefrin

isoprenalin (isoproterenol), digoxin, digitalis, amrinon, teofilin


b. Agen inotropik negative

(adrenalin),

Adalah agen menurunkan kontraktilitas miokard, dan digunakan untuk


mengurangi beban kerja jantung.
Contoh : Carvedilol, bisoprolol, metoprolol, diltiazem, verapamil,
clevidipine, quinidin.

BAB II
ISI
1. Agen Inotropik Positif
a. Digitalis
Farmakodinamik:
Sifat farmakodinamik utama digitalis adalah inotropik positif, yaitu
meningkatkan kontraksi miokardium
Efek inotropik positif digitalis didasarkan atas 2 mekanisme, yaitu
a.
penghambatan enzim Na+K+adenosin trifosfatase (NaKATPase) yang terikat di membran sel miokard dan berperan
b.

dalam mekanisme pompa Na+, dan


peningkatan arus masuk lambat (slow inward current) Ca+
ke intrasel pada potensial aksi.

Mekanisme Kerja :

MEKANISME
1.
KERJA 2.Meningkat
Menghamba
-Meningkatk
kan kadar
t enzim Ka
an arus
kalsium
+ Natrium
, Na+ ATP
masuk
intra
sel
ase
intrasel
kalsium
bertambah
Kalsium
melepaskan
intrasel
kalsium dari
bertambah
cadangan

Farmakokinetik :
Absorpsi di subkutan dan intramuscular tidak teratur dan
menyebabkan sakit. Absorpsi peroral baik, tetapi dipengaruhi
makanan, jenis sediaan, dan pengosongan lambung. Distribusi luas,
dengan ikatan protein tinggi. Obat ini dieliminasi,diekskresi di
ginjal dan dimetabolisme di hepar.

Efek samping:
Digitalis memiliki cakupan dosis terapeutik yang sempit.
Diperkirakan 20% pasien yang diterapi dengan digitalis mengalami
keracunan. Sebanyak 35% efek terapeutetik digitalis dapat menjadi

dosis yang berbahaya, dan disaritmia jantung umumnya terjadi


pada 60% pemberian dosis berbahaya, Hanya satu perbedaan
diantara beragam peberian digitalis ketika terjadi keracunan, yakni
durasi dari efek yang timbul.
Adanya kesepakatan bersama bahwa efek toksisitas digitalis terjadi
akibat

inhibisi

sistem

transport

ion

Na-K-ATPase

yang

menyebabkan akumulasi ion natrium intraseluler dan ion kalsium


serta penurunan ion kalium intraseluler. Diperkirakan bahwa
peningkatan konsentrasi ion kalsium intraseluler yang menyertai
gejala keracunan digitalis yang menyebabkan terjadinya disaritmia
ektopik jantung. Penurunan pada fase 4 depolarisasi pada aksi
potensial jantung merupakan pengaruh kerja digitalis khususnya
pada ventrikel.
Penyebab yang paling sering dari keracunan digitalis tanpa adanya
disfungsi ginjal adalah pemberian diuretic yang menyebabkan
deplesi kalium.Selama anestesi berlangsung, hiperventilasi dapat
menurunkan konsentrasi serum kalium rata-rata 0.5 mEq/liter
setiap

penurunan

meningkatkan

PaCoO210

mmHg.

Hipokalemia

dapat

pengikatan miokard dengn glikosida jantung

sehingga meningkatkan efek obat. Pengikatan glikosida jantung


pada kompleks enzim Na-K-ATPase dihambat oleh peningkatan
konsentrasi plasma kalium. Abnormalitas elektrolit lainnya yang
terjadi akibat keracunan digitalis adalah hiperkalsemia dan
hipomagnesemia. Peningkatan aktivitas sistem saraf simpatis
akibat hipoksemia arteri meningkatkan kemungkinan adanya
keracunan digitalis. Gangguan fungsi ginjal dan perubahan
elektrolit (hypokalemia, hipomagnesemia) yang sering pada pasien
cardiopulmonary bypass dapat menjadi faktor pencetus terjadinya
keracunan digitalis.

b. Digoksin
Digoksin adalah salah satu glikosida jantung (digitalis), suatu
kelompok

senyawa

yang

mempunyai

efek

khusus

pada

miokardium. Digoksin diekstraksi dari daun Digitalis lanata.


Digoksin merupakan kristal putih tidak berbau. Obat ini praktis
tidak larut dalam air dan dalam eter, sedikit larut dalam alkohol
dan dalam kloroform dan sangat larut dalam piridin.
Farmakokinetik:
Waktu onset : oral : 1-2 jam; IV : 5-30 menit;
Waktu efek puncak : oral : 2-8 jam; IV : 1-4 jam
Durasi : dewasa : 3-4 hari pada kedua sediaan
Absorpsi : melalui difusi pasif pada usus halus bagian atas,
makanan dapat menyebabkan absorpsi mengalami penundaan
(delay), tetapi tidak mempengaruhi jumlah yang diabsorpsi
Distribusi : ;Fungsi ginjal normal : 6-7 L/kg Gagal ginjal kronik :
4-6 L/kg;Anak-anak : 16 L/kg Dewasa : 7 L/kg menurun bila
terdapat gangguan ginjal ;Ikatan obat dengan protein (protein
binding) : 30% Metabolisme : melalui sequential sugar hydrolysis
dalam lambung atau melalui reduksi cincin lakton oleh bakteri di
intestinal , metabolisme diturunkan dengan adanya gagal jantung
kongestif ;Bioavailabilitas: ; half-life elimination berdasarkan
umur, fungsi ginjal dan jantung, half-life elimination:
Waktu untuk mencapai kadar puncak, serum: oral ~ 1 jam
Ekskresi : urin (50% hingga 70% dalam bentuk obat yang tidak
berubah )
Efek Samping :
Biasanya berhubungan dengan dosis yang berlebih, termasuk :
anoreksia, mual , muntah, diare, nyeri abdomen, gangguan
penglihatan, sakit kepala, rasa capek, mengantuk , bingung,
delirium, halusinasi, depresi ; aritmia, heart block ; jarang terjadi
rash,;isckemia intestinal ; gynecomastia pada penggunaan jangka
panjang , trombositopenia
Mekanisme aksi:

Gagal jantung kongestif: menghambat pompa Na/K ATP0-ase yang


bekerja

dengan

meningkatkan

pertukaran

natrium-kalsium

intraselular sehingga meningkatkan kadar kalsium intraseluler dan


meningkatkan kontraktilitas.;Aritmia supraentrikular : Secara
langsung menekan konduksi AV node sehingga meningkatkan
periode refractory efektif dan menurunkan konduksi kecepatan efek inotropik positif, meningkatkan vagal tone, dan menurunkan
kecepatan ventrikular dan aritmia atrial. Atrial fibrilasi dapat
menurunkan sensitifitas dan meningkatkan toleransi pada serum
konsentrasi digoksin yang lebih tinggi
Sediaan :
Digoksin: oral tablet 1,125; 0,25; 0,5 mg, kapsul 0,05; 0,1; 0,2 mg,
eliksir 0,05 mg/mL. Parenteral: 0,1; 0,25mg/mL untuk suntikan

c. Epinefrin (adrenalin)

Epinephrine tergolong vasokonstriktor yang sangat kuat dan


cardiac stimulant. Epinephrine merupakan catecholamine endogen
yang dihasilkan oleh medulla adrenal dengan aktivitas dan 1
yang poten, dan efek 2 yang sedang. Pada dosis yang rendah, efek
menunjukkan dominasi. Pada dosis yang lebih tinggi, efek
menjadi lebih signifikan. Epinephrine merupakan aktivator
reseptor adrenergik yang paling kuat. Pada hipotensi yang akut
seringkali

epinephrine

lebih

disukai

dibandingkan

dengan

norepinephrine karena efek adrenergik yang lebih kuat berperan


dalam mempertahakan maupun meningkatkan cardiac output.

Farmakokinetik :
Fungsi alamiah dari epinephrine bekerja pada :
(a) kontraktilitas jantung,
(b) heart rate,
(c) tonus otot polos vaskular dan otot bronkus,
(d) sekresi kelenjar,
(e) proses metabolisme seperti glikogenolisis dan lipolisis.

Metabolisme :
Pemberian

secara

oral

tidak

efektif,

karena

epinephrine

dimetabolisme secara cepat pada mukosa gastrointestinal dan


hepar. Absorpsi epinephrine setelah pemberian secara subkutan
kurang baik, karena epinephrine menyebabkan vasokonstriksi pada
tempat suntikan. Epinephrine juga kurang larut dalam lemak,
sehingga mencegah masuknya obat ke susunan saraf pusat dan
minimnya pengaruh langsung pada otak.

Farmakodinamik :
Efek kardiovaskular yang ditimbulkan merupakan hasil dari
stimulasi reseptor dan reseptor adrenergik. Dosis kecil
epinephrine (1-2 g/menit IV) bila diberikan pada pasien dewasa
akan menstimulasi reseptor 2 pada pembuluh perifer. Stimulasi
reseptor 1 terjadi pada dosis yang lebih besar (4 g/menit IV),
pada dosis yang lebih besar (10-20 g/menit IV) akan
menstimulasi reseptor dan adrenergik dengan efek stimulasi
yang lebih dominan pada pembuluh darah, termasuk pembuluh
darah perifer dan sirkulasi ginjal. Injeksi tunggal epinephrine
dengan dosis 0,2-0,8 g IV menyebabkan terjadinya stimulasi
jantung yang berlangsung selama 1-5 menit, umumnya tanpa
peningkatan berlebihan pada tekanan darah sistemik atau heart
rate.
Epinephrine

menstimulasi

reseptor

yang

menyebabkan

peningkatan tekanan sistolik, heart rate, dan curah jantung. Terjadi


sedikit penurunan tekanan diastolik, hal ini mencerminkan adanya
vasodilatasi pada vaskularisasi otot rangka sebagai akibat stimulasi
reseptor 2. Sebagai hasil akhir adalah peningkatan tekanan nadi
dan perubahan minimal pada tekanan arteri rerata. Karena
perubahan tekanan arteri rerata minimal maka kecil kemungkinan
untuk terjadinya refleks bradikardi akibat aktivasi baroreseptor.
Epinephrine menstimulasi reseptor 1 secara dominan pada kulit,
mukosa, vaskular hepar dan ginjal menghasilkan vasokonstriksi
kuat. Pada vaskular otot rangka, epinephrine menstimulasi reseptor
2 secara dominan, menghasilkan vasodilatasi. Hasil akhirnya
adalah distribusi curah jantung ke otot rangka dan menurunkan
tahanan vaskular sistemik. Aliran darah ginjal akan menurun,
walau tanpa perubahan pada tekanan darah sistemik. Sekresi renin

akan meningkat karena adanya stimulasi reseptor beta di ginjal.


Pada dosis terapi, epinephrine tidak memiliki efek vasokonstriksi
yang signifikan pada arteri serebral. Aliran darah koroner akan
meningkat setelah pemberian epinephrine, walaupun pada dosis
yang tidak merubah tekanan darah sistemik.

Efek Samping:
Epinephrine meningkatkan heart rate dengan meningkatkan laju
depolarisasi fase 4, yang juga dapat meningkatkan resiko
terjadinya disritmia. Peningkatan curah jantung yang terjadi
merupakan akibat dari meningkatnya heart rate, kontraktilitas
jantung, dan aliran darah balik.
Otot polos bronkus akan mengalami relaksasi akibat stimulasi 2
epinephrine. Efek bronkodilatasi ini akan menjadi bronkokonstriksi
dengan adanya obat blokade adrenergik , yang menjelaskan
stimulasi 1 oleh epinephrine. Dengan stimulasi 2 akan
meningkatkan konsentrasi seluler cAMP, menurunkan mediator
vasoaktif yang sering dihubungkan dengan terjadinya gejala asma
bronkial.
Epinephrine memiliki efek yang paling signifikan terhadap
metabolisme

dibandingkan

catecholamin

lainnya.

Stimulasi

reseptor 1 oleh epinephrine meningkatkan glikogenolisis dan


lipolisis, stimulasi reseptor 1 menghambat pelepasan insulin.
Glikogenolisis di hepar sebagai akibat dari aktivasi enzim
phosphorylase hepar. Lipolisis hepar sebagai akibat dari aktivasi
enzim lipase, yang mempercepat pemecahan trigliserida menjadi
asam lemak bebas dan gliserol. Infus epinephrine akan

meningkatkan konsentrasi kolesterol plasma, phospholipids, dan


low density lipoproteins.
Agonis selektif adrenergik 2 akibat infus epinephrine dosis rendah
(0,05 g/kg/menit intravena) diduga menyebabkan aktivasi pompa
Na-K pada otot rangka, menyebabkan perpindahan ion K ke sel.
Observasi dengan cara mengukur kadar Kalium darah sesaat
sebelum dimulainya induksi anestesia dibandingkan dengan kadar
kalium 1-3 hari sebelumnya didapatkan kadar yang lebih rendah
pada kadar serum kalium sesaat sebelum induksi anestesia, hal ini
menjelaskan adanya pelepasan epinephrine akibat stress. Untuk
memaksimalkan keputusan klinis berdasarkan pengukuran kadar
serum kalium, sebaiknya dipertimbangkan terjadinya hipokalemia
akibat dari kecemasan preoperatif dan pelepasan epinephrine.
Hipokalemia akibat epinephrine dapat menyebabkan terjadinya
disritmia yang sering menyertai stimulasi sistem saraf simpatis.
Diantara seluruh kelenjar endokrin, hanya kelenjar keringat yang
berespon secara signifikan terhadap epinephrine, menghasilkan
sekresi yang kental dan banyak.
Epinephrine

menyebabkan

kontraksi

otot

radilalis

iris,

menyebabkan midriasis. Kontraksi dari otot orbita menghasilkan


penampilan

eksopthalmus

seperti

pada

pasien

dengan

hipertiroidisme. Hal tersebut kemungkinan sebagai akibat aktivasi


reseptor adrenergik.
Akibat efek epinephrine terjadi relaksasi otot polos saluran
gastrointestinal. Aktivasi reseptor beta adrenergik menyebabkan
relaksasi otot detrusor kandung kencing, sedangkan aktivasi
reseptor alpa adrenergik menyebabkan kontraksi otot trigonum dan
otot sfingter kandung kencing.
Koagulasi

darah

akan

dipercepat

oleh

efek

epinephrine,

kemungkinan akibat dari peningkatan aktivitas faktor V. Keadaan

hiperkoagulasi saat intraoperatif dan postoperatif kemungkinan


karena

pelepasan

epinephrine

akibat

stress.

Epinephrine

meningkatkan jumlah total leukosit namun pada saat bersamaan


terjadi eosinopenia.

Dosis pemberian:
Pada keadaan gawat-darurat (syok dan reaksi alergi), epinephrine
diberikan secara bolus intravena 0,05-1 mg tergantung dari
keparahan pada kardiovaskular. Untuk meningkatkan kontraktilitas
jantung dan heart rate, diberikan dalam infus (1 mg dalam 250 ml
Dekstrosa 5 %) [D5W ; 4 g/mL]. Dengan tetesan 2-20 g/menit.
Beberapa larutan anestetik lokal mengandung epinephrine dengan
konsentrasi 1 : 200.000 (5 g/mL) atau 1 : 400.000 (2,5 g/mL)
sehingga mengurangi absorpsi sistemik dan memperpanjang durasi
kerja anestetik lokal.

Sediaan:
Epinephrine tersedia dalam bentuk ampul dengan konsentrasi 1 :
1000 (1 mg/mL) dan pada prefilled syringes dengan konsentrasi 1 :
10.000 (0,1 mg/mL) [100 g/mL]. Untuk penggunaan pediatri
tersedia konsentrasi 1 : 100.000 (100 g/mL).

d. Dopamine
Dopamine merupakan immediate metabolic precursor dari
norepinephrine yang mengaktifkan reseptor D1 di vaskular
sehingga menyebabkan vasodilatasi. Aktivasi reseptor prasinaptik

D2 mampu menekan release norepinephrine. Dopamine dapat


mengaktifkan reseptor 1 di jantung. Pada dosis rendah, tahanan
perifer dapat menurun. Namun pada pemberian infus dengan
kecepatan tinggi, dapat mengaktifkan reseptor pembuluh darah,
menyebabkan vasokonstriksi, termasuk di vaskuler ginjal, sehingga
menyerupai efek epinephrine

Dopamine memiliki efek dopaminergik dominan pada dosis sangat


rendah (<3 /kg/menit intravena) dan mampu menimbulkan
dilatasi pada sirkulasi hepatosplanchnic dan renal. Efek adrenergik
dopamine bervariasi berdasarkan dosis. Pada dosis rendah, 3-10
/kg/menit intravena, efek adrenergik mendominasi sehingga
aliran darah meningkat secara bersama-sama dengan tekanan
darah. Pada dosis yang lebih tinggi, efek adrenergik menjadi
sangat poten, sehingga sangat berperan pada kasus-kasus hipotensi
berat.
Dopamine meningkatkan tekanan arterial terutama dengan
meningkatkan cardiac index, sebagai konsekuensi meningkatnya
stroke volume dan heart rate, dengan efek tahanan vaskuler
sistemik yang minimal.
Dopamine

juga

memiliki

dopamine

tergolong

agen

kekurangan,
yang

relatif

diantaranya
lemah,

adalah
sehingga

membutuhkan epinephrine atau norepinephrine untuk mengontrol


keadaan hipotensi. Dopamine dapat meningkatkan aliran darah
lebih efektif dibandingkan dengan vasopressor lainnya, namun juga
meningkatkan heart rate.
Efek Samping:
Stimulasi dopaminergik menyebabkan efek endokrin yang tidak
diharapkan pada kelenjar hipotalamopituitari, sehingga terjadi efek
imunosupressan akibat menurunnya pelepasan prolactin.
e. Amrinon

Farmakologi:
Efek inotropik positif amrinon didapatkan dalam percobaan, mula
kerja amrinon adalah 1 menit dan efek tertinggi pada 2 menit,
sedang lama kerjanya lebih dari 1 jam. Pemberian amrinon
berulang kali tidak menunjukkan takifilaksis pada respon obat.
Injeksi

amrinon

IV

dengan

dosis

tunggal

0,1-1

mg/kg

mengakibatkan peningkatan yang tergantung pada dosis dalam


kekuatan kontraksi jantung tanpa diikuti dengan perubahan yang
berarti pada tekanan darah atau denyut jantung. Dengan dosis yang
lebih tinggi, amrinon menyebabkan penambahan lebih jauh pada
kekuatan kontraksi jantung dan penurunan tekanan darah sistolik
dan diastolik, serta peningkatan denyut jantung tetapi tidak
menyebabkan aritmia.
Efek samping:
obat termasuk gangguan saluran cerna, hepatotoksisitas, demam,
trombositopeni reversible dan lain-lain.
Dosis:
Parenteral 5 mg/mL untuk infuse
f. Isoproterenol
Isoproterenol merupakan aktivator simpatomimetik terhadap
reseptor 1 dan 2 yang paling poten. Sekitar 2-3 kali lebih poten
dibandingkan epinephrine dan 100 kali lebih aktif dibandingkan
norepinephrine. Pada dosis klinis, isoproterenol tidak memiliki
efek agonis.
Metabolisme oleh COMT di hepar terjadi secara cepat,
memerlukan infus kontinyu untuk mempertahankan konsentrasi
obat di dalam plasma. Uptake isoproterenol di postganglionik
sympathetic nerve endings minimal.
Efek Samping:

Pemberian infus kontinyu isoproterenol 1-5 g/menit efektif


menyebabkan peningkatan heart rate, kontraktilitas miokard, dan
cardiac automaticity. Akibatnya terjadi peningkatan cardiac output
yang umumnya cukup untuk menimbulkan peningkatan tekanan
darah sistolik. Vasodilatasi pada skeletal muscle menurunkan
tahanan vaskular sistemik. Mean arterial pressure akan menurun
akibat turunnya tahanan vaskular sistemik dan turunnya tekanan
darah diastolik. Penurunan tekanan darah diastolik dapat
menyebabkan penurunan aliran darah koroner dan kebutuhan
oksigen akan meningkat pada keadaan takikardi. Kombinasi yang
terjadi ini sangat buruk pada pasien dengan coronary artery
disease.
Pada pasien bradidisritmia, isoproterenol digunakan untuk
mempertahankan peningkatan heart rate sebelum pemasangan
cardiac pacemaker. Penggunaan isoproterenol sebagai obat
inotropik semakin jarang dengan adanya dobutamine dan
phosphodiesterase inhibitor. Penggunaan isoproterenol sebagai
bronkodilator telah digantikan oleh agonis 2 spesifik.

g. Teofilin
Adalah bronkodilator yang digunakan untuk pasien asma dan
penyakit paru obstruktif yang kronik. Teofilin dapat meningkatkan
resiko efek samping jika digunakan bersamaan dengan agonis
reseptor beta, seperti munculnya hipokalemia.
Teofilin dimetabolisme oleh hati. Pada pasien perokok atau
gangguan fungsi hati dapat menyebabkan perubahan kadar teofilin
dalam darah. Kadar teofilin dalam darah dapat meningkat pada
gagal jantung, sirosis, infeksi virus dan pasien lanjut usia. Kadar
teofilin dapat menurun pada perokok, pengonsumsi alkohol, dan
obat-obatan yang meningkatkan metabolisme di hati.
Penggunaan teofilin haruslah berhati-hati karena batas keamanan
dosis yang cukup sempit. Dosis terapi dapat dicapai pada kadar 10-

20 mg/lt, namun efek samping juga sudah muncul pada kadar


tersebut dan lebih berat lagi pada kadar diatas 20mg/lt
Dosis:
Secara umum dosis 200-400mg tiap 12 jam
Anak 6-12 tahun : 125-200mg tiap 12 jam
Anak 2-5 tahun : 9mg/kg setiap 12 jam (maksimal 200mg)
Sediaan:
Tablet/kapsul 125mg, 130mg, 150mg, 250mg, 300mg
Syrup 130mg/15ml, 150mg/15ml
Efek Samping:
Denyut jantung

meningkat,

berdebar-debar,

mual-muntah,

gangguan saluran cerna, sakit kepal, gangguan tidur, gangguan


irama jantung, kejang.
h. Omecamtiv
Mecarbil Omecamtiv, sebelumnya diberi kode CK-1827452,
adalah myosin penggerak jantung tertentu. Hal ini secara klinis
diuji untuk perannya dalam pengobatan ventrikel kiri gagal sistolik
jantung. Gagal jantung sistolik ditandai sebagai (fraksi ejeksi 40%
<) curah jantung menurun, karena stroke volume menurun,
mengakibatkan
metabolisme

ketidakmampuan
tubuh

hilangnya

untuk

memenuhi

kontraksi

tuntutan

disebabkan

oleh

berkurangnya jumlah efektif aktin-myosin lintas jembatan di miosit


ventrikel kiri.. Salah satu mekanisme yang mendasari yang
mungkin adalah transduksi sinyal diubah yang mengganggu
eksitasi-kontraksi kopling. Sebuah penurunan curah jantung
menyebabkan hipotensi perifer dan aktivasi sistem saraf simpatik.
Hal ini pada gilirannya merangsang miosit jantung berlebihan,
akhirnya mengarah ke kiri hipertrofi ventrikel, karakteristik gagal
jantung kronis. Beberapa gejala gagal jantung sistolik adalah
kelelahan, edema perifer, dyspnoea, intoleransi latihan, dan sesak
napas.
Mekanisme kerja:

melalui siklus lintas jembatan antara myofilaments, aktin dan


myosin. Energi kimia dalam bentuk ATP diubah menjadi energi
mekanik yang memungkinkan myosin untuk mengikat kuat ke
aktin dan menghasilkan stroke listrik mengakibatkan sarkomer
shortening / kontraksi. Omecamtiv Mecarbil khusus target dan
mengaktifkan ATPase miokard dan meningkatkan pemanfaatan
energi. Hal ini meningkatkan pembentukan myosin dan durasi
lintas jembatan yang efektif, sementara kecepatan kontraksi tetap
sama. Hal ini juga meningkatkan laju pelepasan fosfat dari myosin,
sehingga mempercepat langkah tingkat-menentukan siklus crossjembatan, yang transisi dari kompleks aktin-myosin dari yang
terikat lemah pada yang kuat terikat. Hasil keseluruhan dari
Omecamtiv Mecarbil adalah peningkatan ventrikel kiri waktu
sistolik ejeksi, sarkomer shortening dan stroke volume, sedangkan
tekanan sistolik tetap sama . Hal ini menyebabkan penurunan
denyut jantung sementara konsumsi oksigen miokard tidak
terpengaruh. Curah jantung yang meningkat tidak tergantung pada
kalsium dan cAMP tingkat intraselular. Dengan demikian
Omecamtiv Mecarbil meningkatkan fungsi sistolik dengan
meningkatkan volume durasi sistolik ejeksi / stroke, tanpa
mengkonsumsi lebih banyak ATP energi, oksigen atau mengubah
kadar kalsium intraseluler menyebabkan keseluruhan peningkatan
efisiensi jantung.
Dosis:
Dosis maksimum yang ditoleransi terpantau berada infus 0,5 mg /
kg / jam.

Efek samping:
seperti iskemia, hanya terlihat pada dosis melampaui tingkat ini,
karena pemanjangan ekstrim waktu ejeksi sistolik.
i. Berberine

Berberin adalah garam amonium kuaterner dari kelompok


protoberberine alkaloid isoquinoline. Hal ini ditemukan pada
tanaman seperti Berberis [mis Berberis aquifolium (Oregon
anggur), Berberis vulgaris (barberry), Berberis aristata (pohon
kunyit)],

Hydrastis

canadensis

(goldenseal),

xanthorhiza

simplicissima (yellowroot), Phellodendron amurense (pohon gabus


Amur), Coptis chinensis (goldthread Cina atau Huang
Lian Su), Bratawali, Argemone mexicana (poppy berduri), dan
Eschscholzia californica (poppy California). Berberin biasanya
ditemukan pada akar, rimpang, batang, dan kulit.
Berberin pertama kali digunakan di Cina sebagai obat spektrum
luas anti-mikroba oleh Shennong (2800 SM), penggunaan tercatat
pertama Berberin dijelaskan dalam buku pengobatan Cina kuno
The Divine Farmers Herb-Root Classic.
Dosis:
dosis sampai 2 gram sehari selama delapan minggu.
Untuk hiperkolesterolemia (kolesterol tinggi), 0,5 gram berberin
dua kali sehari selama tiga bulan.
Untuk diare menular, berberin sulfat 400 miligram sebagai dosis
tunggal.
Untuk trombositopenia, berberin bisulfat 5 miligram, tiga kali
sehari (20 menit sebelum makan) selama 15 hari telah digunakan.
Sebagai suntikan ke dalam pembuluh darah, berberin telah diresapi
pada tingkat 0,2 miligram / kilogram per menit selama 30 menit.
Untuk trachoma, 0,2% tetes mata berberin telah dipelajari selama
delapan minggu.
Efek Samping:
mual, muntah, hipertensi (tekanan darah tinggi), gagal napas dan
parestesia (sensasi abnormal seperti mati rasa atau kesemutan);
Namun, bukti klinis efek samping tersebut tidak menonjol dalam
literatur. Efek samping yang jarang termasuk sakit kepala, iritasi
kulit, kemerahan pada wajah, sakit kepala, bradikardia (denyut
jantung melambat) juga telah dilaporkan dengan penggunaan
berberin.

2. Agen inotropik negative


a. Carvedilol
Carvedilol adalah beta-blocker. Beta-blocker mempengaruhi
jantung dan sirkulasi (darah mengalir melalui arteri dan vena).
Carvedilol digunakan untuk mengobati gagal jantung dan
hipertensi (tekanan darah tinggi).
Efek samping:
gatal-gatal; kesulitan bernapas; pembengkakan wajah, bibir, lidah,
atau tenggorokan.
Dosis:
Initial dose: 3 mg orally 2x1 untuk 2 minggu.
b. Bisoprolol
Sediaan: Tablet Salut Selaput 50 mg
Komposisi:
Tiap tablet salut selaput mengandung:
Bisoprolol fumarat 5 mg
Farmakologi:
Bisoprolol adalah zat penyekat (blocking) adrenoreseptor beta-1
selektif (kardioselektif) sintetik tanpa aktivitas stabilisasi membran
yang signifikan atau aktivitas simpatomimetik intrinsik pada dosis
terapi. Namun demikian, sifat kardioselektivitasnya tidaklah
mutlak, pada dosis tinggi (20 mg) bisoprolol fumarat juga
menghambat adrenoreseptor beta-2 yang terutama terdapat pada
otot-otot bronkus dan pembuluh darah; untuk mempertahankan
selektivitasnya, penting untuk menggunakan dosis efektif terendah.
Farmakodinamik:
Mekanisme kerja antihipertensi dari bisoprolol belum seluruhnya
diketahui. Faktor-faktor yang terlibat adalah:
Penurunan curah jantung
Penghambatan pelepasan renin oleh ginjal.
Pengurangan aliran tonus simpatis dari pusat vasomotor
pada otak.
Pada orang sehat, pengobatan dengan bisoprolol menurunkan
kejadian takikardia yang diinduksi oleh aktivitas fisik dan
isoproterenol. Efek maksimum terjadi dalam waktu 1-4 jam setelah

pemakaian. Efek tersebut menetap selama 24 jam pada dosis 5


mg. Penelitian secara elektrofisiologi pada manusia menunjukkan
bahwa bisoprolol secara signifikan mengurangi frekuensi denyut
jantung,

meningkatkan

waktu

pemulihan

sinus

node,

memperpanjang periode refrakter AV node dan dengan stimulasi


atrial yang cepat, memperpanjang konduksi AV nodal. Bisoprolol
juga

dapat

diberikan

bersamaan

dengan

diuretik

tiazid.

Hidroklorotiazid dosis rendah (6,25 mg) digunakan bersamaan


dengan bisoprolol fumarat untuk menurunkan tekanan darah pada
penderita hipertensi ringan samapai sedang.
Farmakokinetik:
Bioavailabilitas dosis oral 10 mg adalah sekitar 80%. Absorpsi
tidak dipengaruhi oleh adanya makanan. Metabolisme lintas
pertama bisoprolol fumarat sekitar 20%. Ikatan dengan protein
serum sekitar 30%. Konsentrasi puncak plasma pada dosis 5-20 mg
terjadi dalam 2-4 jam, dan nilai puncak rata-rata berkisar dari 16
ng/ml pada 5 mg hingga 70 ng/ml pada 20 mg. Pemberian
bisoprolol fumarat sekali sehari memperlihatkan adanya variasi
kadar plasma puncak intersubyek kurang dari dua kali lipat. Waktu
paruh eliminasi plasma adalah 9-12 jam dan sedikit lebih lama
pada penderita usia lanjut, hal ini disebabkan menurunnya fungsi
ginjal. Steady state dicapai dalam 5 hari, pada dosis sekali sehari.
Akumulasi plasmanya rendah pada penderita usia muda dan tua;
faktor akumulasi berkisar antara 1,1 sampai 1,3, sesuai dengan
yang diharapkan dari kinetik urutan pertama dan pemberian sekali
sehari.

Konsentrasi

plasma

pada

dosis

5-20

mg

adalah

proporsional. Karakteristik farmakokinetik dari kedua enansiomer


adalah serupa.
Bisoprolol fumarat dieliminasi melalui ginjal dan bukan ginjal,
sekitar 50% dari dosis, tetap dalam bentuk utuh di urin dan sisanya
dalam bentuk metabolit tidak aktif. Kurang dari 2% diekskresikan

melalui feses. Bisoprolol fumarat tidak dimetabolisme oleh


sitokrom P450 II D6 (debrisoquin hidroksilase).
Pada subyek dengan bersihan kreatinin kurang dari 40 ml/menit,
waktu paruh plasma meningkat kira-kira 3 kali lipat dari orang
sehat. Pada penderita sirosis hati, eliminasi bisoprolol fumarat
lebih bervariasi dalam hal kecepatan dan secara signifikan lebih
lambat dari orang sehat, dengan waktu paruh plasma berkisar
antara 8,3 hingga 21,7 jam.

Indikasi:
Bisoprolol diindikasikan untuk hipertensi, bisa digunakan sebagai
monoterapi atau dikombinasikan dengan antihipertensi lain.
Kontraindikasi:
Hipersensitif terhadap bisoprolol fumarat
Bisoprolol dikontraindikasikan pada penderita cardiogenic shock,
kelainan jantung, AV blok tingkat II atau III, bradikardia sinus.
Dosis:
Dosis awal 5 mg sekali sehari atau dosis dapat ditingkatkan
menjadi 10-20 mg sekali sehari. Pada penderita bronkospastik,
gangguan hati (hepatitis atau sirosis) dan gangguan ginjal (bersihan
kreatinin kurang dari 40 ml/menit), dengan dosis awal 2,5 mg
sekali sehari.
Efek samping:
Sistem saraf pusat: dizziness, vertigo, sakit kepala, parestesia,
hipoaestesia, ansietas, konsentrasi berkurang.
Sistem saraf otonom: mulut kering.
Kardiovaskular: bradikardia, palpitasi dan gangguan ritme lainnya,
cold extremities, klaudikasio, hipotensi, hipotensi ortostatik, sakit
dada, gagal jantung.
Psikiatrik: insomnia, depresi.
Gastrointestinal: nyeri perut, gastritis, dispepsia, mual, muntah,
diare, konstipasi.
Muskuloskeletal: sakit otot, sakit leher, kram otot, tremor.

Kulit: rash, jerawat, eksim, iritasi kulit, gatal-gatal, kulit kemerahmerahan, berkeringat, alopesia, angioedema, dermatitis eksfoliatif,
vaskulitis kutaneus
Khusus: gangguan visual, sakit mata, lakrimasi abnormal, tinitus,
sakit telinga.
Metabolik: penyakit gout.
Pernafasan: asma, bronkospasme, batuk, dispnea, faringitis, rinitis,
sinusitis.
Genitourinaria: menurunnya libido/impotensi, penyakit Peyronie,
sistitis, kolik ginjal.
Hematologi: purpura
Lain-lain: kelemahan, letih, nyeri dada, peningkatan berat badan.
c. Metoprolol
Metoprolol adalah beta-blocker yang mempengaruhi jantung dan
sirkulasi (darah mengalir melalui arteri dan vena).
Metoprolol digunakan untuk mengobati angina (nyeri dada) dan
hipertensi (tekanan darah tinggi). Hal ini juga digunakan untuk
mengobati atau mencegah serangan jantung.
Efek samping:
detak jantung yang sangat lambat;
perasaan berkepala ringan, seperti Anda akan pingsan;
sesak napas (bahkan dengan tenaga ringan), bengkak,

kenaikan berat badan yang cepat; atau


Perasaan dingin di tangan dan kaki.
pusing, perasaan lelah;
kebingungan, masalah memori;
mimpi buruk, gangguan tidur;
diare; atau gatal ringan atau ruam.

Dosis:
Dosis Dewasa biasa dari Metoprolol untuk Angina Pektoris
Profilaksis:
Dosis awal: 100 mg secara oral dalam 1 atau 2 dosis terbagi.
Dosis pemeliharaan: 100-450 mg / hari.
Dosis Dewasa untuk Hipertensi:

Dosis awal: 100 mg secara oral dalam 1 atau 2 dosis terbagi.


Dosis pemeliharaan: 100-450 mg / hari.
Dosis Dewasa untuk supraventrikular Takikardia:
Dosis awal: 100 mg secara oral dalam 1 atau 2 dosis terbagi.
Dosis pemeliharaan: 100-450 mg / hari.
Dosis Dewasa dari Metoprolol untuk Angina Pektoris:
Dosis awal: 100 mg secara oral dalam 1 atau 2 dosis terbagi.
Dosis pemeliharaan: 100-400 mg / hari.
Dosis Dewasa biasa untuk Myocardial Infarction:
Pengobatan dini:
IV: 3 suntikan bolus 5 mg diberikan dengan interval 2 menit.
Oral: Pada pasien yang mentoleransi dosis IV penuh (15 mg),
tablet metoprolol, 50 mg setiap 6 jam, harus dimulai 15 menit
setelah dosis IV terakhir dan berlangsung selama 48 jam. Dosis
pemeliharaan: 100 mg secara oral dua kali sehari. Pasien yang
tampaknya tidak mentolerir dosis IV penuh harus dimulai pada
tablet metoprolol pada 25 mg atau 50 mg setiap 6 jam 15 menit
setelah dosis intravena terakhir atau segera setelah kondisi klinis
mereka memungkinkan.
Dosis Dewasa untuk Congestive Heart Failure:
Dosis awal: 25 mg sekali sehari
Dosis pemeliharaan: Dosis ini kemudian harus dua kali lipat setiap
dua minggu untuk tingkat dosis tertinggi ditoleransi hingga 200
mg.

Pediatric Dosis Metoprolol untuk Hipertensi:


1 sampai 17 tahun:
Dosis awal: 1 sampai 2 mg / kg / hari, diberikan dalam 2 dosis
terbagi. Dosis harus disesuaikan berdasarkan respon pasien. Dosis
maksimum: 6 mg / kg / hari (kurang dari atau sama dengan 200 mg
/ hari)
6 sampai 16 tahun:
Dosis awal: 1 mg / kg oral sekali sehari (tidak lebih dari 50 mg
sekali sehari). Dosis minimum yang tersedia adalah salah satu
setengah dari tablet 25 mg. Dosis pemeliharaan: Dosis harus
disesuaikan sesuai dengan respon tekanan darah. Dosis di atas 2
mg / kg (atau lebih dari 200 mg) sekali sehari
d. Diltiazem
Sediaan: 30mg tab
Cara Kerja Obat :
Diltiazem adalah derivate benzodiazepin yang merupakan prototip
dari antagonis kalsium. Mekanisme kerja senyawa ini adalah
mendepresi fungsi nodus SA dan AV, juga vasodilatasi arteri dan
arteriol koroner serta perifer. Dengan demikian maka diltiazem
akan menurunkan denyut jantung dan kontraktiiitas otot jantung,
sehingga terjadi keseimbangan antara persediaan dan pemakaian
oksigen pada iskhemik jantung.
Diltiazem efektif terhadap angina

yang

disebabkan

oieh

vasospasme koroner maupun aterosklerosis koroner. Pemberian


'diltiazem akan mengurangi frekuensi serangan angina dan
menurunkan kebutuhan pemakaian obat nitrogliserin.
Pada pemberian dengan oral diltiazem diabsorpsi kira-kira 80 90% dan berikatan dengan protein plasma. Efek mulai tampak
kurang dari 30 menit setelah pemberian dan konsentrasi puncak
dalam plasma tercapai setelah 2 jam dengan waktu paruh 4 jam.
Senyawa ini diekskresi dalam bentuk metabolit melaiui urin (35%)
dan feses (60%).

Indikasi :
Untuk angina pectoris, menurunkan serangan angina pada
penderita variant angina.
Dosis :
Dewasa : 4 x 30 mg sehari, bila perlu dapat ditingkatkan sampai
360 mg sehari, diberikan sebelum makan dan waktu hendak tidur.
Efek Samping :
Jarang terjadi, hanya 2 - 10% pasien yang mengalami nyeri

kepala, pusing, gangguan saluran cerna dan bradikardia.


Kadang-kadang menaikkan tingkat GOT, GPT dan

fosfatase alkalin.
Hipersensitif : erupsi, eritema multiforme (dalam kasus

demikian pengobatan harus dihentikan).


Pernah dilaporkan : rash, pruritus

e. Verapamil
Farmakologi:
Oral : efek puncak :1-2 jam ; durasi 6-8 jam. IV : efek puncak : 1-5
menit ; durasi 10-20 menit.;Ikatan protein : 90%, Metabolisme : di
hati ; extensive first pass effect, Bioavaibilitas : oral : 2035%,;Waktu paruh bayi : 4,4-6,9 jam, dewasa : dosis tunggal 2-8
jam meningkat sampai 12 jam dengan dosis ganda; waktu paruh
meningkat pada pasien sirosis hepatis. ;Eliminasi : 70% diekskresi
melalui urin (3-4% dalam bentuk obat tidak berubah) dan 16%
melalui feses.
Bentuk sediaan:
Kapsul (Sustained Release) 120 mg, 180 mg, 240 mg, 360
mg;Injeksi 2,5 mg/ml (2 ml, 4,ml);Tablet 40 mg, 80 mg, 120 mg.
Tablet (Sustained Release) 180 mg, 240 mg
Mekanisme aksi:
Menghambat masuknya ion kalsium ke dalam slow channel atau
daerah sensitif tegangan pada pembuluh darah otot polos dan
miokardium pada saat depolarisasi;menghasilkan relaksasi otot

polos pembuluh darah koroner dan vasodilatasi koroner ;


meningkatkan oksigenasi miokardial pada pasien dengan angina
vasospastik ; memperlambat otomatisitas dan konduksi nodus AV.
Dosis:
Hipertensi: 240 480 mg dalam dosis terbagi, 2 3 x

sehari, peroral
Angina: 80 120 mg 3 x sehari peroral
Aritmia supraventrikular: 40 120 mg 3 x sehari peroral,
atau 5 10 mg via injeksi intravena perlahan selama 2 3
menit (sebaiknya dilakukan sambil dipantau dengan
rekaman jantung/EKG)

Efek Samping:

Blokade AV, bradikardia sinus, hipotensi, konstipasi (susah

buang air besar), pusing, mual.


Jarang : vertigo, sakit kepala, hipotensi, edema tungkai,
muka kemerahan, letih, cemas, eritomelalgia, parestesia
(gangguan perasaan kulit seperti kesemutan), neuropati,
aritmia bradikardial, gagal jantung kongestif, dispneu,

peningkatan kadar prolaktin, galaktore.


Sangat jarang : nyeri otot, nyeri sendi, reaksi alergi kulit,
purpura,

dermatitis

fotosensitisasi,

ginekomastia

(pembesaran payudara pria seperti payudara wanita),


peningkatan

transaminase

dan/atau

alkalin

fosfatase

sementara, gangguan toleransi glukosa relevan, hiperplasia

gusi.
Takikardia, jantung berdebar, impotensi.
Tinitus (telinga berdenging tanpa ada rangsang dari luar),

gemetar.
Hati-hati pada pasien dengan pacu jantung atau defibrilator.
f. Clevidipine
Clevidipine butirat adalah CCB dihidropiridin L-jenis yang cepat
dimetabolisme dalam darah dan jaringan dan tidak menumpuk di
tubuh. L-jenis saluran kalsium memediasi masuknya kalsium
selama depolarisasi di otot polos arteri. Hal ini diindikasikan untuk

pengurangan BP ketika terapi oral tidak layak atau tidak


diinginkan.
g. Quinidin
Sediaan: Tablet lepas lambat: 324mg, 330mg
Efek Samping : Tinitus, gangguan penglihatan, Sakit kepala, Mual,
pusing

BAB III
KESIMPULAN

Agent inotropik merupakan agent yang memiliki efek meningkatkan kontraktilitas


jantung. Kontraktilitas jantung yang terganggu dapat menurunkan cardiac output
sehingga tidak dapat memberikan perfusi maupun hantaran oksigen yang cukup
ke jaringan.
Inotropik dibagi dalam dalam dua agen yaitu :
a. Agen inotropik positif
Adalah agen yang meningkatkan kontraktilitas miokard, dan digunakan
untuk mendukung fungsi jantung dalam kondisi seperti gagal jantung,
syok kardiogenik, syok septic, kardiomiopati. Agen inotropik positif
biasanya menstimulasi masuknya Ca2+ ke dalam sel otot jantung,
kemudian akan meningkatkan tekanan dan durasi dari kontraksi
ventrikular.
Contoh: Berberine,

Omecamtiv,

dopamine,

epinefrin

isoprenalin (isoproterenol), digoxin, digitalis, amrinon, teofilin


b. Agen inotropik negative

(adrenalin),

Adalah agen menurunkan kontraktilitas miokard, dan digunakan untuk


mengurangi beban kerja jantung. Agen inotropik negatif akan memblok
pergerakan Ca2+ atau mendepresi metabolisme otot jantung.
Contoh : Carvedilol, bisoprolol, metoprolol, diltiazem, verapamil,
clevidipine, quinidin.

DAFTAR PUSTAKA
1. Vincent, J.L. (2008), Hemodynamic Support of the Critically Ill Patient,
in: Anesthesiology. Longnecker, D. E., editor. United States Of America:
The McGraw-Hill Companies, Inc.
2. Haas, C.E., LeBlanc, J.M. (2005), Critical Care Pharmacologic Principles:
Vasoactive Drugs, in: Papadakos, P.J., Szalados, J.E., editor. Critical Care
The Requisites in Anesthesiology. 1st ed. United States of America: The
Elsevier Mosby.
3. Stoelting, R.K., Hillier, S.C. (2006), Sympathomimetics, in: Pharmacology
& Physiology in Anesthetic Practice. 4th Ed. United States of America:
Lippincott Williams & Wilkins.
4. Katzung,
B.G.
(2001),
Adrenoceptor-Activating

&

Other

Sympathomimetic Drugs, in:. Katzung, B.G., editor. Basic & Clinical


Pharmacology. 8th Ed. United States Of America: The McGraw-Hill
Companies, Inc.
5. Morgan, Jr.G.E., Mikhail, M.S., Murray, M.J. (2006), Adrenergic Agonists
& Antagonists, in: Morgan, Jr.G.E., Mikhail, M.S. & Murray, M.J., editors.
Clinical Anesthesiology. 4th Ed. United States of America: the McGrawHill Companies.

You might also like