You are on page 1of 25

BAB I

LAPORAN PENDAHULUAN
PEROTINITIS
1.1 Definisi
Peritonitis adalah inflamasi peritoneum- lapisan membrane serosa rongga abdomendan
meliputi viresela. Biasanya, akibat dari infeksi bakteri. Organisme berasal dari penyakit
saluran gastrointestinal atau pada wanita dari organ reproduktif internal (Brunner &
suddarth, 2002)
1.2 Klasifikasi
1. Peritonitis primer
Terjadi biasanya pada anak-anak dengan syndrome nefritis atau sirosis hati lebih
banyak terdapat pada anak-anak perempuan dari pada anak laki-laki. Peritonitis
terjadi tanpa adanya sumber infeksi di rongga peritoneum, kuman masuk ke rongga
peritoneum kelalui aliran darah atau pada pasien perempuan melalui saluran alat
genetal.
2. Peritonitis sekunder
Di sini peritonitis terjadi bila kuman masuk ke rongga peritoneum dalam jumlah
yang cukup banyak. Biasanya dari lumen saluran cerna. Peritonium biasanya dapat
masuknya bakteri melalui saluran getah bening diafragma tetapi bila banyak kuman
masuk secara terus menerus akan menjadi peritornitis, apabila ada rangsangan
kimiawi karena masuknya asam lambung, makanan, tinja, Hb dan jaringan nekrotik
atau bila imunitas menurun. Biasanya terdapat campuran jenis kuman yang
menyebabkan peritornitis, sering kuman-kuman aerob dan anaerob, peritornitis juga
sering terjadi bila ada sumber intraperitoneal seperti appendixitis, diverticulitis,
salpingitis, kolesistisis, pangkreatitis, dan sebagainya.
Bila trauma yang menyebabkan rupture pada saluran cerna / perforasi setelah
endoskopi, kateterisasi. Biopsi atau polipektomi endoskopik, tidak jarang pula setelah
perforasi spontan pada tukak peptic atau peganasan saluran cerna, tertelannya benda
asing yang tajam juga dapat menyebabkan perforasi dan peritonitis.
3. Peritornitis karena pemasangan benda asing ke dalam rongga peritoneon yang
menimbulkan peritonitis adalah :
Kateter ventrikulo peritoneal yang di pasang pada pengobatan hidro sefalus
Kateter peritoneal jugular untuk mengurangi asites

Continous ambulatory peritoneal dialysis. (Soeparman S, 1990: 174)

1.3 Etilogi
1. Infeksi bakteri

Mikroorganisme berasl dari

penyakit saluran

duodenum)
Tukak thypoid
Tukak disentri amuba / colitis
Tukak pada tumor
Salpingitis
Divertikulitis

gastrointestinal
Appendisitis yang meradang
dan perforsi

Tukak peptik (lambung /

Kuman yang paling hemolitik, stapilokokus aurens,b dan u sering ialah

bakteri coli, streptokokus enterokokus dan yang paling berbahaya adalah clostridium
wechii.
2. Secara langsung dari luar
Operasi yuang tidak steril
Terkontaminasi talcum venetum, lycopodium, sulfonamida, terjadi peritonitis
yang disertai pembentukan jaringan granulomatosa sebagai respon terhadap benda
asing, disebut juga peritonitis granulomatosa serta merupakan peritonitis local.
Trauma pada kecelakaan seperti ruptrus limpa, ruptrus hati
Melalui tuba fallopius seperti cacing enterobius vermikularis.
Terbentuk pula peritonitis granulomatosa
3. Secara hematogen sebagai komplikasi beberapa penyakit akut seperti radang saluran
pernapasan bagian atas, otitis media, mastoiditis, glomerulonepritis penyebab utama
adalah streptokokus atau pnemokokus.
4. Infeksi pada abdomen dikelompokan menjadi peritonitis infeksi (umum) dan abses
abdomen (local infeksi peritonitis relative sulit ditegakkan dan sangat bergantung
pada penyakit yang mendasarinya. Penyebab peritonitis ialah spontaneous bacterial
peritonitis (SBP) akibat penyakit hati yang kronik. SBP terjadi bukan karena infeksi
intraabdonmen, tetapi biasanya terjadi pada pasien yang asites terjadi kontaminasi
hingga ke rongga peritoneal sehingga menjadi translokasi bakteri menuju dinding
perut atau pemnuluh limfe masanterium, kadang terjadi penyebaran hematogen jika
terjadi bakterimia dan penyebab penyakit hati yang kronik. Semakin rendah kadar
protein cairan asietas semakin tinggi risiko terjadinya peritonitis dan abses, ini karena
terjadi ikatan opsonisasi yang rendah antar molekul komponen asietas pathogen yang
sering menyebabkan infeksi adalah bakteri gram negative E. Coli 40% klebsiella

pneumonia 7% spesies pseudomonas, proteus dan gram lainnya 20% dan bakteri gram
positif yaitu streptokokus pneimoniae 15%, jenis strptokokus lain 15% dan golongan
staphylokokus 3%. Selain itu juga terdapat anaerob dan infeksi campur bakteri.

1.4 Manifestasi Klinis


2. Syok ( neurogenik, hipovolemik

tergantung pada perluasan iritasi

tau septik ) terjadi pada beberapa

peritonitis
6. Bising usus tak terdengar pada

penderita peritonitis umum


3. Demam
4. Distensi abdomen
5. Nyeri tekan abdomen dan regiditas
yang lokal, difus, atrofi umum,

peritonitis umumdapat terjadi pada


daerh

yang

jauh

peritonitisnya
7. Nausea
8. Vomiting
9. Penurunan peristaltik

dari

lokasi

10. 1,5 Patofisiologi


11.

Reaksi awal peritoneum terhadap invasi oleh bakteri adalah keluarnya eksudat

fibrinosa. Kantong-kantong nanah (abses) terbentuk di antara perlekatan fibrinosa, yang


menempel menjadi satu dengan permukaan sekitarnya sehingga membatasi infeksi.
Perlekatan biasanya menghilang bila infeksi menghilang, tetapi dapat menetap sebagai
pita-pita fibrosa, yang kelak dapat mengakibatkan obstuksi usus.
12.

Peradangan menimbulkan akumulasi cairan karena kapiler dan membran

mengalami kebocoran. Jika defisit cairan tidak dikoreksi secara cepat dan agresif, maka
dapat menimbulkan kematian sel. Pelepasan berbagai mediator, seperti misalnya
interleukin, dapat memulai respon hiperinflamatorius, sehingga membawa ke
perkembangan selanjutnya dari kegagalan banyak organ. Karena tubuh mencoba untuk
mengkompensasi dengan cara retensi cairan dan elektrolit oleh ginjal, produk buangan
juga ikut menumpuk. Takikardi awalnya meningkatkan curah jantung, tapi ini segera
gagal begitu terjadi hipovolemia.
13.

Organ-organ didalam cavum peritoneum termasuk dinding abdomen

mengalami oedem. Oedem disebabkan oleh permeabilitas pembuluh darah kapiler organorgan tersebut meninggi. Pengumpulan cairan didalam rongga peritoneum dan lumenlumen usus serta oedem seluruh organ intra peritoneal dan oedem dinding abdomen
termasuk jaringan retroperitoneal menyebabkan hipovolemia. Hipovolemia bertambah
dengan adanya kenaikan suhu, masukan yang tidak ada, serta muntah.
14.

Terjebaknya cairan di cavum peritoneum dan lumen usus, lebih lanjut

meningkatkan tekana intra abdomen, membuat usaha pernapasan penuh menjadi sulit dan
menimbulkan penurunan perfusi.
15.

Bila bahan yang menginfeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum atau

bila infeksi menyebar, dapat timbul peritonitis umum. Dengan perkembangan peritonitis
umum, aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik; usus kemudian
menjadi atoni dan meregang. Cairan dan elektrolit hilang kedalam lumen usus,
mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi dan oliguria. Perlekatan dapat

terbentuk antara lengkung-lengkung usus yang meregang dan dapat mengganggu


pulihnya pergerakan usus dan mengakibatkan obstruksi usus.
16.

Sumbatan yang lama pada usus atau obstruksi usus dapat menimbulkan ileus

karena adanya gangguan mekanik (sumbatan) maka terjadi peningkatan peristaltik usus
sebagai usaha untuk mengatasi hambatan. Ileus ini dapat berupa ileus sederhana yaitu
obstruksi usus yang tidak disertai terjepitnya pembuluh darah dan dapat bersifat total atau
parsial, pada ileus stangulasi obstruksi disertai terjepitnya pembuluh darah sehingga
terjadi iskemi yang akan berakhir dengan nekrosis atau ganggren dan akhirnya terjadi
perforasi usus dan karena penyebaran bakteri pada rongga abdomen sehingga dapat
terjadi peritonitis.
17.
18.
19.
1.6 Pemeriksaan Diagnostik
20. Menurut Doengoes, Moorhouse, dan Geissler (1999), pemeriksaan diagnostic pada
peritonitis adalah sebagai berikut :
21. a.

Pemeriksaan darah lengkap : sel darah putih meningkat kadang-kadang lebih dari

20.000 /mm3. Sel darah merah mungkin meningkat menunjukan hemokonsentrasi.


22. b. Albumin serum, mungkin menurun karena perpindaahan cairan.
23. c.

Amylase serum biasanya meningkat.

24. d. Elektrolit serum, hipokalemia mungkin ada.


25. e.

Kultur, organisme penyebab mungkin teridentifikasi dari darah, eksudat/sekret

atau

cairan asites.

26. f.

Pemeriksaan foto abdominal, dapat menyatakan distensi usus ileum. Bila

perforasi visera sebagai etiologi, udara bebas akan ditemukan pada abdomen.
27. g. Foto dada, dapat menyatakan peninggian diafragma.
28. h.

Parasentesis, contoh cairan peritoneal dapat mengandung darah, pus/eksudat,

amilase, empedu, dan kreatinin.


29.

1.7 Penatalaksanaan
30. Menurut Netina (2001), penatalaksanaan pada peritonitis adalah sebagai berikut :
31. a.

Penggantian cairan, koloid dan elektrolit merupakan focus utama dari

penatalaksanaan medik.
32. b.

Analgesik untuk nyeri, antiemetik untuk mual dan muntah.

33. c.

Intubasi dan penghisap usus untuk menghilangkan distensi abdomen.

34. d.

Terapi oksigen dengan nasal kanul atau masker untuk memperbaiki fungsi

ventilasi.
35. e.

Kadang dilakukan intubasi jalan napas dan bantuan ventilator juga diperlukan.

36. f.

Therapi antibiotik masif (sepsis merupakan penyebab kematian utama).

37. g. Tindakan pembedahan diarahkan pada eksisi ( appendks ), reseksi , memperbaiki


(perforasi ), dan drainase ( abses ).
38. h. Pada sepsis yang luas perlu dibuat diversi fekal

39.
40.
41.
42.
43.
44.BAB II
45.ASKEP TEORITIS
46.
2.1 Pengkajian
47. A. Identitas
1. Nama pasien
2. Umur

3. Jenis kelamin
4. Suku /Bangsa
5. Pendidikan
6. Pekerjaan
7. Alamat
8. Keluhan utama:
48.

Keluhan utama yang sering muncul adalah nyeri kesakitan di bagian

perut sebelah kanan dan menjalar ke pinggang.


a. Riwayat Penyakit Sekarang
49. Peritinotis dapat terjadi pada seseorang dengan peradangan iskemia,
peritoneal diawali terkontaminasi material, sindrom nefrotik, gagal ginjal
kronik, lupus eritematosus, dan sirosis hepatis dengan asites.
b. Riwayat Penyakit Dahulu
50. Seseorang dengan peritonotis pernah ruptur saluran cerna, komplikasi
post operasi, operasi yang tidak steril dan akibat pembedahan, trauma pada
kecelakaan seperti ruptur limpa dan ruptur hati.
51.
52.
c. Riwayat Penyakit Keluarga
53. Secara patologi peritonitis tidak diturunkan, namun jika peritonitis ini
disebabkan oleh bakterial primer, seperti: Tubercolosis. Maka kemungkinan
diturunkan ada.
d. Pemeriksaan Fisik
Sistem pernafasan (B1)
54. Pola nafas irregular (RR> 20x/menit), dispnea, retraksi otot
bantu pernafasan serta menggunakan otot bantu pernafasan.
Sistem kardiovaskuler (B2)

55. Klien mengalami takikardi karena mediator inflamasi dan


hipovelemia vaskular karena anoreksia dan vomit. Didapatkan irama
jantung irregular akibat pasien syok (neurogenik, hipovolemik atau
septik), akral : dingin, basah, dan pucat.
Sistem Persarafan (B3)

56. Klien dengan peritonitis tidak mengalami gangguan pada otak


namun hanya mengalami penurunan kesadaran.
Sistem Perkemihan (B4)

57. Terjadi penurunan produksi urin.


Sistem Pencernaan (B5)
58. Klien akan mengalami anoreksia dan nausea. Vomit dapat

muncul akibat proses ptologis organ visceral (seperti obstruksi) atau secara
sekunder akibat iritasi peritoneal. Selain itu terjadi distensi abdomen,
bising usus menurun, dan gerakan peristaltic usus turun (<12x/menit).
Sistem Muskuloskeletal dan Integumen (B6)
59. Penderita peritonitis mengalami letih, sulit berjalan, nyeri perut
dengan aktivitas. Kemampuan pergerakan sendi terbatas, kekuatan otot
mengalami kelelahan, dan turgor kulit menurun akibat kekurangan
volume cairan.
e. Pengkajian Psikososial
60. Interaksi sosial menurun terkait dengan keikutsertaan pada aktivitas
sosial yang sering dilakukan.
61.
f.

Personal Hygiene
62.

Kelemahan selama aktivitas perawatan diri.

1. Pengkajian Spiritual

2. Pemeriksaan penunjang
g. Pemeriksaan Laboratorium
1. Complete Blood Count (CBC), umumnya pasien dengan infeksi intra
abdomen menunjukan adanya luokositosis (>11.000 sel/ L) dengan
adanya pergerakan ke bentuk immatur pada differential cell count. Namun
pada pasien denganimmunocompromised dan pasien dengan beberapa tipe
infeksi (seperti fungal dan CMV) keadaan leukositosis dapat tidak
ditemukan atau malah leucopenia
2. PT, PTT dan INR
3. Test fungsi hati jika diindikasikan
4. Amilase dan lipase jika adanya dugaan pancreatitis
5. Urinalisis untuk mengetahui adanya penyakit pada saluran kemih (seperti
pyelonephritis, renal stone disease)
6. Cairan peritoneal, cairan peritonitis akibat bakterial dapat ditunjukan dari
pH dan glukosa yang rendah serta peningkatan protein dan nilai LDH
h. Pemeriksaan Radiologi
1. Foto polos
2. USG
3. CT Scan (eg, gallium Ga 67 scan, indium In 111labeled autologous
leucocyte scan, technetium Tc 99m-iminoacetic acid derivative scan).
4. Scintigraphy
5. MRI

63.

Pemeriksaan radiologis merupakan pemeriksaan penunjang

untuk pertimbangan dalam memperkirakan pasien dengan abdomen akut.


Pada peritonitis dilakukan foto polos abdomen 3 posisi, yaitu:
1. Tiduran telentang (supine), sinar dari arah vertikal dengan proyeksi
anteroposterior (AP).
2. Duduk atau setengah duduk atau berdiri kalau memungkinkan, dengan
sinar horizontal proyeksi AP.
3. Tiduran miring ke kiri (left lateral decubitus = LLD), dengan sinar
horizontal, proyeksi AP.
64.

Sebaiknya pemotretan dibuat dengan memakai kaset film yang

dapat mencakup seluruh abdomen beserta dindingnya. Perlu disiapkan


ukuran kaset dan film ukuran 35 x 43 cm. Sebelum terjadi peritonitis, jika
penyebabnya adanya gangguan pasase usus (ileus) obstruktif maka pada foto
polos abdomen 3 posisi didapatkan gambaran radiologis antara lain:
1. Posisi tidur, untuk melihat distribusi usus, preperitonial fat, ada tidaknya
penjalaran. Gambaran yang diperoleh yaitu pelebaran usus di proksimal
daerah obstruksi, penebalan dnding usus, gambaran seperti duri ikan
(Herring bone appearance).
2. Posisi LLD, untuk melihat air fluid level dan kemungkinan perforasi
usus. Dari air fluid level dapat diduga gangguan pasase usus. Bila air
fluid level pendek berarti ada ileus letak tinggi, sedang jika panjangpanjang kemungkinan gangguan di kolon. Gambaran yang diperoleh
adalah adanya udara bebas infra diafragma dan air fluid level.
3. Posisi setengah duduk atau berdiri. Gambaran radiologis diperoleh
adanya air fluid level dan step ladder appearance. Jadi gambaran
radiologis pada ileus obstruktif yaitu adanya distensi usus partial, air
fluid level, dan herring bone appearance.
65.

Sedangkan pada ileus paralitik didapatkan gambaran radiologis yaitu:

1. Distensi usus general, dimana pelebaran usus menyeluruh sehingga


kadang-kadang susah membedakan anatara intestinum tenue yang
melebar atau intestinum crassum.
2. Air fluid level.
3. Herring bone appearance.
66.

Bedanya dengan ileus obstruktif: pelebaran usus menyeluruh

sehingga air fluid level ada yang pendek-pendek (usus halus) dan panjangpanjang (kolon) karena diameter lumen kolon lebih lebar daripada usus
halus. Ileus obstruktif bila berlangsung lama dapat menjadi ileus paralitik.
67.

Pada kasus peritonitis karena perdarahan, gambarannya tidak

jelas pada foto polos abdomen. Gambaran akan lebih jelas pada pemeriksaan
USG (ultrasonografi).
68.

Gambaran radiologis peritonitis karena perforasi dapat dilihat

pada pemeriksaan foto polos abdomen 3 posisi. Pada dugaan perforasi


apakah karena ulkus peptikum, pecahnya usus buntu atau karena sebab lain,
tanda utama radiologi adalah:
1. Posisi tiduran, didapatkan preperitonial fat menghilang, psoas line
menghilang, dan kekaburan pada cavum abdomen.
2. Posisi duduk atau berdiri, didapatkan free air subdiafragma berbentuk
bulan sabit (semilunair shadow).
3. Posisi LLD, didapatkan free air intra peritonial pada daerah perut yang
paling tinggi. Letaknya antara hati dengan dinding abdomen atau antara
pelvis dengan dinding abdomen. Jadi gambaran radiologis pada
peritonitis yaitu adanya kekaburan pada cavum abdomen, preperitonial
fat dan psoas line menghilang, dan adanya udara bebas subdiafragma
atau intra peritoneal.
69.

i.

X. Ray
70.

Foto polos abdomen 3 posisi (anterior, posterior, lateral), didapatkan :

1. Illeus merupakan penemuan yang tak khas pada peritonitis.


2. Usus halus dan usus besar dilatasi.
3. Udara bebas dalam rongga abdomen terlihat pada kasus perforasi.
2.2 Diagnosa
1. Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi, demam dan kerusakan jaringan.
2. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma jaringan.
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia dan
muntah.
4. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan volume cairan aktif.
5. Ketidakefektifan pola nafas b.d penurunan kedalaman pernafasan sekunder
distensi abdomen dan menghindari nyeri.
6. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
2.3 Intervensi
1. Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi, demam dan kerusakan jaringan.
71. Tujuan: Nyeri klien berkurang
72. Kriteria hasil :
1. Laporan nyeri hilang/terkontrol
2. Menunjukkan penggunaan ketrampilan relaksasi.
3. Metode lain untuk meningkatklan kenyamanan

73.
74. Intervensi Keperawatan

75.

1. Tindakan/Intervensi

2. Rasional

3. Mandiri:

9.

Selidiki laporan nyeri, catat1.

1.

76.
77.

Perubahan

pada

lokasi, lama, intensitas (skala 0-

lokasi/intensitas tidak umum tetapi

10)

dapat

dan

karakteristiknya

(dangkal, tajam, konstan)

menunjukkan

komplikasi.

terjadinya

Nyeri

cenderung

menjadi konstan, lebih hebat, dan

78.

4.

menyebar ke atas, nyeri dapat lokal

5.

79.

bila terjadi abses.

6.
Pertahankan

80. 2.

posisi

semi2.

Fowler sesuai indikasi

81.

Memudahkan

cairan/luka karena gravutasi dan


membantu

7.

82.
3.

meminimalkan

nyeri

karena gerakan.
Berikan

tindakan

kenyamanan,

contoh

pijatan

sering.

meningkatkan

kemampuan koping pasien denagn

Menurunkan mual/muntah yang

4.

perawatan

dan

memfokuskan kembali perhatian.

8.
Berikan

relaksasi

mungkin

relaksasi atau visualisasi.

dengan

Meningkatkan

3.

punggung, napas dalam, latihan

4.

drainase

mulut

Hilangkan

dapat meningkatkan tekanan atau


nyeri intrabdomen.

rangsangan lingkunagan yang


tidak menyenangkan
10. Kolaborasi:

12.

11. Berikan obat sesuai indikasi:

13. Menurunkan laju metabolik dan

1.

Analgesik, narkotik

2.

Antiemetik,

iritasi

sirkulasi/lokal,
contoh

Antipiretik,
asetaminofen (Tylenol)

karena
yang

menghilangkan

toksin

membantu

nyeri

dan

meningkatkan penyembuhan.

hidroksin (Vistaril)
3.

usus

contoh

14. Catatan: Nyeri biasanya berat

dan memerlukan pengontrol nyeri


narkotik, analgesik dihindari dari
proses

diagnosis

karena

dapat

menutupi gejala.
15. Menurunkan mual/munta, yang

2. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma jaringan.


83. Tujuan: Mengurangi infeksi yang terjadi, meningkatkan kenyamanan pasien.
84. Kriteria hasil:
1. Meningkatnya penyembuhan pada waktunya, bebas drainase purulen atau
eritema, tidak demam.
2. Menyatakan pemahaman penyebab individu / faktor resiko.
85. Intervensi Keperawatan:
86.

87.

17. Tindakan Intervensi

18. Rasional

19. Mandiri:

27.

Catat faktor risiko individu1.

1.

contoh

88.

trauma

apendisitis
89.
90.

Kaji

2.

atau

tanda

vital

berlanjutnya

dengan

29.

Catat

3.

mental

(contoh

pingsan).

96.

20.

status
bingung,

sirkulasi,

asidosis

101.
102.

menyebabkan

adalah

tanda

dini

septikemia.

sianosis sebagai tanda syok.


Oliguria terjadi sebagai akibat

5.

penurunan perfusi ginjal, toksin

23.

dalam

24.

antibiotik.

Pertahankan teknik aseptik


ketat

pada

perawatan

dan

sisi

invasif.

sirkulasi

Mencegah

6.

mempengaruhi

meluas

dan

membatasi penyebaran organisme

drein

infektif/kontaminasi silang.

abdomen, luka insisi/terbuka,


105.

dapat

dan

dingin, kulit pucat lembab dan

25.

104.

hipotensi,

Selanjutnya manifestasi termasuk

Awasi saluaran urine.

6.

status

Hangat, kemerahan, kulit kering

4.

22.
5.

rendahnya

Hipoksemia,

3.

21.

99.

dan

curah jantung.

kelembaban.

98.

septik,

penyimpangan status mental.

Catat warna kulit, suhu,

4.

syok

vasodilatasi, kehilangan cairan dari

nadi,

perubahan

adanya

endotoksin sirkulasi menyebabkan

hipotensi,

tekanan

Tanda

2.

takikardia, demam, takipnea.

95.

103.

28.

penurunan

93.

100.

dialisa

sering, catat tidak membaiknya

92.

97.

akut,

pilihan

intervensi

peritoneal.

91.

94.

abdomen,

Mempengaruhi

Bersihkan

30.

dengan Betadine atau larutan

106.

31.

lain yang tepat kemudia bilas


107.

dengan PZ.
Observasi

7.

luka.
26.

7.

drainase

Memberikan informasi tentang


status infeksi.

pada
8.

Mencegah
membatasi

penyebaran,

pertumbuhan

bakteri

3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia dan


muntah.
108.

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan nafsu makan dapat

timbul kembali dan status nutrisi terpenuhi.


109.

Kriteria Hasil:

1. Status nutrisi terpenuhi


2. Nafsu makan klien timbul kembali
3. Berat badan normal
4. Jumlah Hb dan albumin normal
110.

1.

Intervensi Keperawatan :

111.

Tindakan Intervensi

112.

113.

Mandiri:

119.

Awasi haluan selang NG, dan 1.


catat adanya muntah atau diare.

Rasional

Jumlah besar dari aspirasi


gaster dan muntah atau diare
diduga terjadi obstruksi usus,

114.
2. Timbang berat badan tiap
hari.

memerlukan evaluasi lanjut.


2.

115.

Kehilangan atau peningkatan


dini

menunjukkan

perubahan

hidrasi tetapi kehilangan lanjut


diduga ada defisit nutrisi.

3. Auskultasi bising usus, catat


bunyi tak ada atau hiperaktif. 3.

Meskipun bising usus sering


tak ada, inflamasi atau iritasi usus

116.
117.

dapat
hiperaktivitas

menyertai
usus, penurunan

4. Catat kebutuhan kalori yang

absorpsi air dan diare.

dibutuhkan.
4.
118.

Adanya

kalori

(sumber

energi) akan mempercepat proses


penyembuhan.

5. Monitor Hb dan albumin


5.
6. Kaji abdomen dengan sering

Indikasi adekuatnya protein


untuk sistem imun.

untuk kembali ke bunyi yang


lembut,

penampilan

bising 6.

usus normal, dam kelancaran

Menunjukan

kembalinya

fungsi usus ke normal

flatus.
120.
121.
122.
1.

Kolaborasi:

123.

Kolaborasi pemasangan NGT 1.


jika klien tidak dapat makan dan

Agar

nutrisi

klien

tetap

yang

sehat

tidak

terpenuhi.

minum peroral.
124.
2.

Kolaborasi dengan ahli gizi


2.

dalam diet.

Tubuh
mudah

3. Berikan

informasi

tentang

untuk

terkena

infeksi

(peradangan).

zat-zat makanan yang sangat


penting bagi keseimbangan

3.

Klien dapat berusaha untuk


memenuhi

metabolisme tubuh

kebutuhan

makan

dengan makanan yang bergizi.


4.

Kekurangan volume cairan


berhubungan dengan kehilangan
volume cairan aktif.

4. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan volume cairan aktif.

125.

Tujuan: Mengidentifikasi intervensi untuk memperbaiki keseimbangan

cairan dan meminimalisir proses peradangan untuk meningkatkan kenyamanan.


126.

Kriteria hasil:

1. Saluaran urine adekuat dengan berat jenis normal,


2. Tanda vital stabil
3. Membran mukosa lembab
4. Turgor kulit baik
5. Pengisian kapiler meningkat
6. Berat badan dalam rentang normal.
127.

1.

Intervensi keperawatan:

128.

Tindakan Intervensi

129.

130.

Mandiri:

133.

Pantau
adanya

tanda
hipotensi

vital,

catat 1.

Rasional

Membantu

dalam

evaluasi

(termasuk

derajat defisit cairan/keefektifan

perubahan postural), takikardia,

penggantian terapi cairan dan

takipnea, demam. Ukur CVP bila

respons terhadap pengobatan.

ada.
2.
2.

Pertahankan intake dan output

Menunjukkan status hidrasi


keseluruhan.

yang adekuat lalu hubungkan


134.

dengan berat badan harian.


3.

3. Untuk mencukupi kebutuhan

Rehidrasi/ resusitasi cairan

cairan

tubuh

(homeostatis).

131.
4. Ukur berat jenis urine

dalam

4.

Menunjukkan status hidrasi

132.

dan perubahan pada fungsi ginjal.

5. Observasi
mukosa

kulit/membran 5.
untuk

turgor,

kekeringan,

catat

edema

mempeburuk

turgor

kulit,

menambah edema jarinagan.

Hilangkan tanda bahaya/bau 6.


dari

perpindahan

cairan, dan kekurangan nutrisi

perifer/sacral.
6.

Hipovolemia,

lingkungan.

Batasi

Menurunkan

rangsangan

pada gaster dan respons muntah.

pemasukan es batu.
135.
7.

Ubah posisi dengan sering


berikan perawatan kulit dengan

1.

gangguan

sering, dan pertahankan tempat

1.

Kolaborasi:

Awasi
laboratorium,

cenderung

141.

pemerikasaan 1.
contoh

sirkulasi

merusak kulit

tidur kering dan bebas lipatan.


136.

Jaringan edema dan adanya

Hb/Ht,

Memberikan

informasi

tentang hidrasi dan fungsi organ.

elektrolit, protein, albumin, BUN,


142.

kreatinin.
2.

2. Mengisi/mempertahankan

Berikan plasma/darah, cairan,

volume

elektrolit.

sirkulasi

keseimbangan
Koloid

137.

dan

elektrolit.

(plasma,

darah)

membantu menggerakkan air


138.

ke dalam area intravaskular

139.

dengan meningkatkan tekanan

140.

osmotik.

3. Pertahankan

puasa

dengan

aspirasi nasogastrik/intestinal

3.

Menurunkan

hiperaktivitas

usus dan kehilangan dari diare.

143.
144.
5. Ketidakefektifan pola nafas b.d penurunan kedalaman pernafasan sekunder distensi
abdomen dan menghindari nyeri.
145.

Tujuan: Pola nafas efektif, ditandai bunyi nafas normal, tekanan O 2 dan

saturasi O2normal.
146.

Kriteria Hasil:

1. Pernapasan tetap dalam batas normal


2. Pernapasan tidak sulit
3. Istirahat dan tidur dengan tenang
4. Tidak menggunakan otot bantu napas
147.

Intervensi Keperawatan:

148.
149.
150.

40. Tindakan Intervensi

41. Rasional

42. Mandiri:

47.

Pantau hasil analisa gas darah1.

1.

dan

151.

indikator

hipoksemia:

hipotensi,

6.

gelisah,

hipoksemia;

hipotensi,

takikardi,

hiperventilasi,

Indikator

takikardi,

hiperventilasi,

depresi

gelisah,

depresi

SSP, dan sianosis penting untuk

SSP, dan sianosis.

mengetahui adanya syok akibat


inflamasi (peradangan).

Auskultasi

2.

mengkaji

paru
ventilasi

untuk
dan2.

mendeteksi komplikasi pulmoner.

Gangguan pada paru (suara


nafas tambahan) lebih mudah
dideteksi dengan auskultasi.

Pertahankan

3.

pasien

pada

posisi semifowler.

Posisi

3.

membantu

memaksimalkan
43.

dan

menurunkan

pernafasan,

44.

ekspansi

ventilasi

paru
upaya

maksimal

membuka area atelektasis dan


45.

meningkatkan
46.

gerakan

kedalam jalan nafas besar untuk

4. Berikan O2 sesuai program

dikeluarkan.
Oksigen

4.

membantu

bernafas secara optimal.


Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
152. Tujuan: Mengurangi ansietas klien
153. Kriteria hasil:
1. Mengakui dan mendiskusikan masalah
2. Penampilan wajah tampak rileks

sekret

untuk

3. Mampu menerima kondisinya


154.

Intervensi:

155.
Tindakan/Intervensi
1.
Evaluasi tingkat pemahaman
klien/orang

terdekat

tentang

156.
1.

2.

dorong

Berikan

mempengaruhi
penyembuhan,

itu

klien

perlu

penyelesaiannya.
kesempatan

untuk 2.

Takut/ansietas menurun klien

bertanya dan jawab dengan jujur.

mulai menerima secara positif

Yakinkan

kenyataan dan memiliki kemauan

bahwa

klien

dan

yang sama.

untuk hidup lagi.

Terima penyangkalan klien

3.

Dapat

kontrol/kemandirian pada klien

Catat komentar perilaku yang

yang merasa tak berdaya dalam

menunjukkan menerima dan/atau

menerima

mengurangi

pengobatan

strategi

membantu

memperbaiki beberapa perasaan

tetapi jangan dikuatkan.


5.

ekstem

dijelaskan dan membuka cara

mengekspresikan

perawat mempunyai pemahaman


4.

ansietas

menghadapi

perasaan.
3.

penyangkalan

kemajuan

Akui rasa takut/masalah klien


dan

Bila
atau

diagnosa.

Rasional

efektif

diagnosa

dan

menerima situasi
4.
6.

Libatkan klien/orang terdekat


dalam perencanaan perawatan.
Berikan waktu untuk menyiapkan
pengobatan.

7.

Berikan

kenyamanan

fisik

klien
8.

Pasien dan orang terdekat


mendengar

dan

mengasimilasi

Klien sulit berfikir dengan


baik bila berada dalam kondisi
yang tidak nyaman

informasi baru yang meliputi


perubahan ada gambaran diri dan
pola hidup.
9.

Dukungan

memampukan

klien mulai membuka/menerima


kenyataan infeksi peritonium dan
pengobatannya. Klien mungkin
perlu

waktu

mengidentifikasi

untuk
perasaan

maupun mengekspresikannya.
10.

Membuat kepercayaan dan


menurunkan

kesalahan

persepsi/interpretasi

terhadap

informasi.
157.
158.
159.
160.

161.

ASUHAN KEPERAWATAN PERITONITIS

162.
163.

Nama Kelompok

Nim

1. Agus Kadek Suartawan

13C11084

2. Kadek Cahya Kurniadi

13C11096

3. Gede Era Mulyasana

13C11109

4. Ngakan Made Labda

13C11117

5. I Wayan Widiawan

13C11148

6. I Gede Yudi Gautama

13C11152

164.
165.
166.
167.

Sekolah Tinggi Ilmu Keshatan Bali (Stikes


Bali) Tahun Ajaran 2014/2015

You might also like