You are on page 1of 20

ATRESIA BILIER

Frederick M. Karrer dan Jeffrey C. Pence


Sejarah
Satu dari deskripsi paling awal tentang atresia bilier dipublikasikan oleh Thomson
dalam sebuah seri dari tiga tulisan pada 1891 dan 1892. Lebih dari 20 tahun
kemudian, Holmes pertama kali menggunakan istilah atresia bilier dalam sebuah
seri autopsi. Dia mengamati bahwa 16% dari anak-anak ini dapat dikoreksi secara
bedah karena kehadiran duktus empedu proksimal paten atau kista didalam hilus
hati. Rekonstruksi sukses pertama pada satu dari lesi-lesi yang dapat dikoreksi ini
dilaporkan oleh Ladd pada tahun 1928. Selama beberapa dekade berikutnya,
beberapa kesuksesan dilaporkan, namun hanya pada kelompok yang dapat
dikoreksi ini saja. Karena mayoritas bayi memiliki anatomi tidak dapat terkoreksi,
operasi ditunda selama mungkin. Akibatnya, bahkan bayi dengan lesi yang dapat
diperbaiki, terlambat dioperasi sampai kerusakan hati menjadi ireversibel. Pada
1959, Kasai dan Suzuki melaporkan sebuah operasi baru, portoenterostomi hepatik,
yang mencapai drainase bilier bahkan pada bayi dengan atresia bilier yang tidak
dapat dikoreksi. Namun, penerimaan terhadap prosedur ini datangnya lambat.
Bahkan baru tahun 1975, Schubert dalam Schiffs Diseases of the Liver,
berpendapat bahwa potensi operabilitas atresia bilier ekstrahepatik adalah 12%,
namun angka kesembuhan aktual adalah sebesar 2% sampai 5%. Prosedur Kasai
diperjuangkan di Amerika Utara oleh Lily dan Altman, dan saat ini prosedur
tersebut diterima diseluruh dunia sebagai modalitas bedah awal pada atresia bilier.
Patofisiologi
Secara embriologi, percabangan bilier berkembang dari divertikulum hepatik dari
embrio foregut. Duktus bilier intrahepatik berkembang dari hepatosit janin, sel-sel
asal bipotensial mengelilingi percabangan vena porta. Sel-sel duktus bilier primitif
ini membentuk sebuah cincin, piringan duktal, yang berubah bentuk menjadi
struktur duktus bilier matang. Proses perkembangan duktus biliaris intrahepatik

dinamis selama embriogenesis dan berlanjut sampai beberapa waktu setelah lahir.
Duktus biliaris ekstrahepatik muncul dari aspek kaudal divertikulum hepatik.
Selama stadium pemanjangan, duktus ekstrahepatik nantinya akan menjadi,
seperti duodenum, sebuah jalinan sel-sel padat. Pembentukan kembali lumen
dimulai dengan duktus komunis dan berkembang secara distal seringkali
mengakibatkan 2 atau 3 lumen untuk sementara, yang nantinya akan bersatu.
Komponen intrahepatik selanjutnya bergabung dengan sistem duktus ekstrahepatik
dalam daerah hilus.
Patogenesis atresia bilier tetap tidak jelas meskipun terdapat beberapa teori etiologi
dan investigasi. Telah diusulkan bahwa penyakit ini disebabkan oleh: (a) kegagalan
rekanalisasi, (b) faktor genetik, (c) iskemia, (d) virus, atau (e) toksin. Saat ini,
teori yang paling membangkitkan minat adalah bahwa atresia bilier merupakan
hasil akhir satu atau beberapa dari cemooh-cemooh ini yang nantinya
menyebabkan epitel bilier menjadi peningkatan susunan untuk mengekspresikan
antigen pada permukaan sel (Dillon). Pengenalan oleh sel T yang beredar kemudian
memulai respon imun dimediasi-sel, mengakibatkan cedera fibrosklerotik yang
terlihat pada atresia bilier. Tampaknya terdapat dua kelompok terpisaah pasien
dengan atresia bilier: bentuk embrionik awal dihubungkan dengan kemunculan
berbagai anomali lainnya dan bentuk janin kelak/perinatal yang biasanya terlihat
terisolasi. Etiologi masing-masingnya mungkin berbeda.
Temuan patologis pada atresia bilier ditandai dengan sklerotik inflamasi yang
kehilangan semua atau sebagian percabangan bilier ekstrahepatik juga sistem bilier
intrahepatik. Tidak seperti atresia traktus gastrointestinal lainnya yang memiliki
batasan tempat obstruksi jelas dengan dilatasi proksimal, dalam varian atresia
bilier yang paling umum, duktus biliaris diwakili oleh jalinan fibrosa tanpa dilatasi
apapun di proksimalnya. Sedangkan varian lainnya memiliki sisa nyata distal, dari
kandung empedu, duktus sistikus dan duktus komunis, atau proksimal, dengan
hilus kista (Gambar 69.1).

Kandung empedu biasanya kecil namun kemungkinan masih memiliki lumen


berkerut yang berisi cairan jernih (empedu putih). Secara mikroskopis, sisa bilier
diwakili oleh jaringan fibrosa padat, distal. Proksimal, duktus biliaris dikelilingi oleh
fibrosis konsentris dan infiltrat peradangan disekitar struktur seperti-duktus yang
kecil sekali, duktus koledokus dan kelenjar bilier. Oklusi sclerosing duktus bilier
menjadi lebih luas seiring dengan pertambahan usia. Kasai dan rekan-rekannya
memperlihatkan bahwa duktus intrahepatik berhubungan dengan hepatis porta
melalui kanal yang kecil sekali, setidaknya diawal masa bayi. Rekonstruksi bedah
berdasarkan pada pedoman ini.
Dalam 2 bulan pertama setelah kelahiran, perubahan histologis hati
memperlihatkan pemeliharaan arsitektur hepatik dasar dengan proliferasi duktulus
empedu, sumbatan empedu dan fibrosis periportal ringan pada bayi dengan atresia
bilier. Nantinya, fibrosis membentang kedalam lobulus hepatikus, akhirnya
menghasilkan gambaran sirosis. Seperempat bayi yang memiliki infiltrat inflamasi
portal dan transformasi sel-raksasa yang tak dapat dibedakan dari temuan
patologis hepatitis neonatorum.
Diagnosis
Ikterus pada bayi yang menetap > 2 minggu seharusnya tidak dianggap fisiologis,
khususnya jika fraksi utama adalah bilirubin terkonjugasi. Pentingnya diagnosis dini
dalam mencapai keberhasilan maksimal pada portoenterostomi Kasai telah
ditegaskan berulangkali. Karena banyak sekali penyebab kolestasis pada bayi,
sebuah evaluasi menyeluruh untuk menyingkirkan setiap kemungkinan dapat
memakan waktu berminggu-minggu dan tidak seharusnya dilakukan. Tujuannya

adalah untuk mengesampingkan obstruksi mekanis yang menyebabkan ikterus, dan


kerja yang cepat itu penting. Bayi dengan atresia bilier biasanya kelihatan normal
pada saat lahir, menjadi ikterus klinis pada usia 3-6 minggu. Warna feses mungkin
saja normal atau awalnya kuning, namun berubah menjadi kuning pucat atau
warna tanah liat seiring berjalannya waktu.
Tes biokimia pada atresia bilier memperlihatkan hiperbilirubinemia, biasanya 6-12
mg/dL, dengan 50% terkonjugasi. Transaminase dan alkali fosfatase meningkat 2-3
kali nilai normal. -glutamil transeptidase biasanya tinggi dengan nyata sekali.
Biasanya, fungsi sintetik hepar mendekati normal dengan level serum albumin
normal. Peningkatan ringan PT biasanya sebagai respon terhadap asupan vitamin K
parenteral. Tes serologis harus dilaksanakan untuk mengecualikan etiologi infeksi
(hepatitis A, B, C dan titer TORCH). Defisiensi 1-antitripsin dapat menyerupai
atresia bilier dan diasingkan dengan menentukan level AAT dan fenotip. Hitung
darah lengkap standar dengan pemeriksaan apusan perifer secara luas
mengecualikan penyebab hematologis pada kolestasis.
Ultrasonografi cepat, aman dan non-invasif bermakna pada evaluasi bayi dengan
ikterik. Pada atresia bilier, kandung empedu kecil atau tidak terlihat. Duktus bilier
tidak terlihat dan hepar mungkin mengalami peningkatan echogenicity. Sebagai
tambahan, munculnya anomali polisplenia (limpa multipel, vena porta preduodenal, situs inversus, dan absensia vena cava infrahepatik) memberi kesan
diagnosis.
Pencitraan hepatobilier menggunakan technetium-99m asam iminodiacetic (IDA)
bermanfaat untuk memisahkan obstruktif dari ikterus parenkimal. Pada atresia
bilier, khususnya yang dini, pengambilan nukleotida cepat, namun ekskresi kedalam
usus tidak ada, bahkan pada gambar yang tertunda. Pada ikterus hepatoseluler,
pengambilan isotop tertunda oleh penyakit parenkim dan ekskresi kedalam usus
mungkin tertunda atau tidak terlihat. Karenanya, visualisasi isotop didalam usus
mengecualikan atresia bilier, namun kegagalan menunjukkan ekskresi usus adalah
non-diagnostik. Fenobarbital, karena ia meningkatkan konjugasi dan ekskresi
bilirubin, dapat digunakan untuk meningkatkan pembedaan dengan pencitraan IDA.

Kolangiografi adalah manuver diagnostik akhir, biasanya dilakukan sebagai langkah


pendahuluan, sebelum melanjutkan ke portoenterostomi. Melalui insisi kecil
kuadran-atas-kanan, kandung empedu yang berkerut ditampakkan. Biasanya
kandung empedu tidak memiliki lumen sama sekali, atau hanya berupa lumen
mungil yang mengandung beberapa tetes cairan bening. Bila lumen ada,
kolangiogram diperoleh dengan injeksi bahan kontras (Gambar 69.2)

Demonstrasi kontras dalam duodenum dan kontinuitas dengan duktus bilier


intrahepatik meniadakan atresia bilier (Gambar 69.3). Dalam persoalan ini, biopsi
iris murah (dan jarum) pada hati harus dilakukan sebelum menutup insisi. Jika
kolangiografi tidak memungkinkan (lumen kandung empedu tidak ada atau
tersumbat), kemudian insisi diperbesar menjadi laparotomi subkosta bilateral dalam
persiapan untuk portoenterostomi Kasai.

Pengobatan
Satu-satunya terapi yang memberikan harapan kesembuhan bagi atresia bilier
adalah pembedahan. Secara historis, berbagai operasi telah disusun, termasuk
reseksi hepatik parsial dengan drainase luka permukaan, penusukan hepar dengan
tabung hampa, dan pengalihan duktus limfatik torasikus kedalam rongga mulut.
Prosedur satu-satunya yang memberikan keberhasilan jangka-panjang adalah
portoenterostomi dan transplantasi hati.
Portoenterostomi hepatik
Prosedur portoenterostomi diawali dengan mobilisasi kandung empedu dari hati dan
diseksi duktus sistikus ke sisa serabut duktus biliaris komunis (Gambar 69.4).
Peritoneum superfisial diatas ligamentum hepatoduodenal dibuka untuk
memperlihatkan arteri hepatika dan struktur biliaris. Alat pembesar dan
pencahayaan sempurna tidak memiliki arti. Duktus komunis fibrosa secara hati-hati
dipotong dan dibelah di distal pada batas atas duodenum. Sisa duktal digunakan
untuk traksi dan diseksi berlanjut ke proksimal. Arteri sistikus diligasi. (berhatihatilah untuk menghindari kesalahan a. hepatika kanan untuk kistik). Duktus
biliaris fibrosa meluas menjadi massa berbentuk kerucut dan memasuki hepar
diantara bifurkasi dan vena porta (Gambar 69.5). Vena kecil bercabang harus

dibagi dengan cermat. Kerucut fibrosa dipotong sama persis dengan substansi
hepar (Gambar 69.6). Tidak ada kauter yang digunakan pada pemotongan hilus.
Pembalutan dengan kasa ketika Roux-en-Y tersumbat akan memberikan hemostasis
yang cukup.

Meskipun berbagai rekonstruksi intestinal telah dijelaskan, Roux-en-Y tradisional


saat ini lebih disukai. Kebanyakan pilihan lainnya berasal dari usaha untuk
mengurangi frekuensi kolangitis. Umumnya, tak satupun dari eksteriorisasi atau
teknik katup yang secara bermakna mempengaruhi insiden kolangitis atau hasil
akhir jangka-panjang.
Saat ini, kita menciptakan Roux-en-Y 40-cm dengan transeksi yeyunum 10-cm
distal terhadap ligamen Trietz. Cabang Roux melewati retro-kolik dan prosedur
dilengkapi dengan anastomosis yang berakhir-pada-satu-lapisan ke hepatik porta
yang ditranseksi menggunakan jahitan berturut-turut yang dapat diserap (Gambar
69.7). Harus berhati-hati untuk tidak menempatkan jahitan melalui jaringan yang
ditranseksi dimana terdapat duktus bilier yang sangat kecil, khususnya di lateral
dan posterior. Sebuah saluran kecil ditempatkan di posterior dari hepatik porta pada
ruang subhepatik sebelum penutupan insisi.

Portokolesistotomi
Pada kira-kira 20% pasien, kenyataan kandung empedu, duktus sistikus, dan
duktus biliaris komunis distal membolehkan penggunaan untuk rekonstruksi.
Pemotongan proksimal berada pada tingkat identik. Kandung empedu harus
dimobilisasi dengan hati-hati untuk melindungi pasokan darah dari arteri sistikus.
Kandung empedu dibuka secara longitudinal dan secara langsung di-anastomosiskan ke porta yang ditranseksi (Gambar 69.8). Duktus sistikus hipoplastik dan

duktus biliaris komunis mungkin tidak mampu menerima volume penuh drainase
bilier pada awalnya. Oleh karena itu, dekompresi sementara dengan sebuah
tabung silastic yang ditempatkan melalui fundus kandung empedu membiarkan
penyembuhan anastomotik dan dilatasi bertahap duktus distal. Jika kandung
empedu berhasil digunakan untuk drainase, resiko kolangitis paska operasi hampir
dihilangkan.

Transplantasi Hati
Kemajuan dalam teknik dan imunosupresi pada tahun 1980 menambahkan
transplantasi hati ke pilihan yang tersedia untuk mengobati anak dengan atresia
bilier. Meskipun telah diusulkan bahwa transplantasi hati menggantikan
portoenterostomi sebagai terapi primer, beberapa argumen yang bertentangan
dapat dibuat. Persentase pasien yang signifikan mencapai kelangsungan hidup
jangka panjang dengan hanya portoenterostomi (50% kelangsungan hidup 5 tahun
dan 25% kelangsungan hidup ke masa remaja). Imunosupresi pada bayi
mengekspos anak pada resiko infeksi dan malignansi yang lebih besar. Biaya
operasi, pemeliharaan imunosupresi, pemantauan, dan tindakan lanjutan jauh lebih
besar pada penerima transplantasi. Lambat laun, beberapa telah menyatakan
bahwa operasi Kasai berpengaruh negatif pada hasil dari prosedur transplantasi;
namun studi banding tidak mampu memperlihatkan efek. Karenanya, kita meyakini
bahwa transplantasi tidak seharusnya menggantikan operasi Kasai namun harus

berfungsi sebagai jaringan pengaman bagi kegagalan awal atau nantinya


penurunan fungsi sintetis atau komplikasi hipertensi portal.
Hasil
Tujuan paska operasi awal bayi setelah rekonstruksi bilier adalah ciri khas dari
laparotomi utama lainnya. Ketika aktivitas usus kembali, dekompresi nasogastrik
dapat dikeluarkan dan diet dikenalkan kembali dengan formula yang terdiri dari
trigliserida rantai-sedang sebagai sumber lemak. Dengan rujukan waktu tepat
untuk rekonstruksi bedah (usia < 10 minggu), keberhasilan drainase empedu dapat
dicapai pada > 80% bayi dengan atresia bilier. Karena aliran empedu selalu lambat
dalam beberapa minggu pertama, perbaikan berarti pada tes fungsi hati mungkin
belum terjadi dalam 3-4 minggu setelah pembedahan. Komplikasi utama yang
terjadi setelah operasi Kasai adalah kolangitis, malabsorpsi lemak, dan hipertensi
portal.
(sumber: Operative Pediatric Surgery )

Print Magazine's New Visual Artists

ON THE POPPRESSED RADAR

Saint Petersburg Unveils Primorskiy Zoological Park with Geodesic

Domes

What One Does In Paris if One is a Carter or Knowles

Comments (4)
Like
Be the first to like this post.
4 Comments

1.
dooch palin9 nda te9a klu liat bayi ato anak piyik di operasi
Comment by wi3nd March 9, 2010 @ 12:36 pm | Reply

kalau harus dan demi kebaikan, kan ndak apa-apa wi3nd cay
Comment by ningrum March 10, 2010 @ 5:45 pm | Reply

2.
iyah nda papa,namanya ju9a demi kesehatan..
tapi aku tetep ajah nda te9a,kasihaan
[anak kecilkan susah didiemin klu nan9is,apal9i klu la9i n9rasains
akiit..]
Comment by wi3nd March 11, 2010 @ 12:53 pm | Reply

susah memang wi3nd.. ning aja dulu ngeliat anak kecil dioperasi
kasian banget.. pas dioperasi mah dibius, tapi pas udah sadar,
nahan sakitnya itu
Comment by ningrum March 12, 2010 @ 6:06 pm | Reply

RSS feed for comments on this post. TrackBack URI


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *
Name *

Email *

Website

You may use these HTML tags and attributes: <a href="" title=""> <abbr
title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <pre> <del
datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <strike> <strong>
Post Comment

Notify me of follow-up comments via email.

Notify me of site updates

HOME

HALAMAN DEPAN

Pages

Award

ningrum

insan biasa

ningrum

kalender

jam

TWITTER

bagai tak berbatas2 months ago

By: Twitter Buttons

Archives

April 2011 (1)

February 2011 (1)

December 2010 (1)

October 2010 (1)

September 2010 (1)

August 2010 (3)

July 2010 (2)

June 2010 (4)

May 2010 (6)

April 2010 (7)

March 2010 (4)

February 2010 (6)

January 2010 (9)

December 2009 (5)

November 2009 (9)

October 2009 (6)

September 2009 (11)

August 2009 (15)

July 2009 (17)

June 2009 (12)

May 2009 (4)

Recent Posts

kacang lupa akan kulitnya

adil

*****

selintas

convergence paralysis

Categories

catatan (50)

dari h@T! (30)

info medis ringan (1)

info ringan (3)

koreksi diri (9)

med papers (61)

Anestesi (3)

Bedah (20)

Forensik (5)

Gigi & Mulut (2)

Interna (2)

Kulit & Kelamin (3)

Mata (5)

Neuro (5)

ObGyn (3)

Pediatri (2)

PH (1)

Psikiatri (1)

Pulmo (2)

THT (7)

Uncategorized (2)

fReNz, bloggerS, referensi, rekreasi, informasi, contekan, penyegaran

1kepinghati

abibakarblog

abuabdirrahman

alamendah

Anoraga

anthi

any

ara

ayoe

ayu

Bening

Bhirawa

Bintang Satu

BlogCamp

bunda lily

bundo

fazs

Gus Kar

hadipunya

hajar

haris

ismi

ivan rusty

kiosTe

liza

marshmallow

mbak dhiena

melvi

mimi allz

nDa

ney

pak guru wandi

pak isro

rayya

ridwan

shafa

sinopi

Tanti

te2h

thia tami

wi3nd

widhieko

yuan

zev

Blog Stats

90,641 hits

Search for:
Search

Recent Comments

Medicalera.com onningrum
arif onGlaukoma Neovaskuler
felixkusmanto onHumaniora
astrid onGlaukoma Neovaskuler
Che on Ikterus Obstruktif (obstructiv
lit onCystosarcoma Phyllodes
aulia onBronkopneumonia
debby on bersin-bersin dan rinitis
rina on Anestesi pada Obstetri dan
zaza onBronkopneumonia
Theme: Rubric. Blog at WordPress.com.

You might also like