Professional Documents
Culture Documents
DEPARTEMEN NEUROLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN USU / RSUP H. ADAM MALIK
MEDAN
2014
KATA PENGANTAR
Abses serebri adalah suatu penumpukan bahan piogenik yang terlokalisir di dalam
parenkim otak dan merupakan akibat sekunder dari infeksi dari fokus di tempat lain.
Penatalaksanaan dari abses serebri ini meliputi tindakan bedah dan medikamentosa. Prognosa
abses serebri ini umumnya baik.
Melalui tulisan ini akan dibahas mengenai aspek epidemiologi, etiologi, prosedur
diagnosis, penatalaksanaan serta prognosa penderita Abses serebri multipel.
Laporan kasus ini dibuat untuk memenuhi salah satu kewajiban dalam menjalani
pendidikan keahlian dibidang Ilmu Penyakit Saraf.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Yuneldi Anwar, SpS (K) selaku
pembimbing I dan Prof.DR.Dr.Hasan Sjahrir, SpS(K) selaku pembimbing II atas bimbingan dan
pengarahannya dalam penulisan laporan kasus ini.
Akhirnya, semoga tulisan ini bermanfaat bagi penulis maupun pembaca.
Hormat saya,
Penulis
DAFTAR ISI
Lembar Pengesahan .
ii
Kata Pengantar .
iii
Daftar Isi ..
iv
Daftar Singkatan ..
vi
Daftar Tabel .
vii
Daftar Gambar .
vii
Abstrak .
viii
Abstract .
ix
I.
II.
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang ..
2. Tujuan Penulisan
3. Manfaat Penulisan .
LAPORAN KASUS
1. Identitas ..
2. Anamnesis ..
4. Pemeriksaan Neurologis .
5. Diagnosis .
6. Penatalaksanaan .
7. Pemeriksaan Penunjang ..
8. Kesimpulan Pemeriksaan .
9. Diagnosa Akhir . 7
10.Prognosa 7
III.
TINJAUAN PUSTAKA
1
Definisi .
2.
Epidemiologi . 8
Etiologi .. 9
Patogenesis . 10
Patologi .. 12
Gambaran Klinis 13
Prosedur Diagnostik .. 14
Penatalaksanaan 18
10
Komplikasi 21
10
Prognosis .
17
21
IV.
DISKUSI KASUS .. 21
V.
PERMASALAHAN 23
VI.
KESIMPULAN .. 23
VII.
SARAN .. 23
VIII.
DAFTAR PUSTAKA 24
IX.
LAMPIRAN ..
25
DAFTAR SINGKATAN
ADC
: Apparent-Diffusion-Coefficient
BBB
CNS
CRP
: C-Reaktif Protein
CSS
: Cairan Serebrospinal
CT-scan
: Computed Tomography-scanning
DWI
: Diffusion-Weighted Imaging
Ig A
: Immunoglobulin A
HIV
ICAM
IL
: Interleukin
LED
MCP
MIP
MRI
PGN
: Peptidoglycan
PMN
: Polimorfonuclear
TIK
: Tekanan Intrakranial
TLR
VCAM
DAFTAR TABEL
Tabel 1.
Tabel 2.
Tabel 3.
14
Tabel 4.
14
Tabel 5.
17
Tabel 6.
19
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.
11
Gambar 2.
12
ABSTRAK
Abses serebri terjadi bila bakteri piogenik masuk ke susunan saraf pusat dan hampir selalu
merupakan akibat sekunder dari infeksi dari fokus di tempat lain. Daerah frontoparietalis dan
temporalis merupakan lokasi yang paling sering dikenai. Mekanisme jalan masuk ke otak,
perluasan langsung dari infeksi yang berdekatan, melalui aliran darah dan melalui luka setelah
trauma kepala. Pada kasus ini dilaporkan seorang wanita, 22 tahun, datang ke RSUP.H.Adam
Malik Medan dengan keluhan utama penurunan kesadaran. Dari pemeriksaan neurologis
ditemukan somnolen, papil edema, parese N.VII UMN dextra, hemiparese dextra dan
peningkatan refleks fisiologis dextra. Dari pemeriksaan Head CT-scan menunjukkan Abses pada
frontal kiri dengan perifokal edema Penderita didiagnosa dengan abses serebri multipel
ABSTRACT
Serebral abscess occur when pyogenic bacteria gain access to the CNS and always secondary to
a purulent focus elsewhere in the body. The frontoparietal and temporal lobes are more
frequently involved. Mechanisms of entry into the brain are direct extension, hematogenous and
following penetrating head injury. This is a case report of female, 22 years, admitted to RSUP.
H. Adam Malik Medan with major complain is loss of consciousness. From neurologic
examination we found somnolent, papil oedem, right paralysis cranial nerve 7th UMN type, right
hemiparalysis and increase right physiologic reflex. From Head CT-scan shows abscess in left
frontal lobe and oedem perifocal. The patient diagnosed as multiple serebral abscess.
I. PENDAHULUAN
I.1.
LATAR BELAKANG
Abses intrakranial jarang dijumpai. Merupakan penyakit yang serius dan mengancam
jiwa1. Abses serebri dapat terjadi pada semua usia, lebih sering mengenai pria dibandingkan
wanita (2 : 1). Daerah frontoparietalis dan temporalis merupakan lokasi yang paling sering
dikenai 2. Abses serebri terjadi bila bakteri piogenik masuk ke susunan saraf pusat dan
hampir selalu merupakan akibat sekunder dari infeksi dari fokus di tempat lain 2,3. Organisme
penyebab yang sering adalah Streptococcus, Staphylococcus, dan jarang akibat
Pneumococcus, Meningococcus, dan Haemophylus Influenza.1,3,4
Ada 3 mekanisme bahan-bahan infeksius bisa masuk ke otak, yang pertama dengan
perluasan langsung dari infeksi yang berdekatan seperti otitis media, mastoiditis, atau
sinusitis paranasal, kemudian dengan cara melalui aliran darah biasanya berasal dari infeksi
yang jauh seperti infeksi paru dan lain-lain serta terakhir melalui luka setelah trauma
kepala.1,2,5,6
Penatalaksanaan dari abses serebri ini meliputi tindakan bedah dan medikamentosa
seperti antibiotik dan anti konvulsan 2,5. Prognosa abses serebri ini umumnya baik, prognosa
menjadi buruk jika penegakkan diagnosis terlambat atau salah diagnosis, lokasi yang dalam,
multiple, koma, penyebabnya jamur, serta adanya ruptur ventrikel.1,5,6
I.2.
Tujuan Penulisan
Laporan kasus ini dibuat untuk membahas aspek epidemiologi, etiologi, patofisiologi,
gambaran klinik, penegakan diagnosa, penatalaksanaan serta prognosis dari penderita Abses
serebri multipel
I.3.
Manfaat Penulisan
Dengan adanya laporan kasus ini diharapkan dapat diperoleh penjelasan lebih lanjut
mengenai patogenesa dan penanganan bagi penderita abses serebri multipel sehingga akan
dapat dipahami perjalanan penyakit serta penanganan yang lebih baik bagi penderita di
kemudian hari.
II.1.
ANAMNESE PRIBADI
Seorang wanita (L), umur 22, suku Jawa, pekerjaan ibu rumah tangga ,
menikah, alamat Kompleks PT. Pandawa, masuk ke RS H.Adam Malik pada tanggal
16 Agustus 2008.
II.2.
II.3.
RPT
:-
RPO
: tidak jelas
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum
Sensorium
: Somnolen
Tekanan Darah
: 110 / 80 mmHg
Nadi
: 68 x / menit, reguler
Pernapasan
: 24 x / i
Temperatur
: 36,5 C
Kepala
: normosefalik
Thoraks
: Simetris fusiform
Jantung
II.4.
Abdomen
Leher/Aksila/Inguinal
PEMERIKSAAN NEUROLOGIS
Sensorium
: Somnolen
Brudzinsky I : (-)
Kernig (-)
Tanda peninggian TIK
Brudzinsky II : (-)
Kejang (+)
Muntah (-)
NERVUS KRANIALIS :
NI
: Sulit dinilai
N II, III
Kanan
Kiri
Warna
Jingga
Jingga
Batas
Tidak tegas
Tidak tegas
Ekskavasio
Cembung
Cembung
2/3
2/3
Perdarahan retina
(-)
(-)
Kesan
N III, IV, VI
NV
N VII
N VIII
: Sulit dinilai
N IX, X
N XI
: Sulit dinilai
N XII
Papil edema
Sistem Motorik
Trofi
: Eutrofi
Tonus
: Normotonus
Kekuatan Otot
Refleks Fisiologis
II.5.
kanan
kiri
Biceps / Triceps
+ / +
+ /+
KPR / APR
+ / +
+/+
Refleks Patologis
(-)
Sistem sensibiltas
: Sulit dinilai
Vegetatif
: Tidak terganggu
Gejala serebellar
: Sulit dinilai
Fungsi Luhur
: Sulit dinilai
DIAGNOSA
Diagnosa Fungsional
Diagnosa Anatomis
: Intrakranial
Diagnosa Etiologis
: Infeksi
Diagnosa Banding
Diagnosa Kerja
II.6.
PENATALAKSANAAN
O2 2-3 L/i
NGT, Kateter
Diet SV
Fenitoin 2 x 100 mg
II.7.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
: 11,8 g / dl
Ureum
: 20 mg/dl
Ht
: 36,4 %
Kreatinin
: 0,7 mg/dl
Leukosit
: 15500 / mm3
Asam urat
: 5,0 mg/dl
Trombosit
: 356.000 / mm3
Natrium
: 141 mEq / L
LED
: 10 mm/jam
Kalium
: 3,6 mEq / L
KGD ad
: 116 mg/dl
Chlorida
: 107 mEq / L
SGOT
: 20 U/L
SGPT
: 28 U/L
Anjuran
Terapi : sesuai TS
: 10 mm/jam
CRP
: Negatif
II.8.
KESIMPULAN PEMERIKSAAN
Telah diperiksa seorang wanita (L), 22 tahun, Jawa, Islam, Ibu rumah tangga,
dengan keluhan utama penurunan kesadaran.
Dari anamnese didapati Hal ini dialami os sejak 7 hari sebelum masuk
RS.HAM, terjadi secara perlahan-lahan. Tiga bulan sebelum masuk RS HAM os
mengeluhkan nyeri kepala dan dalam 2 minggu ini tidak berkurang dengan pemberian
obat penghilang rasa sakit. Nyeri kepala pada mulanya bersifat hilang timbul pada
seluruh kepala, terasa menekan. Kejang dialami oleh os sebanyak 3 kali, bersifat kaku
dan menyentak pada seluruh tubuh, lamanya kejang 5 menit. Riwayat sakit gigi
pada rahang bawah (+). Selain itu os sering mengeluhkan pilek yang berkepanjangan
sejak 6 bulan yang lalu. Riwayat muntah menyembur (-). Riwayat demam (-).
Riwayat sakit telinga, tenggorokan serta trauma (-). Riwayat sakit paru (-)
Sebelumnya os dirawat di RS Rantau Prapat selama 5 hari.
Dari hasil pemeriksaan fisik dijumpai sensorium somnolen, vital sign dalam
batas normal. Hasil pemeriksaan neurologis parese N.VII UMN dextra, papil edema,
hemiparese dextra dan peningkatan refleks fisiologis ekstremitas dextra.
Dari hasil pemeriksaan penunjang dijumpai Head CT-scan di RS Rantau Prapat
menunjukkan kesan Abses multiple pada lobus frontal kiri dengan edema + Herniasi
supra callosal ke kiri + brain swelling diffuse terutama kiri + ancaman herniasi trans
tentorial desenden sentralis + sinusitis frontalis, ethmoidalis dan sphenoidalis
bilateral. Head CT-scan di RS HAM dengan kesan Abses pada frontal kiri dengan
perifokal edema.
II.9.
DIAGNOSA AKHIR
SOL Intrakranial ec Abses Serebri
II.10. PROGNOSA
- Ad vitam
: dubia ad bonam
III.1
DEFENISI
Abses serebri adalah suatu penumpukan bahan piogenik yang terlokalisir di dalam
parenkim otak.2
III.2
EPIDEMIOLOGI
Insiden abses serebri diperkirakan 0,3-1,3 per 100.000 penduduk per tahun
dimana perbandingan pria dan wanita yaitu 2:1 sampai 3:1 6. Di Amerika Serikat didapati sekitar
1500-2500 kasus setiap tahunnya. Abses serebri jarang dijumpai di negara berkembang tetapi
merupakan masalah yang sulit di Negara berkembang 1. Pada umumnya dapat terjadi pada setiap
usia, sering pada dekade pertama sampai ketiga karena tingginya insiden penyakit mastoid dan
sinus paranasal. 4
Ket: AVM : Arteriovenous Malformation; BMT : Bone Marrow Transplant; SCT : Stem Cell Transplant
Dikutip dari : Kastenbauer S, Pfister HW, Wispelwey B, Scheld WM. Brain Abcess. In : Scheld WM,
Whitely RJ, Marra CM, editors. Infections of The Central Nervous System, 3rd edition. Philadelphia :
Lippincott Williams & Wilkins ; 2004. P. 479-501
III.3
ETIOLOGI
Pada era preantibiotika, dari hasil analisa pus intrakranial didapati bahwa
Staphylococcus Aureus terdapat pada 25-30% penderita, Streptococcus pada 30%, Coliform pada
12% dan tidak adanya pertumbuhan kuman dijumpai sekitar 50% kasus.6
Organisme yang sering menyebabkan infeksi adalah Staphylococcus Aureus,
Streptococcus, Enterobacteriaceae, Pseudomonas dan Bacteroides, sementara penyebab yang
jarang adalah Pneumococcus, Meningococcus dan Haemophilus Influenza.3,4
Lokasi dari abses serebri atau faktor predisposisinya sering memberikan
gambaran kemungkinan besar agen penyebab terjadinya abses serebri (Tabel 2)
Dikutip dari : Dikutip dari : Kastenbauer S, Pfister HW, Wispelwey B, Scheld WM. Brain
Abcess. In : Scheld WM, Whitely RJ, Marra CM, editors. Infections of The Central Nervous
System, 3rd edition. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins ; 2004. P. 479-501
III.4
PATOGENESIS
Abses serebri selalu bersifat sekunder terhadap fokus infeksi purulen di tempat
lain pada tubuh manusia 3. Abses serebri dapat disebabkan oleh inflamasi intrakranial.
Kira-kira 15% daripada kasus ini tidak dapat diketahui sumber infeksinya 1. Infeksi ini
terjadi melalui 3 cara, yaitu: 1,5,6
1. Infeksi fokus yang berdekatan
Perluasan secara langsung terjadi melalui daerah nekrosis osteomielitis di
dinding posterior sinus frontal melalui sinus sphenoid dan ethmoid. Jalur
perluasan langsung ke intrakranial pada umumnya disebabkan oleh otitis
kronik, mastoiditis, dibandingkan dengan sinusitis. Infeksi gigi dapat meluas
ke intrakranial melalui jalur langsung atau secara hematogen. Perluasan
daerah yang berdekatan dapat menyebar ke beberapa tempat di sistem saraf
pusat, menyebabkan trombosis sinus kavernosus, meningitis, epidural abses,
subdural abses dan abses serebri.1
2. Penyebaran hematogen dari fokus yang jauh
Penyebaran
abses
serebri
secara
hematogen
memberikan
beberapa
karakteristik, yaitu 6:
Fokus infeksi jauh, paling sering berasal dari daerah rongga dada
Poor encapsulation
Mortalitas tinggi
Dikutip dari : Rohkamm R. Color Atlas of Neurology. 2nd ed. New York : Thieme ;2004
Untuk membatasi perluasan dari infeksi, respon imun memegang peranan penting
dalam pembentukan abses dan juga merusak sekitar jaringan otak yang normal. Oleh karena itu,
membatasi intensitas dan atau durasi respon imun anti bacterial dapat meminimalkan kerusakan
disekitar jaringan otak. Mekanisme yang menjelaskan imunopatogenesa abses otak dapat dilihat
pada gambar 2.
III.5
PATOLOGI
Perkembangan abses serebri berlangsung dalam empat tahap yaitu :
1. Stadium serebritis dini (early cerebritis stage)
Stadium serebritis dini berlangsung mulai dari hari 1-3 dan ditandai dengan
penumpukan neutrofil, jaringan nekrosis dan edema disekeliling white matter serta
dijumpai aktivasi mikroglia dan astrosit. 6,8
2. Stadium serebritis lanjut (late cerebritis stage)
Stadium ini berlangsung dari hari ke 4-9 dan ditandai dengan adanya infiltrasi
makrofag dan limfosit 8. Inti dari serebritis menjadi nekrosis serta meluas dan mulai
terbentuk kapsul fibroblast.2,3,6
Infeksi menjadi lebih fokal dengan daerah nekrosis. Pembuluh darah mengelilingi
proliferasi infeksi. Bagian tengah infeksi mengalami nekrosis, dikelilingi sel
inflamasi berbentuk cincin, makrofage, jaringan granulasi dan fibroblast.9
III.6
GAMBARAN KLINIS
Sakit kepala merupakan gejala awal yang paling sering ditemukan pada abses
serebri. Trias klasik dari abses serebri berupa sakit kepala, demam dan defisit neurologi fokal
ditemukan pada kurang dari 50% penderita. Edema yang berada disekitar jaringan otak dapat
meningkat tekanan intrakranial dengan cepat sehingga memperberat sakit kepala, mual dan
muntah merupakan gejala awalnya.Sakit kepala yang memberat dengan tiba-tiba dengan kaku
kuduk menunjukkan terjadinya ruptus abses otak ke ruang ventrikel. Kejang baik fokal maupun
umum sering dijumpai.1,2,3,4,5
Gejala fokal seperti gangguan mental dan hemiparesis tampak pada 50%
penderita abses tergantung dari lokasinya. Pada abses serebellar gejala yang muncul adalah
nistagmus, ataksia dan intention tremor.4
Pada pemeriksaan neurologis bisa dijumpai papil edema dan tanda neurologi fokal
tergantung dari lokasi abses. Pasien dengan abses serebri multipel lebih cepat terjadi peningkatan
intrakranial dengan sakit kepala, drowsinnes dengan cepat menjadi stupor.2
Dikutip dari : Kastenbauer S, Pfister HW, Wispelwey B, Scheld WM. Brain Abcess. In : Scheld
WM, Whitely RJ, Marra CM, editors. Infections of The Central Nervous System, 3rd edition.
Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins ; 2004. P. 479-501
Tabel 4. Gejala-gejala fokal yang tampak pada abses otak
Dikutip dari : Lombardo MC. Penyakit Degeneratif dan Gangguan Lain pada Sistem Saraf.
Dalam : Price SA, Wilson LM, editors. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit,
Edisi Keempat. Jakarta : EGC ; 1995. Hal. 1006-1007
III.7
PROSEDUR DIAGNOSTIK
Secara klinis abses serebri dapat diduga bila dijumpai nyeri kepala, kejang, tanda
neurologis fokal atau peningkatan tekanan intrakranial (TIK) pada penderita dengan penyakit
jantung kongenital atau dengan infeksi akut atau kronik pada telinga tengah, sinus nasalis,
jantung dan paru.4
1. Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah pada abses serebri jarang membantu dalam menegakkan diagnosis 6.
Dijumpai peningkatan lekosit dan Laju Endap Darah (LED)
1,2,4,5
Protein (CRP) pada umumnya meningkat . Pada kultur darah hanya positif pada 30%
penderita. Hasil kultur darah ini sebagai dasar dalam menentukan antibiotik yang sesuai 5.
Kultur darah menunjukkan organism pada penderita endokarditis.12
2. Pemeriksaan cairan serebrospinal (CSS)
Lumbal pungsi sebaiknya tidak dilakukan pada kasus dengan dugaan abses serebri
dengan peningkatan TIK karena dapat menyebabkan terjadinya herniasi dan
kematian1,2,4,6. Prosedur ini jarang memberikan informasi tambahan yang signifikan dan
dikaitkan dengan resiko herniasi pada sejumlah kasus.3 Perubahan CSS tidak spesifik,
dan harus dihindari.4
Pada CSS dijumpai sejumlah sel berkisar 0-100.000 sel/Ul, didominasi oleh PMN,
protein mulai dari normal sampai lebih dari 500 mg/dl dan konsentrasi gula darah normal
atau menurun
4,6
ruptur abses ke sistem ventrikel atau ruang subarachnoid maka dijumpai lebih dari 20%
kasus dengan kultur CSS positif.6
3. Computed Tomography ( CT) Scan
Pemeriksaan CT Scan baik dalam menentukan ukuran, jumlah dan lokasi abses dan juga
untuk memantau keberhasilan terapi
1,4,5
13
Pada pemeriksaan CT Scan tanpa kontras, stadium serebritis pada awalnya terlihat
sebagai suatu area hipodens di white matter dengan batas yang tidak jelas dengan efek
suatu massa regional atau tersebar luas yang mencerminkan kongesti vaskular dan edema.
Pada pemberian kontras dapat dijumpai sedikit atau tidak dijumpai kontras enhancement
pada stadium ini.2,10
Pada kontras dijumpai oval atau circular peripheral ringlike contrast enhancement yang
menggambarkan kapsul abses. Dinding kapsul biasanya tipis (3-6 mm) dan ketebalannya
sama meskipun beberapa abses memperlihatkan dinding tebal irregular yang mirip
dengan dinding suatu glioblastoma.10
Dikutip dari : Kastenbauer S, Pfister HW, Wispelwey B, Scheld WM. Brain Abcess. In : Scheld
WM, Whitely RJ, Marra CM, editors. Infections of The Central Nervous System, 3rd edition.
Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins ; 2004. P. 479-501
III.8
DIAGNOSA BANDING
1. Tumor Intrakranial
Abses serebri dapat menyerupai suatu tumor intrakranial dalam hal progresifitas dan
tanda-tanda neurologi fokal. Adanya riwayat infeksi serta gambaran CT Scan dan MRI
dapat membedakan kedua keadaan ini.2
2. Meningitis
Infeksi otak stadium awal memberikan gambaran serebritis fokal yang menyerupai
meningitis dengan adanya demam, nyeri kepala dan menigismus akan tetapi abses yang
telah terbentuk lengkap biasanya memberikan gambaran sebagai suatu lesi massa dengan
tanda-tanda fokal dan papil edema.2
III.9
PENATALAKSANAAN
A. Terapi Konservatif
Sebelum abses terbentuk kapsul dan terlokalisasi, pengobatan konservatif bermanfaat
pada penderita abses 1. Pengobatan segera dengan antibiotika intravena pada saat infeksi
masih stadium serebritis dapat menyebabkan terjadi resolusi total tanpa perlu tindakan
intervensi.2
1. Antibiotika
Abses dengan ukuran lebih kecil dari 2,5 cm secara umum respon dengan
terapi antimikrobial, sementara abses dengan ukuran lebih dari 2,5 cm tidak
memberikan respon terhadap terapi tersebut.1
Pasien dengan gejala kurang dari 1 minggu memiliki respon yang baik
terhadap terapi medis dibandingkan dengan gejala menetap lebih dari 1
minggu.1
Dikutip dari : Koppel BS. Bacterial, Fungal and Parasitic Infections of The Nervous System. In :
Brust JC, editor. Current Diagnosis and Treatment. New York : Mc-Graw Hill ; 2007.P.408-411
2. Anti Edema Serebri
Penggunaan dari kortikosteroid ini masih kontroversial. Dimana steroid dapat
memperlambat proses encapsulation, meningkatkan nekrosis, mengurangi penetrasi
antibiotika ke tempat abses, meningkatkan resiko rupture ventrikel 1. Penggunaan
jangka panjang dari kortikosteroid tidak dianjurkan, dikarenakan steroid dapat
mengganggu pembentukan jaringan granulasi
edema serebri, terapi harus dalam durasi yang singkat, dosis yang tepat dan waktu
yang tepat.1
Pemberian kortikosteroid untuk dewasa, dosis awal : 10-12 mg IV dan dosis lanjutan
4 mg IV/6 jam. Sedangkan untuk anak-anak, dosis awal : 1-2 mg/kg/dosis IV dan
dosis lanjutan 1-1,5 mg/kg/ IV.1
3. Anti Konvulsan
Antikonvulsan yang digunakan seperi diphenylhidantoin atau karbamazepin untuk
profilaksis ataupun untuk mencegah berulangnya kejang. Umumnya, obat ini
diberikan sampai 3 bulan setelah operasi abses.4
B. Terapi Operatif
Indikasi dilakukan operasi pada abses serebri, yaitu :1
Multiloculated abses
Herniasi
Penurunan kesadaran
Tidak ada perbaikan dalam 7 hari, dan atau terjadi progresifitas dari
perkembangan abses
III.10 KOMPLIKASI
Komplikasi yang paling penting pada abses serebri :5,6
1. Herniasi
2. Ruptur abses ke ruang ventrikel dan subarachnoid
3. Rekuren abses
4. Hidrosefalus obstruktif
5. Sekuele defisit neurologi (kejang, hemiparesis)
III.11 PROGNOSIS
Survival rate untuk abses serebri baik. Prognosis baik berkaitan dengan :5
1. Usia muda
2. Tidak dijumpai defisit neurologi pada awal penyakit
3. Tidak dijumpai perburukan klinis
4. Tidak dijumpai penyakit komorbid
Sementara prognosis buruk pada abses serebri berhubungan dengan :1,5,6,12
1. Dijumpai gambaran herniasi pada awal penyakit
2. Diagnosis terlambat atau salah diagnosis
3. Gambaran perluasan lesi pada radiologi (peningkatan ukuran, lokasi berbahaya, lesi
multipel, perluasan edema/midline shift)
4. Ruptur ventrikel
5. Penyebabnya infeksi jamur
6. Usia > 60 tahun
IV.
DISKUSI KASUS
Pada kasus ini telah dirawat di RS.H.Adam Malik Medan seorang wanita (L), 22 tahun,
Jawa, Islam, ibu rumah tangga, didiagnosa menderita suatu abses serebri multipel berdasarkan
hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
Dari anamnesis didapatkan keluhan utama penurunan kesadaran. Hal ini dialami os sejak
7 hari sebelum masuk RS.HAM, terjadi secara perlahan-lahan. Diawali dengan adanya nyeri
kepala sejak 3 bulan yang lalu dan tidak berkurang dengan pemberian obat penghilang rasa sakit
dalam 2 minggu ini. Nyeri kepala pada mulanya bersifat hilang timbul pada seluruh kepala,
terasa menekan. Os juga mengalami kejang sebanyak 3 kali, bersifat kaku dan menyentak pada
seluruh tubuh, lamanya kejang 5 menit. Riwayat sakit gigi pada rahang bawah dijumpai. Selain
itu os sering mengeluhkan pilek yang berkepanjangan sejak 6 bulan yang lalu. Riwayat muntah
menyembur, demam, sakit telinga dan tenggorokan, trauma, serta sakit paru tidak dijumpai.
Dari pemeriksaan fisik djumpai status presens sensorium somnolen, vital sign dalam
batas normal. Hasil pemeriksaan neurologis parese N.VII UMN dextra, papil edema, hemiparese
dextra dan peningkatan refleks fisiologis ekstremitas dextra.
Dari hasil pemeriksaan penunjang berupa Head CT-scan di RS Rantau Prapat
menunjukkan kesan Abses multiple pada lobus frontal kiri dengan edema + Herniasi supra
callosal ke kiri + brain swelling diffuse terutama kiri + ancaman herniasi trans tentorial desenden
sentralis + sinusitis frontalis, ethmoidalis dan sphenoidalis bilateral. Head CT-scan di RS HAM
dengan kesan Abses pada frontal kiri dengan perifokal edema.
Saat masuk os didiagnosis banding dengan tumor intrakranial. Dikarenakan pada
pemeriksaan neurologis dijumpai adanya tanda defisit neurologis yang berkembang lambat.
Tetapi pada tumor intrakranial tanda-tanda infeksi tidak dijumpai. Kemudian didiagnosa banding
dengan stroke iskemik dikarenakan pada pemeriksaan neurologis dijumpai hemiparese dextra,
parese N VII UMN dextra dan peningkatan refleks fisiologis dextra, tetapi pada stroke onsetnya
terjadi secara tiba-tiba. Kedua diagnosa banding ini disingkirkan dengan pemeriksaan Head CT
scan yang menunjukkan ring enhancement yang berupa cincin dengan hyperdense yang
mengelilingi area sentral yang hypodense. Dari bagian bedah saraf os direncanakan untuk
dilakukan tindakan operasi.
V.
PERMASALAHAN
1. Bagaimanakah memastikan bahwa penyakit jantung pada pasien ini yang merupakan
faktor predisposisi terjadinya abses serebri multipel ?
2. Bagaimana penatalaksanaan yang tepat pada kasus ini ?
VI.
KESIMPULAN
VII.
SARAN
1. Sebaiknya diterangkan kepada keluarga mengenai penyakit dan sekuele yang mungkin
terjadi setelah mendapat pengobatan
2. Uji resistensi dan kultur sebaiknya dilakukan untuk mendapatkan antibiotik yang sesuai
DAFTAR PUSTAKA
1. Brook
I.
Brain
Abcess.
2008.
Available
From
:
http://www.emedicine.com/MED/topic.htm
2. Gilroy J. Basic Neurology, 3rd ed. New York : McGraw-Hill ; 2000
3. Adam RD, Victor M, Ropper AH. Principles of Neurology, 7th edition. New York :
McGraw-Hill ; 2000
4. Bernardini GL. Focal Infections. In : Rowland LP, editor. Merrits Neurology. 10th
edition. Philadelphia : Lippicott Williams & Wilkins ; 2000. P.128-133
5. Thomas
LE.
Brain
Abscess.
2008.
Available
from
:
http://www.emedicine.medscape.com/article/781021-overview
6. Kastenbauer S, Pfister HW, Wispelwey B, Scheld WM. Brain Abcess. In : Scheld WM,
Whitely RJ, Marra CM, editors. Infections of The Central Nervous System, 3rd edition.
Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins ; 2004. P. 479-501
7. Rohkamm R. Color Atlas of Neurology. 2nd ed. New York : Thieme ;2004
8. Kielian T. Immunopathogenesis of Brain Abcess. 2004. Available from :
http://www.jneuroinflammation.com-content/1/1/16
9. Nadalo
LA.
Brain,
Abcess.
2007.
Available
From
:
http://www.emedicine.com/radio/topic.91.htm
10. Sze G. Lee SH. Infectious Disease. In : Lee SH, Rao KCVG, Zimmerman RA, editors.
Cranial MRI and CT. 4th ed. New York : McGraw-Hill ; 1999.P.453-516
11. Lombardo MC. Penyakit Degeneratif dan Gangguan Lain pada Sistem Saraf. Dalam :
Price SA, Wilson LM, editors. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Edisi
Keempat. Jakarta : EGC ; 1995. Hal. 1006-1007
12. Koppel BS. Bacterial, Fungal & Parasitic Infections of The Nervous System. In : Brust
JC.M, editor. Current Diagnosis and Treatment. New York : Mc-Graw Hill ; 2007.P.408411
13. Lange S, Grumme T, Kluge W, Ringel K, M Wolfgang. Cerebral and Spinal
Computerized Tomography, 2nd edition. Germany : Schering AG ;1989
14. W Fabiola, Zumelzu C, Staurou I, Castillo M, Eisenhuber E, Knosp E, Thurnher M.
Diffusion-Weighted Imaging in the Assesment of Brain Abcess Therapy. AJNR Am
JNeuroradiol 25 : 1310-1317
15. Hankey GJ, Wardlaw JM. Clinical Neurology. 1st edition. Manson Publishing. 2008
16. Su CF, Loh TW, Chen YW, Chen SY, Wang LS. Advantages of Stereotactic Aspiration
on Surgical Management of Pyrogenic Brain Abcess. Tsu Chi Med J 2004 ; 16 : 143-150
LAMPIRAN
Head CT-scan RS. Rantau Prapat (13 Agustus 2008)
Foto Thorax