You are on page 1of 16

Sindrom Steven-Johnson (SSJ) Akibat Alergi Obat

Kelompok D1
Mutia Indria Astuti Limbers (102012422)
Teofanus Delphine Halim (102013082)
Marcella Arista (102013113)
Theo Nalmiades Ambra (102013115)
Evita Jodjana (102013201)
Dewa Ayu Raina Kenovita Ardani (102013301)
Samdaniel Sutanto (102013382)
Valentina Oktaviany Situngkir (102013406)
Nur Fadhila Husna Binti Shaharudin (102013510)
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jalan Arjuna Utara no. 6 Jakarta Barat
Pendahuluan
Kulit yang merupakan organ terbesar tubuh, adalah salah satu indikator terbaik
tentang kesehatan umumnya. Fungsi kulit yang paling utama ialah melindungi tubuh terhadap
lingkungan. Kulit manusia telah mengalami revousi menjadi lapisan permukaan yang relatif
tidak pemeabel, yang mencegah hilangnya air, melindungi terhadap bahaya dari luar, dan
menyekat tubuh terhadap perubahan suhu. Namun, seiring dengan perkembangan yang pesat
dalam penemuan, penelitian dan produksi obat untuk diagnosis, pengobatan, maupun
pencegahan telah menimbulkan berbagai reaksi obat yang tidak diinginkan yang disebut
erupsi obat. Erupsi obat berkisar antara erupsi ringan sampai erupsi berat yang mengancam
jiwa manusia. Obat makin lama makin banyak digunakan oleh masyarakat, sehingga reaksi
terhadap obat juga meningkat yaitu reaksi simpang obat (adverse drug reaction) atau R.S.O.
Salah satu contoh R.S.O adalah sindrom Stevens-Johnson. Sindrom Stevens-Johnson
merupakan kelainan yang termasuk eritema muliforme mayor yang mengenai kulit, selaput
lender atau mukosa di orifisium dan mata serta organ-organ tubuh lain. Penyakit ini disertai
dengan keadaan umum yang bervariasi dari ringan sampai berat. Bentuk yang berat dapat
menyebabkan kematian, oleh karena itu perlu pentalaksanaan yang tepat dan cepat sehingga
jiwa pasien dapat ditolong.1

1|Page

Pembahasan
Anamnesis
Anamnesis merupakan tahap awal dalam pemeriksaan untuk mengetahui riwayat
penyakit dan menegakkan diagnosis. Anamnesis harus dilakukan dengan teliti, teratur dan
lengkap karena sebagian besar data yang diperlukan dari anamnesis untuk menegakkan
diagnosis. Anamnesis dapat langsung dilakukan pada pasien (auto-anamnesis) atau terhadap
keluarga atau pengantarnya (alo-anamnesis) bila keadaan pasien tidak memungkinkan untuk
diwawancarai, misalnya dalam keadaan gawat-darurat, afasia akibat stroke dan lain
sebagainya.
Anamnesis yang baik terdiri dari identitas, keluhan utama, riwayat penyakit sekarang,
riwayat penyakit dahulu, riwayat obstetri dan ginekologi (khusus wanita), riwayat penyakit
dalam keluarga, anamnesis susunan system dan anamnesis pribadi (meliputi keadaan sosial
ekonomi, budaya, kebiasaan, obat-obatan, lingkungan).2

Identitas
Identitas meliputi nama lengkap pasien, umur atau tanggal lahir, nama orang tua atau
suamiatau istri atau penanggung jawab, alamat, pendidikan, pekerjaan, suku bangsa, dan
agama.

Keluhan Utama (Chief Complaint)


Keluhan utama adalah keluhan yang dirasakan pasien yang membawa pasien pergi ke
dokter atau mencari pertolongan.Dalam menuliskan keluhan utama harus disertai dengan
indikator waktu, berapa lama pasien mengalami hal tersebut.Dalam kasus ini, keluhan
utama pasien adalah melepuh pada beberapa bagian di badannya.

Riwayat Penyakit Sekarang


Riwayat perjalanan penyakit merupakan cerita yang kronologis, terperinci dan jelas
mengenai keadaan kesehatan pasien sejak sebelum keluhan utama sampai pasien datang
berobat. Pada sindrom steven Johnson, perlu ditanyakan

1. Waktu dan lamanya keluhan berlangsung


2. Sifat dan beratnya serangan,.
3. Lokalisasi dan penyebarannya,
4. Apakah keluhan baru pertama kali atau sudah berulang kali.
2|Page

5. Faktor risiko dan pencetus serangan, termasuk faktor-faktor yang memperberat atau
meringankan serangan.
6. Apakah ada saudara sedarah, atau teman dekat yang menderita keluhan yang sama.
7. Upaya yang telah dilakukan dan bagaimana hasilnya, jenis-jenis obat yang telah
diminum oleh pasien; juga tindakan medik lain yang berhubungan dengan penyakit
yang sedang diderita.

Riwayat Penyakit Dahulu


Bertujuan untuk mengetahui kemungkinan-kemungkinan adanya hubungan antara
penyakit yang pernah diderita dengan penyakitnya sekarang.Tanyakan pula apakah pasien
pernah menderita kecelakaan, menderita penyakit berat dan menjalani operasi tertentu,
memiliki riwayat alergi pada obat-obatan dan makanan tertentu.

Riwayat Penyakit Keluarga


Penting untuk mencari kemungkinan penyakit herediter, familial.Karena pada sindrom
steven-johnson merupakan penyakit genetic, oleh karena itu perlu ditanyakan apakah ada
di keluarganya yang pernah mengalami keluhan seperti ini.

Riwayat Pribadi
Riwayat pribadi meliputi data-data sosial, ekonomi, pendidikan, dan kebiasaan.Perlu
ditanyakan pula apakah pasien mengalami kesulitan dalam sehari-hari seperti masalah
keuangan, pekerjaan, dan sebagainya.Kebiasaan pasien juga harus ditanyakan, seperti
merokok, memakai sandal saat bepergian, minum alcohol, dan sebagainya.Selain itu juga
pada pasien yang sering bepergian, perlu ditanyakan apakah baru saja pergi dari tempat
endemik penyakit infeksi menular.Dan yang tidak kalah pentingnya adalah lingkungan
tempat tinggal pasien, termasuk keadaan rumahnya, sanitasi, sumber air minum, tempat
pembuangan sampah, ventilasi, dan sebagainya.

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang dilakukan berupa inspeksi dan palpasi.Pada inspeksi, kita
melihat secara keseluruhan pada kulit pasien. Dimana, kita melihat adanya perubahan pada
warna kulit pasien, seperti warna

kulit normal, sianosis, ikterus, atau kelainan

pigmentasi.Warna kulit ditentukan dengan skin-fototype dengan 6 tipe. Pada orang indonesia
cenderung memiliki skin phototype tipe 3 yaitu berwarna sawo matang. Pada sindrom steven
3|Page

johnson ditemukan warna kulit kemerahan atau biasa disebut eritema. Selain perubahan
warna kulit perlu juga dilihat kelembapan kulitnya. Biasanya kelembapan kulit yang
berlebihan mungkin terdapat orang yang normal atau sedang demam, emosi, penyakit
neoplasama atau hipertiroidisme. Atau juga bisa ditemukan kulit kering pada orang yang
menua, dapat juga dijumpai pada miksedema, nefritis, dan keadaan akibat obat-obat tertentu.
Pada inspeksi juga perlu dilihat apakah pada kuli terdapat eflorensi atau tidak. Pada sindrom
steven johnson lesi yang ditemukan berupa vesikel dan bula. Namun vesikal dan bula ini
akan memecah sehingga membentuk erosi yang luas. Selain itu juga ditemukan purpura dan
pada keadaan yang berat akan menyebar atau generalisata.
Pemeriksaan berikutnya adalah palpasi. Pada palpasi kita akan meraba turgor atau
elastisitas kulit. Turgor kulit akan menjadi buruk atau berkurang pada orang tua atau pada
keadaan dehidrasi. Kulit seolah longgar, tidak tegang/elastis dan keriput. Selain turgor kulit
kita juga perlu mengetahui suhu kuit. Perabaan suhu kulit akan tinggi pada deman, atau
karena peradangan, juga pada metabolisme meningkat seperti hipertiroidisme. Dan pada
keadaan shock kulit akan terasa dingin. Setelah suhu juga perlu dilakukan perabaan untuk
mengetahui tekstur kulit. Apakah mengalami penebalan atau penipisan (hipertrofi atau atrofi)
dan atau kulit terasa kasar atau tidak.
Pemeriksaan fisik lain yang menunjukan gejala klinis pada sindrom steven-johnson
adalah pemeriksaan Nikolsky sign. Nikolsky sign ini berguna untuk mengetahui apaka terjadi
epidermiolisis atau tidak. Epidermiolisis adalah terkelupasnya lapisan epidermis kulit. Test
ini dilakukan dengan cara menggunakan sarung tangan. Lalu kita mulai menggeser jari
tangan kita pada kulit. Nikolsky positif, bila setelah kita menggeser penghapus pensil atau
jari tangan pada kulit maka akan terjadi pengelupasan atau kulit yang terlepas. Jika tidak
maka, hasilnya Nikolsky negative.

Gambar 1 Pemeriksaan Nikolsky sign3

4|Page

Pada sindrom steven johnson, selain dilakukan pemeriksaan pada kulit, perlu juga
dilakukan pemeriksaan pada daerah mukosa mulut, hidung, orficium genitalia eksterna dan
juga pada mata, kuku dan salurang pencernaan.1,2
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan salah satunya adalah dengan
pemeriksaan laboratorium. Tetapi hasil pemeriksaan laboratorium biasanya tidak khas. Jika
terdapat leukositosis, penyebabnya kemungkinan karena infeksi bakterial, tetapi jika terdapat
eosinofilia kemungkinan karena alergi. Jika disangka penyebabnya karena infeksi, dapat
dialkukan kultur darah. Disamping itu juga ditemukan peningkatan enzim transminase serum,
albuminuri dan gangguan elektrolit serta adanya gambaran gangguan fungsi organ tubuh yang
terkena. 4
Working Diagnosis
Sindrom Steven-Johnson
Sindrom

Stevens-Johnson

(Steven-Johnson

Syndrome)

merupakan

reaksi

hipersensitivitas yang diperantarai kompleks imun yang merupakan bentuk yang berat dari
eritema multiformis. Sindrom ini dikenal pula sebagai eritema multiformis mayor. Sindrom
ini melibatkan kulit dan membran mukosa.
Penyebab sindrom ini masih belum diketahui. Sindrom ini dapat disebabkan oleh
berbagai faktor yaitu faktor karena infeksi, vaksinasi, neoplasma, radiasi, dan obat. Tetapi
dikatakan penyebab utamanya adalah karena obat. Golongan obat yang sering menyebabkan
sindrom ini adalah golongan salisilat, sulfa, penisilin, dan obat anti-inflamasi non steroid.
Selain obat juga bisa karena jamu. Hal ini karena, sekarang banyak jamu yang dibubuhi oleh
obat.5
Patofisiologi Sindrom Steven-Johnson (SSJ)
Penyakit ini diperikirakan 2-3% per juta populasi setiap tahun di Eropa dan Amerika
Serikat. Umumunya terdapat pada dewasa. Di indonesia setiap tahun terdapat kira-kira 12
pasien, umumnya juga pada dewasa. Hal tersebut berhubungan penyebab SSJ yang biasanya
disebabkan oleh alergi obat. Pada dewasa imunitas telah berkembang belum menurun seperti
pada usia lanjut.5

5|Page

Sindrom Steven Johnson dikatakan disebabkan oleh hipersensitivitas tipe III dan IV
menurut Coomb dan Gell. Secara umum terdapat 4 tipe reaksi imunologik yang dikemukakan
oleh Coomb dan Gell.4
Tipe I (reaksi cepat, anafilatik)
Reaksi ini penting dan sering dijumpai. Pajanan pertama kali terhadap obat tidak
menimbulkan reaksi yang merugikan, tetapi pajanan selanjutnya dapat menimbulkan reaksi.
Antibodi yang terbentuk ialah antibodi IgE yang mempunyai afinitas yang tinggi terhadap
mastosit dan basofil.
Pada pemberian obat yang sama, antigen dapat menimbulkan perubahan berupa
dgranulasi sel mast dan basofil dengan dilepaskannya bermacam-macam mediator, antara lain
histamin, serotonin, bradikinin, dan heparin,. Mediator-mediator ini mengakibatkan
bermacam-macam efek antara lain urtikaria, dan yang lebih berat adalah angioderma. Yang
paling berbahaya ialah terjadinya syok anafilatik.
Tipe II (reaksi sitostatik)
Reaksi ini disebabkan oleh obat (antigen) yang memerlukan penggabungan antara IgG
dan IgM di permukaan sel. Hal ini menyebabkan efek sitolitik atau sitotoksik oleh sel efektor
yang diperantarai komplemen. Gabungan obat-antibodi-komplemen teriksasi pada sel
sasaran. Sebagian sel sasaran ialah berbagai macam sel biasanya eritrosit, leukosit, trombosit
yang mengakibatkan lisis sel, sehingga reaksi tipe II disebut juga reaksi sitolisis atau
sitotoksik.
Tipe III (reaksi kompleks imun)
Reaksi ini ditandai oleh pembentukan kompleks antigen, antibodi (IgG dan IgM)
dalam sirkulasi darah atau jaringan dan mengaktifkan komplemen. Komplemen yang
diakifkan kemudian melepaskan berbagai mediator diantaranya enzim-enzim yang dapat
merusak jaringan. Kompleks tersebut akan beredar dalam sirkulasi darah dan kemudian
dideposit pada sel sasaran.
Tipe IV(reaksi alergik selular tipe lambat
Reaksi ini melibatkan limfosit, APC, dan sel Langerhans yang mempresentasi antigen kepada
limfosit T. Limfosit T tersensitisasi mengadakan reaksi dengan antigen. Reaksi ini disebut
tipe lambat yaitu terjadi 12-48 jam setelah pajanan terhadap antigen menyebabkan pelepasan
serangkaian limfokin.

6|Page

Manifestasi Klinis
Gejala klinisnya diawali dengan gejala prodromal, nyeri kepala, malaise, nyeri
tenggorokan, batuk, muntah serta diare. Pasien akan menunjukkan trias kelainanberupa
kelainan kulit, kelainan selaput lendir di orifisium, dan kelainan mata.4,5

Kelainan kulit
Kelainan kulit terdiri atas eritema, vesikel dan bula. Eritema adalah kemerahan pada kulit
yang disebabkan pelebaran pembuluh darah yang reversibel sedangkan vesikel adalah
gelembung berisi cairan serum beratap berukuran kurang dari 0,5 cm garis tengah dan
mempunyai dasar dan bula adalah vesikel yang berukuran lebih besar. Vesikel dan bula
kemudian memecah sehingga terjadi erosi yang luas. Di samping itu dapat juga terjadi
purpura. Pada bentuk yang berat kelainannya generalisata.

Kelainan selaput lendir di orifisium


Kelainan selaput lendir yang tersering ialah kelainan mukosa mulut(100%), kemudian
disusul oleh kelainan di lubang alat genital (50%), sedangkan di lubang hidung dan anus
jarang (masing-masing 8% dan 4%).
Kelainannya berupa vesikel dan bula yang cepat memecah hingga terjadi erosi dan
ekskoriasi

dan

krusta

kehitaman.Di

mukosa

mulut

juga

dapat

terbentuk

pseudomembran.Di bibir kelainan yang sering tampak ialah krusta bewarna hitam yang
tebal.
Lesi di mukosa mulut dapat juga terdapat di faring, traktus respiratorius bagian atas, dan
esofagus.Stomatitis dapat menyebabkan pasien sukar/tidak dapat menelan.Adanya

pseudomembran di faring dapat menyebabkan keluhan sukar bernapas.


Kelainan mata
Kelainan mata, merupakan 80% di antara semua kasus; yang tersering ialah
konjungtivitis kataralis.Selain itu juga dapat berupa konjungtivitis purulen, perdarahan,
simblefaron, ulkus kornea, iritis dan iridosiklitis.
Selain trias kelainan tersebut dapat pula terdapat kelainan lain, misalnya: nefritis dan
onikolisis.

7|Page

Gambar 2 Sindrom Steven-Johnson (SSJ)6


Differential Diagnosis
Eksantema Fikstum
Eksantema Fikstum (EF) merupakan erupsi obat yang akan timbul berulang dengan
kelainan di tempat yang sama. Eksantema fikstum ini juga dikenal dengan fixed drug
eruption (FDE). Kelainan kulit ini umumnya berupa eritema dan vesikel berbentuk bulat atau
lonjong dan biasanya numular sama seperti SSJ. Tapi pada eksantema fikstum, jika sembuh
maka akan meninggalkan bekas berupa bercak hiperpigmentasi yang menetap. Pada
ekstantema fikstum, tempat predileksinya di ekitar mulut, di daerah bibir dan penis sehingga
sering disangkan penyakit kelamin karena berupa erosi, kadang-kadang cukup luas disertai
eritema dan rasa panas setempat. Penyebab tersering ialah sulfonamid, trimetropin, dan
analgesik.4

Nekrolisis Epidermal Toksik (NET)


8|Page

Nekrolisis epidermal toksik adalah penyakit berat, gejala klinis yang terpenting ialah
epidermiolisis generalisata, dapat disertai kelainan pada selaput lendir di orificium dan mata.
Dibandingkan dengan sindrom steven johnson, penyakit ini lebih jarang. Umumnya pada
orang dewasa dan dengan sindrom steven-johnson. Penyebab utama karena alergi obat yang
berjumlah 80-95%.
Nekrolisis epidermal toksik ialah bentuk parah sindrom steven-johnson dan sering
menyebabkan kematian karena gangguan keseimbangan cairan/elektrolit atau karena sepsis.
Pada NET terjadi epidermiolisis sekitar >30% permukaan dan pada SSJ terjadi <10%
permukaaan tubuh. Pasien mulai secara akut dengan gejala prodromal. Pasien tampak sakit
berat dengan demam tinggi, kesadaran menurun (soporo-komatosa), kelainan kulit dimulai
dengan eritema generalisata kemudian timbul banyak vesikel dan bula, dapat pula disertai
purpura. Lesi pada kulit dapat disertai lesi pada bibir dan selaput lendir mulut berupa erosi,
ekskoriasi, dan pendarahan sehingga terbentuk krusta berwarna merah hitam pada bibir.
Kelainan macam ini dapat pula terjadi di orifisium genitalia eksterna juga kelainan pada
mata.
Pada N.E.T yang penting ialah terjadinya epidermiolisis, yaitu epidermis terlepas dari
dasarnya yang kemudian menyeluruh dan gambaran klinisnya berupa kombusio. Adanya
epidermiolisis menyebabkan tanda Nikolskiy positif pada kulit yang erimatosa, yaitu kulit
ditekan dan digeser, maka kulit akan mudah terkelupas. Epidermolisis mudah dilihat pada
tempat yang sering terkena tekanan, yaitu pada punggung dan bokong karena biasa
berbaring.4,5

9|Page

Gambar 3Nekrolisis epidermal toxic (NET) dan Eksantema


fikstum7,8
Staphylococcal Scalded Skin Syndrome (SSSS)
Staphylococcus scalded skin syndrome merupakan penyakit kulit yang masuk dalam
golongan

pioderma.

Pioderma

adalah

oleh Staphylococcus dan Streptococcus atau

penyakit

kedua-duanya.

kulit
Penyebab

yang
utama

disebabkan
pioderma

adalah Staphylococcus aureus dan Streptococcus hemolyticus.9 Staphylococcus dan


Streptococcus merupakan penyebab infeksi kulit tersering. Hal yang dapat menjadi factor
predisposisi untuk pioderma di antaranya adalah kurangnya hygiene, menurunnya daya tahan,
atau karena sudah adanya penyakit kulit sebelumnya. Kerusakan pada epidermis dapat
mempermudah infeksi karena sistem pelindungnya terganggu.10
Staphylococcal Scalded Skin Syndrome atau yang disingkat SSSS pertama kali
dilaporkan oleh Ritter von Rittershain pada 1956 dan dikenal sebagai penyakit Ritter von
Rittershain atau Ritter Disease in Newborns.9 SSSS ini sering terjadi pada anak-anak,
terutama yang baru lahir. Hal ini dikarenakan karena pada anak-anak sistem imun dan ginjal
masih belum sempurna, sehingga mudah terinfeksi bakteri Staphylococcus aureus.Kelainan
ini jarang terjadi pada orang dewasa, tapi bisa terjadi pada orang dewasa bila orang tersebut
mempunyai sistem imun yang rendah (immunocompromised) dan memiliki masalah pada
ginjal (kidney failure).Apalagi jiika orang tersebut sedang mengkonsumsi obat-obat yang
menekan sistem imun atau yang sedang menjalani kemoterapi.
Staphylococcal Scalded Skin Syndrome (SSSS) ini ditularkan melalui kontak langsung
dari orang ke orang, misalnya dengan penggunaan handuk secara bersamaan atau terkena
droplets dari orang yang sedang batuk. Atau bisa juga dari orang yang sedang terinfeksi.12

10 | P a g e

Gambar 4 Staphylococcal

scalded skin
syndrome (SSSS) pada bayi12

Bakteri Staphylococcus aures ini merupakan bakteri gram postif, bentuk berkelompok
seperti anggur. Dan bakteri ini menghasilkan toksin berupa eksotoksin pirogenik dan toksin
eksofoliatif. Eksotoksin pirogenik ini dapat menyebabkan deman, syok, ruam kulit dan
gangguan multisystem organ dalam tubuh. Sedangkan toksin eksofoliatif merupakn toksin
yang mempunyai aktivitas proteolitik dan dapat melarutkan matriks mukopolisakarida
epidermis, sehingga menyebabkan pemisahan intraepithelial pada ikatan sel di stratum
granulosum. Toksin inilah yang menjadi penyebab terjadinya SSSS, yang ditandai dengan
melepuhnya kulit.13
Manifestasi klinis yang khas pada kelainan ini adalah adanya gejala prodromal berupa
demam dan iritabel. Dan muncul ruam berupa makula eritem yang tampak pertama kali di
sekitar mulut dan hidung. Kulit tampak halus yang kemudian menyebar secara generalisata
dan tampak seperti sandpaper. Lesi terutama pada daerah fleksor, terutama lipat paha,
aksila dan leher. Setelah 1-2 hari kulit menjadi berkerut, dan dapat terjadi bulla, dan mudah
mengelupas (Nikolskys sign), kulit nyeri bila disentuh. Oleh karena itu penderita selalu
menolak untuk disentuh atau berbaring. Selanjutnya 2-3 hari permukaan kulit menjadi kering
dan berkrusta. Dan penyembuhan akan terjadi setelah 10-14 hari.
Pada SSSS, gambaran histopatologinya terdapat akantolisis pada daerah stratum
granulosum, dan juga terjadi pembentuk celah pada daerah sub-korneal.14

11 | P a g e

Gambar 5 Histologi SSSS14


Sindrom Steven-Johnson menurut SKDI (Standar Kompetensi Dokter Indonesia)
SKDI menjadi suatu acuan bagi institusi pendidikan dokter agar dokter yang
dihasilkan memiliki kompetensi yang memadai untuk membuat diagnosis yang tepat,
memberi penanganan awal atau tuntas, dan melakukan rujukan secara tepat dalam rangka
penatalaksanaan pasien. Tingkat kompetensi setiap penyakit merupakan kemampuan yang
harus dicapai pada akhir pendidikan dokter.
Berikut adalah tingkat kemampuan yang harus dicapai pada akhir masa pendidikan.15

Tingkat 1: mengenali dan menjelaskan


Lulusan dokter mampu mengenali dan menjelaskan gambaran klinik penyakit, dan
mengetahui cara yang paling tepat untuk mendapatkan informasi lebih lanjut mengenai
penyakit tersebut.
Tingkat 2: mendiagnosis dan merujuk
Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik terhadap penyakit tersebut dan
menentukan rujukan yang paling tepat bagi penanganan pasien selanjutnya.
Tingkat 3: mendiagnosis, melalukan penatalaksanaan awal, dan merujuk
3A. Bukan gawat darurat
Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan memberikan
terapi pendahuluan pada keadaan yang bukan gawat darurat. Lulusan dokter
12 | P a g e

mampu menentukan rujukan yang paling tepat bagi penangana pasien


selanjutnya.
3B. Gawat darurat
Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan memberikan
terapi pendahuluan pada keadaan gawt darurat demi menyelamatkan nyawa
atau mencegah keparahan dan atau kecacatan pada pasien.
Tingkat 4: mendiagnosis, melakukan penatalaksanaan secara mandiri dan tuntas
4A. Kompetensi yang dicapai pada saat lulus dokter
4B. Profisiensi (kemahiran) yang dicapai setelah selesai internsip dan atau Pendidikan
Kedokteran Berkelanjutn (PKB).
Penatalaksanaan
Jika keadaan umum pasien SSJ baik dan lesi tidak menyeluruh cukup diobati dengan
prednison 30-40 mg sehari. Kalau keadaan umumnya buruk dan lesi menyeluruh harus
diobati secara tepat dan cepat dan pasien harus dirawat inap. Obat yang dapat diberikan:4
Kortikosteroid
Kortikosteroid merupakan tidakan life-saving, dapat digunakan deksametason secara
intravena dengan dosis permulaan 4-6 x 5 mg sehari. Seorang pasien SSJ yang berat harus
segera dirawat inap dan diberikan deksametason 6 x 5 mg iv. Biasanya setelah beberapa hari
(2-3 hari) masa kritis telah teratasi, keadaan membaik dan tidak timbul lesi baru, sedangkan
lesi lama tampak mengalami involusi. Dosisnya segera diturunkan secara cepat, setiap hari
diturunkan 5 mg, setelah dosis telah mencapai 5 mg sehari lalu diganti dengan tablet
kortikosteroid misalnya prednison yang diberikan keesokan harinya dengan dosis 20 mg
sehari; sehari kemudian obat tersebut ditutunkan lagi menjadi 10 mg kemudian obat tersebut
dihentikan. Jadi lama pengobatan kira-kira 10 hari. Selain deksametason dapat digunakan
pula metilprednisolon dengan dosis setara. Kelebihan metilprednisolon ialah efek
sampingnya lebih sedikit dibandingkan dengan deksametason karena termasuk dalam
golongan kerja sedang, sedangkan deksametason termasuk golongan kerja lama, namun
harganya lebih mahal.
Antibiotik
Antibiotik yang dipilih, hendaknya yang jarang menyebabkan alergi, berspektrum
luas, bersifat bakterisidal dan tidak atau sedikit nefrotoksik. Hendaknya antibiotik yang akan
diberikan jangan yang segolongan atau yang rumusnya mirip dengan antibiotik yang diduga
13 | P a g e

menyebabkan alergi atau obat sulfa. Hal ini untuk mencegah sensititasi silang. Obat yang
memenuhi syart tersebut misalnya
Siprofloksasin : 2 x 400 mg iv.
Klindamisin

:2 x 600 mg iv sehari (meskipun tidak berspektrum luas juga cukup

efektif bagi kuman anaerob).


Seftriakson

:2 gram iv sehari 1 x 1.

Untuk mengurangi efek samping kortikosteroid diberikan diet yang miskin garam dan
tinggi protein, karena kortikosteroid bersifat katabolik. Setelah seminggu diperiksa pula kadar
elektrolit dalam darah. Bila terdapat penurunan K dapat diberikan KCL 3 x 500 mg per hari
secara oral guna mencegah terjadinya hipokalemia.
Jika dengan terapi tersebut belum tampak perbaikan selama 2 hari, maka dapat diberikan
transfusi darah sebanyak 300 cc selama 2 hari berturut-turut. Efek transfusi darah (whole
blood) ialah sebagai imunorestorasi. Bila terdapat leukopenia prognosisnya menjadi buruk,
setelah diberi transfusi leukosit cepat menjadi normal.
Pada kasus dengan purpura yang luas dapat pula ditambahkan vitamin C 500 mg atau 1000
mg sehari iv.Terapi topikal tidak sepenting terapi sistemik. Lesi pada bibir dioleskan dengan
kanalog in orabase.4
Komplikasi
Komplikasi yang tersering ialah bronkopneumonia, yang didapati sekitar 16% di
antara seluruh kasus yang datang berobat di bagian kami. Komplikasi yang lain adalah
kehilangan cairan/darah, gangguan keseimbangan elektrolit, dan syok. Pada mata dapat
terjadi kebutaan karena gangguan lakrimasi.4
Prognosis
Pada kasus yang tidak berat, prognosisnya baik, dan penyembuhan terjadi dalam
waktu 2-3 minggu. Kematian berkisar antara 5-15%, pada kasus berat dengan berbagai
komplikasi atau pengobatan terlambat dan tidak memadai. Prognosis lebih berat bila terjadi
purpura yang lebih luas. Kematian biasanya disebabkan oleh gangguan keseimbangan cairan
dan elektrolit, dan bronkopneumonia. Untuk menilai tingkat keparahan SSJ bisa dilihat
menggunakan skala SCORTEN.4,16
Gambar 6 Tabel SCORTEN16
14 | P a g e

Penutup
Penyakit kulit hampir semuanya memiliki ciri penampang atau gejala klinis yang
sama, oleh karena itu dibutuhkan anamnesis yang tepat sehingga dapat menentukan
diagnosanya dengan benar. Pada sindrom steven johnson (SSJ) lebih disebabkan akibat alergi
obat. SSJ memiliki tanda eritema, vesikol dan bulla sama seperti nekrosis epidermal toxic
(NET) bedanya pada NET, prognosisnya buruk dikarenakan terjadinya epidermiolisis
sehingga menyebabkan kehilangan banyak cairan tubuh. Tapi meskipun, SSJ memiliki
prognosis yang lebih baik daripada NET, tetap saja membutuhkan penangananan yang tepat
dan cepat, karena jika tidak SSJ bisa menimbulkan kematian.
Daftar Pustaka
1. Swartz MH.Buku ajar diagnostik fisik.Jakarta:EGC;2010.h.56,61,64
2. Sudoyo AW, Bambang S, Idrus A, Marcellus SK, Siti S. Buku ajar ilmu penyakit
dalam. Jilid 3. 5th ed. Internal Publishing; 2009.p.2911-23.
3. Sesahadri D, Kumaran MS. Acantholysis revisited:back to basics. Diunduh dari
http://www.ijdvl.com/article.asp?
issn=03786323;year=2013;volume=79;issue=1;spage=120;epage=126;aulast=Seshadr
i, 23 April 2015
4. Hamzah M, Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. 5 th ed. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2007.p.163-7.
5. Behrman, Richard E. Nelson esensi pediatri.Edisi ke-4.Jakarta:EGC;2010.h.941-6
6. Darmawan H.Sindrom steven-johnson diduga akibat siprofloksasi.CDK Edisi
217;2014.Diunduh

dari

http://www.kalbemed.com/Portals/6/11_217Sindrom

%20Stevens-Johnson%20Diduga%20Akibat%20Siprofloksasin.pdf, 22 April 2015


7. Unknown.
Drug
induced
bullous
disorders.2013.Diunduh
dari
http://thehealthscience.com/showthread.php?843974-Drug-Induced-BullousDisorders, 22 April 2015

15 | P a g e

8. Wolff

K,

Johnson

RA.

Fitzpatricks

color

atlas&synopsis

of

clinical

dermatology.USA:DOC;2009.h.174-7
9. Siswardana DR. Staphylococcus scalded skin syndrome.2009. Diunduh dari
http://www.jurnalmedika.com/edisi-tahun-2009/edisi-09-2009/95-artikelpenyegar/75staphylococcus-scalded-skin-syndrome, 23 April 2015
10. Unknown.Pioderma:impetigo, hidraadenitis, folikulitis, furunkel, karbunkel,abses
multiple

kelenjar

keringat.2013.

Diunduh

dari

http://www.medicinesia.com/kedokteran-klinis/kulit/pioderma-folikulitis-furunkelkarbunkel-abses-multipel-kelenjar-keringat/, 23 April 2015


11. British Association
Of
Dermatologists.
Staphylococcal

scalded

skin

syndrome.December 2006. Diunduh dari http://www.bad.org.uk/shared/get-file.ashx?


id=130&itemtype=document, 23 April 2015
12. Unknown.Staphylococcal
scalded
skin

syndrome.Diunduh

dari

http://www.healthline24x7.com/diseases/skin-disorders/staphylococcal-scalded-skinsyndrome-ssss-/prognosis, 23 April 2015


13. Kusuma
SA.Staphylococcus
aureus.

Juni

2009.

Diunduh

dari

http://pustaka.unpad.ac.id/wpcontent/uploads/2011/09/pustaka_unpad_staphylococcus
.pdf, 23 April 2015
14. Wolff K, Goldsmith LA. Fitzpatricks dermatology in general medicine.7 th
Edition.USA:McGraw-Hill;2008.h.1710-4
15. Hakim
F.
Standar
kompetensi

dokter

indonesia.Diunduh

dari

https://www.scribd.com/doc/132385355/SKDI, 23 April 2015


16. Thaha MA.2009.Sindrom steven johnson dan nekrolisis epidermal toksis di RSUP
MH

Palembang

periode

2006-2008.Volume

43,

No.5.

Diunduh

dari

mka.fk.unand.ac.id/images/articles/No_2_2011/hal_92-97-isi.pdf, 22 April 2015

16 | P a g e

You might also like