You are on page 1of 11

DIABETES MELLITUS

A. Pengertian

Diabetes Mellitus adalah merupakan suatu kelompok penyakit metabolic


dengan karakteristik hiperglikemi yang terjadi karena kelainan sekresi insulin,
kerja insulin atau kedua duanya (Gustaviani, 2006). Diabetes mellitus
merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar
glukosa dalam darah atau hiperglikemia (Brunner dan Suddarth, 2002).
Diabetes Melllitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada
seseorang yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar gula
(glukosa) darah akibat kekurangan insulin baik absolut maupun relatif
(Arjatmo, 2002). Diabetes Mellitus adalah keadaan hiperglikemi kronik
disertai berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal yang
menimbulkan komplikasi kronik pada mata, ginjal, syaraf, dan pembuluh
darah, disertai lesi pada pembuluh basalis dalam pemeriksaan dengan
mikroskop elektron.(Arif Mansjoer, 1999).
Diabetes Mellitus merupakan suatu penyakit kronik yang kompleks yang
melibatkan kelainan metabolisme karbohidrat, protein dan lemak dan
berkembangnya komplikasi makrovaskuler, mikrovaskuler dan neurologis.
Diabetes Mellitus digolongkan sebagai penyakit endokrin atau hormonal
karena gambaran produksi atau penggunaan insulin (Barbara C. Long, 1996)
B. Klasifikasi

Klasifikasi Diabetes mellitus dan gangguan toleransi glukosa menurut


WHO (1995):
1. Klasifikasi Klinis
a) DM
1) Tipe tergantung insulin (DMTI), Tipe I
2) Tipe tak tergantung insulin (DMTTI), Tipe II
DMTTI yang tidak mengalami obesitas
DMTTI dengan obesitas
b) Gangguan Toleransi Glukosa (GTG)
c) Diabetes Kehamilan (GDM)
2. Klasifikasi risiko statistik

a) Sebelumnya pernah menderita kelainan toleransi glukosa


b) Berpotensi menderita kelainan toleransi glukosa

Pada Diabetes Mellitus tipe 1 sel-sel pancreas yang secara normal


menghasilkan hormon insulin dihancurkan oleh proses autoimun, sebagai
akibatnya penyuntikan insulin diperlukan untuk mengendalikan kadar glukosa
darah. Diabetes mellitus tipe I ditandai oleh awitan mendadak yang biasanya
terjadi pada usia 30 tahun. Diabetes mellitus tipe II terjadi akibat penurunan
sensitivitas terhadap insulin (resistensi insulin) atau akibat penurunan jumlah
produksi insulin.
C. Etiologi
Secara umum penyebab terjadinya DM tidak diketahui
secara pasti, namun dimungkinkan karena faktor :
1. Diabetes Mellitus tergantung insulin (DMTI)
a) Faktor genetic
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu
sendiri tetapi mewarisi suatu presdisposisi atau
kecenderungan genetic kearah terjadinya diabetes tipe
I. Kecenderungan genetic ini ditentukan pada individu
yang memililiki tipe antigen HLA (Human Leucocyte
Antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang
bertanggung jawab atas antigen tranplantasi dan proses
imun lainnya.
b) Faktor imunologi
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon
autoimun. Ini merupakan respon abnormal dimana
antibody terarah pada jaringan normal tubuh dengan
cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang
dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing.
c) Faktor lingkungan
Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel
pancreas,
sebagai
contoh
hasil
penyelidikan
menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu dapat
memicu proses autuimun yang dapat menimbulkan
destuksi sel pancreas.
2. Diabetes Mellitus tak tergantung insulin (DMTTI)

Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum


diketahui, factor genetic diperkirakan memegang peranan
dalam proses terjadinya resistensi insulin. Diabetes Mellitus
tak tergantung insulin (DMTTI) penyakitnya mempunyai
pola familiar yang kuat. DMTTI ditandai dengan kelainan
dalam sekresi insulin maupun dalam kerja insulin. Pada
awalnya tampak terdapat resistensi dari sel-sel sasaran
terhadap kerja insulin. Insulin mula-mula mengikat dirinya
kepada
reseptor-reseptor
permukaan
sel
tertentu,
kemudian terjadi reaksi intraselluler yang meningkatkan
transport glukosa menembus membran sel. Pada pasien
dengan DMTTI terdapat kelainan dalam pengikatan insulin
dengan reseptor.
Hal ini dapat disebabkan oleh berkurangnya jumlah
tempat reseptor yang responsif insulin pada membran sel.
Akibatnya terjadi penggabungan abnormal antara komplek
reseptor insulin dengan system transport glukosa. Kadar
glukosa normal dapat dipertahankan dalam waktu yang
cukup lama dan meningkatkan sekresi insulin, tetapi pada
akhirnya sekresi insulin yang beredar tidak lagi memadai
untuk mempertahankan euglikemia (Price,1995). Diabetes
Mellitus tipe II disebut juga Diabetes Mellitus tidak
tergantung insulin (DMTTI) atau Non Insulin Dependent
Diabetes Mellitus (NIDDM) yang merupakan suatu
kelompok heterogen bentuk-bentuk Diabetes yang lebih
ringan, terutama dijumpai pada orang dewasa, tetapi
terkadang dapat timbul pada masa kanak-kanak.
Faktor risiko yang berhubungan dengan proses
terjadinya DM tipe II, diantaranya adalah:
Usia ( resistensi insulin cenderung meningkat pada usia
di atas 65 tahun)
Obesitas
Riwayat keluarga
Kelompok etnik
D. Patofisiologi

Ibarat suatu mesin, tubuh memerlukan bahan untuk membentuk sel baru
dan mengganti sel yang rusak. Disamping itu tubuh juga memerlukan energi
supaya sel tubuh dapat berfungsi dengan baik. Energi yang dibutuhkan oleh
tubuh berasal dari bahan makanan yang kita makan setiap hari. Bahan
makanan tersebut terdiri dari unsur karbohidrat, lemak dan protein
(Suyono,1999).
Pada keadaan normal kurang lebih 50% glukosa yang dimakan
mengalami metabolisme sempurna menjadi CO2 dan air, 10% menjadi
glikogen dan 20% sampai 40% diubah menjadi lemak. Pada Diabetes Mellitus
semua proses tersebut terganggu karena terdapat defisiensi insulin.
Penyerapan glukosa kedalam sel macet dan metabolismenya terganggu.
Keadaan ini menyebabkan sebagian besar glukosa tetap berada dalam sirkulasi
darah sehingga terjadi hiperglikemia.
Penyakit Diabetes Mellitus disebabkan oleh karena gagalnya hormon
insulin. Akibat kekurangan insulin maka glukosa tidak dapat diubah menjadi
glikogen sehingga kadar gula darah meningkat dan terjadi hiperglikemi. Ginjal
tidak dapat menahan hiperglikemi ini, karena ambang batas untuk gula darah
adalah 180 mg% sehingga apabila terjadi hiperglikemi maka ginjal tidak bisa
menyaring dan mengabsorbsi sejumlah glukosa dalam darah. Sehubungan
dengan sifat gula yang menyerap air maka semua kelebihan dikeluarkan
bersama urine yang disebut glukosuria. Bersamaan keadaan glukosuria maka
sejumlah air hilang dalam urine yang disebut poliuria. Poliuria mengakibatkan
dehidrasi intra selluler, hal ini akan merangsang pusat haus sehingga pasien
akan merasakan haus terus menerus sehingga pasien akan minum terus yang
disebut polidipsi.
Produksi insulin yang kurang akan menyebabkan menurunnya transport
glukosa ke sel-sel sehingga sel-sel kekurangan makanan dan simpanan
karbohidrat, lemak dan protein menjadi menipis. Karena digunakan untuk
melakukan pembakaran dalam tubuh, maka klien akan merasa lapar sehingga
menyebabkan banyak makan yang disebut poliphagia. Terlalu banyak lemak
yang dibakar maka akan terjadi penumpukan asetat dalam darah yang
menyebabkan keasaman darah meningkat atau asidosis. Zat ini akan meracuni
tubuh bila terlalu banyak hingga tubuh berusaha mengeluarkan melalui urine
dan pernapasan, akibatnya bau urine dan napas penderita berbau aseton atau

bau buah-buahan. Keadaan asidosis ini apabila tidak segera diobati akan
terjadi koma yang disebut koma diabetik (Price,1995).
E. Manifestasi Klinik
1. Poliuria ( akibat dari diuresis osmotic bila di ambang ginjal terhadap
reabsobsi glukusa di capai dn kelebihan glukosa keluar melalui ginjal ).
2. Polidipsia ( disebabkan oleh ehidrasi dan poliuria ).
3. Poliphagia (da sebabkan oleh peningkatan kebutuhan energi dan
perubahan sintesis protein dan lemak ).
4. Penurunan berat badan ( akibat dari katabolisme protein dan lemak ).
5. Pruritas .
6. Kelelahan.
7. Gangguan penglihatan
8. Peka rangsang.
9. Kram otot ( Tucker, 1998).
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Adanya kadar glukosa darah yang tinggi secara abnormal. Kadar gula
darah pada waktu puasa > 140 mg/dl. Kadar gula sewaktu >200 mg/dl.
2. Tes toleransi glukosa. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam pp
>200 mg/dl.
3. Glukosa darah: darah arteri / kapiler 5-10% lebih tinggi daripada darah
vena, serum/plasma 10-15% daripada darah utuh, metode dengan
deproteinisasi 5% lebih tinggi daripada metode tanpa deproteinisasi
4. Glukosa urin: 95% glukosa direabsorpsi tubulus, bila glukosa darah > 160180% maka sekresi dalam urine akan naik secara eksponensial, uji dalam
urin: + nilai ambang ini akan naik pada orang tua. Metode yang populer:
carik celup memakai GOD.
5. Benda keton dalam urine: bahan urine segar karena asam asetoasetat cepat
didekrboksilasi menjadi aseton. Metode yang dipakai Natroprusid, 3hidroksibutirat tidak terdeteksi
6. Pemeriksan lain: fungsi ginjal ( Ureum, creatinin), Lemak darah:
(Kholesterol, HDL, LDL, Trigleserid), Fungsi hati, antibodi anti sel
insulangerhans ( islet cellantibody)
Bukan DM
Kadar glukosa darah sewaktu

Belum pasti DM

DM

Plasma vena

Darah kapiler

Kadar glukosa darah puasa


-

Plasma vena

Darah kapiler

< 100

100-200

>200

<80

80-200

>200

<110

110-120

>126

<90

90-110

>110

Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali


pemeriksaan :
1. Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)
2. Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)
3. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah
mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200
mg/dl

G. Komplikasi
1. Akut
a) Ketoasidosis diabetik
b) Hipoglikemi
c) Koma non ketotik hiperglikemi hiperosmolar
d) Efek Somogyi ( penurunan kadar glukosa darah pada malam hari

diikuti peningkatan rebound pada pagi hari )


e) Fenomena fajar / down phenomenon ( hiperglikemi pada pagi hari
antara jam 5-9 pagi yang tampaknya disebabkan peningkatan sikardian
kadar glukosa pada pagi hari )
2. Komplikasi jangka panjang
a) Makroangiopati
Penyakit arteri koroner ( aterosklerosis )

Penyakit vaskuler perifer


Stroke
b) Mikroangiopati
Retinopati
Nefropati
Neuropati diabetic (Mansjoer, 1999).
H. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan diet
Prinsip umum : diet dan pengendalian berat badan merupakan dasar dari
penatalaksanaan DM.
Tujuan penatalaksanaan nutrisi :
Memberikan semua unsur makanan esensial missal vitamin,

mineral
Mencapai dan mempertahankan berat badan yang sesuai
Memenuhi kebutuhan energi
Mencegah fluktuasi kadar glukosa darah setiap haridengan
mengupayakan kadar glukosa darah mendekati normal melalui
cara-cara yang aman dan praktis.
Menurunkan kadar lemak darah jika kadar ini meningkat
2. Latihan fisik
Latihan penting dalam penatalaksanaan DM karena dapat menurunkan
kadar glikosa darah dan mengurangi factor resiko kardiovaskuler.
Latihan akan menurunkan kadar glukosa darah dengan meningkatkan
pengambilan glukosa oleh otot dan memperbaiki pemakaian insulin.
Sirkulasi darah dan tonus otot juga diperbaiki dengan olahraga.
3. Pemantauan
Pemantauan glukosa dan keton secara mandiri untuk deteksi dan
pencegahan hipoglikemi serta hiperglikemia.
4. Terapi
a) Insulin
Dosis yang diperlukan ditentukan oleh kadar glukosa darah
b) Obat oral anti diabetik
1) Sulfonaria
Asetoheksamid ( 250 mg, 500 mg )
Clorpopamid(100 mg, 250 mg )

Glipizid ( 5 mg, 10 mg )
Glyburid ( 1,25 mg ; 2,5 mg ; 5 mg )
Totazamid ( 100 mg ; 250 mg; 500 mg )
Tolbutamid (250 mg, 500 mg )
2) Biguanid
Metformin 500 mg
5. Pendidikan kesehatan
Informasi yang harus diajarkan pada pasien antara lain :
Tindakan preventif(perawatan kaki, perawatan mata , hygiene
umum )
Meningkatkan kepatuhan program diet dan obat

ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Aktivitas / istirahat

2.

3.

4.

5.

Gejala : Lemah, letih, kram otot, tonus otot menurun, gangguan tidur.
Tanda : Takikardi dan takipnea pada istirahat atau dengan aktifitas, letargi.
Sirkulasi
Gejala : Adanya riwayat hipertensi, kesemutan pada ekstrimitas, ulkus
pada kaki, penyembuhan yang lama.
Tanda : Takikardi, hipertensi,nadi yang menurun, distritmia,mata cekung.
Integritas Ego
Gejala : Stres, tergantung pada orang lain
Tanda : Ansietas, peka rangsang
Eliminasi
Gejala : Poliuria, nokturia, Isk berulang
Tanda : Poliuria, urine berkabut, bau busuk (infeksi), abdomen keras
Makanan cairan
Gejala : Anoreksia, mual, muntah,BB menurun, haus, peningkatan
frekuensi makan.

Tanda : Kulit kering, turgor kulit jelek, distensi abdomen, napas bau
aseton.
6. Neurosensori
Gejala : Pusing, kesemutan, parestesia, gangguan penglihatan (pandangan
mata kabur,tidak bias melihat/buta)
Tanda : Disorientasi, mengantuk, letargi aktivitas kejang
7. Nyeri / kenyamanan
Gejala : Abdomen yang tegang/nyeri (sedang/berat), pusing, nyeri tekan
abdomen.
Tanda : Wajah meringis dengan palpitasi, tampak sangat berhati hati.
8. Pernapasan
Gejala : Merasa kekurangan oksigen, batuk, dngan atau tanpa sputum
purulen
Tanda : Lapar udara, batuk, frekuensei pernapasan.
9. Kenyamanan
Gejala : Kulit kering, gatal, ulkus kulit.
Tanda : Demam, diaporesis, kulit rusak, lesi/ulserasi, parestesia/paralysis
10. Seksualitas
Gejala : Rabas vagina (cenderung infeksi)
Masalah impoten pada pria, kesulitan orgasme pada wanita.
B. Diagnosa
1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik,
kehilangan gastrik berlebihan, masukan yang terbatas.
KH : tanda vital stabil, turgor kulit baik, haluaran urin normal, kadar
elektrolit dalam batas normal.
Intervensi
Ukur TTV
Kaij suhu, warna kulit dan

kelembaban
Monitor intake dan output

makanan/minuman
Timbang BB

Rasional
Hipovolemia dapat ditandai dengan

hipotensi dan takikardi.


Demam, kulit kemerahan, kering

sebagai cerminan dari dehidrasi.


Memberikan perkiraan kebutuhan

akan cairanpengganti, fungsi ginjal


dan keefektifan terapi
Memberikan hasil pengkajian yang

terbaik dan status cairan yang


sedang berlangsung dan
selanjutnya dalam memberikan
Pertahankan cairan 2500 cc/hari

jika pemasukan secara oral sudah


dapat diberikan
Tingkatkan lingkungan yang
nyaman selimuti dengan selimut
tipis
. Catat hal-hal yang dilaporkan
seperti mual, nyeri abdomen,
muntah, distensi lambung.

cairan pengganti
Mempertahankan hidrasi/volume
sirkulasi

Menghindari pemanasan yang

berlebihan pada pasien yang akan


menimbulkan kehilangan cairan
Kekurangan cairan dan elektrolit
mengubah motilitas lambung, yang
sering menimbulkan muntah
sehingga terjadi kekurangan cairan
atau elektrolit.

2. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

ketidak cukupan insulin, penurunan masukan oral, hipermetabolisme.


KH : Mencerna jumlah nutrien yang tepat, menunjukkan tingkat energi
biasanya, BB stabil/.
Intervensi
Timbang BB

Rasional
Mengkaji pemasukan makananyang

adekuat (termasuk absorpsi).


Tentukan program diet dan pola

makan pasien dan bandingkan

Mengidentifikasi kekurangan dan

penyimpangan dari kebutuhan.

dengan makanan yang dihabiskan


pasien
Auskultasi bising usus, catat

adanya nyeri, abdomen, mual,


muntah

Hiperglikemi dapat menurunkan

motilitas/ fungsi lambung (distensi


atau ileus paralitik) yang akan

mempengaruhi pilihan intervensi


Identifikasi makanan yang disukai

Jika makanan yang disukai dapat

dimasukkan dalam pencernaan


makanan, kerjasama ini dapat
diupayakan setelah pulang.
Libatkan keluarga pada

perencanaan makan sesuai indikasi


Berikan makanan/ diit sesuai yang
telah ditentukan ahli gizi

Memberikan informasi pada

keluarga untuk memahami


kebutuhan nutrisi pasien
Sangat bermanfaat dalam

perhitungan dan penyesuaian diet


untuk memenuhi kebutuhan pasien
3.

You might also like