You are on page 1of 25

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Albumin
Albumin merupakan protein plasma yang paling banyak dalam tubuh
manusia, yaitu sekitar 55-60% dan total kadar protein serum normal adalah
3,8-5,0 g/dl. Albumin terdiri dari rantai tunggal polipeptida dengan berat
molekul 66,4 kDa dan terdiri dari 585 asam amino. Pada molekul albumin
terdapat 17 ikatan disulfida yang menghubungkan asam-asam amino yang
mengandung sulfur. Molekul albumin berbentuk elips sehingga dengan bentuk
molekul seperti itu tidak akan meningkatkan viskositas plasma dan larut
sempurna. Kadar albumin serum ditentukan oleh fungsi laju sintesis, laju
degradasi, dan distribusi antara kompartemen intravaskular dan ekstravaskular.
Cadangan total albumin 3,5-5,0 g/kg BB atau 250-300 g pada orang dewasa
sehat dengan berat 70 kg, dari jumlah ini 42% berada di kompartemen plasma
dan sisanya di dalam kompartemen ektravaskular (Evans, 2002). Albumin
manusia (human albumin) dibuat dari plasma manusia yang diendapkan
dengan alkohol. Albumin secara luas digunakan untuk penggantian volume dan
mengobati hipoalbuminemia (Uhing, 2004: Boldt, 2010).

2.2 Fungsi Albumin


Berdasarkan fungsi dan fisiologis, secara umum albumin di dalam tubuh
mempertahankan tekanan onkotik plasma, peranan albumin terhadap tekanan
onkotik plasma rnencapai 80% yaitu 25 mmHg. Albumin mempunyai

Universitas Sumatera Utara

konsentrasi yang tinggi dibandingkan dengan protein plasma lainnya, dengan


berat molekul 66,4 kDa lebih rendah dari globulin serum yaitu 147 kDa, tetapi
rnasih mempunyai tekanan osmotik yang bermakna. Efek osmotik ini
memberikan 60% tekanan onkotik albumin. Sisanya 40% berperan dalam
usaha untuk mempertahankan intravaskular dan partikel terlarut yang
bermuatan positif (Nicholson dan Wolmaran, 2000; Dubois dan Vincent,
2002).
Secara detil fungsi dan peran albumin dalam tubuh adalah seperti yang
akan dipaparkan berikut:
a. Albumin sebagai pengikat dan pengangkut
Albumin akan mengikat secara lemah dan reversibel partikel yang
bermuatan negatif dan positif, dan berfungsi sebagai pembawa dan pengangkut
molekul metabolit dan obat. Meskipun banyak teori tentang pentingnya
albumin sebagai pengangkut dan pengikat protein, namun masih sedikit
mengenai perubahan yang terjadi pada pasien dengan hipoalbuminemia
(Nicholson dan Wolmaran, 2000; Khafaji dan Web, 2003; Vincent, 2003).
b. Efek antikoagulan albumin
Albumin mempunyai efek terhadap pembekuan darah. Kerjanya seperti
heparin, karena mempunyai persamaan struktur molekul. Heparin bermuatan
negatif pada gugus sulfat yang berikatan antitrombin III yang bermuatan
positif, yang menimbulkan efek antikoagulan. Albumin serum juga bermuatan
negatif (Nicholson dan Wolmaran, 2000).

Universitas Sumatera Utara

c. Albumin sebagai pendapar


Albumin berperan sebagai buffer dengan adanya muatan sisa dan
molekul albumin dan jumlahnya relatif banyak dalam plasma. Pada keadaan
pH normal albumin bermuatan negatif dan berperan dalam pembentukan
gugus anion yang dapat mempengaruhi status asam basa. Penurunan kadar
albumin akan menyebabkan alkalosis metabolik, karena penurunan albumin
1 g/dl akan meningkatkan kadar bikarbonat 3,4 mmol/L dan produksi basa
>3,7 mmol/L serta penurunan anion 3 mmol/L (Nicholson dan Wolmaran,
2000).
d. Efek antioksidan albumin
Albumin dalam serum bertindak memblok suatu keadaan neurotoxic
oxidant stress yang diinduksi oleh hidrogen peroksida atau copper, asam
askorbat yang apabila teroksidasi akan menghasilkan radikal bebas (Gum dan
Swanson, 2004).
e. Selain yang disebut di atas albumin juga berperan mempertahankan
integritas mikrovaskuler sehingga mencegah masuknya kuman-kuman usus ke
dalam pembuluh darah, sehingga terhindar dari peritonitis bakterialis spontan
(Nicholson dan Wolmaran, 2000).

2.3 Farmakologi
2.3.1 Sintesis albumin
Sintesis albumin hanya terjadi di hepar. Pada orang sehat kecepatan
sintesis albumin adalah 194 mg/kg/hari (12-25 gram/hari). Pada keadaan
normal hanya 20-30% hepatosit yang memproduksi albumin (Evans, 2002).

Universitas Sumatera Utara

2.3.2 Distribusi albumin


Konsentrasi albumin tertinggi terdapat di dalam sel hati, yaitu berkisar
antara 200-500 mcg/g jaringan hati. Adanya albumin di dalam plasma
(kompartemen intravaskuler) ditransfer melalui salah satu dari dua cara yaitu:
a. langsung dari dinding sel hati ke dalam sinusoid.
b. melalui ruang antar sel hati dan dinding sinusoid kemudian ke saluran limfe
hati yaitu duktus torasikus dan akhirnya ke dalam kompartemen
intravaskuler.

Hanya

albumin

dalam

plasma

(intravaskuler)

yang

mempertahankan volume plasma dan mencegah edema, sedangkan albumin


ekstravaskuler tidak berperan.
Albumin merupakan 50% dari protein plasma dan yang memelihara
tekanan onkotik plasma adalah sebesar 66-75%. Sebagian fungsi albumin dapat
digantikan oleh globulin yang meningkat.
2.3.3 Degradasi albumin
Degradasi albumin total pada orang dewasa dengan berat 70 kg adalah
sekitar 14 gram/hari atau 5% dan pertukaran protein seluruh tubuh per hari,
albumin dipecah di otot dan kulit sebesar 40-60%, di hati 15%, ginjal sekitar
10%, dan 10% sisanya merembes ke dalam saluran cerna melalui dinding
lambung. Produk degradasi akhir berupa asam amino bebas. Pada orang sehat
kehilangan albumin adalah melalui urin dan biasanya minimal tidak melebihi
dari 10-20 mg/hari karena hampir semua yang melewati membran glomerolus
akan diserap kembali (Evans, 2002).

Universitas Sumatera Utara

2.3.4 Ekskresi albumin


Pemberian preparat albumin tidak diekskresi oleh ginjal. Pada keadaan
sehat ekskresi albumin melalui ginjal relatif tidak penting. Penyakit ginjal
dapat mempengaruhi degradasi dan sintesis. Pada sindrom nefrotik, albumin
plasma dipertahankan dengan menurunkan degradasi apabila kehilangan
albumin 100 mg/kg BB/hari, tetapi bila kecepatan hilangnya albumin
meningkat, sintesis albumin akan meningkat lebih dan 400 mg/kg BB/hari.

2.4 Ekivalensi Plasma


Albumin mempunyai ekivalensi dengan darah sebagai berikut:
a. Dua puluh lima gram albumin ekivalen osmotik dengan lebih kurang 2 unit
(500 ml) plasma beku segar (fresh frozen plasma).
b. Seratus ml albumin 25% sama dengan yang dikandung protein plasma dan
500 ml plasma atau 2 unit darah lengkap (whole blood).

2.5 Indikasi Penggunaan Albumin


Albumin dalam aspek klinis digunakan dalam beberapa hal yaitu:
a. Hipovolemia
Hipovolemia dicirikan oleh defisiensi volume intravaskular akibat
kekurangan cairan eksternal atau redistribusi internal dan cairan ekstraselular.
Jika terjadi hipovolemia dan disertai hipoalbuminemia dengan hidrasi yang
memadai atau edema, lebih baik digunakan albumin 25% daripada albumin
5%. Jika hidrasi berlebihan, harus digunakan albumin 5% atau albumin 25%

Universitas Sumatera Utara

dilarutkan dengan kristaloid. Walaupun kristaloid atau koloid dapat digunakan


untuk pengobatan emergency syok hipovolemik, human albumin memiliki
waktu paruh intravaskular yang panjang.
b. Hipoalbuminemia
Hubungan antara hipoalbuminemia dengan hasil akhir yang buruk telah
memotivasi para klinisi untuk memberikan albumin eksogen pada pasien
dengan hipoalbuminemia. Human albumin telah diindikasikan untuk terapi
hipoalbuminemia di Amerika Serikat dan negara lainnya. Tetapi masih terdapat
kontroversi, meskipun hipoalbuminemia secara langsung menyebabkan hasil
akhir pengobatan yang buruk (Khafaji dan Web, 2003). Hipoalbuminemia
bukan suatu indikasi untuk pemberian albumin karena hipoalbuminemia tidak
berhubungan langsung dengan plasma dan volume cairan lainnya, tetapi
disebabkan kelebihan dan defisit cairan di intravaskular yang disebabkan
dilusi, penyakit dan faktor distribusi (Allison dan Lobo, 2000).
Hipoalbuminemia dapat terjadi akibat produksi albumin yang tidak
adekuat (malnutrisi, luka bakar, infeksi dan pada bedah mayor), katabolisme
yang berlebihan (luka bakar, bedah mayor, dan pankreatitis), kehilangan
albumin dari tubuh, hemoragik, eksresi ginjal yang berlebihan, redistribusi
dalam tubuh (bedah mayor dan kondisi inflamasi).
Pemberian albumin akibat kehilangan protein yang berlebihan hanya
memberi efek sementara dan jika tidak diberikan akan memperparah penyakit.
Pada kebanyakan kasus, peningkatan penggantian asam amino dan atau protein
akan memperbaiki kadar normal plasma albumin secara efektif dibandingkan

Universitas Sumatera Utara

larutan albumin. Beberapa kasus hipoalbuminemia yang disertai dengan


cedera, infeksi atau pankreatitis tidak dapat memperbaiki kadar albumin
plasma secara cepat dan suplemen nutrisi gagal untuk memperbaiki kadar
serum albumin. Pada keadaan ini albumin mungkin digunakan untuk terapi
tambahan.
c. Luka bakar
Albumin diberikan pada jam ke 24 pasca trauma untuk membantu
penarikan cairan dan ekstravaskuler ke intravaskuler.
d. Adult Respiratory Distress Syndrome (ARDS)
Karakteristik ARDS adalah keadaan hipoproteinemia yang disebabkan
oleh

edema

pulmonari,

jika

terjadi

overload

pulmonari

disertai

hipoalbuminemia, larutan albumin 25% akan memberikan efek terapetik jika


dikombinasi dengan diuretik.
e. Nefrosis
Albumin mungkin berguna untuk membantu pengobatan edema pada
pasien nefrosis yang menerima steroid dan atau diuretik.
f. Operasi By Pass Kardiopulmoner
g. Untuk mengikat dan mengeluarkan bilirubin toksik pada neonatus dengan
penyakit hemolitik.

2.6 Luka Bakar


Luka bakar adalah suatu bentuk cedera traumatik yang disebabkan oleh
panas, listrik, kimiawi atau agen radioaktif. Sekitar 80% luka bakar terjadi di

Universitas Sumatera Utara

rumah, dan lingkungan kerja lainnya. Nyala api adalah penyebab utama luka
bakar.
Pada keadaan normal, sel-sel tubuh dapat menahan temperatur sampai
45oC tanpa kerusakan yang bermakna. Antara 44oC dan 51oC, kecepatan
kerusakan jaringan berlipat ganda untuk tiap derajat kenaikan temperatur,
kecepatan dan waktu penyinaran yang terbatas dapat ditoleransi di atas 51oC,
dalam hal ini protein terdenaturasi dan laju kerusakan sangat hebat. Temperatur
di atas 70oC menyebabkan kerusakan seluler yang sangat cepat dan hebat,
kerusakan ini yang merupakan cedera luka bakar (Nettina, 2001).

2.7 Epidemilogi Luka Bakar


Jumlah penderita luka bakar di seluruh dunia terus mengalami
peningkatan. Di Amerika Serikat 500.000 orang dirawat di Unit Gawat
Darurat, sementara 74.000 pasien perlu perawatan inap di rumah sakit akibat
luka bakar. Lebih dari 20.000 pasien mengalami luka bakar yang sangat hebat
sehingga memerlukan perawatan pada pusat perawatan khusus luka bakar, dua
belas ribu korban luka bakar meninggal akibat luka-lukanya. Di Indonesia, luka
bakar merupakan kasus terbanyak yang terjadi saat ini, yang disebabkan oleh
nyala api ataupun bahan kimia (Anonim2, 2011).
Insiden puncak luka bakar pada orang dewasa terjadi pada orang dewasa
muda yaitu umur 20-29 tahun, diikuti oleh anak umur 9 tahun atau lebih muda.
Luka bakar jarang terjadi pada umur 80 tahun ke atas. Sekitar 85% luka bakar
terjadi di rumah. Pada umur 3-14 tahun, penyebab paling sering adalah dari

Universitas Sumatera Utara

nyala api yang membakar baju. Dari umur 15 sampai 60 tahun, luka bakar
paling sering disebabkan oleh kecelakaan industri, setelah umur ini luka bakar
biasanya terjadi karena kebakaran di rumah akibat rokok karena membakar
tempat tidur atau berhubungan juga dengan gangguan mental (Sabiston, 1995).

2.8 Etiologi Luka Bakar


Pusat-pusat perawatan yang berdekatan dengan perumahan penduduk
atau berdekatan dengan daerah industri cenderung lebih sering menerima
korban luka akibat terbakar. Sementara pusat-pusat di tengah kota lebih banyak
merawat cedera melepuh. Cedera akibat listrik dapat timbul akibat kerja atau
tidak disengaja berkontak dengan arus tegangan tinggi. Kasus luka bakar akibat
rokok tampaknya dilaporkan lebih sedikit.
Lebih dari 80% luka bakar pada anak balita merupakan cedera lepuh.
Luka ini dapat terjadi bila balita yang tidak terurus dengan baik yang dengan
mudah dapat tersiram air panas, selain itu kulit balita lebih tipis dan kulit anak
yang lebih besar dan orang dewasa, sehingga lebih rentan terhadap cedera
(Shires, et al., 2002).

2.9 Patofisiologi Luka Bakar


Luka bakar disebabkan oleh pengalihan energi dan suatu sumber panas
tubuh. Panas dapat dipindahkan lewat hantaran atau radiasi elektromagnetik.
Destruksi jaringan terjadi akibat koagulasi, denaturasi protein atau ionisasi isi
sel, kulit dan saluran nafas atas merupakan lokasi destruksi jaringan.

Universitas Sumatera Utara

Kedalaman luka bakar bergantung pada suhu agen penyebab luka bakar dan
lamanya kontak dengan agen tersebut. Perawatan luka bakar harus
direncanakan menurut luas dan kedalaman luka bakar, perawatannya dilakukan
melalui tiga fase.
a. Fase resusitasi/darurat
Fase pada keadaan ini mulai dari cedera pertama sampai selesainya
resusitasi cairan. Maksud fase ini diprioritaskan sebagai:
i. Pertolongan pertama
ii. Pencegahan syok
iii. Pencegahan gangguan pemafasan
iv. Deteksi dan penanganan cedera yang menyertai
v. Penilaian luka dan perawatan pendahuluan.
b. Fase akut
Pada fase ini durasi dimulai sejak diuresis hingga hampir selesai
penutupan luka. Prioritas fase ini adalah:
i. Perawatan dan penutupan luka
ii. Pencegahan atau penanganan komplikasi, termasuk infeksi.
iii. Pemberian dukungan nutrisi.
c. Fase rehabilitasi
Durasi fase ini dimulai sejak terjadi penutupan luka besar hingga
kembali kepada tingkat penyesuaian fisik dan psikososial yang optimal (Bare
dan Smeltzer, 2001).
Prioritas fase ini adalah:

Universitas Sumatera Utara

i. Pencegahan parut dan kontraktur


ii. Rehabilitasi fisik
iii. Rekontruksi fungsional dan kosmetik
iv. Konseling psikologi (Bare dan Smeltzer, 2001).

2.10 Pembagian Luka Bakar


2.10.1 Luka bakar listrik
Luka bakar listrik biasanya disebabkan oleh kontak dengan sumber
tenaga bervoltase tinggi seperti kejadian pada petugas listrik yang bekerja
berdekatan dengan sumber listrik tinggi. Anggota gerak merupakan tempat
kontak yang paling sering terjadi tangan dan lengan yang lebih sering cedera
daripada tungkai dan kaki. Lewatnya tenaga listrik bervoltase tinggi melalui
jaringan akan mengubahnya menjadi tenaga panas, cedera ini menimbulkan
luka bakar yang tidak hanya mengenai kulit dan jaringan subkutis, tetapi juga
semua jaringan pada jalur arus listrik tersebut. Luka bakar ini menyebabkan
kerusakan vaskular atau saraf pada jarak tertentu dan daerah luka bakar kulit.
Anggota gerak dengan luka bakar listrik mudah terkena komplikasi sindroma
kompartemen karena adanya luka otot yang dalam atau vaskular. Pada luka
bakar listrik yang luas diperlukan penggantian cairan yang cukup banyak untuk
menghindari komplikasi.
Perawatan luka bakar listrik yang tepat mengikuti prinsip perawatan
umum luka bakar atau luka yang besar, apabila pasien mengalami kematian

Universitas Sumatera Utara

jaringan dan saraf maka pasien membutuhkan amputasi anggota gerak


(Sabiston, 1995).
2.10.2 Luka bakar karena panas
Luka bakar karena panas bisa disebabkan oleh nyala api ataupun uap
panas serta air panas, yang menyebabkan cedera lepuh. Cedera lepuh ini
membuat keterlambatan pertumbuhan kulit (Anonim2, 2011).
2.10.3 Luka bakar bahan kimia
Luka bakar karena bahan kimia berbeda dengan luka bakar yang
diakibatkan panas yaitu pada derajat lukanya karena berhubungan langsung
dengan lamanya kontak sumber panas oleh sebab itu dokter dapat langsung
merubah kedalaman luka dengan perawatan yang cermat, untuk luka bakar
karena

bahan

kimia

sangat

dibutuhkan

larutan

irigasi

untuk

penatalaksanaannya. Luka bakar bahan kimia bisa disebabkan oleh larutan


fenol, asam hidrofluorida dan fosfor (Sabiston, 1995).

2.11 Penentuan Derajat Luka Bakar


2.11.1 Luka bakar derajat pertama
Ciri-ciri luka bakar derajat pertama adalah berwarna merah muda
sampai merah, edema ringan, dan hilang dengan cepat. Selain itu nyeri dapat
berlangsung 48 jam dan reda dengan pendinginan (Gambar 2.1).
Dasar pengobatan luka bakar derajat pertama adalah:
a. epidermis mengelupas dalam 5 hari.
b. kulit gatal dan berwarna merah muda selama sekitar 1 minggu.

Universitas Sumatera Utara

c. jaringan parut tidak terjadi.


d. penyembuhan secara spontan dalam 10 hari sampai 2 minggu tanpa
infeksi.
2.11.2 Luka bakar derajat dua/luka bakar ketebalan parsial
Luka bakar ketebalan parsial adalah luka yang sembuh dalam waktu
lebih dari 3 minggu, penyembuhan yang lama ini sering kali menimbulkan
pembentukan jaringan parut. Luka bakar ini dibagi menjadi 2 sub tipe, yaitu:
a. Superfisial
i. Berwarna merah muda atau merah, pembentukan vesikel, berair dan
terjadi edema.
ii. Lapisan kulit superfisial rusak, luka nyeri dan lembab.
b. Dermal bagian dalam
i. Bercorak merah dan putih, area edema yang kemerahan memutih jika
ditekan.
ii. Dapat menjadi kekuningan, lunak dan elastik, sensitif atau tidak sensitif
terhadap sentuhan udara dingin.
Dasar pertimbangan pengobatan luka bakar derajat dua menurut Nettina (2001)
adalah:
a. memerlukan beberapa minggu untuk sembuh.
b. jaringan parut dapat terjadi.
2.11.3 Luka bakar derajat tiga/ketebalan penuh
Luka bakar ketebalan penuh atau luka bakar derajat tiga biasanya dapat
dengan mudah dikenali, luka bakar ini biasanya disebabkan oleh paparan

Universitas Sumatera Utara

terhadap zat kimia pekat, atau listrik dengan tegangan tinggi dan kontak yang
lama dengan benda yang panas atau jilatan api (Shires, et al., 2002).
Ciri ciri luka bakar derajat tiga adalah:
a. kerusakan epidermis, dennis, lemak, otot, dan tulang.
b. area kemerahan tidak dapat memutih jika ditekan.
c. luka tidak nyeri, tidak elastis, wama bervariasi dari putih hingga
kecoklat.
d. luka ditandai dengan kering dan mati rasa dan bersifat kaku.
Dasar pertimbangan pengobatan luka bakar derajat tiga menurut Nettina (2001)
adalah:
a. luka harus dibersihkan dengan debridement. Jaringan granulasi
terbentuk pada epitalium yang paling dekat dan tepi luka atau tandur
penopang.
b. penanduran diperlukan untuk area yang lebih besar dari 3 sampai 5 cm.
Gambar anatomi kulit dan hubungan dengan derajat luka bakar dapat
dilihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Anatomi kulit dan hubungan dengan derajat luka bakar

Universitas Sumatera Utara

Terkait dengan pertimbangan pengobatan luka derajat tiga, sewaktu


pasien diperiksa dalam kamar gawat darurat, dilakukan penilaian persentase
luka pada seluruh daerah permukaan tubuh. Pemeriksaan awal pada luka bakar
akan menentukan jumlah cairan yang diberikan untuk resusitasi. Penentuan
daerah luka dapat dilakukan dengan Hukum Sembilan (Tabel 2.1) dalam rumus
ini tiap daerah anatomi ditentukan persentase luas pada seluruh permukaan
tubuh yang merupakan perkalian Sembilan (Schwartz, 2000). Persentase luka
bakar pada seluruh luas permukaan tubuh dapat juga dilihat pada Gambar 2.2.
Tabel 2.1 Hukum sembilan untuk menghitung persentase tubuh yang terbakar
(% LPTT)
Anak
Dewasa
Kepala/leher

18

Lengan

Tubuh anterior

18

18

Tubuh posterior

18

18

Tungkai (pangkal paha sampai jari kaki)

14

18

LPTT= Luas Permukaan Tubuh Total (Shires, et al., 2002).

Gambar 2.2 Persentase luka bakar pada seluruh luas permukaan tubuh
(Shires, et al., 2002).

Universitas Sumatera Utara

2.12 Pemeriksaan Luka Bakar


Pemeriksaan luka bakar melingkupi dua hal:
2.12.1 Pemeriksaan fisik
Pasien luka bakar merupakan pasien trauma dan kalau melakukan
evaluasi harus aman dan tangkas. Penyebab ketidakstabilan yang paling dini
timbul pada pasien luka bakar adalah cedera inhalasi berat sehingga jalan napas
atas mendekati letal. Pengamatan pertama harus cepat yaitu harus dapat
mengenali semua kesulitan-kesulitan tersebut. Pemeriksaan lain penting yang
harus dilakukan adalah pemeriksaan abdomen yang cermat sebelum pasien
mendapatkan analgesik dan sedatif.
2.12.2 Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium dimulai dan perhitungan darah lengkap,
elektrolit dan profil biokimia harus dilakukan setelah pasien tiba di fasilitas
perawatan. Konsentrasi gas darah dan karboksi hemoglobin juga perlu segera
diukur. Pemberian oksigen dapat mengatur keparahan keracunan karbon
monoksida yang dialami penderita.
Sebaiknya dilakukan rontgen dada karena tekanan yang terlalu yang kuat
pada dada, pasien luka bakar harus menjalani pemeriksaan radiografi dan
seluruh vetebra dan tulang belakang.

2.13 Komplikasi
2.13.1 Syok Hipovolemik
Akibat pertama dari luka bakar adalah syok karena kaget dan kesakitan.
Pembuluh kapiler yang terpajan suhu tinggi akan rusak dan permeabilitas

Universitas Sumatera Utara

meninggi. Sel darah yang ada di dalamnya ikut rusak sehingga dapat terjadi
anemia. Meningkatnya permeabilitas menyebabkan udem dan menimbulkan
bula dengan membawa serta elektrolit. Hal ini menyebabkan berkurangnya
volume cairan intravaskuler. Kerusakan kulit akibat luka bakar menyebabkan
kehilangan cairan tambahan karena penguapan yang berlebihan, cairan yang
masuk ke bula pada luka bakar derajat II dan pengeluran cairan dari kropeng
pada luka bakar derajat III.
Bila luas luka bakar <20% biasanya mekanisme kompensasi tubuh
masih bisa mengatasi tetapi bila >20% terjadi syok hipovolemik dengan gejala
yang khas seperti gelisah, pucat, dingin, berkeringat, nadi kecil dan cepat,
tekanan darah menurun dan produksi urin berkurang. Pembengkakan terjadi
perlahan-lahan dan maksimal pada delapan jam (Nugroho, 2012).
2.13.2 Udem Laring
Pada kebakaran dalam ruangan tertutup atau bila luka terjadi di muka,
dapat terjadi kerusakan mukosa jalan napas karena gas, asap, uap panas yang
terhisap, udem yang terjadi dapat menyebabkan gangguan berupa hambatan
jalan napas karena udem laring. Gejala yang timbul adalah sesak napas,
takipnea, stridor, suara serak, dan dahak berwarna gelap karena jelaga.
Setelah 12-24 jam, permeabilitas kapiler mulai membaik dan terjadi
mobilisasi dan penyerapan cairan edema kembali ke pembuluh darah. Ini
ditandai dengan meningkatnya diuresis (Nugroho, 2012).

Universitas Sumatera Utara

2.13.3 Keracunan Gas CO


Dapat juga terjadi keracunan gas CO atau gas beracun lain. Karbon
monoksida akan mengikat hemoglobin dengan kuat sehingga hemoglobin tak
mampu lagi mengikat oksigen. Tanda-tanda keracunan ringan adalah lemas,
bingung, pusing, mual dan muntah. Pada keracunan yang berat terjadi koma.
Bila >60% hemoglobin terikat dengan CO, penderita dapat meninggal
(Nugroho, 2012).
2.13.4 SIRS (systemic inflammatory respone syndrome)
Luka bakar sering tidak steril. Kontaminasi pada kulit mata, yang
merupakan medium yang baik untuk pertumbuhan kuman, akan mempermudah
infeksi. Infeksi ini sulit untuk mengalami penyembuhan karena tidak
terjangkau oleh pembuluh darah kapiler yang mengalami trombosis. Kuman
penyebab infeksi berasal dari kulitnya sendiri, juga dari kontaminasi kuman
dari saluran nafas atas dan kontaminasi kuman di lingkungan rumah sakit.
Infeksi nosokomial ini biasanya berbahaya karena banyak yang sudah resisten
terhadap antibiotik.
Prosesnya dimulai oleh aktivasi makrofag, netrofil, dan pelepasan
mediator-mediator, yang kemudian diikuti oleh:
a. Gangguan

hemodinamik

berupa

vasodilatasi,

depresi

miokardium,

gangguan sirkulasi dan redistribusi aliran.


b. Perubahan mikrovaskuler karena endotel dan edema jaringan, mikroemboli,
dan maldigesti aliran.

Universitas Sumatera Utara

c. Gangguan oksigenasi jaringn. Ketiganya menyebabkan hipoksia seluler dan


menyebabkan kegagalan fungsi organ. Yang ditandai dengan meningkatnya
kadar limfokin dan sitokin dalam darah (Nugroho, 2012).
2.13.5 MOF (Multi Organ Failure)
Adanya perubahan permeabilitas kapiler pada luka bakar menyebabkan
gangguan sirkulasi. Di tingkat seluler, gangguan perfusi menyebabkan
perubahan

metabolisme.

Pada

tahap

awal

terjadi

proses

perubahan

metabolisme anaerob yang diikuti peningkatan produksi dan penimbunan asam


laktat menimbulkan asidosis. Dengan adanya gangguan sirkulasi dan perfusi,
sulit untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel, iskemi jaringan akan
berakhir dengan nekrosis.
Gangguan sirkulasi makro menyebabkan gangguan perfusi ke jaringanjaringan organ penting terutama otak, hepar, paru, jantung, gunjal, yang
selanjutnya mengalami kegagalan menjalankan fungsinya. Dalam mekanisme
pertahanan tubuh, terjadi gangguan pada sistem keseimbangan tubuh
(homeostasis), maka organ yang dimaksud dalam hal ini adalah ginjal. Dengan
adanya penurunan atau disfungsi ginjal ini, beban tubuh semakin berat.
Resusitasi cairan yang inadekuat pada fase ini menyebabkan
berjalannya proses sebagaimana diuraikan diatas. Sebaliknya bila terjadi
kelebihan pemberian cairan (overload) sementara sirkulasi dan perifer tidak
atau belum berjalan normal, atau pada kondisi syok; cairan akan ditahan dalam
jaringan paru yang manifestasi klinisnya tampak sebagai edema paru yang
menyebabkan kegagalan fungsi paru sebagai alat pernapasan, khususnya

Universitas Sumatera Utara

pertukaran oksigen dengan karbondioksida, kadar oksigen dalam darah sangat


rendah, dan jaringan hipoksik mengalami degenerasi yang bersifat ireversible.
Sel-sel otak adalah organ yang paling sensitif; bila dalam wakru 4 menit terjadi
kondisi hipoksik, maka sel-sel otak mengalami kerusakan dan kematian; yang
menyebabkan kegagalan fungsi pengaturan di tingkat sentral (Nugroho, 2012).
2.13.6 Kontraktur
Kontraktur merupakan salah satu komplikasi dari penyembuhan luka,
terutama luka bakar. Kontraktur adalah jenis scar yang terbentuk dari sisa kulit
yang sehat di sekitar luka, yang tertarik ke sisi kulit yang terluka. Kontraktur
yang terkena hingga lapisan otot dan jaringan tendon dapat menyebabkan
terbatasnya pergerakan.
Pada tahap penyembuhan luka, kontraksi akan terjadi pada hari ke-4
dimana proses ini bersamaan dengan epitelisasi dan proses biokimia dan seluler
dari penyembuhan luka. Kontraktur fleksi dapat terjadi karena kehilangan
lapisan superfisial dari kulit. Biasanya dengan dilakukan eksisi dari jaringan
parut yang tidak elastik ini akan menyebabkan sendi dapat ekstensi penuh
kembali. Pada luka bakar yang lebih dalam, jaringan yang banyak mengandung
kolagen akan meliputi neurovascular bundles dan ensheathed flexor tendons,
juga permukaan volar dari sendi akan mengalami kontraksi atau perlekatan
sehingga akan membatasi range of motion (Nugroho, 2012).

Universitas Sumatera Utara

2.14 Perawatan Luka Bakar


2.14.1 Penggantian cairan
Penggantian

cairan

atau

resusitasi

cairan

dimaksudkan

untuk

mengurangi penurunan volume darah selama 24 jam pertama pasca luka bakar
dan mengembalikan kadar plasma pada nilai yang normal pada akhir periode
48 jam. Cairan yang dapat digunakan seperti kristaloid yaitu larutan natrium
klorida fisiologik atau larutan Ringer Laktat. Sejumlah penelitian menunjukkan
bahwa pada luka bakar yang luas terdapat kegagalan pompa natrium-kalium
(suatu mekanisme fisiologik yang terlibat dalam pengaturan keseimbangan
cairan-elektrolit ditingkat seluler). Jadi pasien dengan luka bakar yang sangat
luas membutuhkan lebih banyak cairan per persen luas bakar dibandingkan
dengan pasien yang luka bakarnya lebih kecil. Pasien dengan luka bakar listrik,
cedera panas akan memerlukan tambahan cairan.
2.14.2 Debridemen
Debridemen merupakan sisi lain pada perawatan luka bakar, tindakan ini
Memiliki dua tujuan untuk:
a. menghilangkan jaringan yang terkontaminasi oleh bakteri dan benda
asing sehingga pasien terhindar dari kemungkinan infeksi bakteri.
b. menghilangkan jaringan yang sudah mati.
Debridemen dibagi 3 nama:
a. Debridemen alami
Pada debridemen alami, jaringan mati akan memisahkan diris secara
spontan dan jaringan viabel yang ada di bawahnya. Namun pada pemakaian

Universitas Sumatera Utara

preparat topikal antibakteri cenderung memperlambat proses pemisahan eskar


alami ini.
b. Debridemen mekanis
Debridemen mekanis meliputi penggunaan gunting bedah untuk
memisahkan dan mengangkat eskar. Biasanya debridemen mekanis dikerjakan
setiap hari pada saat penggantian balutan serta pembersihan luka. Debridemen
dengan cara ini dilaksanakan sampai tempat yang terasa sakit dan
mengeluarkan darah.
c. Debridemen bedah
Debridemen bedah merupakan tindakan operasi dengan melibatkan
pengelupasan lapisan kulit yang terbakar secara bertahap hingga mengenai
jaringan yang masih viabel dan berdarah. Tindakan ini dapat dimulai beberapa
hari pasca luka bakar atau segera setelah kondisi hemodinamika pasien stabil
dan edemanya berkurang (Bare dan Smeltzer, 2001).
2.14.3 Penggantian Balutan
Pembalutan luka bakar dilakukan untuk menutupi luka sementara,
melindungi jaringan granulasi, mengurangi nyeri dan membantu menentukan
ketika luka yang tergranulasi akan menerima autograph (Nettina, 2001).
Menurut Nettina (2001), jenis balutan terbagi dua:
a. Balutan biologis
Balutan biologis digunakan untuk menutup luas permukaan tubuh.
Biasanya balutan ini berupa robekan tebal graf yang ditanam baik dan jaringan

Universitas Sumatera Utara

kulit manusia maupun dan donor mamalia lain seperti babi, amnion manusia
juga dapat digunakan.
b. Balutan biosintetis
Balutan biosintetis digunakan ketika autograph permanen tidak bisa
didapat.
2.14.4 Penggunaan antibiotik
Pengguanaan terapi antibiotika pada luka bakar ada dua metode yaitu
terapi antibiotika topikal dan terapi intravena. Terapi antibiotika secara topikal
tidak mensterilkan luka bakar tetapi hanya mengurangi jumlah bakteri agar
keseluruhan populasi mikroba dapat dikendalikan oleh mekanisme pertahanan
tubuh pasien, terapi antibiotika topikal akan meningkatkan upaya untuk
mengubah luka yang terbuka dan tertutup serta kotor menjadi luka yang
tertutup dan bersih, contoh antibiotika preparat topikal yaitu: gentamisin sulfat.
Terapi antibiotika intravena dapat diberikan profilaksis untuk pencegahan
infeksi gram positif pada luka bakar (Nettina, 2001).
2.14.5 Mengurangi nyeri pada luka bakar
Nyeri terasa hebat pada luka bakar derajat dua ketimbang pada luka
bakar derajat tiga karena pada derajat dua ujung-ujung sarafnya tidak rusak,
ujung-ujung saraf yang terkena sangat sensitif terhadap aliran udara yang
dingin sehingga diperlukan kasa penutup steril yang bisa membantu
mengurangi rasa nyeri tersebut. Namun demikian pasien dengan luka bakar
derajat tiga tetap merasakan nyeri yang dalam dan nyeri disekitar luka bakar.

Universitas Sumatera Utara

Untuk meningkatkan efektivitas pengobatan, maka preparat nyeri analgetik


harus diberikan sebelum nyeri terasa hebat terjadi (Bare dan Smeltzer, 2001).

2.15 Faktor Kesembuhan Luka Bakar


Oleh karena banyaknya variabel luka bakar termasuk cedera penyerta,
penyakit kronik, lamanya waktu pasca luka bakar sebelum dirawat di rumah
sakit, dan kejadian-kejadian di sekitar luka bakar, maka mortalitas memiliki
nilai yang kecil dan sering kali menyesatkan (Schwartz, 2002). Gambaran
faktor yang menentukan beratnya luka bakar dan kemungkinan akibatnya bagi
seseorang dapat dilihat pada Gambar 2.3.

Area permukaan
Tubuh yang
Terkena (%)
Letak cedera

Malnutrisi yang sudah ada


Umur
sebelumnya

Kedalaman cedera

Sifat luka bakar

Penyakit yang
melemahkan yang terjadi
bersamaan

Faktorfaktor pasien
yang lebih luas.

Faktor psikososial

Ketepatan
pertolongan pertama
yang dilakukan
segera

Faktor yang
menentukan keparahan
luka bakar dan harapan
hidup

Waktu untuk memperoleh


akses ke pertolongan spesialis
guna mendapatkan
pemeriksaan dan
penatalaksanaan (bagi semua
pasien luka bakar kecuali yang
lukanya sangat kecil.

Gambar 2.3 Skema faktor yang menentukan beratnya luka bakar dan harapan
hidup (Morison, 2004).

Universitas Sumatera Utara

2.16 Permasalahan Pasca Luka Bakar


Setelah sembuh dari luka, masalah berikutnya adalah akibat jaringan
parut yang dapat berkembang menjadi cacat berat. Kontraktur kulit dapat
mengganggu fungsi dan menyebabkan kekakuan sendi, atau menimbulkan
cacat estetis yang jelek sekali terutama bila parut tersebut berupa keloid.
Kekakuan sendi memerlukan program fisipterapi yang intensif dan kontraktur
memerlukan tindakan bedah.
Pada cacat estetik yang berat mungkin diperlukan ahli ilmu jiwa untuk
mengembalikan rasa percaya diri penderita, dan diperlukan pertolongan ahli
bedah rekonstruksi terutama jika cacat mengenai wajah atau tangan. Bila luka
bakar merusak jalan nafas akibat inhalasi, dapat terjadi atelektasis, neumonia
atau insufisiensi fungsi paru pasca trauma (Nugroho, 2012).

Universitas Sumatera Utara

You might also like