Professional Documents
Culture Documents
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Albumin
Albumin merupakan protein plasma yang paling banyak dalam tubuh
manusia, yaitu sekitar 55-60% dan total kadar protein serum normal adalah
3,8-5,0 g/dl. Albumin terdiri dari rantai tunggal polipeptida dengan berat
molekul 66,4 kDa dan terdiri dari 585 asam amino. Pada molekul albumin
terdapat 17 ikatan disulfida yang menghubungkan asam-asam amino yang
mengandung sulfur. Molekul albumin berbentuk elips sehingga dengan bentuk
molekul seperti itu tidak akan meningkatkan viskositas plasma dan larut
sempurna. Kadar albumin serum ditentukan oleh fungsi laju sintesis, laju
degradasi, dan distribusi antara kompartemen intravaskular dan ekstravaskular.
Cadangan total albumin 3,5-5,0 g/kg BB atau 250-300 g pada orang dewasa
sehat dengan berat 70 kg, dari jumlah ini 42% berada di kompartemen plasma
dan sisanya di dalam kompartemen ektravaskular (Evans, 2002). Albumin
manusia (human albumin) dibuat dari plasma manusia yang diendapkan
dengan alkohol. Albumin secara luas digunakan untuk penggantian volume dan
mengobati hipoalbuminemia (Uhing, 2004: Boldt, 2010).
2.3 Farmakologi
2.3.1 Sintesis albumin
Sintesis albumin hanya terjadi di hepar. Pada orang sehat kecepatan
sintesis albumin adalah 194 mg/kg/hari (12-25 gram/hari). Pada keadaan
normal hanya 20-30% hepatosit yang memproduksi albumin (Evans, 2002).
Hanya
albumin
dalam
plasma
(intravaskuler)
yang
edema
pulmonari,
jika
terjadi
overload
pulmonari
disertai
rumah, dan lingkungan kerja lainnya. Nyala api adalah penyebab utama luka
bakar.
Pada keadaan normal, sel-sel tubuh dapat menahan temperatur sampai
45oC tanpa kerusakan yang bermakna. Antara 44oC dan 51oC, kecepatan
kerusakan jaringan berlipat ganda untuk tiap derajat kenaikan temperatur,
kecepatan dan waktu penyinaran yang terbatas dapat ditoleransi di atas 51oC,
dalam hal ini protein terdenaturasi dan laju kerusakan sangat hebat. Temperatur
di atas 70oC menyebabkan kerusakan seluler yang sangat cepat dan hebat,
kerusakan ini yang merupakan cedera luka bakar (Nettina, 2001).
nyala api yang membakar baju. Dari umur 15 sampai 60 tahun, luka bakar
paling sering disebabkan oleh kecelakaan industri, setelah umur ini luka bakar
biasanya terjadi karena kebakaran di rumah akibat rokok karena membakar
tempat tidur atau berhubungan juga dengan gangguan mental (Sabiston, 1995).
Kedalaman luka bakar bergantung pada suhu agen penyebab luka bakar dan
lamanya kontak dengan agen tersebut. Perawatan luka bakar harus
direncanakan menurut luas dan kedalaman luka bakar, perawatannya dilakukan
melalui tiga fase.
a. Fase resusitasi/darurat
Fase pada keadaan ini mulai dari cedera pertama sampai selesainya
resusitasi cairan. Maksud fase ini diprioritaskan sebagai:
i. Pertolongan pertama
ii. Pencegahan syok
iii. Pencegahan gangguan pemafasan
iv. Deteksi dan penanganan cedera yang menyertai
v. Penilaian luka dan perawatan pendahuluan.
b. Fase akut
Pada fase ini durasi dimulai sejak diuresis hingga hampir selesai
penutupan luka. Prioritas fase ini adalah:
i. Perawatan dan penutupan luka
ii. Pencegahan atau penanganan komplikasi, termasuk infeksi.
iii. Pemberian dukungan nutrisi.
c. Fase rehabilitasi
Durasi fase ini dimulai sejak terjadi penutupan luka besar hingga
kembali kepada tingkat penyesuaian fisik dan psikososial yang optimal (Bare
dan Smeltzer, 2001).
Prioritas fase ini adalah:
bahan
kimia
sangat
dibutuhkan
larutan
irigasi
untuk
terhadap zat kimia pekat, atau listrik dengan tegangan tinggi dan kontak yang
lama dengan benda yang panas atau jilatan api (Shires, et al., 2002).
Ciri ciri luka bakar derajat tiga adalah:
a. kerusakan epidermis, dennis, lemak, otot, dan tulang.
b. area kemerahan tidak dapat memutih jika ditekan.
c. luka tidak nyeri, tidak elastis, wama bervariasi dari putih hingga
kecoklat.
d. luka ditandai dengan kering dan mati rasa dan bersifat kaku.
Dasar pertimbangan pengobatan luka bakar derajat tiga menurut Nettina (2001)
adalah:
a. luka harus dibersihkan dengan debridement. Jaringan granulasi
terbentuk pada epitalium yang paling dekat dan tepi luka atau tandur
penopang.
b. penanduran diperlukan untuk area yang lebih besar dari 3 sampai 5 cm.
Gambar anatomi kulit dan hubungan dengan derajat luka bakar dapat
dilihat pada Gambar 2.1.
Gambar 2.1 Anatomi kulit dan hubungan dengan derajat luka bakar
18
Lengan
Tubuh anterior
18
18
Tubuh posterior
18
18
14
18
Gambar 2.2 Persentase luka bakar pada seluruh luas permukaan tubuh
(Shires, et al., 2002).
2.13 Komplikasi
2.13.1 Syok Hipovolemik
Akibat pertama dari luka bakar adalah syok karena kaget dan kesakitan.
Pembuluh kapiler yang terpajan suhu tinggi akan rusak dan permeabilitas
meninggi. Sel darah yang ada di dalamnya ikut rusak sehingga dapat terjadi
anemia. Meningkatnya permeabilitas menyebabkan udem dan menimbulkan
bula dengan membawa serta elektrolit. Hal ini menyebabkan berkurangnya
volume cairan intravaskuler. Kerusakan kulit akibat luka bakar menyebabkan
kehilangan cairan tambahan karena penguapan yang berlebihan, cairan yang
masuk ke bula pada luka bakar derajat II dan pengeluran cairan dari kropeng
pada luka bakar derajat III.
Bila luas luka bakar <20% biasanya mekanisme kompensasi tubuh
masih bisa mengatasi tetapi bila >20% terjadi syok hipovolemik dengan gejala
yang khas seperti gelisah, pucat, dingin, berkeringat, nadi kecil dan cepat,
tekanan darah menurun dan produksi urin berkurang. Pembengkakan terjadi
perlahan-lahan dan maksimal pada delapan jam (Nugroho, 2012).
2.13.2 Udem Laring
Pada kebakaran dalam ruangan tertutup atau bila luka terjadi di muka,
dapat terjadi kerusakan mukosa jalan napas karena gas, asap, uap panas yang
terhisap, udem yang terjadi dapat menyebabkan gangguan berupa hambatan
jalan napas karena udem laring. Gejala yang timbul adalah sesak napas,
takipnea, stridor, suara serak, dan dahak berwarna gelap karena jelaga.
Setelah 12-24 jam, permeabilitas kapiler mulai membaik dan terjadi
mobilisasi dan penyerapan cairan edema kembali ke pembuluh darah. Ini
ditandai dengan meningkatnya diuresis (Nugroho, 2012).
hemodinamik
berupa
vasodilatasi,
depresi
miokardium,
metabolisme.
Pada
tahap
awal
terjadi
proses
perubahan
cairan
atau
resusitasi
cairan
dimaksudkan
untuk
mengurangi penurunan volume darah selama 24 jam pertama pasca luka bakar
dan mengembalikan kadar plasma pada nilai yang normal pada akhir periode
48 jam. Cairan yang dapat digunakan seperti kristaloid yaitu larutan natrium
klorida fisiologik atau larutan Ringer Laktat. Sejumlah penelitian menunjukkan
bahwa pada luka bakar yang luas terdapat kegagalan pompa natrium-kalium
(suatu mekanisme fisiologik yang terlibat dalam pengaturan keseimbangan
cairan-elektrolit ditingkat seluler). Jadi pasien dengan luka bakar yang sangat
luas membutuhkan lebih banyak cairan per persen luas bakar dibandingkan
dengan pasien yang luka bakarnya lebih kecil. Pasien dengan luka bakar listrik,
cedera panas akan memerlukan tambahan cairan.
2.14.2 Debridemen
Debridemen merupakan sisi lain pada perawatan luka bakar, tindakan ini
Memiliki dua tujuan untuk:
a. menghilangkan jaringan yang terkontaminasi oleh bakteri dan benda
asing sehingga pasien terhindar dari kemungkinan infeksi bakteri.
b. menghilangkan jaringan yang sudah mati.
Debridemen dibagi 3 nama:
a. Debridemen alami
Pada debridemen alami, jaringan mati akan memisahkan diris secara
spontan dan jaringan viabel yang ada di bawahnya. Namun pada pemakaian
kulit manusia maupun dan donor mamalia lain seperti babi, amnion manusia
juga dapat digunakan.
b. Balutan biosintetis
Balutan biosintetis digunakan ketika autograph permanen tidak bisa
didapat.
2.14.4 Penggunaan antibiotik
Pengguanaan terapi antibiotika pada luka bakar ada dua metode yaitu
terapi antibiotika topikal dan terapi intravena. Terapi antibiotika secara topikal
tidak mensterilkan luka bakar tetapi hanya mengurangi jumlah bakteri agar
keseluruhan populasi mikroba dapat dikendalikan oleh mekanisme pertahanan
tubuh pasien, terapi antibiotika topikal akan meningkatkan upaya untuk
mengubah luka yang terbuka dan tertutup serta kotor menjadi luka yang
tertutup dan bersih, contoh antibiotika preparat topikal yaitu: gentamisin sulfat.
Terapi antibiotika intravena dapat diberikan profilaksis untuk pencegahan
infeksi gram positif pada luka bakar (Nettina, 2001).
2.14.5 Mengurangi nyeri pada luka bakar
Nyeri terasa hebat pada luka bakar derajat dua ketimbang pada luka
bakar derajat tiga karena pada derajat dua ujung-ujung sarafnya tidak rusak,
ujung-ujung saraf yang terkena sangat sensitif terhadap aliran udara yang
dingin sehingga diperlukan kasa penutup steril yang bisa membantu
mengurangi rasa nyeri tersebut. Namun demikian pasien dengan luka bakar
derajat tiga tetap merasakan nyeri yang dalam dan nyeri disekitar luka bakar.
Area permukaan
Tubuh yang
Terkena (%)
Letak cedera
Kedalaman cedera
Penyakit yang
melemahkan yang terjadi
bersamaan
Faktorfaktor pasien
yang lebih luas.
Faktor psikososial
Ketepatan
pertolongan pertama
yang dilakukan
segera
Faktor yang
menentukan keparahan
luka bakar dan harapan
hidup
Gambar 2.3 Skema faktor yang menentukan beratnya luka bakar dan harapan
hidup (Morison, 2004).