Professional Documents
Culture Documents
BELLS PALSY
IPSILATERAL SINISTRA
Disusun Oleh :
Amalia Prima Sundari
Dokter Pembimbing :
Dr. Adre Mayza, SpS
KEPANITERAAN KLINIK STASE NEUROLOGI
RS. ISLAM CEMPAKA PUTIH
2015
BAB I
IDENTITAS PASIEN
A. IDENTITAS PASIEN
Nama
: Tn. K
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Usia
: 41 tahun
Agama
: Islam
Alamat
: Klender -Jakarta
Pendidikan
: SMA
Status
: Menikah
Pekerjaan
: Supir
B. ANAMNESIS
Keluhan Utama
Riwayat Pengobatan
decolgen dan panadol jika saat sakit kepala
Riwayat Kebiasaan
Makan bergizi. Tidak merokok dan tidak minum Alkohol. Os tidur di rumah tepat
dibawah Ac.
C. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : pasien tampak sakit sedang
Kesadaran
: compos mentis
2
GCS
: 15 Eye: 4, Verbal: 5, Motorik: 6
Tanda Vital
Tekanan darah : 120/90 mmHg
Nadi
: 80 x/menit
Pernapasan : 20 x/menit
Suhu
: 37oC
D. STATUS GENERALIS
Kepala
: normochepal
Mata
: konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Hidung
: deviasi septum (-), sekret (-)
Telinga
: normotia, sekret (-)
Mulut
: bibir tampak kering
Leher
: tidak ada pembesaran KGB, tidak ada pembesaran tiroid
Thoraks
Inspeksi
: pergerakan dada simetris, tidak ada lesi
Palpasi
: Vocal fremitus normal
Perkusi
: Tidak dilakukan
Auskultasi
Paru
Jantung
: bunyi jantung I dan II normal, regular, tidak ada gallop dan murmur
Abdomen
Inspeksi
: abdomen datar
Auskultasi
Perkusi
Palpasi
Ekstremitas
Superior
Inferior
E. STATUS NEUROLOGIS
Kesadaran
: compos mentis
GCS
: 15 Eye: 4, Verbal: 5, Motorik: 6
Rangsang Meningeal
Kaku kuduk : negatif
Kernig
: negatif
Lasegue
: negatif
Brudzinski I, II: negatif
F. PEMERIKSAAN NERVUS CRANIAL
1. Nervus Olfaktorius
3
Dextra
Sinistra
Normosmia
Normosmia
Tajam Penglihatan
Dextra
Normal
Sinistra
Normal
Lapang Pandang
Normal
Normal
Pengenalan Warna
Normal
Normal
Daya pembau
2. Nervus Optikus
Funduskopi
Papil edema
Arteri:Vena
Tidak dilakukan
3. Nervus Okulomotorius
Ptosis
Gerakan Bola Mata
Medial
Atas
Bawah
Ukuran Pupil
Refleks Cahaya
Langsung
Refleks Cahaya
Konsensual
Akomodasi
Dextra
Sinistra
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Dextra
Sinistra
Baik
Baik
4. Nervus Trokhlearis
Gerakan Mata
Medial Bawah
5. Nervus Trigeminus
Menggigit
Normal
Membuka mulut
Sensibilitas
Normal
Oftalmikus
Maksilaris
Mandibularis
Refleks kornea
Tidak dilakukan
Refleks bersin
Tidak dilakukan
6. Nervus Abdusens
Dextra
Sinistra
Dextra
Sinistra
Mengangkat alis
Kerutan dahi
Menutup mata
Menyeringai
8. Nervus Vestibulochoclearis
Dextra
Tes Romberg
Tes bisik
Tes Rinne
Tes Weber
Tes Schwabach
Sinistra
Tidak dilakukan
Normal
Normal
Tidak dilakukan
Gerakan simetris
Tidak dilakukan
Uvula
Letak di tengah
Menelan
Refleks muntah
Normal
Tidak dilakukan
Sinistra
Memalingkan kepala
Baik
Baik
Mengangkat bahu
Baik
Baik
Fasikulasi
Tremor lidah
G. PEMERIKSAAN MOTORIK
Anggota Gerak Atas
Dextra
Bentuk
Kontur Otot
Kekuatan
Sinistra
Eutrofi
5
Eutrofi
5
Reflex Bisep
Reflex Trisep
Dextra
Sinistra
Bentuk
Kontur Otot
Kekuatan
Eutrofi
5
Eutrofi
5
Reflex Patella
Reflex Achilles
Refleks Patologis
Dextra
Sinistra
Babinski
Chaddocck
Oppenheim
Gordon
Schaeffer
Gonda
Hoffman Trommer
H. PEMERIKSAAN SENSORIK
Dextra
Sinistra
Ekstremitas Atas
- Ekstremitas Bawah
Rasa Nyeri
Ekstremitas Atas
- Ekstremitas Bawah
Rasa Suhu
Rasa Raba
-
Ekstremitas Atas
Ekstremitas Bawah
Tidak dilakukan
I. FUNGSI VEGETATIF
Miksi
Inkontinensia urin
Retensio urine
Poliuria
Anuria
Defekasi
Inkontinensia alvi
Retensio alvi
RESUME
Pasien Laki-laki 41 tahun datang dengan keluhan merasa wajahnya mencong ke arah
kanan Hal tersebut dirasakan sejak 2 hari yang lalu, mencong dirasakan saat aktivitas ,
7
mata sebelah kiri selalu mengeluarkan air mata, saat minum air mengalir dari bibirnya
sebelah kiri. Susah makan, sakit kepala kiri berdenyut.
Pemeriksaan fisik
Keadaan Umum : pasien tampak sakit sedang
Kesadaran
: compos mentis
Tekanan darah : 120/90 mmHg
Nadi
: 80 x/menit
Pernapasan : 20 x/menit
Suhu
: 37oC
Status neurologis
Di dapatkan pasien terjadi gangguan di nervus vii
Nervus Facialis
Dextra
Sinistra
Mengangkat alis
Kerutan dahi
Menutup mata
Menyeringai
depan
DIAGNOSA
Diagnosa Klinis
Diagnosa Etiologi
Diagnosa Topis
: nervus VII
CT-Scan
TERAPI
Non-farmakologis:
1. Istirahat terutama pada keadaan akut .
2. Tiap malam mata diplester .
Gunanya melatih mata yang tidak dapat menutup supaya dapat menutup bersamaan.
Farmakologis:
1. Prednison 60mg per hari untuk 5 hari
8
Quo ad vitam
: dubia ad bonam
Quo ad functionam
: dubia ad bonam
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Bell palsy, disebut juga idiopathic facial paralysis (IFP), adalah umumnya terjadi pada
paralisis wajah unilateral yang paling sering terjadi didunia salah satu kelainan umum
9
neurologi nervus cranial. Bell palsyini terjadi secara bertahap dan tidak diketahui
penyebabnya. (Danette C Taylor, DO, MS-emedicine).
Bell palsy adalah kelumpuhan perifer pada saraf wajah yang menyebabkan kelemahan
otot pada satu sisi wajah. Pasien yang terkena kelumpuhan wajah unilateral timbul selama
satu hingga tiga hari dengan keterlibatan dahi dan tidak ada kelainan neurologis lainnya.
(JEFFREY D. TIEMSTRA, MD, et all-AFP)
B. Epidemiologi
Di Indonesia, insiden Bells palsy secara pasti sulit ditentukan. Data yang dikumpulkan dari 4
buah Rumah sakit di Indonesia didapatkan frekuensi Bells palsy sebesar 19,55 % dari
seluruh kasus neuropati dan terbanyak pada usia 21 30 tahun. Lebih sering terjadi pada
wanita daripada pria. Tidak didapati perbedaan insiden antara iklim panas maupun dingin,
tetapi pada beberapa penderita didapatkan adanya riwayat terpapar udara dingin atau angin
berlebihan.
Di USA insiden bell palsy terjadi 23 kasus per 100.000 penduduk.insiden tertinggi di Negara
jepang pada tahun 1986 dan insiden terkecil di swedia pada tahun 1971. Secara umum
insiden yang terjadi 15-30 kasus per 100.000 populasi. Pada pasien dengan paralisis unilateral
akut sebanyak 60-75% kasus, dan dengan sisi kanan yang terkena sebanyak 63% kasus.dan
kasus kekambuhan sekitar 4-14%. (Danette C Taylor, DO, MS-emedicine).
Tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan terhadap terkenanya bell pasy. Namun,
perempuan muda berusia 10-19 tahun lebih mudah terkena bell palsy daripada laki-laki dalam
kelompok usia yang sama.Sebuah dominasi sedikit lebih tinggi diamati pada pasien yang
lebih tua dari 65 tahun (59 kasus per 100.000 orang), dan tingkat insiden lebih rendah diamati
pada anak-anak dari usia 13 tahun (13 kasus per 100.000 orang). Insiden terendah ditemukan
pada orang muda dari 10 tahun, dan insiden tertinggi adalah pada orang berusia 60 tahun atau
lebih. Usia puncak adalah antara 20 dan 40 tahun. Penyakit ini juga terjadi pada orang tua
berusia 70-80 tahun.
C. Etiologi
10
Penyebab tersering adalah virus herpes simpleks-tipe1. Penyebab lain antara lain :
1. Infeksi virus lain.
2. Neoplasma : setelah pengangkatan tumor otak (neoroma akustik)
3. Trauma: fraktur basal tengkorak, luka ditelinga
4. Neurologis : sindrom Guilain-barre
5. Metabolic : kehamilan, diabetes melitus hipertiroid dan hipertensi
6. Toksik : alcohol, tetanus dan karbonmonoksida.
(Panduan Praktis Diagnosis dan tata Laksana Penyakit Sarap dr. George Dewanto, SpS et all)
1. Paparan dingin
2. Virus herpes simplex (HSV)
(JEFFREY D. TIEMSTRA, MD, et all-AFP)
D. Patofisiologi
Pada kerusakan karena sebab apapun di jaras kortikobulbar atau bagian bawah korteks
motorik primer, otot wajah muka sisi kontralateral akan memperlihatkan kelumpuhan
jenis UMN. Ini berarti bahwa otot wajah bagian bawah tampak lebih jelas lumpuh
daripada bagian atasnya. Sudut mulut sisi yang lumpuh tampak lebih rendah. Lipatan
nasolabial sisi yang lumpuh mendatar. Jika kedua sudut mulut disuruh diangkat, maka
sudut mulut yang sehat yang dapat terangkat. Otot wajah bagian dahi tidak
menunjukkan kelemahan yang berarti. Cirri kelumpuhan fasialis UMN ini dapat
dimengerti, karena subdivisi inti fasialis yang mengurus otot wajahh di atas alis
mendapatkan inervasi kortikal secara bilateral.
Pada kerusakan di lobus frontalis otot wajah sisi kontralateral masih dapat digerakkan
secara volunteer, tetapi tidak ikut bergerak jika ketawa atau merengut. Perubahan raut
muka pada keadaan emosional justru masih bisa timbul apabila korteks motorik primer
11
rusak. Maka gerakan otot wajah yang timbul pada keadaan emosional sangat mungkin
diatur oleh daerah korteks di lobus frontalis. Sedangkan gerakan otot wajah volunteer
diurus oleh korteks piramidalis.
Lesi LMN bisa terletak di pons, di sebut serebelo-pontin, di os petrosum atau cavum
timpani, di foramen stilomastoideus dan pada cabang-cabang tepi nervus fasialis. Lesi
di pons yang terletak didaerah sekitar inti nervus abdusen bisa merusak akar nervus
fasialis, inti nervus abdusens dan fasikulus longitudinal medialis. Karena itu paralisis
fasialis LMN tersebut akan disertai kelumpuhan muskulus rektus lateralis atau gerakan
melirik kea rah lesi. Proses patologik disekitar meatus akustikus internus akan
melibatkan nervus fasialis dan akustikus. Maka dalam hal tersebut, paralisis fasialis
LMN akan timbul bergandengan dengan tuli perspektif ipsilateral dan ageusia.
Karena proses yang dikenal awam sebagai masuk angin atau dalam bahasa inggris
cold, nervus fasialis bisa sembab. Karena itu ia terjepit di dalam foramen
stilomastoideus dan menimbulkan kelumpuhan fasialis LMN. Bagian atas dan bawah
dari otot wajah seluruhnya lumpuh dan tidak dapat dikerutkan. Fisura palpebra tidak
dapat ditutup dan pada usaha untuk memejamkan mata terlihatlah bola mata yang
terbalik keatas. Sudut mata tidak bisa diangkat bibir tidak bisa dicucurkan. Karena
lagoftalmus, maka air mata tidak bisa disalurkan secara wajar sehingga tertimbun disitu.
(Prof Mahar pada Neurologi Klinis Dasar)
E. Tanda dan Gejala
1. Onset akut > 48 jam
2. Sakit ditelinga belakang
3. Air mata berkurang
4. Hiperakusis
5. Sakit pada otot wajah
6. Kelopak mata tidak bisa ditutup
12
Prognosis
Perjalanan alamiah Bells palsy bervariasi dari perbaikan komplit dini sampai cedera saraf
substansial dengan sekuele permanen. Sekitar 80-90% pasien dengan Bells palsy sembuh
total dalam 6 bulan, bahkan pada 50-60% kasus membaik dalam 3 minggu.11 Sekitar 10%
mengalami asimetri muskulus fasialis persisten, dan 5% mengalami sekuele yang berat, serta
8% kasus dapat rekuren. Faktor yang dapat mengarah ke prognosis buruk adalah palsi
komplit (risiko sekuele berat), riwayat rekurensi, diabetes, adanya nyeri hebat post-aurikular,
gangguan pengecapan, refleks stapedius, wanita hamil dengan Bells palsy, bukti denervasi
mulai setelah 10 hari (penyembuhan lambat), dan kasus dengan penyengatan kontras yang
jelas. Faktor yang dapat mendukung ke prognosis baik adalah paralisis parsial inkomplit pada
fase akut (penyembuhan total), pemberian kortikosteroid dini, penyembuhan awal dan atau
perbaikan fungsi pengecapan dalam minggu pertama. Kimura et al11 menggunakan blink
reflex sebagai prediktor kesembuhan yang dilakukan dalam 14 hari onset, gelombang R1
yang kembali terlihat pada minggu kedua menandakan prognosis perbaikan klinis yang
positif. Selain menggunakan pemeriksaan neurofisiologi untuk menentukan prognosis,
House-Brackmann Facial Nerve Grading System dapat digunakan untuk mengukur
keparahan dari suatu serangan dan menentukan prognosis pasien Bells palsy.
(Handoko Lowis, 2012)
Komplikasi
Sekitar 5% pasien setelah menderita Bells palsy mengalami sekuele berat yang tidak dapat
diterima. Beberapa komplikasi yang sering terjadi akibat Bells palsy, adalah2
(1) regenerasi motor inkomplit yaitu regenerasi suboptimal yang menyebabkan paresis
seluruh atau beberapa muskulus fasialis,
(2) regenerasi sensorik inkomplit yang menyebabkan disgeusia (gangguan pengecapan),
ageusia (hilang pengecapan), dan disestesia (gangguan sensasi atau sensasi yang tidak sama
dengan stimuli normal), dan
15
BAB III
KESIMPULAN
Pasien Laki-laki 41 tahun datang dengan keluhan merasa wajahnya mencong ke arah
kanan Hal tersebut dirasakan sejak 2 hari yang lalu, mencong dirasakan saat aktivitas ,
mata sebelah kiri selalu mengeluarkan air mata, saat minum air mengalir dari bibirnya
sebelah kiri. Susah makan, sakit kepala kiri berdenyut.
Pemeriksaan fisik
Keadaan Umum : pasien tampak sakit sedang
Kesadaran
: compos mentis
Tekanan darah : 120/90 mmHg
Nadi
: 80 x/menit
Pernapasan : 20 x/menit
Suhu
: 37oC
Status neurologis
Di dapatkan pasien terjadi gangguan di nervus vii
Nervus Facialis
Dextra
Sinistra
Mengangkat alis
Kerutan dahi
Menutup mata
Menyeringai
depan
Diagnosa Klinis
Diagnosa Etiologi
Diagnosa Topis
: nervus VII
Daftar Pustaka
16
17