Professional Documents
Culture Documents
KOMA HEPATIKUM
Preseptor :
Dr. H. Hikmat Permana, dr., SpPD-KEMD
Pandji Irani Fianza, dr., M. Sc., SpPD-KHOM
Oleh :
Athari
1301-1213-0616
Lira Mirandus M
1301-1213-0559
M. Hasif
1301-1213-2516
Hepar merupakan kelenjar yang terbesar dalam tubuh manusia. Hepar pada manusia
terletak pada bagian atas cavum abdominis, di bawah diafragma, di kedua sisi kuadran atas,
yang sebagian besar terdapat pada sebelah kanan. Beratnya 1200 1600 gram. Permukaan
atas terletak bersentuhan di bawah diafragma, permukaan bawah terletak bersentuhan di atas
organ-organ abdomen. Hepar difiksasi secara erat oleh tekanan intraabdominal dan dibungkus
oleh peritoneum kecuali di daerah posterior-superior yang berdekatan dengan v.cava inferior
dan mengadakan kontak langsung dengan diafragma. Bagian yang tidak diliputi oleh
peritoneum disebut bare -area. Terdapat refleksi peritoneum dari dinding abdomen anterior,
diafragma dan organ-organ abdomen ke hepar berupa ligamen.10
Macam-macam ligamennya:
1. Ligamentum falciformis : Menghubungkan hepar ke dinding ant. abd dan terletak di
antara umbilicus dan diafragma.
2. Ligamentum teres hepatis = round ligament : Merupakan bagian bawah lig. falciformis ;
merupakan sisa-sisa peninggalan v.umbilicalis yg telah menetap.
3. Ligamentum gastrohepatica dan ligamentum hepatoduodenalis : Merupakan bagian dari
omentum minus yg terbentang dari curvatura minor lambung dan duodenum sblh
proximal ke hepar. Di dalam ligamentum ini terdapat Aa.hepatica, v.porta dan
duct.choledocus communis. Ligamen hepatoduodenale turut membentuk tepi anterior dari
Foramen Wislow.
4. Ligamentum Coronaria Anterior kika dan Lig. coronaria posterior ki-ka: Merupakan
refleksi peritoneum terbentang dari diafragma ke hepar.
5. Ligamentum triangularis ki-ka : Merupakan fusi dari ligamentum coronaria anterior dan
posterior dan tepi lateral kiri kanan dari hepar.
Secara anatomis, organ hepar tereletak di hipochondrium kanan dan epigastrium, dan
melebar ke hipokondrium kiri. Hepar dikelilingi oleh cavum toraks dan bahkan pada orang
normal tidak dapat dipalpasi (bila teraba berarti ada pembesaran hepar). Permukaan lobus
kanan dpt mencapai sela iga 4/ 5 tepat di bawah aerola mammae. Lig. falciformis membagi
hepar secara topografis bukan secara anatomis yaitu lobus kanan yang besar dan lobus kiri.9,10
1.1 Secara Mikroskopis
Hepar dibungkus oleh simpai yg tebal, terdiri dari serabut kolagen dan jaringan elastis
yg disebut Kapsul Glisson. Simpai ini akan masuk ke dalam parenkim hepar mengikuti
pembuluh darah getah bening dan duktus biliaris. Massa dari hepar seperti spons yg terdiri
2
vena-vena
hepatika (vena yang menyalurkan darah keluar dari hepar). Di bagian tepi di antara lobulilobuli terhadap tumpukan jaringan ikat yang disebut traktus portalis/ TRIAD yaitu traktus
portalis yang mengandung cabang-cabang v.porta, A.hepatika, ductus biliaris. Cabang dari
vena porta dan A.hepatika akan mengeluarkan isinya langsung ke dalam sinusoid setelah
banyak percabangan. Sistem bilier dimulai dari canaliculi biliaris yang halus yang terletak di
antara sel-sel hepar dan bahkan turut membentuk dinding sel. Canaliculi akan mengeluarkan
isinya ke dalam intralobularis, dibawa ke dalam empedu yg lebih besar, air keluar dari
saluran empedu menuju kandung empedu.8,9,10
1.
beberapa tujuan : Menghasilkan energi, biosintesis dari nukleotida, nucleic acid dan ATP,
dan membentuk/ biosintesis senyawa 3 karbon (3C) yaitu piruvic acid (asam piruvat
diperlukan dalam siklus krebs).10
2.
3.
4.
isomer agar kuat pembekuannya dan ditambah dengan faktor XIII, sedangakan Vit K
dibutuhkan untuk pembentukan protrombin dan beberapa faktor koagulasi.9,10
5.
6.
7.
Fungsi hemodinamik
Hati menerima 25% dari cardiac output, aliran darah hati yang normal 1500 cc/ menit
atau 1000 1800 cc/ menit. Darah yang mengalir di dalam a.hepatica 25% dan di dalam
v.porta 75% dari seluruh aliran darah ke hati. Aliran darah ke hepar dipengaruhi oleh
faktor mekanis, pengaruh persarafan dan hormonal, aliran ini berubah cepat pada waktu
exercise, terik matahari dan shock. Hepar merupakan organ penting untuk
mempertahankan aliran darah.
KOMA HEPATIKUM
I.
DEFINISI
Koma hepatikum dapat timbul akibat gagal hati yang fluminan (fluminant hepatic
failure), misalnya pada infeksi hepatitis virus, hepatitis toksik karena obat-obatan dan
5
perlemakan hati akut pada kehamilan. Pada penyakit hati menahun (sirosis hepatis) kerusakan
sel-sel bukan merupakan faktor satu-satunya, tetapi timbulnya sirkulasi kolateral baik intra
maupun ekstra hepatic (portal-systemic encephalopathy), dan berbagai faktor pencetus
merupakan pula faktor-faktor yang penting untuk terjadinya koma hepatic (koma eksogen).2
II. PATOGENESIS1,2
Koma hepatic adalah suatu sindrom neuropsikiatrik yang ditandai dengan adanya
perubahan kesadaran, penurunan intelektual dan kelainan neurologis yang menyertai
kelainan-kelainan parenkim hati. Walaupun patogenesis koma hepatikum belum diketahui
secara menyeluruh namun berdasarkan hasil-hasil penelitian pada binatang percobaan
maupun pada pasien-pasien sendiri, diajukan beberapa konsep patogenesis sebagai berikut:
1. Koma hepatikum merupakan gangguan proses metabolic dan neurofisiologik, sering
tanpa disertai lesi structural otak, sehingga berpotensi untuk menjadi normal kembali
dengan sempurna, tanpa ditemukan gejala-gejala sisa neurologic atau kelainan
structural. Pada koma hepatikum tidak diketahui secara pasti daerah mana di otak
yang terpengaruh. Diduga sistema aktivasi reticular pada batang otak (yang
memelihara fungsi normal kesadaran dan perubahan korteks) merupakan daerah yang
terkena.
2. Koma hepatikum merupakan kelaianan yang dipengaruhi oleh berbagai faktor. Dapat
disebabkan oleh interaksi secara sinergis beberapa faktor pada otak seperti kelebihan
ammonia ; asam lemak berantai pendek maupun panjang, merkapten, gangguan
keseimbangan asam amino dan neurotransmitter atau mungkin oleh karena
kekurangan faktor-faktor vital yang melindungi otak. Pada koma portosistemik
bermacam-macam zat perusak dan gangguan fisiologik seperti azotemia, infeksi dan
alkalosis hipokalemik dapat berkerja sama dengan toksin-toksin yang diduga sebagai
pencetus koma hepatikum. Disamping itu pada koma portosistemik sensitivitas otak
dapat meningkat terhadap berbagai bahan toksin antara lain seperti infeksi dan obatobat sedatif, karena metabolisme obat menurun akibat kerusakan sel-sel hati, terjadi
penimbunan obat dan selanjutnya dapat meningkatkan influx obat kedalam otak
dengan plasma protein, serta peningkatan sensitivitas reseptor otak terhadap obat yang
secara keselurhan menyebabkan kepekaan timbulnya koma hepatikum.
3. Walaupun kelainan dasar molecular yang tepat pada koma hepatikum belum diketahui
dengan pasti, namun mekanisme-mekanisme yang diduga mendasari terjadinya koma
hepatikum adalah perubahan energi metabolisme otak, gangguan/kekacauan fungsi
6
Sensitivitas yang berlebihan pada perubahan fisiologis pasien sirosis hepatis, misalnya
stupor dapat tercetus oleh adanya infeksi atau pemberian obat sedatif sedangkan pada
Toksin
1. Ammonia
Mekanisme kerja
Berpengaruh langsung terhadap fungsi
membrane sel neuron, menurunkan spike
potensial dan mengubah permeabilitas
membrane untuk air dan elektrolit.
Perubahan
rasio
NADH/NAD
sitoplasma/mitokondria dan reaksiulang alik
malat-aspartat.
7
2. Merkaptan
3. Asam-asam lemak
Pengaruh-pengaruh
langsung
terhadap
membrane neuron dengan menggangu influx
ion-ion dan penyebaran impuls.
5. Substansi-substansi lain
Koma yang
mengancam
Gejala
Tanda-tanda
EEG
Afektif hilang, euphoria, Asteriksis,
kesulitan
()
depresi, apatis, kelakuan bicara, kesulitan menulis.
yang
tidak
wajar,
perubahan
kebiasaan
tidur
(++)
Pasien
kebingungan,
Asteriksis, fetor hepatic.
disorientasi, mengantuk.
9
Kebingungan,
mengantuk namun masih
bisa dibangunkan, rekasi
terhadap rangsang (+).
(+++)
Tidak
sadar, hilang
reaksi pada rangsang, Fetor hepatic, tonus otot
refleks menurun.
menghilang
(++++)
oleh
sebab
gangguan
metabolisme
lainnya
seperti
uremia,
koma
hiper/hipoglikemi.
2. Koma akibat intoksikasi obat-obatan dan intoksikasi alcohol.
3. Trauma kepala berat seperti comutio serebri, kontusio serebri, perdarahan subdural
dan epidural.
4. Tumor otak.
5. Epilepsi.
V. PENATALAKSANAAN DAN PENCEGAHAN
Penatalaksanaan dan pencegahan koma hepatikum meliputi upaya-upaya:2
1. Mengobati penyakit dasar jika memungkinakan.
2. Mengidentifikasi dan menghilangkan fakto-faktor yang merupakan pencetus.
3. Mencegah/mengurangi pembentukan atau influx toksin-toksin nitrogen ke dalam otak
dengan jalan:
3.1
mengubah,
3.2
3.3
menurunkan
atau
menghentikan
mengandung protein.
Menggunakan laktulosa, antibiotic atau keduanya.
Membersihkan saluran cerna bagian bawah.
10
makanan-makanan
yang
4. Upaya suportif dengan menjaga kecukupan masukan kalori dan mengobati komplikasi
kegagalan hati seperti hipoglikemi, perdarahan saluran cerna, aturan keseimbangan
elektrolit.
Mengurangi atau menghentikan pemberian protein, atau menghindari sumber bahanbahan toksik nitrogen, tergantung dari tingkat kelainan mental pasien. Perlu dipahami
bahwa pada penyakit hati kronis pasien tetap membutuhkan protein untuk regenerasi selsel hati. Oleh karena itu bila masukan protein dihentikan hendaknya dalam waktu yang
singkat saja. Apabila tingkat kesadaran sudah baik maka protein secara bertahap kembali
dinaikkan dan disesuaikan dengan respon klinis, bila keadaan sudah cukup stabil, 4060gram protein/hari dianggap cukup.
Kualitas atau jenis protein yang diberikan juga penting, protein nabati lebih baik
dibandingkan dengan protein hewani, hal ini mungkin disebabkan oleh tingginya jumlah
serat dalam protein nabati yang akan meningkatkan pengikatan dan selanjutnya
pengeluaran nitrogen toksik oleh bakteri feses sehingga kadar ammonia akan menurun.
Disamping itu protein nabati mempunyai efek laksansia.2
Standar terapi lain pada komaportosistemik termasuk pula penggunaan laktulosa,
antibiotic atau keduanya. Laktulosa merupakan galaktosida fruktosa sintetik, diberikan
secara oral dengan dosis 60-120 cc/hari untuk merangsang defekasi 2-3kali/hari.
Laktulosa tidak diabsorpsi dan mempunyai efek:
1. Dipecah oleh bakteri usus menjadi asam organic yang menurunkan pH sehingga
menurunkan absorpsi ammonia yang tidak terionisasi dan memberikan peluang
bertambahnya bakteri yang lebih lambat memproduksi ammonia.
2. Berperan sebagai substrat bagi bakteri yang menggunakan ammonia
3. Mendorong pengikatan nitrogen oleh bakteri feses
4. Merangsang percepatan pengeluaran toksin nitrogen dari usus.2
Antibiotik yang paling sering digunakan adalah Neomisin dengan dosis 2-4 gram/hari
secara oral atau dengan enema dalam larutan 1%. Pemberian oral lebih baik kecuali jika
terdapat tanda-tanda ileus. Dengan ini maka bakteri yang memproduksi toksin nitrogen
menjadi inaktif.
Metronidazol 4x250mg/hari merupakan alternatif lain dan juga sangat bermanfaat.
Namun waspada akan efek samping berupa neuropati perifer dan kelainan susunan syaraf
pusat termasuk kejang bila digunakan dalam jangka waktu yang lama.
11
Upaya lain adalah dengan membersihkan saluran cerna bagian bawah terutama jika
terjadi perdarahan (hematemesis/melena) agar bekuan darah yang merupakan toksis nitrogen
dapat dikeluarkan dengan segera.
Pemecahan protein endogen hendaknya sedini mungkin dicegah agar ammonia tidak
meningkat dengan memelihara masukan dalam bentuk larutan glukosa 10-20% intrvena
paling kuran 1600kal/hari.
Gangguan elektrolit khususnya alkalosis hipokalemik memerlukan terapi yang cermat
oleh karena alkalosis metabolic yang resisten akan menyebabkan meningkatnya pembentukan
ammonia yang tidak terionisasi. Influksnya ke dalam otak yang suasananya asam juga
meningkat. Pengobatan dilakukan dengan memberikan arginin hidroklorida atau larutan NaCl
encer.1,2,7
VI. PROGNOSIS2
Pada koma portosistemik hepatic dengan pengobatan standar seperti tersebut diatas,
80% pasien akan sadar kembali. Prognosis buruk bila ada tanda-tanda klinis berat misalnya
adanya ikterus, asites, kadar albumin yang rendah. Untuk koma hepatic pada gagal hati
fulminan kemungkinan hanya 20% pasien dapat sadar dan hidup setelah dirawat pada pusatpusat medis. Beberap indicator digunakan untuk meramal prognosis pada gagal hati fulminan
seperti Hepatocyte Volume Fraction (HVF) dengan melakukan biopsy hati dan bila nilainya
kurang dari 35% berarti tidak ada perbaikan, sedangkan nilai HVF lebih besar dari 35%
mungkin pasien akan sadar dan hidup dengan komplikasi atau meninggal. Pengujian lain
seperti pemeriksaan faktor VII dan alfafetoprotein dapat dilakukan. AFP memberikan
gambaran kapasitas regenerasi sel-sel hati.
DAFTAR PUSTAKA
1. Nurdjanah S (2006) Sirosis Hati, dalam buku aja ilmu penuakit dalam, jilid I Edisi IV,
pusat penerbitan departemen ilmu penyakit dalam FKUI, Jakarta
2. Jubir N (2006) Koma Hepatik, dalam buku aja ilmu penuakit dalam, jilid I Edisi IV,
pusat penerbitan departemen ilmu penyakit dalam FKUI, Jakarta.
3. Kusumobroto H (1996) Hipertensi Portal, dalam buku aja r ilmu penyakit dalam, jilid I
Edisi III, pusat penerbitan departemen ilmu penyakit dalam FKUI, Jakarta.
12
13