You are on page 1of 13

CLINICAL SCIENCE SESSION

KOMA HEPATIKUM

Preseptor :
Dr. H. Hikmat Permana, dr., SpPD-KEMD
Pandji Irani Fianza, dr., M. Sc., SpPD-KHOM

Oleh :
Athari

1301-1213-0616

Lira Mirandus M

1301-1213-0559

M. Hasif

1301-1213-2516

Rumah Sakit Hasan Sadikin


Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran
2014

I. ANATOMI DAN HISTOLOGI HATI

Hepar merupakan kelenjar yang terbesar dalam tubuh manusia. Hepar pada manusia
terletak pada bagian atas cavum abdominis, di bawah diafragma, di kedua sisi kuadran atas,
yang sebagian besar terdapat pada sebelah kanan. Beratnya 1200 1600 gram. Permukaan
atas terletak bersentuhan di bawah diafragma, permukaan bawah terletak bersentuhan di atas
organ-organ abdomen. Hepar difiksasi secara erat oleh tekanan intraabdominal dan dibungkus
oleh peritoneum kecuali di daerah posterior-superior yang berdekatan dengan v.cava inferior
dan mengadakan kontak langsung dengan diafragma. Bagian yang tidak diliputi oleh
peritoneum disebut bare -area. Terdapat refleksi peritoneum dari dinding abdomen anterior,
diafragma dan organ-organ abdomen ke hepar berupa ligamen.10
Macam-macam ligamennya:
1. Ligamentum falciformis : Menghubungkan hepar ke dinding ant. abd dan terletak di
antara umbilicus dan diafragma.
2. Ligamentum teres hepatis = round ligament : Merupakan bagian bawah lig. falciformis ;
merupakan sisa-sisa peninggalan v.umbilicalis yg telah menetap.
3. Ligamentum gastrohepatica dan ligamentum hepatoduodenalis : Merupakan bagian dari
omentum minus yg terbentang dari curvatura minor lambung dan duodenum sblh
proximal ke hepar. Di dalam ligamentum ini terdapat Aa.hepatica, v.porta dan
duct.choledocus communis. Ligamen hepatoduodenale turut membentuk tepi anterior dari
Foramen Wislow.
4. Ligamentum Coronaria Anterior kika dan Lig. coronaria posterior ki-ka: Merupakan
refleksi peritoneum terbentang dari diafragma ke hepar.
5. Ligamentum triangularis ki-ka : Merupakan fusi dari ligamentum coronaria anterior dan
posterior dan tepi lateral kiri kanan dari hepar.
Secara anatomis, organ hepar tereletak di hipochondrium kanan dan epigastrium, dan
melebar ke hipokondrium kiri. Hepar dikelilingi oleh cavum toraks dan bahkan pada orang
normal tidak dapat dipalpasi (bila teraba berarti ada pembesaran hepar). Permukaan lobus
kanan dpt mencapai sela iga 4/ 5 tepat di bawah aerola mammae. Lig. falciformis membagi
hepar secara topografis bukan secara anatomis yaitu lobus kanan yang besar dan lobus kiri.9,10
1.1 Secara Mikroskopis
Hepar dibungkus oleh simpai yg tebal, terdiri dari serabut kolagen dan jaringan elastis
yg disebut Kapsul Glisson. Simpai ini akan masuk ke dalam parenkim hepar mengikuti
pembuluh darah getah bening dan duktus biliaris. Massa dari hepar seperti spons yg terdiri
2

dari sel-sel yg disusun di dalam lempengan-lempengan/plate dimana akan masuk ke


dalamnya sistem pembuluh kapiler yang disebut sinusoid. Sinusoid-sinusoid tersebut berbeda
dengan kapiler-kapiler di bagian tubuh yang lain, oleh karena lapisan endotel yang
meliputinya terdiri dari sel-sel fagosit yg disebut sel kupfer. Sel kupfer lebih permeabel yang
artinya mudah dilalui oleh sel-sel makro dibandingkan kapiler-kapiler yang lain. Lempengan
sel-sel hepar tersebut tebalnya 1 sel dan punya hubungan erat dengan sinusoid.
Pada pemantauan selanjutnya nampak parenkim tersusun dalam lobuli-lobuli. Di
tengah-tengah lobuli terdapat 1 vena sentralis yang merupakan cabang dari

vena-vena

hepatika (vena yang menyalurkan darah keluar dari hepar). Di bagian tepi di antara lobulilobuli terhadap tumpukan jaringan ikat yang disebut traktus portalis/ TRIAD yaitu traktus
portalis yang mengandung cabang-cabang v.porta, A.hepatika, ductus biliaris. Cabang dari
vena porta dan A.hepatika akan mengeluarkan isinya langsung ke dalam sinusoid setelah
banyak percabangan. Sistem bilier dimulai dari canaliculi biliaris yang halus yang terletak di
antara sel-sel hepar dan bahkan turut membentuk dinding sel. Canaliculi akan mengeluarkan
isinya ke dalam intralobularis, dibawa ke dalam empedu yg lebih besar, air keluar dari
saluran empedu menuju kandung empedu.8,9,10

II. FISIOLOGI HATI


Hati merupakan pusat dari metabolisme seluruh tubuh, merupakan sumber energi
tubuh sebanyak 20% serta menggunakan 20 25% oksigen darah. Ada beberapa fungsi hati
yaitu :

1.

Fungsi hati sebagai metabolisme karbohidrat


Pembentukan, perubahan dan pemecahan KH, lemak dan protein saling berkaitan satu
sama lain. Hati mengubah pentosa dan heksosa yang diserap dari usus halus menjadi
glikogen, mekanisme ini disebut glikogenesis. Glikogen lalu ditimbun di dalam hati
kemudian hati akan memecahkan glikogen menjadi glukosa. Proses pemecahan glikogen
menjadi glukosa disebut glikogenelisis. Karena proses-proses ini, hati merupakan sumber
utama glukosa dalam tubuh, selanjutnya hati mengubah glukosa melalui heksosa
monophosphat shunt

dan terbentuklah pentosa. Pembentukan pentosa mempunyai

beberapa tujuan : Menghasilkan energi, biosintesis dari nukleotida, nucleic acid dan ATP,
dan membentuk/ biosintesis senyawa 3 karbon (3C) yaitu piruvic acid (asam piruvat
diperlukan dalam siklus krebs).10
2.

Fungsi hati sebagai metabolisme lemak


Hati tidak hanya membentuk/mensintesis lemak tapi sekaligus mengadakan katabolisis
asam lemak. Asam lemak dipecah menjadi beberapa komponen :
1. Senyawa 4 karbon KETON BODIES
2. Senyawa 2 karbon ACTIVE ACETATE (dipecah menjadi asam lemak dan gliserol)
3. Pembentukan cholesterol
4. Pembentukan dan pemecahan fosfolipid
Hati merupakan pembentukan utama, sintesis, esterifikasi dan ekskresi kholesterol.
Dimana serum kolesterol menjadi standar pemeriksaan metabolisme lipid.10

3.

Fungsi hati sebagai metabolisme protein


Hati mensintesis banyak macam protein dari asam amino. Dengan proses deaminasi, hati
juga mensintesis gula dari asam lemak dan asam amino. Dengan proses transaminasi, hati
memproduksi asam amino dari bahan-bahan non nitrogen. Hati merupakan satu-satunya
organ yg membentuk plasma albumin dan - globulin dan organ utama bagi produksi
urea. Urea merupakan end product metabolisme protein. - globulin selain dibentuk di
dalam hati, juga dibentuk di limpa dan sumsum tulang globulin hanya dibentuk di
dalam hati. Albumin mengandung 584 asam amino dengan BM 66.000. 10

4.

Fungsi hati sehubungan dengan pembekuan darah


Hati merupakan organ penting bagi sintesis protein-protein yang berkaitan dengan
koagulasi darah, misalnya : membentuk fibrinogen, protrombin, faktor V, VII, IX, X.
Benda asing menusuk kena pembuluh darah yang beraksi adalah faktor ekstrinsik, bila
ada hubungan dengan katup jantung yang beraksi adalah faktor intrinsik. Fibrin harus

isomer agar kuat pembekuannya dan ditambah dengan faktor XIII, sedangakan Vit K
dibutuhkan untuk pembentukan protrombin dan beberapa faktor koagulasi.9,10
5.

Fungsi hati sebagai metabolisme vitamin


Semua vitamin disimpan di dalam hati khususnya vitamin A, D, E, K

6.

Fungsi hati sebagai detoksikasi


Hati adalah pusat detoksikasi tubuh, Proses detoksikasi terjadi pada proses oksidasi,
reduksi, metilasi, esterifikasi dan konjugasi terhadap berbagai macam bahan seperti zat
racun, obat over dosis.

7.

Fungsi hati sebagai fagositosis dan imunitas


Sel kupfer merupakan saringan penting bakteri, pigmen dan berbagai bahan melalui
proses fagositosis. Selain itu sel kupfer juga ikut memproduksi - globulin sebagai imun
livers mechanism.
8.

Fungsi hemodinamik
Hati menerima 25% dari cardiac output, aliran darah hati yang normal 1500 cc/ menit
atau 1000 1800 cc/ menit. Darah yang mengalir di dalam a.hepatica 25% dan di dalam
v.porta 75% dari seluruh aliran darah ke hati. Aliran darah ke hepar dipengaruhi oleh
faktor mekanis, pengaruh persarafan dan hormonal, aliran ini berubah cepat pada waktu
exercise, terik matahari dan shock. Hepar merupakan organ penting untuk
mempertahankan aliran darah.

KOMA HEPATIKUM
I.

DEFINISI
Koma hepatikum dapat timbul akibat gagal hati yang fluminan (fluminant hepatic

failure), misalnya pada infeksi hepatitis virus, hepatitis toksik karena obat-obatan dan
5

perlemakan hati akut pada kehamilan. Pada penyakit hati menahun (sirosis hepatis) kerusakan
sel-sel bukan merupakan faktor satu-satunya, tetapi timbulnya sirkulasi kolateral baik intra
maupun ekstra hepatic (portal-systemic encephalopathy), dan berbagai faktor pencetus
merupakan pula faktor-faktor yang penting untuk terjadinya koma hepatic (koma eksogen).2
II. PATOGENESIS1,2
Koma hepatic adalah suatu sindrom neuropsikiatrik yang ditandai dengan adanya
perubahan kesadaran, penurunan intelektual dan kelainan neurologis yang menyertai
kelainan-kelainan parenkim hati. Walaupun patogenesis koma hepatikum belum diketahui
secara menyeluruh namun berdasarkan hasil-hasil penelitian pada binatang percobaan
maupun pada pasien-pasien sendiri, diajukan beberapa konsep patogenesis sebagai berikut:
1. Koma hepatikum merupakan gangguan proses metabolic dan neurofisiologik, sering
tanpa disertai lesi structural otak, sehingga berpotensi untuk menjadi normal kembali
dengan sempurna, tanpa ditemukan gejala-gejala sisa neurologic atau kelainan
structural. Pada koma hepatikum tidak diketahui secara pasti daerah mana di otak
yang terpengaruh. Diduga sistema aktivasi reticular pada batang otak (yang
memelihara fungsi normal kesadaran dan perubahan korteks) merupakan daerah yang
terkena.
2. Koma hepatikum merupakan kelaianan yang dipengaruhi oleh berbagai faktor. Dapat
disebabkan oleh interaksi secara sinergis beberapa faktor pada otak seperti kelebihan
ammonia ; asam lemak berantai pendek maupun panjang, merkapten, gangguan
keseimbangan asam amino dan neurotransmitter atau mungkin oleh karena
kekurangan faktor-faktor vital yang melindungi otak. Pada koma portosistemik
bermacam-macam zat perusak dan gangguan fisiologik seperti azotemia, infeksi dan
alkalosis hipokalemik dapat berkerja sama dengan toksin-toksin yang diduga sebagai
pencetus koma hepatikum. Disamping itu pada koma portosistemik sensitivitas otak
dapat meningkat terhadap berbagai bahan toksin antara lain seperti infeksi dan obatobat sedatif, karena metabolisme obat menurun akibat kerusakan sel-sel hati, terjadi
penimbunan obat dan selanjutnya dapat meningkatkan influx obat kedalam otak
dengan plasma protein, serta peningkatan sensitivitas reseptor otak terhadap obat yang
secara keselurhan menyebabkan kepekaan timbulnya koma hepatikum.
3. Walaupun kelainan dasar molecular yang tepat pada koma hepatikum belum diketahui
dengan pasti, namun mekanisme-mekanisme yang diduga mendasari terjadinya koma
hepatikum adalah perubahan energi metabolisme otak, gangguan/kekacauan fungsi
6

membran-membran neuron, perubahan transmisi sinaptik sebagai akibat gangguan


keseimbangan neurotransmitter otak atau kombinasi beberapa mekanisme tersebut
diatas. Ketidakseimbangan antara asam amino neurotransmitter yang merangsang dan
menghambat fungsi otak merupakan faktor yang berperan dan kelihatannya
merupakan pejelasan yang terbaik saat ini yang dapat menerangkan mekanisme
terjadinya koma hepatikum. Ketidakseimbangan ini terdiri dari menurunnya
neurotransmitter yang mempunyai efek merangsang seperti glutamate, aspartat dan
dopamine sebagai akibat menigkatnya ammonia dan peningkatan kerja gamma
aminobutirat (GABA) yang mempunyai efek menghambat transmisi impuls. Efek
GABA yang meningkat bukan oleh karena influknya kedalam otak yang meningkat
namun oleh karena perubahan reseptor GABA di otak yang disebabkan oleh suatu
substansi mirip Benzodiazepine. Reseptor ini merupakan suatu bagian dari kompleks
supramolekular yang meningkatkan sensitivitas otak terhadap obat seperti
benzodiazepine dan barbiturate pada pasien penyakit hati menahun.
Patogenesis yang dikemukakan di atas merupakan suatu konsep uniform, namun antara koma
portosistemik dan koma pada kegagalan hati fluminan, terdapat perbedaan-perbedaan
patogenesis yaitu pada koma portosistemik terdapat beberapa faktor yang diduga
berkerjasama seperti:2

Sensitivitas yang berlebihan pada perubahan fisiologis pasien sirosis hepatis, misalnya
stupor dapat tercetus oleh adanya infeksi atau pemberian obat sedatif sedangkan pada

pasien tanpa penyakit hati hal ini tidak terjadi.


Toksin serebral tertimbun secara perlahan dan bila disertai faktor pencetus dapat

terjadi koma hepatikum.


Akibat kerusakan sel-sel parenkim hati bahan-bahan pelindung yang dibuat dihati dan
dilepas secara normal seperti albumin dan glukosa akan menurun atau berkurang.
Pada koma hepatic fluminan, karena proses begitu fluminan maka faktor utama yang
berperan adalah influx bahan toksis secara tiba-tiba kedalam otak, menghilangnya
bahan pelindung, perubahan sawar darah otak dan edema serebri.

Toksin
1. Ammonia

Mekanisme kerja
Berpengaruh langsung terhadap fungsi
membrane sel neuron, menurunkan spike
potensial dan mengubah permeabilitas
membrane untuk air dan elektrolit.
Perubahan
rasio
NADH/NAD
sitoplasma/mitokondria dan reaksiulang alik
malat-aspartat.
7

2. Merkaptan

Menurunkan kadar neuro transmitter yang


merangsang (glutamate-aspartat)
Mengganggu metabolisme energy otak dengan
mengikat ATP dan meningkatkan laju produksi
asam laktat.
Mengacaukan kegiatan membrane sel-sel
neuron dengan mempengaruhi kegiatan
Na+K+ATPase
Merusak detoksikasi ammonia.

3. Asam-asam lemak

4. Berbagai macam asam amino

Merusak detoksikasi ammonia melalui


hambatan sintesis urea dan pembetuka
glutamate

Pengaruh-pengaruh
langsung
terhadap
membrane neuron dengan menggangu influx
ion-ion dan penyebaran impuls.

Mengacaukan keseimbangan neurotransmitter


diotak yang mempunyai efek merangsang dan
efek menghambat transmisi rangsangan.
Sumber
pembentukan
ammonia
dan
merkaptan.

5. Substansi-substansi lain

Mempengaruhi reseptor GABA sehingga


meningkatkan sensitivitas serebral pada
penderita.

III. GEJALA KLINIS


Koma hepatikum merupakan suatu sindrom neuropsikiatrik yang dapat ditemukan
pada pasien dengan kegagalan fungsi hati yang akut maupun yang kronik. Gambaran klinis
umum semua bentuk koma hepatikum adalah ditemukannya perubahan-perubahan atau
kelaianan mental, kelainan neurologis , adanya penyakit parenkim hati dan beberapa kelainan
laboratorium yang khas tetapi tidak spesifik.2
Pada penyakit hati kronik dengan koma portosistemik perjalanannya tidak progresif
sehingga gejala-gejala neuropsikiatrik timbul dengan perlahan dan biasanya dicetuskan oleh
berbagai macam faktor pencetus.2
Gambaran gannguan mental umumnya sama pada semua bentuk koma hepatikum,
hanya tergantung dari berat ringannya koma. Gangguan mental mungkin hanya berupa

perubahan dalam pengambilan keputusan, atau proses berfikir lainnya, perubahan


kepribadian dan kelakukan yang tidak spesifik.
Kemampuan motorik (misalnya menyetir) secara khusus mungkin terganggu dan
dapat dideteksi dengan uji psikomotor. Penilaian keadaan intelektual dapat dikerjakan
dengan menyuruh pasien membuat gambar seperti bintang sudut lima (secara grafis) atau
menghubungkan beberapa angka secara berurutan selama jangka waktu tertentu. Pada koma
portositemik yang lebih berat terjadi perubahan cara tidur yang progresif. Pasien mengantuk,
apatis dan selanjutnya akan terjadi koma yang dalam.1,2,7
Fetor hepatic (bau nafas seperti bau buah-buahan atau bau hati yang busuk) dapat
ditemukan pada 50% pasien koma portosistemik. Bau ini mungkin disebabkan oleh
merkaptan atau derivatnya berupa mataniol dan etaniol yaitu produk metionin yang
dipecahkan oleh bakteri dalam usus dan tidak dapat dimetabolisme oleh hati yang rusak atau
lewat pintasan portosistemik, sehingga banyak dilepaskan dalam nafas.2
Tanda neurologis yang paling khas pada koma portosistemik adalah flapping tremor
yaitu suatu gerakan yang tidak disengaja oleh perubahan aktivitas neuromuskuler yang
disebut asteriksis. Gerakan ini dapat dilihat dengan jelas dengan mengulurkan lengan,
pergelangan tangan hiperekstensi dan jari-jari tangan dipisahkan satu dengan yang lain akan
terjadi gerakan fleksi ekstensi jari tangan. Asteriksis biasanya terjadi bilateral tetapi tidak
singkron dan biasanya didahului dengan tremor lateral jari-jari tangan.
Tanda-tanda neurologis lain pada koma hepatikum klasik juga disebabkan oleh
gangguan metabolic, bukan gangguan struktural otak. Perubahan hanya bersifat sementara
dan berpotensi kembali normal. Pada tingkat awal koma, pasien dapat memperlihatkan tandatanda hiperefleksi, respon plantar ekstensor yang bervariasi, kekakuan, dan pada koma yang
berlangsung lebih lama lagi biasanya reflek tendon yang dalam tertekan atau menghilang.2

Tabel tingkat derajat koma hepatik


Tingkat
Prodromal

Koma yang
mengancam

Gejala
Tanda-tanda
EEG
Afektif hilang, euphoria, Asteriksis,
kesulitan
()
depresi, apatis, kelakuan bicara, kesulitan menulis.
yang
tidak
wajar,
perubahan
kebiasaan
tidur
(++)
Pasien
kebingungan,
Asteriksis, fetor hepatic.
disorientasi, mengantuk.
9

Koma yang ringan

Koma yang dalam

Kebingungan,
mengantuk namun masih
bisa dibangunkan, rekasi
terhadap rangsang (+).

Asteriksis, fetor hepatic,


lengan kaku, hiperfleksia,
klonus,
reflex
menggenggam
dan
menghisap.

(+++)

Tidak
sadar, hilang
reaksi pada rangsang, Fetor hepatic, tonus otot
refleks menurun.
menghilang
(++++)

IV. DIAGNOSIS DAN DIAGNOSIS BANDING1,2,7


Sesuai dengan gambaran klinis, diagnosis KH dapat ditegakkan atas dasar:
1. Kelainan neuropsikiatrik berupa perubahan tingkat kesadaran dan intelektual dalam
berbagai tingkat, adanya flapping tremor dan kelainan EEG setalah menyingkirkan
kemungkinan penyebab lain.
2. Adanya tanda-tanda atau kelaianan gagal hati fluminan maupun gagal hati kronis.
3. Gejala-gejala yang berhubungan dengan faktor-faktor pencetus misalnya adanya
pendarahan saluran cerna
4. Ammonia yang meningkat khususnya dalam darah arterial dan dalam pemeriksaan
laboratorium lainnya.
Diagnosa banding koma hepatikum:
1. Koma

oleh

sebab

gangguan

metabolisme

lainnya

seperti

uremia,

koma

hiper/hipoglikemi.
2. Koma akibat intoksikasi obat-obatan dan intoksikasi alcohol.
3. Trauma kepala berat seperti comutio serebri, kontusio serebri, perdarahan subdural
dan epidural.
4. Tumor otak.
5. Epilepsi.
V. PENATALAKSANAAN DAN PENCEGAHAN
Penatalaksanaan dan pencegahan koma hepatikum meliputi upaya-upaya:2
1. Mengobati penyakit dasar jika memungkinakan.
2. Mengidentifikasi dan menghilangkan fakto-faktor yang merupakan pencetus.
3. Mencegah/mengurangi pembentukan atau influx toksin-toksin nitrogen ke dalam otak
dengan jalan:
3.1
mengubah,
3.2
3.3

menurunkan

atau

menghentikan

mengandung protein.
Menggunakan laktulosa, antibiotic atau keduanya.
Membersihkan saluran cerna bagian bawah.

10

makanan-makanan

yang

4. Upaya suportif dengan menjaga kecukupan masukan kalori dan mengobati komplikasi
kegagalan hati seperti hipoglikemi, perdarahan saluran cerna, aturan keseimbangan
elektrolit.
Mengurangi atau menghentikan pemberian protein, atau menghindari sumber bahanbahan toksik nitrogen, tergantung dari tingkat kelainan mental pasien. Perlu dipahami
bahwa pada penyakit hati kronis pasien tetap membutuhkan protein untuk regenerasi selsel hati. Oleh karena itu bila masukan protein dihentikan hendaknya dalam waktu yang
singkat saja. Apabila tingkat kesadaran sudah baik maka protein secara bertahap kembali
dinaikkan dan disesuaikan dengan respon klinis, bila keadaan sudah cukup stabil, 4060gram protein/hari dianggap cukup.
Kualitas atau jenis protein yang diberikan juga penting, protein nabati lebih baik
dibandingkan dengan protein hewani, hal ini mungkin disebabkan oleh tingginya jumlah
serat dalam protein nabati yang akan meningkatkan pengikatan dan selanjutnya
pengeluaran nitrogen toksik oleh bakteri feses sehingga kadar ammonia akan menurun.
Disamping itu protein nabati mempunyai efek laksansia.2
Standar terapi lain pada komaportosistemik termasuk pula penggunaan laktulosa,
antibiotic atau keduanya. Laktulosa merupakan galaktosida fruktosa sintetik, diberikan
secara oral dengan dosis 60-120 cc/hari untuk merangsang defekasi 2-3kali/hari.
Laktulosa tidak diabsorpsi dan mempunyai efek:
1. Dipecah oleh bakteri usus menjadi asam organic yang menurunkan pH sehingga
menurunkan absorpsi ammonia yang tidak terionisasi dan memberikan peluang
bertambahnya bakteri yang lebih lambat memproduksi ammonia.
2. Berperan sebagai substrat bagi bakteri yang menggunakan ammonia
3. Mendorong pengikatan nitrogen oleh bakteri feses
4. Merangsang percepatan pengeluaran toksin nitrogen dari usus.2
Antibiotik yang paling sering digunakan adalah Neomisin dengan dosis 2-4 gram/hari
secara oral atau dengan enema dalam larutan 1%. Pemberian oral lebih baik kecuali jika
terdapat tanda-tanda ileus. Dengan ini maka bakteri yang memproduksi toksin nitrogen
menjadi inaktif.
Metronidazol 4x250mg/hari merupakan alternatif lain dan juga sangat bermanfaat.
Namun waspada akan efek samping berupa neuropati perifer dan kelainan susunan syaraf
pusat termasuk kejang bila digunakan dalam jangka waktu yang lama.

11

Upaya lain adalah dengan membersihkan saluran cerna bagian bawah terutama jika
terjadi perdarahan (hematemesis/melena) agar bekuan darah yang merupakan toksis nitrogen
dapat dikeluarkan dengan segera.
Pemecahan protein endogen hendaknya sedini mungkin dicegah agar ammonia tidak
meningkat dengan memelihara masukan dalam bentuk larutan glukosa 10-20% intrvena
paling kuran 1600kal/hari.
Gangguan elektrolit khususnya alkalosis hipokalemik memerlukan terapi yang cermat
oleh karena alkalosis metabolic yang resisten akan menyebabkan meningkatnya pembentukan
ammonia yang tidak terionisasi. Influksnya ke dalam otak yang suasananya asam juga
meningkat. Pengobatan dilakukan dengan memberikan arginin hidroklorida atau larutan NaCl
encer.1,2,7
VI. PROGNOSIS2
Pada koma portosistemik hepatic dengan pengobatan standar seperti tersebut diatas,
80% pasien akan sadar kembali. Prognosis buruk bila ada tanda-tanda klinis berat misalnya
adanya ikterus, asites, kadar albumin yang rendah. Untuk koma hepatic pada gagal hati
fulminan kemungkinan hanya 20% pasien dapat sadar dan hidup setelah dirawat pada pusatpusat medis. Beberap indicator digunakan untuk meramal prognosis pada gagal hati fulminan
seperti Hepatocyte Volume Fraction (HVF) dengan melakukan biopsy hati dan bila nilainya
kurang dari 35% berarti tidak ada perbaikan, sedangkan nilai HVF lebih besar dari 35%
mungkin pasien akan sadar dan hidup dengan komplikasi atau meninggal. Pengujian lain
seperti pemeriksaan faktor VII dan alfafetoprotein dapat dilakukan. AFP memberikan
gambaran kapasitas regenerasi sel-sel hati.

DAFTAR PUSTAKA

1. Nurdjanah S (2006) Sirosis Hati, dalam buku aja ilmu penuakit dalam, jilid I Edisi IV,
pusat penerbitan departemen ilmu penyakit dalam FKUI, Jakarta
2. Jubir N (2006) Koma Hepatik, dalam buku aja ilmu penuakit dalam, jilid I Edisi IV,
pusat penerbitan departemen ilmu penyakit dalam FKUI, Jakarta.
3. Kusumobroto H (1996) Hipertensi Portal, dalam buku aja r ilmu penyakit dalam, jilid I
Edisi III, pusat penerbitan departemen ilmu penyakit dalam FKUI, Jakarta.

12

4. Herrin SK. Advances in the Treatment of Complications of Cirrhosis and Portal


Hypertension-Variceal Bleeding. www.medscape.com
5. Siellaff T.D., Curley S.A. (2005) Liver. dalam : Schwartzs Principle of surgery. 8 th
edition. McGraw-Hill.
6. Shahara AI dan Rockey DC. Gastroesophageal variceal hemorrhage. Review article.
NEJM 2001; 345, 9; 669-70.
7. Jutabha R., Jensen DM., (2002) Acute Upper Gastrointestinal bleeding dalam Current
Diagnosis & Treatment in Gastroenterology McGraw-Hill/Appleton & Lange.
8. Friedman LS., (2004) Liver, Biliary Tract, & Pancreas dalam Current Medical Diagnosis
& Treatment 2004, McGraw-Hill/Appleton & Lange.
9. Wilson LM., Lester LB., (1994) Hati, saluran empedu, dan pankreas. Wijaya C,
editors.\Patofisiologi dalam buku 1. Edisi empat. Jakarta : Penerbit buku kedokteran
ECG;.
10. Guyton & Hall Textbook Of Medical Physiology 11th Edition, saunders.

13

You might also like